Anda di halaman 1dari 29

REFERAT ILMU KEDOKTERAN

FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL

PERBEDAAN INFANTISIDA DAN PEMBUNUHAN ANAK BIASA


Ditujukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian Kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Disusun oleh:
No Nama Universitas
1. Christy Imelda Margaretha M FK UKI
2. Ketut Suwadiaya FK UKI
3. Vania Petrina FK UNDIP
4. Febrina Ernawati FK UNDIP
5. Ketut Wida Komalasari FK UNDIP
6. Supri Suryadi FK UNDIP

Dosen Penguji:
dr. Arif Rahman S, Sp. F, Msi. Med, SH, DHM
Residen Pembimbing:
dr. Ricka Brillianty

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONOGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
PERIODE 4 MARET 2013 s.d 30 MARET 2013
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui oleh dosen penguji, referat dari:

No Nama NIM Universitas

1. Christy Imelda Margaretha M 0861050007 FK UKI


2. Ketut Suwadiaya 0861050009 FK UKI
3. Vania Petrina 22010111200135 FK UNDIP
4. Febrina Ernawati 22010112210160 FK UNDIP
5. Ketut Wida Komalasari 22010112210175 FK UNDIP
6. Supri Suryadi 22010112210182 FK UNDIP

Fakultas : Kedokteran Umum

Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal

Dosen Penguji : dr. Arif Rahman S, Sp. F, Msi. Med, SH, DHM

Residen Pembimbing : dr. Ricka Brillianty Zaluchu

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Semarang, 16 Maret 2013

Dosen Penguji, Residen Pembimbing

dr. Arif Rahman S, Sp. F, Msi. Med, SH, DHM dr. Ricka Brillianty Zaluchu
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “
PERBEDAAN INFANTISIDA DAN PEMBUNUHAN ANAK BIASA ”. Tugas ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program Profesi dokter di bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro
Semarang. Pada penulisan dan penyusunan referat ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai
pihak secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:

1. dr. Arif Rahman S, Sp. F, Msi. Med, SH, DHM selaku dosen penguji

2. dr. Ricka Brillianty selaku residen pembimbing

Penulis sadar bahwa dalam tugas ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis
berharap agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun dalam
perbaikan referat ini.

Penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi Penulis sendiri.

Semarang, 16 Maret 2013

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga, sebagai pewaris dan
penerus kedua orang tuanya. Sedangkan seorang ibu adalah sosok yang penuh kasih sayang,
apapun dikorbankan demi anak buah hatinya. Oleh karena itu seorang anak harus
mendapatkan perlindungan baik masih dalam kandungan maupun setelah dilahirkan. Tetapi
sekarang ini berita-berita tentang ditemukannya bayi yang baru lahir dalam keadaan
meninggal karena dibunuh oleh ibunya, seringkali dijumpai di media massa.1
Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal sejak dahulu dan
terjadi dimana saja. Fir’aun di zamannya telah memerintahkan membunuh setiap bayi laki-
laki yang lahir, karena takut munculnya seorang raja baru. Masih banyak lagi alasan lain yang
mendorong seseorang sampai hati merampas nyawa seorang bayi yang baru dilahirkan.2
Pembunuhan anak sendiri adalah suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa dimana
kejahatan ini bersifat unik. Keunikan tersebut dikarenakan pelaku pembunuhan haruslah ibu
kandungnya sendiri dan alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah
karena ibu kandungnya takut ketahuan bahwa dia telah melahirkan anak, salah satunya
karena anak tersebut adalah hasil hubungan gelap. Selain itu, keunikan lainnya yaitu saat
dilakukan tindakan menghilangkan nyawa anaknya yaitu saat anak dilahirkan atau tidak lama
kemudian. Patokannya yaitu dapat dilihat apakah sudah ada atau belum tanda-tanda
perawatan, dibersihkan, dipotong tali pusat atau diberikan pakaian.3
Akan tetapi, banyak negara yang menganut bahwa pembunuhan anak sendiri
bukanlah tindakan kriminal, tetapi merupakan tindakan akibat tuntutan sosial ekonomi. Di
Inggris dan Wales sejak 1922, infanticide tidak dimasukkan ke dalam undang-undang
kriminalitas. Di Indonesia, infanticida juga memiliki kekhususan dalam penanganan hukum,
dimana pembunuhan ini tidak dikategorikan dalam aturan pembunuhan yang bersifat umum
( pasal 338 dan 340 KUHP). Pembunuhan bayi oleh ibu kandungnya ini didasarkan atas
motif takut ketahuan melahirkan anak, baik itu dilakukan tanpa rencana sebelumnya
(kinderdoodslag) ataupun telah direncanakan sebelumnya (kindermood). Motif ini dikaitkan
dengan kultur dalam masyarakat Indonesia yang masih tabu dan merupakan aib yang besar
jika melahirkan tanpa suami.4
Saat ini ada kecenderungan kejadian infantisida meningkat yang dipicu oleh berbagai
faktor. Perilaku seks bebas yang berkembang di kalangan masyarakat Indonesia yang
menghasilkan anak tidak sah mendorong ibu untuk membunuh bayinya demi menjaga
kehormatan dan harga dirinya. Keterpurukan ekonomi negara yang menyebabkan angka
penduduk miskin meningkat tajam turut menjadi pemicu kejadian ini.
Faktanya tingkat kekerasan pada anak meningkat setiap tahunnya. Sepanjang tahun
2007, berdasarkan hasil perhimpunan berbagai berita di 19 koran, dalam kurun waktu satu
tahun terdapat 470 kasus tindak kekerasan pada anak. Dari jumlah itu 67 diantaranya
terbunuh, sedangkan 23 kasus lainnya merupakan tindakan pemerkosaan yang umumnya
dilakukan oleh dilakukan oleh pihak terdekat
Oleh karena itu kami sebagai praktisi sebagai praktisi kesehatan ingin meninjau
apakah perbedaan mendasar antara infanticida dan pembunuhan anak biasa. Tidak hanya
dilihat dari segi hukum yang berlaku di Indonesia tetapi dari segi motif yang mendasari
tindakan tersebut dan data apa yang akan kita dapatkan di dalam pemeriksaan forensik.

I.2. RUMUSAN MASALAH.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dalam penulisan referat
dengan topik ” INFANTISIDA” ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah definisi dan batasan Infantisida?


2. Bagaimana dasar hukum yang mengatur infantisida?
3. Apakah definisi dan batasan pembunuhan anak biasa (non infantisida)?
4. Apakah motif yang mendasari kasus pembunuhan anak biasa (non infantisida)?
5. Bagaimana dasar hukum yang mengatur pembunuhan anak biasa (non
infantisida)?
6. Bagaimana pemeriksaan forensik yang dilakukan pada kasus infantisida dan
pembunuhan anak biasa (non infantisida)?

I.3. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui tentang definisi dan batasan infantisida.


2. Untuk mengetahui dasar hukum yang mengatur infantisida.
3. Untuk mengetahui definisi dan batasan pembunuhan anak biasa (non infantisida).
4. Untuk mengetahui motif yang mendasari pembunuhan anak biasa (non
infantisida).
5. Untuk mengetahui dasar hukum yang mengatur pembunuhan anak biasa (non
infantisida)
6. Untuk mengetahui pemeriksaan forensik yang dilakukan pada kasus infantisida
dan pembunuhan anak biasa (non infantisida).

I.4. MANFAAT PENULISAN

1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bekal dalam menjalani profesi sebagai dokter muda, ataupun saat setelah
berprofesi dokter.
2. Bagi Institusi Pendidikan
- Sebagai materi tinjauan pustaka yang diharapkan dapat melengkapi database
tinjauan ilmiah yang sudah ada.
- Sebagai bentuk kontribusi pemikiran kepada masyarakat, terutama terkait
kasus-kasus bidang Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang berkembang
di masyarakat.
3. Bagi Institusi Penegak Keadilan
Sebagai tambahan informasi tentang perbedaan infantisida dan pembunuhan anak
biasa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Sendiri


Pembunuhan anak sendiri (infanticide) yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh
seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut
ketahuan telah melahirkan anak.
Pengkhususan infantisida sebagai tindakan pidana yang hukumannya lebih ringan
tersebut didasarkan atas bahwa kondisi mental pada saat hamil, melahirkan, dan menyusui
sangat labil dan mudah tergoncang akibat gangguan keseimbangan hormon.(sofwan dahlan)
Di Indonesia infantisida dikhususkan dalam dua bagian yaitu, kinderdooodslag dan
kindermoord yang didasarkan atas motif takut ketahuan melahirkan anaknya. Kinderdoodslag
adalah dilakukan tanpa perencanaan sedangkan kindermoord dilakukan dengan perencanaan.
Sehingga, hukuman kindermoord lebih berat dari kinderdoodslag.5
Dengan demikian berdasarkan pengertian di atas, persyaratan yang harus dipenuhi
dalam kasus pembunuhan anak (infanticide) yaitu:

1. Pelaku adalah ibu kandung


2. Korban adalah anak kandung
3. Alasan melakukan tindakan tersebut yaitu takut ketahuan telah melahirkan anak
4. Waktu pembunuhan yaitu tepat pada waktu melahirkan atau beberapa saat setelah
melahirkan.

Untuk itu dengan adanya batasan yang tegas tersebut maka suatu pembunuhan yang
tidak memenuhi salah satu kriteria di atas tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak
(infanticide), malainkan suatu pembunuhan biasa.6

2.2. Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri


Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan terhadap
nyawa orang yang memiliki pasal khusus. Adapun bunyi pasalnya yaitu:
Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,
diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut
akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama
kemudian merampas nyawa anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.
Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau pembunuhan berencana.

Berdasarkan undang-undang tersebut kita dapat melihat adanya tiga faktor penting
yaitu:5

 Ibu yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan
anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau tidak, sedangkan bagi
orang lain yang melakukan atau turut membunuh anak tersebut dihukum karena
pembunuhan atau pembunuhan berencana, dengan hukuman yang lebih berat yaitu 15
tahun penjara (pasal 338 pembunuhan tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur
hidup/hukuman mati ( pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan rencana).
 Waktu yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat,
tetapi hanya dinyatakan “ pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian “. Sehingga
boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap
anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul maka ibu tersebut akan merawat dan
bukan membunuh anaknya.
 Psikis yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan
diketahui orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang dilahirkan tersebut
didapatkan dari hubungan tidak sah.

2.3 Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Biasa ( Non Infantisida)

Pembunuhan anak biasa adalah pembunuhan pada anak diatas usia satu hari yang
dilakukan oleh ibu, ayah, atau orang tua tiri. Pembunuhan anak sendiri merupakan kejadian
yang relatif jarang. Berdasarkan penelitian di kanada pada tahun 2004 terdapat 27 anak yang
dibunuh oleh orang tuanya, termasuk orang tua tiri, dan 22% diantaranya melakukan bunuh
diri setelah dia membunuh anaknya.7

Pembunuhan anak biasa adalah pembunuhan yang dilakukan oleh orang tuanya
sendiri dan tidak memenuhi syarat pembunuhan infanticide. Resnick mengklasifikasikan
pembunuhan terhadap anak berdasarkan motif dari pembunuhan, yang terdiri dari altruism,
acute psychosis, unwanted child, accidental, dan sposal revenge.7 Bourger and bradford
merupakan peneliti pertama yang mengungkapkan bahwa faktor gender merupakan faktor
yang penting dalam pembunuhan anak sendiri.7

Klasifikasi pembunuhan anak berdasarkan Resnick7

1. Altruism

Adalah pembunuhan anak yang dilakukan berdasarkan motif rasa tidak tahan melihat
atau membayangkan anaknya menderita. Jenis pembunuhan ini dilakukan dengan
tujuan menghilangkan penderitaan dari anaknya, biasanya pembunuhan dengan motif
ini akan disertai dengan bunuh diri dari pelaku. Misal anak yang dibunuh oleh ibunya
karena mempunyai penyakit yang tidak dapat sembuh atau anak yang dibunuh oleh
ibunya karena selalu disiksa oleh keadaan atau seseorang.
2. Acute Psychosis

Adalah pembunuhan anak sendiri yang dilakukan berdasarkan motif orang tua yang
mengalami gangguan kejiwaan.

3. Unwanted children

Adalah pembunuhan anak sendiri yang dilakukan karena orang tua tidak
mengharapkan anak tersebut. Pembunuhan anak berdasarkan motif ini biasanya sering
terjadi pada pernikahan yang tidak dinginkan atau pada kasus pemerkosaan.

4. Accidental

Adalah pembunuhan anak sendiri secara tidak sengaja. Pembunuhan jenis ini sering
berkaitan dengan penyiksaan terhadap anak yang berujung ke kematian anak tersebut.
Biasa pembunuhan dengan motif ini akan tampak tanda-tanda battered child
syndrome, cedera yang dihasilkan dari penyiksaan secara fisik bisa berupa bengkak,
luka bakar, patah tulang dan lain-lain.

5. Spousal Revange

Adalah pembunuhan terhadap anak sendiri dengan tujuan untuk balas dendam
terhadap pasangannya atau untuk memberi hukuman terhadap pasangannya.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa pembunuhan anak sendiri dapat dilakukan oleh
ibu atau ayah korban. Tahun pertama kehidupan merupakan waktu kritikal terjadinya
pembunuhan anak sendiri.7 Dari beberapa penelitian mengatakan bahwa ibu lebih sering
melakukan pembunuhan anak sendiri dibandingkan ayah tetapi dari penelitian yang lain
mengatakan bahwa ayah lebih sering melakukan pembunuhan anak. Bourget dan Gagne
sebagai peneliti pertama yang memasukan faktor gender sebagai selah satu faktor yang
penting pada pembunuhan anak, mereka juga mengkategorikan kemungkinan pelaku
melakukan bunuh diri dan penyiksaan diri. Mereka mengklasifikasikan pembunuhan anak
menjadi.9

1. Mentally ill

Adalah seseorang yang melakukan pembunuhan anak dengan gangguan pada axis
1, baik itu psikotik maupun non-psikotik. Pada pembunuhan karena motif ini pelaku bisa
mempunyai maksud tertentu pada pembunuhan atau tidak mempunyai maksud apapun.
2. Fatal abuse

Adalah seseorang yang melakukan pembunuhan anak dengan motif penolakan


pada anaknya sendiri sehingga melakukan penyiksaan pada anaknya yang berujung pada
kematian dari anak tersebut. Tidak terdapat gangguan mental pada pelaku. Pada motif ini
pelaku secara tidak sengaja atau tidak mempunyai maksud tertentu pada pembunuhan.

3. Retaliating

Adalah seseorang yang melakukan pembunuhan anak dengan motif balas dendam
atau kemarahan terhadap pasangannya. Tidak ditemukan gangguan mental pada pelaku.
Pelaku mempunyai maksud pada pembunuhan anaknya.

4. Mercy

Adalah seseorang yang melakukan pembunuhan anak yang diakibatkan anak yang
menderita penyakit yang berat atau yang menimbulkan kecacatan pada anaknya. Gangguan
mental tidak ditemukan.

5. Other or Insufficient information

Adalah seseorang yang melakukan pembunuhan anak yang melibatkan banyak


faktor.

6. Unknown

Adalah seseorang yang melakukan pembunuhan anak dengan motif yang tidak
jelas, bisa terdapat gangguan mental maupun maksud tertentu.

Klasifikasinya

1. Grup A : Dapat disetai bunuh atau terdapat kemungkinan melakukan bunuh diri

2. Grup B : Dapat disertai penyiksaan atau dapat melakukan penyiksaan

3. Grup C : Terduga maupun tidak terduga

Pembunuhan anak sendiri yang dilakukan oleh ibu

Ibu yang melakukan pembunuhan terhadap anaknya sendiri cenderung mempunyai


stress yang tinggi dan tidak mendapatkan support baik mental maupun material. Banyak
faktor yang mempengaruhi pembunuhan anak sendiri yang dilakukan oleh ibu termasuk pada
saat ibu baru pertama kali mempunyai anak (post partum depression), mempunyai masalah
finansial, mempunyai konflik dengan salah satu anggota keluarga, dan mempunyai akses
sosial yang terbatas.

Post partum depression adalah suatu keadaan dimana ibu mengalami depresi setelah
melahirkan anaknya, biasanya ini terjadi pada ibu yang baru pertama kali mempunyai anak.8
Para peneliti telah membagi keadaan ini menjadi tiga jenis yaitu:10

1. Baby blue
Baby blue merupakan bentuk yang paling ringan dari post partum depression.
Biasanya ini terjadi pada hari pertama atau ketiga setelah melahirkan. Ibu yang
mengalami keadaan ini akan mengalami gangguan tidur, perubahan mood, mudah
tersinggung, dan marah. Diperkirakan bahwa 50% - 80% mengalami hal ini.
2. Postpartum depression
Postpartum depression merupakan bentuk yang lebih parah dibandingkan baby blue.
Wanita yang mengalami hal ini akan merasakan kesedihan, akan sering terlihat
menangis, merasakan rasa bersalah, cemas, dan merasa tidak mampu menjalani
kehidupan sebagai seorang ibu. Selain itu pada keadaan ini ibu juga akan mengalami
gangguan fisik seperti sakit kepala, sakit dada dan hiperventilasi. Ibu akan
memperlakukan anaknya secara negatif dan menunjukan rasa ketidaktertarikan
terhadap anaknya sendiri. Hal ini akan berdampak pada hubungan antara ibu dan
anak. Pada keadaan seperti ini bukanlah hal yang aneh jika seorang ibu mempunyai
keinginan untuk mencelakakan anaknya sendiri.7 Salah satu penelitian menyimpulkan
bahwa 41% dari ibu yang mengalami postpartum depression mempunyai pikiran
untuk menyiksa anaknya dibandingkan dengan 7% dari yang digunakan sebagai
kontrol. Berdasarkan penelitian kejadian ini akan terjadi pada 3% - 20% dari total
kelahiran dan dapat terjadi dalam beberapa bulan bahkan bisa terjadi sampai satu
tahun.
3. Postpartum psychosis
Postpartum psychosis merupakan kajadian yang jarang terjadi. Ada kecenderungan
pada ibu yang mengalami postpartum depression dan tidak dirawat akan mengalami
hal ini. Gejala yang nampak yaitu pusing yang sangat parah, kelelahan, agitasi,
perubahan mood, merasa tidak berdaya dan malu. Hal ini dapat menimbulkan
halusinasi dan mania dari seorang ibu. Berdasarkan penelitian hal ini terjadi pada satu
dari seribu kelahiran.
Gangguan kepribadian dan gangguan psikososial merupakan kofaktor yang penting
pada ibu yang menyiksa anaknya. Hal ini dapat terjadi pada ibu yang mempunyai orang tua
yang bercerai sejak ia kecil dan mempunyai riwayat kekerasan pada saat ia kecil.
1Berdasarkan penelitian populasi ditemukan satu dari dua dari kematian anak yang
disebabkan karena accidental mempunyai riwayat penyiksaan sebelumnya.

Pembunuhan anak untuk balas dendam terhadap pasangan (retaliating) jarang


ditemukan. Ibu yang melakukan hal ini biasanya mempunyai gangguan kepribadian dan
mempunyai resiko yang tinggi untuk melakukan bunuh diri.

Pembunuhan anak sendiri yang disebabkan gangguan kejiwaan mempumyai


prevalensi yang cukup tinggi dengan depresi dan psikotik sebagai penyebab utamanya.
7
Resnick menemukan bahwa 67% dari 88 ibu yang melakukan pembunuhan pada anaknya
menderita depresi mayor dan schizophrenia. 7 Bourget dan Gagne dalam penelitiannya
menemukan 67% dari 27 ibu yang melakukan pembunuhan pada anaknya didiagnosa
mengalami depresi mayor dan 15% didiagnosa menderita schizophrenia. 7 Berdasarkan dari
penelitan Lewis dan Bunce, ibu yang mengalami gangguan kejiwaan cenderung mempunyai
banyak korban dan akan melakukan bunuh diri setelahnya. Biasanya senjata yang digunakan
adalah pisau dan senjata api.7 Stanson menginvestigasi enam wanita yang mengalami
gangguan kejiwaan yang meliputi depresi mayor, schizophrenia, dan schizoafektif. Dia
menemukan bahwa keenam ibu tersebut membunuh anak tertuanya dengan pembunuhan
lebih dari satu korban pada beberapa kasus.

Pembunuhan anak biasa yang dilakukan oleh ayah

Bourget dan gagne menemukan 77 kasus pembunuhan anak sendiri yang dilakukan
oleh ayah di Quebec dalam 10 tahun terakhir.9 Penelitian ini memperlihatkan beberapa faktor
yang berhubungan dengan korban, cara pembunuhan, dan motif yang mendasari dari
pembunuhan tersebut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembunuhan anak sendiri lebih
sering dilakukan oleh ayah dibandingkan ibu dari korban. Hal ini berdasarkan jumlah pelaku,
Bourget dan gagne di penelitiannya yang berbeda menemukan terdapat 34 kasus pembunuhan
anak sendiri yang dilakukan oleh ibu pasien.11 Pada penelitian 32 kasus pembunuhan anak di
U.S Air Force, Lucas et al. menemukan bahwa pembunuhan terhadap anak dan bunuh diri
meningkat ketika umur dari korban semakin bertambah; 13% korbannya adalah anak yang
lebih muda (1-4 tahun) dan diikuti dengan kasus bunuh diri dari pelaku sedangkan 50%
korbannya adalah anak yang lebih tua (4-15 tahun).9
Seorang ayah merupakan pelaku yang cukup sering melakukan pembunuhan anak
yang disebabkan fatal abuse (accidental pada klasifikasi Resnik), yang biasanya disebabkan
oleh battered child syndrome (suatu tanda luka yang diakibatkan dari penyiksaan secara fisik)
dan jarang diikuti dengan gangguan psikotik maupun kasus bunuh diri. Riwayat kekerasan
pada zaman dahulu merupakan faktor yang sering menyebabkan terjadinya pembunuhan anak
yang dilakukan oleh ayah yang disebabkan oleh fatal abuse.

Faktor stress yang berat juga dilaporkan menjadi penyebab terjadinya pembunuhan
anak oleh ayahnya, termasuk masalah finansial, pernikahan yang terancam, dan ketakutan
akan perpisahan. Beberapa pembunuhan anak yang dilakukan oleh ayahnya terjadi setelah
terjadinya argumentasi mengenai ketidaksetiaan pasangan.

Ketidakmampuan seorang ayah mengontrol kelakuan anaknya atau salah


menginterpretasikan kelakuan anak menjadi faktor yang memotivasi terjadinya pembunuhan
anak. Pada investigasi lima kasus pembunuhan anak oleh ayahnya di Palermo Italia,
menemukan kelima laki-laki yang melakukan pembunuhan anak tidak mempunyai
kemampuan merawat anak yang baik.

Gangguan kejiwaan mempunyai peran yang penting pada kasus ini. Haters dan
friedman menemukan dari 20 laki-laki yang melakukan pembunuhan pada anak, 25%
ditemukan mempunyai gangguan psikotik dan 50% menderita gangguan depresif mayor 7.
Bourqet dan Gagne mengungkapkan hal yang sama, pada 60 laki-laki yang melakukan
pembunuhan pada anak ditemukan 30% merupakan penderita psikotik, 52% merupakan
penderita depresi mayor7. Campion et al, menemukan bahwa 11 dari 12 kasus pembunuhan
anak yang dilakukan oleh ayah yang dijadikan sample mengalami gangguan psikiatri, dengan
7 (64%) dari laki-laki mengalami akut atau kronik psikotik pada saat terjadinya
pembunuhan.7

2.6 Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Biasa ( Non Infanticide)


Dalam KUHP, belum terdapat pasal yang mengatur secara langsung pembunuhan
anak biasa (non infanticida). Oleh karena itu, pembunuhan anak biasa dapat dimasukkan
dalam bab kejahatan terhadap nyawa orang. Selain itu, pada Undang-Undang juga terdapat
pasal yang mengatur mengenai perlindungan anak. Berikut merupakan isi-isi pasal tersebut.

Pasal 338
“ Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

Pasal 339
“Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau
untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap
tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan
hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
lama dua puluh tahun.”

Pasal 340
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”

Pasal 344
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.”

Undang-Undang Perlindungan Anak

Pasal 13
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang
bertanggung
jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya tempat sampah,
got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban pembunuhan anak
sendiri (pasal 341, 342) pembunuhan (pasal 338, 339, 340, 343), lahir mati kemudian dibuang
(pasal 181) atau bayi yang ditelantarkan sampai mati (pasal 308).4

2. 5. PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK


Pemeriksaan kedokteran forensik berguna membantu penyidikan untuk memperoleh
kejelasan di dalam hal sebagai berikut:
1. Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?
2. Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?
3. Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab kematian?3,4
Visum et Repertum (VeR) itu juga mengandung makna sebagai pengganti barang
bukti. Oleh karena itu, segala hal yang terdapat dalam barang bukti, dalam hal ini yaitu tubuh
anak, harus dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian, selain ketiga kejelasan di atas, masih
ada dua hal lagi yang harus diutarakan dalam VeR, yaitu:
4. Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?
5. Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?3,4
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, bayi tersebut harus dilahirkan
hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate existence). Selain itu,
viabilitas dan maturitas bayi juga perlu ditentukan untuk menerangkan sebab lahir mati. Bila
bayi tersebut lahir mati kemudian dibuang, maka hal tersebut bukanlah kasus pembunuhan
anak sendiri, melainkan kasus lahir mati kemudian dibuang atau menyembunyikan kelahiran
dan kematian.2,4

2.5.1 Lahir hidup atau lahir mati


Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang
setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan lain tanpa mempersoalkan
usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan ari dilahirkan.2
Lahir mati (stillbirth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan
oleh ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum ataupun setelah kehamilan
berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernapas
atau tidak menunjukkan tanda kehidupan lain seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat
atau gerakan otot rangka.4
Tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan adalah pernapasan (paru
mengembang dan terdapat udara dalam lambung atau usus), menangis, adanya pergerakan
otot, sirkulasi darah dan denyut jantung serta perubahan hemoglobin, isi usus, dan keadaan
tali pusat.2
1. Pernapasan
Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan sirkulasi
plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang permanen pada paru. Pernapasan
setelah bayi lahir mengakibatkan perubahan letak diafragma dan sifat paru-paru.2,4
a. Letak Diafragma
Pada bayi yang sudah bernapas, letak diafragma setinggi iga ke-5 atau ke-6.
Sedangkan pada yang belum bernapas setinggi iga ke-3 atau ke-4.4
b. Gambaran Makroskopik Paru
Paru-paru bayi yang sudah bernapas berwarna merah muda tidak homogen namun
berbercak-bercak (mottled). Konsistensinya adalah seperti spons dan berderik pada
perabaan. Sedangkan, pada paru-paru bayi yang belum bernapas berwarna merah
ungu tua seperti warna hati bayi dan homogen, dengan konsistensi kenyal seperti hati
atau limpa.4
c. Uji Apung Paru
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique), paru-paru
tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada sediaan
histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.4
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah dijepit
dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal sehingga tampak
palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole disayat sepanjang
perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring, esophagus bersama dengan
trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus bersama dengan trakea diikat di
bawah kartilago krikoid dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada
manipulasi berikutnya cairan ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir
ke luar melalui trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.4
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau pinset
bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian esophagus diikat
di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan agar udara
tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji Breslau) tidak
memberikan hasil meragukan.4
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan ke
dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru kiri
dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke dalam air, dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus dipisahkan dan dimasukkan ke
dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari
bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, diperhatikan apakah mengapung
atau tenggelam.4
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena
kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung, letakkan di
antara dua karton dan ditekan dengan arah penekanan tegak lurus jangan digeser
untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan interstisial paru,
lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati apakah masih mengapung atau
tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu yang tidak akan
keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang
telah membusuk lanjut akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan hasil
uji apung paru negatif.4
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru
mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial respiration) yang dapat
bersifat buatan atau alamiah (vagitus uternus atau vagitus vaginalis) yaitu bayi sudah
bernapas walaupun kepala masih dalam uterus atau dalam vagina).4
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih berdenyut,
sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan
histopatologik paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir
hidup.4
Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat dipercaya,
sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.4

d. Mikroskopik paru-paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi dengan
larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang untuk memungkinkan
cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam,
kemudian dibuat sediaan histopatologik. Biasanya digunakan perwarnaan HE dan bila
paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.4
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum bernapas,
tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26 minggu. Tanda
khas untuk paru janin belum bernapas adalah adanya tonjolan (projection) yang
berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan bertambah tinggi dengan
dasar menipis sehingga akan tampak seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung
bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum
bernapas yang sudah membusuk dengan perwarnaan Gomori atau Ladewig, tampak
serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti
rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah kapiler sejajar
dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops).4
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan
amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya tali pusat
atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin prematur (intrauterine
submersion). Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit,
berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari
atas samping terlihat seperti bawang. Juga tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik
dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.4
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin
terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan deskuamasi sel-sel
epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini, atau fagositosis mekonium oleh
sel-sel dinding alveoli.4
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya
kehidupaan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang hebat, dengan
atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia intrauterin, kelainan kongenitasl
yang fatal seperti anensefalus.4
Adapun ringkasan perbedaan dari pemeriksaan paru:2
,6
n
Paru belum bernapas Paru sudah bernapas
No.
1 Volume kecil, kolaps, menempel Volume 4-6x lebih besar, sebagian
1. pada vertebra, konsistensi padat, menutupi jantung, konsistensi seperti karet
tidak ada krepitasi busa (ada krepitasi)
2
Tepi paru tajam Tepi paru tumpul
2.
3 Warna homogen, merah
Warna merah muda
3. kebiruan/ungu
5 Kalau diperas di bawah
4. permukaan air tidak keluar
Gelembung gas yang keluar halus dan rata
gelembung gas atau bila sudah
ukurannya.
ada pembusukan gelembungnya
besar dan tidak rata.
6 Tidak tampak alveoli yang Tampak alveoli, kadang-kadang terpisah
5. berkembang pada permukaan sendiri
6 Kalau diperas hanya keluar Bila diperas keluar banyak darah berbuih
6. darah sedikit dan tidak berbuih walaupun belum ada pembusukan (volume
(kecuali bila sudah ada darah dua kali volume sebelum napas.
pembusukan)
8 Berat paru kurang lebih 1/70 BB Berat paru kurang lebih 1/35 BB
7.
8 Seluruh bagian paru tenggelam Bagian-bagian paru yang mengembang
8. dalam air terapung dalam air.

2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi tanpa
bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir hidup karena suara
tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam vagina. Yang merangsang bayi menangis
dalam uterus adalah masuknya udara dalam uterus dan kadar oksigen dalam darah
menurun dan atau kadar CO2 dalam darah meningkat.2,6
3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak dapat dibuktikan.
Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup kemudian mati maupun yang lahir
mati.2,4
4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin
Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung (harus ada saksi mata)
dan bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb serta perubahan dalam duktus
arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus venosus (cabang vena umbilicalis yang
langsung masuk vena cava inferior).6
Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada bayi yang
sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran hidup. Foramen ovale
tertutup bila telah terjadi pernapasan dan sirkulasi (satu hari sampai beberapa minggu).
Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam)
Duktus venosus menutup dalam 2-3 hari sampai beberapa minggu.6
5. Isi Usus dan Lambung
Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk akibat reflek
menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir hidup). Udara dalam lambung dan
usus dapat terjadi akibat pernapasan wajar, pernapasan buatan, atau tertelan. Keadaan-
keadaan tersebut tidak dapat dibedakan. Cara pemeriksaan yaitu esophagus diikat,
dikeluarkan bersama lambung yang diikat pada jejunum lekuk pertama, kemudian
dimasukkan ke dalam air. makin jauh udara usus masuk dalam usus, makin kuat dugaan
adanya pernapasan 24-48 jam post mortem, mekonium sudah keluar semua seluruhnya
dari usus besar.2,6
6. Keadaan Tali Pusat
Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya denyut tali
pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi mata. Kedua,
pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan, bagaimana tali pusat itu di putus (secara
tajam atau tumpul).2,6
7. Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan setelah bayi
lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa bayi tersebut tidak lahir
hidup yaitu maserasi, yang dapat terjadi bila bayi sudah mati di dalam uterus beberapa
hari (8-10 hari). Hal ini harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi
tidak terbentuk gas karena terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu
dilahirkan, sebelum dilahirkan atau setelah terpisah sama sekali dari ibu.2,6
Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum dilahirkan, atau
setelah terpisah sama sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam kandungan adalah:
a. Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu melahirkan
b. Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:
 Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau).
 Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan.
 Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak.
 Tidak ada gas, baunya khas.

Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan.6

2.5.2 Tanda Perawatan


Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam kasus pembunuhan
anak. Keadaan baru lahir dan belum dirawat merupakan petunjuk dari bayi tersebut tidak
lama setelah dilahirkan. Menurut Ponsold, bayi baru lahir (neugeborenen) adalah bayi yang
baru dilahirkan dan belum dirawat. Jika sudah dirawat, maka bayi itu bukan bayi baru lahir
dan tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak sendiri.4
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat diketahui
dari tanda-tanda sebagai berikut:

Tubuh masih berlumuran darah.

Ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan
pusat (umbilikus).

Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat
diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air.

Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang
mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian
belakang bokong.4
2.5.3 Viabilitas
Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup di luar kandungan ibunya atau
sudah mampu untuk hidup terpisah dari ibunya (separate existence). Viabilitas mempunyai
beberapa syarat, yaitu:
a. Umur ≥ 28 minggu dalam kandungan.
b. Panjang badan ≥ 35 cm.
c. Berat badan ≥ 2500 gram.
d. Tidak ada cacat bawaan yang berat.
e. Lingkaran fronto-ocipital ≥ 32 cm.4
Selain itu, juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan
hidup bayi, seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus atau mikrosefalus), dan
saluran pencernaan (stenosis esophagus, gastroskizis).3

2.5.4 Cukup Bulan dalam Kandungan


Bayi yang cukup bulan (matur, term) adalah bayi yang lahir setelah dikandung selama 37
minggu atau lebih tetapi kurang dari 42 minggu penuh. Pengukuran bayi cukup bulan dapat
dinilai dari:
 Ciri-ciri eksternal
 Daun telinga
Pada bayi yang lahir cukup bulan, daun telinga menunjukkan pembentukan tulang
rawan yang sudah sempurna, pada helix teraba tulang rawan yang keras pada
bagian dorsokranialnya dan bila dilipat cepat kembali ke keadaan semula.3
 Susu
Pada bayi yang matur putting susu sudah berbatas tegas, areola menonjol diatas
permukaan kulit dan diameter tonjolan susu itu 7 milimeter atau lebih.3
 Kuku jari tangan
Kuku jari tangan sudah panjang, melampaui ujung jari, ujung distalnya tegas dan
relatif keras sehingga terasa bila digarukkan pada telapak tangan pelaku autopsi.
Kuku jari kaki masih relatif pendek. Pada bayi yang prematur kuku jari tangan
belum melampaui ujung jari dan relatif lebih lunak sehingga ujungnya mudah
dilipat.4
 Garis telapak kaki
Pada bayi yang matur terdapat garis-garis pada seluruh telapak kaki, dari depan
hingga tumit. Yang dinilai adalah garis yang relatif lebar dan dalam. Dalam hal
kulit telapak kaki itu basah maka dapat juga tampak garis-garis yang halus dan
superfisial.4
 Alat kelamin luar
Pada bayi laki-laki matur, testis sudah turun dengan sempurna yakni pada dasar
skrotum dan rugae pada kulit skrotum sudah lengkap. Pada bayi perempuan yang
matur, labia minor sudah tertutup dengan baik oleh labia mayor.4
 Rambut kepala
Rambut kepala relatif kasar, masing-masing helai terpisah satu sama lain dan
tampak mengkilat. Batas rambut pada dahi jelas. Pada bayi yang prematur rambut
kepala halus seperti bulu wol atau kapas, masing-masing helai sulit dibedakan satu
sama lain dan batas rambut pada dahi tidak jelas.4

 Skin opacity
Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehingga pembuluh
darah yang agak besar pada dinding perut tidak tampak atau tampak samar-samar.
Pada bayi prematur pembuluh-pembuluh tersebut tampak jelas.4
 Processus xiphoideus
Pada bayi yang matur processus xiphoideus membengkok ke dorsal, sedangkan
pada yang prematur membengkok ke ventral atau satu bidang dengan korpus
manubrium sterni.4
 Alis mata
Pada bayi yang matur, alis mata sudah lengkap, yakni bagian lateralnya sudah
terdapat, sedangkan pada yang prematur bagian itu belum terdapat.4
 Pusat penulangan
 Pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (femur) mempunyai arti yang
cukup penting. Bagian distal femur dan proksimal tibia akan menunjukkan pusat
penulangan pada umur kehamilan 36 minggu. Demikian juga pada cuboideum dan
cuneiform. Sedangkan, talus dan calcaneus pusat penulangan akan tampak pada
umur kehamilan 28 minggu.
 Penaksiran umur gestasi
 Rumus De Haas
Menurut rumus De Haas, untuk 5 bulan pertama panjang kepala-tumit dalam
sentimeter adalah sama dengan kuadrat angka bulan. Untuk 5 bulan terakhir,
panjang badan adalah sama dengan angka bulan dikalikan dengan angka 5.4
 Rumus Arey
Menggunakan panjang kepala, tumit dan bokong.
Umur (bulan) = panjang kepala - tumit (cm) x 0,2
Umur (bulan) = panjang kepala - bokong (cm) x 0,3.4
 Rumus Finnstrom
Menggunakan panjang lingkar kepala oksipito-frontal.
Umur gestasi = 11,03 + 7,75 (panjang lingkar kepala)4

2.5.5 Penyebab Kematian


Bila terbukti bayi lahir hidup (sudah bernafas), maka harus ditentukan penyebab
kematiannya. Bila terbukti bayi lahir mati (belum bernafas) maka ditentukan sebab lahir mati
atau sebab mati antenatal atau sebab mati janin (fetal death).4
Ada berbagai penyebab kematian pada bayi, yaitu:
a. Kematian wajar
1. Kematian secara alami
 Imaturitas
Terjadi jika bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup di luar
kandungan sehingga mati setelah beberapa saat sesudah lahir.
 Penyakit kongenital
Seringkali terjadi jika ibu mengalami sakit ketika sedang mengandung seperti
sifilis, tifus, campak sehingga anak memiliki cacat bawaan yang menyebabkan
kelainan pada organ internal seperti paru-paru, jantung dan otak.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan organ genital.
3. Malformasi
Kadangkala bayi tumbuh dengan kondisi organ tubuh yang tidak lengkap seperti
anensefali. Jika kelainan tersebut fatal, maka bayi tidak akan bisa bertahan hidup.
4. Penyakit plasenta
Penyakit plasenta atau pelepasannya secara tidak sengaja dari dinding uterus akan
dapat menyebabkan kematian dari bayi dan ibu, dan dapat diketahui jika sang ibu
meninggal dan dilakukan pemeriksaan dalam.
5. Spasme laring
Hal ini dapat terjadi karena aspirasi mekonium ke dalam laring atau akibat
pembesaran kelenjar timus.
6. Eritroblastosis fetalis
Ini dapat terjadi karena ibu yang memiliki rhesus negatif mengandung anak dengan
rhesus positif, sehingga darah ibu akan membentuk antibodi yang menyerang sel
darah merah anak dan menyebabkan lisisnya sel darah merah anak, sehingga
menyebabkan kematian anak baik sebelum maupun setelah kelahiran.
b. Kematian akibat kecelakaan
1. Akibat persalinan yang lama
Ini dapat menyebabkan kematian pada bayi akibat ekstravasasi dari darah ke
selaput otak atau hingga mencapai jaringan otak akibat kompresi kepala dengan
pelvis, walaupun tanpa disertai dengan fraktur tulang kepala.
2. Jeratan tali pusat
Tali pusat seringkali melingkar di leher bayi selama proses kelahiran. Hal ini dapat
menyebabkan bayi menjadi tercekik dan mati karena sufokasi.
3. Trauma
Hantaman yang keras pada perut wanita hamil dengan menggunakan senjata
tumpul, terjatuhnya ibu dari ketinggian juga merupakan penyebab kematian bayi
intrauterin. Untuk kasus seperti ini harus diperiksa tanda-tanda trauma pada ibu.
4. Kematian dari ibu
Ketika ibu mati saat proses melahirkan ataupun sebelum melahirkan, maka anak
tidak akan bertahan lama di dalam kandungan sehingga harus dilahirkan sesegera
mungkin. Jika kematian disebabkan oleh penyakit kronis, seperti perdarahan
kronis, maka kesempatan untuk menyelamatkan nyawa anak sangatlah kecil.
Sedangkan jika kematian disebabkan karena kejadian akut seperti kecelakaan,
dimana ibu sebelumnya sehat, maka kemungkinan untuk menyelamatkan nyawa
bayi lebih besar.

c. Kematian karena tindakan pembunuhan


1. Pembekapan (sufokasi)
Ini merupakan tindakan yang paling sering dilakukan. Bayi baru lahir sangat
mudah dibekap dengan menggunakan handuk, sapu tangan atau dengan tangan.
Dapat juga ditemukan benda asing yang menyumbat jalan napas, seringkali karena
ibu berusaha mencegah agar anak tidak menangis dan ini justru menyebabkan
kematian.
2. Penjeratan (strangulasi)
Penjeratan juga merupakan cara pembunuhan anak yang cukup sering ditemui.
Sering ditemukan tanda-tanda kekerasan yang sangat berlebihan dari yang
dibutuhkan untuk membuat bayi mati. Tanda-tanda bekas jeratan akan ditemukan
di daerah leher disertai dengan memar dan resapan darah. Kadang juga ditemukan
penjeratan dengan menggunakan tali pusat sehingga terlihat bahwa bayi mati
secara alami.
3. Penenggelaman (drowning)
Ini dilakukan dengan membuang bayi ke dalam penampungan berisi air, sungai dan
bahkan toilet.
4. Kekerasan tumpul pada kepala
Jika ditemukan fraktur kranium, maka dapat diperkirakan bahwa terjadi kekerasan
terhadap bayi. Pada keadaan panik, ibu memukul kepala bayi hingga terjadi patah
tulang.
5. Kekerasan tajam
Kematian pada bayi baru lahir yang dilakukan dengan melukai bayi dengan senjata
tajam seperti gunting atau pisau dan menyebabkan luka yang fatal hingga
menembus organ dalam seperti hati, jantung dan otak.
6. Keracunan
Jarang dilakukan, tetapi pernah terjadi dimana ditemukan sisa opium pada putting
susu ibu, yang kemudian menyusui bayinya dan menyebabkan bayi tersebut mati.
Penentuan penyebab kematian dapat ditunjang dari pemeriksaan patologi anatomi
yang diambil dari jaringan tubuh mayat bayi.3
2.6 Pemeriksaan terhadap Pelaku Pembunuhan Anak Sendiri
Pemeriksaan terhadap wanita yang disangka sebagai ibu dari bayi bersangkutan bertujuan
untuk menentukan apakah wanita tersebut baru melahirkan. Pada pemeriksaan juga perlu
dicatat keadaan jalan lahir untuk menjawab pertanyaan “Apakah mungkin wanita tersebut
mengalami partus presipitatus?”.4
1. Tanda telah melahirkan anak
a. Robekan baru pada alat kelamin
b. ostium uteri dapat dilewati ujung jari
c. keluar darah dari rahim
d. ukuran rahim  saat post partum setinggi pusat, 6-7 hari post partum setinggi
tulang kemaluan
e. payudara mengeluarkan air susu
f. hiperpigmentasi aerola mamma
g. striae gravidarum dari warna merah menjadi putih3
2. Berapa lama telah melahirkan
a. ukuran rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu
b. getah nifas : 1-3 hari post partum berwarna merah
4-9 hari post partum berwarna putih
10-14 hari post partum getah nifas habis
c. robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari3
3. Mencari tanda-tanda partus precipitatus
a. robekan pada alat kelamin
b. inversio uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi keluar, lebih-lebih
bila tali pusat pendek
c. robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada tempat lekat tali
pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologis
d. luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit kepala, perdarahan
di dalam tengkorak3
4. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta dalam darah yang berasal dari rahim.3
Upaya membuktikan seorang tersangka ibu sebagai ibu dari anak yang diperiksa
adalah suatu hal yang paling sukar. Beberapa cara dapat digunakan, yaitu:
1. Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
Si ibu diperiksa, apakah memang baru melahirkan (tinggi fundus uteri, lochia,
kolostrum dan sebagainya). Sedangkan saat lahir si anak dilihat dari usia pasca lahir
ditambah lama kematian.
2. Memeriksa golongan darah ibu dan anak
Hal ini juga sulit karena tidak adanya golongan darah ayah. Ekslusi hanya dapat
ditegakkan bila 2 faktor dominan terdapat bersama-sama pada satu individu sedang
individu lain tidak mempunyai sama sekali. Contohnya adalah bila golongan AB
sedangkan si anak golongan O atau sebaliknya. Penggunaan banyak jenis golongan
darah akan lebih memungkinkan mencapai tujuan, tetapi oleh karena kendala biaya
maka cara ini tidak merupakan prosedur rutin.
3. Pemeriksaan DNA
Cara ini merupakan cara yang canggih dan membutuhkan dana yang besar.3,4

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Pembunuhan anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang dilakukan oleh
seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut
ketahuan telah melahirkan anak. Motif pembunuhan anak sendiri hanya satu, yaitu takut
ketahuan telah melahirkan anak. Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam
bab kejahatan terhadap nyawa orang. Pasal yang mengatur mengenai pembunuhan anak
sendiri, terdiri dari pasal 341, pasal 342, dan pasal 343. Berdasarkan undang-undang, terdapat
tiga faktor penting mengenai pembunuhan anak sendiri, yaitu faktor ibu, waktu, dan psikis.
Pembunuhan anak biasa adalah pembunuhan pada anak diatas usia satu hari yang
dilakukan oleh ibu, ayah, atau orang tua tiri. Berbeda dengan pembunuhan anak sendiri,
pembunuhan anak biasa memiliki berbagai motif, antara lain altruism, acute psychosis,
unwanted child, accidental, dan sposal revenge. Dalam KUHP, belum terdapat pasal yang
mengatur secara langsung pembunuhan anak biasa (non infantisida). Oleh karena itu,
pembunuhan anak biasa dapat dimasukkan dalam bab kejahatan terhadap nyawa orang, yaitu
pasal 338, 339, 340, dan 344, serta Undang-undang Perlindungan Anak pasal 13.
Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau yang diduga
kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan mengenai anak tersebut
dilahirkan hidup atau lahir mati, adanya tanda-tanda perawatan, luka-luka yang dapat
dikaitkan dengan penyebab kematian, anak tersebut dilahirkan cukup bulan dalam
kandungan, dan adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya.
Pemeriksaan terhadap kasus pembunuhan anak sendiri dilakukan terhadap
pelaku/tertuduh (ibu kandung yang baru melahirkan) dan korban (bayi yang baru dilahirkan).
Pada ibu, diperiksa tanda telah melahirkan anak, berapa lama telah melahirkan, adanya tanda-
tanda partus precipitates, pemeriksaan golongan darah, dan pemeriksaan histopatologi
terhadap sisa plasenta dalam darah yang berasal dari rahim. Sedangkan, pada korban
diperiksa viabilitas, penentuan umur, pernah atau tidak pernah bernapas, umur ekstrauterin,
dan sebab kematian. Sebab kematian dapat berupa akibat penyakit, kecelakaan, dan tindakan
kriminal. Salah satu contoh kematian akibat tindakan criminal adalah tindakan pembunuhan
berupa pembekapan.

2. Saran

Infantisida merupakan hal yang penting bagi kedokteran forensik karena infantisida
merupakan kasus istimewa dan berbeda dengan pembunuhan anak biasa. Oleh sebab itu
perlu pelajaran lebih dalam lagi tentang ilmu ini dan saling melengkapi terhadap ilmu-
ilmu yang telah ada.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadidjah, Susi. Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Pembunuhan Bayi


Di Wilayah DIY.Universitas Diponegoro; Tesis. Semarang. c2008 [cited 2013 March
1]. Available from http://eprints.undip.ac.id/18734/1/SUSI_HADIDJAH.pdf
2. Hoediyanto. Pembunuhan Anak (infanticide) [serial online]. c2008 [cited 2013
February 24]. Availble from
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Forensik/PEMBUNUHAN
%20ANAK.pdf
3. Idries, A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.
4. Budiyanto, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama, cetakan kedua. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997.
5. Abraham dkk. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi II. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 2010.
6. Apuranto, H. dan Hoediyanto. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga; 1997.

Anda mungkin juga menyukai