Anda di halaman 1dari 44

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 2


A. Latar Belakang ................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 3
C. Tujuan ................................................................................................................ 3
D. Manfaat .............................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 6
A. Definisi Puskesmas ............................................................................................ 6
B. Tujuan Puskesmas .............................................................................................. 6
C. Fungsi Puskesmas .............................................................................................. 6
D. Peran Puskesmas ................................................................................................ 8
E. Upaya penyelenggaraan ..................................................................................... 9
F. PHC (Primary Health Care) ............................................................................. 10
G. Program Jamban ............................................................................................... 11
BAB III METODE EVALUASI ................................................................................. 22
A. Metode.............................................................................................................. 22
B. Evaluasi ............................................................................................................ 22
BAB IV PENYAJIAN DATA .................................................................................... 23
A. Gambaran Umum Wilayah Kerja..................................................................... 23
B. Demografi ........................................................................................................ 25
C. Sosial ekonomi dan budaya .............................................................................. 25
D. Visi dan Misi Puskesmas ................................................................................. 27
E. Data Khusus Kesehatan Lingkungan Jamban Sehat ........................................ 28
BAB V HASIL PENILAIAN ..................................................................................... 30
A. Indikator dan Tolak Ukur Keluaran ................................................................. 30
B. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 32
C. Prioritas Masalah .............................................................................................. 33
D. Kerangka Konsep ............................................................................................. 34
E. Identifaki Penyebab Masalah ........................................................................... 34
F. Alternatif Pemecahan Masalah ........................................................................ 39
G. Prioritas Pemacahan Masalah .......................................................................... 39
BAB VI KESIMPULAN ............................................................................................ 41
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 41
B. Saran ................................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 43

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
permasalahan kesehatan merupakan dua dari 17 Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development Goal) atau SDGs, yang merupakan
lanjutan dan penyempurnaan dari Tujuan Pembangunan Milenium atau MDGs
yang telah berakhir pada tahun 2015. Dua dari 17 tujuan SDG menyangkut
kesehatan tersebut terdiri dari menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong
kesejahteraan bagi semua orang di segala usia, menjamin ketersediaan dan
manajemen air dan sanitasi bagi semua orang secara berkelanjutan (WHO,2015)
Untuk mencapai tujuan SDGs tentang menjamin ketersediaan dan
manajemen air dan sanitasi targetnya adalah penyediaan air bersih mencapai
akses sanitasi dan higienis untuk pembuangan tinja yang layak dan merata untuk
semua orang, meningkatkan kualitas air dengan mengurangi polusi,
melaksanakan penerapan manajemen air yang terintegrasi, melindungi dan
memulihkan ekosistem yang berhubungan dengan air, dan mendukung partisipasi
komunitas lokal untuk meningkatkan manajemen air dan sanitasi. (WHO,2015)
Kepmenkes RI No. 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) salah satu pilar dan indikator adalah setiap
individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar
sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari BABS atau Open
Defecation Free (ODF). Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa rumah tangga
di Indonesia menggunakan fasilitas BAB milik sendiri (76,2%), milik bersama
(6,7%), dan fasilitas umum (4,2%). Meskipun sebagian besar rumah tangga di
Indonesia memiliki fasilitas BAB, masih terdapat rumah tangga yang tidak
memiliki fasilitas BAB sehingga melakukan BAB sembarangan, yaitu sebesar
12,9%. (Trihono,2010).
Berdasarkan data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa pembuangan akhir
tinja rumah tangga di Indonesia sebagian besar menggunakan tangki septik

2
(66,0%). Masih terdapat rumah tangga dengan pembuangan akhir tinja tidak ke
tangki septik (SPAL, kolam/sawah, langsung ke sungai/danau/laut, langsung ke
lubang tanah, atau ke pantai/kebun) (Depkes RI, 2007). Berdasarkan data profil
kesehatan puskesmas jatilawang pada tahun 2016 masyarakat yang memiliki
jamban terdata 9.333 jamban dengan leher angsa, namun hanya 6.836 jamban
yang memenuhi syarat (profil kesehatan puskesmas jatilawang, 2016).
Berdasarkan data dasar puskesmas jatilawang 2017 terdapat 3 desa yang
mempunyai jamban sehat 100% atau ODF dari 11 desa yang terdapat di
kecamatan jatilawang. (data dasar puskesmas jatilawang 2017)
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilakukan evaluasi program yang
sudah dijalankan, menindaklanjuti upaya perbaikan yang akan dijalankan dan
mengidentifikasi faktor risiko lingkungan berbagai jenis penyakit dan gangguan
kesehatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, masalah yang didapat
berupa:
1. Kepmenkes RI No. 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) salah satu pilar dan indikator adalah setiap individu dan
komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat
mewujudkan komunitas yang bebas dari BABS atau Open Defecation Free
(ODF).
2. Berdasarkan data Riskesdas 2013, proporsi rumah tangga yang
menggunakan fasilitas BAB milik sendiri di perkotaan lebih tinggi (84,9%)
dibandingkan di perdesaan (67,3%).
3. Berdasarkan data Riskesdas 2013 proporsi rumah tangga dengan
pembuangan akhir tinja menggunakan tangki septik di perkotaan lebih tinggi
(79,4%) dibanding di perdesaan (52,4%).

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

3
Mengetahui pelaksanaan dan tingkat keberhasilan pengelolaan program
jamban sehat di puskesmas jatilawang.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahuinya tentang program jamban sehat.
b) Mengetahuinya tentang pelaksanaan pengelolaan program jamban sehat
di Puskesmas Jatilawang.
c) Mengetahui indikator dan tolakukur keberhasilan program jamban sehat
di Puskesmas Jatilawang.
d) Mengtahui berbagai masalah pelaksanaan pengelolaan program jamban
sehat di Puskesmas Jatilawang.
e) Mengetahui berbagai penyebab dari masalah pelaksanaan pengelolaan
program jamban sehat di Puskesmas Jatilawang.
f) Merumuskan pemecahan masalah bagi pelaksanaan pengelolaan.

D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mengetahuinya tentang program jamban sehat.
b. Mengetahuinya tentang pelaksanaan pengelolaan program jamban sehat di
Puskesmas Jatilawang.
c. Mengetahui indikator dan tolakukur keberhasilan program jamban sehat di
Puskesmas Jatilawang.
d. Mengtahui berbagai masalah pelaksanaan pengelolaan program jamban
sehat di Puskesmas Jatilawang.
e. Mengetahui berbagai penyebab dari masalah pelaksanaan pengelolaan
program jamban sehat di puskesmas jatilawang.
f. Merumuskan pemecahan masalah bagi pelaksanaan pengelolaan.
2. Bagi institusi
Memberikan informasi dan menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut
mengenai program jamban sehat di Puskesmas Jatilawang.
3. Bagi puskesmas

4
a) Memberikan informasi hasil evaluasi program jamban sehat di Puskesmas
Jatilawang.
b) Menjadi dasar atau pun masukan bagi Puskesmas dalam mengambil
kebijakan jangka panjang dalam penetapan program jamban sehat.
4. Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai program jamban sehat di
Puskesmas Jatilawang.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Puskesmas
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan
masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan
pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2004) puskesmas
merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja
(Effendi, 2009). Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan
pelayanan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan),
preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif
(pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk
dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari
pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Effendi, 2009).

B. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang
bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya (Trihono, 2005).

C. Fungsi Puskesmas
Puskesmas memiliki wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan atau
sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan
geografi dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan
dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Untuk perluasan jangkauan
pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan
kesehatan yang lebih sederhana yang disebut puskesmas pembantu dan

6
puskesmas keliling. Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta
jiwa atau lebih, wilayah kerja puskesmas dapat meliputi satu kelurahan.
Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau
lebih, merupakan puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi
puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi (Effendi, 2009).
Menurut Trihono (2005) ada 3 (tiga) fungsi puskesmas yaitu: pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan yang berarti puskesmas selalu berupaya
menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor
termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga
berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu
puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah kerjanya. Khusus
untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah
mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pusat
pemberdayaan masyarakat berarti puskesmas selalu berupaya agar perorangan
terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha
memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan
kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan,
menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan
memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat
setempat. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama berarti puskesmas
bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi : Pelayanan kesehatan
perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (privat goods) dengan tujuan
utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa
mengabaikan pemeliharan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan

7
perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah
dengan rawat inap. Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang
bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan
masyarakat disebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan
penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan
keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program
kesehatan masyarakat lainnya. Menurut Effendi (2009) ada beberapa proses
dalam melaksanakan fungsi tersebut yaitu merangsang masyarakat termasuk
swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri,
memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan
menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien, memberikan
bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun
rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak
menimbulkan ketergantungan memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada
masyarakat, bekerja sama dengan sektorsektor yang bersangkutan dalam
melaksanakan program puskesmas.

D. Peran Puskesmas
Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi
pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke
depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut
ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah
melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan yang
tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Pada masa
mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi
informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif
dan terpadu (Effendi, 2009).

8
E. Upaya penyelenggaraan
Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yakni
terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat, puskesmas bertanggung
jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari kesehatan nasional merupakan
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan
menjadi dua yakni upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembang
(Trihono, 2005). Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang
mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang
ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah upaya promosi
kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta
keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular serta upaya pengobatan (Trihono, 2005).
Sedangkan upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat
serta disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan
pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah
ada yaitu upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatran oleh raga, upaya perawatan
kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut,
upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut dan
upaya pembinaan pengobatan tradisional (Trihono, 2005). Upaya kesehatan
pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi yakni upaya diluar
upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan
dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam rangka mempercepat tercapainya
visi puskesmas (Trihono, 2005). Pemilihan upaya kesehatan pengembangn ini
dilakukan oleh puskesmas bersama dinas kesehatan kabupaten/kota dengan
mempertimbangkan masukan dari konkes/BPKM/BPP. Upaya kesehatan
pengembangan dilakukan apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah

9
terlaksana secara optimal dalam arti target cakupan serta peningkatan mutu
pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya kesehatan pengembangan pilihan
puskesmas ini dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam keadaan
tertentu upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula ditetapkan
sebagai penugasan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota (Trihono, 2005). Apabila
puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan
padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka dinas kesehatan
kabupaten/kota bertanggung jawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu,
dinas kesehatan kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional
lainnya (Trihono, 2005). Perlu diingat meskipun puskesmas menyelenggarakan
pelayanan medik spesialistik dan memiliki tenaga spesialis, kedudukan dan
fungsi puskesmas tetap sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan dan
pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya (Trihono, 2005).

F. PHC (Primary Health Care)


PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran dan pengalaman dalam
membangun kesehatan di banyak Negara yang diawali dengan kampanye massal
pada tahun 1950-an dalam pemberantasan penyakit menular. Pada tahun 1960,
teknologi kuratif dan preventif mengalami kemajuan. Oleh karena itu, timbullah
pemikiran untuk mengembangkan konsep upaya dasar kesehatan. Tahun 1977
pada sidang kesehatan dunia di cetuskan kesepakatan untuk melahirkan “health
for all by the Year 2000”, yang sasaran utamanya dalam bidang sosial pada tahun
2000 adalah tercapainya derajat kesehatan yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Mubarak, 2009). PHC merupakan
pelayanan kesehatan pokok berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis,
ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum, baik oleh individu maupun
keluarga dalam masyarakat melalui partisipasi mereka sepenuhnya serta biaya
yang dapat dijangkau oleh masyarakat dan Negara untuk memelihara setiap
tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup mandiri (self

10
reliance) dan menentukan nasib sendiri (self determination) (Mubarak, 2009).
PHC memiliki tujuan secara umum yaitu mencoba menemukan kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan yang diselenggarakan, sehingga akan tercapai
tingkat kepuasan pada masyarakat yang menerima pelayanan. Secara khusus,
PHC memiliki tujuan yaitu pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk
yang dilayani, pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani,
pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari populasi yang dilayani dan
pelayanan harus maksimal, menggunakan tenaga dan sumber daya lain dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat (Mubarak, 2009). Fungsi dari PHC untuk
memelihara kesehatan, mencegah penyakit, diagnosis dan pengobatan, pelayanan
tindak lanjut dan pemberian sertifikat. Dalam pelaksanaan PHC paling sedikit
harus memiliki beberapa elemen yaitu pendidikan mengenai masalah
kesehatandan cara pencegahan penyakit serta pengendaliannya, peningkatan
penyediaan makanan dan perbaikan gizi, penyediaan air bersih dan sanitasi dasar,
kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, imunisasi terhadap
penyakit-penyakit infeksi utama, pencegahan dan pengendalian penyakit
endemik setempat, pengobatan penyakit umum dan ruda paksa serta penyediaan
obat-obat esensial (Mubarak, 2009).

G. Program Jamban
1. Sejarah Program Jamban di Indonesia

Pada dasarnya sejarah program jamban di Indonesia dilatar belakangi


adanya kegagalan dalam program pembangunan sanitasi pedesaan,
khususnya penggunaan jamban yang masih rendah. Salah satu penyebab
mengenai kegagalan tersebut, terlihat dari beberapa hasil studi evaluasi
bahwa tidak ada demand atau kebutuhan yang muncul ketika program
dilaksanakan dan banyak sarana yang dibangun tidak digunakan dan
dipelihara oleh masyarakat (Depkes RI, 2003). Selain itu dalam kebijakan
nasional tentang penyehatan lingkungan berbasis masyarakat tahun 2003
disebutkan rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah dalam

11
mendukung kualitas lingkungan merupakan penyebab kegagalan dalam
program pembangunan sanitasi. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa
program tersebut tidak berfungsi secara optimal disebabkan tidak
dilibatkannya masyarakat sasaran, baik pada perencanaan maupun pada
kegiatan operasi dan pemeliharaan. Hal ini mengakibatkan sarana dan
prasarana tersebut tidak berfungsi secara optimal dan tidak memberikan
manfaat bagi masyarakat pengguna (Depkes RI, 2003).

Dalam kebijakan nasional penyehatan lingkungan berbasis


masyarakat tahun 2003, salah satu dari pelbagai masalah kesehatan yang
masih merupakan masalah besar di negara berkembang tentang program
pembangunan sanitasi penyehatan lingkungan adalah rendahnya kebutuhan
masyarakat terhadap jamban. Hal ini disebabkan ketidaktahuan mereka
terhadap pentingnya hidup bersih dan sehat yang tercermin dari perilaku
masyarakat yang hingga sekarang masih banyak yang buang air besar di
sungai, kebun, sawah maupun di sembarang tempat. Selain lemahnya visi
menyangkut pentingnya sanitasi, terlihat pemerintah belum melihat anggaran
untuk perbaikan sanitasi ini sebagai investasi, tetapi mereka masih
melihatnya sebagai biaya (cost). menurut perhitungan Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) dan sejumlah lembaga lain, setiap 1 dollar AS investasi di
sanitasi, akan memberikan manfaat ekonomi sebesar 8 dollar AS dalam
bentuk peningkatan produktivitas dan waktu, berkurangnya angka kasus
penyakit dan kematian (WHO, 2005).

2. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Keadaan masa depan masyarakat Indonesia yang ingin dicapai


melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang
ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup
sehat, baik jasmani, rohani maupun sosial. Lingkungan masyarakat
merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam
menilai kondisi kesehatan masyarakat. Masalah penyehatan lingkungan

12
khususnya pada pembuangan tinja merupakan salah satu dari berbagai
masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas (Depkes RI, 2008).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.852/MENKES/SK/IX/2008
tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan program
pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan
sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, serta
mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air
minum dan sanitasi dasar berkesinambungan. Melalui program STBM
pemerintah membuat sebuah pendekatan untuk mengubah perilaku higiene
dan sanitasi dengan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sanitasi.
Pendekatan ini berawal dari keberhasilan pembangunan sanitasi total di
Bangladesh dengan menerapkan model Community Lead Total Sanitation
(CLTS) pada tahun 2004 (Kemenkes RI, 2008).

CLTS adalah pendekatan perubahan perilaku higiene dan sanitasi


melalui pemberdayaan masyarakat untuk stop Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Di Indonesia penerapannya dimulai pertengahan
tahun 2005 pada 6 desa yang terletak di 6 provinsi. Pada Juni 2006,
Departemen Kesehatan mendeklarasikan pendekatan CLTS sebagai strategi
nasional dan pada tahun 2008 STBM sebagai strategi nasional (Kemenkes
RI, 2008).

3. Pengertian Jamban

Jamban merupakan salah satu fasilitas sanitasi dasar yang dibutuhkan


dalam setiap rumah untuk mendukung kesehatan penghuninya sebagai
fasilitas pembuangan kotoran manusia, yang terdiri atas tempat jongkok atau
tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa yang dilengkapi
dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya
(Notoatmodjo, 2010). Selain itu menurut Madjid (2009), jamban adalah
suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran
manusia yang lazim disebut kakus. Menurut notoatmodjo (2010), jamban

13
adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu
tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak
mengotori permukaan. Jamban sangat berguna bagi manusia dan merupakan
bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah
berkembangbiaknya berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran
manusia yang tidak dikelola dengan baik. Sebaliknya jika pembuangan tinja
tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air,
tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi
kesehatan, karena penyakit yang tergolong water borne disease seperti diare,
kolera, dan kulit akan mudah berjangkit (Chandra, 2007).

4. Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Masyarakat

Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran


manusia merupakan masalah yang pokok untuk diatasi sedini mungkin,
karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang
multikompleks. Proses pemindahan kuman penyakit dari tinja yang
dikeluarkan manusia sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui
berbagai perantara, antara lain air, tangan, seranggaa, tanah, makanan, serta
minuman yang mengandung bakteri E.coli yang tercemar oleh kotoran
manusia. Beberapa penyakit yang disebabkan tidak tersedianya sanitasi dasar
seperti penyediaan jamban antara lain : tifus, disentri, kolera, bermacam-
macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), dan schistosomiasis. Bakteri
E.Coli dijadikan sebagai indikator penyebab terjadinya penyakit tersebut dan
seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam saluran pencernaan
manusia (Notoatmodjo, 2010).

5. Jenis-Jenis Jamban

Jamban yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan yang terbaik


adalah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan air

14
yang tercukupi. Menurut kemenkes ri (2008), jenis-jenis jamban dibedakan
berdasarkan konstruksi dan cara menggunakannya yaitu:

a. Jamban Cemplung Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana.


Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang di atasnya
diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari
bambu atau kayu, tetapi dapat juga terbuat dari batu bata atau beton.
Jamban semacam ini masih menimbulkan gangguan karena baunya.
b. Jamban Plengsengan Jamban semacam ini memiliki lubang tempat
jongkok yang dihubungkan oleh suatu saluran miring ke tempat
pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak dibuat
persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban semacam ini
sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung,
karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih
terjamin
c. Jamban Bor Dinamakan demikian karena tempat penampungan
kotorannya dibuat dengan menggunakan bor. Bor yang digunakan
adalah bor tangan yang disebut bor auger dengan diameter antara 30-40
cm. Jamban bor ini mempunyai keuntungan, yaitu bau yang ditimbulkan
sangat berkurang. Akan tetapi kerugian jamban bor ini adalah
perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah
d. Angsatrine (Water Seal Latrine) Di bawah tempat jongkok jamban ini
ditempatkan atau dipasang suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa
yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau.
Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya,
karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang
melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan
kotoran
e. Jamban di Atas Balong (Empang) Membuat jamban di atas balong
(yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara pembuangan kotoran

15
yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di
daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum kita berhasil menerapkan
kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara
tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:
1) Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi
2) Balong tersebut tidak boleh kering
3) Balong hendaknya cukup luas
4) Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh
di air
5) Ikan dari balong tersebut jangan dimakan
6) Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak
15 meter
7) Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air
f. Jamban Septic Tank Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti
pembusukan secara anaerobic. Nama septic tank digunakan karena
dalam pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-
kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri dari
dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan
mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat
atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air
kotor di dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat
proses penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak
terdapat tiga macam lapisan yaitu:
1) Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat
2) Lapisan cair
3) Lapisan endap Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban
pedesan di Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam
yaitu :
a) Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam
cara pembuangan kotorannya yaitu:

16
(1) Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah
(2) Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang
b) Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan
kotorannya yaitu:
(1) Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan
bowl langsung di atas galian penampungan kotoran
(2) Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan
bowl tidak berada langsung di atas galian penampungan
kotoran tetapi dibangun terpisah dan dihubungkan oleh suatu
saluran yang miring ke dalam lubang galian penampungan
kotoran.
6. Syarat-Syarat Jamban Sehat
Menurut KEMENKES RI (2008), jamban keluarga sehat adalah
jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak
10-15 meter dari sumber air minum.
b. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.
c. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah di sekitarnya.
d. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya.
e. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna.
f. Cukup penerangan.
g. Lantai kedap air.
h. Ventilasi cukup baik .
i. Tersedia air dan alat pembersih.

Menurut kemenkes ri (2008) ada tujuh syarat-syarat jamban sehat yaitu:

a. Tidak mencemari air

17
1) Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang
kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Dinding dan
dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester
2) Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
3) Letak lubang kotoran lebih rendah daripada permukaan sumur agar air
kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur
b. Tidak mencemari tanah permukaan Jamban yang sudah penuh, segera
disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang
galian
c. Bebas dari serangga
1) Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras
setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk
demam berdarah
2) Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat
menjadi sarang nyamuk
3) Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bias
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya
4) Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
5) Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung
d. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
1) Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup
setiap selesai digunakan.
2) Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus
tertutup rapat oleh air.
3) Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi
untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran.
4) Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan
harus dilakukan secara periodik.

18
e. Aman digunakan oleh pemakainya Untuk tanah yang mudah longsor,
perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran seperti: batu bata,
selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain
f. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
1) Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang
kotoran.
2) Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke saluran
kotoran karena dapat menyumbat saluran.
3) Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena
jamban akan cepat penuh.
g. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
1) Jamban harus berdinding dan berpintu.
2) Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya
terhindar dari hujanan dan panas. Menurut Notoatmodjo (2010), suatu
jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
(a) Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.
(b) Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
(c) Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
(d) Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan
binatang-binatang lainnya.
(e) Tidak menimbulkan bau.
(f) Mudah digunakan dan dipelihara (maintanance).
(g) Sederhana desainnya.
(h) Murah.

Menurut kemenkes ri (2008), ciri-ciri bangunan jamban yang


memenuhi syarat kesehatan yaitu harus memiliki:

a. Rumah jamban Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat


berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi

19
kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan
keadaan tingkat ekonomi rumah tangga b. Lantai jamban Berfungsi
sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik,
kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga
disesuaikan dengan bentuk rumah jamban.
b. Slab (tempat kaki berpijak waktu si pemakai jongkok).
c. Closet (lubang tempat feces masuk).
d. Pit (sumur penampungan feces).
Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai
tempat mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk
sederhana berupa lubang tanah saja.
e. Bidang resapan
Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap
untuk mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja.
7. Tujuan Penggunaan Jamban

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 Tahun 2008 tentang


Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, menyebutkan bahwa
tujuan penggunaan jamban sehat merupakan suatu fasilitas pembuangan tinja
yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit. Jamban
berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan
memenuhi syarat kesehatan memiliki manfaat sebagai berikut:

a. Melindungi masyarakat dari penyakit.


b. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang
aman.
c. Bukan sebagai tempat berkembangnya serangga sebagai vektor
penyakit.
d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan
(Azwar, 2000).

20
Menurut Firmansyah (2009), tujuan penggunaan jamban adalah
sebagai berikut:

a. Menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau.


b. Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitamya.
c. Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi
penular penyakit diare, kolera, disentri, tifus, kecacingan, penyakit
saluran pencernaan, penyakit kulit dan keracunan.

21
BAB III
METODE EVALUASI

A. Metode
Materi yang dievaluasidalam program pengawasan jamban sehat periode
Januari 2017 sampai Desember 2017 di FKTP Puskesmas Jatilawang, Desa
Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa tengah, antara lain:

1. Pendataan jumlah sarana jamban yang ada.


2. Jumlah Rumah Tangga yang menggunakan jamban.
3. Jenis jamban yang ada /yang digunakan.
4. Jumlah jamban yang memenuhi syarat kesehatan.
5. Hasil pengamatan jamban sehartyang ada di wilayah kerja FKTP Jatilawang.
6. Pemetaan sarana jamban yang memenuhi syarat.
7. Penyuluhan tentang sarana jamban/program pengawasan jamban.
8. Pencatatan dan Pelaporan

B. Evaluasi
Evaluasi program ini dilaksanakan dengan pengumpulan data, analisis
data, dan pengolahan data sehingga dapat digunakan untuk menjawab
permasalahan pelaksanaan program pengawasan jamban di Puskesmas
Jatilawang periode Januari 2017 sampai Desember 2017 dengan cara
membandingkan cakupan hasil program terhadap tolok ukur yang telah
ditetapkan dan menemukan penyebab masalah dengan menggunakan pendekatan
system

22
BAB IV
PENYAJIAN DATA

A. Gambaran Umum Wilayah Kerja

Gambar 4.1. Peta Administrasi Kecamatan Jatilawang

Jatilawang merupakan suatu kecamatan yang bertempat di Kabupaten


Banyumas. Luas wilayah Kecamatan Jatilawang adalah 4.815,92 Ha atau 48,16
km. Kecamatan ini berada pada ketinggian 21 meter diatas permukaan laut.

Kecamatan Jatilawang memiliki 11 desa, 33 dusun, 56 RW serta 350


RT dengan Desa Gunungwetan sebagai desa terluas. Desa Gunungwetan memiliki
luas wilayah 718,44 Ha. Desa yang memiliki luas wilayah paling sempit adalah
Desa Karanganyar dengan luas wilayah 205 Ha. Desa Gunungwetan juga
merupakan desa terjauh dengan jarak 5 km dari Kota Jatilawang dan Desa
Tunjung adalah desa terdekat dengan jarak 0,15 km. Desa Tinggarjaya tercatat

23
memiliki paling banyak kepala keluarga (KK) yaitu sejumlah 3.086 KK dengan
11.426 jiwa.

Kecamatan Jatilawang memiliki batas wilayah sebagai berikut:

- Utara : Kecamatan Purwojati


- Selatan : Kabupaten Cilacap
- Timur : Kecamatan Rawalo
- Barat : Kecamatan Wangon

Jumlah penduduk
Kelompok Rasio
No. Laki-
umur (tahun) Laki-laki perempuan jenis
laki+perempuan
kelamin
1 0-4 2.889 2.874 5.763 100.52
2 5-9 2.874 2.825 5.699 101.73
3 10-14 2.997 2.991 5.988 100.20
4 15-19 3.107 3.099 6.206 100.26
5 20-24 3.296 3.499 6.795 94.20
6 25-29 2.011 1.921 3.932 104.69
7 30-34 1.961 1.914 3.815 99.32
8 35-39 2.106 2.096 4.202 100.48
9 40-44 2.493 2.045 4.538 121.91
10 45-49 2.231 2.304 5.435 96.83
11 50-54 2.146 2.165 4.311 99.12
12 55-59 2.401 2.208 4.609 108.74
13 60-64 1.347 1.496 2.843 90.04
14 65-69 1.567 1.569 3.136 99.87
15 70-74 1.019 1.040 2.059 27.98
16 75+ 1202 1224 2426 98.20
Jumlah 35.587 35.270 70.857 100.90

24
Angka beban tanggungan 55

B. Demografi
a. Pertumbuhan penduduk
Jumlah penduduk keamatan jatilawang tahun 2016 sebanyak 70.857 jiwa,
terdiri dari laki-laki 35.587dan perempuan 35.270 jiwa dengan jumlah rumah
tangga 16.333. Jumlah penduduk terbanyak ada di desa tinggarjaya yaitu
sebesar 11.404 jiwa dari keseluruhan jumlah pnduduk kecamatan jatilawang,
sedangkan desa margasana merupakan desa dengan jumlah penduduk
terkecil yait 2.286 jiwa.
b. Jumlah penduduk berdasarkan umur
Jumlah penduduk menurut umur di kecamatan jatilawang dibagi menjadi 16
kelompok umur dengan variasi yang tidak begitu besar. Penduduk terbanyak
ada di umur 20-24 tahun, yaitu sebesar 6.795 jiwa dan sebagian besar
penduduk berada pada usia produktif, hal ini merupakan aset sumber daya
yang besar.
Tabel 1. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan usia

c. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk di kecamatan jatilawang tahun 2016 sebesar 1.473
jiwa/ Km2. Desa terpadat adalah desa tingarjaa dengan jumlah penduduk
11.404 jiwa. Desa dengan penduduk terendah adalah desa margasana dengan
jumlah penduduk 2.286 jiwa.

C. Sosial ekonomi dan budaya


1. Agama
Sebagian besar masyarakat jatilawang adalah pemeluk agama islam
yaitu sebesar 67.049 orang (99,22%), sisanya adalah agama katolik,
protestan, budha dan hindu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.

25
Tabel 2: jumlah penduduk menurut agama dikecamatan jatilawang tahun
2015
No Agama Jumlah Penduduk Presentasi
%
1 Islam 67.049
2 KristenProtestan 279
3 Kristen Katolik 240
4 Budha 9
5 Hindu 0
Sumber: Kecamatan Jatilawang dalam angka tahun 2014
2. Mata Pencaharian
Sebagian penduduk Kecamatan Jatilawang adalah petani, baik petani
sendiri maupun hanya sebagai buruh tani yaitu sebanyak 37.667 orang atau
55,74%, sedangkan mata pencaharian yang lain sebagai pengusaha, buruh
industri, buruh bangunan, pedagang, pengangkutan, PNS, dan ABRI.
Penduduk paling sedikit adalah sebagai nelayan.
3. Pendidikan Penduduk
Berdasarkan data tahun 2015 pendidikan penduduk Kecamatan
Jatilawang paling banyak adalah tamat sekolah dasat atau SD. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

26
Tabel 3: jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan kecamatan jatilawang
tahun 2015
No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk
1 Tidak atau belum tamat 14.661
SD
2 SD atau MI 23.080
3 SLTP atau MTs 6.881
4 SLTA atau MA 7.683
5 Akademi atau 672
Universitas
Sumber: Kecamatan Jatilawang dalam angka tahun 2014

D. Visi dan Misi Puskesmas


1. Visi Puskesmas
Menurut peraturan daerah kabupaten Banyumas No 2 tahun 2001
tentang program pembangunan daerah atau PROPEDA Kabupaten
Banyumas tahun 2002-2006, bahwa pembangunan bidang kesehatan dan
kesejahteraan sosial masyarakat Kabupaten Banyumas.
Visi Kabupaten Banyumas yang tertera dalam instruksi Bupati
Banyumas No 9 tahun 1999 tentang pelaksanaan akuntabilitas kinerja
instansi dilingkungan Pemerintah Kabupaten Banyumas “kabupaten
Banyumas mampu mewujudkan masyarakat yang sejahtera terpenuhi
pelayanan secara adil dan transparan yang didukung dengan pemerintahan
yang baik dan aparat yang bersih dengan tetap mempertahankan budaya
banyumasan.” Sedangkan visi dari Dinas Kesehatan Banyumas adalah
“Banyumas Sehat 2010.”
Visi Puskesmas Jatilawang yang ditetapkan pada tahun 2002 adalah
“pelayanan kesehatan paripurna menuju masyarakat sehat mandiri”
2. Misi Puskesmas

27
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka ditetapkan misi yang
diharapkan mampu mempercepat cita-cita tersebut. Adapun misi yan
dimaksud adalah
a. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
b. Meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan kesehatan
c. Tingkatkan profesionalisme sumber daya manusia
d. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral
e. Meningkatkan tata tertib dan administrasi keuangan

E. Data Khusus Kesehatan Lingkungan Jamban Sehat

Gentawangi
Tunjung
Tinggarjaya
Bantar
Kedungwringin
Rumah Sehat
Adisara
Rumah
Margasana
KK
Karanganyar
Karanglewas
Pekuncen
Gunungwetan

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Grafik 4.1. Data Jumlah Rumah dan Rumah Sehat di Kecamatan Jatilawang

28
Gentawangi
Tunjung
Tinggarjaya
Bantar Jamban Sehat
Kedungwringin
Adisara Jumlah penduduk akses
Margasana jamban
Karanganyar Jumlah KK memiliki jamban
Karanglewas sehat

Pekuncen
Gunungwetan

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Grafik 4.2. Data Jumlah KK yang memiliki jamban, akses jamban, dan

29
BAB V
HASIL PENILAIAN

A. Indikator dan Tolak Ukur Keluaran


Indikator jamban sehat yaitu harus dibangun, dimiliki, dan digunakan
oleh keluarga dengan penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang
mudah dijangkau oleh penghuni rumah. Standar dan persyaratan kesehatan
bangunan jamban terdiri dari (Permenkes, 2014):

1. Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap) Bangunan atas jamban harus
berfungsi untuk melindungi pemakai dari gangguan cuaca dan gangguan
lainnya.
2. Bangunan tengah jamban Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban,
yaitu:
a) Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter
dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi
saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus
diberi tutup.
b) Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai
saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah
(SPAL).
3. Bangunan Bawah Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan
pengurai kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau
kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah
jamban, yaitu:
a) Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai
penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari
kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian
cairnya akan keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui

30
bidang/sumur resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka
dibuat suatu filter untuk mengelola cairan tersebut.
b) Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat
dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan
cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah,
sedangkan bagian padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara
biologis. Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi empat, dindingnya
harus aman dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat
dengan pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat
kayu, dan sebagainya.

Tolak ukur merupakan nilai acuan atau standar yang telah ditetapkan dan
digunakan sebagai target yang harus dicapai pada tiap-tiap variabel sistem, yang
meliputi masukan, proses, keluaran, lingkungan, dan umpan balik pada program
pengawasan jamban. Digunakan sebagai pembanding atau target yang harus
dicapai dalam program pengawasan jamban.
Tolak ukur yang digunakan Puskesmas Jatilawang pada program kesehatan
lingkungan jamban sehat berdasarkan indikator keluaran (output) Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang
higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, berdasarkan 5
pilar yaitu:
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan
2. Cuci Tangan Pakai Sabun
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga
4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga; dan
5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga.
Perilaku stop buang air besar sembarangandiwujudkan melalui kegiatan
paling sedikit terdiri atas:

31
1. Membudayakan perilaku buang air besar sehat yang dapat memutus alur
kontaminasi kotoran manusia sebagai sumber penyakit secara berkelanjutan;
dan
2. Menyediakan dan memelihara sarana buang air besar yang memenuhi
standar dan persyaratan kesehatan (Permenkes, 2014).

B. Identifikasi Masalah
1. Faktor ekonomi yang rendah merupakan penyebab banyak rumah tangga
belum memiliki akses jamban yang sehat.
2. Masalah sosial budaya dan perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar
(BAB) di sembarang tempat, khususnya ke badan air yang juga digunakan
untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya.
3. Penanganan masalah sanitasi merupakan kewenangan daerah,tetapi sampai
saat ini belum memperlihatkan perkembangan yang memadai. Oleh sebab
itu, pemerintah daerah perlu memperlihatkan dukungannya melalui
kebijakan dan penganggarannya.
4. Daerah cakupan puskesmas jatilawang belum ODF 100% seluruhnya, yaitu
desa Pekuncen, Gentawangi, Adisara, Gunungwetan, Kedungwringin,
Tinggarjaya, Karanglewas dan Bantar.

32
C. Prioritas Masalah

Importance Jumlah
NO. DESA
P S RI DU SB PB PC T R (IxTxR)
1 GUNUNGWETAN 5 5 1 5 5 1 5 1 1 3125
2 PEKUNCEN 2 2 1 2 2 3 2 3 3 864
3 KARANGLEWAS 1 1 1 1 1 5 1 5 5 125
4 KARANGANYAR 1 1 1 1 1 5 1 5 5 125
5 MARGASANA 1 1 1 1 1 5 1 5 5 125
6 ADISARA 2 2 1 2 2 3 2 3 3 864
7 KEDUNGWRINGIN 2 2 1 2 2 3 2 3 3 864
8 BANTAR 2 2 1 2 2 3 2 3 3 864
9 TINGGARJAYA 2 2 1 2 2 3 2 3 3 864
10 TUNJUNG 2 2 1 2 2 3 2 3 3 864
11 GENTAWANGI 2 2 1 2 2 3 2 3 3 864

33
D. Kerangka Konsep

Seluruh cakupan Puskesmas


Jatilawang belum 100%
ODF

Gunung
wetan 28,3%

Pekuncen
Karanglewas 77%
100%
Karanganyar
Margasana 100%
100%
Adisara

Kedungwringin 74,9%

75,6%
Bantar
Tinggarjaya 71,3%
69,7%

Tunjung
Gentawangi
74,2%
71,2%

E. Identifaki Penyebab Masalah


Jamban Sehat mulai dilaksanakan tahun 2016 karena jamban sehat merupakan
masalah yang sudah dihadapi dari dahulu kala. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap prioritas masalah dalam unsur masukan (input), proses (proccess),
keluaran (output) dan lingkungan. Faktor tersebut yaitu :

34
1. Input
a. Man
Menurut Standar IIS tahun 2010, ratio petugas kesehatan
lingkungan dan promosi kesehatan per 100.000 penduduk adalah adalah
40, dengan demikian untuk jumlah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Jatilawang dibutuhkan 28 tenaga kesehatan lingkungan.
Jumlah tenaga kesehatan lingkungan di Puskesmas Jatilawang sebanyak
2 orang. Kegiatan Penyehatan Lingkungan (PL) Jamban Sehat di
Puskesmas Jatilawang yaitu Bapak Sakim, Amd.KL dan Bapak Sukaris
sebagai koordinator, pegawai puskesmas lainnya, serta kader desa.
Namun tenaga ini masih di rasa kurang karena cakupan wilayah
Puskesmas Jatilawang yang cukup luas sehingga belum semua
masyarakat kecamatan Jatilawang mendapatkan pelayanan kesehatan
lingkungan secara maksimal.
b. Money
Sumber anggaran kesehatan Puskesmas Jatilawang untuk
Kegiatan Penyehatan Lingkungan Jamban Sehat berasal dari APBD dan
ADD. APBD berasal dari Pemerintah Daerah, sedangkan ADD
(Anggaran Dana Desa) berasal dari desa itu sendiri. Dalam hal ini,
puskesmas berperan melakukan penyuluhan dan pemicuan sedangkan
pembuatan jamban sehat bagi orang tidak mampu seperti janda tua
dilaksanakan juga dengan bantuan dari ADD (Anggaran Dana Desa),
APBD (Anggaran Pemerintah Daerah), dan sumber dana lainnya.
Masyarakat Jatilawang sebagian besar tergolong ke dalam ekonomi
rendah, sehingga dana untuk Jamban Sehat tidak diprioritaskan.
c. Material
Puskesmas Jatilawang memiliki 2 Puskesmas Pembantu (Pustu
Bantar dan Pustu Gentawangi) dan 11 Poliklinik Kesehatan Desa (PKD)
tersebar di 11 desa wilayah kerja Puskesmas Jatilawang. Dari bidang
kesehatan lingkungan, jumlah penduduk yang memiliki akses jamban

35
sehat sebanyak 20.610 KK, penduduk yang dapat mengakses jamban
sebanyak 20.682 KK dengan jumlah jamban yang tergolong jamban
sehat sebanyak 8275 jamban sehat. Berdasarkan data tersebut,
masyarakat yang memerlukan akses jamban sehat lebih banyak daripada
masyarakat yang mempunyai akses jamban sehat. Oleh karena itu,
banyak masyarakat memilih alternatif lain untuk mengakses jamban
seperti sungai.
c. Method
Metode yang digunakan Puskesmas Jatilawang untuk kegiatan
penyehatan lingkungan Jamban Sehat adalah penyuluhan dan pemicuan.
Penyuluhan dilakukan menggunakan sarana berupa leaflet dan
presentasi. Sedangkan, pemicuan dapat dilakukan dengan memberikan
bahan bangunan yang dapat digunakan untuk membangun jamban.
Dalam hal ini, puskesmas hanya berperan sebagai motivator untuk
masyarakat supaya masyarakat mempunyai kemauan untuk membangun
jamban pribadi. Walaupun metode penyuluhan merupakan salah satu
cara yang efektif untuk memberikan informasi kesehatan, akan tetapi
program kesehatan akan lebih berjalan maksimal jika terdapat realisasi
dari program tersebut, misalnya dengan pembangunan jamban sehat.
d. Minute
Pelaksanaan kegiatan penyehatan lingkungan jamban sehat
dilakukan di awal tahun. Satu rumah tangga diberikan formulir IKS
(Indeks Keluarga Sehat) yang berisi pertanyaan yang berhubungan
dengan jamban sehat dan anggota keluarga sehat. Setelah satu rumah
tangga menjawab pertanyaan, kemudian dilihat secara fisik jamban yang
dimiliki satu rumah tangga tersebut. Cara tersebut sudah cukup baik
karena petugas memiliki waktu yang cukup untuk menjalankan program
tersebut dan petugas dapat melihat langsung keadaan jamban yang
dimiliki masyarakat apakah sudah sesuai dengan kriteria jamban sehat
atau belum. Akan tetapi, program

36
e. Market
Sasaran program jamban sehat adalah semua masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Jatilawang meliputi 11 desa. Sehingga
diharapkan seluruh masyarakat Jatilawang mendapat akses Jamban
Sehat atau tingkat ODF (Open Defecation Free) mencapai 100%.

2. Proses
a. Perencanaan (P1)
Visi Puskesmas Jatilawang adalah Pelayanan kesehatan dasar
paripurna menuju masyarakat sehat dan mandiri. Misi Puskesmas
Jatilawang adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup
sehat, meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan kesehatan,
meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia, meningkatkan
kerjasama lintas program dan lintas sektoral, meningkatkan tertib
administrasi dan keuangan. Tahap perencanaan program Jamban Sehat
cukup baik dengan melakukan rapat perencanaan program dan
koordinasi dengan petugas kesehatan lingkungan serta jajarannya.

b. Pengorganisasian (P2)
Proses pengorganisasian progam Jamban Sehat di wilayah
Puskesmas Jatilawang diselenggarakan melalui kerjasama antar
struktural di puskesmas serta kerjasama lintas sektoral antara
pemerintah desa dan puskesmas. Kerjasama antar struktural di
puskesmasSejauh ini kerjasama lintas sektoral cukup baik. Pemerintah
desa membantu dalam hal pengadaan dana desa (ADD) untuk
pembuatan septictank, sedangkan puskesmas memotivasi masyarakat
untuk membangun jamban sehat.

c. Penggerakan dan pelaksanaan program


Kegiatan pendataan dilakukan ke masing-masing rumah warga
berdasarkan per kepala keluarga yang dilakukan oleh pemegang

37
program bidang kesehatan lingkungan dibantu oleh jajarannya tetapi hal
ini belum berjalan secara maksimal dikarenakan wilayah jatilawang
yang sangat luas. Metode penyuluhan dan pemicuan tersebut cukup
efektif untuk mengetahui keadaan yang terjadi di masyarakat secara riil.
Akan tetapi hal ini juga tidak sepenuhnya efektif karena banyak
masyarakat yang masih belum menyadari perilaku BAB di jamban serta
masyarakat masih kekurangan dana untuk membangun jamban sehat.
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan awal tahun dan pelaporan hasil
evaluasi dilakukan setiap bulan oleh kader kesehatan lingkungan atau
jajarannya. Hal ini cukup efektif untuk mengetahui kondisi jamban
secara nyata.

d. Pengawasan dan penilaian (P3)


Pengawasan dan penilaian terhadap program jamban sehat di
wilayah puskesmas Jatilawang dilakukan oleh :

1) Kader kesehatan atau perangkat desa setempat di wilayah kerja


Puskesmas Jatilawang.
2) Bidan desa di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang
3) Bagian program Jamban Sehat Puskesmas Jatilawang
4) Supervisi atau pengawasan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas
3. Output
Desa yang menjadi sampel program jamban sehat adalah
Gunung Wetan karena berdasarkan data dasar puskesmas 2017
presentase kepemilikan jamban sehat paling rendah (28%) dibandingkan
desa lain di kecamatan Jatilawang. Hal ini menunjukkan bahwa belum
tercapainya target Jamban Sehat di desa Gunung Wetan, kecamatan
Jatilawang.

4. Outcome

38
Penyakit dapat timbul pada keadaan sanitasi lingkungan yang
buruk. Penyakit tersebut diantaranya diare, demam berdarah dengue,
dan malaria.

F. Alternatif Pemecahan Masalah


1. Man
Penambahan kader program penyehatan lingkungan jamban sehat
2. Money
Pengadaan koperasi penyehatan lingkungan jamban sehat yang berisi
tabungan dalam waktu tertentu yang sudah disepakati oleh masyarakat.
3. Methods
Koordinasi dengan pemerintah daerah untuk dilakukan aksi pembuatan
jamban. Contohnya dilakukan pembuatan jamban massal.
4. Minute
Program jamban Sehat dilakukan secara berkesinambungan
5. Proses
Mengubah perilaku masyarakat yang belum menyadari pentingnya
penggunaan jamban sehat.

G. Prioritas Pemacahan Masalah

NO Alternatif jalan keluar Efektivitas Efisiensi Jumlah


M I V C MxIxV/C
Penambahan kader program 5 2 3 4 7,5
penyehatan lingkungan jamban
sehat

Pengadaan koperasi penyehatan 5 4 2 3 13,3


lingkungan jamban sehat yang
berisi tabungan dalam waktu
tertentu yang sudah disepakati oleh

39
masyarakat.

Mengubah perilaku masyarakat 5 5 5 1 75


yang belum menyadari pentingnya
penggunaan jamban sehat.

Koordinasi dengan pemerintah 4 3 4 3 16


daerah untuk dilakukan aksi
pembuatan jamban. Contohnya
dilakukan pembuatan jamban
massal.

Program jamban Sehat dilakukan 3 4 3 3 12


secara berkesinambungan

40
BAB VI
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan
masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan
pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Upaya kesehatan wajib puskesmas
adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan
global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh
setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut
adalah upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan
ibu dan anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta upaya pengobatan
Masalah penyehatan lingkungan khususnya pada pembuangan tinja merupakan
salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas.
Berdasarkan data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa pembuangan akhir tinja
rumah tangga di Indonesia sebagian besar menggunakan tangki septic (66,0%)
dan masih terdapat rumah tangga dengan pembuangan akhir tinja tidak ke tangki
septik (SPAL, kolam/sawah, langsung ke sungai/danau/laut, langsung ke lubang
tanah, atau ke pantai/kebun). Berdasarkan data profil kesehatan puskesmas
jatilawang pada tahun 2016 masyarakat yang memiliki jamban terdata 9.333
jamban dengan leher angsa, namun hanya 6.836 jamban yang memenuhi syarat
(profil kesehatan puskesmas jatilawang, 2016). Berdasarkan data dasar
puskesmas jatilawang 2017 terdapat 3 desa yang mempunyai jamban sehat 100%
atau ODF dari 11 desa yang terdapat di kecamatan jatilawang. Dari hasil evaluasi
program yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan Program Jamban Sehat di
Puskesmas Jatilawang didapatkan Prioritas yang perlu diutamakan adalah desa
Gunung Wetan karena tingkat pencapaian jamban sehat sekitar 28 % dan salah

41
satu prioritas pemecahan masalah yang didapatkan adalah menngenai prubahan
perilaku pada masyarakat mengenai jamban sehat.

B. Saran
1. Memantau (supervise) kegiatan pengawasan jamban keluarga dengan cara
membandingkan dengan hasil tahun sebelumnya, juga bertanya kepada
pemegang dan pelaksana program mengenai kendala apa saja yang ditemui.
2. Memotivasi petugas kesehatan lingkungan untuk memberdayakan masyarakat
dalam inspeksi jamban keluarga.
3. Menggalakkan promosi kesehatan untuk memberikan penyuluhan yang
intensif kepada masyarakat tentang pentingnya sanitasi yang layak/jamban
sehat untuk daerah yang menjadi prioritas yaitu desa Gunung Wetan untuk
memacu perubahan perilaku tentang kepedulian mengenai jamban sehat
4. Melakukan perincian dana terhadap dana yang diterima dan dana yang
dikeluarkan untuk pengawasan jamban sehat.
5. Besar harapannya semoga melalui saran di atas dapat membantu berjalannya
program pengawasan jamban pada periode yang akan datang sehingga dapat
mencapai tingkat keberhasilan sesuai target yang diharapkan.

42
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia;2009.
Data dasar Kesehatan Puskesmas Jatilawang. 2017.

Departemen Kesehatan RI, 2004. Manajemen Puskesmas 2004. Penerbit Depkes


RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan Repuplik Indonesia, 2007. Pusat Promosi Kesehatan dalam


Pencapaian PHBS. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. ( 2008). Laporan Nasional Riset
Kesehatan Dasar. Jakarta: Pusat penelitian pengembangan kesehatan.

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. Buku Kumpulan Peraturan dan Pedoman
Teknis Kesehatan Lingkungan. Propinsi Jawa Barat. 2004
Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang. Buku Kumpulan Peraturan dan Pedoman
Teknis Kesehatan Lingkungan. Karawang : Kegiatan Pengembangan dan
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan APBD II; 2014.
Efendi. (2009). Manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Salemba
Medika.

Kementerian kesehatan RI (2008). Pusat Data dan Informasi. Jakarta selatan.

Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2011. Memastikan


Kelestarian Hidup. Jakarta : Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembanguan Nasional
(BAPPENAS);2012.h.86-9.
Mubarak, W, I & Chayatin, N (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar
dan Teori. Jakarta : Salemba Medika.

Notoadmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Edisi revisi 2011. Jakarta:
Rineka Cipta. 2011.
Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta

43
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3 Tahun 2014 Tentang
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 132 tahun 2013. Tentang Pelaksanaan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), 2013. Diunduh
darihttp://new.pamsimas.org/data/2013/suratedaran20Menke2013.pdf. 22
September 2014.
Trihono, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2010.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Diunduh
http://www.kesehatan.kebumenkab.go.id/data/lapriskesdas.pdf. 22
September 3014
Trihono. 2005. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta: CV
Sagung Seto

Trihono, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2013.


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Diunduh dari:
http://www.kesehatan.kebumenkab.go.id/data/lapriskesdas.pdf, 22
September 2014

UNICEF. Air, Lingkungan, Sanitasi dan Kebersihan. Jakarta : UNICEF.2012

WHO. Sustainable Development Global solutions Network (SDGs). Jakarta: United


Nation; 2015.

44

Anda mungkin juga menyukai