Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKIATRI

GANGGUAN KEPRIBADIAN
SKIZOTIPAL

Disusun oleh:
RIAMA MELISA LUMBAN TORUAN
110100258

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
ii

GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOTIPAL

Karya Tulis ini dibuat untuk melengkapi persyaratan


Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh:
RIAMA MELISA LUMBAN TORUAN
110100258

Pembimbing:

dr.Mustafa Mahmud Amin, M.Ked, K.J., M.Sc., Sp.K.J

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
KATA PENGANTAR
iii

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan berkatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
psikiatri ini dengan baik. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dokter
pembimbing, yang telah bersedia menjadi pembimbing makalah ini.
Makalah psikiatri dengan judul “Ganggan kepribadian skizotipal” ini
merupakan syarat dalam menjalani Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa.
Dalam penyusunan makalah psikiatri ini, penulis mendapatkan banyak
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis
berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah
psikiatri ini baik dari segi isi maupun sistematika penulisan karena keterbatasan
kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2015


Penulis,

Riama Melisa LT
110100258

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
iv

1.2 Tujuan Penulisan............................................................................ 2


BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Definisi........................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi.................................................................................. 3
2.3 Etiologi........................................................................................... 4
2.4 Gambaran Klinis............................................................................ 8
2.5 Diagnosis....................................................................................... 9
2.6 Diagnosis Banding......................................................................... 12
2.7 Tatalaksana..................................................................................... 12
2.8 Prognosis........................................................................................ 15
BAB III KESIMPULAN................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 18
LAMPIRAN
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu penyakit terjadi tidak hanya dikarenakan adanya kelainan pada
fisiologi tubuh seseorang, namun juga karena adanya gangguan psikologis.
Gangguan psikologis atau gangguan kejiwaan telah banyak ditemui di tengah
masyarakat, mulai ringan hingga berat. Salah satu masalah kejiwaan yang masih
kurang dipahami masyarakat adalah gangguan kepribadian.
Kepribadian digunakan sebagai label deskriptif untuk perilaku seorang
individu yang dapat diamati secara objektif dan pengalaman interna yang
dilaporkan secara subjektif. Apabila pengalaman subjektif tersebut berlangsung
lama, menyimpang standar budaya, memiliki onset pada masa remaja atau dewasa
awal, maladaptif dan menimbulkan ketidakbahagiaan, maka dapat dinyatakan
sebagai gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian dibagi menjadi tiga
kelompok dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-
IV-TR). Kelompok A mencakup paranoid, schizoid, dan skizotipal. Kelompok B
terdiri atas gangguan kepribadian antisosial, ambang, histrionik, dan narsisistik.
Kelompok C berupa gangguan kepribadian menghindar, bergantung,dan obsesif-
kompulsif, serta satu kategori yang dikenal sebagai gangguan kepribadian yang
tidak tergolongkan seperti gangguan pasif-agresif dan gangguan kepribadian
depresif. Gangguan kepribadian ini selanjutnya diberi kode pada diagnosis aksis II
di DSM-IV-TR.

Salah satu contoh gangguan kepribadian adalah skizotipal. Skizotipal


merupakan salah satu gangguan kepribadian yang termasuk dalam kepribadian
kelompok A menurut (DSM-IV-TR). Individu yang tergolong pada kelompok ini
sering dianggap sebagai orang yang aneh dan eksentrik dan dikenal sebagai
individu dengan paranoid yang berlebihan, terutama untuk hal sosial dan
interpersonal. Pasien sering bermasalah dalam membangun relasi dengan orang
lain. Pasien berinteraksi dengan orang lain saat mereka perlu, namun mereka akan
tetap merasa berbeda dan tidak nyaman. Mereka kerap merasa cemas di tengah
2

keramaian, walaupun sedang dalam pertemuan dengan keluarga ataupun kerabat


akrabnya. Ini menyebabkan individu tersebut cenderung tidak memiliki teman
dekat atau kerabat.

Gangguan kepribadian skizotipal dilaporkan terjadi pada sekitar 3% dari


populasi umum. Berdasarkan penelitian juga dilaporkan bahwa 10 persen dari
individu dengan kepribadian skizotipal akhirnya melakukan bunuh diri.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan belum diketahui secara pasti.
Gangguan kepribadian ini lebih banyak muncul pada sesama kembar monozigot
dan pada pasien yang memiliki hubungan secara biologis dengan pasien penderita
skizofrenia.

Kepribadian skizotipal adalah titik awal atau pemicu yang memungkinkan


seorang individu menderita skizofenia. Di sisi lain, banyak pula individu yang
memiliki kepribadian skizotipal kondisinya tidak memburuk (misalnya mengarah
ke skizofrenia) dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari, walaupun dengan
keanehannya tersebut. Apabila pasien tidak ditata laksana dengan tepat, maka
pasien akan mulai membangun suatu gejala psikotik, baik berupa waham ataupun
halusinasi.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
- Menelaah lebih dalam tentang tinjauan teoritis gangguan kepribadian
skizotipal
- Memaparkan pembahasan klinis mengenai skizotipal dari segi terminologis,
etiologi, kriteria diagnostik, penatalaksanaan serta prognosis kejadian.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
3

Gangguan kepribadian skizotipal adalah suatu gangguan psikiatri yang


tergolong serius, dimana gambaran pentingnya adalah pola defisit sosial dan
interpersonal pervasif yang ditandai dengan ketidaknyamanan mendadak dengan
orang lain dan berkurangnya kapasitas untuk membangun suatu hubungan yang
dekat. Pasien skizotipal menunjukkan bentuk distorsi kognitif serta persepsi dan
perilaku eksentrik yang dimulai pada masa dewasa awal. Individu dengan
gangguan kepribadian skizotipal biasanya tampak aneh dan sangat mencolok.
Mereka memiliki pemikiran yang ajaib/magis, ide-ide yang ganjil, ilusi, dan
derealisasi yang biasa mereka tunjukkan berupa kepercayaan pada indera ke
enam, telepati, merasa bahwa dirinya memiliki kekuatan pikiran, serta memiliki
fantasi yang aneh. Kadangkala isi pikiran mereka dipenuhi fantasi yang berkaitan
dengan ketakutan dan fantasi yang biasanya hanya muncul pada masa kanak-
kanak.

2.2 Epidemiologi
Studi penelitian pada komunitas gangguan kepribadian skizotipal
melaporkan bahwa prevalensi kasus tersebut dalam populasi klinis terlihat jarang
(0%-1.9%), dengan estimasi prevalensi tertinggi pada populasi umum sebesar
3.9% yang dilaporkan oleh National Epidemiologic Survey on Alcohol and
Related Conditions.
Berdasarkan studi prevalensi yang dilakukan di Amerika menunjukkan
bahwa prevalensi seumur hidup dari kasus gangguan kepribadian skizotipal ini
lebih banyak pada laki-laki, pada perempuan berkulit hitam, individu dengan
income yang rendah, dan individu dengan riwayat perceraian ataupun perpisahan.

2.3 Etiologi
 Genetik
Pada penelitian yang dilakukan terhadap 15.000 pasangan kembar di
Amerika Serikat, antar-kembar monozigot, insidennya jauh lebih tinggi beberapa
kali dibandingkan kembar dizigot. Begitu juga dengan kembar monozigot baik
4

yang diasuh bersama ataupun yang diasuh terpisah akan menunjukkan kesamaan,
berupa ukuran kepribadian, temperamen, minat pekerjaan, pengisian waktu luang,
serta sikap sosial. Selain itu juga lazim juga ditemukan gangguan kepribadian
klaster A, terutama skizotipal ini pada pasien yang memiliki riwayat keluarga
penderita skizofrenia.
 Psikososial
Pembentukan kepribadian terjadi selama masa pertumbuhan anak dan
paling sering di lingkungan rumah. Ketidaksempurnaan lingkungan rumah akan
mengarah ke pembentukan suatu gaya kepribadian. Lingkungan rumah yang
secara signifikan bersifat maladaptif, traumatis, dan merusak psikis anak dapat
berpotensi menimbulkan gangguan kepribadian yang beragam pada awal masa
dewasa. Hal-hal tersebut dapat berupa trauma berat yang terjadi di rumah, seperti
orang tua meninggal, kurangnya kehangatan emosional di rumah, dan rumah
seakan kaku, dingin, formal sehingga anggota keluarga hampir tidak merasa
aman. Selain itu, komunikasi antar orang tua yang terputus-putus, pola kebiasaan
orang tua untuk menginvestigasi anak dalam hal pemberian hukuman yang kurang
baik, dan tidak terpenuhinya tanggung jawab orang tua dalam merawat anak
menyebabkan komunikasi dan interaksi sosial antar anggota keluarga memburuk.
Pada beberapa keluarga, sering juga ditemukan orang tua yang memiliki
pengetahuan magis yang dapat memberikan pengajaran kepercayaan yang salah
pada anak. Hal inilah yang dapat berpotensi merusak pembentukan kepribadian
anak saat masih dalam masa perkembangan mental.

2.4 Gambaran Klinis


Orang dengan gangguan kepribadian skizotipal akan menunjukan suatu
bentuk komunikasi dan pikiran yang terganggu. Meskipun tidak ada gangguan
pikiran sebenarnya, namun pembicaraan mereka bersifat khas dan aneh yang
hanya dapat dimengerti maknanya oleh sesama pasien sendiri dan sering
membutuhkan interpretasi terlebih dahulu. Salah satu khas dari gambaran pasien
5

skizotipal adalah adanya kepercayaan pasien terhadap tahayul dan keyakinan


bahwa kekuatan peramal itu ada dan merek percaya bahwa mereka memiliki
kekuatan khusus lain berupa pikiran. Pasien juga cenderung memiliki dunia
sendiri yang berisi khayalan dan ketakutan layaknya seperti anak-anak. Pasien
juga kerap mengakui adanya ilusi persepsi atau makropsia, misalnya melihat
orang lain tampak seperti kayu.

Individu dengan gangguan skizotipal mungkin tidak mengetahui perasaan


mereka sendiri namun sangat sensitif terhadap perasaan atau reaksi orang lain
terhadap dirinya, terutama reaksi yang negatif seperti rasa marah atau tidak
senang. Kadangkala cara bicara mereka sangat aneh dan ganjil sehingga hanya
diri mereka sendiri yang mampu mengerti artinya. Khas lain dari pasien dengan
gangguan kepribadian skizotipal adalah mereka memiliki kemampuan yang
rendah dalam berinteraksi dengan orang lain sehingga hubungan interpersonalnya
buruk sekali. Mereka terisolasi secara sosial. Tingkah laku yang aneh itu akhirnya
membuat mereka kerap dikucilkan dan tidak memiliki banyak teman.

Gejala gangguan kepribadian skizotipal ini menunjukan suatu bentuk laten


dari skizofrenia. Apabila berada di bawah tekanan, pasien skizotipal akan dapat
mengembangkan tingkah laku psikotik dan akan tampak seperti penderita
skizofrenia, hanya bedanya pada individu ini gejala psikotik tersebut hanya
tampak dalam waktu yang singkat dan segera menghilang. Kadangkala terapis
harus lebih berhati-hati menegakkan antara skizotipal atau skizofrenia. Pasien
dengan gejala yang lebih berat dapat megalami depresi dan anhedonia.

2.5 Diagnosis

Pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal sulit dianamnesis dikarenakan


cara berkomunikasi kepada pasien yang tidak lazim. Namun, kasus ini dapat
didiagnosis dari gejalanya, berupa keanehan berpikir, perilaku, dan penampilan
pasien. Berikut adalah kriteria diagnostik skizotipal.
6

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Kepribadian Skizotipal


A. Pola defisit sosial dan interpersonal pervasif yang ditandai dengan
ketidaknyamanan mendadak dan berkurangnya kapasitas untuk membangun
hubungan yang dekat disertai distorsi kognitif serta persepsi dan perilaku
eksentrik yang dimulai pada masa dewasa awal dan dalam berbagai konteks
kehidupan, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) hal berikut ini:
(1) ide-ide referensi (tidak termasuk waham rujukan)
(2) keyakinan aneh atau pikiran magis yang memengaruhi perilaku dan tidak
konsisten dengan norma subkultural (cth., keyakinan pada tahayul, telepati,
peramal, atau “indera keenam”; pada anak dan dewasa, khayalan atau preokupasi
yang bizar)
(3) pengalaman persepsi yang tidak baisa, termasuk ilusi yang berkaitan dengan
tubuh
(4) pikiran dan pembicaraan yang aneh (cth., samar berputar, metaforis,
stereotipik, atau terlalu terinci)
(5) kecurigaan atau gagasan paranoid
(6) afek menyempit atau tidak sesuai
(7) perilaku atau penampilan ganjil, eksentrik, atau aneh
(8) tidak memiliki teman dekat atau orang kepercayaan
(9) ansietas sosial yang berlebihan dan tidak menghilang dengan keakraban dan
cenderung disertai dengan rasa takut paranoid daripada penilaian negatif
mengenai diri sendiri
B. Tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan skizofrenia, gangguan mood
dengan ciri psikotik,atau gangguan psikotik lainnya serta tidak disebabkan oleh
efek fisiologis langsung atau suatu keadaan medis umum
Catatan: jika kriteria terpenuhi sebelum onset skizofrenia, tambahkan
“pramorbid”, cth “ gangguan kepribadian skizotipal (pramorbid)

2.6 Diagnosis Banding


Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal dapat dibedakan dengan
pasien skizofrenia dengan tidak adanya gejala psikotik yang berlangsung lama dan
7

stabil terus, walaupun gejala tersebut muncul pada individu dengan kepribadian
skizotipal, namun pada skizotipal biasanya berlangsung dalam waktu yang singkat
dan segera menghilang. Sedangkan perbedaan gangguan ini dengan gangguan
kepribadian paranoid adalah tidak tampak adanya tingkah laku yang aneh dan
ganjil pada individu dengan kepribadian paranoid. Pada paranoid terdapat khas
kecurigaan berlebihan, namun tidak didapatkan adanya perilaku yang aneh pada
pasien.
Pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal dan menghindar juga
menunjukkan gejala yang hampir sama, misalnya keanehan pasien yang dapat
dilihat dari perilaku, cara berpikir, persepsi dan komunikasi. Selain itu adanya
riwayat keluarga skizofrenia yang jelas juga terdapat pada gangguan kepribadian
menghindar. Adanya rasa takut terhadap penolakan karena pasien kehilangan
keinginan untuk membangun hubungan dengan orang lain. Pasien dengan
gangguan delusi dan gangguan mood juga menunjukkan dengan gambaran
psikosis. Perubahan kepribadian dan penyalahgunaan substansi kronis karena
kondisi medis umum juga dapat dipertimbangkan. Gangguan kepribadian skizoid
juga hampir menyerupai skizotipal, namun tidak disertai tingkah laku aneh,
eksentrik dan distorsi kognitif dan persepsi. Pada gangguan kepribadian narsisistik
juga menunjukkan hilangnya keinginan utk membentuk suatu hubungan dengan
alasan takut terlihat tidak sempurna di hadapan orang lain.

2.7 Tatalaksana
2.7.1 Psikoterapi
Klinisi harus sensitif saat menghadapi pasien dengan gangguan
kepribadian skizotipal. Terapis tidak boleh menganggap konyol aktivitas tersebut
atau menjadi bersikap menghakimi keyakinan atau aktivitas pasien dalam berpola
pikir yang aneh, bahkan beberapa terlibat dalam pemujaan, praktek religious yang
aneh, dan ilmu gaib. Psikoterapi yang digunakan dapat berupa psikoterapi
kelompok yang meliputi terapi suportif, terstruktur, dengan lingkungan terbatas,
terapi perilaku-kognitif, interpersonal, dan terapi keluarga. Terapi keluarga cukup
8

baik dilakukan pada pasien ini untuk membantu mengungkapkan pola komunikasi
berulang dan membantu keluarga mengerti bahwa gejala pasien pada
kenyataannya memiliki fungsi yang sangat penting di dalam mempertahankan
homeostasis suatu keluarga. Selain itu juga

2.7.2 Farmakoterapi
Menurut Paul Markovitz, jenis medikasi yang digunakan untuk pasien
skizotipal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu untuk pasien skizotipal yang lebih
terlihat seperti skizofrenia dalam kepercayaan dan perilakunya, mereka diobati
dengan dosis rendah antipsikotik, seperti thiothixene. Obat antipsikotik lebih baik
digunakan bersama dengan psikoterapi. Bagi pasien skizotipal yang lebih
mengarah ke obsesif-kompulsif diberikan SSRI, seperti Sertraline. Lamotigine
sebagai anticonvulsant dapat diberikan untuk gejala isolasi sosial yang
ditunjukkan pasien
Fluoxetine (Prozac) adalah contoh antidepresan yang dapat dipakai untuk
mengobati gejala gangguan kepribadian skizotipal. Antidepresan menyebabkan
efek samping berupa mual, diare, anoreksia, dan muntal sehingga anoreksi paling
lazim terjadi. Namun beberapa orang mengalami pertambahan berat badan. Selain
itu, efek sampingnya adalah ansietas pada minggu pertama, insomnia, mimpi
buruk,
Antidepresan juga berguna jika ada komponen depresif pada individu.
Pada penelitian open-label untuk percobaan fluoxetione pada sejumlah pasien
yang didiagnosa skizotipal dan menunjukan perbaikan pada gejala depresi,
ansietas, ansietas interpersonal, sensitivitas interpersonal, dan psikosis, namun
hanya 4 dai 22 pasien dengan skizotipal tanpa disertai kondisi komorbid dari
gangguan kepribadian borderline (Markowitz et al, 1991 dalam Herperts et al,
2007). Meskipun demikian, tidak ada evidens yang reliable untuk efikasi
antidepesan pada pengobatan gejala skizotipal.
Antipsikotik dapat menyebabkan efek samping seperti: kegelisahan, mulut
dan hidung kering, kembung, gangguan pencernaan, ketidaknyamanan terhadap
suhu dingin, nyeri sendi atau otot, kuku dan rambut rapuh atau rambut, kesadaran
menurun, oliguria, dan kejang-kejang.

2.8 Prognosis
9

Gangguan kepribadian skizotipal yang disertai gangguan kepribadian


borderline, dependen dan menghindar berhubungan dengan kejadian skizofrenia
atau episode psikosis. Skizotipal sama dengan gangguan kepribadian borderline,
dependen, dan menghindar, yaitu merupakan komponen dari spectrum
skizofrenia. Gejala ini dapat berkembang menjadi psikosis jika individu tersebut
terpapar dengan tantangan hidup yang sulit sehingga mengharuskan mereka
berhadapan dengan kenyataan yang ada. Suatu studi penelitan telah dilakukan
untuk melihat follow up dari pasien dengan kriteria bentuk laten skizofrenia
selama 15 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa individu dengan skizotipal lebih
banyak yang mengarah ke skizofrenia daripada gangguan kepribadian borderline.
Studi yang dilakukan oleh Thomas McGlashan melaporkan bahwa 10
persen pasien gangguan kepribadian skizotipal akhirya melakukan bunuh diri.
Studi retrospektif menunjukan bahwa banyak pasien yang dianggap skizofrenia,
sebenarnya memiliki gangguan kepribadian skizotipal, dan menurut pemikiran
klinis terkini, skizotipal adalah kepribadian pramobid pasien dengan skizofrenia.
Meskipun demikian, beberapa orang tetap mempertahankan kepribadian skizotipal
yang dapat stabil sepanjang hidup mereka sehingga mereka dapat beraktivitas
seperti orang sehat di luar keanehan mereka tersebut.

BAB III
KESIMPULAN

Gangguan kepribadian skizotipal adalah suatu gangguan yang memiliki


khas pola meresap defisit sosial dan interpersonal yang ditandai dengan
ketidaknyamanan akut, mengurangi kapasitas hubungan dekat, distorsi persepsi
kognitif, dan eksentrisitas perilaku. Prevalensi kejadiannya adalaha sebanyak 3%
dari populasi umum. Pasien dengan skizotipal akan menunjukkan gejala berupa
adanya ide-ide referensi yang dikemukakannya, keyakinan aneh atau pikiran
magis yang mempengaruhi perilaku, misalnya keyakinan pada tahayul, peramal,
atau “indera keenam”. Pasien juga mengemukakan pengalaman persepsi yang
tidak biasa, termasuk ilusi yang berkaitan dengan tubuh. Selain itu, pikiran dan
pembicaraan pasien tergolong aneh (cth., samar berputar, metaforis, stereotipik,
10

atau terlalu terinci). Pasien juga cenderung memiliki kecurigaan yang berlebihan
atau gagasan paranoid dan afek menyempit atau tidak sesuai. Perilaku atau
penampilan pasien juga eksentrik atau aneh. Pasien memiliki ansietas sosial yang
berlebihan dan tidak menghilang dengan keakraban serta cenderung disertai
dengan rasa takut paranoid daripada penilaian negatif mengenai diri sendiri
sehingga pasien cenderung tidak memiliki teman dekat atau orang kepercayaan.
Terapi yang diberikan untuk pasien dengan skizotipal adalah psikoterapi
dikombinasikan dengan farmakoterapi. Psikoterapi yang digunakan dapat berupa
psikoterapi kelompok yang meliputi terapi suportif, terstruktur, dengan
lingkungan terbatas, terapi perilaku-kognitif, interpersonal, dan terapi keluarga. 10
persen pasien gangguan kepribadian skizotipal melakukan bunuh diri. Akan tetapi,
beberapa pasien dapat mempertahankan kepribadian skizotipal yang stabil
sepanjang hidup mereka sehingga mereka dapat beraktivitas seperti orang sehat di
luar keanehan mereka tersebut. Namun, apabila pasien skizotipal tidak diterapi
dan difollow dengan baik, maka pasien dapat mengembangkan suatu gejala
psikosis baik waham ataupun halusinasi yang akan mengarah ke skizofrenia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2012: h.372-373.
2. Arif, IS. Dinamika Kepribadian, Gangguan dan Terapinya (Understanding
the Unconscious). Bandung: Penerbit PT. Refika Aditama. Cetakan
Pertama. 2005: h.76.
3. Halgin, RP., Whitbourne, SK. Abnormal Psychology: The Human
Experience of Psychological Disorders). United States of America: Library
Congress Catalog Card Number: 9684120. 1997: p.190.
4. American Psychiatrist Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV), Text Revision. Washington
D.C; 2000: p. 697-701.
11

5. American Psychiatrist Association. Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders Fifth Edition (DSM-V).Washington D.C; 2013: p. 655-
659.
6. MARET Systems International. Schizotypal Personality Style and
Disorder. In: Understanding Personality Style and Disorder for Pastoral
Counseling. MARET Educational Series; 2006. Available in:
http://maretwebproject.com/users/docs/ schizotypal.pdf (Accessed: March
12th, 2015
7. Herpertz, SC., Zanarini, M., Schulz, CS., et al. Review: World Federation
of Societies of Biological Psychiatry (WFSBP) Guidelines for Biological
for Biological Treatment of Personality Disorders. The World Journal of
Biological Psychiatry. Germany; 2007: p.231-232

Anda mungkin juga menyukai