Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan dari pembangunan perkebunan adalah untuk meningkatkan produksi
dan memperbaiki mutu hasil, meningkatkan pendapatan, memperbesar nilai ekspor,
mendukung industri, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja, serta pemerataan
pembangunan. Ada tiga asas yang menjadi acuan dalam pembangunan perkebunan yang
mendasari kebijakan pembangunan dalam lingkungan ekonomi dan pembangunan nasional,
yaitu (1) Mempertahankan dan meningkatkan sumbangan bidang perkebunan bagi
pendapatan nasional, (2) Memperluas lapangan kerja, (3) Memelihara kekayaan dan
kelestarian alam dan meningkatkan kesuburan sumberdaya alam (Disbun, 2012).
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sangat populer bagi
masyarakat Indonesia. Saat ini, kopi memberikan sumbangan yang besar bagi devisa negara.
Tanaman kopi di Indonesia mempunyai lahan dengan luas peringkat ketiga setelah karet dan
kelapa sawit. Tanaman ini memiliki pertumbuhan produktivitas yang cenderung terus naik.
Harga jualnya juga cenderung meningkat. Buah kopi biasanya di pasarkan dalam bentuk kopi
beras, yaitu kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya. Pengolahan
kopi bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit arinya dan memperoleh kadar air tertentu,
sehingga siap dipasarkan. Umumnya dua cara pengolahan kopi, yaitu pengolahan kering dan
pengolahan basah.
Salah satu Kabupaten yang menjadikan kopi sebagai komuditas unggulan yang
memberikan kontribusi PDRB yang cukup besar adalah Kabupaten Rejang Lebong. Untuk
Kabupaten Rejang Lebong untuk produksi tanaman perkebunan terutama kopi menunjukkan
jumlah produksi yang paling banyak pada tahun 2015. Untuk jumlah petani, luas areal,
produksi, dan produksi rata-rata perkebunan rakyat di Kabupaten Rejang Lebong dapat di
sajikan pada tabel 1.

1
Tabel 1. Jumlah Petani, luas areal, produksi, dan produksi rata-rata perkebunan
rakyat menurut jenis tanaman di Kabupaten Rejang Lebong 2015

Keadaan Tanaman Produksi


Petani Produksi
Jenis Tanaman TTM/ Jumlah Rata-
(KK) TBM TM (Ton)
TR Total rata
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Kelapa Sawit 241 260 237 - 497 528,00 2 228
Karet 6 184 2197 6 317 691 9 205 4 978,00 788
Kopi Robusta 17 205 1 640 18 576 1 419 21 635 13 422,00 723
Kopi Arabika 504 81 226 323 630 139,00 615
Kakao 800 127 431 33 591 323,00 749
Kelapa 1 441 47 261 28 336 240,00 920
Lada 340 19 90 30 139 45,00 500
Cengkeh - - - - - - -
Aren 5 202 155 1 884 129 2 168 1 318,00 700
Kayu manis 338 136 - - 136 - -
Pinang 675 44 110 17 171 66,00 600
Kapuk 9 - 4 12 16 0,60 150
Kemiri 112 13 98 12 123 40,00 408
Panili - - - - - - -
Pala 92 27 8 - 35 2,75 344
Jarak Pagar - - - - - - -
Jumlah 33 143 4 746 28 242 2 694 35 682 21 202,35 -
2014 32 785 4 489 27 924 3 292 35 686 21 305,35 -
2013 34 005 4 268 27 924 3 173 35 435 35 435 -
2012 35 690 3 982 30 788 2 964 37 734 23 083,03 -
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu

Di Kabupaten Rejang Lebong, tanaman perkebunan yang menghasilkan jumlah


produksi paling banyak adalah tanaman kopi. Pada tahun 2015, jumlah produksi kopi
mencapai 13.422 ton. Artinya, tanaman kopi di Kabupaten Rejang lebong adalah tanaman
perkebunan yang unggulan. Dari jumlah produksi yang di hasilkan kopi robusta mengalami
peningkatan setiap tahunnya dimana pada waktu tahun 2014 jumlah produksi kopi sebesar
2
13.402 ton. Usaha Tani kopi sendiri di Kabupaten Rejang Lebong merupakan salah satu
komoditas tanaman unggulan yang dikelola dalam bentuk perkebunan rakyat. Pengusahaan
komoditas kopi ini sangat di tentukan dari cara berusaha tani yang dilakukan oleh petani.
Kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi kopi sehari-hari menyebabkan tingginya
permintaan akan biji kopi. Untuk itu pengetahuan manajemen pengelolaan usaha tani kopi perlu
diketahui oleh petani mulai dari teknik budidaya sampai dengan pemasaran hasil panen. Usaha
pertanian dalam kegiatan produksi kopi diperoleh melalui proses yang cukup panjang dan penuh
resiko. Panjangnya waktu yang dibutuhkan tidak sama, tergantung pada jenis komoditas yang
diusahakan. Tidak hanya waktu, kecukupan faktor produksi pun ikut sebagai penentu pencapaian
produksi. Dalam segi waktu, usaha perkebunan membutuhkan periode yang lebih panjang
dibandingkan dengan tanaman lainya di bidang tanaman pangan dan sebagian tanaman holtikultura.
Terkait dengan pengolahan kopi menjadi kopi bubuk, agroindustri saat ini sangat di
perlukan karena dengan adanya agroindustri kopi dapat di jadikan minuman yang dinikmati
oleh konsumen. Selain itu juga, dengan adanya agroindustri dapat meningkatkan pendapatan
pelaku agribisnis, mampu menyerap tenaga kerja, dan dapat meningkatkan hubungan dengan
lembaga-lembaga yang terkait sehingga ada kinerja rantai pasok. Industri kopi di dalam
negeri saat ini sangat beragam, dimulai dari unit berskala home industry hingga industri kopi
berskala multinasional. Produk-produk yang dihasilkan tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi kopi dalam negeri, namun juga untuk mengisi pasar di luar negeri. Hal
tersebut menunjukkan adanya kondisi yang kondusif dalam berinvestasi dibidang industri
kopi. Adapun jumlah industri kopi yang ada di Kabupaten Rejang Lebong berjumlah 13
industri yang di sajikan pada tabel 2.

3
Tabel 2. Data Pengolahan Komoditi Kopi menjadi bubuk kopi tahun 2016

Tenaga Nilai Nilai


Kapasitas Nilai BB/BP
No Nama Industri Kerja Investasi Satuan Produksi
Produksi (Rp 000)
(orang) (Rp 000) (Rp 000)
1 Kopi Cangkir
3 8350 30000 kg 85400 58188
AA.I
2 Kopi Bubuk
2 5450 300 kg 12000 8640
Cap Kembang
3 Kopi Bubuk “
3 19300 800 kg 32000 19000
Cap AA”
4 Kopi Bubuk
4 12100 20000 kg 268800 200160
Cap Cangkir
5 Bunga Mawar 1 6000 85 kg 18368 12702
6 Ade Harapan
3 6500 36 ton 144000 10800
Sukses
7 Cap Jempol 3 31000 120 ton 42000 31500
8 Cenderawasi 3 7250 36000 kg 720000 76000
9 Ananda 1 16200 13 ton 44000 28000
10 Tiga saudara 4 33400 46800 kg 144000 785850
11 Nurhadiyanto 1 8000 105 kg 4600 1750
12 Bubuk Kopi
4 9000 1410 kg 29340 18250
Bulan Bintang
13 Empat Saudara 3 8600 15600 kg 480000 336000
14 Kopi Bubuk
1 6000 500 kg 3060 2117
Aseng
15 Cang Eng 2 4800 45 ton 3360 25800
Sumber : Dinas Koperasi, UKM, Perdagang, dan Perindustrian Kabupaten Rejang Lebong (2017)

Dari tabel di atas menunjukan ada 13 industri yang ada di Kabupaten Rejang Lebong
dengan jumlah indikator yang berbeda-beda, yaitu tenaga kerja, nilai investasi, kapasitas
produksi, nilai produksi, dan nilai BB/BP. Industri bekerja sama dengan petani kopi, sehingga
kopi yang di dapatkan dari petani akan di jual ke tengkulak/pedagang pengumpul. Antara
industri dan petani memiliki hubungan kerja sama. Jadi, dari petani kopi akan di jual kepada
tengkulak atau langsung ke pemilik industri, kemudian di industri kopi akan mengolah kopi

4
menjadi kopi bubuk dan akan di jual hingga sampai ke tangan konsumen. Dengan demikian
akan terbentuk sebuah rantai pasok. Rantai pasok akan terlihat lebih baik apabila memiliki
pengukuran kinerja, karena dengan pengukuran kinerja rantai pasok, akan terlihat industri
mana yang bisa menghasilkan jumlah produksi kopi sesuai dengan permintaan konsumen.
Ryan (2013) menunangkan pendapatanya dalam sebuah jurnal bahwa rantai pasokan
mencakup semua bagian diantaranya suppliers, produsen, distributor dan pelanggan, baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam memenuhi permintaan pelanggan. Rantai
pasokan meliputi tidak hanya pada produsen dan suppliers tetapi juga distributor, gudang,
pengecer, dan bahkan konsumen itu sendiri. Oleh karena itu semua sistem harus bekerja
dengan baik, tidak memandang mana bagian yang utama dan yang terpenting, semua saling
bergantung dan berkaitan, maka ketepatan didalam semua aspek yang berhubungan dengan
manajemen rantai pasokan haruslah dijaga dan diperbaiki agar semakin baik lagi, hal ini
mampu mengatasi masalah persediaan agar produk dalam keadaan tersedia (ready stock),
tidak cacat/rusak dan pastinya layak dikonsumsi oleh para pelanggan, dengan tercapainya
tujuan perusahaan tersebut maka dapat menjelaskan bahwa manajemen supply chain / rantai
pasokan merupakan tahapan didalam perusahaan yang sangat penting dan harus diperhatikan,
karena marupakan nyawa agar perusahaan terus hidup dan dapat memproduksi barang/jasa,
sehingga harus dikembangkan lagi agar nantinya dapat menjadi lebih baik. Untuk itu
diperlukan pengukuran kinerja rantai pasok.
Pengukuran kinerja supply chain memiliki peranan penting dalam mengetahui kondisi
perusahaan, apakah mengalami penurunan atau peningkatan serta perbaikan apa yang harus
dilakukan untuk meningkatkan kinerja mereka. Pengukuran kinerja supply chain adalah
sistem pengukuran kinerja yang bertujuan untuk membantu memonitoring jalannya aplikasi
Supply Chain Management (SCM) agar berjalan dengan baik. Oleh karena itu, indikator
kinerja yang digunakan lebih bersifat spesifik dan relatif berbeda dengan sistem pengukuran
kinerja organisasi. Sistem ini lebih bersifat integratif dengan area kerja yang meliputi
pemasok, pabrik, dan distributor yang bertujuan mencapai keberhasilan implementasi supply
chain.
Dari uraian latar belakang di atas, kinerja rantai pasok sangat mempengaruhi dari
sebuah industri, sehingga penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul Pengukuran
Kinerja Rantai Pasok Pada Industri Kopi di Kabupaten Rejang Lebong.

5
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian diatas adalah bagaimana kinerja rantai
pasok pada industri kopi di Kabupaten Rejang Lebong?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian di atas adalah untuk mengukur kinerja rantai pasok pada
industri kopi di Kabupaten Rejang Lebong.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, baik teori maupun
praktek mengenai pengukuran kinerja rantai pasok pada industri kopi
2. Bagi industri yang bersangkutan
Penelitian ini dapat memberikan beberapa informasi mengenai pengukuran kinerja
rantai pasok yang ada pada industri kopi, sehingga penelitian ini dapat dijadikan
masukan untuk lebih meningkatkan kinerjanya agar lebih efektif dan efisien.
3. Bagi pihak lain
Sebagai acuan untuk mengetahui kinerja rantai pasok yang paling baik pada
industri kopi yang ada di Kabupaten Rejang Lebong.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komoditas Kopi

Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama
dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kopi berasal dari Afrika, yaitu
daerah pegunungan di Etiopia. Kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah
tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian Selatan Arab
melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).

Tanaman kopi diduga berasal dari Benua Afrika, tepatnya dari Negara Ethiopia. Pada
abad ke-9, seorang pemuda bernama Kaldi tidak sengaja memakan biji kopi mentah yang
didapat dari semak belukar. Kaldi merasakan perubahan yang luar biasa setelah memakan biji
kopi tersebut, lalu dia menceritakan hal tersebut kepada warga sekitarnya dan menyebar
hingga keberbagai daerah. Biji mentah yang dimakan tersebut merupakan biji kopi (coffea
bean) atau sering disingkat dengan “bean”. Selain coffea bean atau bean, penyebutan lainnya
coffea, qawah, café, buni, mbuni, koffie, akeita, kafe, kava dan kafo.

Di Indonesia kopi mulai dikenal pada tahun 1696, yang dibawa oleh VOC
(Vereenigde Oostindische Compagnie). Tanaman kopi di Indonesia mulai diproduksi di pulau
Jawa, dan hanya bersifat coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh
VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan maka VOC menyebarkannya ke
berbagai daerah agar para penduduk menanamnya (Danarti dan Najiyati, 2004). Tanaman
kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam family
Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi ada sekitar 60 spesies di dunia. Sistematika
tanaman kopi menurut Rahardjo (2012), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea spp

7
Tanaman kopi terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah dan biji yang tumbuh
tegak, bercabang dan biladibiarkan dapat tumbuh mencapai tinggi 12 m serta memiliki
daunberbentuk bulat telur dengan ujung yang agak meruncing.Buah kopi berbentuk bulat
seperti kelerengdengan diameter sekitar 1 cm yang merupakan bagian utama dari pohon ini,
karena bagian inilah yang dimanfaatkan sebagai bahan minuman.Saat masih muda, kulit kopi
berwarna hijau kemudian menjadi kuning dan setelah masak berwarna merah. Biji kopi
merupakan bagian dalam dari buah kopi yang berwarna coklat kehijauan. Lapisan luar biji
kopi berupa kuliat ari yang sangat tipis dan bagian dalam berupa endospermae yang
membentuk belahan tepat dibagian tengah buah, sehingga buah tampak terbelah sama besar
(Rahmat, 2014).

Tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik apabila faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan pemeliharaan tanaman dapat dioptimalkan dengan baik. Berikut ini syarat
pertumbuhan kopi secara umum, yaitu varietas unggul atau klon, tanah, iklim, ketinggian
tempat dan pemeliharaan. Tanah yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman kopi adalah
tanah yang baik yang memiliki ciri mempunyai lapisan topsoil yang tebal. Umumnya ini
terdapat di daerah dataran tinggi yang memiliki kandungan organik yang cukup banyak dan
tidak terlalu banyak terkontaminasi polusi udara. Tanaman kopi sebaiknya ditanam ditanah
yang memiliki kandungan hara dan organik yang tinggi. Curah hujan mempengaruhi
pembentukan bunga hingga menjadi buah. Untuk arabika, jumlah curah hujan yang masih
bisa di tolerin sekitar 1.000 – 1.500 mm/tahun. Sementara itu curah hujan untuk kopi robusta
maksimum 2.000 mm/tahun. Penanaman atau pembangunan perkebunan kopi di suatu daerah
perlu melihat data klimatologi daerah tersebut selama lima tahun terakhir. Pasalnya daerah
yang berada di atas ketinggian 1.000 meter dpl dan memiliki curah hujan yang baik
umumnya justru memiliki musim kering relatif pendek. Sebaliknya, tanaman kopi
membutuhkan musim kering yang agak panjang untuk memperoleh produksi yang optimal.
Ketinggian tempat untuk perkebunan kopi arabika sekitar 1.000 – 2.100 meter dpl. Semakin
tinggi lokasi perkebunan kopi arabika, rasa atau karakter kopi yang dihasilkan menjadi
semakin baik dan enak. Sementara untuk kopi robusta, ketinggian yang optimal untuk
perkebunan kopi robusta sekitar 400 – 1.200 meter dpl

8
2.2 Input Produksi Usaha Tani Kopi
2.2.1 Bibit Kopi
Bibit kopi yang digunakan pada saat penelitian ini dilakukan adalah bibit yang berasal
dari proses penyambungan atau steak. Untuk bibit di dapatkan masyarakat dengan cara
membeli dari pensteak kopi (orang yang melakukan proses pensteakan kopi). Untuk proses
pensteakan 1 bibit adalah Rp. 2000,00 sampai steak berhasil dan mengasilkan kopi sambung
yang bagus.
Bibit kopi steak ada 5 macam jenis yaitu:
1. Payung
2. Sidodadi
3. Kipas
4. Parabola
5. Saikunan
a. Lahan
Lahan yang digunakan untuk usahatani kopi ini adalah lahan sendiri (milik sendiri
petani) yang luasnya tidak sama.
b. Tenaga Kerja
Tenaga kerja untuk usahatani kopi berupa tenaga kerja pria dan wanita. Baik tenaga
kerja pria ataupun wanita dapat melakukan kegiatan pensteakan, pemeliharaan dalam hal ini
untuk melakukan perumputan, penyemprotan dan pemanenan
c. Pupuk
Pupuk merupakan salah satu input produksi yang sangat berperan dalam usahatani
kopi setelah pemilihan bibit yang baik, karena keberhasilan usahatani kopi selain karena
faktor pemilihan bibit yang baik juga oleh faktor penggunaan pupuk. Biasanya penyemprotan
di lakukan 3 sampai 4 kali selama satu tahun pemeliharaan kopi.
d. Pestisida
Pestisida digunakan dalam rangka pemeliharaan dari hama penyakit dan gulma.
Penggunaan pestisida di lakukan berseling dengan proses penyabitan/perumputan
(Murtiningrum, 2013).

2.3 Kinerja Rantai Pasokan


Istilah kinerja atau performance mengacu pada hasil output dan sesuatu yang
dihasilkan dari proses yang telah dilakukan sebelumnya, hasil ini dapat diukur kinerjanya
dengan perhitungan tertentu serta dapat dievaluasi dan dibandingkan dengan organisasi lain

9
dengan tujuan mengetahui nilai dari hasil yang kita dapatkan dan menentukan strategi untuk
dapat mempertahankan organisasi tersebut. Menurut Yuwono, dkk (2006) pengukuran kinerja
adalah tindakan pengukuran yang di lakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai
yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan
balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik
dimana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
Suatu manajemen rantai pasok dituntut untuk dapat melakukan integrasi antar fungsi
dan proses yang terjadi didalamnya, agar manajemen rantai pasok tersebut dapat berjalan
dengan baik dan dapat melayani costomer sebagai tujuan akhirnya, serta menghasilkan
benefit dari proses tersebut. Menurut Pudjawan (2005) sistem pengukuran kinerja diperlukan
untuk: i). Melakukan monitoring dan pengendalian terhadap supply chain; ii).
Mengkomunikasikan tujuan organisasi kepada fungsi-fungsi pada supply chain; iii).
Mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun tujuan yang
hendak dicapai, dan iv). Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam
bersaing.
Menurut Lynch dan Cross (1993), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik
adalah sebagai berikut :
a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan, sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam
organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan pada pelanggan.
b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai
pelanggan dan pemasok internal.
c. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret,
sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi
d. Membawa konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
“reward” atas perilaku yang di harapkan tersebut.
Untuk dapat mengoprasionalkan rantai pasokan dengan baik,sehingga dapat efektif
dan efisien, diperlukan adanya pengukuran kinerja rantai pasokan, dengan adanya
pengukuran kinerja rantai rantai pasokan,kita dapat memahami manajemen rantai pasokan
dan dapat memperbaiki kinerjanya agar lebih baik lagi. Diperlukan beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam kinerja manajemen rantai pasokan,yaitu :
 Fleksibilitas Rantai Pasokan, perusahaan harus mampu beradaptasi sehingga mampu
merespon perubahan yang terjadi.

10
 Kualitas kemitraan, memiliki partner kerja yang dapat diandalkan dan memberikan
yang terbaik
 Integrasi rantai pasokan, keseluruhan aktifitas, baik keorganisasian, pemasok,
produksi dan konsumen harus baik.
 Kecepatan perusahaan dalam merespon permintaan konsumen dan pasar.
Menurut Pudjawan dan Mahendrawathi (2010), pengukuran kinerja tidak akan berarti
banyak kalau tidak dilanjutkan dengan upaya perbaikan. Untuk melakukan perbaikan perlu
dilakukan proses benchmarking kinerja. Benchmarking adalah membandingkan proses
maupun kinerja dari suatu organisasi relatif terhadap proses maupun kinerja perusahaan
referensi, utamanya dalam hal ini adalah perusahaan sejenis yang tergolong best in class.
Benchmarking bertujuan untuk mengetahui dimana posisi perusahaan relatif terhadap
perusahaan kompetitor atau perusahaan acuan, mengidentifikasikan pada aspek mana
perusahaan lebih baik dan pada aspek mana perusahaan membutuhkan perbaikan. Berbagai
studi menunjukkan bahwa perusahaan yang tergolong best in class memiliki kinerja supply
chain secara signifikan lebih bagus dibandingkan dengan perusahaan rata-rata. Perusahaan
yang memiliki supply chain management yang bagus biasanya juga memiliki kinerja finansial
yang secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
2.4 Agroindustri Kopi Robusta
Salah satu kegiatan penting yang dilakukan sebelum kopi robusta dapat dinikmati
oleh konsumen akhir merupakan kegiatan agroindustri. Kegiatan agroindustri memberikan
perubahan bentuk serta nilai terhadap kopi yang dihasilkan, untuk itu perlu diketahui pelaku
yang terlibat dalam kegiatan ini serta perlakuan yang diberikan kepada kopi sebelum sampai
ketangan konsumen akhir. Mengetahui kegiatan agroindustri dapat mempermudah untuk
penghitungan nilai tambah. Menurut Budiman (2012), secara garis besar industri kopi dalam
negeri dapat digolongkan kedalam 3 kelompok, yaitu:
1. Industri kopi olahan kelas kecil (home industri)
Industri yang tergolong dalam kelompok ini adalah industri yang bersifat rumah
tangga (home industry) dimana tenaga kerjanya adalah anggota keluarga dengan melibatkan
satu atau beberapa karyawan. Produknya dipasarkan di warung atau pasar yang ada
disekitarnya dengan nama produk atau tanpa nama produk. industri yang tergolong pada
kelompok ini pada umumnya tidak terdaftar pada dinas perindustrian maupun dinas POM.
Industri pada kelompok ini tersebar di seluruh daerah penghasil kopi.
2. Industri kopi olahan kelas menengah

11
Industri kopi yang tergolong pada kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi
yang menghasilkan kopi bubuk atau produk kopi olahan lainnya seperti minuman kopi yang
produknya dipasarkan di wilayah kecamatan atau kabupaten tempat produk tersebut
dihasilkan. Produknya dalam bentuk kemasan sederhana yang pada umumya telah
memperoleh izin dari dinas perindustrian sebagai produk rumah tangga. Industri kopi olahan
kelas menengah banyak terdapat di sentra produksi kopi seperti Lampung, Bengkulu,
Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Jawa Timur.
3. Industri kopi olahan kelas besar
Industri kopi kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan
kopi bubuk, kopi instan atau kopi mix dan kopi olahan lainnya yang produknya dipasarkan ke
berbagai daerah di dalam negeri atau diekspor. Produknya dalam bentuk kemasan yang pada
umumnya telah memperoleh nomor merk dagang dan atau label lainnya. Beberapa nama
industri kopi yang tergolong sebagai industri kopi ini adalah PT. Sari Incofood Corp, PT.
Nestle Indonesia, PT. Santos Jaya Abadi, PT. Aneka Coffee Industri, PT. Torabika Semesta,
dan lain-lain.
Karakteristik agroindustri yang menonjol adalah adanya ketergantungan antar elemen-
elemen agroindustri, yaitu pengadaan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran produk.
Agroindustri harus di pandang sebagai sistem yang terdiri dari empat keterkaitan, yaitu : (1)
keterkaitan mata produksi, (2) keterkaitan mikro-makro, (3) keterkaitan kelembagaan, (4)
keterkaitan internasional.

2.5 Kopi Robusta (Coffea canephora. L)

Kopi robusta atau yang disebut dengan Coffea canephora. Pada awalnya hanya
dikenal sebagai semak atau tanaman liar yang mampu tumbuh hingga beberapa meter
tingginya. Hingga akhirnya kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada tahun 1898
oleh Emil Laurent. Namun terlepas dari itu ada yang menyatakan jenis kopi robusta ini telah
ditemukan lebih dahulu oleh dua orang pengembara Inggris bernama Richard dan John
Speake pada tahun 1862 (Yahmadi, 2007).

Kopi robusta banyak dibudidayakan di Afrika dan Asia. Kopi robusta dapat
dikatakan sebagai kopi kelas 2, karena rasanya yang lebih pahit, sedikit asam, dan
mengandung kafein dalam kadar yang jauh lebih banyak. Selain itu, cakupan daerah tumbuh
kopi robusta lebih luas dari pada kopi arabika yang harus ditumbuhkan pada ketinggian
tertentu. Kopi ini dapat ditumbuhkan di dataran rendah sampai ketinggian 1.000 meter diatas

12
permuakaan laut. kopi jenis ini lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit. Hal ini
menjadikan kopi robusta lebih murah (Cahyono, 2012).

Kopi robusta berasal dari Kongo dan masuk ke Indonesia pada tahun 1990. Karena
mempunyai sifat lebih unggul, kopi ini sangat cepat berkembang. Bahkan kopi ini merupakan
jenis yang mendominasi perkebunan di Indonesia hingga saat ini. Beberapa sifat penting kopi
robusta antara lain :

a. Residen terhadap penyakit.


b. Tumbuh sangat baik pada ketinggian 400-700 m dpl, tetapi masih toleran pada
ketinggian kurang dari 400 m dpl, dengan temperatur 21-24oC.
c. Menghendaki daerah yang mempunyai bulan kering 3-4 bulan secara berturut-
turut, dengan 3-4 kali hujan kiriman.
d. Produksi lebih tinggi daripada kopi arabika (rata-rata ± 9-13 ku/kopi beras/ha/th).
Dan bila secara intensif bisa berproduksi 20 ku/ha/th.
e. Kualitas buah lebih rendah daripada kopi arabika.
f. Rendemen ± 22%.

2.6 Proses Pengolahan Kopi Bubuk

Menurut Pangabean (2012) proses pengolahan kopi bubuk terdiri dari beberapa
tahapan proses yaitu sebagai berikut:

1. Penyangraian

Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini merupakan
tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas.
Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik untuk membentuk
citarasa dan aroma khas kopi.Waktu penyangraian ditentukan atas dasar warna biji kopi
penyangraian atau sering disebut derajat sangrai.Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi
sangrai mendekati cokelat tua kehitaman.

2. Pendinginan Biji Sangrai

Setelah proses penyangraian selesai, biji kopi harus segera didinginkan dalam bak
pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses penyangraian berlanjut
dan biji kopi menjadi gosong. Selama pendinginan biji kopi diaduk secara manual agar proses
pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk memisahkan

13
sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai. Proses pendinginan biji kopi
yang telah disangrai sangat perlu dilakukan. Hal ini untuk mencengah agar tidak terjadi
pemanasan lanjutan yang dapat mengubah warna, rasa dan tingkat kematangan biji yang
diinginkan.Beberapa cara dapat dilakukan untuk pendinginan biji sangrai antara lain
pemberian kipas ataudengan menaruhnya kebidang datar.

3. Penghalusan/Pengilingan Biji Kopi Sangrai

Biji kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh butiran kopi
bubuk dengan ukuran tertentu.Butiran kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif
besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh.Dengan demikian senyawa pembentuk citarasa
dan senyawa penyegar mudah larut dalam air seduhan.

2.7 Kopi Bubuk

Kopi bubuk adalah biji kopi yang sudah diproses dan digiling halus dalam bentuk
butiran-butiran kecil sehingga mudah diseduh dengan air panas dan dikonsumsi. Proses untuk
membuat kopi bubuk, dari buah kopi matang hingga menjadi kopi bubuk sampai dikemas
(Najiyanti dan Danarti, 2004).

Kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada tahun 1898. Kopi robusta dapat
dikatakan sebagai kopi kelas dua, karena rasanya yang lebih pahit, sedikit asam, dan
mengandung kafein dalam kadar yang jauh lebih banyak. Selain itu, cakupan daerah tumbuh
kopi robusta lebih luas dibandingkan denga kopi arabika yang harus ditumbuhkan pada
ketinggian tertentu. Kopi robusta dapat ditumbuhkan dengan ketinggian 800 m diatas
permukaan laut. Selain itu, kopi robusta lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit.
Hal ini menjadikan kopi jenis ini lebih murah. Kopi robusta banyak ditumbuhkan di afrika
barat, afrika tengah, asia tenggara, dan amerika selatan. Beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam pembudidayaan kopi robusta diantaranya penyiangan, pemupukan, pemangkasan, dan
penyambungan. Perlakuan yang tepat terhadap kopi yang ditanam dapat meningkatkan hasil
produksi kopi, akan tetapi kesalahan dalam budidaya mampu mengurangi jumlah produksi
kopi secara signifikan. Kegiatan penyiangan merupakan kegiatan pemeliharaan
menyingkirkan atau mengendalikan pertumbuhan gulma yang terdapat disekitar tanaman
kopi. Gulma tersebut disingkirkan karena dianggap sebagai pengganggu tanaman kopi dalam
menyerap unsur hara, dengan kata lain gulma merupakan tumbuhan yang pertumbuhannya
tidak diinginkan, untuk itu gulma harus diberantas khususnya disekitar kanopi tanaman kopi.

14
2.8 Supply Chain Operations Reference
Supply Chain Operations Reference atau biasa disingkat SCOR merupakan suatu
model yang dikembangkan oleh Supply Chain Council untuk mengukur performa dari rantai
pasokan suatu perusahaan. SCOR merupakan alat manajemen yang cakupannya mulai dari
pemasok bahan baku hingga ke konsumen akhir. Menurut Pudjawan dan Mahendrawathi
(2010), model ini mengintegrasikan tiga elemen utama dalam manajemen yaitu business
process reeingeneering, benchmarking, dan proses measurement kedalam kerangka lintas
fungsi dalam rantai pasokan. Ketiga elemen tersebut memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Business process reengineering pada hakekatnya menangkap proses kompleks yang
terjadi saat ini (as-is) dan mendefinisikan proses yang diinginkan (to-be).
2. Benchmarking adalah kegiatan untuk mendapatkan data kinerja operasional dari
perusahaan sejenis. Target internal kemudian ditentukan berdasarkan kinerja best in
class yang diperoleh.
3. Proses measurement berfungsi untuk mengukur, mengendalikan, dan memperbaiki
proses-proses supply chain.
Menurut Supply Chain Council (2010), pengukuran kinerja menggunakan SCOR
merupakan keseluruhan dari manajemen rantai pasokan yang mencakup proses plan, source,
make, deliver, dan return dari pemasok bahan baku hingga ke konsumen akhir. Dibawah ini
dijelaskan mengenai kelima proses tersebut:
1. Plan, proses ini menggambarkan kegiatan perencanaan terkait dengan operasi rantai
pasokan. Kegiatan ini termasuk pengumpulan kebutuhan pelanggan, mengumpulkan
informasi mengenai sumber daya yang tersedia, dan menyeimbangkan kebutuhan dan
sumber daya untuk menentukan kemampuan dan kesenjangan sumber daya. Hal ini
diikuti oleh mengidentifikasi tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki
kesenjangan.
2. Source, proses ini menjelaskan tentang pemesanan (atau penjadwalan) dan
penerimaan barang dan jasa. Yang termasuk dalam proses ini adalah mengeluarkan
pesanan pembelian, penjadwalan pengiriman, menerima validasi pengiriman dan
penyimpanan, serta menerima faktur pemesanan.
3. Make, proses ini berkaitan dengan kegiatan untuk merubah bahan atau menciptakan
barang untuk layanan. Kegiatan ini berfokus pada konversi bahan daripada produksi
atau manufaktur karena Make mewakili semua jenis konversi bahan: perakitan,
pengolahan kimia, pemeliharaan, perbaikan, overhaul, daur ulang, perbaikan,
rekondisi, dan proses konversi bahan lainnya. Sebagai pedoman umum: proses ini

15
biasa dikenal dengan ciri-ciri satu atau lebih item masuk, dan satu atau beberapa
nomor item yang berbeda keluar dari proses ini.
4. Deliver, merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan, pemeliharaan,
dan pemenuhan pesanan pelanggan. Kegiatan ini mencakup penerimaan, validasi, dan
pembuatan pesanan pelanggan yang meliputi:
penjadwalan pengiriman, pemilihan, pengepakan, dan pengiriman, serta pemberian
faktur pelanggan.
5. Return, proses ini terkait dengan arus balik barang kembali dari pelanggan. Proses
kembali meliputi identifikasi kebutuhan untuk pengembalian, pembuatan keputusan
disposisi, penjadwalan pengembalian, dan pengiriman dan penerimaan barang yang
dikembalikan. Kegiatan perbaikan, proses daur ulang, dan rekondisi tidak dijelaskan
menggunakan proses Return.
Pengukuran kinerja dalam sebuah rantai pasokan memerlukan kriteriakriteria tertentu.
Metode SCOR memiliki kriteria yang digunakan untuk mengukur kinerja yang disebut
dengan atribut. Terdapat lima atribut kinerja, yaitu reliabilitas rantai pasokan (reliability),
responsivitas rantai pasokan (responsiveness), fleksibilitas rantai pasokan (agility), biaya
manajemen rantai pasokan (cost), dan efisiensi manajemen asset rantai pasokan (assets).

16
Tabel 3. Indikator Atribut Kinerja pada SCOR
Indikator
Atribut Kinerja

Realibility  Pemenuhan pesanan secara sempurna


Responsiveness  Waktu tunggu pemenuhan pesanan
 Fleksibilitas rantai pasokan atas
Agility  Adaptabilitas rantai pasokan atas
 Adaptabilitas rantai pasokan bawah
Costs  Biaya total penyampaian produk
 Siklus cash to cash
Assets  Pengembalian asset tetap rantai
pasokan
 Pengembalian modal kerja
Sumber : Supply Chain Council (2012)

Penjelasan dari indikator SCOR adalah sebagai berikut:


1. Indikator pemenuhan pesanan secara sempurna adalah indikator yang menunjukkan
persentase kinerja pengiriman dalam pemenuhan pesanan dengan dokumentasi yang
lengkap dan akurat dan tidak ada kerusakan pengiriman. Komponennya mencakup
semua item dan kuantitas yang dikirim dan diterima secara tepat waktu bagi
pelanggan, serta dokumentasi, faktur pengepakan, tagihan penyampaian, faktur, dll.
2. Indikator waktu tunggu pemenuhan pesanan adalah rata-rata waktu siklus
aktual untuk memenuhi pesanan pelanggan. Untuk masing-masing pesanan individu,
waktu siklus ini dimulai dari penerimaan pesanan dan berakhir dengan penerimaan
pesanan oleh pelanggan.
3. Indikator fleksibilitas rantai pasokan atas merupakan jumlah hari yang dibutuhkan
untuk memenuhi peningkatan permintaan tak terduga sebesar 20% dari jumlah yang
biasa dikirimkan.
4. Indikator adaptabilitas rantai pasokan atas adalah persentase kenaikan jumlah produk
yang dapat dicapai dalam 30 hari untuk memenuhi lonjakan permintaan.
5. Indikator adaptabilitas rantai pasokan bawah adalah presentase penurunan pesanan
yang mampu diatasi dengan tidak ada penambahan biaya atau denda biaya pada 30
hari sebelum pengiriman.

17
6. Indikator biaya total penyampaian produkialah jumlah total dari biaya rantai pasokan
untuk mengirimkan produk ke tangan konsumen. Biaya total ini termasuk biaya
langsung dan tidak langsung terhadap kegiatan dalam rantai pasokan.
7. Indikator siklus cash-to-cash terkait dengan waktu yang diperlukan untuk
pengembalian modal ke perusahaan setelah telah pengeluaran untuk bahan baku.
Untuk hal pelayanan, ini merupakan waktu dari titik antara sebuah perusahaan
membayar untuk sumber daya yang dikonsumsi untuk menghasilkan layanan hingga
perusahaan menerima pembayaran dari pelanggan untuk layanan tersebut.
8. Indikator siklus pengembalian aset tetap rantai pasokan mengukur kembalinya
penerimaan sebuah perusahaan terhadap modal yang diinvestasikan pada aset tetap
rantai pasokan.
9. Indikator pengembalian modal kerja yaitu pengukuran yang menilai besarnya
investasi relatif terhadap modal kerja perusahaan dibandingkan dengan pendapatan
yang dihasilkan dari rantai pasokan. Komponen ini mencakup piutang, hutang,
persediaan, pendapatan rantai pasokan, beban pokok penjualan dan biaya manajemen
rantai pasokan.

2.9 Kerangka Pemikiran


Kabupaten Rejang Lebong merupakan salah satu daerah yang memproduksi kopi
bubuk di Provinsi Bengkulu. Jumlah produksi tanaman kopi pada tahun 2015 sebesar 13.422
ton. Kopi bubuk di Kabupaten Rejang Lebong mampu bersaing dengan kopi bubuk lainnya
yang ada di Provinsi Bengkulu. Industri sangat di perlukan dalam pengolahan kopi menjadi
kopi bubuk agar dapat di olah menjadi minuman yang dapat di nikmati oleh konsumen.
Setiap industri memiliki hubungan rantai pasok dari petani hingga produknya sampai ke
tangan konsumen. Setiap industri mempunyai kinerja rantai pasok agar produk yang
dihasilkan dapat sampai ke tangan konsumen. Dari kinerja rantai pasok akan mempengaruhi
jumlah produksi kopi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Sehingga dari setiap industri
akan di ukur kinerja rantai pasok, mulai dai perencanaan hingga biaya setiap produksi,
sehingga nantinya akan di dapatkan kinerja rantai pasok yang paling baik. Pengukuran yang
dilakukan dengan metode SCOR.
Model SCOR (Supply Chain Operations Reference) SCOR adalah suatu model acuan
dari operasi rantai pasokan. Model ini didesain untuk membantu dari dalam maupun luar
perusahaan mereka, selain itu model ini memiliki kerangka yang kokoh dan juga fleksibel
sehingga memungkinkan untuk digunakan dalam segala macam industri yang memiliki rantai

18
pasokan (Muhammad, 2012). Penelitian Maulidiya, dkk (2013) yang berjudul Pengukuran
Kinerja Supply Chain Berdasarkan proses inti Supply Chain Operation Reference(SCOR)
Studi kasus pada PT Arthawenasakti Gemilang Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah
melakukan pengukuran kinerja supply chain bagi perusahaan untuk melakukan pengukuran
kinerja lima proses inti pada supply chain perusahaan dengan menggunakan metode SCOR,
mengetahui aktivitas-aktivitas yang perlu di lakukan perbaikan berdasarkan scoring system,
dan memberikan rekomendasi perbaikan pada aktivitas yang memerlukan perbaikan dengan
segera.
Penelitian ini menggunakan metode SCOR yang terdapat 3 level, yaitu level pertama
mengenai tingkat tertinggi dimana perusahaan menganalisis performanya sendiri,
memberikan definisi umum dari lima proses inti, yaitu plan, source, make, deliver, dan
return. Pada level kedua dilakukan pengukuran kinerja aktual rantai pasokan dengan
menggunakan SCORcards pada masing-masing perspektif. Pada fase ketiga penilaian kinerja
perusahaan yang berhubungan dengan rantai pasokan ( Anggraeni, 2009).

19
Industri Kopi
Bubuk Robusta

Pengukuran kinerja dengan


metode SCOR ( Supply Chain
Operation Reference)

Level 1 Level 2 Level 3


Perencanaan Reabilitas
Pengadaan Responsibilitas Gap Analysis
Produksi Fleksibilitas
Pengiriman Biaya
Pengembalian Aset

Best In Class

Gambar 1. Kerangka pemikiran


Ket : Dipengaruhi

Mempengaruhi

Dari kerangka pemikiran di atas menunjukkan bahwa pengukuran kinerja rantai


pasok kopi menggunakan metode SCOR dipengaruhi oleh level 1 sampai level 3. Pada setiap
level tersebut memiliki kategori-kategori yang saling mempengaruhi untuk melangkah ke
tahap level selanjutnya. Kemudian untuk industri rumah tangga kopi bubuk cap jempol di
Rejang Lebong akan dikategorikan apakah termasuk ke dalam Best In Class yang mana
merupakan pengukuran kinerja rantai pasok yang memiliki kualitas terbaik.

20
BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Metode Penentuan Lokasi


Penentuan daerah penelitian dilakukan secara disengaja (purposive method), yaitu
penentuan daerah sampel yang diambil secara sengaja berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini secara sengaja
dilaksanakan di industri rumah tangga Kopi Bubuk Cap Jempol di Kabupaten Rejang Lebong
karena daerah Rejang Lebong adalah daerah penghasil kopi robusta di Provinsi Bengkulu.

2.2 Metode Penentuan responden


Responden dalam penelitian ini di tentukan dengan sengaja (purposive method).
Purposive method merupakan pemilihan sampel berdasarkan pada pengetahuan penelitian
sendiri terhadap populasi, unsur-unsurnya dan sifat dari tujuan peneliti dilakukan (Sukiyono,
2013). Dalam Penelitian ini yang menjadi responden adalah responden yang memiliki
pengetahuan dan yang berkaitan dengan kinerja rantai pasok kopi bubuk. Pemilihan metode
ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kopi bubuk Cap Jempol memiliki kapsitas
produksi lebih besar di bandingkan dengan industri-industri rumah tangga lainnya.
Responden penelitian yang menggunakan analisis metode SCOR ini berjumlah 4
responden yang terdiri dari pemilik industri rumah tangga Kopi Bubuk Cap jempol, petani
kopi, pedagang pengumpul, dan penjual kopi bubuk Cap Jempol.
Tenaga Nilai Nilai Nilai
Nama Kapasitas
No Kerja Investasi Satuan Produksi BB/BP
Perusahaan Produksi
(orang) (Rp 000) (Rp 000) (Rp 000)
1. Kopi Bubuk
3 31000 120 ton 42000 31500
Cap Jempol
Sumber : Dinas Koperasi, UKM, Perdagang, dan Perindustrian Kabupaten Rejang Lebong (2016)

2.3 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan metode
sebagai berikut.
1. Data Primer
Data yang digunakan adalah data primer yang mana data tersebut diperoleh dengan
menggunakan metode wawancara berdasarkan pada daftar pertanyaan atau kuisioner

21
yang telah dibuat, dan secara observasi dimana peneliti terjun langsung ke lapangan
untuk melihat kondisi yang sebenarnya, sehingga didapatkan gambaran yang jelas
mengenai daerah yang akan diteliti.
2. Data Sekunder
Data diperoleh secara sekunder dengan cara mengambil data di Badan Pusat Statistik,
Dinas Perkebunan Kabupaten Rejang Lebong yang berkaitan dengan penelitian ini.

2.4 Metode Analisis Data


Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis
deskriptif digunakan untuk pemecahan masalah dengan memaparkan bagaimana kondisi
subjek penelitian berdasarkan pada fenomena atau fakta-fakta yang telah ada di lapang.
Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan berbagai informasi yang telah didapatkan dari
para petani kopi serta lembaga-lembaga yang berperan dalam kinerja rantai pasok kopi yang
ada di Kabupaten Rejang Lebong .
2.4.1 Metode SCOR ( Supply Chain Operation Reference)
Menurut Supply Chain Council (2010), pengukuran kinerja menggunakan SCOR
merupakan keseluruhan dari manajemen rantai pasokan dari pemasok bahan baku hingga ke
konsumen akhir. Ada 3 level yang digunakan dalam pengukuran kinerja rantai pasok, yaitu :
a. Level 1
Tingkat pertama pada hirarki proses model SCOR, merupakan tingkat tertinggi
dimana perusahaan menganalisis performanya sendiri, memberikan definisi umum dari lima
proses inti, yaitu plan, source, make, deliver, dan return.

22
Tabel 4. Pengukuran kinerja rantai pasok pada metode SCOR level 1

Level 1 Indikator

Perencanaan (Plan) Jadwal pengiriman produk


Persediaan bahan baku di Industri
Hubungan internal dengan karyawan
Pengadaan (Source) Pemasokan bahan baku digudang
Mengevaluasi kinerja pemasok
Waktu antara perusahaan membayar material ke
pemasok dan menerima pembayaran dari pelanggan
Produksi (Make) Proses pembuatan produk
Pengepakan/pengemasan
Jangka waktu pembuatan produk dengan pesanan
pelanggan
Pengecekan kualitas produk
Pengiriman (Deliver) Ketepatan waktu pengiriman
Kinerja karyawan dalam proses pengiriman
Jangka waktu pesanan pelanggan dan pengiriman produk
Kualitas pengiriman barang
Ketepatan jumlah pengiriman
Pengembalian (Return) Waktu untuk mengganti produk yang rusak/cacat
Tingkat komplain dari pelanggan
Sumber : Supply Chain Council (2010)

23
b. Level 2

Pada level kedua ini akan menyajikan perhitungan indikator-indikator kinerja rantai
pasokan, yaitu :
Tabel 5. Pengukuran kinerja rantai pasok pada metode SCOR level 2

Level 2 Indikator Perhitungan Satuan

Pemenuhan pesanan (Jumlah Pemenuhan %


secara sempurna pesanan sempurna/jumlah
Reliability
pesanan keseluruhan) x
100%
Waktu tunggu Total siklus waktu Hari
pemenuhan pesana (source+make+deliver)
Responsiveness
semua pesanan/jumlah
pesanan yang dikirim
Fleksibilitas rantai Fleksibilitas atas source + Hari
pasokan atas Fleksibilitas atas make +
Fleksibilitas atas deliver
Adaptasi rantai pasokan Adaptasi atas source + %
atas Adaptasi atas make +
Agility
Adaptasi atas deliver

Adaptasi rantai pasokan Adaptasi bawah source + %


bawah Adaptasi bawah make +
Adaptasi bawah deliver

Biaya total Sumberdaya + biaya Rupiah


penyampaian produk produksi + biaya
Costs manajemen pesanan +
biaya pemenuhan pesanan
+ biaya pengembalian
Siklus cash to cash Jumlah barang terjual Hari
perhari+ rentang
penerimaan pembayaran -
rentang pengeluaran
pembayaran
Pengembalian asset (Penerimaan rantai pasokan- %
Assets tetap rantai pasokan biaya dikeluarkan) / asset
tetap rantai pasokan
Pengembalian modal (Penerimaan rantai pasokan- %
kerja biaya dikeluarkan) /
(persediaan biaya
dikeluarkan) / (persediaan +
piutang-utang)
Sumber : Supply Chain Council (2012)

24
c. Level 3
Pada level ini adanya pilaian kinerja perusahaan yang terdiri dari kondisi berlangsung,
target, GAP, dan pencapaian sehingga nanti akan di kategorikan ke dalam Best In class.
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan indikator-
indikator sebagai berikut :
Tabel 6. Pengukuran Kinerja Rantai pasok dalam kategori Best In Class.

Keterangan
Level 3

Level 2 Indikator
Kondisi Target GAP Pencapaian MO Dis Me Adv BIC
Berlangsung

Pemenuhan
Reliability pesanan secara
sempurna
Waktu tunggu
Responsiveness pemenuhan
pesana
Fleksibilitas
rantai pasokan
atas
Adaptasi rantai
Agility
pasokan atas
Adaptasi rantai
pasokan bawah
Biaya total
Costs penyampaian
produk
Siklus cash to
cash
Pengembalian
Assets asset tetap rantai
pasokan
Pengembalian
modal kerja
Sumber : Data Penelitian Analisis Kinerja Rantai Pasok Komoditi Kopi Gayo (Pramulya,dkk, 2014)

25
Keterangan :
𝐾𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑟𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔
Pencapaian = 𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡

MO (Major Opportunity) = 0%-20%


Dis (Disadvantage) = 20%-40%
Me (Medium) = 40%-60%
Adv ( Advantage) = 60%-80%
BIC ( Best In Class ) = 80%-100%

3.5 Definisi Operasional Variabel


1. Kopi bubuk merupakan butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu yang telah
melalui proses pengolahan sekunder.
2. Rantai pasokan (supply Chain) merupakan rangkaian kegiatan penyaluran produk
mulai dari petani, indusri, dan pemasaran.
3. Kinerja rantai pasok adalah aktivitas-aktivitas yang berawal dari pengadaan barang
dan jasa, mengubah bahan baku menjadi barang dalam proses dan barang jadi, serta
mengantarkan barang-barang tersebut kepada para pelanggannya dengan cara yang
efisien.
4. Agroindustri adalah lembaga yang memperoleh kopi dari petani, pedagang ,
tengkulak, maupun produsen untuk diproses menjadi kopi bubuk.
5. Target adalah sasaran yang telah di tetapkan untuk di capai dalam memproduksi
barang.
6. Kondisi berlangsung adalah kondisi yang sedang berjalan ketika melakukan penelitian
yang sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi di lapangan.
7. SCOR (Supply Chain Operation Reference) adalah metode yang digunakan untuk
mengukur kinerja rantai pasok, yaitu mulai dari perusahaan menganalisis performanya
sendiri, pengukuran kinerja aktual dengan menggunakan SCORcards pada masing-
masing perspektif, hingga penilaian kinerja perusahaan.
8. Plan adalah rencana perusahaan untuk menentukan apa yang harus dilakukan
kedepannya, seperti jadwal revisi produk, ketepatan untuk produk jadi, rencana
kinerja karyawan, dan jadwal untuk menghasilkan produk. (%)
9. Source adalah Proses-proses yang berkaitan dengan pembelian material atau bahan
baku untuk memenuhi permintaan yang ada dan hubungan perusahaan dengan

26
supplier, seperti ketepatan waktu pengiriman dari supplier, tingkat kecacatan produk,
pengiriman supplier lead time, dan cash to cash cycle time. (%)
10. Make adalah proses yang berkaitan dengan kegiatan untuk merubah bahan atau
menciptakan barang untuk layanan yang berkaitan dengan proses kegagaln dalam
pembuatan produk, kegagalan pengemasan/pengepakan, sistem kualitas industri, rata-
rata pemakaian mesin, membuat keandalan karyawan. (%)
11. Deliver adalah kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan, pemeliharaan, dan
pemenuhan pesanan pelanggan. Kegiatan ini mencakup ketepatan waktu pengiriman,
kesalahan dalam pengiriman, hubungan dengan dengan customer, lead time produk
jadi, dan kinerja karyawan dalam pengiriman. (%)
12. Return adalah proses yang berkaitan dengan arus balik barang kembali dari
pelanggan, seperti jadwal untuk mengganti produk yang rusak dan tingkat komplain
dari pelanggan. (%)
13. Reliability adalah kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang di harapkan yang
merupakan hasil dari sebuah proses (%).
14. Responsiveness adalah kecepatan waktu untuk merespon setiap perubahan, sehingga
dapat menyediakan produk kepada pelanggan (hari).
15. Agility adalah ketangkasan/merespon dengan cepat setiap adanya perubahan, seperti
adanya permintaan yang tidak terduga dan penurunan pesanan yang mampu diatasi
dengan tidak ada penambahan biaya atau denda (%).
16. Costs adalah biaya operasi proses rantai pasokan yang termasuk biaya tenaga kerja,
biaya material, biaya manajemen, dan transportasi (Rupiah).
17. Assets adalah kemampuan untuk mendayagunakan aset (%).
18. Benchmarking merupakan pembandingan antara kinerja rantai pasokan pada
agroindustri yang satu dengan yang lainnya (%).
19. Major Opportunity adalah kinerja yang dilakukan tidak optimal karena tidak
memenuhi ketentuan target, sehingga terus ditingkatkan. (%).
20. Disadvantage adalah kinerja yang dilakukan belum optimal yang dapat mengalami
kerugian dan harus terus diperbaiki sehingga dapat mencapai target (%)
21. Medium adalah kinerja yang telah dilakukan sudah mencapai rata-rata dari target (%).
22. Advantage adalah kinerja yang dilakukan sudah baik dan hampir mendekati kategori
Best In Class (%.)
23. Best In Class adalah kinerja yang dilakukan sangat baik dan sudah mencapai target
(%).

27
DAFTAR PUSTAKA

Adinata, Ryan Candra. 2013. Analisis Kinerja Manajemen Rantai Pasokan berbasis
BALANCED SCORECARD. Universitas Diponegoro : Semarang

Al Rayid, Rizaldy Ghaffar. 2015. Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Kopi Rakyat di
Kabupaten Jember. Skripsi. Jurusan Agribisnis Universitas Jember: Jawa Timur.

Buana, Ivan Tri. 2016. Analisis Efisiensi Pemasaran kopi dan Penggunaan Balanced Score
Card (BSC) dalam Penilaian Kinerja KSU Argopuro jaya Abadi di Kecamatan Panti
Kabupaten Jember. Universitas Jember: Jawa Timur.

Badan Pusat Statistik. 2016. Bengkulu dalam Angka 2016. http://bps.go.id (Diakses 8
Oktober 2016).
Dinas Perkebunan. 2012. Pengembangan Perkebunan Untuk Ekonomi Lokal.
http://disbun.kalselprov.go.id/berita/pengembangan-perkebunan-untuk-ekonomi-
lokak.html. (Diakses 8 Oktober 2016).
Cahyono, Bambang. 2012. Sukses Berkebun Kopi. Penerbit Mina: Jakarta.
Lynch, Richard L. dan Cross Kelvin. 1993. Performance Measurement System, Handbook of
Cost Management. Warren Gorham Lamont: New York.
Margono. 2004. Metodologi Penelitian Pendidika . Rineka Cipta : Jakarta.
Maulidiya, dkk. 2013. Pengukuran Kinerja Supply Chain berdasarkan Proses Inti Pada
Supply Chain Operation Reference (SCOR) (Studi Kasus Pada PT Arthawenasakti
Gemilang Malang. Universitas Brawijaya : Malang.
Muhammad, dkk. 2012. Evaluasi Pengelolaan Kinerja Rantai Pasok dengan Pendekatan
SCOR Model Pada Swalayan Asiamart Lhokseumawe. Malikussaleh Industrial
Engineering Journal Vol. 1 No.1 hal 46
Pangabean, Edy. 2012. The Secret of Barista. PT Wahyumedia. Jakarta.
Prihartini, Dewi. 2014. Value Chain Analysis (Analisis Rantai Pasok) untuk Peningkatan
Pendapatan Petani Kopi pada Industri Kopi Biji Rakyat di Kabupaten Jember.
Universitas Jember: Jawa Timur.

Pramulya,dkk. 2014. Analisis Kinerja Rantai Pasok Komoditi Kopi Gayo. Universitas teuku
Umar Meulaboh: Aceh

Pudjawan, I Nyoman. 2005. Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya.


Pujawan, I.N., dan Mahendrawathi, E.R. 2010. Supply Chain Management. Penerbit
Guna Widya: Surabaya
28
Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta.
Penebar Swadaya: Jakarta
Rahmat. 2014. Untung Selangit dari Agribisnis Kopi. Pustaka Nasional: Yogyakarta.
Subana, dan Sudrajat. 2000. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Pustaka Setia: Bandung
Sri Najiyati dan Danarti. 2004 . Budidaya Tanaman Kopi dan Penanganan Pasca Panen.
Penebar Swadaya: Jakarta.
Turban, Rainer, dan Porter. 2004. Introduction to information Technology, 3rd Edition.
Wiley Higher Education: New Jersey
Yahmadi, Mudrig. 2007. Rangkaian Perkembangan dan Permasalahan Budidaya dan
Pengolahan Kopi di Indonesia. Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia: Surabaya
Wigaringtyas, Latifa Dinar. 2013. Pengukuran Kinerja Supply Chain Management dengan
Pendekatan Supply Chain Operation Reference (SCOR). Universitas
Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai