Anda di halaman 1dari 2

Resensi Film – Ayat-Ayat Cinta 2

Ayat-Ayat Cinta 2 : Pencerdasan Isu Internasional melalui Film Keluarga

Oleh :
Muhammad Taufan Mahardika (Mahasiswa Hubungan Internasional Unsoed)

Berbicara mengenai film, pasti yang terlintas adalah sebagai media hiburan, refreshing,
lari dari rutinitas ataupun menjadi selingan dalam belajar, terlebih ketika film yang berkategori
‘Keluarga’, mayoritas konten yang disajikan bersifat ringan, ringkas dan mudah diserap oleh
anggota keluarga. Namun, berbeda ketika kita menonton film Ayat-Ayat Cinta 2, film besutan
sutradara Guntur Soehardjanto dari MD Pictures dan lanjutan karya dari novel Habiburrahman
El-Shirazy.
Sedikit mengingatkan Ayat-Ayat Cinta 1 yang telah tayang sekitar 10 tahun lalu, film
tersebut mampu memecahkan rekor 3,8 juta orang penonton dan menjadikan film yang sangat
sukses pada masa tersebut. Dengan alur cerita seorang mahasiswa Indonesia bernama Fahri
(Fedi Nuril) pelajar Indonesia yang yang sedang menimba ilmu di Universitas Al-Azhar Mesir
dan tinggal di sebuah flat sederhana besama teman-teman kuliahnya serta memiliki tetangga
yang bernama Mariah (Carissa Putri) yang beragama Kristen Koptik. Fahri memiliki sifat yang
shaleh, tampan dan pintar, sehingga tak heran banyak wanita yang banyak menyukainya, dan
pada akhirnya fahri menikah dengan seorang wanita mapan warga Negara Jerman keturunan
Turki bernama Aisha (Rianti Cartwright) yang membuat kehidupan dan status sosial fahri
berubah dari mahasiswa proletar menjadi borjuis.
Pada film pertama ini, beberapa isu-isu internasional coba untuk ditunjukan, seperti
ketika Fahri menikah dengan Aisha, bukan hanya menikahkan tentang dua insan saja,
melainkan hal tersebut menikahkan dua orang yang memiliki kewarganegaraan berbeda, yaitu
Indonesia dengan Jerman. Lalu, ketika Fahri dikaitkan dengan masalah hukum di pengadilan,
Fahri bukan saja menjadi seorang individu yang mengalami masalah, melainkan Fahri
merepresentasikan nama Indonesia, sehingga media-media yang menyiarkan kabar tersebut
membawa nama Negara yang bersangkutan, meskipun Fahri bukan seorang diplomat
sekalipun.
Lalu, pada film Ayat-Ayat Cinta 2 yang tayang pada 21 Desember 2017, ternyata masih
memiliki ketertarikan tersendiri dengan jumlah penonton yang mencapai 2 juta dalam sepekan.
Latar belakang film ini pun berubah dari pemandangan Mesir yang didominasi oleh hawa
gersang dan panas, kini berlatar belakang di Edinburgh, Skotlandia. Membuat film tersebut
Resensi Film – Ayat-Ayat Cinta 2

lebih segar dan mewah dengan pemandangan yang disajikannya, dan jangan lupa, kini Fahri
sudah mapan semenjak menikah dengan Aisha dengan memiliki beberapa unit usaha, serta
menjadi seorang dosen di Edinburgh University.
Meskipun film keluarga, isu-isu internasional coba untuk disematkan dalam konten
film tersebut, dimulai dari Aisha yang pergi dan hilang ditengah-tengah reruntuhan kota yang
terletak di Gaza akibat peperangan antara Israel dan Palestina, yang menyebabkan banyak
warganya kehilangan tempat tinggal dan korban. Seperti kita ketahui bahwa isu tersebut
kembali mencuat menjadi sorotan masyarakat internasional setelah pertanyaan Donald Trump
mengenai kepemilikan Yerusalem sebagai ibukota Israel terhadap Palestina. Lalu, dalam film
tersebut digambarkan dampak dari peperangan tersebut adalah banyaknya pekerja imigran
illegal / refugee dari Negara tersebut dan menjadi pekerja di Negara-negara lain, salahsatunya
bekerja di minimarket yang dimiliki Fahri.
Setelah itu, Fahri mempunyai asisten bernama Hulusi (Pandji) berkewarganegaraan
Turki, dama film tersebut berusaha untuk membangun identitas mengenai persahabatan,
solidaritas dan kerukunan antara Indonesia dan Turki. Serta lingkungan tempat tinggal mereka
memiliki keragaman, seperti terdapat tetangga Kristen yang memiliki Islamophobia setelah
kejadian Terror WTC 9-11, lalu ada seorang nenek Yahudi, dan lainnya. Dengan keragaman
tersebut, Fahri digambarkan sebagai warga negara Indonesia dan juga seorang muslim yang
selalu menolong mereka kapanpun dan dimanapun ketika mereka menghadapi kesulitan,
meskipun kadang-kadang bantuan yang diberikan kurang masuk akal. Namun, pesan yang
ingin disampaikan disini adalah ketika kita membantu seseorang, kita tidak perlu bertanya apa
agama, kewarganegaraan dan kepentingan seseorang tersebut, melainkan atas nama
kemanusiaan.
Fahri sebagai seorang penganut Islam pun kerap memberikan pandangan-pandangan
Islam dan Al-Qur’an dalam kemanusiaan, lalu hal tersebut dipertegas dalam dialog ketika Fahri
dan Hulusi berdebat mengenai sikap Fahri yang mencoba untuk mengantar tetangganya yang
beragama Yahudi untuk beribadah ke sinagoga, dan menjelaskan bahwa kita tidak boleh
membenci seseorang karena dia Yahudi, dan harus mampu membedakan antara Yahudi dan
Zionnisme. Materi yang disampaikan tersebut menurut saya cukup berat dan sensitif, karena
masih banyak masyarakat yang tidak mampu untuk membedakan antara keduanya, dan saya
sendiri pun baru paham ketika materi tersebut disampaikan di perkuliahan. Meskipun dalam
film tersebut hanya disinggung dan tidak mendeskripsikan perbedaan dari keduanya, namun
menurut saya hal tersebut dapat diapresiasi karena mencoba untuk mengemas sesuatu isu dan
konten internasional dalam film keluarga yang ditonton oleh semua segmentasi umur. Dan hal
tersebut ditutup dengan sebuah perdebatan ilmiah yang dilaksanakan di Edinburgh University,
antara Fahri dengan pihak Yahudi yang diwakili oleh dosen-dosen Edinburgh, salahsatu
benang merah yang ingin disampaikan Fahri disini (dan yang membuatnya menang debat)
adalah tentang Kemanusiaan, yang seharusnya berada diatas kepentingan dan kebencian
apapun.
Secara keseluruhan, film tersebut menarik untuk ditonton, meskipun film keluarga
tetapi dapat sedikit belajar dan memahami isu internasional yang sedang terjadi dan
memberikan gambaran kehidupan bertetangga yang rukun, walaupun masih banyak perhatian
film ini yang terkonsentrasi pada urusan cinta dan pernikahan, harapan kedepannya mungkin
MD Pictures dapat membuat film mengenai sudut pandang lain mengenai perjuangan Aisha
selama menjadi relawan kemanusiaan di Jalur Gaza yang menurut saya akan sangat menarik
dan berkontribusi terhadap pencerdasan masyarakat Indonesia mengenai Isu Internasional.

Anda mungkin juga menyukai