Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan adalah terjadinya perdarahan.


Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan Perdarahan pada kehamilan muda
sering dikaitkan dengan kejadian abortus. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Batasan abortus adalah
kehamilan dengan usia kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan sedangkan abortus
yang terjadi dengan dilakukan tindakan yang disengaja disebut abortus provokatus.
Abortus provokatus dibagi langi menjadi abortus provokatus medisinalis dan abortus
provokatus kriminalis. Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20
minggu akibat tindakan. Berdasarkan gejala, tanda, dan proses patologi yang terjadi,
abortus dapat dibagi menjadi abortus iminens, abortus insipiens, abortus inkomplit,
abortus komplit, missed abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus, dan abortus
septik.1
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam
uterus. Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus
spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun
medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun yang
penting diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita hamil yang mengalami abortus
inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang terjadi.2,3
Angka kejadian abortus di Indonesia sulit ditentukan karena banyaknya
kejadian abortus provokatus kriminalis yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi
komplikasi.1 Angka kejadian abortus sangat tergantung kapada riwayat obstetri
terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya mengalami
keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir dengan kelahiran hidup.
Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana pada wanita

1
berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah 50%. Delapan
puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.3,4
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam keselamatan
ibu karena adanya perdarahan yang masif yang bisa menimbulkan kematian akibat
adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang
cepat dan tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami
guncangan psikis, tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama pada
keluarga yang sangat menginginkan anak.
Berdasarkan latar belakang diatas, sangat penting bagi para pelayan kesehatan
untuk dapat menegakan diagnosis abortus imminens dan kemudian memberikan
penatalaksanaan yang sesuai. Untuk itu perlu dilakukan pembahasan yang lebih
mendalam mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, dan
komplikasi abortus inkomplit.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram dengan sebagian jaringan
hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus. Abortus inkomplit sendiri merupakan
salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus
provokatus kriminalis ataupun medisinalis.1

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian abortus sulit untuk diketahui secara pasti karena banyak kasus
yang tidak dilaporkan. Selain itu angka kejadian abortus bervariasi menurut ketekunan
dalam identifikasi kasus. Di Indonesia proporsi kejadian abortus spontan sebesar
17,75%. Angka terbesar terjadi di Riau yakni 35,96% dan angka terendah di papua
yakni 7,72%. Diperkirakan total kejadian abortus spontan di Indonesia mencapai 2,3
Juta per tahun. Diperkirakan terjadi 37 aborsi untuk setiap 1000 perempuan usia
reproduksi (15-49 tahun) di Indonesia.4,5
Lebih dari 80% aborsi spontan terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan dan
angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.
Lima puluh persen kejadian abortus pada trimester pertama diakibatkan oleh
abnormalitas kromosom, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua
dan 5-10% pada trimester ketiga. Terdapat pula perbedaan antara jumlah janin laki-laki
dan perempuan pada abortus awal, dimana ratio laki-laki : perempuan 1:5.3
Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di
samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang dikenali
secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun,
menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun dan pada wanita diatas 45
tahun adalah 50%. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12%
menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur

3
3 bulan.4,6,7
Angka kejadian abortus inkomplit tidak diketahui secara pasti. Kejadian
abortus berkisar antara 15-20% dari semua kehamilan dengan sekitar 60% dari wanita
hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit.
Data dari Afrika Selatan menunjukan bahwa 44.686 perempuan dirawat di rumah sakit
pemerintah dengan abortus inkomplit setiap tahunnya. 15% dari semua pasien tersebut
datang dengan morbiditas berat sementara 19% datang dengan morbiditas sedang.8

2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas peristiwa abortus tidak selalu
tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi yang
terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin, namun pada
kehamilan beberapa bulan berikutnya, terkadang janin masih hidup dalam uterus
sebelum ekspulsi. Terjadinya abortus secara spontan dapat dipengaruhi oleh berbagai
etiologi yang saling terkait. Secara umum, etiologi terjadinya abortus spontan dapat
dibagi menjadi tiga yakni janin, maternal, dan paternal.3

2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal


Abortus spontan sering disebabkan oleh adanya abnormalitas dari
perkembangan zigot, embrio, fetus atau plasenta. Abnormalitas kromosom
bertanggung jawab terhadap 50-60% embrio yang gugur. Angka ini menurun
seiring kemajuan dari umur persalinan. Sembilan puluh lima persen dari
abnormalitas kromosom disebabkan oleh kesalahan gametogenesis maternal
sementara 5% disebabkan oleh kesalahan paternal. Autosomal trisomi, monosomi
X (45,X), dan autosomal trisomi merupakan kelainan kromosom yang paling sering
ditemui pada abortus.3 Sebuah penelitian meta-analisis menemukan kasus
abnormalitas kromosom sekitar 49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal
merupakan anomali yang paling sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh
poliploidi (21 %) dan monosomi X (13%).9

4
Gambar 1. Kromosom trisomi9

2.3.2 Faktor Maternal


Faktor maternal pada kejadian abortus sering dikaitkan dengan abortus yang
terjadi pada zigot euploidi. Peristiwa abortus tersebut mencapai puncaknya pada
kehamilan 13 minggu, dan karena saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada
sebagian kasus dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Penyebab dari
abortus euploidi tidak dipahami secara penuh, namun beberapa penyakit medis, kondisi
kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus
euploidi.3

a. Infeksi
Beberapa organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus Herpes Simplex,
Cytomegalovirus listeria monocytogenes, dan Toxoplasma dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Isolasi yang dilakukan pada Mycoplasma hominis dan Ureaplasma
urealyticun dari traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah
menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang
menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua organisme
tersebut, diketahui bahwa Ureaplasma urealyticum merupakan penyebab utama.3

5
b. Penyakit Kronis yang Melemahkan
Abortus pada masa awal kehamilan jarang disebabkan oleh penyakit kronis
yang melemahkan imunitas ibu seperti tuberculosis atau karsinomatosis. Salah satu
penyakit yang diasosiasikan dengan abortus spontan adalah celiac sprue. Terdapat
asosiasi yang kuat antara abortus dan abortus berulang dengan antibodi antigliadin dari
penyakit celiac karena bersifat toksik terhadap trophoblast. 10
Abortus jarang disebabkan karena seorang ibu mengalami hipertensi, namun
hipertensi dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan prematur. Diabetes yang
tidak terkendali sering dihubungkan dengan peningkatan kejadian abortus spontan.
Peningkatan kejadian dikaitkan dengan abnormalitas struktur pada fetus. Namun pada
wanita dengan diabetes yang terkendali, diabetes jarang menjadi penyebab abortus.3,10

c. Pengaruh Endokrin
Peningkatan kejadian abortus dapat dikaitkan dengan kondisi hipotiroidisme,
diabetes mellitus, dan defisiensi progesteron. Hipotiroidisme sering disebakan oleh
adanya antibodi antitiroid. Kejadian abortus spontan terjadi 2 kali lipat lebih seing pada
perempuan dengan antibodi tiroid yang terdeteksi 17% dibandingkan dengan
perempuan tanpa antibodi tiroid. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika kadar gula
dapat dikendalikan dengan baik. Defesiensi progesteron karena kurangnya sekresi
hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan
kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua,
defesiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi
dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa abortus spontan. 3,10

d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea
serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi
nutrien yang ditimbulkan akibat hyperemesis gravidarum jarang diikuti dengan abortus
spontan. Sebagaian besar mikronutrien pemah dilaporkan sebagai unsur yang penting

6
untuk mengurangi abortus spontan.3

e. Obat-obatan dan Toksin Lingkungan


Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden abortus.
Rokok, alkohol, kafein, dan radiasi merupakan salah satu penyebab utama peningkatan
resiko abortus pada ibu hamil. Kline dalam penelitianya menemukan bahwa wanita
yang merokok lebih dari 14 batang setiap harinya memiliki resiko abortus 1,7 kali lebih
besar dari kelompok kontrol. Wanita yang meminum alkohol paling tidak dua kali
dalam seminggu memiliki resiko 2 kali lebih tinggi untuk mengalami abortus
dibandingkan wanita yang tidak mengkonsumsi alkohol.10

f. Faktor-Faktor Immunologis
Abortus diperkirakan terjadi akibat gagalnya sebuah proses supresi sistem
imun. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan antibodi anti
cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis, abortus serta
destruksi plasenta. 10

g. Gamet yang Menua


Angka insiden abortus spontan juga dipengaruhi oleh umur sperma dan ovum.
Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila inseminasi terjadi
empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan temperatur basal tubuh, karena itu
disimpulkan bahwa garnet yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita
sebelum fertilisasi dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa
percobaan binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut.6,9

h. Laparotomi
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya
abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ
panggul, maka kemungkinan terjadinya abortus semakin besar.7

7
i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional
Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio atau
kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma, kemungkinan
kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tetapi lebih merupakan kejadian
yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma
emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus
dipengaruhi oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas.6,9

j. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan uterus kongenital dan kelainan
uterus yang didapat. Paparan diethylstilbestrol (DES) pada janin dapat mengakibatkan
abnormalitas pembentukan duktus müllerian. Kavitas endometrium pada wanita yang
terpapar DES memiliki luas permukaan yang lebih kecil dari pada wanita normal. Hal
ini diperkirakan dapat menjadi penyebab dari peningkatan kasus abortus spontan pada
perempuan yang terpapar DES.10
Insiden abnormalitas perkembangan uterus berkisar antara 1:200 hingga 1:600
wanita. Secara umum, 25 % wanita dengan abnormalitas uterus memiliki masalah
reproduksi. Kelainan kongenital yang paling sering diasosiasikan dengan abortus
adalah uterus bikornu dan septae uteri. Menurut studi yang dilakukan oleh Acien
(1996), dari 170 pasien hamil dengan malformasi uterus hanya 18,8% yang mampu
bertahan hingga melahirkan cukup bulan, sementara 36,5 % mengalami persalinan
abnormal.1,10

k. Inkompetensi serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi
pada trimester kedua. Inkompetensi serviks merupakan dilatasi asimptomatik dari
ostium servikalis internus. Keadaan ini akan mengakibatkan dilatasi kanalis serviks
selama trimester kedua persalinan. Tidak adanya bantalan yang menunjang fetus akan
mengakibatkan terjadinya ruptur dan prolaps, yang sering diikuti dengan ekspulsi fetus
dan plasenta. 3

8
2.3.3 Faktor Paternal
Peranan faktor paternal tidak banyak diketahui dalam proses timbulnya abortus
spontan. Adanya kelainan kromososomal pada sperma seperti terjadinya translokasi
abnormal kromosom pada sperma dapat menimbulkan zigot yang mendapat bahan
kromosom yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, sehingga dapat mengakibatkan
abortus.3

2.4 Patogenesis
Aortus inkomplit dapat terjadi secara spontan, maupun sebagai komplikasi dari
abortus provokatus, atau dari abortus imminens yang tidak ditangani dengan baik.
Proses terjadinya abortus berawal dari perdarahan pada desidua basalis yang kemudian
diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah yang mengalami perdarahan
itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau seluruhnya dari tempat
implantasinya. Konseptus yang telah lepas dari perlekatannya merupakan benda asing
di dalam uterus dan merangsang rahum untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi
semakin lama semakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim
keluar. 1,3,10
Pada keguguran yang terjadi sebelum kehamilan kurang dari 8 minggu
pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi abortus kompletus oleh karena
villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam ke dalam lapisan desidua. Pada
kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna oleh karena villi
koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal sehingga ada
bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan terjadilah abortus inkomplit. yang
dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu
umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul
kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Sisa abortus yang tertahan
didalam mengganggu kontraksi rahim yang menyebabkan pengeluaran darah yang
lebih banyak. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan

9
lengkap.1,3,10

2.5 Gambaran Klinis


Gejala umum yang merupakan keluhan utama pada pasien dengan abortus
inkomplit adalah perdarahan pervaginam derajat sedang sampai berat disertai dengan
kram pada perut bagian bawah, bahkan sampai ke punggung. Perdarahan dapat
berjumlah banyak atau sedikit tergantung dari jaringan fetus/plasenta yang tersisa pada
janin. Perdarahan yang masif pada pasien akan menyebabkan pasien jatuh dalam
kondisi syok hipovolemi. Pasien abortus inkomplit datang dengan riwayat telat haid
serta hilangnya tanda-tanda kehamilan. Pada pemeriksaan fisik anogenital didapatkan
adanya perdarahan pada vagina yang dapat disertai dengan keluarnya jaringan. Pada
pemeriksaan tinggi fundus didapatkan tinggi fundus lebih rendah dari usia kehamilan.
Nyeri tekan dapat ditemukan pada daerah supra pubik. Pada pemeriksaan dalam
(vaginal toucher) dapat ditemukan porsio terbuka, perdarahan, dan ditemukannya sisa
jaringan.3,10

2.6 Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk memperoleh riwayat lengkap termasuk diantaranya
adalah sebagai berikut.10,11
 Riwayat menstruasi: pada pasien perlu ditanyakan hari pertama haid terakhir,
periode menstruasi sebelumnya, interval menstruasi, dan keteraturan menstruasi.
Hal ini penting untuk mendeteksi kemungkinan adanya penyimpangan dari
periode menstruasi normal yang mungkin mencerminkan adanya pendarahan yang
berasal dari implantasi dari kehamilan yang normal maupun yang abnormal.
 Tanggal terjadinya konsepsi (jika diketahui).
 Obat-obatan yang digunakan sejak HPHT: alkohol, tembakau kafein dan obat-
obatan yang lain.

10
 Masalah kesehatan: diabetes militus, infeksi pendarahan, penyakit tiroid dan
autoimun.
 Riwayat operasi: terutama operasi yang melibatkan uterus dan adneksa.
 Riwayat obstetri: jumlah kelahiran aterm dan preterm, jumlah terjadinya abortus
baik yang spontan maupun yang diinduksi, jumlah anak yang hidup dan jumlah
komplikasi yang berhubungan dengan persalinan tranfusi darah, perforasi uterus).
 Riwayat ginekologi: termasuk tes pap smear abnormal, STD dan kontrasepsi.
Pasien dengan abortus spontan inkomplit biasanya akan mengeluarkan flek-flek
atau mengalami perdarahan pervaginam yang banyak, yang disertai dengan nyeri perut
bagian bawah yang hebat. Pasien juga dapat mengeluh mengeluarkan darah yang
bergumpal dan sesuatu yang menyerupai daging. Menghitung jumlah pendarahan
sangat penting (jumlah pembalut atau tampon) untuk melihat pendarahan apakah
meningkat atau memburuk. Pendarahan dari abortus inkomplit bergantung pada
jaringan sisa namun umumnya berat. Adanya bekuan darah atau jaringan mungkin
suatu tanda yang penting untuk mengetahui perkembangan dari abortus spontan. Nyeri
yang berhubungan atau kram seharusnya dicatat termasuk lokasi, beratnya dan durasi
dari nyeri. Gejala lain seperti demam ataupun menggigil adalah lebih khas terhadap
abortus septik.10,11

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan abortus inkomplit, sebelum melakukan pemeriksaan fisik
menyeluruh perlu diperhatikan ada tidaknya tanda-tanda kegawatan seperti syok.
Perhatikan tanda-tanda vital pasien. Jika terdapat ortostatik hipotensi merupakan suatu
tanda awal untuk dilakukannya resusitasi cairan ataupun tranfusi darah. Adapun
beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan pada abortus inkomplit adalah sebagai
berikut:10,11,12
 Memeriksa perut dengan memperhatikan adanya nyeri tumpul, bengkak, tanda
peritoneal merupakan suatu kemungkinan terjadinya pendarahan intraperitoneal.

11
 Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur
kehamilan atau lebih rendah. Palpasi akan mendapatkan tinggi fundus uteri yang
sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah dan terasa lunak.
 Melalui inspekulo terlihat adanya dilatasi serviks yang mungkin disertai dengan
keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Pemeriksa juga
mungkin dapat melihat adanya jaringan yang tertinggal dalam vagina. Bimanual
palpasi untuk menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum
memulai tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Pastikan
intensitas pendarahan pemeriksaan bekuan darah atau bagian-bagian daging.
Menentukan ukuran sondase uterus juga penting dilakukan untuk menentukan
jenis tindakan yang sesuai4.
 Vaginal toucher (VT) akan mendapatkan terbukanya kanalis servikalis dan teraba
jaringan di dalamnya. Periksa adanya nyeri goyang porsio untuk menentukan
adanya kehamilan ektopik. Pastikan adanya pembukaan serviks, jika ada
pembukaan mencerminkan suatu abortus insipiens atau abortus inkomplit. Jika
tertutup merupakan suatu abortus imminens.
 Periksa ukuran uterus, konsistensi, ketegangan dan adanya nyeri tekan adneksa
ataupun massa. Jika dirasakan adanya suatu massa, palpasi harus dilakukan dengan
hati-hati dan mantap untuk menghidari terjadinya ruptur pada kehamilan ektopik
ataupun kista ovarium.
 Jika terdapat cairan abnormal dari vagina atau serviks, perlu dibuat preparat basah
dan kultur serviks untuk organisme gonorrhea dan clamydia.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan
laboratorium berupa darah lengkap untuk mengetahui ada tidaknya tanda infeksi, tanda
anemia, Pemeriksaan PP test perlu dilakukan untuk memastikan tanda kehamilan.
Pemeriksaan radiologi berupa USG penting dilakukan untuk menunjukkan ada
tidaknya sisa jaringan dalam uterus.2,10
Tiap jenis abortus menunjukan gambaran radiologi yang berbeda. Abortus

12
imminens akan menunjukan gambaran gestasional sac yang normal dan embrio yang
viable. Pada abortus inkomplit gestasional sac akan terlihat kempes dan ireguler,
terdapat materi echogenic yang menunjukan sisa plasenta pada kavitas uteri. Sementara
pada abortus komplit, endometrium terlihat berdekatan dengan tidak terlihat adanya
produk konsepsi.9

2.7 Diagnosa Banding


Abortus inkomplit dapat didiagnosis banding dengan abortus iminens, kehamilan
ektopik tuba, dan mola hidatidosa.

Abortus iminens
Dalam hal ini terdapat ancaman akan terjadinya abortus, namun kehamilan masih
mungkin untuk dipertahankan. Terdapat beberapa hal yang membedakan abortus
iminens dengan abortus inkomplit. Perdarahan serta nyeri perut bagian bawah pada
abortus iminens bersifat lebih ringan jika dibandingkan dengan abortus inkomplit,
begitupula terdapat perbedaan pada pemeriksaan fisik dimana pada abortus jenis ini,
ostium uteri internum ditemukan dalam kondisi tertutup serta tinggi fundus uteri sesuai
dengan usia kehamilan.2

Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di
tempat yang tidak normal, termasuk kehamilan servikal dan kehamilan kornual. Pada
kehamilan ektopik yang belum terganggu, terdapat gejala-gejala seperti kehamilan
normal, yaitu amenore, mual, muntah, dan lainnya. Trias klasik yang sering didapatkan
adalah amenore, nyeri perut, dan perdarahan pervaginam. Adanya nyeri goyang pada
porsio merupakan tanda khas adanya kehamilan ektopik terganggu (KET).2

Mola hidatidosa
Diagnosis mola hidatidosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis, USG, peningkatan
kadar β-hCG pada darah atau urine, serta pemeriksaan histopatologik. Keluhan dan
tanda-klinis pada umumnya muncul pada usia kehamilan 20 minggu, antara lain 1)

13
besarnya uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (50% kasus menunjukkan
ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan), 2) perdarahan pervaginam
berulang dari bentuk spotting sampai dengan perdarahan yang banyak, 3) tidak
ditemukan ballottement dan detak jantung janin, serta 4) sering disertai dengan
hiperemesis gravidarum, toksemia, dan tirotoksikosis.2

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksaan abortus inkomplit harus diawali dengan evaluasi terhadap keadaan
umum pasien serta gangguan hemodinamik yang terjadi. Bila terjadi perdarahan yang
hebat, sebaiknya segera dilakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi, sehingga uterus
dapat berkontraksi dengan baik dan perdarahan dapat dihentikan.1 Selanjutnya
penatalaksaan abortus dapat dilakukan dengan tindakan pembedahan maupun
medikamentosa melalui beberapa teknik. Tanpa penyakit sistemik pada ibu, tindakan
penatalaksanaan abortus tidak mengharuskan pasien untuk dirawat inap.
Teknik pembedahan meliputi dilatasi serviks yang diikuti dengan pengosongan
isi uterus baik dengan cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan evakuasi, dilatasi dan
ekstraksi, induksi haid, atau laparotomi.
Pada teknik dilatasi dan kuretase serviks dibuka terlebih dahulu (didilatasi) dan
kemudian sisa jaringan dikeluarkan dengan cara mengerok keluar secara mekanis
(kuretase tajam), dengan menghisap (kuretase hisap), atau kombinasi keduanya.
Dilatasi serviks dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat kuretase maupun
aspirasi, serta mengurangi resiko terjadinya laserasi serviks dan perforasi uterus.
(Guideline). Namun pada kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan karena tidak sulit untuk memasukkan kanul melalui
ostium uteri internum. Beberapa ahli hanya mengerjakan teknik ini pada keadaan
tertentu, seperti pada usia kehamilan trimester satu akhir (12-14 minggu), remaja dan
dewasa muda, nulipara, serta adanya jaringan parut pada serviks.13
Kemungkinan terjadinya penyulit dalam menggunakan teknik ini meningkat
setelah trimester pertama, sehingga baik kuretase tajam maupun hisap sebaiknya
dilakukan sebelum usia kehamilan 14-15 minggu. Langkah-langkah dalam melakukan

14
teknik dilatasi dan kuretase adalah sebagai berikut14:
1. Persiapan alat-alat kuretase, pasien, dan penolong.
2. Kandung kencing dikosongkan, selanjutnya dapat diberikan anestesi jika
diperlukan.
3. Pemeriksaan ginekologik untuk menentukan besar dan posisi uterus.
4. Tindakan asepsis dan antisepsis pada genitalia eksterna, vagina, dan serviks.
5. Pasang spekulum vagina dan selanjutnya serviks dipresentasikan dengan
tenakulum.
6. Sonde uterus dimasukkan ke dalam kavum uteri untuk menentukan besar dan arah
uterus.
7. Kanula dimasukkan ke dalam kavum uteri sampai fundus uteri, kemudian
dihubungkan dengan aspirator. Dalam memilih ukuran kanula yang sesuai
diperlukan pertimbangan; kanula yang kecil memiliki resiko tersisanya jaringan
intrauterus pasca pembedahan, sementara kanula dengan ukuran besar memiliki
resiko terjadinya cedera uterus dan rasa tidak nyaman yang lebih besar.
8. Setelah mencapai tekanan 60 cm Hg pada aspirator listrik atau -0,6 atmosfir pada
vakum ekstraktor dan syringe, kanula digerakkan perlahan-lahan dari atas ke bawah
dan sebaliknya, sambil diputar 360o.
9. Bila kavum uteri sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar
gerakan kanula dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol
penampung jaringan akan timbul gelembung udara.
10. Setelah tindakan, tanda-tanda vital harus diawasi selama 15-30 menit pada pasien
tanpa anestesi. Sedangkan pada pasien dengan anestesi, pengawasan pasca tindakan
harus dilakukan selama 1-2 jam.
11. Pemeriksaan lanjutan dapat dilakukan 1-2 minggu kemudian.

Teknik dilatasi dan evakuasi merupakan teknik pengosongan uterus yang


dilakukan pada usia kehamilan 10-16 minggu.14 Teknik ini dilakukan dalam 2 tahap,
yaitu dilatasi dan evakuasi. Tahap dilatasi dilakukan dengan pemasangan batang
laminaria ke dalam kanalis servikalis, 8-24 jam sebelum evakuasi. Selanjutnya

15
dilakukan evakuasi dengan anestesi umum. Mula-mula jaringan konsepsi yang besar
yaitu janin dan plasenta dikeluarkan dengan abortus tang, kemudian dilakukan kuretase
untuk membersihkan uterus.
Dalam beberapa keadaan, tindakan laparotomi untuk penatalaksanaan abortus
lebih diindikasikan dibandingkan tindakan kuretase atau dengan medikamentosa,
seperti pada wanita yang menginginkan terminasi kehamilan dan sterilisasi, adanya
penyakit uterus yang signifikan, serta kegagalan induksi medis pada trimester kedua.1
Sedangkan teknik medikamentosa dapat menggunakan beberapa preparat antara lain
oksitosin intravena, cairan hiperosmotik intra-amnion (salin 20% atau urea 30%),
prostaglandin E2, F20, E1, dan analog-analognya.14,1 Kontraindikasi untuk
penatalaksanaan abortus secara medis antara lain adanya alergi spesifik terhadap obat,
adanya alat kontrasepsi dalam rahim, anemia berat, koagulopati atau pemakaian
antikoagulan, dan penyakit medis signifikan, misalnya penyakit hati, kardiovaskular,
dan penyakit kejang yang tidak terkontrol.1

2.9 Prognosis
Abortus inkomplit yang dievakuasi dini tanpa infeksi memberikan prognosis
yang baik terhadap ibu. Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami abortus
sebanyak satu kali, maka kemungkinan untuk mengalami abortus kembali pada
kehamilan selanjutnya adalah sekitar 15%. Sedangkan jika ia pernah mengalami
abortus sebanyak dua atau tiga kali, maka kemungkinannya meningkat, yaitu berturut-
turut sekitar 25% dan 30-45%.1

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh abortusnya sendiri maupun
akibat dari tindakan penanganan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang tidak
ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok akibat perdarahan hebat dan infeksi
akibat retensi sisa hasil konsepsi yang lama di dalam kavum uteri. Tindakan kuretase
pada abortus inkomplit juga dapat menimbulkan komplikasi antara lain:14
a. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardia,

16
dan cardiac arrest.
b. Perforasi uterus akibat sonde atau dilatator. Bila perforasi oleh kanula, segera
putuskan hubungan kanula dengan aspirator. Selanjutnya kavum uteri
dibersihkan sedapatnya. Kemudian pasien diberikan antibiotika dosis tinggi.
Biasanya perdarahan akan berhenti segera.
c. Serviks robek yang disebabkan oleh tenakulum. Bila perdarahan sedikit dan
berhenti, tidak perlu dijahit.
d. Perdarahan karena sisa jaringan konsepsi. Tindakan yang harus dilakukan
adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
e. Infeksi juga merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi.
Pengobatannya berupa pemberian antibiotika yang sensitif terhadap kuman
aerob maupun anaerob.
Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah trimester pertama, dengan
demikian, tindakan evakuasi yang dilakukan pada kehamilan diatas trimester pertama
berupa dilatasi dan evakuasi.14

17
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita


Nama : REN
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Alamat : Banjar Tebuana, Gianyar
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal MRS : 04 September 2014 pukul. 11.30 WITA
Tanggal Pemeriksaan : 04 September 2014 pukul. 11.30 WITA

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Perdarahan pervaginam.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien rujukan Puskesmas Jasan datang ke Triage Kebidanan RSUD Sanjiwani
Gianyar dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak pagi hari sebelum masuk
rumah sakit (± pukul 07.00 WITA, tanggal 04 September 2014). Perdarahan
dikatakan banyak, ± 2 pembalut (100cc), berwarna merah terang disertai dengan
gumpalan berwarna merah kehitaman dan jaringan berwarna putih. Keluhan nyeri
perut sebelum dan setelah perdarahan terjadi disangkal oleh pasien. Tes kehamilan
pada urin positif tiga minggu yang lalu di bidan. Riwayat jatuh, trauma, pingsan
dan panas badan disangkal. Riwayat keinginan menggugurkan kehamilan
disangkal. Riwayat coitus disangkal. Riwayat mual dan muntah disangkal.

18
Riwayat Menstruasi
Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28-30 hari, lamanya 4-5 hari
tiap kali menstruasi. Nyeri saat menstruasi terkadang dirasakan oleh penderita.
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) pasien adalah 02 Juni 2014.

Riwayat perkawinan
Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama ± 19 tahun.

Riwayat persalinan
1. 1997, perempuan, 3000 gr, spontan , non nakes , 17 tahun.
2. 1999, perempuan, 3100 gr, spontan, puskesmas, 15 tahun.
3. 2004, laki-laki, 3000 gr, spontan, non nakes, 10 tahun.
4. Kehamilan ini

Riwayat Ante Natal Care (ANC)


Pasien belum pernah melakukan Antenatal Care (ANC).

Riwayat KB
Pasien menggunakan KB jenis implant dan berhenti sejak 3 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit
Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat penyakit sistemik seperti asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes
melitus baik pada pasien dan keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial
Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani. Konsumsi alkohol, rokok, dan obat-
obatan dikatakan tidak ada oleh pasien.

19
3.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Keadaan umum : baik Kesadaran : E4V5M6(CM)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi : 78 x/menit
Respirasi : 18 x/menit Suhu tubuh : 36,7 °C
Tinggi badan : 154cm Berat badan : 50 kg
2. Status General
Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor
THT : Kesan tenang
Thorax : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ Status Ginekologi
Ekstremitas : edema - - hangat + +
- - + +
3. Status Ginekologi
Abdomen : Tinggi fundus uteri 2 jari atas simfisis, nyeri tekan tidak ada,
tanda cairan bebas tidak ada, massa tidak ada
Inspeksi V/V : Flx (+), fl (-), pØ (+), terlihat jaringan (+), livide (+)
VT : Flx (+), fl (-), pØ (+), teraba jaringan (+), slinger pain (-),
CUAF b/c~12-14 minggu, APCD dalam batas normal.

3.4 Pemeriksaan Penunjang


WBC : 9,6 (4,10-11,0) MCH : 33,3 (26.0-34,0)
HGB : 14,1 (11,5-18) MCV : 92,7 (80,0-100)
HCT : 39,2 (37,0-54,0) MCHC : 36,0 (31,0-36,0)
PLT : 224 (150-400)
PP Test : (+)
BT/CT : 2’00”/8’00”

20
3.5 Diagnosis
Abortus inkomplit (G4P3003 12-14 minggu)

3.6 Penatalaksanaan
Pdx :-
Tx : Kuretase tanpa GA dengan perlindungan oxytoxin drip
Mx : keluhan, vital sign
KIE : pasien dan keluarga tentang hasil diagnosis, komplikasi, prognosis, dan
rencana tindakan.

3.7 Perkembangan Pasien Selama Perawatan


Tanggal 04 September 2014, pukul 14.00 WITA
Telah dilakukan kuretase dengan perlindungan drip oksitoksin, didapatkan uterus
antefleksi, sondase 12 cm, jaringan ± 50 gram.
S : Nyeri (+), perdarahan aktif (-), pusing (-)
O : Status present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur aksila : 36,8 °C
Status General
Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor
THT : Kesan tenang
Thorax : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi
Ekstremitas : edema - - hangat + +
- - + +

21
Status Ginekologi
Abdomen : distensi (-), BU (+) N
Vagina : perdarahan aktif (-)

A : Post Kuretase et causa abortus inkomplit hari ke-0


P : Cefadroxil 2x500 mg per oral
Methyl ergometrin 3x0,125 mg per oral
Asam mefenamat 3x500 mg per oral
Sulfas Ferosus 2x300 mg per oral.
Mx : keluhan, vital sign, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda syok, observasi 2 jama
post kuretase
KIE : hasil tindakan, prognosis dan observasi 2 jam post kuretase

Tanggal 04 September 2014, pukul 16.00 WITA


Observasi 2 jam post kuretase.
S : Nyeri (-), perdarahan aktif (-), pusing (-)
O : Status present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Temperatur aksila : 36,8 °C
Status General
Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor
THT : Kesan tenang
Thorax : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

22
Abdomen : ~ status ginekologi

Ekstremitas : edema - - hangat + +


- - + +
Status Ginekologi
Abdomen : distensi (-), BU (+) N
Vagina : perdarahan aktif (-)

A : Post Kuretase et causa abortus inkomplit hari ke-0


P : Cefadroxil 2x500 mg per oral
Methyl ergometrin 3x0,125 mg per oral
Asam mefenamat 3x500 mg per oral
Sulfas Ferosus 2x300 mg per oral.
Mx : keluhan, vital sign, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda syok
KIE : KB post kuretase

3.8 Prognosis
Dubius ad bonam

23
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien 37 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan perdarahan


pervaginam sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit, yaitu pukul 07.00 wita,
tanggal 4 September 2014, berupa gumpalan darah serta jaringan berwarna putih.
Keluhan nyeri perut disangkal oleh pasien. Terdapat riwayat telat haid dengan hari
pertama haid terakhir tanggal 2 Juni 2014. Riwayat trauma dan demam disangkal,
begitu pula adanya keinginan untuk menghentikan kehamilan juga disangkal oleh
pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan general dalam batas
normal, pemeriksaan abdomen fundus uteri 2 jari di atas simfisis. Inspeksi vagina

menggunakan spekulum ditemukan adanya fluksus (+), flour (-), pø (+), jaringan

(+), dan livide (+). Dari pemeriksaan dalam (vaginal toucher) didapatkan fluksus

(+), flour (-), pø (+) teraba jaringan, korpus uteri antefleksi dengan besar dan

konsistensi sesuai dengan usia kehamilan 12-14 minggu, adneksa parametrium serta
cavum douglas dalam keadaan normal.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan tersebut pasien
ini didiagnosa sebagai abortus inkomplit dengan keadaan umum penderita masih
baik. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa perdarahan
pervaginam yang terjadi pada usia kehamilan di bawah 20 minggu serta sebagian
hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri yang diketahui dari terbukanya porsio
dengan sisa jaringan yang masih teraba pada pemeriksaan dalam. Pemeriksaan
penunjang USG dilakukan untuk mengkonfirmasi kembali apakah masih ada
jaringan yang tertinggal di dalam kavum uteri. Pemeriksaan PP test dilakukan untuk
memastikan bahwa pasien sedang dalam kondisi mengandung, sedangkan
pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk mengevaluasi apakah pasien
mengalami anemia, infeksi, atau beresiko untuk terjadinya suatu perdarahan lebih
lanjut.

24
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu
tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau
zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu. Dari anamnesis didapatkan bahwa
kejadian abortus ini adalah kejadian yang pertama kalinya. Namun penyebab
terjadinya abortus inkomplit pada pasien ini belum dapat dipastikan. Untuk
mencegah hal ini berulang lagi maka diperlukan pemeriksaan tambahan untuk
menelusuri faktor penyebab terjadinya abortus ini sebagai persiapan kehamilan
berikutnya. Faktor emosional juga turut memegang peranan penting sehingga
pengaruh dokter sangat besar dalam mengatasi ketakutan dan keresahan pasien.
Dianjurkan pada penderita untuk banyak beristirahat serta menghindari aktivitas
yang berat.
Penatalaksanaan abortus inkomplit dapat dilakukan baik dengan teknik
pembedahan maupun medikamentosa. Adapun penanganan yang dilakukan pada
kasus ini adalah kuretase tanpa anestesi umum dengan perlindungan drip oksitosin.
Pasca tindakan pasien diberikan medikamentosa berupa asam mefenamat 3 x 500
mg, metil ergometrin 3 x 0,125 mg, sulfas ferosus 2 x 300 mg, serta cefadroxil 2 x
500 mg. Asam mefenamat diberikan sebagai analgesik untuk mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan pasien, metil ergometrin diberikan untuk menimbulkan kontraksi
yang spastik pada uterus sehingga mencegah perdarahan yang berkelanjutan, sulfas
ferosus merupakan tablet besi penambah darah, sedangkan cefadroxil merupakan
antibiotik yang diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pasca tindakan.
Kemudian dilakukan observasi dua jam pasca tindakan untuk mengevaluasi
keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien. Pada pasien didapatkan status present
dan status general dalam batas normal, lokia (+), serta tidak ditemukan adanya
perdarahan aktif. Dapat disimpulkan bahwa pasien berada dalam kondisi stabil,
sehingga pasien dipulangkan dengan melanjutkan terapi yang telah diberikan
sebelumnya serta disarankan untuk kontrol kembali ke poliklinik satu minggu
kemudian (11 September 2014).
Prognosis pada pasien ini adalah dubius ad bonam mengingat tidak ada faktor
risiko yang berat pada pasien yang mungkin menyebabkan terjadinya abortus

25
berulang serta tidak ditemukannya komplikasi pasca tindakan kuretase.

26
BAB V
SIMPULAN

Pada kasus didapatkan pasien berusia 37 tahun yang sedang hamil muda dengan
usia kehamilan 13-14 minggu datang dengan keluhan perdarahan pervaginam disertai
keluarnya jaringan berwarna putih. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah
dilakukan, pasien didiagnosis dengan abortus inkomplit. Abortus inkomplit adalah
berakhirnya kehamilan sebelum viabel disertai dengan pengeluaran sebagian hasil
konsepsi dan sebagian lagi masih tertinggal dalam uterus pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Pada prinsipnya penatalaksanaan awal pada kasus abortus adalah melakukan
penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan selanjutnya diperiksa
apakah terdapat tanda-tanda syok atau tidak. Untuk mengurangi resiko perdarahan dan
kompliksi lain yang mungkin timbul, dilakukan pengeluaran sisa jaringan dengan
kuretase, kemudian diberikan medikamentosa seperti golongan uterotonika, antibiotika
dan analgetik. Pada pasien ini telah dilakukan penanganan berupa kuretase tanpa
anestesia umum dengan perlindungan drip oksitosin. Dua jam pasca tindakan, kembali
dilakukan evaluasi terhadap keadaan umum dan tanda-tanda vaital pasien. Di samping
itu, pasien juga disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian untuk
mengetahui perkembangan pasien.
Sedangkan untuk kehamilan berikutnya, pasien disarankan untuk melakukan
asuhan antenatal yang lebih rutin, serta apabila tersedia pemeriksaan penunjang yang
memadai, faktor penyebab abortus pada pasien ini harus ditelusuri sehingga dapat
mencegah kejadian abortus berulang pada kehamilan berikutnya. Prognosis abortus
inkompletus biasanya mengarah ke baik, apabila tindakan kuretase berhasil
mengeluarkan semua sisa jaringan sehingga resiko perdarahan menjadi sangat
minimal, setelah observasi 2 jam pasca kuretase tidak didapatkan keluhan dan keadaan
umum pasien stabil.

27

Anda mungkin juga menyukai