1.1 Perencanaan
Merupakan suatu proses dalam menentukan kebutuhan, seperti jenis, spesifikasi,
dan jumlah peralatan medis sesuai dengan kemampuan pelayanan/klasifikasi rumah
sakit, beban pelayanan, perkembangan teknologi kesehatan, sumber daya manusia
pengoperasi dan pemelihara peralatan kesehatan. Sehingga dari perencanaan dapat
diketahui kebutuhan peralatan untuk penyediaan anggaran, pelaksanaan pengadaan
yang efektif, efisien, dan prosesnya dapat dipertanggungjawabkan. Perencanaan
peralatan medis tertentu membutuhkan perancangan kebutuhan ruangan seperti
penempatan alat, tenaga medis, dan pasien serta instalasi medik yang meliputi
kelistrikan, gas medik, atau sarana. Selain itu untuk beberapa alat seperti radiologi,
radioterapi dan MRI membutuhkan perancangan ruangan khusus dan instalasi
medik yang sesuai dengan jenis perlatan dan peraturan perundang-undangan.
Kemudian dalam perencanaan terdapat penilaian kebutuhan, yaitu proses untuk
menentukan dan mengatasi kesenjangan antara situasi atau kondisi saat ini dengan
situasi atau kondisi yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kinerja atau
memperbaiki kekurangan pelayanan kesehatan. Penilaian kebutuhan peralatan
medis pada dasarnya dimaksudkan untuk pemenuhan standar peralatan medis dan
pengembangan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau
perkembangan teknologi.
Sumber anggaran untuk fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dapat
diperoleh dari :
a. Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP)
b. Badan LayananUmum (BLU)
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
e. Anggaran lain sumber (bantuan hibah, dan lain-lain).
1.2 Pengadaan
Pengadaan peralatan medis dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal
yang harus diperhatikan dalam pengadaan peralatan medis adalah spesifikasi alat
kesehatan, bila spesifikasi terlalu tinggi mengakibatkan biaya pemeliharaan yang
cukup tinggi, namun bila spesifikasi terlalu rendah bisa menyebabkan pelayanan
kurang optimal.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
- Ketersediaan suku cadang.
- Biaya operasional (listrik, bahan habis pakai).
- Kebutuhan pra-instalasi (pekerjaan sipil, listrik khusus, perpipaan dan
komponen
pengaman/keselamatan).
- Kebutuhan sarana (bangunan/ruangan).
- Kebutuhan prasarana (listrik, air, gas)
2.2 Penerimaan
Terdiri dari 3 tahap yaitu pemeriksaan fisik peralatan medis setelah diinstalasi bagi
peralatan medis yang mensyaratkan instalasi, uji fungsi dan uji coba disertai
pelatihan bagi pengguna dan teknisi.
a. Pemeriksaan Fisik
Kegiatan yang meliputi penilaian fisik alat, kelengkapan alat. Tujuan dari
pemeriksaan ini adalah untuk mengecek kesesuaian :
- Merk, tipe/model, jumlah
- Bagian-bagian alat
- Aksesori yang dipesan
- Kelengkapan dokumen teknis yang terdiri dari :
1) Certificate of Origin
2) Test Certificate
3) Manual (operation, service, installation, wiring/schematic diagram)
b. Uji Fungsi
Uji fungsi dilakukan untuk mengetahui kinerja alat sesuai dengan yang diharapkan
atau sesuai dengan standard keamanan dan standard dari pabrikan.
Pelaksanaan uji fungsi sebagai berikut :
- Pemeriksaan fungsi komponen/bagian alat (tombol, saklar, indikator,
putaran motor, pengereman, dll)
- Kinerja output
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap hasil keluaran dari alat (misal:
X-ray, temperature, putaran, energy, daya hisap, sistem perekaman, dll).
Pada pengujian keluaran ini, supplier harus melakukan pengukuran, dengan
menggunakan alat ukur yang sesuai dengan keluaran yang dihasilkan setiap
jenis alat.
- Pengujian aspek keselamatan, meliputi :
Arus bocor
Impedansi kabel pembumian
Nilai tahanan hubungan pembumian
Radiasi bocor dan paparan radiasi
Anaesthesia gas scavenging sistem
Kesetimbangan/balancing
Sistem pengamanan tertentu
d. Uji Coba
Uji coba adalah kegiatan pengujian peralatan dengan melakukan penggunaan
langsung pada pasien yang dilaksanakan setelah melalui proses uji fungsi dengan
baik. Uji coba dilaksanakan oleh operator yang telah dilatih untuk membiasakan
penggunaan alat sesuai prosedur kerjanya dalam waktu tertentu atau berdasarkan
jumlah pemakaian.
3. Pengoperasian
Dalam mengoperasikan peralatan medis ada beberapa ketentuan yang harus
dipertimbangkan dan menjadi persyaratan agar alat dapat dioperasikan secara aman
dan benar. Persyaratan pengoperasian mencakup seluruh aspek yang berhubungan
dengan pengoperasian peralatan yang terdiri dari :
- Sumber daya manusia
- Kelengkapan alat/aksesori
- Bahan operasional
- Sarana pendukung
Sumber daya yang mengoperasikan peralatan harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang cukup untuk mengoperasikan peralatan medis UU No.44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit pada pasal 11 ayat 4 mengatakan Pengoperasian dan
pemeliharaan prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Hal ini
ditegaskan kembali pada pasal 16 ayat 5. Untuk mencapai hal tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
- Mengikuti pelatihan pengoperasian peralatan medis pada saat pengadaan
(dilakukan oleh distributor/agen).
- Mengikuti pelatihan pengoperasian peralatan medis yang dilaksanakan oleh
instansi lain dan pelatihan yang dilakukan secara internal rumah sakit yang
bersangkutan.
- Mempelajari operasional manual dan standar prosedur pengoperasian
peralatan medis.
4. Pemeliharaan
Program pemeliharaan peralatan medis yang efektif terdiri dari perencanaan yang
memadai, manajemen dan pelaksanaan. Perencanaan mempertimbangkan sumber
daya keuangan, fasilitas dan SDM yang memadai. Program pemeliharaan peralatan
medis harus berkesinambungan tak terputus dan dikelola agar pelayanan kesehatan
meningkat. Pemeliharaan peralatan medis dapat dibagi menjadi dua kategori utama
yaitu :
- Inspeksi dan pemeliharaan preventif (IPM)
- Pemeliharaan korektif / Corrective Maintenance (CM).
a. Post-Market Surveillance
Dari Global Harmonization Task Force dijelaskan Post-Market Surveillance
adalah kegiatan pengumpulan informasi mengenai kualitas, keamanan dan kinerja
peralatan kesehatan secara proaktif setelah ditempatkan di pasar / digunakan di
fasilitas pelayanan kesehatan. Tanggung jawab pengawasan peralatan medis post-
market adalah pada Pemerintah, Produsen, Agen Tunggal/Importir, Penyalur Alat
Kesehatan dan Pengguna.
Tujuan dilakukan Post-Market Surveillance adalah agar hasilnya nanti dievaluasi,
sebagai masukan produsen untuk mengambil langkah-langkah, seperti :
- Meningkatkan kualitas, keamanan dan kinerja peralatan medis.
- Melakukan recall peralatan medis yaitu : memperbaiki atau mengganti
sebagian atau menarik sebagian atau seluruh produksi peralatan medis
tersebut.
Produsen/Pabrikan dapat mencari data pendukung Post-Market Surveillance dari :
- Keluhan dari konsumen secara langsung maupun tidak langsung
- Studi Penjualan peralatan medis.
- Studi Kinerja peralatan medis.
- Studi Klinis.
- Data penggunaan alat oleh pasien.
- Permintaan pemeliharaan dan perbaikan alat kesehatan.
- Pernyataan/tanggapan dari konsumen.
- Studi literature.
- Laporan dari pihak yang berwenang.
- Publikasi.
b. Vigilance
Vigilance (kewaspadaan) adalah mengacu pada insiden yang dapat terjadi dengan
peralatan medis, ketika peralatan medis tersebut tidak berfungsi sebagaimanan
mestinya, sehingga dapat menyebabkan cedera atau kematian. Hal ini memerlukan
ketepatan waktu, koordinasi dan penyampaian informasi antara produsen dan
pemerintah terkaitan dengan insiden peralatan medis tersebut. Apabila insiden
peralatan medis terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan, maka fasilitas pelayanan
tersebut wajib melaporkan kepada pemerintah dan produsen serta
mendokumentasikannya, sesuai format yang telah ditetapkan.
Dapus
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan. 2015.
Pedoman Pengelolaan Peralatan Kesehatan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.