Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

PERGESERAN BATHOKROMIK DAN PENENTUAN TITIK

ISOSBESTIK

OLEH :
GOLONGAN I
KELOMPOK I

I A Putu Karang Oka Suantari (1208505078 )

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2015

1
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
PERGESERAN BATHOKROMIK DAN PENENTUAN TITIK
ISOSBESTIK

I. TUJUAN
1.1.Melihat pergeseran bathokromik karena pengaruh pH.
1.2.Mencari panjang gelombang pada titik isosbestik.
1.3.Menentukan konsentrasi sampel pada panjang gelombang titik isosbestik.
1.4.Membandingkan penetapan kadar pada panjang gelombang maksimum dan
pada panjang gelombang titik isosbestik.

II. DASAR TEORI


2.1. Fenolftalein
Fenolftalein mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C20H14O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Fenolftalein
merupakan serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah; tidak berbau; stabil
diudara. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol; agak sukar
larut dalam eter (Depkes RI, 1995).
Struktur dari dua molekul yang berbeda warna adalah sebagai berikut :

Penambahan ion hidrogen berlebih menyebabkan bergesernya posisi


kesetimbangan ke arah kiri, sehingga mengubah indikator menjadi tak berwarna.
Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan

2
yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya mengubah indikator menjadi
merah muda (Clark, 2007).
2.2. Spektrofotometri Uv-Vis
Spektrofotometri adalah metode analisis untuk mengukur konsentrasi
suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi berkas
sinar atau cahaya. Prinsip spektrofotometri UV-Vis yaitu berdasarkan pengukuran
serapan cahaya (radiasi elektromagnetik) oleh suatu senyawa (analit) di daerah
ultraviolet dan sinar tampak (Gandjar dan Rohman, 2007). Suatu molekul hanya
menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus
(spesifik untuk molekul tersebut) absorbsi cahaya ultraviolet (radiasi berenergi
tinggi) mengakibatkan pindahnya sebuah elektron ke orbital dengan energi yang
lebih tinggi (Fessenden and Fessenden, 1997).
Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer. Hukum
Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat
penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Hukum tersebut
dinyatakan dengan persamaan:

Gambar 3. Ilustrasi Hukum Labert-Beer :

A= log ( Io / It ) = a b c

Keterangan :
Io = Intensitas sinar datang
It = Intensitas sinar yang diteruskan
a = Absorptivitas

3
b = Panjang sel/kuvet
c = konsentrasi (g/L)
A = Absorbansi
(Gandjar dan Rohman, 2012)
2.3. Pergeseran Bathokromik
Pergeseran batokromik disertai sisipan alkil dihasilkan dari konyugasi
berlebihan dengan gugus alkil yang cukup mudah bergerak untuk berinteraksi
dengan gugus kromoforik. Menempelnya suatu heteroatom yang mengandung
suatu pasangan elektron yang tidak terikat kepada untaian etilinik, menyebabkan
geseran batokromik (Silverstein, 1986).
2.4. Titik Isosbestik
Titik isosbestik adalah perpotongan beberapa spektrum absorpsi suatu
kromofor pada berbagai pH. Dapat pula diartikan sebagai panjang gelombang,
bilangan gelombang atau frekuensi total absorbansi dari suatu sampel yang tidak
berubah terjadi selama reaksi kimia atau perubahan fisik sampel (Day dan
Underwood,2002).

Kurva 1. Titik Isosbestik

Kurva 1. Titik Isosbestik


(Day dan Underwood,2002)
Kurva di atas merupakan penggambaran titik isosbestik dari suatu senyawa
yang diukur absorbansinya pada pH yang berbeda. Kurva berwarna biru
menggambarkan absorbansi pada suasana basa. Kurva hijau menggambarkan
absorbansi panjang gelombang pada suasana netral dan kurva dengan garis kuning
menunjukkan absorbansi panjang gelombang pada suasana asam. Perbedaan

4
absorbansi terlihat pada masing-masing pH dan pada akhirnya akan ditemukan
besaran absorbansi yang sama pada ketiga pH tersebut (Roth dan Blaschke, 1985).

2.5. Fenolftalein
Fenolftalein mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C20H14O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Fenolftalein
merupakan serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah; tidak berbau; stabil
diudara. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol; agak sukar
larut dalam eter (Depkes RI, 1995).
Struktur dari dua molekul yang berbeda warna adalah sebagai berikut :

Penambahan ion hidrogen berlebih menyebabkan bergesernya posisi


kesetimbangan ke arah kiri, sehingga mengubah indikator menjadi tak berwarna.
Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan
yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya mengubah indikator menjadi
merah muda (Clark, 2007).

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
- Gelas beaker
- Pipet ukur
- Labu ukur
- Neraca Analitik
- Pipet tetes

5
- Batang pengaduk
- Ball filler
- Spektrofotometer UV-Vis
- Kuvet
- Gelas ukur
- Tissue

3.2 Bahan
- Fenolftalein
- Aquades
- HCl 0,1 N
- NaOH 0,1 N

IV. PERHITUNGAN
4.1 Pembuatan Larutan Standar Phenolphthalein
Diketahui : Konsentrasi larutan stok phenolphthalein = 1 mg/mL
Konsentrasi larutan standar phenolphthalein = 10 µg/mL
= 0,01 mg/mL
V larutan standar yang dibuat = 10 mL
Ditanya : V larutan stok phenolphthalein yang diambil = .....?
Jawab :
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 1 mg/mL = 10 mL x 0,01 mg/mL
V1 = 0,1 mL

Jadi, larutan stok phenolphthalein 1 mg/mL yang diambil untuk pembuatan


larutan standar fenolftalein 10 µg/mL adalah sebanyak 0,1 mL.

4.2 Pembuatan NaOH 0,1 N


Diketahui : Normalitas NaOH = 0,1 N

6
Volume NaOH = 100 mL
BM NaOH = 40

Ditanya : Massa NaOH yan diper ukan = …. ?


Jawab :

N=M ek
N
M=
ek

rek
M= = M
rek

M = x

0,1 = x

M NaOH = 0,4 gram

4.3 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N


Diketahui : N HCl = 0,1 N
HCl yang tersedia = 37 % b/b
BM HCl = 36,5 g/mol
ρ HC = 1,19 g/mL
V HCl = 25 mL
Ditanya : V u e HC yan diper ukan = …. ?
Jawab :
HCl yang tersedia adalah HCl 37% b/b yang artinya 37 gram HCl
dalam 100 mL air.

assa
ρ =
u e

ra
V =

V =

7
assa
M HC = M V

ra
=

= 12,063 M
N
 M HCl =
ek
rek
= rek

= 0,1 M

M1 . V1 = M2 . V2
12,063 M . V1 = 0,1 M . 25 mL
= 2 ≈ 2

Jadi, untuk membuat HCl 0,1 N sebanyak 25 mL diperlukan HCl


se anyak 2 ≈ 2 .

4.4 Penentuan Absorptivitas M ar ε


Diketahui :
Tebal kuvet (b) = 1 cm
Kadar larutan standar = 10 µg/mL = 0,01 g/L
BM Phenolphthalein = 318,33 g/mol (FI edisi IV, hal 662)
Absorbansi larutan standar asam pada λ aks (482 nm) = 0,004
Absorbansi larutan standar basa pada λ aks (560 nm) = 0,073
Absorbansi larutan standar pada λ is s estik =-
Ditanya :
A s rpti itas M ar ε =.....?
Jawab :
Konsentrasi larutan standar (c) =

= 3,14 x 10-5 M

8
Penentuan Absorptivitas Molar ε
 Absorptivitas Molar pada Suasana Asam
Aasam = εasam x b x c

εasam =

=1,27

 Absorptivitas Molar pada Suasana Basa


Abasa = εbasa x b x c

εbasa =

4.5 Penentuan Konsentrasi dan Kadar Sampel


Diketahui :
Tebal Kuvet (b) = 1 cm
BM Phenolftalein = 318,33 g/mol (FI edisi IV, hal 662)
Absorbansi sampel pada λ ax suasana asam (276 nm) = 0,004
Absorbansi sampel pada λ ax suasana basa (560 nm) = 0,074
ε pada suasana asam =
ε pada suasana basa = 0,02
Ditanya : Konsentrasi sampel (c) = ....???
Jawab :
 Konsentrasi Sampel pada Suasana Asam
A =εx xc
A
c =
bε

9
=

= 3,14 x 10-5 M = 3,14 x 10-5 mol/L

Kadar = csampel BM
= 3,14 x 10-5 mol/L x 318,33 g/mol
= 999,5 x 10-2 g/L
= 999,5 µg/mL

 Konsentrasi Sampel pada Suasana Basa


A =εx xc
A
c =
bε

= 3,5 x 10-7 M = 3,5 x 10-7 mol/L

Kadar = csampel BM
= 3,5x 10-7 mol/L x 318,33 g/mol
= 1.114,155x 10-5 g/L
= 1.114,155 x 10-2 µg/mL
Pada praktikum tidak ditemukan panjang gelombang titik isosbestik,
sehingga tidak dilakukan pengukuran absorbansi dan penentuan kadar
sampel pada panjang gelombang titik isosbestik.

V. PELAKSANAAN PERCOBAAN
5.1. Prosedur Kerja
5.1.1. Pembuatan Larutan
- Larutan Standar Fenolftalein dengan konsentrasi 10 µg/mL

10
Dipipet 0,1 mL larutan stok pp 1 mg/mL. Dimasukkan kedalam
labu ukur 10 mL. Ditambahkan aquadest ad 10 mL. Digojog hingga
homogen.
- Larutan Baku Asam
Dipipet sebanyak 1 mL larutan PP dengan konsentrasi 10 µg/mL,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, ditambahkan HCl
sebanyak 0,2 mL, ditambahkan akuades hingga tanda batas 10 mL dan
digojog hingga homogen.
- Larutan Baku Netral
Dipipet sebanyak 1 mL larutan PP dengan konsentrasi 10 µg/mL,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, ditambahkan
akuades hingga tanda batas 10 mL dan digojog hingga homogen.
- Larutan Baku Basa
Dipipet sebanyak 1 mL larutan PP dengan konsentrasi 10 µg/mL,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, ditambahkan NaOH
sebanyak 0,2 mL, ditambahkan akuades hingga tanda batas 10 mL dan
digojog hingga homogen.
- Pembuatan larutan HCl 0,1 N
Ditambahkan sedikit aquadest ke dalam labu ukur 25 mL,
kemudian dipipet sebanyak 0,2 mL HCl 37% b/b, masukkan ke dalam
labu ukur 25 mL, tambahkan aquadest sampai tanda batas 25 mL.
- Pembuatan larutan NaOH 0,1 N
Ditimbang NaOH sebanyak 0,4 gram dengan gelas beaker,
tambahkan aquadest secukupnya dan diaduk sampi larut, kemudian
larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest
sampai tanda batas 100 mL.

5.1.2. Penentuan Panjang Gelombang dan Titik Puncak (Pergeseran


Bathokromik)
Alat spektrofotometri dikalibrasi dengan blangko aquades. Kedua
larutan (larutan asam dan basa) dibuat spektrumnya pada rentang panjang

11
gelombang 260 – 660 nm. Panjang gelombang ditentukan pada puncak-
puncaknya (panjang gelombang maksimum). Diamati dan dijelaskan
perubahan yang terjadi dari ketiga puncak yang dihasilkan.

5.1.3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Titik Isosbestik


Spektrofotometer dikalibrasi terlebih dahulu dengan blangko
akuades. Ketiga larutan (larutan asam, basa, dan netral) dibuat
spektumnya pada panjang gelombang 260-660 nm. Dicari panjang
gelombang maksimum dari masing-masing larutan baku.. Dibuat kurva
dan dicari titik isosbestiknya.

5.1.4. Penentuan Absorbansi dan Konsentrasi Sampel


Spektrofotometer di kalibrasi terlebih dahulu dengan blangko
akuades. Larutan sampel diukur nilai absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum larutan baku asam dan basa serta pada titik
isosbestiknya dan digunakan larutan baku netral sebagai standar. Dicatat
nilai absorbansinya dan dihitung untuk mendapatkan kadar dari sampel..

5.2. Skema Kerja


5.2.1. Pembuatan Larutan Standar
1. Larutan Standar Fenolftalein dengan konsentrasi 10 µg/mL

Dipipet 0,1 mL larutan stok pp 1 mg/mL.

Dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL.


.

Ditambahkan aquadest ad 10 mL.

Digojog hingga homogen.

2. Larutan Baku Asam

Dipipet 0,1 ml larutan fenolftalein dengan kadar 10 µg/ml


12
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml

Ditambahkan 0,2 ml HCl 0,1 M


.

Ditambahkan aquades hingga mencapai tanda batas 10 mL

Digojog hingga homogen

3. Larutan Baku Basa

Dipipet 0,1 ml larutan fenolftalein dengan kadar 10 µg/ml

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml

Ditambahkan 0,2 ml NaOH 0,1 M

Ditambahkan aquades hingga mencapai tanda batas10 mL

Digojog hingga homogen

4. Larutan Baku Netral

Dipipet 0,1 ml larutan fenolftalein dengan kadar 10 µg/ml

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml

Ditambahkan aquades hingga mencapai tanda batas 10 m:

Digojog hingga homogen

13
5. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N

Ditambahkan sedikit akuades ke dalam labu ukur 25 mL

Dipipet sebanyak 0,2 mL HCl 37% b/b

Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

Ditambahkan akuades sampai tanda batas 25 mL

6. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N

Ditimbang sebanyak 0,4 gram NaOH dengan gelas beaker

Ditambahkan akuades secukupnya dan diaduk sampai larut

Ditambahkan akuades sampai tanda batas 100 mL

Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL

7. Pembuatan Larutan Sampel

Dipipet 0,2 ml larutan fenolftalein dengan kadar 10 µg/ml

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml

Ditambahkan aquades hingga mencapai tanda batas

14
Digojog hingga homogen

5.2.2. Penentuan Panjang Gelombang dan Titik Puncak (Pergeseran


Bathokromik)

Kedua larutan tersebut dibuat spektrumnya pada rentang


panjang gelombang 200 – 602 nm.

Panjang gelombang ditentukan pada puncak-puncaknya


(panjang gelombang maksimum).

Diamati dan dijelaskan perubahan yang terjadi dari ketiga


puncak yang dihasilkan

5.2.3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum serta Titik Isosbestik

Spektrofotometer dikalibrasi terlebih dahulu dengan blangko


aquadest

Ketiga larutan baku diukur nilai absorbansinya dengan


spektrofotometer pada panjang gelombang 260-660 nm

Dicari panjang gelombang maksimum dari masing-masing


larutan baku

Diamati dan dijelaskan perubahan yang terjadi dari ketiga


puncak yang dihasilkan.

15
Dibuat kurva dan dicari titik isosbestiknya

5.2.4. Penentuan Kadar Sampel

Spektrofotometer dikalibrasi terlebih dahulu dengan blangko


aquadest

Larutan sampel diukur nilai absorbansinya pada panjang


gelombang maksimum larutan baku asam dan basa serta pada
titik isosbestiknya

Dicatat nilai absorbansinya dan dihitung untuk mendapatkan


kadar dari sampel

VI. HASIL DAN DATA PENGAMATAN


1. Absorbansi Larutan PP dalam Netral, Asam (HCl) dan Basa (NaOH) pada
Rentang Panjang Gelombang 200-600 nm yaitu
Panjang Absorbansi dalam Absorbansi dalam Absorbansi dalam
gelombang (nm) asam (HCI) basa (NaOH) netral
200 0,375 1,478 -1,693
203 0,335 1,328 -0.918
206 0,287 0,993 -0,936
209 0,224 0,617 -0,755
212 0,171 0,372 -0,721
215 0,150 0,267 -0,698
218 0,137 0,205 -0,688
221 0,128 0,169 -0,682
224 0,123 0,142 -0,676
227 0,117 0,115 -0,669

16
230 0,110 0,100 -0,664
233 0,101 0,087 -0,661
236 0,084 0,073 -0,663
239 0,0064 0,068 -0,669
242 0,053 0,066 -0,675
245 0,044 0,065 -0,740
248 0,039 0,064 -0,681
251 0,035 0,063 -0,680
254 0,031 0,062 -0,679
257 0,028 0,059 -0,676
260 0,026 0,055 -0,672
263 0,025 0,052 -0,668
266 0,024 0,049 -0,664
269 0,022 0,048 -0,661
272 0,021 0,047 -0,659
275 0,020 0,047 -0,657
278 0,017 0,047 -0,657
281 0,014 0,046 -0,658
284 0,009 0,046 -0,660
287 0,001 0,045 -0,661
290 -0,006 0,044 -0,662
293 -0,011 0,042 -0,662
296 -0,016 0,040 -0,663
299 -0,019 0,038 -0,664
302 0,073 0,044 -0,629
305 0,070 0,041 -0,632
308 0,068 0,037 -0,653
311 0,070 0,031 -0,654
314 0,065 0,026 -0,655
317 0,065 0,023 -0,656

17
320 0,065 0,021 -0,658
323 0,068 0,020 2,562
326 0,072 0,019 2,562
329 0,072 0,019 2,562
332 0,076 0,019 2,687
335 0,083 0,018 2,562
338 0,085 0,017 2,562
341 0,089 0,018 2,687
344 0,094 0,018 2,687
347 0,094 0,018 2,687
350 0,094 0,019 2,687
353 0,099 0,019 2,687
356 0,104 0,019 2,562
359 0,107 0,020 2,687
362 0,096 0,021 2,687
365 0,081 0,022 2,863
368 0,049 0,022 1,885
371 0,007 0,023 1,822
374 0,006 0,022 1,766
377 0,006 0,022 1,717
380 0,005 0,022 1,659
383 0,005 0,022 1,608
386 0,005 0,021 1,562
389 0,005 0,020 1,521
392 0,005 0,018 1,483
395 0,005 0,016 1,432
398 0,005 0,015 1,408
401 0,004 0,013 1,379
404 0,005 0,012 1,351
407 0,004 0,011 1,325

18
410 0,005 0,010 1,295
413 0,004 0,009 1,278
416 0,004 0,008 1,256
419 0,004 0,008 0,985
422 0,004 0,008 0,949
425 0,004 0,008 0,919
428 0,004 0,008 0,892
431 0,004 0,008 0,863
434 0,004 0,008 0,840
437 0,004 0,008 0,820
440 0,004 0,008 0,810
443 0,004 0,009 0,806
446 0,004 0,009 0,812
449 0,004 0,009 0,818
452 0,004 0,009 0,814
455 0,004 0,009 0, 795
458 0,004 0,010 0,763
461 0,004 0,010 0,726
464 0,004 0,011 0,700
467 0,004 0,012 0,688
470 0,004 0,012 0,687
473 0,004 0,013 0,683
476 0,004 0,013 0,067
479 0,004 0,014 0.644
482 0,004 0,015 0,623
485 0,003 0,016 0,602
488 0,003 0,017 0,584
491 0,003 0,018 0,568
494 0,003 0,020 0,551
497 0,003 0,021 0,538

19
500 0,003 0,022 -0,681
503 0,003 0,023 0,515
506 0,003 0,023 0,505
509 0,003 0,025 0,497
512 0,002 0,027 0,490
515 0,002 0,030 0,484
518 0,002 0,033 0,480
521 0,003 0,035 0,477
524 0,003 0,037 0,475
527 0,003 0,039 0,473
530 0,003 0,041 0,473
533 0,003 0,044 0,474
536 0,003 0,048 0,476
539 0,003 0,052 0,207
542 0,003 0,057 0,186
545 0,002 0,061 0,168
548 0,002 0,065 0,154
551 0,002 0,067 0,140
554 0,002 0,070 0,128
557 0,002 0,072 0,116
560 0,002 0,073 0,106
563 0,002 0,070 0,096
566 0,003 0,065 0,086
569 0,002 0,059 0,978
572 0,002 0,053 0,069
575 0,002 0,048 0,060
578 0,003 0,042 0,052
581 0,003 0,036 0,044
584 0,003 0,030 0,036
587 0,003 0,023 0,029

20
590 0,003 0,018 0,022
593 0,003 0,014 0,015
596 0,003 0,012 0,009
599 0,003 0,010 0,002

2. Absorbansi Sampel Phenolphthalein


Suasana λ A
Asam 482 0,004
Basa 560 0,073

VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini, dilakukan percobaan bathokromik yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH baik itu dalam suasana basa atau
asam terhadap pergeseran panjang gelombang dari senyawa organik tertentu
dan dilakukan penentuan titik isosbestik untuk membandingkan pengaruh
pH terhadap absorbansi larutan sampel phenolphthalein. Pada percobaan ini
senyawa yang digunakan adalah fenolftalein. Dalam kondisi asam
fenolftalein tidak berwarna sedangkan dalam kondisi basa akan
menunjukkan warna merah muda. Panjan e an aksi u λ dari
senyawa fenolftalein adalah panjang gelombang yang memberikan serapan
fenolftalein yang paling tinggi (Widjaja dkk., 2008).
Dalam percobaan bathokromik digunakan senyawa fenolftalein
yang memiliki kadar 1,0 mg/mL. Selanjutnya dibuat 2 larutan baku
fenolftalein dalam kondisi asam dan basa. Untuk senyawa fenolftalein dalam
kondisi asam dilakukan penambahan HCl sedangkan untuk suasana basa
dilakukan penambahan NaOH.
Untuk pembuatan larutan asam diambil dari larutan stok
fenolftalein 1,0 mg/mL dibuat kadarnya menjadi 10 µg/ml. Larutan tersebut
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan 0,2 mL HCl 0,1 N.
Ditambahkan aquades hingga tanda batas (10 mL) dan dikocok hingga
homogen. Untuk larutan basa dilakukan hal yang sama, tetapi HCl diganti

21
dengan NaOH 0,1 N. sedangkan untuk larutan netral diambil dari larutan
stok fenolftalein 1,0 mg/mL dibuat kadarnya menjadi 10 µg/ml. Larutan
tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan aquadest
sampai tanda batas (10 mL).
Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi masing-masing
larutan baik dalam kondisi asam,basa maupun netral pada spektofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang 200-600 nm. Hal ini karena panjang
gelombang maksimum larutan PP pada suasana asam sebesar 270 nm dan
untuk panjang gelombang maksimum larutan PP pada suasana basa sebesar
550 nm. Selain itu spektrum panjang gelombang yang masuk ke dalam
spektra UV-vis berada pada rentang 200-800 nm (Clark, 2007).
Pada pengukuran absorbansi dengan spektofotometer UV-vis
diawali dengan mengatur panjang gelombang yang diinginkan terlebih
dahulu yaitu 200-600 nm. Namun karena alat yang tersedia tidak dapat
dipakai untuk menghasilkan panjang gelombang dengan rentangan yang
begitu besar maka pengukuran dilakukan sebanyak 4 kali dengan rentang
100 nm. Sebelum melakukan pengukuran absorbansi larutan yang telah
dibuat pada masing-masing panjang gelombang yang telah diatur, terlebih
dahulu dilakukan kalibrasi dengan aquades (blangko). Penggunaan aquades
(blangko) ini bertujuan untuk memperkecil kesalahan pengukuran dan
menyamakan kondisi. Setelah itu larutan yang akan diukur absorbansinya
dimasukkan ke dalam kuvet hingga 2/3 tinggi kuvet dengan memegang
bagian kasar dari kuvet, karena bagian halus dari kuvet tersebut akan dipakai
untuk tempat melewatkan cahaya sehingga dihindari dari kotoran, sidik jari,
dan goresan-goresan dengan cara dilap dengan tissue secara hati-hati. Kuvet
dimasukkan dengan bagian halus menghadap bagian sumber cahaya.
Selanjutnya kedua larutan baku yang telah dibuat pada kondisi asam dan
basa diukur absorbansinya pada masing-masing panjang gelombang dan
angka absorbansi yang dihasilkan pada panjang gelombang tertentu dicatat
dalam tabel yang telah disediakan.

22
1.2
1 Absorbansi
dalam asam…
0.8
0.6
0.4
0.2
0
-0.2 0 200 400 600 800

-0.4
-0.6
-0.8

Berdasarkan data pengukuran yang didapat, panjang gelombang


maksimum untuk larutan phenolptalein suasana basa (NaOH) pada
panjang gelombang 560 nm, sedangkan panjang gelombang maksimum
untuk larutan phenolptalein dalam suasana asam (HCl) 482 nm. Hasil yang
didapat pada percobaan ini kurang sesuai dengan literature.
Menurut Widjaja dkk, (2010), absorbansi suatu senyawa dapat
dipengaruhi oleh pH larutan, jenis pelarut, kadar larutan, tebal larutan dan
lebar celah. Dari kurva absorbansi di atas, dapat dilihat bahwa terjadi
pergeseran panjang gelombang dari larutan phenolphtalein dalam suasana
asam dan dalam suasana basa. Perubahan panjang gelombang suatu
senyawa dapat dipengaruhi oleh pH seperti yang terlihat pada percobaan
ini. Adanya pergeseran terjadi karena struktur phenolphtalein dalam
suasana asam berbeda dengan dalam suasana basa.
Struktur phenolphtalein dalam suasana asam dan basa dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :

23
Struktur phenolphtalein dalam suasana asam (gambar kiri) tidak
berwarna karena dalam suasana asam larutan hanya menyerap sinar UV dan
tidak menyerap sinar tampak. Sedangkan, struktur phenolphtalein dalam
suasana basa (gambar kanan) memberikan warna magenta yang disebabkan
karena dalam suasana basa phenolphtalein dapat menyerap sinar tampak.
Hal ini mengakibatkan panjang gelombang maksimum phenolphtalein dalam
suasana basa lebih besar daripada panjang gelombang maksimum dalam
suasana asam. Perubahan warna tersebut terjadi berkaitan dengan perubahan
struktur dari phenolphtalein dalam suasana asam dan dalam suasana basa.
Adanya perubahan struktur pada molekul phenolphtalein menyebabkan
terjadinya pergeseran serapan ke panjang gelombang yang lebih tinggi pada
larutan basa. Pergeseran ke panjang gelombang yang lebih tinggi disebut
juga pergeseran bathokromik. Pergeseran ini umumnya terjadi pada molekul
yang mngalami transisi π → π*. Pergeseran ke panjang gelombang yang
lebih tinggi disebabkan karena adanya derajat delokalisasi yang lebih besar
(Clark, 2007).
Pada suasana asam delokalisasi terjadi pada ketiga cincin, melebar
hingga ikatan rangkap dua karbon-oksigen, dan ke atom-atom oksigen
karena adanya pasangan elektron bebas. Tetapi delokalisasi tidak meluas ke
seluruh molekul. Atom karbon yang berada di tengah dengan empat ikatan
tunggal menghalangi tiap daerah delokalisasi yang berhubungan satu sama
lain (Clark, 2007). Sedangkan pada suasana basa terjadi pemutusan cincin
lakton yang dimiliki fenolftalein. Penambahan NaOH pada fenolftalein akan
mengalami disosiasi melepaskan ion OH-. Ion OH- yang lepas berikatan
dengan salah satu ion H+ pada cincin fenol. Hal tersebut akan menyebabkan
atom O memiliki kelebihan elektron yang ditransferkan ke dalam cincin
benzen dan diteruskan hingga melepas ikatan C pada atom O. Pelepasan
ikatan tersebut membuka cincin lakton sehingga delokalisasi dapat meluas.
Atom O yang lepas dari atom C barier membentuk gugus karbonil pada
salah satu cincin bezena, dan atom C barier kini memiliki ikatan rangkap

24
ikatan π . Den an per uasan de ka isasi aka akan terjadi penurunan
energi yang diperlukan untuk melakukan transisi dari keadaan ground state
menuju kondisi tereksitasi. Semakin banyak kesempatan terdelokalisasi,
maka energi yang dibutuhkan semakin kecil sehingga panjang gelombang
semakin besar. Hal ini mengakibatkan pergeseran panjang gelombang ke
panjang gelombang yang lebih panjang atau dikenal dengan pergeseran
merah (pergeseran bathokromik).
Panjang gelombang titik isosbestik didapatkan dari perpotongan
spektrum absorpsi dari kurva spektrum larutan asam, basa dan netral. Pada
praktikum kali ini, panjang gelombang titik isosbestik tidak didapatkan
karena tidak ada nilai absorbansi yang sama pada kondisi pH asam, basa,
maupun netral. Kesalahan ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi larutan
baku yang digunakan pada percobaan tidak sama dengan larutan baku dalam
literatur sehingga menimbulkan perbedaan nilai absorbansi. Selain itu,
adanya akumulasi zat-zat pengotor yang terdapat dalam kuvet pada saat
pencucian dapat juga mempengaruhi nilai absorbansi. Kuvet mudah
terkontaminasi oleh penguapan pelarut, mudah terkena debu dan lemak bila
dipegang langsung, dan mudah tergores. Keaadan tersebut dapat
menurunkan sifat transmisi dan akibatnya ketelitian menurun. Sehingga saat
ingin mengamati dalam panjang gelombang berbeda, absorbansi yang
terbaca adalah absorbansi dari zat pengotor itu (Fatimah, 2003). Nilai
absortivitas molar yang didapat adalah ε untuk λmaks asam adalah
sedan kan ε untuk λmaks basa adalah 0,02

VIII. KESIMPULAN
1.Panjang gelombang maksimum larutan phenolptalein pada suasana basa
(NaOH) sebesar 560 nm dan panjang gelombang maksimum larutan
phenolptalein pada suasana asam (HCl) sebesar 482 nm. Pengaruh larutan
asam dan basa pada larutan phenolptalein terlihat jelas pada perbedaan
panjang gelombang maksimum yang sangat signifikan. Pengaruh pH pada
perubahan struktur phenolptalein berupa pergeseran panjang gelombang

25
menuju ke arah panjang gelombang yang lebih panjang (pergeseran
batokromik).
2. Titik isosbestik adalah perpotongan beberapa spektrum absorpsi suatu
kromofor pada berbagai kondisi pH. Pada praktikum ini tidak didapatkan
titik isosbestik karena tidak ada nilai yang sama pada absorbansi asam,
basa maupun netral.
3. Konsentrasi sampel pada panjang gelombang titik isosbestik tidak
dilakukan perhitungan karena titik isosbestik tidak ditemukan pada
praktikum ini.
4. Tidak dapat dilakukan perbandingan penetapan kadar pada panjang
gelombang maksimum dan pada panjang gelombang titik isosbestik karena
tidak dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang titik
isosbestik

26
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1995.Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.
Clark, J. 2007. Spektra Serapan UV-Tampak. (cited at : 29 Maret 2014) Available
at : http://www.chem-is-try.org.
Day, R.A. dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 1997. Kimia Organik Jilid 1 Edisi
Ketiga (Terjemahan oleh : Aloysius H.). Jakarta : Penerbit Erlangga.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Roth, H. J. dan G. Blaschke. 1985. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Silverstein, R. M., G. C. Bassler, T. C. Moril. 1986. Penyidikan Spektrometri
Senyawa Organik. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai