Hidup Ini. Hapuskan Air Mata Dan Berikanlah Senyuman.
Kadangkala Senyum Terindah Datang Setelah Air Mata
Penuh Luka ~
KETIKA SAYA, DIKRITIK MAHASISWA …
BACAAN INSPIRATIF :
BUKAN ungkapan langka jika ada orang berkata ; jadi dosen itu enak, tinggal bagikan copy‑an bahan ajar, suruh
mahasiswa diskusikan. Beres, bukan?. Dosen semacam itu lebih tepat disebut “distributor bahan ajar”. Ia bukanlah
dosen apalagi pendidik — jika dikaitkan akan arti harfiah profesi seorang dosen. Karena apapun aktifitas
perkuliahan, dosen wajib mendampingi mahasiswanya, ia sebagai tutor, fasilitator dan learning guide.
Meskipun seperti saat ini, dosen dan sahabat‑sahabatku, lagi disibukkan dengan berbagai tugas dan kewajibannya
untuk mengisi Form Evaluasi Kinerja Dosen (EKD), Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), dan ditambah lagi tugas
ekstra para Dosen, kolegaku – harus mencari dan mengotak‑atik lagi dokumen‑dokumen lama mulai dari SK CPNS
80%, sejak diangkat sebagai PNS sampai SK Pangkat/Golongan terakhir, sebagai kelengkapan Administrasi PNS
Karena Para Dosen telah “pindah rumah” dari Departemen Pendidikan Nasional ke “rumah baru”, yaitu
Departemen Riset dan Pendidikan Tinggi.
Seharusnya, para dosen kita tidak perlu repot‑repot lagi untuk memfotocopy dokumen lama, karena semua yang
https://variyaka.wordpress.com/ketikasayadikritikmahasiswa/ 1/6
2/13/2018 KETIKA SAYA, DIKRITIK MAHASISWA … | VARIYAKA Blog
Seharusnya, para dosen kita tidak perlu repot‑repot lagi untuk memfotocopy dokumen lama, karena semua yang
diperlukan itu sudah ada di file masing‑masing dosen di tingkat fakultas atau pada SIMPEG di tingkat
Universitas. Ya, kita mau gimana lagi, terpaksa mengikuti “perintah pimpinan” dan harus dilaksanakan dalam
batas waktu yang telah ditentukan. Begitulah gaya birokrasi kita saat ini, sistem manajemen kaget. Hampir Tiap
saat kita dikagetkan dengan berbagai aturan, peraturan dan undang‑undang yang muncul secara mendadak.
Hhmmm…. Sesibuk apapun dosen, tugas mengajar dan membimbing mahasiswa tidak boleh diabaikan. Entahlah..,
pemikiran itu mungkin hanya menurut pendapat saya pribadi.
Hari ini – di ruangan kuliah – saya ajukan sebuah pertanyaan ringan dan santai kepada mahasiswa saya : “Bahan
ajar apa yang hendak saya sampaikan pada pertemuan kita kali ini?”. Tak seorangpun menjawab dengan benar,
malah ada yang tidak tahu. Padahal soft copy or hard copy telah saya bagikan sejak “TM” (Tatap Muka) kuliah
pertama. Selanjutnya saya bertanya lagi : “Kemampuan apa yang Saudara‑saudari peroleh setelah mengikuti
Kuliah Tatap Muka ini?”. Sayapun berkata kepada mereka, Saudara‑saudari tak perlu jawab sebab pertanyaan awal
saya juga telah membingungkan Saudara‑saudari. Mari kita mulai saja kuliah, Saya hari ini memulai kuliah
dengan Pokok Bahasan : “Sehat, Perilaku Individu, dan Keturunan dalam Perspektif Teori Humaniora”.
Saya tidak kaget dengan fenomena seperti ini. Sayapun tak menyalahkan mereka sebab mungkin saja GBRP –
Garis Besar Rancangan Pembelajaran – itu tak dianggap penting oleh mahasiswa. Bisa saja yang disebut penting
oleh mereka — adalah kehadiran, ikut kuliah, UTS atau UAS dan selanjutnya dapat nilai bagus. Ini kerap terjadi
tiap semester di kampus tempat saya mengabdi, entahlah, kalau di kampus lain ? Mungkin sama saja – di Kampus
lain juga hal seperti itu, sudah lazim terjadi. Begitulah kata teman‑teman yang seprofesi denganku.
Hari ini saya dikritik seorang mahasiswa tentang materi kuliah yang saya berikan. Ia acungkan tangan dan
menegaskan bahwa ia tak setuju dengan teori Sehat dan Perilaku Individu dihubungkan dengan Keturunan (dalam
bahasa ilmiah disebut : genetika). Sanggahan ini membuat teman‑teman di sampingnya merasa grogi, takut dan
wajahnya pucat.
https://variyaka.wordpress.com/ketikasayadikritikmahasiswa/ 2/6
2/13/2018 KETIKA SAYA, DIKRITIK MAHASISWA … | VARIYAKA Blog
Saya pribadi terdiam, sambil menanti argumentasi dari sang mahasiswa tersebut. “Jika benar garis “keturunan
atau genetik” sangat berpengaruh terhadap sebuah keluarga atau individu itu, maka seharusnya, Prof. Dr. Ing.
BJ.Habibie tak perlu menyekolahkan lagi Akbar dan Ilham Habibie. Tanpa sekolahpun Akbar dan Ilham Habibie
akan pintar seperti ayahnya. Toh ini keturunan/genetika‑nya.
Tapi kenapa Akbar dan Ilham masih disekolahkan?”. “Bahkan, Pak”, lanjutnya lagi. “Almarhumah menteri
kesehatan kita, penyakitnya tidak diwarisi dari ayah ibunya”, timpalnya lagi. Saya tak menyoroti
argumentasi/kritikan mahasiswa ini, yang saya salut darinya, sebab ia mau, mampu dan berani mengungkapkan
isi pikirannya di hadapan saya dan rekan‑rekan mahasiswa lainnya. Mahasiswa tersebut seingat saya — sudah
pernah ikut matakuliah saya, setahun silam. Dia rajin kuliah, ikut UTS dan UAS.
https://variyaka.wordpress.com/ketikasayadikritikmahasiswa/ 3/6
2/13/2018 KETIKA SAYA, DIKRITIK MAHASISWA … | VARIYAKA Blog
Saya penasaran, ada apa dengannya. Setelah Usai kuliah, saya ajak dia ke ruangan. Saya siapkan kursi untuknya,
saya memang sangat membutuhkan mahasiswa seperti ini. Butuh penjelasan darinya. Oh, ternyata, ia tidak lulus
mata kuliah saya tahun lalu. Iapun duduk dengan sopannya. Saya ambil arsip perkuliahan dan daftar nilai di filing
cabinet. Saya buka‑buka, ternyata ia memang TIDAK LULUS. Sayapun menutup arsip itu, bertanya
kepadanya: “Ada yang aneh menurut saya. Anehnya, kok Anda tidak lulus mata kuliah Bapak tahun
lalu?”. Ia menghela nafas, memperbaiki posisi duduknya. Saya paham, ada sesuatu yang ia hendak sampaikan
secara serius dan penuh hati‑hati. Dari raut wajahnya kelihatan mahasiswa ini berani untuk mengungkapkan
sebuah kejujuran. Saya suka mahasiswa semacam ini. Ini jawaban mahasiswaku tadi : “Saya pantas tidak lulus.
Sebab, soal‑soal Bapak tahun lalu tidak sejalan dengan pikiran saya. Teman‑teman saya lulus karena
antara soal dengan jawaban relevan. Relevan dengan text book. Saya pun bisa lulus, jika saya mau,
Pak”.
Saya simak ucapan‑ucapan mahasiswaku ini. Saya persilakan dia untuk melanjutkannya, “Tapi saya minta maaf
Pak, saya tidak mahir dan cerdas dalam menjawab pertanyaan yang text book. Saya menyukai
pertanyaan yang terbuka dan tidak mengekang kreatifitas untuk berpikir. Penulis buku dalam text
book itu sesuai pikiran penulis. Pemikirannya berbeda dengan saya, Pak. Saya pun menjawab soal‑
soal Bapak tahun lalu didasarkan pada pikiran saya. Pikiran saya dinilai salah, sehingga saya tidak
lulus. Sedangkan pemikiran penulis buku dalam text book itu dinilai benar. Buat saya, tak ada yang
absolut di dalam text book. Perkara lulus atau tidak lulus, tidak ada kaitannya dengan soal
kebodohan atau kepintaran.
Makanya Pak, menurut saya pribadi, Nilai Akreditasi sebuah institusi‑pun, tidak ada hubungannya dengan
kecerdasan dan Nilai Ijazah Mahasiswa atau Alumninya. Banyak teman‑teman mahasiswa kita yang predikat
kelulusannya “Cum Laude dan Terpuji”, Tapi Nilai Akreditasi tempat ia menuntut ilmu masih berkategori rendah
(C). Ini Pak, hanya soal pikiran atau pandangan saja yang berbeda.
https://variyaka.wordpress.com/ketikasayadikritikmahasiswa/ 4/6
2/13/2018 KETIKA SAYA, DIKRITIK MAHASISWA … | VARIYAKA Blog
Begitu juga seperti Saya menjawab soal dari Bapak tahun lalu dengan pikiran saya sendiri. Saya puas
melakukannya, walau saya tidak lulus. Saya sangat puas dan bangga, Pak”. Karena saya telah melakukan dengan
baik berdasarkan kejujuran sebuah hati dan kemerdekaan jiwa.
Ucapan panjang mahasiswa saya hari ini membuat diriku tertunduk dan bertafakkur. Baru kali ini saya
mendapatkan kritikan terbuka. Tiada alasan bagi saya untuk menolak kritikan mahasiswa ini, saya salut dan
bangga dengannya. Bergegas saya ambil arsip daftar nilai. Berkatalah saya kepadanya: “Maaヷ�an saya, Mungkin,
Bapak yang salah dan keliru. Tidak ada manusia yang sempurna, sehebat dan sepintar apapun, pasti manusia bisa
saja salah dan keliru. Terbuka mata, Bapak sadar dan menyadari sekarang, setelah Anda menjelaskan pendapat
Anda. Anda tak perlu ikut kuliah saya lagi. Saya memiliki hak prerogatif untuk mengubah nilai Anda. Dan saya
sendiri yang akan mengurusnya di bagian akademik/pengajaran atau pihak Dekanat”.
https://variyaka.wordpress.com/ketikasayadikritikmahasiswa/ 5/6
2/13/2018 KETIKA SAYA, DIKRITIK MAHASISWA … | VARIYAKA Blog
“Maaヷ�an saya, Pak. Saya tetap akan ikut kuliah bersama Bapak. Saya bukan penuntut atau mencari nilai Pak.
Saya penuntut dan Pencari ilmu”. Ucapan ini mengakhiri percakapan saya dengannya. Sayapun pulang kampus,
ucapan mahasiswaku ini masih terngiang‑ngiang ditelingaku sepanjang perjalananku hari ini. Saya hanya
tertegun, seraya membenarkan perkataannya.
Ya, ya, ucapan mahasiswa itu tadi membuatku terkesima dan sadarkan diriku dari alam pengajaran yang terjadi
selama ini, so text book, so closed. Hhhhhmmmm…… Bagaimana dengan Anda, yang seprofesi denganku ? Mari
Kita Merenung !!! (Salam Sukses, Untuk Orang‑Orang Yang Selalu Terbuka Hatinya Untuk Bisa Menerima
terhadap “sebuah kritikan” yang diucapkan oleh anak bangsa dengan penuh Kejujuran dan keikhlasan).
===================
*)Tulisan ini Hanya Merupakan Ilustrasi, Agar Bisa Instrospeksi Diri Untuk Menjadikan Kita Sebagai Insan
Yang Terpuji. Insya Allah, Amin.
Iklan
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.
https://variyaka.wordpress.com/ketikasayadikritikmahasiswa/ 6/6