Anda di halaman 1dari 119

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERKEMIHAN : CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DI RUANG KENANGA RSUD CIAMIS
TANGGAL 17-21 JUNI TAHUN 2016

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan


Pendidikan Program Studi Diploma III Keperawatan
di STIKes Muhammadiyah Ciamis

Disusun oleh :

Rika Karlina
NIM : 13DP277042

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. Y DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERKEMIHAN : CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS
TANGGAL 15 S.D 19 JUNI 2016. 1

Rika Karlina 2 Asep Gunawan. S.Kep., Ners., M.Pd. 3

ABSTRAK

Berdasarkan dari rekapitulasi data yang diperoleh dari Rekam Medik RSUD
Ciamis periode Januari-Mei 2016 di Ruang Kenanga diperoleh hasil data
yang menunjukan untuk masalah penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)
berada pada urutan ke 5 dari 10 besar penyakit yang ada di Ruang Kenanga.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada klien Ny. S dengan gangguan
sistem perkemihan : Chronic Kidney Disease (CKD) adalah dengan
menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan studi kasus dengan
cara observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan.
Waktu pelaksanaan Asuhan keperawatan yang dilakukan mulai tanggal 17
s.d 21 Juni 2016. Adapun tujuan dari asuhan keperawatan yakni Mampu
melaksanakan Asuhan keperawatan yang diberikan secara langsung dan
komprehensif meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual dengan
proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi. Gagal
Ginjal Kronik atau CKD adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin & Sari,
2014). Setelah dilakukan pengkajian, muncul masalah yang ditemukan yaitu :
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder, kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan haluran urine dan retensi cairan dan natrium, gangguan
integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam kulit dan
gangguan turgor kulit atau uremia, devisit perawatan diri berhubungan
dengan istirahat total. Dalam pelaksanaan tidak semua dilakukan sesuai
teori, namun prinsipnya semua dapat berjalan dengan lancar. Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan penulis mengadakan kerjasama dengan
perawat ruangan, klien dan keluarga klien. Penulis menggali data seoptimal
mungkin sehingga masalah dapat ditemukan dan dibuat perencanaan dalam
mengatasi masalah tersebut. Sehingga penulis dapat melaksanakan asuhan
keperawatan yang optimal.

Kata kunci :CKD, Asuhan Keperawatan, Sistem Perkemihan


Kepustakaan :15 Sumber (2006 – 2016)
1. Judul Karya Tulis Ilmiah
2. Mahasiswa Program D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis
3. Dosen Pembimbing STIKes Muhammadiyah Ciamis

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus gagal ginjal kronik (GGK) saat ini meningkat dengan cepat

terutama di negara – negara berkembang. GGK telah menjadi masalah

utama kesehatan di seluruh dunia, karena selain merupakan faktor resiko

terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah akan meningkatkan angka

kesakitan dan kematian (Ayu, 2010).

Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di

Amerika Serikat misalnya angka kejadian penyakit gagal ginjal meningkat

tajam dalam 10 tahun. Tahun 1996 terjadi 166.000 kasus. GGK (gagal ginjal

tahap akhir) dan pada tahun 2000 menjadi 372.000 kasus. Pada tahun 2010

jumlahnya diperkirakan lebih dari 650.000 kasus. Selain diatas, sekitar 6 juta

hingga 20 juta individu di Amerika diperkirakan mengalami GGK (gagal ginjal

kronik) tahap awal (Santoso Djoko).

Di Indonesia pasien gagal ginal kronik yang menjalani haemodialisa

mengalami peningkatan, yaitu : pada tahun 2009 tercatat sebanyak 5.450

penderita, tahun 2010 sebanyak 8.034 penderita dan tahun 2011 sebanyak

12.804 penderita (Indonesian Renal Registry 2012).

1
2

Jawa Barat sebagai salah satu provinsi di Indonesia memiliki

kontribusi penderita GGK yang cukup besar. Jumlah penderita GGK yang

menjalani haemodialisa di Jawa Barat pada tahun 2009 tercatat 2.003

penderita. Tahun 2010 penderita meningkat menjadi 2.412 penderita, dan

pada tahun 2011 tercatat sebanyak 3.038 penderita (Indonesian Renal

Registry, 2012).

RSUD Ciamis sebagai tempat pelayanan kesehatan yang mempunyai

tujuan memberikan pelayanan semaksimal mungkin yaitu dengan

memberikan perawatan secara intensif begitu juga pada penyakit Chronic

Kidney Disease (CKD).

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Gagal ginjal merupakan penyakit

yang harus segera mendapatkan perawatan karena apabila tidak segera

ditanggulangi dapat menyebabkan kematian. Gagal Ginjal adalah suatu

penyakit dimana ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh

atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya di eliminasi di

urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan

menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit,

serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan

jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (

Yusuf Fikri, 2012 ).


3

Data yang di peroleh dari medical record Rumah Sakit Umum Daerah

Ciamis di dapatkan 10 penyakit terbanyak khusus nya di Ruang Kenanga

pada periode Januari sampai dengan Mei 2016 tertera dalam tabel berikut ini

Tabel 1.1

Penyakit di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Ciamis 10 besar Periode Januari – Mei 2016

NO JENIS PENYAKIT JUMLAH


1 Thypus abdominalis 126
2 Gastritis 125
3 CHF 112
4 Diare 64
5 CKD 60
6 PPOK 38
7 Pnemonia 34
8 DM 34
9 Hepatitis 32
10 Dispepsia 30
Total
Tabel 1.1 memperlihatkan penderita CKD yang dirawat 697
di Ruang

Kenanga pada tahun 2016 yaitu sebanyak 60 penderita. Secara persentase

penyakit CKD menempati urutan ke 5 dari 10 penyakit di ruang Kenanga

RSUD Kabupaten Ciamis.


4

Gejala dari Gagal Ginjal Kronik misalnya anoreksia, mual dan muntah

akibat penumpukan ureum dalam darah. Dampak dari penyakit gagal ginjal

kronis terhadap kebutuhan dasar manusia yaitu pola eliminasi bisa terganggu

dikarenakan ginjal tidak mampu mengeluarkan sisa-sisa metabolik dan

kelebihan air dalam darah, sehingga terjadinya penumpukan cairan dan

elektrolit dalam tubuh.

Faktor-faktor yang dapat berkontribusi terhadap gangguan penyakit

ginjal kronik antara lain tingginya prevalensi faktor resiko kardiovaskular yang

menyebabkan kerusakan subklinis, uremia dan hubungannya dengan

kelainan metabolik yang mengikutinya (Hailpern et al., 2007).

Pada saat pengkajian tanggal 17-21 Juni 2016 pada Ny. S di ruang

Kenanga RSUD Ciamis di dapatkan data sebagai berikut : Gangguan

pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

ditandai dengan klien mengeluh tidak nafsu makan, mual, muntah, dan hanya

menghabiskan makan ½ porsi. Gangguan perfusi jaringan berhubungan

dengan suplai O2 dalam darah menurun ditandai dengan klien mengeluh

lemas dan mudah cape, HB klien 5,8. Gangguan istirahat dan tidur

berhubungan dengan lingkungan yang kurang tenang dan nyaman ditandai

dengan klien mengeluh susah tidur dan sering terbangun pada malam hari,

klien terlihat gelisah. Devisit perawatan diri berhubungan dengan istirahat

total ditandai dengan klien merasa tidak nyaman, rambut klien terlihat kurang
5

bersih, keadaan kulit klien kotor, mulut dan gigi klien kurang bersih, kuku

klien panjang dan kotor.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk

membuat Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ny.

S Dengan Gangguan Sistem Perkemihan Chronic Kidney Disease (CKD)

Di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis” pada tanggal 17-

21 Juni 2016.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh pengalaman secara nyata dalam aplikasi

Asuhan Keperawatan secara langsung dan Komprehensif

meliputi aspek bio-psiko-sosial-spiritual dengan pendekatan

proses keperawatan serta menentukan prioritas masalah.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melaksanakan pengkajian secara

komprehensif pada klien Chronic Kidney Disease (CKD)

secara bio-psiko-sosial-spiritual dan analisis data.

b. Menegakan diagnosa keperawatan serta menentukan

prioritas masalah.
6

c. Penulis mampu membuat perencanaan tindakan

keperawatan terhadap semua permasalahan yang

ditimbulkan oleh Chronic Kidney Disease (CKD).

d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai

dengan rencana yang telah di tetapkan dan di susun.

e. Penulis mampu mengevaluasi tindakan asuhan keperawatan

pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD).

f. Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan

pada kasus Chronic Kidney Disease (CKD).

C. Metode Telaahan

Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah

metode deskriptif yang berbentuk studi kasus dengan pendekatan proses

keperawatan, dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1). Observasi

Adalah penulisan secara langsung melihat, mengamati dan mencatat

masalah yang berhubungan dengan materi pembahasan.

2). Wawancara
7

Pengumpulan data dengan mengadakan wawancara langsung

terhadap klien dan perawat dan keluarga untuk memperoleh data yang

lengkap dari tim kesehatan yang terkait dalam memberikan asuhan

keperawatan.

3). Dokumentasi

Pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari catatan-catatan

medik yang ada di Rumah Sakit.

4). Studi Kepustakaan

Penulis mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan kasus

Chronic Kidney Disease (CKD) melalui buku kepustakaan maupun

materi perkuliahan yang di dapat selama pendidikan.

D. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini, penulis memberikan gambaran

secara umum mengenai uraian pembuatan Karya Tulis Ilmiah.

Sistematika penulisan tersebut sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang, tujuan, metode, studi kasus dan sistematika

penulisan.
8

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Memaparkan tentang konsep dasar, meliputi pengertian, anatomi

fisioli, patofisiologi, etiologi dan dampak penyakit Chronic Kidney

Disease (CKD) terhadap kebutuhan manusia.

BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

Memaparkan tentang pengkajian keperawatan, diagnosa

keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan, evaluasi dan

cacatan perkembangan.

Pembahasan yaitu membandingkan antara teori dan praktek mencari

kesenjangan serta upaya pemecahan kesenjangan tersebut.

BAB IV : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB ini berisikan kesimpulan dari pelaksanaan asuhan keperawatan

dan formulasi rekomendasi operasional.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

B. Definisi

Gagal Ginjal Kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk

mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan

elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan

manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah

(Muttaqin & Sari, 2014).

Gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal tahap akhir, progresif

dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolise dan keseimbangan cairan dan elektrolit

sehingga terjadi uremia. (Kartikasari, 2013).

Gagal ginjal kronik adalah proses kerusakan ginjal selama

rentang waktu lebih dari tiga bulan dan dapat menimbulkan simtoma,

yaitu laju filtrasi glomerular berada dibawah 60ml/men/1.73 m². (As’adi

Muhammad, 2012).

9
10

2,. Anatomi dan Fisiologis

a. Anatomi Ginjal

Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, diluar

rongga peritoneum. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira

150 gram dan kira-kira seukuran kepalan tangan. Sisi medial setiap

ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya

arteri dan vena renalis, cairan limpatik, suplai saraf, dan ureter yang

membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih, tempat urine

disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh kapsul fibrosa

yang keras untuk melindungi struktur dalam nya yang rapuh. Jika ginjal

dibagi dua dari atas ke bawah, dua daerah utama yang dapat

digambarkan yaitu korteks dibagian luar dan medulla dibagian dalam.

(Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 2008 : 326).


11

Gambar 2.1

Struktur Ginjal (Sumber : Buku ajar Fisiologi Kedokteran)

Gambar 2.2
12

Anatomi Sistem Perkemihan (Sumber : Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran)
13

b. Fisiologi Ginjal

Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses

pembentukan urin menurut (Syaeifudin, 2006):

a) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat

toksis atau racun.

b) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.

c) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari

cairan tubuh.

d) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein

ureum, kreatinin dan moniak.

e) Pembentukn urine: ginjal membentuk urine, yang mengalir

melalui ureter ke kandung kemih untuk disimpan sebelum

diekskresi. Komposisi urine menunjukan pertukaran zat

antara nefron dan darah di kapiler renal. Produk sisa

metabolisme protein diekskresikan, kadar elekrolit dikontrol

dan pH (kesimbangan asam-basa) dipertahankan dengan

ekskresi ion hidrogen. Terdapat tiga proses yang terlibat

dalam pembentukan urine.

f) Filtrasi terjadi di dinding semi permiabel glomerulus dan

kapsul Bowman. Air dan molekul kecil lainnya melalui dinding

semipermiabel ini, walaupun sebagian ini akan direabsorpsi


14

kemudian. Sel darah, protein plasm, dan molekul besar

lainnya terlalu besar untukdi filtrasi (disaring), oleh karena itu

tetap berada di kapiler. Filtrasi di glomerulus memiliki

komposisi yang sangat serupa dengan plasma, kecuali

protein plasma.

3. Etiologi

Umumnya seseorang mengalami transisi dari keadaan sehat ke

keadaan kronik atau menetap (permanen) setelah melalui masa

beberapa tahun. Kerusakan pada penyakit gagal ginjal penyebab nya

didasarkan atas dua kategori yaitu penyakit morfologi sistem ginjal itu

sendiri dan penyebab (etiologi) penyakit.

Morfologi :

1. Penyakit glomerulus (glumeruloncfritis, penyakit membran,

glomerulus kleorosis interkapiler).

2. Penyakit tubuler (hiperkalsemia kronik, penekanan potassium

kronik, keracunan logam berat).

3. Penyakit vaskular ginjal (penyakit iskemik ginjal, stenosis arteri

venalis bilateral, nefrosklerosis, hiperparatiroidisme).

4. Penyakit tractus urinarius ( obstruksi nerfropati).


15

5. Kelainan kongenital (hipoplastik ginjal, penyakit sistemik meduler,

penyakit polikistik ginjal).

Etiologi :

1). Diabetes mellitus

2). Glumerulonefritis kronis

3). Pielonefritis

4). Hipertensi tak terkontrol

5). Obstruksi saluran kemih

6). Penyakit ginjal polikistik

7). Gangguan Vaskular

8). Lesi Herediter

9). Agen toksik (timah, cadmium, dan merkuri)

(Kartikasari, 2013).

4. Patofisiologi

Fungsi renal menurun karena produksi akhir akibat

metabolisme protein tertimbun dalam darah, sehingga

mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh sistem

tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala

semakin berat.
16

Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah

glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus

dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urine tampung 24

jam yang menunjukan penurunan clearance kreatinin dan

peningkatan kadar kreatinin serum.

Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema,

CHF, dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis

renin angitensi dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi

aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan

hipovolemi. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan

natrium sehingga status uremik memburuk.

Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mengsekresi

asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus

ginjal tidak mampu mengsekresi ammonia (NH3) dan mengabsorpsi

natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam

organik lain terjadi.

Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak

memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi,

dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status

uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritroprotein yang

diproduksi oleh ginjal menstimulasi sumsum tulang untuk

menghasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoietin menurun


17

sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan,

angina, dan sesak nafas.

Ketidakseimbangan kalsium dan fostat merupakan gangguan

metabolisme. Kadar serum kalsium dan fostat tubuh memilliki

hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat, maka fungsi

yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui

glomerulus ginjal, maka meningkat kadar fosfat serum, dan

sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar

kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar

paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon normal terhadap

peningkata sekresi parathormon, sehingga kalsium di tulang

menurun, menyebabkan terjadinnya perubahan tulang dan penyakit

tulang menurun. Demikian juga, vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol)

yang dibentuk di ginjal menurun seiring perkembangan gagal ginjal.


18

Bagan 2.1

Patofisiologi
19

5. Manifestasi Klinis
20

Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan

gangguan yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi

dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak (organ

multifunction), sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan

mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor.

Berikut ini adalah tanda dan gejala yang di tunjukan oleh gagal ginjal

kronis (Robinson, 2013;Judith 2006).

1). Ginjal dan Gastrointestinal

Sebagai akibat dari Hiponatremi maka timbut hipotensi, mulut

kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue dan mual.

Kemudian terjadi penurunan kesadaran (samnolen) dan nyeri kepala

hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabiltas

otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang

tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda

paling khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan

sedimentasi yang tinggi.

2). Kardiovaskuler
21

Biasanya terjadi hipertensi,aritmia, kardiomyopati, uremic

pericarditis,effuse pericardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade

jantung), gagal jantung, edema periorbital dan edema perifer.

3). Respiratory system

Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, priction rub

dan efusi pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan

uremic lung, dan sesak nafas.

4). Gastrointestinal

Biasanya menunjukan adaanya imflamasi dan userasi pada

mukosa gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan pendarahan

gusi, dan kemungkinan juga disertai parotitis.

5). Integumen

Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan kering dan ada

scalp. Selain itu biasanya juga menunjukan adanya purpura, ekimosis,

dan timbunan urea pada kulit.

6). Neurologis

Biasanya di tunjukan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri,

gatal pada lengan dan kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot dan

reflex kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,


22

pusing, koma, kejang. Dari hasil EEG menunjukan adanya perubahan

metabolik encephalophaty.

7). Endokrin

Biasa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan

gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi

sperma, peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan metabolisme

karbohidrat.

8). Hematopoitiec

Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,

trombositopenia (dampak dari dialysis) dan kerusakan platelet.

Biasanya masalah yang serius pada sistem hematologi ditunjukan

dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis dan petechiae).

9). Muskuloskeletal

Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulanag, fraktur

pathologis dan klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi miokard).

6. Penatalaksanaan
23

Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara

khusus sesuai dengan derajat penyakit CKD, bukan hanya

penatalaksanaan secara umum. Menurut Suwitra (2006), sesuai

dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.1

Derajat CKD

Derajat LFG (ml/mnt/1,873 m2) Perencanaan


Pelaksanaan Terapi
Dilakukan terapi pada

1 >90
penyakit dasarnya, kondisi
komorbid, evaluasi
pemburukan (progression)
fungsi ginjal, memperkecil
resiko kardiovaskuler.
Menghambat pemburukan
2 60-89 (progression) fungsi ginjal.
Mengevaluasi dan
3 0-59
melakukan terapi pada
Sumber : Suwitra 2006
komplikasi.
Persiapan untuk
4 15-29
Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD penggantian
secara umumginjal.
Dialysis dan
antara lain adalah sebagai berikut:
5 <15
mempersiapkan terapitepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD
a. Waktu yang
penggantian ginjal
(transplatasi ginjal). sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga
adalah
24

peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang

masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan

histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat

terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun

sampai 20–30 % dari normal terapi dari penyakit dasar sudah

tidak bermanfaat.

b. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan

penurunan LFG pada pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk

mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan

pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan

keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi

traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obatobat nefrotoksik,

bahan radio kontras, atau peningkatan aktifitas penyakit

dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit pada penyakit CKD

sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah

terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan

diatur seimbang antara masukan dan pengeluaran urin serta

Insesible Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara 500-800

ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus

diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium.

Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemi dapat

mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu


25

pembatasan obat dan makanan yang mengandung kalium

(sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5-5,5 mEg/lt.

sedangkan pada natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya

hipertensi dan edema. Jumlah garam disetarakan dengan

tekanan darah dan adanya edema.

c. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi

ginjal adalah hiperventilasi glomerulus yaitu:

1) Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60

ml/mnt,sedangkan diatas batasan tersebut tidak

dianjurkan pembatasan protein. Protein yang dibatasi

antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr diantaranya

protein nilai biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar

30-35 kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diit. Protein perlu

dilakukan pembatasan dengan ketat, karena protein akan

dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti

karbohidrat. Namun saat terjadi malnutrisi masukan

protein dapat ditingkatkan sedikit, selain itu makanan

tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor,

sulfur, dan ion anorganik lain yang diekresikan melalui

ginjal. Selain itu pembatasan protein bertujuan untuk

membatasi asupan fosfat karena fosfat dan protein berasal

dari sumber yang sama, agar tidak terjadi hiperfosfatemia.


26

2) Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi

intraglomerulus. Pemakaian obat anti hipertensi disamping

bermanfaat untuk memperkecil resiko komplikasi pada

kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat

perburukan kerusakan nefron dengan cara mengurangi

hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain

itu pemakaian obat hipertensi seperti penghambat enzim

konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim /

ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi

ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai

anti hipertensi dan anti proteinuri.

d. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal

yang penting, karena 40-45 % kematian pada penderita CKD

disebabkan oleh penyakit komplikasinya pada kardiovaskuler.

Hal-hal yang termasuk pencegahan dan terapi penyakit vaskuler

adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia, anemia,

hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian cairan dan elektrolit.

Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap

komplikasi CKD secara keseluruhan.

e. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya

sesuai dengan derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan

penambahan / tranfusi eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk


27

mengatasi osteodistrasi renal. Namun dalam pemakaiannya

harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi

fosfat.

f. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD

derajat 4-5. Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti

ginjal.

7. Komplikasi

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan

mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut

Suwitra (2006) antara lain adalah :

a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik,

katabolisme, dan masukan diit berlebih.

b. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi

sistem renin angiotensin aldosteron.

d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat,

kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang


28

abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan

nitrogen dan ion anorganik.

f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.

h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.

Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

8. Dampak terhadap kebutuhan dasar manusia

Smeltzer & Bare (2008) menyimpulkan dampak gagal ginjal

kronik Kebutuhan terhadap kebutuhan dasar manusia adalah :

a. Kebutuhan fisiologis

1). Kebutuhan cairan dan elektrolit

Kerusakan pada nefron akan berpengaruh terhadap kerja

glomerulus berupa penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR)

sehingga produksi urine menurun. Selain itu mempunyai reabsorpsi

dari natrium, kalium, kalsium dan magnesium yang akhirnya terjadi

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

2). Kebutuhan nutrisi

Adanya kerusakan GFR menimbulkan penumpukan sampah

metabolik dalam darah sehingga merangsang pusat muntah di

hipotalamus. Selain itu berhubungan juga dengan gangguan


29

metabolisme protein dalam usus atau terbentuknya zat-zat toksik

akibat metabolisme bakteri usus.

3). Kebutuhan oksigen

Dengan penurunan GFR berarti penurunan data fungsi

reabsorpsi, filtrasi dan sekresi, menimbulkan peningkatan kadar

hidrogen dalam darah. Sifat dari hidrogen adalah asam.

Peningkatan hidrogen merangsang pusat respirasi di medulla

oblongata untuk mengkompensasi adanya penumpukan CO2

dalam darah, sehingga terjadi peningkatan ventilasi alveolar, yang

di aplikasikan nafas cepat dan dalam (kusmaull).

4). Perubahan eliminasi

Biasanya terjadi oliguri sampai anuria, perubahan warna urine

contoh kuning pekat, merah, cokelat, berawan. Hal ini disebabkan

adanya penurunan GFR. Eliminasi buang air besar yang biasanya

terjadi konstipasi disebabkan oleh intake makanan dan cairan serta

immobilisasi.

a. Kebutuhan keamanan dan kenyamanan

1). Kebutuhan kenyamanan

Penumpukan sampah metabolik dalam darah mengakibatkan

peningkatan NH4 di sirkulasi darah sehingga menimbulkan sakit

kepala yang mengganggu kenyamanan. Karena kerusakan pada


30

nefron merangsang free end nerves di ginjal sehingga merangsang

pusat nyeri di hipotalamus dan korteks serebri.

2). Gangguan istirahat tidur

Dengan adanya sakit kepala merangsang susunan saraf

otonom untuk mengaktivasi norepineprine yang mempengaruhi

saraf simpatis untuk mengaktivasi R etikulasi Activity System

(RAS) sehingga mengaktifkan kerja tubuh. Akhirnya Rapid Eye

Movement (REM) menurun dan pasien terjaga biasanya ditandai

dengan insomnia, gelisah sampai samnolen.

3). Kerusakan integritas kulit

Adanya peningkatan sampah metabolik dan pengedapan

kalsium di pori-pori kulit sehingga menyebabkan gatal.

b. Kebutuhan Cinta dan Dicintai

Seiring dengan berkembangnya gangguan, klien mengalami

penyempitan eksistensi, penurunan mobilitas, nyeri,

ketidaknyamanan dan keletihan yang umumnya meningkat. Ini

mempengaruhi bido.

Pada klien pria, impoteni terjadi sebagai akibat nefropati,

insufiensi vascular, perubahan hormonal dan kemungkinan

akibat obat anti hipertensi. Amenora pada wanita dapat di

akibatkan dari malnutrisi, anemia atau debilitasi kronis.

c. Aktualisasi diri
31

Untuk mencapai aktualisasi diri terdapat gangguan pada

aktivasi sehari-hari, ini disebabkan oleh kelemahan otot,

kehilangan tonus dan penurunan rentang gerak. Berawal dari

adanya asidosis metabolisme menyebabkan hypoxemia

sehingga terjadi metabolisme anaerob di otot kemudian terjadi

peningkatan asam laktat yang akhirnya mengalami kelemahan.

C. Tujuan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan

Menurut Doengoes et al. (2007) asuhan keperawatan adalah faktor

penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan,

rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan.

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep

diterapkan dalam praktik keperawatan, hal ini bisa disebut sebagai

suatu penetapan problem solving yang memerlukan ilmu, teknik, dan

keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

klien/keluarga (Nursalam, 2009).

Proses keperawatan terdiri dari lima langkah yang kongrit yaitu

pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi dan

evaluasi. Kelima langkah ini merupakan pusat untuk tindakan

keperawatan dan memberikan asuhan keperawatan secara individual

dalam berbagai situasi. Doengoes et al. (2007).


32

1. Pengkajian

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan

mengacu pada Doenges (2007), serta Carpenito (2006) sebagai

berikut:

a. Identitas

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun

ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang

diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan,

penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi

pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai

peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena

kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan

lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /

mengandung banyak senyawa / zat logam dan pola makan yang

tidak sehat. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD

seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik,

hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus

urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan

terjadinya CKD.
33

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari

urine output sedikit sampai tidak BAK, gelisah sampai

penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual,

muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau

(ureum), dan gatal pada kulit.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran,

perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan

kulit, adanya nafas berbau anomia, dan perubahan

pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta

pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat

pengobatan apa.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran

kemih, payah jantung, penggunaan obat-obatan nefrotoksik,

Benign Prostatic Hyperplasia dan prostaktektomi. Kaji adanya

riwayat penyakit batu saluraan kemih, infeksi sistem

perkemihan yang berulang, penyakit DM, dan penyakit

hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi presdiposisi

penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian


34

obat-obatan masa lalu dan adannya riwayat alergi terhadap

jenis obat kemudiaan dokumentasikan.

4) Riwayat Psikososial

Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan

dialisis akan menyebabkan penderita mengalami gangguan

pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya

perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami

kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan

gangguan peran pada keluarga (self esteem).

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji adanya riwayat penyakit keturunan dikeluarganya supaya

dapat mengetahui ada anggota dikeluarganya yang

mengalami penyakit yang sama. Untuk mempermudah

tindakan perawatan selanjutnya.

c. Pengkajian Pola Fungsional Gordon

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien

Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat

ini sedang sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah

menghindari larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien

terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung kenapa

kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang

telah dihindari.
35

2) Pola nutrisi dan metabolik

Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan

BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia,

mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.

3) Pola eliminasi

Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output

dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi

konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau

tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.

4) Aktifitas dan latihan

Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak

lemah, serta pasien tidak dapat menolong diri sendiri.

Tandanya adalah aktifitas dibantu.

5) Pola istirahat dan tidur

Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat

kantung mata. Tandanya adalah pasien terliat sering

menguap.

6) Pola persepsi dan koknitif

Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya

adalah penurunan kesadaran seperti ngomong nglantur dan

tidak dapat berkomunikasi dengan jelas.

7) Pola hubungan dengan orang lain


36

Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya

penurunan kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi

penurunan libido, keletihan saat berhubungan, penurunan

kualitas hubungan.

8) Pola persepsi diri

Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki

menjadi edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya

perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya diri.

9) Pola mekanisme koping

Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat

mengambil keputusan dengan tepat, mudah terpancing

emosi.

10) Pola kepercayaan

Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan

merasa bersalah meninggalkan perintah agama. Tandanya

pasien tidak dapat melakukan kegiatan agama seperti

biasanya.

d. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan sistem tubuh secara

keseluruhan dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultrasi. Klien dengan CKD kemungkinan didapat

data sebagai berikut :


37

1) Penampilan / keadaan umum.

Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.

Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.

2) Tanda-tanda vital

Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea,

nadi meningkat dan reguler.

3) Antropometri

Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena

kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan

karena kelebian cairan.

4) Sistem neurosensori

Yang dikaji adalah fungsi saraf cranial, fungsi serebral, fungsi

sensori serta reflex. Pada klien gagal ginjal kronis terdapat

keluhan sakit kepala. Penglihatan kabur, kram otot/kejang,

gangguan status mental, fasikulasi otot, rambut tipis, kuku

rapuh dan tipis.

5) Sistem pernafasan

Biasanya terdapat nafas pendek, takipnea dispnea, kusmaull,

batuk produktif dengan sputum merah muda encer.

6) Sistem kardiovaskuler

Pada klien gagal ginjal terdapat kronik biasanya terjadi

hipertensi, palpitasi, nyeri dada, disritmia jantung, anemia.


38

7) Sistem gastrointestinal

Terdapat edema, malnutrisi, anoreksia, nyeri ulu hati,

mual/muntah, diare/konstipasi.

8) Sistem perkemihan

Penurunan jumlah urine, oliguria, anuria, perubahan warna

urine.

9) Sistem musculoskeletal

Terjadi kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang

gerak.

10) Sistem integumen

Kulit pucat, keabu-abuan dan kering bersisik serta pruritus,

kuku tipis dan mudah pecah, rambut kering dan mudah putus.

11) Sistem endokrin

Terdapat hiperparatiroidisme, infertilitas dan disfungsi seksual.

12) Pengkajian psikologis

Pada klien gagal ginjal kronis sering terdapat cemas dari

tingkat ringan sampai berat.

13) Pengkajian sosial

Kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak mampu bekerja,

memperhatikan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

14) Pengkajian spiritual


39

Klien dapat melaksanakan kewajiban nya sebagai umat

beragama, bahkan mungkin lebih taat.

15) Data penunjang

a. Pemeriksaan urine

b. Pemeriksaan darah lengkap

c. USG

d. Pemeriksaan EKG

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada masalah CKD menurut Doenges

(2007), dan Carpenito (2006) adalah sebagai berikut:

1) Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

paru.

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia mual muntah.

3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.

4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan

haluran urine dan retensi cairan dan natrium.

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia,

retensi produk sampah dan prosedur dialisis.


40

6) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan

alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner.

7) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak

seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial

dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama,

konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).

8) Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi

toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit atau uremia.

9) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan

fisiologis, akumulasi toksik, asidosis metabolik, hipoksia,

ketidak seimbangan elektrolit, klasifikasi metastatik pada otak.

10) Devisit perawatan diri berhubungan dengan istirahat total

3. Intervensi Keperawatan

1) Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan hiperventilasi

paru.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien

menunjukkan pola napas efektif.

Kriteria hasil : Pertukaran gas dalam rentang normal, tidak ada

anda sianosis maupun dispnea, bunyi napas tidak mengalami

penurunan, tanda-tanda vital dalam batas normal (RR 16-24

x/menit). Intervensi:
41

a) Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya

gerak otot dada, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda

vital.

Rasional : Distress pernapasan dan perubahan tada vital

dapat terjadi sebagai akibat dari patofisiologi dan nyeri.

b) Catat pengembangan dada dan posisi trakea.

Rasional : Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat

menurun apabila terjadi ansietas atau edema pulmonal.

c) Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau napas

dalam.

Rasional : Tekanan terhadap dada dan otot abdominal

membuat batuk lebih efektif dan dapat mengurangi trauma.

d) Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowler.

Rasional : Meningkatkan ekspansi paru.

e) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit).

Rasional : Untuk mengetahui elektrolit sebagai indikator

keadaan status cairan.

f) Kolaborasikan pemeriksaan GDA dan foto thoraks.

Rasional : Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi

serta evaluasi dari implementasi, juga adanya kerusakan

pada paru.

g) Kolaborasikan pemberian oksigen pada ahli medis.


42

Rasional : Menghilangkan distress respirasi dan sianosis.

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake inadekuat, mual, muntah,

anoreksia.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.

Kriteria hasil : Pengukuran antropometri dalam batas normal,

perlambatan atau penurunan berat badan yang cepat tidak

terjadi, pengukuran albumin dan kadar elektrolit dalam batas

normal, peneriksaan laboratorium klinis dalam batas normal,

pematuhan makanan dalam pembatasan diet dan medikasi

sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia. Intervensi :

a) Kaji status nutrisi, perubahan berat badan, pengukuran

antropometri, nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN,

kreatinin, protein, dan kadar besi).

Rasional : Menyediakan data dasar untuk memantau

perubahan dan mengevaluasi intervensi.

b) Kaji pola diet dan nutrisi pasien, riwayat diet, makanan

kesukaan, hitung kalori.

Rasional : Pola diet sekarang dan dahulu dapat

dipertimbangkan dalam menyusun menu.


43

c) Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi

misalnya adanya anoreksia, mual dan muntah, diet yang

tidak menyenangkan bagi pasien, kurang memahami diet.

Rasional : Menyediakan informasi mengenai faktor lain

yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan

masukan diet.

d) Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batasan

diet.

Rasiomal : Mendorong peningkatan masukan diet.

e) Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah

natrium, diantara waktu makan.

Rasional : Mengurangi makanan dan protein yang dibatasi

dan menyediakan kalori untuk energi, membagi protein

untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.

f) Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya

dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea serta kadar

kreatinin.

Rasional : Meningkatkan pemahaman pasien tentang

hubungan antara diet, urea, kadar kreatinin dengan

penyakit renal.
44

g) Sediakan jadwal makanan yang dianjurkan secara tertulis

dan anjurkan untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan

natrium atau kalium.

Rasional : Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan

positif terhadap pembatasan diet dan merupakan referensi

untuk pasien dan keluarga yang dapat digunakan dirumah.

3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi

jaringan adekuat.

Kriteria hasil : Membran mukosa warna merah muda,

kesadaran pasien compos mentis, pasien tidak ada keluhan

sakit kepala, tidak ada tanda sianosis ataupun hipoksia,

capillary refill kurang dari 3 detik, nilai laboratorium dalam batas

normal (Hb 12-15 gr %), konjungtiva tidak anemis, tanda-tanda

vital stabil: TD 120/80 mmHg, nadi 60-80 x/menit. Intervensi :

a) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit

dan dasar kuku.

Rasional : Memberikan informasi tentang derajat atau

keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan

kebutuhan tubuh.

b) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.


45

Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan

memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler,

vasokonstrisi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.

c) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan

dan tubuh hangat sesuai dengan indikasi.

Rasional : Kenyamanan klien atau kebutuhan rasa hangat

harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari

panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi

organ).

d) Kolaborasi untuk pemberian O2.

Rasional : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

e) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (hemoglobin).

Rasional : Mengetahui status transport O2.

4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan

haluaran urine dan retensi cairan dan natrium.

Tujuan : Kelebihan cairan / edema tidak terjadi.

Kriteria hasil : Tercipta kepatuhan pembatasan diet dan cairan,

turgor kulit normal tanpa edema, dan tanda-tanda vital normal.

Intervensi :

a) Monitor status cairan, timbang berat badan harian,

keseimbangan input dan output, turgor kulit dan adanya

edema, tekanan darah, denyut dan irama nadi.


46

Rasional : Pengkajian merupakan dasar berkelanjutan

untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.

b) Batasi masukan cairan

Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat

tubuh ideal, keluaran urine dan respons terhadap terapi.

c) Identifikasi sumber potensial cairan, medikasi dan cairan

yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intravena.

Rasional : Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui

dapat

diidentifikasi.

d) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan

cairan.

Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien

dan keluarga dalam pembatasan cairan.

e) Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat

pembatasan cairan.

Rasional : Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan

terhadap pembatasan diet.

f) Kolaborasi pada medis dalam pembatasan cairan intravena

antara 5-10 tetes permenit, dan pembatasan obat-obatan

cair.
47

Rasional : dengan pembatasan cairan intravena dapat

membantu menurunkan resiko kelebian cairan.

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia,

retensi produk sampah dan prosedur dialisis.

Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.

Kriteria hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas keluwarga sesuai

kemampuan, melaporkan peningkatan rasa segar dan bugar,

melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian,

berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih.

Intervensi :

a) Kaji faktor yang menyebabkan keletihan, anemia,

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk

sampah, dan depresi.

Rasional : Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat

keletihan.

b) Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang

dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.

Rasional : Meningkatkan aktivitas ringan / sedang dan

memperbaiki harga diri.

c) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.

Rasional : Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-

batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.


48

d) Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.

Rasional : Dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak

pasien sangat melelahkan.

6) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru sekunder terhadap adanya edema pulmonal.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien

menunjukkan pertukaran gas efektif.

Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien

menunjukkan pertukaran gas efektif, GDA dalam rentang

normal, tidak ada tanda sianosis maupun hipoksia, traktil

fremitus positif kanan dan kiri, bunyi napas tidak mengalami

penurunan, auskultasi paru sonor, tanda-tanda vital dalam

batas normal : RR 16-24 x/menit. Intervensi :

a) Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya

gerak otot dada, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda

vital.

Rasional : Distress pernapasan dan perubahan tanda vital

dapat terjadi sebagai akibat dari patofisiologi dan nyeri.

b) Auskultasi bunyi napas.

Rasional : Untuk mengetahui keadaan paru yang

menunjukkan adanya edema paru.

c) Catat pengembangan dada dan posisi trakea.


49

Rasional : Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat

menurun apabila terjadi ansietas atau udema pulmoner.

d) Kaji traktil fremitus.

Rasional : Traktil fremitus dapat negative pada klien dengan

edema pulmoner.

e) Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowler.

Rasional : Meningkatkan ekspansi paru.

7) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan

ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja

miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi,

irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantung

dapat dipertahankan.

Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, tekanan

darah 120/80 mmHg, nadi 60-80 x/menit, kuat, teratur, akral

hangat, Capillary refilkurang dari 3 detik, nilai laboratorium

dalam batas normal (kalium 3,5-5,1 mmol/L, urea 15-39 mg/dl).

Intervensi :

a) Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema

perifer atau kongesti vaskuler dan keluhan dispnea, awasi

tekanan darah, perhatikan postural misalnya duduk,

berbaring dan berdiri.


50

Rasional : Mengkaji adanya takikardi, takipnea, dispnea,

gemerisik, mengi dan edema.

b) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi dan beratnya.

Rasional : Hipertensi ortostatik dapat terjadi sehubungan

dengan defisit cairan.

c) Evaluasi bunyi jantung akan terjadi frictionrub, tekanan

darah, nadi perifer, pengisisan kapiler, kongesti vaskuler,

suhu tubuh dan mental.

Rasional : Mengkaji adanya kedaruratan medik.

d) Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap aktivitas.

Rasional : Kelelahan dapat menyertai gagal jantung

kongestif juga anemia.

e) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium yaitu kalium.

Rasional : Ketidakseimbangan dapat mengangu kondisi dan

fungsi jantung.

f) Berikan obat anti hipertensi sesuai dengan indikasi.

Rasional : Menurunkan tahanan vaskuler sistemik.

8) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi

toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit (uremia).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan

integritas kulit klien dapat teratasi


51

Kriteria hasil : Integritas kulit baik, tidak ada lesi, perfusi

jaringan baik.

Intervensi:

a) Monitor adanya kemerahan pada kulit.

Rasional : Melihat adanya tanda-tanda kerusakan integritas

kulit

b) Ubah posisi pada jadwal teratur, saat dikursi atau tempat

tidur, bantu dengan latihan rentang gerak aktif/pasif.

Rasional : Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada

jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi.

c) Pertahankan seprai kering dan bebas lipatan.

Rasional : Kelembaban meningkatkan pruritas dan

meningkatkan resiko kruskan kulit.

d) Pertahankan kuku pendek.

Rasional : Menurunkan resiko cedera dermal.

9) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan

sosiologis, akumulasi kultur, asidosis metabolik, hipoksia,

ketidakseimbangan lektrolit dan klasifikasi metastatik pada

otak.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

tidak terjadi atau mempertahankan proses pikir dan harga diri

pasien tidak turun.


52

Kriteria hasil : tidak terjadi disorientasi orang, tempat dan waktu

serta tidak terjadi perubahan prilaku pada pasien. Intervensi :

a) Observasi luasnya gangguan kemampuan berpikir, mental,

dan orientasi. Perhatikan juga luas lapang pandang.

Rasional : Efek sindrom uremik dapat terjadi dengan

kekacauan pikiran dan berkembang pada perubahan prilaku

sehingga tidak dapat menyerap informasi sehingga tidak

dapat berpartisipasi dalam keperawatan.

b) Validasi pada orang terdekat pasien tentang kondisi mental

pasien dalam sehari-hari.

Rasional : Perbandingan antara perburukan dan perbaikan

gangguan.

c) Berikan lingkungan yang tenang.

Rasional : Meminimalkan rangsang lingkungan untuk

menurunkan keletian sensori.

d) Orientasikan kembali lingkungan, waktu, dan orang.

Rasional : Mempantu pasien mengingat dan mengenal

kembali keadaan sekitarnya.

e) Berikan penjelasan pada pasien tentang penyakit, akibat,

gejala, dan penatalaksanaannya.

Rasional : Memberi informasi pada pasien dan

menghilangkan kecemasan pasien.


53

f) Motivasi pasien untuk tetap semangat, tidak cemas, untuk

berusaha bergaul dengan orang sekitar tanpa rasa malu

dan tetap percaya diri.

Rasional : Meningkatkan rasa percaya diri pasien,

mencegah proses menarik diri pada pasien dan

meningkatkan keyakinan pasien.

g) Meningkatkan istirahat yang adekuat.

Rasional : gangguan tidur dapat meningkatkan gangguan

kemampuan koknitif lebih lanjut.

h) Beri O2 sesuai indikasi.

Rasional : Perbaikan hipoksia dapat memperbaiki kognitif.

10) Devisit perawatan diri berhubungan dengan istirahat total

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan devisit perawatan diri klien teratasi.

Kriteria Hasil : Klien tampak bersih dan rapi, klien merasa

nyaman.

Intervensi :

a) Bantu kebersihan alat tenun

Rasional : untuk mencegah decubitus

b) Bantu klien gunting kuku

Rasional : kuku yang kotor dan panjang dapat menjadi

tempat tinggal bibit penyakit


54

c) Bantu klien untuk melakukan aktifitas dalam mandi dan

berpakaian

Rasional : untuk mencegah terjadiinya komplikasi.

4. Implementasi

Implementasi adalah dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik (Nursalam, 2008).

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan

memfasilitasi koping.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan untuk melihat melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa

keperawatan, rencana tindakan, pelaksanaan nya yang sudah berhasil

dicapai (Nursalam, 2008).

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam

mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan

hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan


55

keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat memberi

keputusan :

a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah

mencapai tujuan yang telah ditetapkan).

b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien

mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan).

c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien

memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan).

6. Dokumentasi

Dokumentasi adalah kumpulan informasi dan perawatan

kesehatan pasien yang dilakukan perawat sebagai

pertanggungjawaban dan terhadap asuhan keperawatan yang

dilakukan perawat pada pasien (Nursalam, 2008).


56
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, A. (2012). Pengertian Gagal Ginjal Kronik. Banguntapan,

Jogjakarta.

Ayu, 2010

Doengoes. et all. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 4. Alih

bahasa indonesia : Kariasa I Made & Sumarwati. N.M. ; Jakarta : EGC

Hailpern SM, Melamed ML, Cohen HW, Hostetter TH. 2007. Moderate

chronic kidney disease and cognitive function in adults 20 to 59 years

of age: Third National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES III). J Am Soc Nephrol. 18:2205-13.

Indonesia Renal Registry (IRR). 2013. 5thn Report of Indonesian Renal

Registry. Perhimpunan Nefrologi Indonesia.

Kartikasari, 2013.

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala (2011). Asuhan Keperawatan Sistem

Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.


Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jakarta :

Salemba Medika

Robinson JM. 2006. Profesional Guide to Desease Tenth Edition.

Philadelphia : Lippincot William & Walkins.

RSUD Ciamis. (2016). Laporan 10 besar Penyakit di Ruang Kenanga tahun

2016 Januari sampai dengan Mei 2016. RSUD Ciamis.

Santoso Djoko.

Smeltzer S,C. dan Bare B.G., et.al, (2008) Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth Volume 2 (Edisi kedelapan). Jakarta :

EGC.

Suwitra, K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. In : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,

Alwi, I., Simadribata, M.K,. & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. hlm. 1035-40.

Syaifudin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Edisi 2. Jakarta :

EGC

Yusuf Fikri, 2012.

Anda mungkin juga menyukai