Dokumen - Tips Case-Bronkopneumonia
Dokumen - Tips Case-Bronkopneumonia
BRONKOPNEUMONIA
Oleh :
Pembimbing :
1.1 Definisi
Pneumoni adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia
adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang
ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus,
jamur dan benda asing.
1.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun.
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia,
nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO
1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi
pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu.
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di Amerika dengan cara
invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit
ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya,
sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka
pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah
menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP
Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara
penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 %
diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus
infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian
2
antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh
penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.
1.3 Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada
neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia
pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif
seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih beeasr dan
anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococus pneumoniae,
Haemophillus inflienzae tipe B, dan Staphylococcusaureus, sedangkan pada anak
yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,
disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. Melakukan
penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus sebanyak 32%,
campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak
ditemukan adalah Respiratory Syncytical Virus ( RSV ), Rhinovirus, dan virus
Paraifluenza. Kelompok anak usia 2 tahu ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri
yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun.
Secara klinis, umumya pneumoia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia
virus. Demikian juga dengan pemerikksaan radiologis dan laboratorium, biasanya
tidak dapat menentuka etiologi.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jaang
Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Sreptococcus group B Streptococcus group D
Lahir – 20 hari Listeria Monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
Bakteri Bakteri
Virus Bordetella pertussis
Virus Adeno Hamophillus influenza tipe B
Virus Influenza Moraxella catharallis
3 minggu – 3 bulan Virus Parainfluenza 1,2,3 Staphylococcus aureus
Repiratory Syncytial virus Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
3
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Hamophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharallis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Staphylococcus aureus
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Hamophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
5 tahun – remaja Virus adeno
Virus Epstein Barr
Virus influenza
Virus parainfluenza
Virus rino
Repiratory Syncytial virus
Virus varisella zoster
4
aureus meghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin,
stafilokinase , dan koagulase. Toksi dan enzim ini enyebabkan nekrosis, perdarahan
dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilka bahan
aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat
fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman.
Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit
yang serius. Pneumotokel dapat menetap hingga berbulan – bulan, tetapi biasanya
tidak memerlukan terapi lebih lanjut.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda kliis seperti pekak perkusi,
suara nafas melemah, dan ronkhi. Akan tetapi pada neonatus dan bai kecil gejala dan
tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan
auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
1. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil
Pneumonia pada neonatus sering kali terjadi akibat transmisis vertikal ibu-
anak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi
dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion,
atau dari servix ibu. Infeksi dapat berasal dari kimtaminasi dengan sumber infeksi
dari RS (hospital-acquired pneumoni ). Disamping itu dapat terjadi akibat
5
kontaminasi dengansumber infeksi dari masyarakat ( community-acquired
pneumonia).
Gambaran pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup
serangan apnea, sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah,
tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Ada bayi
BBLR sering terjadi hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan antara sepsis
dan meningitis. Sepsis pada pneumonia neonatus dan bayi kecil sering ditemukan
sebelum 48 jam pertama. Angka mortalitas sangat tiggi di negara maju, yaitu
dilaporkan 20-50%. Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya
diduga lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap kemungkinan adanya pneumonia pada
neonatus dan bayi kecil berusia dibawah 2 bulan harus segera dirawat di RS.
infeksi oleh Chamydia trachomatis merupakan infeksi perinatl dan dapat
menyebabkan pneumonia pada bayi berusia dibawah 2 bulan. Umumnya bayi
mendapatkan infeksi dari ibu pada masa persalinan. Port d’entree infeksi meliputi
mata, nasofaring, saluran respiratori, dan vagina. Gejala timbul pada usia 4-12
minggu. Gejala umum ; gejala infeksi respiratori ringan-sedang, ditandai dengan
batuk-batuk stacatto ( inspirasi diantara setiap satu kali batuk ), kadang – kadang
disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Beberapa kasus infeksi berkembang
menjadi pneumonia berat ( sindrom pneumonitis ) dan memerlukan perawatan. Gejala
klinis meliputi ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis. Gambaran foto rontgen
thoraks tidak khas, umumnya terlihat tanda—tanda hiperinflasi bilateral dengan
berbagai bentuk infiltrat difus, seperti infiltrat iinterstisial, retikulonoduler,
atelektasis, bronkopneumonia, dan gambarn milier. Antibiotik pilihan adalah
makrolid intravena.
2. Pneumonia pada Balita dan Anak yang Lebih Besar.
Pada anak yang lebih besar dan remaja, Mycoplasma pneumonae merupakan
etiologi pneumonia atipik yang cuup signifikan. Keluhan meliputi demam, menggigil,
batuk, sakit kepala, anoreksia, kadang – kadang keluhan gastrointestinal. Secara
klinis ditemukan gejala- gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta, nafas
cuping hidung, ronki dan sianosis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Ronki hanya
ditemkan bila ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan gejala
pneumonia yang bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema gerakan dada
tertinggal di daerah efusi. Gaerakan dada juga akan tergnggu bila terdapat nyeri dada
akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura bertambah, sesak nafas akan semakin
bertambah, tetapi nyeri pleura semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.
6
Kadang – kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kann
bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke
kuadran kanan bawah menyerupai apendisistis. Abdomen mengalami distensi kibat
dilatasi lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati mungkin
terba karena tertekan oleh difragma, atau memang membesar karena terjadi gagal
jantung kongestif sebagai komplikasi pneumonia.
7
Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia,
5. Pemeriksaan rontgen Thoraks
Secara umum gambaran oto thoraks terdiri dari :
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskuler, peribronchial cuffing dan hiperaerasi
Infiltrat alveoler, merupakan konsolidasi paru dengan air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus ( pneumonia
lobaris ), atau terlihat sebagai lei tunggal yang biasanya cukup besar,
berbentuk sferis, batas tidak terlalu tegas, menyerupai lesi tumor paru,
dikenal sebagai round pneumonia
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak – bercak infiltrat yang meluas hingga ke
daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran radiologis pneumonia meliputi infiltrat ringan pada satu paru
hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada satu penelitian, ditemukan bahwa lesi
pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila
ditemukan di pru kiri dan terbanyak di lbus bawah, hal itu merupakan prediktor
perjalanan penyakit yang lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih besar.
1.7 Diagnosis
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan / atau
serologis merupakan dasar terpi yang optimal. Akan tetapi penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorim yang memadai.
Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu
gejala respiratori sebagai berikut : takipnea, batuk, nafas cuping hidung, rtraksi, ronki
dan suara nafas melemah serta didukung oleh gambaran radiologis.
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita,
maka dalam upaya peanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis
dan tatalaksana pneumonia yang sederhana.
Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
o Pneumonia berat
Bila ada sesak nafas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
o Pneumonia
Bila tidak ada sesak nafas
Ada nafas cepat dengan laju nafas
8
> 50 x / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x / menit untuk anak usia >1-5 tahun
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
o Bukan pneumonia
Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
Bayi berusia dibawah 2 bulan
o Pneumoniaarus dirawat dan diberikan antibiotik
Bila ada nafas cepat ( > 60 x / menit ) atau sesak nafas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
o Bukan pneumonia
Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
1.8 Penatalaksanaan
Sebagian pneumoni pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
trutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,disters pernafasan,
tidak mau makan atau minum, atau ada penyakit dasaryang lain, komplikasi, dan
terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonarus dan bayi kecil dengan
kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemeberin cairan intravena, oksigen, koreksi terhadap gangguan asa basa, elektrolit,
dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik /antipiretik.
Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utma keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia
yang diduga disebabkan oleh bakteri
Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25
mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB
sulfametoksazol.
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai
terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
9
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.pneumonia da bakteri atipik. Dosis
eritroisn 30-50 mg/kgBB/hari, diberikan setiap 6 jam selama 10-14 hari.
Klaritromisin diberikan 2 kali sehari dengan dosis 15 mg/kgBB. Azitromisin 1 kali
sehari 10mg/kgBB 3-5 hari(hari pertama) dilanjutka dengan dosis 5mg/kgBB untuk
hari berikutnya.
Pneumonia Rawat Inap
Pada pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta laktam, ampisilin
atau amoksisislin dikombinasikan degan kloramfenikol. Antibiotik yang dibrikan
brupa : Penisilin G intrvena ( 25.000 U/kgBB setiap 4 jam ) dan kloramfenikol ( 15
mg/kgBB setiap 6 jam ), dan seftriaxon intravena ( 50 mg/kgBB setiap 12 jam ).
Keduanya diberikan selama 10 hari.
1.9 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri.
10
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
• Nama :M
• Jenis Kelamin : perempuan
• Anak ke : Pertama (tunggal)
• Umur : 2 bulan
• Suku Bangsa : Minangkabau
• Alamat : Kampung Dalam Pariaman
11
Tidak ada pernah menderita berak-berak encer sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat alergi ( udang dan ikan )
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sesak nafas seperti ini
Riwayat Kehamilan
Ibu kontrol sekali sebulan secara teratur ke bidan.
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan, ditolong bidan , langsung menangis kuat, BB lahir 3000 gram, panjang
lahir 49 cm.
Riwayat minum dan makan
ASI : sejak lahir - sekarang
Riwayat Imunisasi :
BCG : -
DPT : -
Polio : -
Hepaitis B : -
Campak : -
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Frekuensi nadi : 130 x / menit
Frekuensi nafas : 58 x / menit
Suhu : 37,3º C
Berat badan : 5,7 kg
Tinggi badan : 57 cm
BB/U : 5,7/ 5 x 100% = 114 %
TB/U : 57/57 x 100% = 95,36 %
BB/TB : 5,7/5 x 100% = 114 %
Kesan : gizi baik
PEMERIKSAAN SISTEMIK
12
Kulit : Teraba hangat, turgor baik , sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)
Kepala : Bentuk simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, ubun-ubun tidak
cekung.
Mata : mata terlihat cekung, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Pupil isokor, Reflek cahaya +/+ normal
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Mulut tidak kering, lidah kotor (-), sianosis (-)
Thorak
Paru Inspeksi : normochest, retraksi epigastrium (+)
Palpasi : fremitus sukar dinilai
Perkusi : sonor kiri = kana
Auskultasi : bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring di kedua
lapangan paru, ekspirasi memanjang
Jantung Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus terapa pada LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung sukar dinilai
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada.
Abdomen
Inspeksi : perut tidak membuncit, distensi tidak ada
Palpasi : hepar teraba 1/3 – ¼ , lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Alat kelamin: tidak ada kelainan
Extremitas : akral teraba hangat, refilling kapiler baik,
reflek patella +/+ N, achilles +/+ N. Reflek patologis : Babinsky +/+
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah : Hb : 11,6 gr%
13
Leukosit : 18.300/mm3
Hitung jenis : 0/0/1/50/48/1
Urin : Makroskopis : Warna kuning
Mikroskopis : leukosit : (-)
Eritrosit : (-)
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Epitel : gepeng (-)
Protein :(-)
Glukosa :(-)
Bilirubin (-)
Urobilinogen (+)
Feses : Makroskopis : warna kuning, konsistensi lunak, darah (-), lendir (-)
Mikroskopis : Eritrosit 0-1
Leukosit (-)
Telur cacing (-)
Diagnosis Kerja:
Bronkopneumonia
DD/
Terapi :
O2 2 liter/ menit
IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro )
Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Dexamethason 3x1 mg IV
Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
Sementara Puasa
Rencana Pemeriksaan :
Periksa elektrolit
Analisa Gas Darah (AGD)
Kultur darah
Röntgen toraks AP
14
Analisa Gas Darah
pH :7,38
pCO2 : 45 mmHg
pO2 : 113 mmHg
HCO3- : 26,6 mmol/L
BE : 0,8 mmol/L
Saturasi O2:98 %
Kesan: hperoksemia → turunkan O2 menjadi 1 liter/menit
Elektrolit
Na : 138 mmol/L
K : 5,1 mmol/L
Kesan : hiperkalemia → belum perlu dikoreksi
GDR : 74 mg/dl
Kesan dalam batas normal
Rontgen thoraks
Tampak infiltrat di perihiller dan parakardial di kedua lapangan paru
Cor dalam bats normal
Sinus dan diafragma baik
Kesan : Bronkopneumonia
Follow Up
Tanggal 3/2 2011
Pukul 07.00
Subjektif
Demam tidak ada
Sesak nafas masih ada, tidak bertambah
Kebiruan tidak ada
Kejang tidak ada
Muntah tidak ada
BAK jumlah dan warna biasa
BAB warna dan konsistensi biasa
Objektif
KU KES NADI NAFAS SUHU
Sedang sadar 122x/’ 52x/’ 36,9 C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
15
Thoraks : retraksi epigastrium dan interkosta menurun
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik
Kesan/ perbaikan minimal
Balance cairan
p.o :- urine : 70cc
p.e : 140 cc IWL : 60 cc
140 cc 130 cc
Balance : +100cc
Urine : 0,05 cc/kgBB/jam
Terapi
O2 1 liter/ menit
IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro )
Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Dexamethason 3x1 mg IV
Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
Coba minum 1x5cc/NGT
Bila toleransi minum baik lakukan pemberian ASI bertahap melalui NGT
Pukul 09.00
Subjektif
Demam tidak ada
Sesak nafas masih ada, tidak bertambah
Kebiruan tidak ada
Kejang tidak ada
Muntah tidak ada
BAK jumlah dan warna biasa
BAB warna dan konsistensi biasa
Intake masuk per NGT
Objektif
KU KES NADI NAFAS SUHU
Sedang sadar 118 x/’ 38 x/’ 37 C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
16
Thoraks : retraksi epigastrium dan interkosta minimal
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik
Kesan/ perbaikan
Terapi
O2 1 liter/ menit
IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro )
Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Dexamethason 3x1 mg IV
Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
ASI 8 x 10 cc /NGT
17
p.e : 140 cc IWL : 228 cc
480 cc 428 cc
Balance : +52cc
Urine : 1,46 cc/kgBB/jam
Terapi
O2 1 liter/ menit
IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro )
Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Dexamethason 3x1 mg IV
Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
ASI 8 x 15 cc /NGT
18
Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Dexamethason 3x1 mg IV
Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
ASI 8 x 30 cc /NGT
Pasien dipindahkan ke Bangsal Akut
19