Anda di halaman 1dari 14

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tantangan terberat di peternakan ayam adalah munculnya penyakit, sehingga
pengelolaannya perlu dilakukan secara efisien dan profesional. Penyakit yang menyerang
ayam banyak ragam dan seringkali gejalanya hampir sama. Oleh karena itu, peternak
membutuhkan pengalaman tentang penyebab penyakit secara umum sehingga dapat
membedakan penampilan ayam yang sakit dengan ayam sehat. Penyebab penyakit pada
ayam bermacamam macam, salah satunya adalah virus. Newcastle Disease, Avian
Influenza, Inflamatory Bowl Disease adalah beberapa penyakit yang disebabkan oleh
virus dan sering terjadi pada peternakan ayam.
Virus merupakan agen infeksi yang dapat menyerang semua hewan. Virus yang
menyerang ternak akan mengakibatkan terjadinya penurunan produksi, gangguan sistem
reproduksi, dan kematian. Banyaknya virus yang dapat menginfeksi hewan sehingga
diperlukan pemeriksaan serologis. Pemeriksaan serologis merupakan suatu metode
mendiagnosa etiologis virus penyebab infeksi pada hewan. Pemeriksaan serologis dapat
dimanfaatkan untuk mendeteksi antibodi dengan menggunakan antigen yang telah
diketahui. Dasar dari uji serologis ialah mereaksikan antara antigen dan antibodi dengan
menggunakan serum yang merupakan dasar pada reaksi imunologis (Mims, 2004).
Hingga kini ND masih merupakan penyakit endemis di beberapa wilayah di
Indonesia. Berdasarkan laporan Dinas Peternakan, kejadian yang menonjol di Indonesia
hingga kini adalah ND merupakan penyakit yang sangat patogen dan tingkat
mortalitasnya masih juga tinggi pada peternakan ayam sektor 4. Secara umum, ND
mengakibatkan depresi, diare, prostration, oedema kepala dan pial, gejala syaraf, seperti
paralysis dan tortikolis, dan gangguan pernafasan (MCFERRAN dan MCCRACKEN,
1988). Turunnya produksi telur, diawali dengan hambatan produksi telur, bisa juga
diawali dengan tanda klinis dan kematian pada ayam yang sedang bertelur. Galur virus
ganas mungkin masih bereplikasi pada ayam yang divaksinasi, tetapi tanda klinis sering
tidak kelihatan dalam hubungannya dengan tingkat kekebalan yang dicapai (ALLAN dan
LANCASTER, 1978). Tidak ada gejala patologik yang patognomonis (MCFERRAN dan
MCCRACKEN, 1988). Perubahan patologi anatomik yang terlihat nyata biasanya ada
perdarahan pada saluran pencernaan terutama proventrikulus, pada permukaan
mukosanya terlihat bintik-bintik merah dan perdarahan pada beberapa organ dalam
seperti limpa, jantung, indung telur, dan beberapa organ lainnya.

47
Uji yang relatif mudah untuk mengidentifikasi virus ialah menggunakan uji Agar
Gel Presipitation Test (AGPT). Agar Gel Presipitation Test merupakan uji yang sering
digunakan untuk mendeteksi antibodi. Prinsip AGPT ialah mereaksikan antigen yang
telah diketahui dengan antibodi yang diuji. Terbentuknya presipitasi merupakan bentuk
pengendapan yang menandakan telah terjadi ikatan antara antigen dan antibodi secara
spesifik. Oleh karena itu uji serologis dapat digunakan untuk mempelajari penyakit pada
unggas yang disebabkan oleh virus dengan cara mengisolasi, mengidentifikasi virus
penyebab wabah penyakit pada unggas.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara prosedur pengujian AGPT test?


2. Bagaimana aplikasi test AGPT sebagai uji serologis pendukung diagnosa?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui cara prosedur pengujian AGPT test

2. Untuk menetahui aplikasi AGPT test sebagai uji serologis pendukung diagnosa

48
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uji Presipitasi Agar (UPA) atau Agar Gel Precipitation Test (AGPT)

Tujuan dilakukannya UPA adalah untuk mengetahui adanya antigen virus dan
antibodi tubuh. Prinsip dari uji UPA yaitu adanya ikatan antibodi spesifik dengan antigen
yang ditandai dengan adanya garis presipitat. Hal ini disebabkan karena antigen virus
berdifusi melalui pori-pori purified semisolid agar dan bereaksi dengan antibodi.
Presipitasi antigen oleh antibodi dapat pula terjadi pada medium semisolid yang biasa
dipakai yaitu pure agar dari Euchemia spinosum. Uji ini dapat disebut juga
dengan Double Immunodifusion Test atau Ouchterlowys Double Difusion yang
menempatkan antigen antibodi pada agar murni yang terpisah dalam cawan petri. Dapat
ditemukan bahwa antigen-antibodi (Ag-Ab) menyebar ke dalam agar murni. Dan pada
awal pembentukan pita presipitasi disebabkan karena adanya keseimbangan rasio antara
Ag-Ab. Jika terjadi kelebihan antigen, maka pita presipitasi yang terbentuk akan
bergerak mendekati sumuran antibodi. Meskipun terjadi difusi yang radial dari sumuran,
pita presipitasi tampak seperti lengkungan diantara sumuran Ag-Ab. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kondisi pertumbuhan virus adalah :
Ph

49
Dapat terjadi presipitasi jika media berada pada pH 7,0-7,2, sedangkan pada pH
5,0-5,5 tidak menyebabkan terjadinya presipitasi.
Konsentrasi antigen dan antibodi
Adanya konsentrasi antibodi yang sesuai dengan konsentrasi antigen dapat
menyebabkan terjadinya presipitasi atau immunodifusi di luar sumuran.
Suhu
Temperatur inkubasi pada reaksi aglutinasi bervariasi, kurang lebih 50-560 C.
Sedangkan pada yang lain pada suhu 270 C.
Kelembaban
Media agar tidak disimpan dalam lemari es karena agar akan menjadi kering,
pada temperature panas media menjadi cair. Sehingga tempat penyimpanan dibuat
menyerupai lembah dengan nampan yang diberi kapas dan air.
Media agar
Media yang digunakan adalah media agar semisolid, dapat juga dipakai agar
gelatin/ silika. Yang paling umum digunakan adalah agar-agar. Agar-agar menjadi
larut atau cair bila dipanaskan pada suhu hampir 1000 C dan tetap berbentuk cair
bila didinginkan hingga kurang lebih 430 C. Pada gelatin, jika telah padat dan
dipanaskan 1000 C untuk mencairkan kembali. Tidak dianjurkan membiarkan
medium agar menjadi padat lalu mencairkannya kembali lebih dari 2 kali karena
dapat memberikan hasil yang kurang baik.
Jarak sumuran
Jika jarak terlalu jauh atau tidak sama antara kiri dan kanan dapat
mengakibatkan tidak terbentuknya presipitat.
Lama inkubasi
Pembentukan ikatan antibodi-antibodi membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari.
Jadi jika kurang dari waktu yang ditentukan kemungkinan presipitat belum
terbentuk.
Interpretasi dari garis presipitat antara lain :
Dapat teridentifikasi
Jika ikatan antibodi dengan antigen yang sama determinannya pada tiap
antigen sampel atau bisa juga dikatakan dua antigen tersebut identik sehingga
mereka akan berdifusi dengan kecepatan yang sama dan daerah proporsi optimal
akan terdapat pada lokasi yang sama.
Identifikasi parsial
50
Jika terjadi reaksi silang, yaitu dua antigen dapat serupa dan memiliki
determinan bersama, sehingga menghasilkan pembentukan pita berbentuk tapal
kuda.
Tidak teridentifikasi
Tidak teridentifikasi terhadap antibodi terpilih sehingga tidak terjadi garis
presipitasi yaitu dengan difusi antigen atau antibodi lebih lanjut, pembentukan
kompleks solubel akan terjadi, tetapi penyatuan akan dipertahankan, karena pita-
pita terus terbentuk dan larut dengan kecepatan yang sama. Jika sebaliknya dua
antigen tersebut berbeda sama sekali, pita-pita akan bersilang.

BAB 3 METODE

2.1 Waktu Pelaksanaan

Pemeriksaan identifikasi penyakit secara serologis dilakukan di Laboratorium


Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Pelaksanaan kegiatan di
laboratorium berlangsung mulai tanggal 6-13 Februari 2017.

2.2 Uji AGPT

2.2.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk pengujian agar presipitasi ini adalah cawan
petri, gelas obyek, gel punch dan kertas hisap. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain
adalah larutan agar (8 gram NaCl; 1,5 gram agar No.1 (oxoid), Buffer Sorensen (10x)
ditambah 100 ml), antigen dan antibodi standard, antigen dan antibodi yang akan diuji.

2.2.2 Metode

Larutan agar dituang pada cawan petri dan dibiarkan mengeras. Setelah mengeras
dibuat lubang pada agar menggunakan gel punch dengan pola yang sudah ditentukan. Setelah

51
lubang terbentuk, lubang diisi dengan antibodi (As) (berupa serum) sebanyak 0.025 ml dan
pada lubang lainnya diisi dengan antigen (Ag) sebanyak 0.025 ml di tepi sesuai pola. Setelah
semua lubang terisi, gel diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah itu dilakukan
pengamatan.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1 Hasil Uji AGPT

No Plate Reagen Hasil

1. Plate 1 Ag X As ND +

2. Plate 2 Ag ND As X +

3. Plate 3 As X Ag ND +

52
Ag AI -

4. Plate 4 Ag X As ND +

As AI +

5. Plate 5 Ag AI As X -

6. Plate 6 Ag X As AI -

7. Plate 7 Ag EDS As x -

8. Plate 8 Ag X As EDS -

4.1.1 Hasil AGPT Positif


Hasil uji AGPT sampel positif ditunjukkan pada Antigen Newcastle Disease (AgND)
yang direaksikan dengan diduga Antiserum Newcastle Disease (AsND), Antiserum
Newcastle Disease (AsND) yang direaksikan dengan diduga Antigen Newcastle Disease
(AgND) (lihat Gambar 4.1 dan Gambar 4.2). Pada plate AgX yang direaksikan dengan
AsND menunjukkan terbentuknya garis presipitasi berwarna putih. Garis presipitasi tersebut
terbentuk akibat adanya reaksi antigen yang homolog dengan antibodi dan menandakan
terjadinya ikatan komplek antara antigen dengan antibodi tersebut (lihat Gambar 3.1)
(Syukron, 2013). Garis presipitasi tersebut menandakan bahwa Ag X yang direaksikan
dengan AsND merupakan Ag terhadap ND.

AsND AgND

Gambar 4.1 Hasil positif uji AGPT antara AgND dengan AsND yang ditandai dengan
adanya garis presipitasi (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Pada plate AsX yang direaksikan dengan AgND menunjukkan terbentuknya garis
presipitasi berwarna putih. Garis presipitasi tersebut terbentuk akibat adanya reaksi antigen
yang homolog dengan antibodi dan menandakan terjadinya ikatan komplek antara antigen
dengan antibodi tersebut (lihat Gambar 4.2) (Syukron, 2013). Garis presipitasi tersebut
menandakan bahwa Ag X yang direaksikan dengan AsND merupakan Ag terhadap ND.

53
AgND As ND

Gambar 4.2 Hasil positif uji AGPT antara AsND dengan AgND yang ditandai dengan
adanya garis presipitasi (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Pada plate AsX yang direaksikan dengan AgND dan AgAI menunjukkan hanya
terbentuknya garis presipitasi berwarna putih antara sumuran AsX dengan AgND. Garis
presipitasi tersebut menandakan bahwa As X yang direaksikan dengan AsND merupakan As
yang homolog terhadap AgND, namun As tidak homolog dengan AgAI sehingga menandakan
terjadinya ikatan komplek antara antigen ND dengan antibodi ND (lihat Gambar 4.3)

AgND
Ag AI

As ND

Gambar 4.3 Hasil positif uji AGPT antara AsND dengan AgND yang ditandai dengan
adanya garis presipitasi (Sumber : Dokumentasi Pribadi).

Pada plate AgX yang direaksikan dengan AsND dan AsAI menunjukkan terbentuk garis
presipitasi antara sumuran yang diisi AsND dengan AgX dan juga terbentuk garis presipitasi
antara sumuran yang diisi AsAI dengan AgX. Garis yang terbentuk sama-sama kuat dan
menyambung tanpa ada titik persilangan yang menandakan bahwa antara sumuran yang
berisi As ND dengan AgX dan AsAI dengan Ag X memiliki konsentrasi yang sama kuat (lihat
Gambar 4.4). Berdasarkan hasil tersebut, terjadi kejanggalan dimana sumuran AsAI
membentuk garis presipitasi dengan AgX sama kuat dengan garis presipitasi yang terbentuk
antara sumuran AsND dengan AgX. Hal ini menunjukkan bahwa AsAI selain memiliki
Antibodi terhadap AI juga memiliki Antibodi terhadap ND, atau AgX yang digunakan untuk
diuji AGPT memiliki Antigen terhadap AI dan ND. Setelah dianalisa maka hasil AGPT

54
menunjukkan bahwa AgX memiliki antigen ND dan bereaksi dengan AsND. Pada AsAI
selain memiliki antibodi terhadap AI juga memiliki antigen terhadap ND sehingga dapat
bereaksi dengan AgX yang diduga sebagai AgND. Hal ini sesuai dengan pendapat Natih dkk.
(2010) yang menyatakan bahwa uji AGPT akan menunjukkan hasil positif yang ditandai
dengan terbentuknya garis presipitasi antara antiserum dan antigen yang homolog, sedangkan
tidak terbentuk garis presipitasi pada antiserum dan antigen yang tidak homolog. Pada hasil
UJI AGPT ini disimpulkan bahwa AgX yang direaksikan dengan AsND dengan AsAI
menunjukkan bahwa AgX (AgND) homolog dengan AsND.

As AI
Ag ND

Ag ND

Gambar 4.4 Hasil positif uji AGPT antara AgND dengan AsND dan AsAI yang
ditandai dengan sama-sama adanya garis presipitasi pada masing-masing
Antiserum (Sumber : Dokumen Pribadi).

4.1.2 Hasil AGPT Negatif

Pada plate AsX yang direaksikan dengan AgAI dan AsAI yang direaksikan dengan
AgX menunjukkan tidak adanya garis presipitasi setelah diinkubasi selama 48 jam (lihat
Gambar 3.5). Hal ini menunjukkan kedua plate tersebut tidak adanya reaksi antara antiserum
dan antigen yang diujikan (tidak homolog). Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa factor
yang mempengaruhi hasil negatif tersebut seperti jarak antar sumuran tidak sama, afinitas dan
aviditas antibodi kurang, suhu inkubasi, keasaman pH dan perbandingan antara antigen dan
antibodi tidak sama (Ernawati, 2008). Pada salah satu plate terbukti bahwa jarak antar
sumuran tidak sama yang membuktikan bahwa difusi antigen dan atibodi serta reaksi ikatan
Ag AI
antar keduanya
As X tidak dapat terjadi dan tidak terbentuk gasris presipitasi.
As AI

Ag X
Ag AI
Ag AI
As
As XX
55

A
B

Gambar 4.5 Hasil negatif uji AGPT, (A) AsX dengan AgAI yang ditandai dengan tidak adanya
garis presipitasi, (B) AsAI dengan AgX yang ditandai dengan tidak adanya garis
presipitasi (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Pada plate AsX yang direaksikan dengan AgEDS dan AsEDS yang direaksikan
dengan AgX menunjukkan tidak adanya garis presipitasi setelah diinkubasi selama 48 jam
(lihat Gambar 4.6). Hal ini menunjukkan kedua plate tersebut tidak adanya reaksi antara
antiserum dan antigen yang diujikan (tidak homolog), akan tetapi hasil tersebut dapat menjadi
false negative. Kemungkinan terbesar tidak terbentuknya garis presipitasi dari hasil Uji AGP
ini adalah Antigen EDS yang digunakan merupakan antigen EDS stok lama atau
penyimpanannya sudah terlalu lama, sedangkan antiserum X yang digunakan masih
merupakan antiserum baru. Sehingga tidak terjadi ikatan antara antigen EDS dengan
Antiserum X tersebut. Namun terdapat beberapa lainnya yang mempengaruhi hasil yaitu
afinitas dan aviditas antibodi, suhu inkubasi, keasaman pH dan perbandingan antara antigen
dan antibodi (Ernawati, 2008).

56
Gambar 4.6. Hasil negatif uji AGPT, (A) AsX dengan AgEDS yang ditandai dengan
tidak adanya garis presipitasi, (B) AsEDS dengan AgX yang ditandai
dengan tidak adanya garis presipitasi. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

4.2 Pembahasan

Agar Gel Presipitasi Test (AGPT) atau uji imunodifusi merupakan teknik yang
digunakan untuk menentukan antigen atau antibodi secara kualitatif atau semikuantitatif.
Secara kualitatif hanya mengetahui reaksi positif atau negatif, Sedangkan secara
semikuantitatif, mengetahui titer antigen atau antibodi dengan cara melakukan beberapa
pengenceran yang masih dapat menunjukkan reaksi positif. Selain itu teknik ini juga
digunakan untuk mengetahui adanya reaksi silang dari beberapa macam antigen. Garis
presipitasi yang terbentuk dapat berupa garis bersambungan yang berarti antigen identik
secara imunologik terhadap serum uji, garis bercabang menandakan antigen berhubungan
sebagian dan garis bersilangan menandakan antigen tidak berhubungan Wilson dan Walker
(2000). Garis presipitasi membentuk taji pada titik pertemuan akan terbentuk apabila dua
jenis antigen yang diperiksa mempunyai kesamaan epitop parsial (partial identity).
Hasil Agar Gel Precipitation Test (AGPT) menunjukkan hasil yang positif pada sampel
diduga Antiserum Newcastle Disease (AsX) dengan Antigen Newcastle Disease (AgND),
dan juga pada sampel diduga Antigen Newcastle Disease (AgX) dengan Antiserum
Newcastle Disease (AsND), dengan jarak antar sumuran sama dengan diameter sumuran,
yang ditunjukkan dengan terbentuknya garis presipitasi berwarna putih (Gambar 4.1 dan
4.2). Menurut Wilson dan Walker (2000) terbentuknya garis presipitasi karena antigen dan
antibodi yang berdifusi bertemu dan membentuk antigen antibodi komplek dimana satu
molekul antibodi berikatan silang dengan dua determinan antigen dalam satu waktu dan
akan membentuk endapan ikatan komplek antigen antibody. Hasil ini menunjukkan adanya
ikatan silang antara semua uji AsND dan AgND .
Hasil Agar Gel Precipitation Test (AGPT) yang menunjukan hasil negative
menunjukan bahwa Antigen X (Ag X) dan Antiserum X (AS X) tidak memliki
kecendurungan homolog dengan AgAI/AsAI dan AgEDS/AsEDS yang ditunjukan dengan

57
tidak addanya garis presipitasi. Keberhasilan dalam pemeriksaan dengan menggunakan
AGPT dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya afinitas dan aviditas
antibodi; Keasamaan (pH), presipitasi dapat terjadi antara antigen dan antibodi jika media
berada pada pH 7,0-7,2 sedangkan pada pH 5,0-5,5 tidak menyebabkan terjadinya
presipitasi konsentrasi antara antigen dan antibodi; Suhu, reaksi optimal dapat berlangsung
pada suhu 4oC atau 37oC; Perbandingan antigen dan antibodi, adanya konsentrasi antibodi
yang sesuai dengan konsentrasi antigen dapat menyebabkan terjadinya presipitasi atau
immunodifusi diluar sumuran; Kelembaban, reaksi yang berlangsung pada suhu kamar dan
inkubator memerlukan kelembaban yang tinggi, untuk mencegah kekeringan larutan
sebelum reaksi terjadi; Media agar, media yang digunakan adalah media agar semisolid,
dapat juga dipakai agar gelatin atau silica; Jarak sumuran, jika jarak teralu jauh atau tidak
sama anatara kiri dan kanan dapat mengakibatkan tidak terbentuknya presipitat; Lama
inkubasi, pembentukan ikatan antigen dan antibodi membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari.
Jadi jika kurang dari waktu yang ditentukan kemungkinan presipitat belum terbentuk; dan
Kekuatan ion, larutan penyangga yang dipakai sebaiknya mempunya molaritas kurang dari
0.15 M. Kekuatan ion melebihi 0.15 M dapat mencegah terjadinya presipitasi.

BAB 5 PENUTUP

58
5.1 Kesimpulan
Identifikasi pada uji AGPT menunjukkan hasil terbentuk garis presipitasi pada
antiserum ND/antigen ND dengan Antiserum X/Antigen X yang menunjukan arti bahwa
AntigenX dan Antiserum X homolog dengan Antigen Newcastle Disease dan Antiserum
Newcastle Disease. Sedangkan pada uji AsX/AgX terhadap AsAI/AgAI dan
As/EDS/AgEDS menunjukan hasil negative hal ini menunjukan bahwa AsX/AgX tidak
homolog dengan AsAI/AgAI dan As/EDS/AgEDS.

5.2 Saran
Perlu dilakukan ketelitian praktikan terutama pada saat membuat sumuran dan
menuangkan reagen kedalam sumuran, karena ketidak telitian akan menjadikan hasil
interpretasi fals negative / fals positif.

DAFTAR PUSTAKA

59
Ernawati, R., A.P. Rahardjo, N.Sianita, F.A.Rantam, dan Suwarno. 2013. Petunjuk Praktikum
Pemeriksaan Virologik dan Serologik. Laboratorium Virologi dan Imunologi.
Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. 19-24.

Purchase, H.G. 2009. A Laboratory Manual for the Isolation and Identification of Avian
Pathogens. Blackwell. Washington.

Tizard I. Serology: The detection and measurement of antibodies. In: Pedersen D, ed.
Veterinary Immunology, An Introduction. Philadelphia: WB Saunders;
1988;129-155.

Wilson K dan Walker J. 2000. Principles and Techniques of Practical Biochemistry. Ed ke 5.


UK: Cambridge University Press.

60

Anda mungkin juga menyukai