Anda di halaman 1dari 7

HUKUM HARDY-WEINBERG

Hukum Hardy-Weinberg ditemukan oleh ahli fisika W. Weinberg dan ahli matematika G.H. Hardy
pada tahun 1908. Kedua ahli tersebut berasal dari Inggris (Noor, 1996). Menurut Campbell (2000),
hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan genotif dalam kumpulan gen suatu
populasi tetap konstan selama beberapa generasi kecuali kalau ada yang bertindak sebagai agen
selainan rekombinasi seksual. Dengan kata lain pergeseran seksual alel akibat miosis dan fertilisasi
acak akan tidak berpengaruh terhadap struktur genetik suatu populasi.

Hukum Hardy-Weinberg ini berfungsi sebagai parameter evolusi dalam suatu populasi. Bila frekuensi
gen dalam suatu populasi selalu konstan dari generasi ke generasi, maka populasi
tersebut tidakmengalami evolusi. Bila salah satu saja syarat tidak dipenuhi maka frekuensi gen
berubah, artinya populasi tersebut telah dan sedang mengalami evolusi(Biologi Media Center,
2011).

Untuk menjelaskan hukum ini digunakan contoh perkawinan sapi shorthorn warna merah, putih
dan roan. Seperti diketahui, sifat ini dikontrol oleh dua alel yang kodominan, yaitu alel merah (R)
dan alel putih (r). Jika kita asumsikan bahwa frekuensi gen merah adalah p dan frekuensi gen
putih adalah q, dengan p = 0,7 dan q = 0,3 maka proporsi sapi merah dengan genotipe RR adalah
p2 = (0,7)2 = 0,49, proporsi sapi putih = q2 = (0,3)2 = 0,09 dan proporsi sapi roan = 2qp = 2(0,7) x
(0,3) = 0,42. Angka dua di depan pq disebabkan oleh adanya dua kemungkinan terbentuknya sapi
roan, yaitu dari perempuan sperma yang mengandung gen R dengan sel telur yang mengandung
gen r dan dari sperma yang mengandung gen r dengan sel telur yang mengandung gen r.

Formulasi hukum Hardy-Weinberg dapat dijelaskan berikut ini :

p + q = 1, maka p = 1 – q dan q = 1 – p

atau

P2 + 2pq + q2 =1

Dalam Biologi Media Center (2011), dijelaskan bila frekuensi gen yang satu dinyatakan dengan
simbol p dan alelnya dengan simbol q, maka secara matematis hukum tersebut dapat ditulis sebagai
berikut:

Menurut Wibawa, B. (2010), Asas Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi
genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam kesetimbangan dari satu
generasi ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu
kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak acak, mutasi, seleksi,
ukuran populasi terbatas, hanyutan genetik, dan aliran gen. Adalah penting untuk dimengerti bahwa
di luar laboratorium, satu atau lebih pengaruh ini akan selalu ada. Oleh karena itu, kesetimbangan
Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di alam. Kesetimbangan genetik adalah suatu
keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar untuk mengukur perubahan genetik.

Lebih lanjut Wibawa menambahkan bahwa syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg:

1. Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama

2. Perkawinan terjadi secara acak

3. Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama besar

4. Tidak terjadi migrasi

5. Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan hukum Hardy – Weinberg :

1. Jumlah frekuensi gen dominan dan resesif (p + q) adalah 1

2. Jumlah proporsi dari ketiga macam genotipe (p2 + 2pq + q2) adalah 1

Contoh

Penggunaan hukum Hardy-Weinberg ini adalah sebagai berikut (Biologi Media Center, 2011):

1. Dalam suatu populasi mahasiswa Fakultas Peternakan, terdiri dari mahasiswa dari dalam kota 51%
sedangkan mahasiswa dari luar kota (tt) 49%. Hitunglah :

a. Berapa frekuensi gen mahasiswa dari dalam kota (T) dan gen mahasiswa dari luar kota (t) dalam
populasi tersebut?

b. Berapakah rasio genotifnya?

1. Gen mahasiswa dari luar kota = tt = 49%

tt = 40% = maka t = = 0,7

T+t=1

T = 1 – 0,7 = 0,3

Frekuensi gen T = 0,3 = 30%

Frekuensi gen t = 0,7 = 70%

1. TT = (0,3)2 = 0,09 = 9%

Tt = 2Tt = 2 x 0,3 x 0,7= 0,42 =42%

Tt = (0,7) x 2 = 0,49 = 49%

Jadi perbandingan genotipe TT:Tt:tt = 9:42:49


2. Dalam sebuah populasi kambing PE yang berjumlah 1000 orang terdapat 6 ekor albino. Berapa
ekor pembawa sifat albino pada populasi kambing tersebut?

Jawab :

1. Kambing albino = aa = = 0,006

a = = 0,07

A+a=1

A = 1 – 0,07 = 0,93

Jadi frekuensi gen A = 0,93 dan a = 0,07

1. Kambing pembawa sifat albino (Aa)

Aa = 2Aa = 2 x 0,93 x 0,07 = 0,1302 = 13,02%

Menurut Isharmanto (2009), deduksi terhadap hukum keseimbangan Hardy-Weinberg meliputi tiga
langkah, yaitu :

1) Dari tetua kepada gamet-gamet yang dihasilkannya

2) Dari penggabungan gamet-gamet kepada genotipe zigot yang dibentuk

3) Dari genotipe zigot kepada frekuensi alel pada generasi keturunan

Secara lebih rinci ketiga langkah ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Misalkan bahwa pada generasi tetua terdapat genotipe AA, Aa, dan aa, masing-masing dengan
frekuensi P, H, dan Q. Sementara itu, frekuensi alel A adalah p, sedang frekuensi alel a adalah q. Dari
populasi generasi tetua ini akan dihasilkan dua macam gamet, yaitu A dan a. Frekuensi gamet A
sama dengan frekuensi alel A (p). Begitu juga, frekuensi gamet a sama dengan frekuensi alel a (q).
Dengan berlangsungnya kawin acak, maka terjadi penggabungan gamet A dan a secara acak pula.
Oleh karena itu, zigot-zigot yang terbentuk akan memilki frekuensi genotipe sebagai hasil kali
frekuensi gamet yang bergabung. Pada Tabel 15.1 terlihat bahwa tiga macam genotipe zigot akan
terbentuk, yakni AA, Aa, dan aa, masing-masing dengan frekuensi p2, 2pq, dan q2.

Tabel. Pembentukan zigot pada kawin acak

Gamet-gamet E dan
frekuensinya

A(p) a (q)

A (p) AA (p2) Aa (pq)

Gamet-gamet G
dan frekuensinya a (q) Aa (pq) aa (q2)
Oleh karena frekuensi genotipe zigot telah didapatkan, maka frekuensi alel pada populasi zigot atau
populasi generasi keturunan dapat dihitung. Fekuensi alel A = p2 + ½ (2pq) = p2 + pq = p (p + q) = p.
Frekuensi alel a = q2 + ½ (2pq) = q2 + pq = q (p + q) = q. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa
frekuensi alel pada generasi keturunan sama dengan frekuensi alel pada generasi tetua.

Kita ketahui bahwa frekuensi gene pool dari generasi ke generasi pada waktu ini (populasi hipotesis)
adalah 0,9 dan 0,1; dan perbandingan genotip adalah 0,81; 0,81; dan 0,01. Dengan angka – angka ini
kita akan mendapatkan harga yang sama pada generasi berikutnya. Hasil yang sama ini akan kita
jumpai pada generasi seterusnya, frekuensi genetis dan perbandingan genotip tidak berubah
(Isharmanto, 2009). Dapat kita simpulkan bahwa perubahan evolusi tidak terjadi. Hal ini dapat
diketahui oleh Hardy(1908) dari Cambrige University dan Weinberg dari jerman yang bekerja secara
terpisah. Secara singkat dikatakan di dalam rumus Hardy-Weinberg bahwa di bawah suatu kondisi
yang stabil, baik frekuensi gen maupun perbandingan genotip akan tetap (konstan) dari generasi ke
generasi pada populasi yang berbiak secara seksual.

Frekuensi Gen Suatu Populasi

Frekuensi gen merupakan kuadrat frekuensi alel yang bertanggung jawabterhadap genotipnya.
Frekuensi gen dapat dihitung dari frekuensi alel atau darigen dengan aksi dominan lengkap, dimana
hanya ada dua fenotipe dari tigamacam genotipe. Metode menghitung nya dengan menggunakan
metode akar kuadrat.

Untuk mengetahui frekuensi gen dan genotip dari suatu populasi, digunakan Hukum Hardy-
Weinberg. Frekuensi gen adalah frekuensi suatu alel pada lokus tertentu. Penghitungannya
dilakukan dengan rumus:

Jumlah alel tertentu (beserta salinannya) dalam populasi

Frekuensi
gen = ______________________________________

Jumlah seluruh alel dalam populasi

Frekuensi gen dengan sepasang alel

Untuk menghitung frekuensi gen yang terdiri atas sepasang alel (misalnya A dan a) , digunakan
rumus :

(2 X jumlah individu AA) + (jumlah individu Aa)


p=
f(A) = _____________________________________

(2 X jumlah total individu)

(2 X jumlah individu aa) + (jumlah individu Aa)

q=
f(a) = ____________________________________

(2 X jumlah total individu)

Sebagai contoh, kita menghitung frekuensi gen yang terdiri atas tiga alel, yaitu A, B dan C. Jumlah
masing-masing genotip adalah:

AA = 10, AB = 35, BB = 75, AC = 30, BC= 35, CC= 35

Jumlah total adalah 220

Frekuensi masing-masing alel adalah :

f(A) = p = (2 x 10) + 35 + 30 = 0,193


(2 x 220)

f(B) = q = (2 x 75) + 35 + 35 = 0,5


(2 x 220)

f(B) = r = (2 x 35) + 30 + 35 = 0,306


(2 x 220)

Perhitungan Frekuensi Gen

o Kodominan

Perhitungan frekuensi gen untuk sifat-sifat yang dikontrol oleh sepasang alel kodominan relatif lebih
murah. Kita dapat dengan mudah membedakan individu yang bergenotipe homozigot dominan,
heterozigot dan homozigot resesif hanya berdasarkan fenotipenya saja.

Jika pada suatu kelompok ayam terdapat 150 ekor ayam yang terdiri dari 95 ekor berwarna hitam,
50 ekor berwarna biru dan 5 ekor yang berwarna putih diperoleh genotipe ketiga ayam ini adalah BB
(hitam), Bb (biru) dan bb (putih). Setiap ayam hitam membawa 2 gen B. Jika terdapat 95 ekor ayam
hitam maka jumlah gen B adalah 2 x 95 = 190. Setiap ayam putih membawa sepasang gen b. Jika
ada lima ekor ayam putih maka jumlah gen b = 2 x 5 = 10. Ayam biru membawa 1 gen B dan 2 gen b.
Jadi jika ada 50 ekor ayam biru maka jumlah gen B = 50 dan jumlah gen b = 50. Jumlah gen B pada
populasi tersebut adalah 190 + 50 = 240. Jumlah gen b adalah 10 + 50 = 60. Jadi, frekuensi gen B
yang ada pada populasi tersebut adalah 240/300 = 0,8 (80%), sedangkan frekuensi gen b adalah
60/300 = 0,2 (20%).

o Dominan Penuh

Perhitungan frekuensi gen untuk sifat-sifat yang diwariskan secara dominan penuh memerlukan cara
yang sedikit berbeda. Hal inni karena antara individu yang bergenotipe homozigot dominan dan
yang bergenotipe heterozigot tidak dapat dibedakan hanya dengan berdasarka fenotipenya.

Jika pada suatu peternakan terdapat 230 ekor sapi yang terdiri dari 147 ekor sapi tidak bertanduk
dan 83 ekor sapi bertanduk makaproporsi sapiyang tidak bertanduk adalah 147/230 = 0.639 dan
sapi yangbertanduk = 83/230 = 0,361. Jika diasumsikan bahwa frekuensi genresesif adalah p,
sedangkan frekuensi gen resesif adalah q maka proporsi sapi yang tidak bertanduk = p2 + 2pq =
0,639. Dalam hal ini 2pq adalah sapi yang tidak bertanduk heterozigot. Proporsi sapi yang bertanduk
= q2 = 0,361. Dari kedua persamaan itu diperoleh frekuensi gen bertanduk (resesif) = √q2 = √0,361 =
0.061. frekuensi gen tidak bertanduk = 1 – q = 1, 0,601 = 0,339 (Noor, 1996).

1. Seleksi

Seleksi adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang dianggap mempunyai mutu genetic baik
untuk dikembangkan lebih lanjut serta menyingkirkan ternak yang kurang baik. Tujuan seleksi
mengubah frekuensi gen.

Menurut Nurrohmadi (2011), seleksi alam didefinisikan sebagai reproduksi diferensial individu atau
genotip pada suatu populasi. Diferensial reproduksi disebabkan oleh perbedaan antara individu
dalam ciri seperti kematian, kesuburan, fekunditas, keberhasilan kawin, dan kelangsungan hidup
keturunan. Seleksi alam didasarkan pada ketersediaan variasi genetik di antara individu dalam
karakter yang terkait dengan keberhasilan reproduksi. Ketika populasi terdiri dari pada-dividuals
yang tidak berbeda dari satu sama lain dalam ciri-ciri seperti itu, tidak tunduk pada seleksi alam.
Seleksi dapat menyebabkan perubahan pada frekuensi alel dari waktu ke waktu. Namun, perubahan
hanya pada frekuensi alel dari generasi ke genera-tion tidak selalu menunjukkan seleksi yang sedang
bekerja. Proses lainnya, seperti arus genetik secara acak, dapat membawa perubahan temporal
dalam frekuensi alel juga. Menariknya, perubahan frekuensi alel tidak selalu menunjukkan seleksi
yang sesuai dengan genotip.

Kesesuaian genotipe, biasanya dinyatakan sebagai w, adalah ukuran dari kemampuan untuk
bertahan hidup dan bereproduksi. Namun, karena ukuran modulasi biasanya dibatasi oleh daya
dukung lingkungan di mana populasi berada, keberhasilan evolusi dari individu adalah de-termined
tidak dengan kebugaran mutlak, tetapi dengan kebugaran relatif dibandingkan dengan genotipe
yang lain dalam populasi. Di alam, kesesuaian genotipe tidak diharapkan untuk tetap konstan untuk
semua generasi dan dalam semua keadaan lingkungan. Namun, dengan menempatkan nilai konstan
kebugaran untuk setiap genotipe, kita dapat merumuskan teori sederhana atau model, yang
berguna untuk memahami dinamika perubahan struktur genetik suatu populasi disebabkan oleh
seleksi alam. Di kelas paling sederhana dari model, kita mengasumsikan bahwa kebugaran
organisme ditentukan semata-mata oleh genetik. Kami juga menganggap bahwa semua lokus
berkontribusi secara independen kepada nessfit dari individu (yaitu, bahwa lokus yang berbeda tidak
berinteraksi dengan satu sama lain dengan cara yang mempengaruhi kebugaran organisme),
sehingga masing-masing lokus dapat ditangani secara terpisah.

2. Mutasi

Mutasi adalah perubahan susunan gen atau bagian kromosom, menjadi bentuk baru. Mutasi yang
mengubah frekuensi gen ada dua macam :

1) Mutasi tak berulang

2) Mutasi berulang

Mutasi tak berulang jarang terjadi dan tidak menghasilkan perubahan berarti pada frekuensi gen.
mutasi berulang lebih sering terjadi dan berulang secara teratur dalam jangka panjang. Mutasi
berulang dapat menghubah frekuensi gen.

Beberapa tahun yang lampau, dau orang ahli genetika terkemuka memberikan komentar terhadap
kehadiran polimorfisma dalam populasi sebagai berikut: Secara sederhana dapat dikatakan,
polimorfisma sekarang telah mencapai jumlah yang demikian banyak dan polimorfisma baru terus
ditemukan dengan laju yang pesat sehingga pemahaman artinya tidak diragukan lagi merupakan
suatau problema pokok bagi biomedika modern. Fakta mengenai jangkauan potensialnya dan
kemampuan kita untuk mereduksi menjadi manifestasi primer dari perbedaan genetik yaitu variasi
dalam protein-protein dan substansi yang berkaitan polimorfisma yang dihasilkan dari varibilitas ini
disangka merupakan ekuivalen genetik dari sistem “penyangga” (buffer) biokimiawi yaitu bahwa
frekuensi-frekuensi gen yang mereka refleksikan tidak mudah diganggu bahwa frekuensi-frekuensi
yang mereka refelekasikan tidak mudah diganggu oleh perubahan-perubahan dalam laju mutasi atau
berbagai fluktuasi temporer pada tekanan seletif beberapa dari fungsi polimorfisma tidak ragu-ragu
lagi berkaitan dengan perbedaan-perbedaan yang penting antara manusia dan kepekaannya
terhadap penyakit (Nurrohmadi, 2011).

3. Migrasi

Bila sejumlah individu yang berasal dari suatu populasi dipindahkan (migrasi) dan bercampur dengan
individu populasi lain (terjadi perkawinan) maka dapat terjadi perubahan frekuensi gen.

Misalnya, dengan memasukkan gen-gen dari jenis sapi baru ke suatu Negara dengan inseminasi
buatan (IB) dapat mengakibatkan perubahan frekuensi gen dari populasi sapi nasional secara drastic.

Jadi migrasi merupakan cara yang paling efektif penyebab perubahan genetic. Migrasi bermanfaat
bila memenuhi persyaratan bermanfaat bila memenuhi persyaratan berikut :
1).Tersedia populasi lain dengan gen-gen yang diinginkan

2).Telah diketahui dengan pasti bahwa perubahan yang terjadi dapat bermanfaat
4. Genetic drift (fluktuasi acak)

Faktor genetik drift biasanya terjadi secara kebetulan dan dapat mengubah frekuensi gen. dalam
populasi kecil, fluktuasi acak yang mempunyai efek yang penting. Dalam kenyataan populasi ternak
di pedesaan dapat berfluktuasi secara acak tak teratur karena pengaruh musim atau serangan
wabah penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar populasi sehingga pada
suatu saat populasi turun secara drastic. Ternak yang tersisa yang dapat bertahan akan
mempengaruhi pengaruh yang menentukan terhadap frekuensi gen pada generasi berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai