Anda di halaman 1dari 21

BAB I

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Audit
Audit medis sebagai upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu
pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam
medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis (Kepmenkes, 2005).
2. Fraud
Fraud adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai
dengan ketentuan (Sulastomo, 2007).
3. Moral Hazard
Moral hazard merupakan perilaku tidak jujur dalam memberikan
informasi
kepada pihak lain yang membuat kontrak kerjasama, demi untuk memenuhi
keinginannya(Sulastomo, 2007).

1
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa Rumah Sakit melaporkan pasien di rawat selama 15 hari padahal


hanya 10 hari ?
2. Mekanisme rawat inap di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjut ?
3. Mengapa terdapat fraud di Rumas sakit ??
4. Mengapa perlu di lakukan audit?
5. Bagaimana cara menanggulangi kecurangan?
6. Mengapa terdapat moral hazard di Rumah Sakit ?
7. Mengapa terdapat adverse selection di Rumah Sakit ?

2
BAB III
ANALISIS MASALAH

1. Penyebab RS melaporkan pasien di rawat selama 15 hari padahal hanya


10 hari
a. Up coding
Berusaha membuat kode diagnose, tindakan dan pelayanan yang ada lebih
tinggi atau lebih kompleks dari yang sebenarnya dikerjakan di instittusi
faskes.
b. Phantom Billing
Bagian penagihan di institusi faskes membuat suatu tagihan ke pihak
penyelenggara JKN dari suatu tagihan yang tidak ada pelayanannya.
c. Inflated Bills
Suatu tindakan membuat tagihan dari suatu pelayanan di RS menjadi lebih
tinggi dari yang seharusnya.
d. Service unbundling or fragmentation
Yaitu suatu tindakan sengaja melakukan pelayanan tidak langsung secara
keseluruhan tetapi dibuat beberapa kali pelayanan.
e. Standard of Care
Suatu tindakan untuk memberikan pelayanan dengan menyesuaikan dari
tarif INA-CBGs yang ada, sehingga dikawatirkan cenderung menurunkan
kualitas dan standar pelayanan yang diberikan.
f. Cancelled service
Melakukan penagihan atas tindakan pelayanan yang dibatalkan.
g. No Medical Value
Melakukan pelayanan kesehatan yang tidak memberikan manfaat untuk
pemeriksaan dan penataaksanaan pasien.
h. Unnecessary treatment
Melakukan suatu pengobatan atau memberikan suatu layanan kesehatan
yang tidak dibutuhkan dan tidak diperlukan oleh pasien.
i. Lengh of Stay

3
Melakukan perpanjangan masa rawat di faskes, biasanya diruangan ICU
dengan ventilator kurang dari 36 jam tapi masa rawat inapnya dibuat lebih
lama lebih 72 jam agar mendapatkan tarif yang lebih tinggi.
j. Keystroke Mistake
Kesalahan yang dilakukan dengan sengaja dalam penginputan penagihan
pasien dalam sistem tarif untuk mencapai penggantian tarif yang lebih
tinggi (Merriam-Webster's online dictionary).
2. Rawat Inap
Rawat inap merupakan proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan
professional akibat penyakit tertentu dimana pasien diinapkan disuatu ruangan
di rumah sakit dalam jangka waktu tertentu. BPJS dalam menjalankan
regulasinya terdapat alur yang harus di patuhi dari setiap pesertanya, salah
satunya meliputi rawat inap. Terdapat dua macam rawat inap, yaitu rawat inap
tingkat pertama dan rawat inap tingkat lanjutan.
a. Rawat Inap Tingkat Pertama
 Definisi
Rawat Inap Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada
fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi,
perawatan, diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan medis lainnya,
dimana peserta dan/atau anggota keluarganya dirawat inap paling
singkat 1 (satu) hari.
 Pelayanan kesehatan di Rawat Inap Tingkat I :
- Rawat inap pada pengobatan/perawatan kasus yang dapat
diselesaikan secara tuntas di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
- Pertolongan persalinan pervaginam bukan risiko tinggi
- Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan/atau penyulit
pervaginam bagi Puskesmas PONED
- Pertolongan neonatal dengan komplikasi
- Pelayanan transfusi darah sesuai kompetensi Fasilitas Kesehatan
dan/atau kebutuhan medis.
b. Rawat Inap Tingkat Lanjutan

4
 Definisi
Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah
upaya pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau
sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap
tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang perawatan khusus.
 Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi :

- Administrasi pelayanan;

- Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter


spesialis dan subspesialis;

- Tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai


dengan indikasi medis;

- Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

- Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi


medis;

- Rehabilitasi medis;

- Pelayanan darah;

- Pelayanan kedokteran forensik klinik;

- Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas


Kesehatan;

- Perawatan inap non intensif; dan

- Perawatan inap di ruang intensif.


c. Ketentuan
Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari
pada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi
kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang
dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat
peningkatan kelas perawatan. Namun hal ini tidak sesuai dengan peserta
penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI) tidak diperkenankan
memilih kelas yang lebih tinggi dari haknya (PMK, 2016).
3. Fraud
 Definisi

5
Kecurangan JKN adalah tindakan yang dilakukan dengan
sengaja oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan
kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan
keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan dalam Sistem
Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai
dengan ketentuan (PMK NO 36, 2015).
 Bentuk Tindakan Kecurangan
- Peserta
o Membuat pernyataan yang tidak benar dalam hal
eligibilitas (memalsukan status kepesertaan) untuk
memperoleh pelayanan kesehatan
o Memanfaatkan haknya untuk pelayanan yang tidak perlu
(unneccesary services) dengan cara memalsukan kondisi
kesehatan
o Memberikan gratifikasi kepada pemberi pelayanan agar
bersedia memberi pelayanan yang tidak sesuai/tidak
ditanggung
o Memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar
iuran terlalu besar
o Melakukan kerjasama dengan pemberi pelayanan untuk
mengajukan klaim palsu
o Memperoleh obat dan/atau alat kesehatan yang
diresepkan untuk dijual kembali.
- Petugas BPJS Kesehatan
o Melakukan kerjasama dengan peserta dan/atau fasilitas
kesehatan untuk mengajukan Klaim yang palsu
o Memanipulasi manfaat yang seharusnya tidak dijamin agar
dapat dijamin
o Menahan pembayaran ke fasilitas kesehatan/rekanan dengan
tujuan memperoleh keuntungan pribadi
o Membayarkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan
- Pemberi pelayanan kesehatan
o Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

 Memanfaatkan dana kapitasi tidak sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan

6
 Memanipulasi klaim pada pelayanan yang dibayar
secara nonkapitasi
 Menerima komisi atas rujukan ke FKTRL
 Menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah
dijamin dalam biaya kapitasi dan/atau nonkapitasi
sesuai dengan standar tarif yang ditetapkan
 Melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu;
dan/atau
o Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL)
 Penulisan kode diagnosis yang berlebihan/upcoding;
 Penjiplakan klaim dari pasien lain/cloning
 Klaim palsu/phantom billing
 Penggelembungan tagihan obat dan alkes/inflated
bills
 Pemecahan episode pelayanan/services unbundling
or fragmentation
 Rujukan semu/selfs-referals
 Tagihan berulang/repeat billing
 Memperpanjang lama perawatan/ prolonged length
of stay
 Memanipulasi kelas perawatan/type of room charge
 Membatalkan tindakan yang wajib
dilakukan/cancelled services
 Melakukan tindakan yang tidak perlu/no medical
value
 Penyimpangan terhadap standar pelayanan/standard
of care
 Melakukan tindakan pengobatan yang tidak
perlu/unnecessary treatment
 Menambah panjang waktu penggunaan ventilator

7
 Tidak melakukan visitasi yang seharusnya/phantom
visit
 Tidak melakukan prosedur yang
seharusnya/phantom procedures
 Admisi yang berulang/readmisi
 Melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu
 Meminta cost sharing tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- Penyedia obat dan alat kesehatan
o Tidak memenuhi kebutuhan obat dan/atau alat kesehatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
o Melakukan kerjasama dengan pihak lain mengubah obat
dan/atau alat kesehatan yang tercantum dalam e-catalog
dengan harga tidak sesuai dengan e-catalog.
 Sanksi administratif berupa :
- Teguran lisan
- Teguran tertulis; dan/atau
- perintah pengembalian kerugian akibat Kecurangan JKN kepada
pihak yang dirugikan.
4. Penyebab perlu di lakukan audit
a. Tujuan
Tujuan diadakan audit adalah Appraisal of control (penilaian
pengendalian)
1) Appraisal if performance (penilaian keefektifan)
2) Assistant of manajement (rekomendasi manajemen)
b. Manfaat audit adalah
1) Menambah kredibilitas laporan keuangan
2) Mencgah menemukan fraud yang dilakukaan oleh pihak terkait
3) Menyingkap kesalahan dan penyimpangan moneter (Hartono, 2008)
c. Standar pelayana sesuai dengan :
1) Standar profesi adalah : standar dari organisasi profesi kedokteran
yang diberlakukan di rumah sakit

8
2) Standar pelayanan medis adalah standar lainnya dalam bidang
keilmuan kedokteran baik yang dibuat sendiri maupun yang dibuat
pihak lain diluar rumah sakit dan diberlakukan dirumah sakit.
d. Hal yang dilakukan saat audit:
1) Audit internal ( termasuk audit medis ) adalah kegiatan untuk menilai
apakah staf medis telah memberikan pelayanan sesuai standar –
standar tersebut yang dibuktikan dengan adanya dokumen – dokumen
audit .
2) Management review adalah kegiatan manajemen dalam mengevaluasi
hasil temuan audit internal dan mengevaluasi standar – standar yang
berlaku yang dibuktikan dengan adanya risalah rapat
3) Tindak lanjut adalah kegiatan menyelesaikan penyebab masalah –
masalah ( akar penyebab) yang ditemukan pada audit internal dan
Management review dibuktikan dengan adanya dokumen tindak lanjut
hasil audit dan risalah rapat Management review.
5. Cara menanggulangi kecurangan
a. Cost sharing
Moral hazard terjadi bila marginal cost (biaya marjinal) yang harus
ditanggung insured adalah 0 yang biasanya terjadi pada kontrak asuransi
yang lengkap (full-insurance contract). Cost sharing merupakan metode
yang standar digunakan oleh perusahaan asuransi kesehatan dan disebut
juga partial-insurance contract. Dengan cost sharing diharapkan insured
ikut “membiayai” harga pelayanan kesehatan.
b. Deductible
Istilah “deductible” berasal dari akar kata “deduct” yang berarti
mengurangi, sehingga dalam konteks ini artinya mengurangi biaya yang
ditanggung oleh insurer. Pada kontrak dengan deductible, pihak insurer
menentukan batas minimal pembiayaan yang dapat ditanggung atau
diberikan untuk menggantikan biaya pelayanan kesehatan kepada insured.
Semakin tinggi nilai deductible, kemungkinan terjadi moral hazard
semakin kecil.
c. Monitoring dan Gatekeeping

9
Cara ini merupakan metode mengurangi moral hazard dengan secara
langsung “melawan” asymmetric information. Perbedaan monitoring dan
gatekeeping terdapat pada waktu pelaksanaannya. Monitoring dilakukan
saat pelayanan kesehatan telah dilakukan, sedangkan gatekeeping saat
pelayanan kesehatan akan/belum dilakukan Bhattacharya, Hyde & Tu
(2014).
6. Moral hazard di RS

(Fradin, 2010)

7. Adverse selection
Adverse selection yaitu hanya peserta risiko tinggi yang membeli asuransi. Hal
ini dapat dihindari dengan cara :
a. Compulsory Health Insurance (asuransi kesehatan wajib) seperti Askes
untuk PNS
b. Tidak wajib tetapi ada minimal keanggotaan
c. Open Enrollment yaitu semua calon peserta harus mendaftar pada satu
waktu tertentu, di luar waktu tersebut tidak dapat diterima.
Pemeriksaan medis dan lebih menanggung keadaan sakit yang ditemukan
(Fradin, 2010).

10
STEP IV
KERANGKA KONSEP

11
BAB V
LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mampu membedakan moral hazard dan physical hazard

2. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor yang menimbulkan moral hazard

3. Mahasiswa mampu menjelaskan resiko moral hazard

4. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan asuransi konvensional dan


syariah

12
BAB VI
BELAJAR MANDIRI

13
BAB VII
BERBAGI INFORMASI

1. Perbedaan Moral Hazard dan Physical Hazard

Persepsi yang buruk terhadap risiko adalah perilaku seseorang


yang tidak peduli terhadap risiko, bahkan cenderung ugal-ugalan atau
urakan. Persepsi yang buruk terhadap risiko ini sebagai ‘Morale Hazard’
yang secara sederhana dideskripsikan sebagai carelessness or indifference
to a loss (kecerobohan atau ketidakpedulian terhadap kerugian).
Disamping morale hazard, ada pula yang disebut sebagai physical hazard.

Physical hazard adalah kondisi fisik yang dapat meningkatkan


kemungkinan terjadinya kerugian, sementara moral hazard adalah
ketidakjujuran seseorang yang dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya kerugian.

Kedua jenis hazard ini memang tidak secara serta merta


menimbulkan kerugian. Namun, keduanya memberi pengaruh yang sama
yaitu meningkatkan peluang atau kemungkinan berubahnya suatu risiko
menjadi kerugian. Ketidakpedulian dan perilaku urakan terhadap risiko
(morale hazard) ini agaknya merupakan faktor yang paling dominan
karena kehadirannya dapat menjadi pemicu timbulnya Moral hazard.
Moral hazard merupakan salah satu aspek penting yang dinilai oleh
penulis dalam menyetujui pertanggungan suatu objek asuransi. Penilaian
moral hazard dalam asuransi lebih mengutamakan kepada karakter dan
tingkah laku tertanggung. Sebelum pembahasan lebih lanjut, berikut ini
terangkum beberapa pengertian moral hazard yang disarikan dari berbagai
literatur (Azwar, 2006)

Seorang ahli ekonomi yang bernama Pauly adalah orang yang


pertama kali mengemukakan bahwa Moral hazard sangat besar
pengaruhnya di bidang pelayanan kesehatan. Moral hazard diduga
membuat orang berubah perilakunya ketika mereka telah dijamin oleh
asuransi dibandingkan sebelum dijamin (Azwar, 2006)

14
2. Faktor yang menimbulkan moral hazard

Dunham L. Cobb (2004) dari University of Yale telah membuat


suatu model untuk moral hazard.Dalam permodelannya, moral hazard
merupakan fungsi dari komponen konsekuensi atas risiko, peluang sukses,
dan kecenderungan sifat individu.

- reward = hadiah/keuntungan
- penalty = hukuman
- likehood of being successful = kemungkikan sukses
- likehood of being caught = kemungkinan gagal
- urgency of need/greed = kebutuhan yang mendesak/keserahkahan
- personal moral ethic = moral dasar seseorang (sifat pribadi )

Komponen pertama yang mempengaruhi adalah keuntungan


(reward) yang akan didapat merupakan faktor terbesar yang memicu
seseorang melakukan tindakan moral hazard, termasuk juga sebagai
bagian dari reward adalah terhindar dari sesuatu yang tidak
diinginkan/sesuatu yang buruk. Lawan dari reward adalah hukuman
(penalty) yang merupakan konsekuensi yang diberikan kepada seseorang
apabila tertangkap bersalah ketika melakukan hal yang tidak dibenarkan.
Pada kondisi ini dapat dimaknai bahwa semakin berat hukuman yang
diberikan atas pelaku moral hazard, maka akan semakin mampu menekan
perilaku moral hazard dan berlaku sebaliknya, bahkan situasi
ketidakpastian hukum atau tidak ditegakkannya hukum secara tegas dapat
menjadi faktor pemicu lain perilaku moral hazard.
Komponen kedua yang mempengaruhi adalah kemungkinan sukses
dan gagal dalam melakukan tindakan moral hazard, semakin tinggi
kemungkinan sukses maka semakin besar potensi seseorang dalam

15
melakukan moral hazard. Hal ini sangat bergantung dari mekanisme
kontrol dari perusahaan. Pada perusahaan asuransi, mekanisme kontrol
yang dapat dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi tindakan moral
hazard pada saat tertanggung melakukan klaim antara lain dengan
melakukan survey dan interview (wawancara) yang dapat menggali
penyebab sebenarnya klaim yang diajukan, sehingga dapat digali apakah
kejadian klaim tersebut diindikasikan sebagai tindakan moral hazard atau
tidak. Kejelasan Standard Operation Procedure pada perusahaan asuransi
dan kecakapan para petugas yang menangani klaim tertanggung sangat
berperan dalam menghindari kejadian moral hazard.
Komponen ketiga adalah moral dasar seseorang, dimana
keserakahan dan kebutuhan yang mendesak sewaktu-waktu dapat memicu
seseorang melakukan tindakan moral hazard. Tentunya hal ini hanya dapat
dikontrol oleh diri masing-masing individu. Penanaman nilai-nilai yang
baik, budi pekerti, dan integritas dari dini memungkinkan seseorang untuk
mampu menjaga dirinya dari berbuat yang tidak dibenarkan oleh agama
dan secara universal.

3. Resiko moral hazard


Syauqy Beik, seorang sastrawan Arab, berucap, sebuah bangsa
akan hancur berantakan jika perilaku etis dan moralitasnya hancur.
Sebaliknya, sebuah bangsa akan jaya, jika perilaku etis dan moralitasnya
baik. Analogi yang sama bisa juga berlaku bagi industri asuransi, semakin
baik moral para pelaku asuransi maka akan semakin baik juga kesehatan
perusahaan asurasni tersebut, dan sebaliknya (Fadhlin, 2009).
Moral hazard merupakan perilaku tidak jujur dalam memberikan
informasi kepada pihak lain yang membuat kontrak kerjasama, demi untuk
memenuhi keinginannya (Dowd, 2008). Moral hazard dalam konteks teori
keagenan terjadi karena ada asimetri informasi antara prinsipal (pemilik,
pemegang saham) dengan agen (manager).
Asimetri informasi merupakan ketidakseimbangan informasi antara
pihak yang dapat memperoleh dan memamfaatkan informasi untuk

16
kepentingannya dengan pihak lain yang tidak dapat memperoleh informasi
yang sama (Scott 2000).
Moral hazard terjadi ketika pasien menyakini segalanya pasti akan
ditanggung oleh pihak asuransi, sehingga menyebabkan mereka cendrung
memilki gaya hidup yang tidak baik,seperti : kurang berolahraga (exercise
less), makan berlebih (over eating) dan makanan yang tidak memenuhi
standard (David 2012).

4. Perbedaan asuransi konvensional dan asuransi syariah


a. Sistem Operasional

Objek asuransi adalah zat & risiko finansial Objek asuransi tanpa melihat
personal yang halal unsur halal haramnya zat

Pengelolaan risiko berdasarkan prinsip sharing Pengelolaan risiko berdasarkan


of risk di antara peserta. prinsip transfer of risk

Investasi dana kelolaan pada instrumen Investasi dana kelolaan bisa


berbasis syariah mengacu ketentuan perundang-
undangan

Pembayaran klaim risiko bersumber dari Pembayaran klaim risiko


rekening dana tabarru’ bersumber dari rekening
perusahaan

Surplus underwriting dimungkinkan untuk Surplus underwriting


dibagikan sepenuhnya menjadi hak
perusahaan

Tabel 1. Asuransi syariah (kanan) dan Asuransi Konvensional (kiri)


b. Sistem Akuntansi

17
Menganut prinsip pemisahan entitas Tidak menganut prinsip pemisahan
dana kelolaan. dana, semua dana dianggap satu entitas
kepemilikan

Membuat laporan yang berkaitan Tidak diwajibkan membuat laporan


dengan sumber dan penggunaan dana zakat
zakat.

Premi yang masuk ke perusahaan Secara umum, tidak dipersyaratkan


langsung dipisahkan ke dalam akun untuk memisahkan premi yang
yang bersesuaian. diterima

Sumber keuntungan berasal dari fee, Sumber keuntungan berasal dari biaya
bagi hasil, pembagian dari surplus yang dibebankan, selisih bunga teknis,
underwriting dan biaya yang komisi reas, mortality gain, surrender
dibebankan. gain, dan biaya administrasi lain.

Tabel 2. Asuransi syariah (kanan) dan Asuransi Konvensional


(kiri)
c. Corpore Culture

Budaya perusahaan yang Budaya perusahaan yang berbasiskan


berbasiskan syariah Islam. nilai nilai kemanusiaan atau nilai-nilai
universal.

Tabel 3. Asuransi syariah (kanan) dan Asuransi Konvensional (kiri)


(Amrin, 2006)

18
BAB VIII
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Fraud merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh
peserta, petugas BPJS kesehatan, pemberi layanan kesehatan, serta
penyedia obat dan alat kesehatan dengan tujuan mendapat keuntungan
finansial. Bentuk fraud dapat di kelompokan menjadi tindakan
pemalsuan, penggelapan dan kecurangan computer. Skenario kali ini
membahas mengenai seorang perempuan yang menderita kanker kolon
dan dirawat inap selama 10 hari, namun pihak rumah sakit melaporkan
pasien dirawat inap selama 15 hari. Tindakan yang dilakukan oleh pihak
rumah sakit merupaka salah satu contoh bentuk fraud yang dilakukan
oleh petugas pemberi layanan kesehatan (pihak rumah sakit) dengan
tujuan mendapatkan keuntungan finansial.

Namun sebelum menghakimi bahwa pihak rumah sakit benar


melakukan tindakan fraud maka harus dilakukan audit pasien asuransi
terlebih dahulu. Sanksi yang didapatkan oleh pihak rumah sakit
mendapat teguran secara lisan, teguran tertulis dan perintah
mengembalikan kerugian akibat tindakan kecurangan jaminan kesehatan
nasional. Tindakan fraud termasuk tindakan yang tidak baik dan disebut
moral hazard, yaitu persepsi yang buruk terhadap resiko yang memiliki
kecenderungan ugal – ugalan.

A. SARAN

1. Mahasiswa lebih dalam mempelajari materi yang terkait dengan topik


diskusi sehingga diskusi dapat berlangsung dengan lebih baik.

2. Mahasiswa lebih mempersiapkan hafalan surat yang di targetkan di


setiap pertemuan agar waktu untuk tutorial lebih efektif dan tetap
mencapai target yang di berikan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Amrin, Abdullah. 2006. Asuransi Syariah Keberadaan dan Kelebihannya di


Tengah Asuransi Konvensional. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Azwar. 2006. Administrasi kesehatan. Jakarta: PT.Bina Putra

Bhattacharya, Jay, Timothy Hyde, dan Peter Tu. 2014. Health Economics.

David Chandler Thomas., 2012. Advisor Induced demand and Moral hazards in
The

Third-Party Payor System.

Dunham,L, Cob., 2004 . Model of Moral Hazard. University of Yale.

Dowd,Kevin., 2008. Moral Hazard and Financial chrisis, Cato Journal.vol 29


No.1 Encylopedia of Buseness. Agency Theory

Fadhlin., 2009. Perbandingan Perilaku Moral Hazard Pada Tertanggung


Asuransi

Syariah dan konvensional. Tesis UI

Fradin, Gary. 2010. Understanding Health Insurance: A Guide for


Broker,Administrators, Students, and Healthcare Practitioners.

NY: Palgrave Macmillan.

Fraud In Merriam-Webster online dictionary. Diambil dari


http://www.mw.com/dictionary/heuristic

Peraturan Menteri Kesehatan (Pmk) Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015.


Tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) Dalam Pelaksanaan Program
Jaminan Kesehatan Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional

20
Peraturan Menteri Kesehatan (Pmk) Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013.
Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional

Sarwo, Yohanes Budi. 2015. “Tinjauan Yuridis terhadap Kecurangan (Fraud)


dalam Industri Asuransi Kesehatan di Indonesia” dalam Jurnal Ilmiah
Hukum Unika Atmajaya

Scot, William., 2000, Financial Accounting Theory. Prentice Hall Canada.

21

Anda mungkin juga menyukai