Anda di halaman 1dari 28

TOKOH-TOKOH PERJUANGAN ISLAM DI INDONESIA

Disusun:
O
L
E
H

Lubna Azka Syakira


Kelas VI-1 Min Rukoh
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Segala puji bagi Allah SWT. tuhan semesta alam yang telah memberikan saya kesehatan
dan pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Tokoh-
Tokoh Islam Di Indonesia”. Shalawat beriring salam tidak lupa pula kita sanjung sajikan
kepangkuan Nabi besar Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam
jahiliyah kealam islamiah, dari alam kebodohan kealam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan seperti yang kita rasakan sekarang ini.

Semoga dengan makalah yang saya buat ini bermanfaat bagi kita semua dan
terutama saya sendiri.

Wabillahi Taufik Wa Hidayah

Wassalamua’laikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Penulis

Lubna Azka Syakira


1. Tokoh-Tokoh perjuangan Islam di tanah Jawa

a. Jawa Barat

Sunan Gunung Djati atau nama aslinya Syarif Hidayatullah.


 Kepribadian

Kepribadian Sunan Gunung Djati adalah sebagai berikut:

Pertama, ketakwaan dan keyakinan. Salah satu petatah petitih yang populer di
masyarakat adalah ingsun titipna tajug lan fakir miskin. Kata Kanjeng Sunan Jati, saya
menitipkan musala atau masjid dan fakir miskin. Dalam tajug juga dijelaskan Kanjeng
Sunan, yen sembahyang kungsi pucuke panah (jika salat harus khusyu’ dan tawadlu’
seperti anak panah yang menancap kuat). Tali panah menjadi perumpamaan Kanjeng
Sunan Jati untuk menggambarkan kalau tali panah lepas, maka tidak bisa untuk memanah

Kedua, kedisiplinan. Ajaran disiplin ini, mungkin yang lebih tepat lagi adalah
untuk kosisten, timbal balik, dan niat belajar. Ada tiga pesan: Aja nyindra janji mubarang
(jangan mengingkari janji), pemboraban kang ora patut anulungi (yang salah tidak usah
ditolong), aja ngaji kejayaan kang ala rautah (jangan belajar untuk kepentingan yang
tidak benar atau disalahgunakan).

Ketiga, kearifan dan kebijakan. Di antara wejangan Kanjeng Sunan Gunung Jati
terkait bagian ini lebih dekat untuk ajaran akhlak dan tarekat, antara lain singkirna sifat
kanden wanci (jauhi sifat yang tidak baik), duweha sifat kang wanti (milikilah sifat-sifat
yang baik), amapesa ing bina batan (jangan serakah atau berangasan dalam hidup),
angadahna ing perpadu (jauhilah pertengkaran), aja ilok ngamad kang durung yakin
(jangan suka mencela sesuatu yang belum terbukti kebenarannya), aja ilok gawe bobad
(jangan suka berbohong), ing panemu aja gawe tingkah (bila pandai jangan sombong),
kenana ing hajate wong (kabulkan keinginan orang), aja dahar yen durung ngeli (jangan
makan sebelum lapar), aja nginum yen durung ngelok (jangan minum sebelum haus), aja
turu yen durung katekan arip (jangan tidur sebelum kantuk), aja ilok ngijek rarohi ing
wong (jangan suka menghina orang lain), dst.

Keempat, kesopanan dan tata krama. Wejangan Kanjeng Sunan Jati yang kategori
terakhir ini memang bersifat etis, seperti den hormat ing wong tua (harus hormat kepada
orang tua), den hormat ing leluhur (harus menghormati kepada leluhur), hormaten,
emanen, mulyaken ing pusaka (hormat, sayangi, dan muliakanlah pusaka, den welas asih
sing sapapada (hendaknya menyayangi sesama manusia), dan mulyaken ing tetamu
(hormatilah para tamu)

 Perjuangan dalam Dakwah Islam

Perjuangan Sunan Gunung Djati dalam dakwah Islam adalah sebagai berikut:

Syaikh Syarif Hidayatullah ini telah ditunjuk sebagai penerus ayahnya di Mesir. Namun
jiwa pembelajar dan keinginan kuat untuk menyampaikan ajaran agama sejauh yang bisa
dijangkau, membuatnya menyerahkan jabatan itu kepada adiknya—Syarif Nurullah.
Sedangkan dirinya sendiri memulai perjalanan untuk menuju pulau Jawa sekaligus
tempat kelahiran ibundanya.

Maka di tahun 1470 Syarif Hidayatullah memulai perjalanannya. Dalam perjuangannya


ini tantangan terbesar yang harus Sunan Gunung Jati tanggung adalah kenyataan kalau
eyangnya sendiri belum memeluk Islam. Sebagaimana diketahui, munculnya Islam belum
sepenuhnya diterima oleh masyarakat.

Khususnya bagi orang-orang pedalaman dan kerajaan-kerjaan yang masih memegang


teguh budaya Hindu-Budha. Oleh karena itu saat akan memulai dakwahnya dengan
kerendahan hati, Sunan Gunung Jati menemui eyangnya yaitu Prabu Siliwangi untuk
meminta izin.

“Kau boleh menyebarkan ajaran baru di sini, tetapi jangan dengan paksaan. Jangan
sampai karena beda bahasa dalam sesembahan, darah tumpah ke bumi. Bumi dan langit
tak akan merestui kepada siapa saja yang datang untuk saling menghinakan”.

Pesan itulah yang Sunan Gunung Jati pegang dengan erat. Dalam menyebarkan agama
Islam, dia memilih metode lemah lembut dan kekeluargaan. Kearifan budi dan akhlak
itulah yang pada akhirnya membuat banyak masyarakat mulai mengikuti ajaran Sunan
Gunung Jati. Apalagi sejak Sunan Gunung Jati diamanahi untuk melanjutkan
kepemimpinan di Pesantren Amparanjati, setelah Syaikh Nurjati meninggal.

Hanya saja berjalannya hari, Sunan Gunung Jati menyadari dalam memperjuangkan
Islam, ternyata tidak hanya bisa memakai cara lemah lembut. Karena banyak orang-orang
dari kerajaan Hindu-Budha yang mulai merasa terganggung dengan Islam yang mulai
berkembang pesat.

Baik itu dari pihak Majapahit juga kerajan di Pajajaran. Apalagi sejak Sunan Gunung Jati
membangun hubungan baik dengan kesultanan Demak. Mereka berusaha menjatuhkan
pengaruh Islam dengan berbagai cara.

b. Jawa Timur

 Sunan Ampel atau nama aslinya Sayyid Muhammad ‘Ali Rahmatillah (Raden
Rahmat)

 Silsilah Sunan Ampel


 Kepribadian Sunan Ampel

Kepribadian Sunan Ampel adalah sebagai berikut:

1. TULUS -->Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena yakin
tidak akan
dibodohi atau dibohongi.
2. RENDAH HATI -->Hanya orang yang kuat batinnya yang bisa bersikap rendah hati.
Orang yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain.
3. SETIA -->Orang yang setia bisa dipercaya dan diandalkan. Dia
selalu menepati janji, punya komitmen yang kuat,rela berkorban dan tidak berkhianat.
4. POSITIVE THINKING -->Orang berpikiran positif selalu berusaha melihat segala
sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk sekalipun.
5. CERIA -->Artinya bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluhdan selalu berusaha
meraih kegembiraan.
6. TANGGUNG JAWAB -->Ia akan melaksanakan kewajibannya dengan sungguh-
sungguh kalau salah,berani mengakuinya dan tidak mencari kesalahan orang lain.
7. PECAYA DIRI -->Mampu menerima dirinya sebagaimana adanya,mengharg ai
dirinya dan
orang lain. Juga mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
8. BERJIWA BESAR -->Ia tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci dan
permusuhan.
Ketika menghadapi masa-masa sukar dia tetap tegar!
9. EASY GOING -->Maksudnya,tidak suka membesar-besarkan masalah kecil atau
berusaha
mengecilkan masalah besar. Dia tidak mau pusing dengan masalah yang berada diluar
kontrolnya.
10. EMPATI -->Orang yang berempati bukan saja pendengar yang baik tapi juga selalu
berusaha memahami dan mengerti orang lain.

 Perjuangan dalam Dakwah Islam


Perjuangan Sunan Ampel dalam Dakwah Islam adalah sebagai berikut:

Raden Rahmat seusia muda sebelum 20 tahun tinggal dengan Ibunya di Campa
(Kamboja). Kedatangan Raden Rahmat ke Jawa, sebelumnya singgah dulu di
Palembang selama 2 bulan saat Raden Rahmat berusia 20 tahun dan berhasil
mengislamkan Arya Damar Raja di Palembang. Kemudian melanjutkan pelayaran ke
Majapahit dengan singgah di Gresik sekitar tahun 1421/1422 M
Raden Rahmat menetap di Ampel Denta (Surabaya), menurut penuturan Babad
Gresik, Raden Rahmat berhasil menjadikan daerah Ampel Denta yang semula berair
dan berlumpur menjadi daerah yang makmur. Di sini beliau mendirikan pesantren,
sehingga Ampel menjadi pusat dakwah Islam, sehingga Raden Rahmat digelari Sunan
Ampel.
Intensitas perjuangan penegakan Islam di tanah Jawa lebih akseleratif dan
terorganisir dimulai sejak kepemimpinan Sunan Ampel yaitu dengan merintis tanah
Ampel Denta sebagai basis dakwah sekitar tahun 1422 M, sampai kejatuhan Kerajaan
Majapahit tahun 1478 M atau sekitar 56 tahun.
Kita kadang membayangkan Sunan Ampel atau para Walisanga lainnya adalah
orang yang sudah tua renta yang memiliki kesaktian yang madraguna, tetapi kalau kita
telusuri secara waktu meskipun banyak perdebatan dan ketidakpastian penulisan
sejarah berkenaan dengan waktu dan usia, tapi bisa dipastikan bahwa Sunan Ampel
berkiprah bagi perjuangan penegakan Islam adalah seorang tokoh muda yang
berprestasi. Hitungannya pendirian pesantren Ampel Denta yang didirikan setelah
menikah dengan putri Tumenggung Wilwatikta pada usia sekitar 25 Tahun, ini berarti
Sunan Ampel adalah da’i muda belia yang menjadi pelopor dakwah tanah Jawa.
Pesantren Ampel Denta oleh Sunan Ampel dan didaerah Giri oleh Sunan Giri
adalah dua institusi pendidikan tempat pengkaderan pejuang-pejuang Islam paling
penting di masa itu. Pesantren Ampel Denta Surabaya melahirkan kader Sunan Ampel
diantaranya : Raden Patah (Raja Demak), Sunan Kalijaga (Menantu), Raden Paku
(Sunan Giri), Raden Makdum (Sunan Bonang), Syarifudin (Sunan Drajat) dan
Maulana Ishaq (Blambangan), Dari Giri Akselerasi dakwah Islam berkembang ke
seluruh wilayah timur Nusantara diantaranya Sulawesi, Maluku, Ternate, Tidore.
Melalui pesantren yang terus di bina sungguh-sungguh, Sunan Ampel berhasil
menelurkan orang-orang yang ahli agama dan menguasai ajaran Islam serta
mempunyai dedikasi yang tinggi dalam mengamalkan dan memperjuangkan Islam.
Ada aspek strategis Ampel sebagai pusat dakwah Islam yang dikomandani oleh
Raden Rahmat (Sunan Ampel), sebab Ampel (Surabaya saat itu) merupakan pintu
gerbang utama kerajaan Majapahit. Dengan adanya pusat dakwah di Ampel sebagai
pintu gerbang Majapahit, maka pengaruh dakwah Islam yang sebelumnya berasal dari
Gresik (yang dirintis oleh Sunan Gresik atau Syekh Maulana Malik Ibrahim bapak-nya
Sunan Ampel) menjadi lebih gencar dan menusuk jantung Ibukota Majapahit.
Perkembangan Ampel Denta sebagai suatu komunitas di Surabaya yang dihuni
oleh Umat Islam pada giliranya menjadi sentra pengkaderan Islam yang paling
berpengaruh di Jawa pada pertengahan abad ke-15.
Berbagai halangan, rintangan dan pengalaman pahit terjadi dalam upaya dakwah
di negara-negara bagian Majapahit, tetapi Sunan Ampel mampu mengkoordinasikan
dengan baik dalam wadah Dewan Walisanga (Dewan Dakwah Sembilan Penjuru dan
melakukan pendekatan-pendekatan dakwah yang dinamis dan fleksible

c. Jawa Tengah
 Sunan Kudus atau nama aslinya Ja’far Shadiq
 Silsilah Sunan Kudus
Kepribadian
Kepribadian Sunan kudus adalah sebagai berikut:
Tekun,disiplin,dan tegas dalam mengambil suatu tindakan, beliau juga menjadikan hasil
belajarnya untuk bekal dalam menyiarkan agama islam

 Perjuangan dalam dakwah Islam


Perjuangan Sunan Kudus dalam menyiarkan Agama Islam atau Dakwah Islam adalah
sebagai berikut:
1. Pendekatan struktural dakwah Sunan Kudus
Dalam struktur “Dewan Wali” menurut kitab walisanga karangan Sunan Giri, Sunan
Kudus dipercaya sebagai Panglima perang di Kerajaan Demak Bintoro. Sunan Kudus
juga dikenal sebagai “eksekutor” ketika terjadi ketetapan hokum atas sebuah masalah
yang diputuskan oleh Dewan Walisanga. Hal itu terjadi ketika Syaikh Siti Jenar karena
dianggap menyimpang atau membelot dari ajaran walisanga, sehingga dianggap akan
menyesatkan umat yang baru saja memeluk Islam. Maka Syeikh Siti Jenar mendapatkan
putusan hukuman mati. Eksekutor dalam hukuman ini diserahkan kepada Sunan Kudus.
Meskipun pada akhirnya Syaikh Siti Jenar memilih sendiri caranya untuk mati.
Strategi dakwah Sunan Kudus yang menggunakan pendekatan struktural yaitu
dengan cara mengislamkan penguasa atau ikut terlibat dalam pendirian kekuasan baru,
seperti kesultanan Demak dan Cirebon. Sunan Kudus turut terlibat sebagai senopati di
Kasultanan Demak.
2. Pendekatan kultural dakwah Sunan Kudus
Sunan Kudus sejak memulai dakwahnya di Kudus enam abad yang lalu melalui jalur
pendekatan kultural. Beberapa model dakwah Sunan Kudus yang mengedepankan
pendekatan cultural akan dijelaskan sebagai berikut ;
· Menciptakan ruang budaya
Langkah pertama aksi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kudus ketika memulai
gerakannya adalah membangun masjid. Meskipun pada awalnya dalam bentuk yang
sederhana, dalam perspektif budaya Sunan Kudus sebenarnya sudah sadar akan
pentingnya ruang budaya dalam melakukan transformasi sosial. Masjid dalam hal ini
menjadi semacam nilai simbolik babak baru dalam melakukan transmisi nilai, meski dari
segi struktur bentuk masjid masih tetap memperhatikan budaya local yang mirip
bangunan pure, tempat ibadah bagi umat Hindu.
Keberadaan masjid Al Aqsha dan menara kudus yang kokoh, tegak dan menjulang tinggi
terseut sebagai penanda yang jelas menyiratkan adanya penanda bahwa bangunan
kepercayaan lama segera ditinggalkan, beralih kepada kepercayaan baru.namun nilai-nilai
lama yang tidak bertentangan denagna islam yan dimiliki oleh Hindu tidak serta merta
dihilangkan secara total. Oleh karena itu dalam konstruksi bangunan masjid dan menara
tersebut Sunan Kudus tetap memperhatikan dan menghargai pola dan bentuk bangunan
yang sebelumnya sudah ada, yaitu miripatap bangunan pure.
· Akulturasi
Pola akulturasi sangat kental dalam strategi dakwah Sunan Kudus, beliau mencoba
membawa unsur-unsur budaya baru yang sarat dengan muatan islami, namun tetap
mempertahankan unsur-unsur budaya lamayang melekat dalam masyrakat Kudus saat
itu.[6]
Jauh sebelum kehadiran islam yang dibawa oleh sunan kudus kebanyakan masyarakat
memiliki kepercayaan yang cenderung bertentangan dengan tauhid. Struktur masyarakat
dibangun denganm system kasta atau perbedaan golongan kelas, sehingga kehidupan
masyarakat cenderung diskriminatis, tidak adil pada saatt itu. Manifestasi yang suci
diwujutkan dalam bentuk arca dan juga binatang-binatang tertentu yang dianggap
memiliki nilai sakral. Yang menonjol aalah mempercayai adanya banyak tuhan
(politeisme).
Maka ketika sunan kudus membawa ajaran baru dengan agama islam yang menekankan
aspek tauhid (monoteisme), jelas sangat bertolak belakang dengan ajaran masayarakat
setempat. Ini merupakan tantangan berat bagi sunan kudus. Maka denganm penuh
bijaksana sunan kudus tidak secara frontal menyampaikan ajaran islam tersebut kepada
mereka. Akulturasi islam dan budaya lokal adalah salah satu strategi yang ditawarkan
oleh sunan kudus. Beberapa bentuk pola alkuturasi budaya lokal yang dekat dengan
tradisi hindu dengan nilai-nilai islam dapat dicermati pada pembahasan berikut :
a. Berntuk bangunan
Pola alkuturasi budaya local hindu /buda dengan islkam dalam bentuk arsitektur yang
paling jelas terdapat pada bangunan menara kudus yang menjadi kebanggaan umat islam.
Kalau diperhatikan bentuk menara kudus itu menyerupai bangunan pura di bali atau candi
jago peninggalan hindu-budha di malang. Demikian juga ornamen–ornamen yang ada
pada menara kudus juga mencerminkan lintas budaya, seperti piringan yang melekat di
dinding menara adalah model piringan cina.
Menara kudus yang bentuknya mirip pura, di fungsikan sebagai tempat adzan agar orang-
orang bisa mendengarkan bila adzan dikumandangkan.di menara ini juga selalu
dibunyikan bedug setiap kali datangnya bulan suci ramadhan, sebagai tanda masuknya
ibadah puasa.
Bentuk lain pola alkuturasi juga bisa dilihat pada 8 pancuran/padasan kuno. Tiap–tiap
pancuran dihiasi dengan relief arca sebagai ornament penambah estetika. Pancuran
wudhu itu mengadopsi ajaran budha, asta sanghika margayakni 8 jalan utama yang
menjadi pegangan umat saat itu dengan merujuk pada 8aspek yang penting dalam
kehidupan yakni: pengetahuan, keputusan, perbuatan, cara hidup, daya, usaha, meditasi,
dan keutuhan. Pada ornamen pancuran yang masih otentik tersebut dialih fungsikan untuk
bersuci sebelum shalat dilakukan yang hingga sekarang masih ada dan berfungsi dengan
baik.
b. Mangikat sapi di halaman masjid.
Untuk mengait masyarakat sekitar agar tertarik datang masuk ke masjid menara kudus,
sunan kudus medatangkan sapi lalu dikat di depan masjid. Dalam kepercayaan mereka
sapi adalah binatang yang dihormati, sehingga jarang orang memiliki sapi. Sapi biasanya
hanya oleh orang–orang tertentu yaitu pemuka–pemuka mereka. Dengan cara yang
seperti itu, orang berbondong–bondong datang ke masjid, yang tujuan awalnya adalah
menghampiri sapi yang langka itu. Maka ketika sudah banyak orang yang berkumpul di
masjid, sunan kudus menyampaikan wejangan–wejangan ringan terkait dengan ajaran
islam.
Yang tak kalah menarik sunan kudus juga melarang jamaahnya untuk menyembelih sapi,
meski dalam islam hal itu dihalalkan. Hal ini sebagai wujud strategi menarik simpati
masyarakat yang kebanyakan saat itu menganggap binatang sapi sebagai makhluk yang
suci. Ternyata apa yang dilakukan oleh sunan kudus benar–benar ampuh, sehingga dalam
waktu yang tidak lama islam dapat diterima dan dianut oleh sebagian besar masyarakat
Kudus hingga sekarang warga kudus masih mempertahankan adat tersebut dengan tidak
menyembelih sapi pada saat hari raya idul adha. Dengan demikian sunan kudus lebih
mengedepankan toleransi dan harmoni dari pada konflik dalam menyiarkan

2. Tokoh-tokoh perjuangan Islam di Nanggroe Aceh Darussalam


Pangeran Fatahillah
 Silsilah pangeran Fatahillah
1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW
2. Sayyidah Fatimah Azzahra
3. Al-Imam Sayyidina Husein Asshibti
4. Al-Imam As-Sayyid Ali Zaenal Abidin
5. Al-Imam As-Sayyid Muhammad Al Baqir
6. Al-Imam As-Sayyid Ja’far Asshodiq
7. Al-Imam As-Sayyid Ali Al Uraidhi
8. Al-Imam As-Sayyid Muhammad Annaqib
9. Al-Imam As-Sayyid Isa Arrumi
10. Al-Imam As-Sayyid Ahmad Al Muhajir
11. Al-Imam As-Sayyid Ubaidhillah/Abdullah
12. Al-Imam As-Sayyid Alwi Al Awwal/Alwi Al Mubtakir (cikal bakal lahirnya
Keluarga Besar/ Bani Alawi
13. Al-Imam As-Sayyid Muhammad Shohibus Souma’aH
14. Al-Imam As-Sayyid Alwi Atsani/Alwi-Shohib Baitu Jubair
15. Al-Imam As-Sayyid Ali Kholi’ Qosam
16. Al-Imam As-Sayyid Muhammad Shahib Marbath
17. Al-Imam As-Sayyid Alwi Ammul Faqih
18. Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan
19. Al-Imam As-Sayyid Abdullah Amirkhan
20. Al-Imam As-Sayyid Sultan Ahmad Syah Jalaludin
21. Al-Imam As-Sayyid Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro I
22. Al-Imam As-Sayyid Sultan Barakat Zaenal Alam
23. As-Sayyid Maulana Maghfur/Maulana Abdul Ghafur
24. As-Sayyid Maulana Mahdar Ibrahim Patakan/Mufti Kesultanan Pasai
25. As-Sayyid Fathullah / Ahmad Fathullah / Fatahillah / Fadhillah Azmatkhan/
Wong Agung Paseh / Falatehan / Tubagus Pasai/ Laksamana Khoja Hasan /
Pangeran Jayakarta

 Kepribadian
Kepribadian pangeran Fatahillah adalah sebagai berikut:
Tahun 1522, bangsa Portugis berhasil menguasai pelabuhan Sunda Kalapa dengan
membuat perjanjian kerjasama dengan kerajaan Pajajaran. Isi perjanjian antara
lain: Pajajaran akan menjual lada kepada Portugis dan Portugis diperkenankan
membangun benteng di Sunda Kelapa. Namun sebelum pelaksanaan
pembangunan benteng tersebut, bangsa Portugis banyak mengalami penyerangan
oleh pasukan Islam. Sultan Mahmud Syah menyerang benteng Portugis di
Malaka; kekuasaan Portugis di Maluku diserang oleh Kesultanan Tidore dan
Ternate. Begitu juga dengan Panglima Fatahillah yang menaklukan kekuasaan
Portugis di Tanah Jawa.
Penyerangan terhadap kekuasaan Portugis di Sunda Kalapa dipimpin oleh
Fatahillah, yang tak lain adalah menantu dari Sunan Gunung Jati. Fatahillah
diangkat sebagai panglima perang oleh Raja Kerajaan Islam Demak untuk
menaklukan penjajahan Portugis di Tanah Sunda. Pasukan perang Fatahillah
mendapatkan bantuan armada dari kerajaan Islam Demak dan Kerajaan Islam
Cirebon, sehingga pasukan Islam memiliki pertahanan yang cukup kuat. Awal
penyerangan pasukan Fatahillah diarahkan kepada penaklukan kerajaan Pajajaran
di Banten. Lalu setelah itu melanjutkan penyerangan terhadap pasukan portugis di
Pelabuhan Sunda Kalapa.
Pasukan Portugis dibawah pimpinan Fransisco de Sa, masih berusaha menagih
janji atas perjanjian kerajaan Pajajaran dengan Pasukan Portugis untuk
mendirikan benteng di Pelabuhan Sunda Kalapa. Namun karena Sunda Kalapa
sudah berada dalam kekuasaan pasukan Fatahillah, tentu Fatahillah menolak
tuntutan tersebut. Maka dengan kekecewaannya Portugis mengancam akan
menghancurkan Sunda Kalapa beserta pasukan Islam. Tapi, Fatahillah tak gentar
menghadapi perlawanan tersebut.
Tidak lama kemudian, pecahlah pertempuran dahsyat. Pasukan darat Katolik
Portugis menggunakan senjata pedang, bedil, dan meriam serta berlindung dengan
topi baja. Sedangkan pasukan Islam jalur darat menggunakan senjata tombak,
kujang, pedang, keris dan meriam-meriam. Armada kapal perang Fransisco de Sa
maupun Fatahillah menggunakan meriam dan senjata api lainnya. (Drs. Edi S.
Ekadjati, Fatahillah Pahlawan Arif Bijaksana,Jakarta: Penerbit PT.
Sanggabuwana, hal. 45)
Pasukan Fatahillah tetap bergerak mengepung pasukan meriam Portugis.
Komando Fatahillah untuk menyerbu terdengar lantang oleh pasukan Islam.
Dengan bergerak cepat disertai semangat jihad yang selalu berkobar membuat
pasukan Portugis berada dalam serangan dahsyat. Pertarungan sengit untuk
membunuh lawan semakin berkecamuk. Banyak korban dari pihak Portugis
berjatuhan. Portugis tidak mampu menahan serangan bertubi-tubi dari pasukan
Kerajaan Islam Demak, sisa pasukan Portugis terdesak mundur dari darat dan
melarikan diri menuju armada kapal. Masih dalam keadaan pelarian, pasukan
Portugis dikejar pasukan Islam. Salah satu armada kapal Portugis terkena sasaran
meriam armada kapal Fatahillah. Kapal Portugis itu terbakar, kemudian
tenggelam ditelan lautan. (Ibid, hal. 46), perjuangan untuk menegakkan Islam di
Jakarta merupakan tugas bagi para pemimpin-pemimpin setelah Fatahillah
Kemenangan yang didapat pasukan Islam atas jatuhnya kekuasaan Portugis di
Sunda Kalapa terjadi pada tahun 1527 M. Kemenangan ini semata-mata bukan
hanya karena hasil perjuangan Fatahillah dan pasukannya, melainkan juga karena
adanya pertolongan Allah untuk meneguhkan ajarannya di tanah Jakarta. Sultan
Trenggono, Raja Kerajaan Islam Demak mengangkat Fatahillah menjadi gubernur
Sunda Kalapa, dan Sunda Kalapa menjadi wilayah mandat kerajaan Islam Demak.
Nama Sunda Kalapa setelah itu diganti oleh Fatahillah dengan nama Jayakarta
yang artinya kemenengan yang nyata. Nama ini diambil dari surat al Fath ayat 1,
Allah berfirman:
‫إنَّا فَتَحْ نَا لَكَ فَتْ ًحا ُم ِبينًا‬
Artinya: Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang
nyata.” (Q.S. Al-Fath [48]: 1)
Sejarah Fatahillah menaklukkan pasukan Portugis di Sunda Kalapa atau
Jayakarta, adalah salah satu bukti bahwa Jakarta pernah menjadi wilayah
kekuasaan Islam. Islam berdiri teguh untuk menaklukan kemungkaran para
penjajah portugis yang berkuasa. Selain itu, usaha pasukan Islam dibawah
kepemimpinan Fatahillah dengan semangat jihadnya untuk memerangi tindakan
tidak berperikemanusiaan kaum penjajah terhadap masyarakat Nusantara.
Jadi, kesimpulannya pangeran Fatahillah memiliki kepribadian yang mulia,
seperti:
1. Pantang menyerah dalam menyiarkan dakwah Islam
2. Berani berjihad demi membela agama Islam, dan lain sebagainya.

 Perjuangan Islam di Indonesia


Awal abad ke 16, seorang Ulama Muda asal Samudera Pasai baru saja pulan dari
Mekkah. Seperti pemuda Aceh lainnya, ia tidak bisa lagi menginjakkan kakinya ditanah
kelahirannya, untuk menyebarkan agama Islam. Pasalnya, Portugis sangat ketat
mengawasi masyarakat bumiputra yang mensyiarkan agama Islam, lebih-lebih yang baru
kembali dari tanah suci. Ulama muda itu adalah Fadhilah Khan, orang Portugis
mengucapkannya dengan nama Fatahillah atau Falatehan.
Portugis memang berbeda dengan Belanda, tidak ingin ajaran Islam makin meluas.
Mereka khawatir, melalui ajaran-ajaran Islam yang mulai banyak dianut, akan tumbuh
semangat persatuan, antar kerajaan kecil, yang pada gilirannya akan berhimpun menjadi
sebuah kekuatan besar. Untuk itu, tidak ada sebuah celah sedikitpun yang disisakan
Portugis bagi upaya meluasnya hubungan antara satu kerajaan dengan kerajaan lainnya.
Demikian pula terhadap kedatangan tokoh agama, seperti tokoh ulama muda Fadhilah
Khan.
Namun niat, tekad, dan semangat pemuda ini untuk mensyiarkan agama Islam, tidak
mengendur sedikitpun. Sebelum berangkat ke Mekah, ia sudah tahu jalinan hubungan
baik antar kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan Demak di Jawa. Ia berpikir, kelak jika
tidak bisa masuk ke tanah kelahirannya usai menuntut ilmu di Mekah, ia bertekad menuju
Demak. Pada masa itu hanya ada tiga kekuatan Islam yang tumbuh dan berkembang di
tanah Jawa, yaitu Demak, Banten, dan Cirebon, di wilayah Utara Jawa Barat.
Tetapi setelah dipertimbangkan Fatahillah memilih singgah lebih dulu di kerajaan
Cirebon sebelum ke kerajaan Demak, sebab kerajaan ini dianggap paling aman.
Kekuasaan Portugis di wilayah ini kurang kuat. Armadanya hanya mondar-mandir dari
Sunda Kelapa ke pelabuhan Cirebon tanpa menetap.
Tanpa banyak rintangan, Fatahillah berhasil menyusup ke Cirebon. Saat itu syiar Islam
sudah cukup marak di daerah ini. Berkat kehadiran Sunan Gunung Jati dan Syekh Siti
Jenar kehadiran Fatahillah tentu saja menambah semangat perjuangan. Bersama Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, ia mensyiarkan agama Islam di tanah Sunda ini,
bahkan ia sempat menjadi warga kehormatan di kerajaan Cirebon.
Cukup lama pemuda Aceh ini menetap di Cirebon. Ia menikah dengan Ratu Ayu, anak
pasangan Syarif Hidayatullah dan Nyai Kawunganten asal Banten. Istri Fatahillah
kemudian dikenal dengan nama Putri Wulung Ayu.
Setelah cukup lama menyebarkan agama Islam di Jawa Barat bersama sang mertua, niat
utama Fatahillah untuk menuju Demak akhirnya tercapai juga. Itu dimungkinkan karena
Kharisma dirinya yang telah lebih dulu masuk ke Demak.
Sultan Trenggana yang memimpin kerajaan Demak, sangat senang atas kehadiran
Fatahillah. Ia merasa memperoleh petujuk dari Allah SWT tentang figur yang cocok
untuk memimpin serangan ke Sunda Kelapa, kota pelabuhan terpenting bagi kerajaan
Hindu, Pajajaran (Bogor). Munculnya Fatahillah dapat memperkuat jajaran pertahanan
Islam di wilayahnya sehingga Demak dapat menyerang Sunda Kelapa bersama sisa
pasukan Pangeran Laut.
Dalam waktu singkat, Fatahillah mulai dikenal masyarakat sebagai ulama muda yang
berpengaruh dengan pikiran yang cemerlang. Sultan Trenggana memperlakukannya
seperti saudara kandung, bukti kasih dan sayang Sultan Demak ini diwujudkan dengan
menikahkan Fatahillah dengan adik perempuannya, putri Pamboya atau Ratu Ayu
Pembayun. Sultan Trenggana tahu, Fatahillah telah mempunyai isteri di Cirebon, tapi
perkawinan Fatahillah dengan adiknya itu tidak akan memperkeruh suasana, bahkan akan
memperkuat hubungan keislaman dan jalinan persaudaraan dengan Cirebon. Sang
mertua, Sunan Gunung Jati malah merestui pernikahan itu.
Sultan Trenggana memberikan persetujuan terhadap rencana Fatahillah untuk mengusir
Portugis yang bercokol di tanah Sunda atau Sunda Kelapa. Tapi sebelumnya ia akan
mensyiarkan Islam di Banten dan menselaraskan pandangan dengan adik iparnya, Sultan
Hasanuddin atau Pangeran Sabakingking, yang memerintah Banten. Bagi Fatahillah
penyelarasan pandangan dengan kesultanan Banten itu sangat penting. Sebab ia khawatir,
Banten akan jalan sendiri menyerang Portugis.
Pada 22 Juni 1527, pasukan gabungan dari Demak, Cirebon dan Banten, di bawah
pimpinan Fatahillah berhasil merebut Banten. Kelak tanggal 22 juni dijadikan sebagai
hari jadi kota Jakarta. Fatahillah kemudian mengganti nama Bandar kelapa
menjadi Jayakarta, yang berarti kejayaan dan kesejahteraan, atau kemenangan yang
sempurna. Kebetulan para pelaut bangsa Eropa sering menyebut Bandar ini
dengan Yacarta, dan penduduk setempat menyebutnya dengan Jakarta. Namun pengamat
sejarah Prof. DR. Ayatrohaedi, nama Jakarta adalah pilihan Sunan Gunung Jati, penguasa
Caruban (Cirebon) sebagai atasan Fatahillah, yang menjadi panglima pasukan gabungan
itu.
Sejak saat itu, berakhirlah masa Sunda Kelapa, dan mulailah masa Jayakarta yang
berlangsung hampir satu abad (1527-1619). Fadhilah Khan diangkat sebagai penguasa
Jayakarta yang pertama dengan gelar Adipati sampai ia meninggal pada tahun 1570.
setelah itu jabatan Adipati Jayakarta dipegang oleh Ki Bagus Angke (1570-1596).
Pangeran Jayakarta Wijayakrama (1596-1619). Pada tahun 1619, VOC
membumihanguskan Jayakarta, dan di atas puingnya didirikan kota baru yang mula-mula
bernama Nieeuw Hoors, kemudian diganti menjadi Batavia.
Pada masa pemerintahan Fatahillah itulah, pelabuhan Sunda Kelapa mampu menyaingi
kejayaan pelabuhan Malaka yang lebih dulu menjadi pelabuhan perantara bagi
perdagangan dunia. Posisi Sunda Kelapa semakin penting dan ramai sehingga hasil bumi
Pejajaran bisa lebih cepat diangkut ke Sunda Kelapa sebagai komuditas yang siap jual.
Pasalnya Fatahillah mampu membuat jalan tembus dengan membuka rawa-rawa di
daerah Bogor sekarang. Ia juga menghapus tindakan monopoli perdagangan. Semua
pedagang dari semua bangsa bebas berniaga langsung dari tangan pertama, yaitu para
pedagang bumiputra yang mendapat bantuan dari penguasa asal Demak itu. Banten dan
Cirebon pun berubah menjadi Bandar Metropolitan, sementara Jayakarta segera dijadikan
daerah utama dalam koordinasi Demak.
3. Tokoh perjuangan Islam di Pulau Sumatera
 Sultan Malik As-Shaleh
 Silsilah Sultan Malik As-Shaleh
 Kepribadian Sultan Malik As-Shaleh
Berikut ini beberapa sifat Sultan Malik As-Shaleh:
1. Shaleh
2. Baik hati
3. Rendah hati
4. Bijaksana, dll
 Perjuangan dalam Dakwah Islam
Perjuangan Sultan Malik As-Shaleh dalam Dakwah Islam adalah sebagai berikut:
Sultan Malikussaleh dengan nama asli beliau adalah Meurah Silu yang memimpin
Kerajaan Samudera Pasai pada tahun 1270 SM sampai dengan 1297 SM, Isttrinya
bernama Ganggang sari digelar dengan sebutan Putro Meurah yang makamnya dapat
ditemui di desa Paya Meuligo Peureulak Aceh timur.
Ganggang sari yang juga digelar dengan Putro meurah adalah Putri daripada Raja
Peurelak, perkawinan antara sultan malikussaleh dengan Putro meurah menjadikan awal
mula kerajaan peureulak bersatu dengan kerajaan samudera pasai dalam mengembangkan
islam ditanah rencong dan pulau-pulau lainnya di nusantara kelak.
Seorang Raja ataupun Sultan pertama sekali dikerajaan samudera pasai yang terkenal
dengan kesalehannya serta raja yang pertama sekali yang melakukan syiar islam,malaka
bahkan sampai ke Asia Tenggara.Sejarah mencatat Agama Islam masuk ke Nusantara
melalui sebuah pantai tua yang belakangan dikenal dengan daerah pereulak Aceh
timur,Hal tersebut tidak terbantahkan namun perkembangan islam di nusantara dan
seluruh asia tenggara dimulai dengan berdirinya kerajaan samudera pasai.
Dimana sultan malikussaleh seorang yang taat dan saleh mengirimkam utusan berupa
ratusan bahkan ribuan bala tentaranya untuk menundukkan satu persatu daerah baik
secara diperangi maupun secara melakukan syiar, hampir semua daerah dan pulau
terdekat berhasil ditundukkan oleh sultan malikussaleh dan megislamkankannya.
Dimasa kepemimpinan sultan malikussaleh kerajaan samudera pasai menjadi sebuah
kerajaan yang besar dan rakyatnya hidup sejahtera serta taat menjalankan ibadah perintah
Allah.
Pada masa Sultan Malikussaleh dengan nama asli beliau adalah Meurah Silu yang
memimpin Kerajaan Samudera Pasai pada tahun 1270 SM sampai dengan 1297 SM,
Seorang Raja ataupun Sultan pertama sekali dikerajaan samudera pasai yang terkenal
dengan kesalehannya serta raja yang pertama sekali yang melakukan syiar islam di Aceh
sampaiketanahmalaka.

Sultan malikussaleh juga mewariskan segala ilmu pengetahuannya serta kesalehannya


pada anak dan garis keturunannya,dimana pada masa hidupnya beliau memberi
pendidikan serta mengajarkan putra-putranya dengan segala sesuatu yang berdasarkan
Islam seperti yang telah dituliskan dan Al-quran dan Sunnah rasulullah.
Sultan Malikussaleh kerajaan pasai banyak mencetak ulama dan waliyullah yang
kemudian harinya akan menyebarkan ajaran islam kebelahan bumi Asia Tenggara.
Sultan malikussaleh wafat pada bulan Ramadhan tepatnya hari minggu tahun 1297 SM
dimakamkan dibumi samudera pasai,tidak jauh dari kota Geudong sedangkan
pemerintahan,perkembangan islam serta tahta kerajaan samudera pasai kemudian
diwariskan kepada putra mahkotanya bernama Muhammad yang digelar Malikul
Dhahir.
4.Tokoh perjuangan Islam di Pulau Kalimantan

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari


Jalur nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin
Tuan Penghulu Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu
Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin
Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As
Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad
Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin
bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad
Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin
Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al
Imam Ja’far As Shadiqbin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal
Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin AliKaramallah
wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.

 Kepribadian Syekh Muhammad Al-Banjari


Kepribadian Syekh Muhammad Al-Banjari adalah sebagai barikut:
1. Taat beribadah kepada Allah SWT.
2. Menyebarkan Agama Islam dengan sabar dan tabah
3. Memiliki sifat pantang menyerah, dan lain sebagainya

 Perjuangan Syekh Muhammad Arsyad Al-Binjari dalam dakwah Islam


Berikut adalah perjuangan Syekh Muhammad Arsyad Al-Binjari dalam Dakwah Islam:
Membetulkan arah kiblat masjid
Maka bertolaklah keempat putra Nusantara ini menuju kampung halaman. Memasuki
wilayah Nusantara, mula-mula mereka singgah di Sumatera yaitu di Palembang,
kampung halaman Syekh Abdussamad Al Falimbani. Kemudian perjalanan dilanjutkan
menuju Betawi, yaitu kampung halaman Syekh Abdurrahman Misri. Selama di Betawi,
Syekh Muhammad Arsyad diminta menetap sebentar untuk mengajarkan ilmu agama
dengan masyarakat Betawi. Salah satu peristiwa penting selama di Betawi adalah ketika
Syekh Muhammad Arsyad membetulkan arah kiblat Masjid Jembatan Lima, Masjid Luar
Batang dan Masjid Pekojan. Untuk mengenang peristiwa tersebut, masyarakat sekitar
Masjid Jembatan Lima menuliskan di atas batu dalam aksara arab melayu (tulisan jawi)
yang bertuliskan bahwa kiblat masjid ini telah diputar ke kanan sekitar 25 derajat oleh
Muhammad Arsyad Al-Banjari pada tanggal 4 Safar 1186 H.
Seelah dirasa cukup, maka Syekh Muhammad Arsyad dan Syekh Abdul Wahab Bugis
berlayar menuju kampung halaman ke Martapura, Banjar.

Tiba di kampung halaman


Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di
kampung halamannya, Martapura, pusat Kesultanan Banjar pada masa itu.
Akan tetapi, Sultan Tahlilullah, seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan
digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu
Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan
Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di
kerajaannya.
Sultan Tahmidullah II menyambut kedatangan dia dengan upacara adat kebesaran.
Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang ulama "Matahari Agama" yang
cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kesultanan Banjar. Aktivitas dia sepulangnya
dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang
diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun masyarakat pada umumnya.
Bahkan, sultan pun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang ‘alim
lagi wara’[12]. Selama hidupnya ia memiliki 29 anak dari tujuh isterinya.[13]

Hubungan dengan Kesultanan Banjar


Pada waktu ia berumur sekitar 30 tahun, Sultan mengabulkan keinginannya untuk
belajar ke Mekkah demi memperdalam ilmunya. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh
Sultan. Lebih dari 30 tahun kemudian, yaitu setelah gurunya menyatakan telah cukup
bekal ilmunya, barulah Syekh Muhammad Arsyad kembali pulang ke Banjarmasin. Akan
tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan
digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu
Sultan Tahlilullah.Sultan Tahmidullah II yang pada ketika itu memerintah Kesultanan
Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di
kerajaannya. Sultan inilah yang meminta kepada Syekh Muhammad Arsyad agar menulis
sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh), yang kelak kemudian dikenal dengan
nama Kitab Sabilal Muhtadin.

Pengajaran dan bermasyarakat


Makam Datu Kalampayan yang sering dikunjungi oleh peziarah dari berbagai
daerah.Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam
di Kalimantan Selatan. Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang
dikerjakannya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar,
yang kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut ilmu
agama Islam. Ulama-ulama yang dikemudian hari menduduki tempat-tempat penting di seluruh
Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan didikan dari suraunya di Desa Dalam Pagar.Di
samping mendidik, ia juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya
serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang
merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh
Kerajaan Banjar tetapi sampai ke-seluruh Nusantara dan bahkan dipakai pada perguruan-
perguruan di luar Nusantara Dan juga dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.
Karya-karyanya
Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal
Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin,
yang artinya dalam terjemahan bebas adalah "Jalan bagi orang-orang yang mendapat
petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama". Syekh Muhammad Arsyad telah
menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah
lainnya, di antaranya ialah:[14]

 Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh,


 Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan
yang sesat,
 Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
 Kitabul Fara-idl, hukum pembagian warisan.
Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya,
oleh murid-muridnya kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat,
yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan
itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai bidang
Tasawuf, ia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.
5.Tokoh perjuangan Islam di Maluku
 Sultan Zainal Abidin
 Silsilah Sultan Zainal Abidin

 Kepribadian
Kepribadian Sultan Zainal Abidin adalah sebagai berikut:
1. Jujur
2. Seorang pemimpin yang taat beribadah
3. Memiliki sifat pantang menyerah, dan lain sebagainya.
 Perjuangan dalam Dakwah Islam
Berikut adalah perjuangan yang dilakukan Sultan Zainal Abidin dalam Dakwah Islam

Masa Pemerintahan dan Pengislaman Maluku


Zainal Abidin mendapatkan pendidikan Islam sejak muda, ayahnya, Kolano Marhum
adalah raja Ternate pertama yang tercatat memeluk Islam. Di bawah bimbingan seorang
pedagang sekaligus ulama bernama Datu Maulana Hussein, Zainal Abidin memperoleh
pengetahuan tentang Islam. Segera setelah dilantik sebagai penguasa, Zainal Abidin
memulai langkah untuk menjadikan Kerajaan Ternate sebagai kerajaan Islam yang
penuh. Langkah itu dimulai dengan mengganti gelar Kolano (sebutan untuk gelar raja di
Ternate) dengan Sultan.Tahun 1494, Sultan Zainil Abidin berangkat ke Jawa untuk
memperdalam Islam di pesantren Sunan Giri. Selama berada di Giri, Sultan Zainal
Abidin menjalin persahabatan dan persekutuan yang kuat dengan orang-orang Jawa. Di
sana, dia dikenal sebagai sebagai Sultan Bualawa atau Sultan Cengkeh, seorang pejuang
gagah berani serta cendekiawan yang saleh. Dikisahkan, pada suatu saat, ketika seorang
pembunuh gila mengamuk dan menyebabkan semua orang tunggang langgang, Sultan
Cengkeh menghadapinya tanpa gentar dan memenggal kepala pembunuh itu dengan
sekali sabetan pedangnya, di mana sabetan yang sama turut membelah batu besar tempat
kepala itu jatuh. Dalam perjalanan pulang ke Ternate dari Jawa ia singgah di Makassar
dan Ambon guna merundingkan pakta-pakta untuk saling membantu. Dari Jawa, dia
memboyong guru-guru Islam, yang paling terkemuka di antaranya adalah seorang ulama
berilmu bernama Tuhubahanul yang membantu penyebaran kebudayaan Islam dan
pengaruh Ternate di seluruh kepulauan Maluku. Salah satu upaya Zainal Abidin yang
terpenting untuk mengembangkan Islam selain mendirikan sejumlah sekolah Islam
dengan guru-guru ulama dari Jawa, adalah membentuk lembaga Jolebe atau Bobato
Akhirat yang bertugas membantu Sultan mengurus serta mengawasi segala hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan syariat Islam di wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate.
Islamisasi yang dilakukan Sultan Zainal Abidin kemudian diikuti oleh raja-raja lain di
Maluku.

Anda mungkin juga menyukai