Skizotipal
Skizotipal
GANGGUAN KEPRIBADIAN
SKIZOTIPAL
Disusun oleh:
RIAMA MELISA LUMBAN TORUAN
110100258
Oleh:
RIAMA MELISA LUMBAN TORUAN
110100258
Pembimbing:
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan berkatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
psikiatri ini dengan baik. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dokter
pembimbing, yang telah bersedia menjadi pembimbing makalah ini.
Makalah psikiatri dengan judul “Ganggan kepribadian skizotipal” ini
merupakan syarat dalam menjalani Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa.
Dalam penyusunan makalah psikiatri ini, penulis mendapatkan banyak
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis
berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah
psikiatri ini baik dari segi isi maupun sistematika penulisan karena keterbatasan
kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Riama Melisa LT
110100258
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
iv
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
3
2.2 Epidemiologi
Studi penelitian pada komunitas gangguan kepribadian skizotipal
melaporkan bahwa prevalensi kasus tersebut dalam populasi klinis terlihat jarang
(0%-1.9%), dengan estimasi prevalensi tertinggi pada populasi umum sebesar
3.9% yang dilaporkan oleh National Epidemiologic Survey on Alcohol and
Related Conditions.
Berdasarkan studi prevalensi yang dilakukan di Amerika menunjukkan
bahwa prevalensi seumur hidup dari kasus gangguan kepribadian skizotipal ini
lebih banyak pada laki-laki, pada perempuan berkulit hitam, individu dengan
income yang rendah, dan individu dengan riwayat perceraian ataupun perpisahan.
2.3 Etiologi
Genetik
Pada penelitian yang dilakukan terhadap 15.000 pasangan kembar di
Amerika Serikat, antar-kembar monozigot, insidennya jauh lebih tinggi beberapa
kali dibandingkan kembar dizigot. Begitu juga dengan kembar monozigot baik
4
yang diasuh bersama ataupun yang diasuh terpisah akan menunjukkan kesamaan,
berupa ukuran kepribadian, temperamen, minat pekerjaan, pengisian waktu luang,
serta sikap sosial. Selain itu juga lazim juga ditemukan gangguan kepribadian
klaster A, terutama skizotipal ini pada pasien yang memiliki riwayat keluarga
penderita skizofrenia.
Psikososial
Pembentukan kepribadian terjadi selama masa pertumbuhan anak dan
paling sering di lingkungan rumah. Ketidaksempurnaan lingkungan rumah akan
mengarah ke pembentukan suatu gaya kepribadian. Lingkungan rumah yang
secara signifikan bersifat maladaptif, traumatis, dan merusak psikis anak dapat
berpotensi menimbulkan gangguan kepribadian yang beragam pada awal masa
dewasa. Hal-hal tersebut dapat berupa trauma berat yang terjadi di rumah, seperti
orang tua meninggal, kurangnya kehangatan emosional di rumah, dan rumah
seakan kaku, dingin, formal sehingga anggota keluarga hampir tidak merasa
aman. Selain itu, komunikasi antar orang tua yang terputus-putus, pola kebiasaan
orang tua untuk menginvestigasi anak dalam hal pemberian hukuman yang kurang
baik, dan tidak terpenuhinya tanggung jawab orang tua dalam merawat anak
menyebabkan komunikasi dan interaksi sosial antar anggota keluarga memburuk.
Pada beberapa keluarga, sering juga ditemukan orang tua yang memiliki
pengetahuan magis yang dapat memberikan pengajaran kepercayaan yang salah
pada anak. Hal inilah yang dapat berpotensi merusak pembentukan kepribadian
anak saat masih dalam masa perkembangan mental.
2.5 Diagnosis
stabil terus, walaupun gejala tersebut muncul pada individu dengan kepribadian
skizotipal, namun pada skizotipal biasanya berlangsung dalam waktu yang singkat
dan segera menghilang. Sedangkan perbedaan gangguan ini dengan gangguan
kepribadian paranoid adalah tidak tampak adanya tingkah laku yang aneh dan
ganjil pada individu dengan kepribadian paranoid. Pada paranoid terdapat khas
kecurigaan berlebihan, namun tidak didapatkan adanya perilaku yang aneh pada
pasien.
Pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal dan menghindar juga
menunjukkan gejala yang hampir sama, misalnya keanehan pasien yang dapat
dilihat dari perilaku, cara berpikir, persepsi dan komunikasi. Selain itu adanya
riwayat keluarga skizofrenia yang jelas juga terdapat pada gangguan kepribadian
menghindar. Adanya rasa takut terhadap penolakan karena pasien kehilangan
keinginan untuk membangun hubungan dengan orang lain. Pasien dengan
gangguan delusi dan gangguan mood juga menunjukkan dengan gambaran
psikosis. Perubahan kepribadian dan penyalahgunaan substansi kronis karena
kondisi medis umum juga dapat dipertimbangkan. Gangguan kepribadian skizoid
juga hampir menyerupai skizotipal, namun tidak disertai tingkah laku aneh,
eksentrik dan distorsi kognitif dan persepsi. Pada gangguan kepribadian narsisistik
juga menunjukkan hilangnya keinginan utk membentuk suatu hubungan dengan
alasan takut terlihat tidak sempurna di hadapan orang lain.
2.7 Tatalaksana
2.7.1 Psikoterapi
Klinisi harus sensitif saat menghadapi pasien dengan gangguan
kepribadian skizotipal. Terapis tidak boleh menganggap konyol aktivitas tersebut
atau menjadi bersikap menghakimi keyakinan atau aktivitas pasien dalam berpola
pikir yang aneh, bahkan beberapa terlibat dalam pemujaan, praktek religious yang
aneh, dan ilmu gaib. Psikoterapi yang digunakan dapat berupa psikoterapi
kelompok yang meliputi terapi suportif, terstruktur, dengan lingkungan terbatas,
terapi perilaku-kognitif, interpersonal, dan terapi keluarga. Terapi keluarga cukup
8
baik dilakukan pada pasien ini untuk membantu mengungkapkan pola komunikasi
berulang dan membantu keluarga mengerti bahwa gejala pasien pada
kenyataannya memiliki fungsi yang sangat penting di dalam mempertahankan
homeostasis suatu keluarga. Selain itu juga
2.7.2 Farmakoterapi
Menurut Paul Markovitz, jenis medikasi yang digunakan untuk pasien
skizotipal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu untuk pasien skizotipal yang lebih
terlihat seperti skizofrenia dalam kepercayaan dan perilakunya, mereka diobati
dengan dosis rendah antipsikotik, seperti thiothixene. Obat antipsikotik lebih baik
digunakan bersama dengan psikoterapi. Bagi pasien skizotipal yang lebih
mengarah ke obsesif-kompulsif diberikan SSRI, seperti Sertraline. Lamotigine
sebagai anticonvulsant dapat diberikan untuk gejala isolasi sosial yang
ditunjukkan pasien
Fluoxetine (Prozac) adalah contoh antidepresan yang dapat dipakai untuk
mengobati gejala gangguan kepribadian skizotipal. Antidepresan menyebabkan
efek samping berupa mual, diare, anoreksia, dan muntal sehingga anoreksi paling
lazim terjadi. Namun beberapa orang mengalami pertambahan berat badan. Selain
itu, efek sampingnya adalah ansietas pada minggu pertama, insomnia, mimpi
buruk,
Antidepresan juga berguna jika ada komponen depresif pada individu.
Pada penelitian open-label untuk percobaan fluoxetione pada sejumlah pasien
yang didiagnosa skizotipal dan menunjukan perbaikan pada gejala depresi,
ansietas, ansietas interpersonal, sensitivitas interpersonal, dan psikosis, namun
hanya 4 dai 22 pasien dengan skizotipal tanpa disertai kondisi komorbid dari
gangguan kepribadian borderline (Markowitz et al, 1991 dalam Herperts et al,
2007). Meskipun demikian, tidak ada evidens yang reliable untuk efikasi
antidepesan pada pengobatan gejala skizotipal.
Antipsikotik dapat menyebabkan efek samping seperti: kegelisahan, mulut
dan hidung kering, kembung, gangguan pencernaan, ketidaknyamanan terhadap
suhu dingin, nyeri sendi atau otot, kuku dan rambut rapuh atau rambut, kesadaran
menurun, oliguria, dan kejang-kejang.
2.8 Prognosis
9
BAB III
KESIMPULAN
atau terlalu terinci). Pasien juga cenderung memiliki kecurigaan yang berlebihan
atau gagasan paranoid dan afek menyempit atau tidak sesuai. Perilaku atau
penampilan pasien juga eksentrik atau aneh. Pasien memiliki ansietas sosial yang
berlebihan dan tidak menghilang dengan keakraban serta cenderung disertai
dengan rasa takut paranoid daripada penilaian negatif mengenai diri sendiri
sehingga pasien cenderung tidak memiliki teman dekat atau orang kepercayaan.
Terapi yang diberikan untuk pasien dengan skizotipal adalah psikoterapi
dikombinasikan dengan farmakoterapi. Psikoterapi yang digunakan dapat berupa
psikoterapi kelompok yang meliputi terapi suportif, terstruktur, dengan
lingkungan terbatas, terapi perilaku-kognitif, interpersonal, dan terapi keluarga. 10
persen pasien gangguan kepribadian skizotipal melakukan bunuh diri. Akan tetapi,
beberapa pasien dapat mempertahankan kepribadian skizotipal yang stabil
sepanjang hidup mereka sehingga mereka dapat beraktivitas seperti orang sehat di
luar keanehan mereka tersebut. Namun, apabila pasien skizotipal tidak diterapi
dan difollow dengan baik, maka pasien dapat mengembangkan suatu gejala
psikosis baik waham ataupun halusinasi yang akan mengarah ke skizofrenia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2012: h.372-373.
2. Arif, IS. Dinamika Kepribadian, Gangguan dan Terapinya (Understanding
the Unconscious). Bandung: Penerbit PT. Refika Aditama. Cetakan
Pertama. 2005: h.76.
3. Halgin, RP., Whitbourne, SK. Abnormal Psychology: The Human
Experience of Psychological Disorders). United States of America: Library
Congress Catalog Card Number: 9684120. 1997: p.190.
4. American Psychiatrist Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV), Text Revision. Washington
D.C; 2000: p. 697-701.
11