Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan Laporan Akhir Studi
Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Sulawesi
Tenggara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor
Ekonomi Sulawesi.
Laporan Akhir ini disusun berdasarkan data-data hasil survey, analisis dan rencana
pengembangan. Laporan akhir ini terdiri dari tinjauan pustaka, metodologi, kondisi
wilayah dan jaringan transportasi, perkiraan kondisi mendatang dan arah
pengembangan.
Pada buku Laporan akhir ini masing-masing Kabupaten/Kota wilayah studi disajikan
dalam buku yang terpisah, dan yang disampaikan berikut adalah kajian khusus untuk
KOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA.
Laporan Akhir ini diharapkan pula sebagai sarana penggalian masukkan terhadap
rencana pengembangan sistem transportasi lokal dalam kegiatan Studi Sistranas
pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi
Sulawesi.
Demikian Laporan Akhir ini disusun dengan harapan hasil kegiatan ini dapat
memberikan manfaat bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan,
Kementerian Perhubungan sebagai arahan dan acuan dalam rangka pengembangan
sistem transportasi nasional dimasa mendatang.
i
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................... ii
Daftar Tabel............................................................................................................... vi
Daftar Gambar .......................................................................................................... x
ii
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI .................. IV-1
4.1. Kondisi Sosio Ekonomi Wilayah Kota Kendari ............................................ IV-1
4.1.1. Kondisi Geografis .............................................................................. IV-1
4.1.2. Iklim ................................................................................................... IV-3
4.1.3. Pemerintahan.................................................................................... IV-4
4.1.4. Penduduk Dan Ketenagakerjaan ..................................................... IV-6
4.1.5. Sosial.................................................................................................. IV-11
4.1.6. Perdagangan ..................................................................................... IV-14
4.1.7. Transportasi Darat ........................................................................... IV-17
4.1.8. Transportasi Laut .............................................................................. IV-24
4.1.9. Transportasi Udara ........................................................................... IV-26
4.1.10. Pendapatan Regional ....................................................................... IV-26
4.1.11. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ....................................... IV-27
4.2. Hasil Survey Lapangan, Wawancara Dan FGD ............................................ IV-29
4.2.1. Survey Kondisi Prasarana ................................................................. IV-29
4.2.2. Identifikasi Permasalahan ................................................................ IV-40
4.2.2.1. Jaringan Transportasi Darat Kota kendari ....................... IV-40
4.2.2.2. Jaringan Transportasi Laut Kota Kendari ......................... IV-41
iii
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
iv
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
• Draft Peraturan Walikota Kota Kendari Tentang Sistem Transportasi Nasional
Pada Tataran Transportasi Lokal Kota Kendari
• Peta Pengembangan Kota Kendari
v
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
2.1. Hubungan Antara Hirarki Kota Dengan Peranan Ruas Jalan Dalam
Sistem Jaringan Jalan Primer ....................................................................... II-11
2.2. Klasifikasi Bandar Udara Sulawesi Tenggara .............................................. II-19
2.3. Uraian Fasilitas Pokok Bandar Udara........................................................... II-20
2.4. Matriks Hubungan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Wilayah, Potensi
Pasar dan Jaringan Transportasi .................................................................. II-29
2.5. Konsep Awal Penyediaan Prasarana Transportasi di Setiap Jenjang
Hirarki Kota ................................................................................................... II-44
2.6. Konsep Hirarki Fungsi dan Status Jalan di Indonesia ................................. II-46
3.1. Kebutuhan, Sumber dan Kegunaan Data .................................................... III-6
3.2. Konsep Awal Penyediaan Prasarana Transportasi di Setiap Jenjang
Hirarki Kota ................................................................................................... III-19
3.3. Ilustrasi Ketidaksesuaian Jaringan dengan Karakteristik Wilayah............. III-25
3.4. Indikator Kinerja Jaringan Transportasi ...................................................... III-28
3.5. Usulan Kriteria Pengembangan Pelayanan Transportasi di
Masing-masing Jaringan Lintas .................................................................... III-32
4.1. Luas Wilayah Kota Kendari menurut Kecamatan, 2011............................... IV-2
4.2. Batas Wilayah Kota Kendari menurut Kecamatan, 2011 ............................. IV-3
4.3. Rata – rata Jumlah Hari Hujan, Curah Hujan, dan Penyinaran
Matahari Setiap Bulan di Kota Kendari, 2011 ............................................... IV-4
4.4. Pembagian Daerah Administrasi Kota Kendari, 2011 .................................. IV-5
4.5. Penduduk Kota Kendari menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, 2011 .... IV-7
4.6. Persebaran Penduduk Kota Kendari menurut Kecamatan, 2011 ............... IV-8
4.7. Kepadatan Penduduk Kota Kendari menurut Kecamatan, 2011 ................ IV-8
4.8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Rasio Jenis Kelamin, 2011 ......................... IV-9
4.9. Rata – rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun (2000 – 2011)
menurut Kecamatan di Kota Kendari .......................................................... IV-10
4.10. Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid menurut Tingkat Pendidikan,
2009/2010 – 2011/2012 ................................................................................... IV-12
4.11. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan PNS di Kota Kendari, 2007 – 2011 ............ IV-14
4.12. Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau menurut Hasil Bumi dan
Laut serta Barang Strategis di Kota Kendari, 2011 ...................................... IV-15
4.13. Volume dan Nilai Ekspor Kota Kendari menurut Negara Tujuan,
2006 – 2011 .................................................................................................... IV-16
4.14. Jenis Komoditas Impor di Pelabuhan Kendari menurut Berat dan
Nilai Impor, 2011 ............................................................................................ IV-17
4.15. Panjang Jalan Negara, Provinsi, Dan kota Menurut Jenis Permukaan
di Kota kendari, 2003-2007 ........................................................................... IV-18
vi
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
vii
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
viii
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
ix
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
2.1. Hubungan dan KeterkaitanTatranas, Tatrawil dan Tatralok ...................... II-4
2.2. Lingkup Perencanaan Tatralok .................................................................... II-8
2.3. Skema Pemenuhan Ekonomi Oleh Jaringan Transportasi ......................... II-27
2.4. Hubungan Konsep Pengembangan Infrastruktur Transportasi
dengan Tingkat Pertumbuhan Daerah ........................................................ II-29
2.5. Dampak Ekonomi Investasi Infrastruktur Transportasi.............................. II-31
2.6. Tahapan Pengembangan Manajemen Multimoda ..................................... II-35
2.7. Dasar Hukum Penyusunan Tataran Transportasi Lokal .............................. II-38
2.8. Lingkup Penyusunan Perencanaan Tataran Transportasi .......................... II-40
2.9. Sifat Kemultian Perencanaan Sistem Transportasi..................................... II-42
2.10. Sistem Transportasi Makro .......................................................................... II-42
2.11. Pengaturan Hirarki Pergerakan dalam Sistem Transportasi
Multimoda ..................................................................................................... II-45
2.12. Konsep Sistem Logistik Nasional ................................................................. II-47
2.13. Jaringan Sistem Logistik Nasional ............................................................... II-50
2.14. Faktor Penggerak Sistem Logistik Nasional ................................................ II-51
2.15. Ilustrasi Sosok Sistem Logistik Nasional ..................................................... II-53
2.16. Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan Strategis ................... II-56
2.17. Wilayah Depan dan Wilayah Dalam NKRI .................................................... II-57
2.18. Tatanan Pelabuhan Penting dan Jalur Utama Pelayaran Domestik .......... II-60
2.19. Pengembangan Pelabuhan Hub Internasional ........................................... II-62
2.20. Orientasi Transportasi Multimoda ............................................................... II-63
2.21. Skema E-Logistik Nasional............................................................................ II-65
2.22. Skema Sistem Operasi E- Logistics Nasional ............................................... II-66
3.1. Bagan Alir Pelaksanaan Studi ....................................................................... III-3
3.2. Alur Kerja Survei Lalu Lintas ......................................................................... III-8
3.3. Organisasi Tim Survei Perhitungan Lalu Lintas ........................................... III-11
3.4. Formulir Survey Volume / Pencacahan Lalulintas ....................................... III-11
3.5. Organisasi Tim Survei Wawancara Pinggir Jalan ........................................ III-14
3.6. Organisasi Tim Survei Kecepatan Perjalanan .............................................. III-15
3.7. Formulir Survey Road Side Interview (RSI) Untuk Angkutan
Penumpang ................................................................................................... III-16
3.8. Formulir Survey Road Side Interview (RSI) Untuk Angkutan Barang ....... III-17
3.9. Formulir Survey WaktuTempuh ................................................................... III-18
3.10. Sistem Tata Guna Lahan – Transportasi ...................................................... III-20
3.11. Bagan Alir Pemodelan Transportasi 4 (Empat) Tahap ............................... III-21
3.12. Lingkup Perencanaan Penyusunan Tatralok di Wilayah Provinsi
Sulawesi Tenggara ........................................................................................ III-23
x
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
xi
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
xii
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
5.28. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2024 (Ton/hari) ................................................................................. V-78
5.29. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2024 (Ton/hari) .................................................................................. V-78
5.30. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2029 (Ton/hari) .................................................................................. V-79
5.31. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2019 (Ton/hari) ................................................................................... V-80
5.32. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2034 (Ton/hari) .................................................................................. V-81
5.33. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2034 (Ton/hari) .................................................................................. V-81
5.34. Kawasan Perhatian Investasi (KPI) di Koridor Ekonomi Sulawesi ............. V-82
5.35. KPI Kota Kendari dengan sektor utama bidang perikanan ........................ V-82
5.36. Rencana Pengembangan Kawasan Minapolitan Perikanan di KPI
Kota Kendari ................................................................................................. V-85
5.37. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2014 (Perjalanan/hari) ................................................. V-88
5.38. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi Dengan
MP3EI Kota Kendari Tahun 2014 (Perjalanan/hari) ..................................... V-89
5.39. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2019 (Perjalanan/hari) ................................................. V-90
5.40. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi Dengan
MP3EI Kota Kendari Tahun 2019 (Perjalanan/hari) ..................................... V-90
5.41. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2024 (Perjalanan/hari) ................................................ V-91
5.42. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi Dengan
MP3EI Kota Kendari Tahun 2024 (Perjalanan/hari) ..................................... V-92
5.43. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2029 (Perjalanan/hari) ................................................ V-93
5.44. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi Dengan
MP3EI Kota Kendari Tahun 2029 (Perjalanan/hari)..................................... V-93
5.45. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2034 (Perjalanan/hari) ................................................ V-94
5.46. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi Dengan
MP3EI Kota Kendari Tahun 2034 (Perjalanan/hari)..................................... V-95
5.47. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2014 (Ton/hari) ............................................................ V-96
5.48. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2014 (Ton/hari) ............................................................ V-96
5.49. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2019 (Ton/hari) ............................................................ V-97
5.50. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2019 (Ton/hari) ............................................................ V-98
xiii
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
xiv
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
PENDAHULUAN
BAB 1
1.1. LATAR BELAKANG
Pendahuluan I ‐ 1
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Dalam rangka menjalin suatu sistem transportasi yang seamless tanpa
hambatan dengan mengurangi tundaan atau delay baik di simpul
maupun di ruas maka diperlukan suatu tatanan yang meramu
transportasi menjadi satu kesatuan sistem baik dari prasarana,
pelayanan, sarana maupun perangkatnya.
Prinsip penyediaan transportasi didefinisikan menjadi 2 yaitu berfungsi
melayani kebutuhan pelayanan yang ada dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi wilayah. Dalam melayani kebutuhan pelayanan
terdapat 2 indikator yang perlu diperhatikan yaitu indikator
peningkatan kuantitas dan kualitas. Dalam peningkatan kualitas suatu
sub sistem, terdapat perbaikan dari kondisi kinerja eksisting menjadi
suatu kinerja yang lebih baik. Artinya terdapat penambahan kapasitas
yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja.
Dalam konteks pembangunan nasional dan daerah, keberhasilan
pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya
sistem transportasi nasional (Sistranas) diharapkan mampu
menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan
diselenggarakan secara efisien dan efektif dalam menunjang dan
sekaligus menggerakan dinamika pembangunan; mendukung
mobilitas manusia dan barang serta jasa; mendukung pola distribusi
nasional serta mendukung pengembangan wilayah, peningkatan
hubungan nasional dan internasional yang lebih memantapkan
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka
perwujudan Wawasan Nusantara.
1.2. SISTEM TRANSPORTASI LOKAL DALAM MENDUKUNG MP3EI
Pendahuluan I ‐ 2
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Pendahuluan I ‐ 3
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam kaitan hal tersebut
Sistranas diwujudkan dalam Tataran Transportasi Nasional
(TATRANAS) ditetapkan oleh pemerintah, Tataran Transportasi
Wilayah (TATRAWIL) ditetapkan oleh pemerintah provinsi, dan Tataran
Transportasi Lokal (TATRALOK) ditetapkan oleh pemerintah
kabupaten/kota. Keterkaitan ke tiga tataran tersebut tidak dapat
dipisahkan yang pada akhirnya akan menjadi acuan bagi semua pihak
terkait dalam penyelenggaraan transportasi untuk perwujudan
pelayanan transportasi yang efektif dan efisien baik pada tataran lokal,
wilayah maupun nasional.
Tema pembangunan untuk Koridor Ekonomi Sulawesi adalah Pusat
Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan,
Migas, dan Pertambangan Nasional.
Pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi berfokus pada kegiatan‐
kegiatan ekonomi utama Pertanian Pangan, Kakao, Perikanan, Nikel,
serta Minyak dan Gas. Selain itu, kegiatan ekonomi utama Minyak dan
Gas Bumi dapat dikembangkan yang potensial untuk menjadi mesin
pertumbuhan ekonomi di koridor ini.
Selain kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus Koridor Ekonomi
Sulawesi di atas, juga terdapat beberapa kegiatan yang dinilai
mempunyai potensi pengembangan, seperti Tembaga, Besi Baja,
Makanan‐Minuman, Kelapa Sawit, Karet, Tekstil, Perkayuan dan
Pariwisata. Kegiatan‐kegiatan tersebut diharapkan dapat berkontribusi
di dalam pengembangan Koridor Ekonomi Sulawesi secara
menyeluruh.
1.2.1. KEBIJAKAN
Kebijakan sektor kegiatan ekonomi utama, secara umum dijelaskan di
bawah ini diantaranya:
1) Perluasan area tanam melalui optimalisasi pemanfaatan lahan,
pencetakan sawah baru, rehabilitasi dan konservasi lahan
pertanian;
2) Mengamankan ketersediaan dan produksi pangan melalui
pengembangan keberlanjutan lumbung pangan, pemberdayaan
dan peningkatan kapasitas kelembagaan petani (Gapoktan,
Koperasi);
3) Mengurangi potensi kehilangan jumlah dan nilai pasca panen
melalui peningkatan kualitas penyimpanan, pengembangan
mekanisme pembelian yang efektif;
4) Menyediakan dukungan aktif saat rehabilitasi dan peremajaan
tanaman, penyediaan bibit kakao klon unggul, serta pengendalian
organisme pengganggu tanaman kakao;
Pendahuluan I ‐ 4
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
5) Diversifikasi pasar ekspor olahan (butter, powder, cake, dan lain‐
lain) yang memberi nilai tambah dalam rantai nilai kakao;
6) Menerapkan program penggunaan SNI wajib biji kakao dan
sertifikasi agar terjamin sediaan hasil produksi biji kakao dan bahan
olahan produk kakao berdaya saing internasional;
7) Meningkatkan aktivitas pengolahan rumput laut;
8) Mengembangkan minapolitan berbasiskan perikanan tangkap
untuk percepatan pembangunan kawasan yang berbasis perikanan
tangkap dan minapolitan berbasis perikanan budidaya;
9) Mengembangkan sistem pengaturan dan pengawasan yang lebih
ketat mengenai aktivitas penangkapan ikan;
10) Perbaikan kelembagaan untuk membuat investasi di pertambangan
nikel lebih menarik, karena pada saat ini terdapat inefisiensi dalam
hal akuisisi tambang, pembuatan kontrak, dan sebagainya;
11) Perbaikan peraturan terkait pertanahan dan memperjelas tata
guna lahan melalui tata ruang;
12) Dukungan Pemerintah berupa pemberian insentif kepada investor
industri padat modal.
13) Optimalisasi produksi migas melalui peningkatan kegiatan
eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi setempat;
14) Penyediaan iklim investasi yang positif dan penyempurnaan
beberapa perundang‐undangan dan perizinan migas;
15) Peningkatan sinergitas pemerintah dengan pemangku kepentingan
terkait;
16) Pemberian insentif untuk pembangunan kilang dalam negeri;
1.2.2. PERKEMBANGAN KORIDOR EKONOMI SULAWESI
Tim Kerja KE Sulawesi, yang terdiri dari Sekretariat Tim Kerja dan Sub
Tim Kerja (Tanaman Pangan dan Kakao, Kementerian Pertanian;
Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan; dan Energi‐Migas,
Kementerian ESDM). Dalam perkembangan MP3EI, Tim Kerja Pusat
telah didukung oleh Daerah dengan terbentuknya KP3EI Daerah, yaitu
:
1) Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No. 260/I/Tahun 2012
tentang Pembentukan Tim KP3EI di Provinsi Sulawesi Selatan;
2) Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara No. 65 Tahun 2012 tentang
Pembentukan Tim KP3EI di Provinsi Sulawesi Tenggara;
3) Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah No. 050/86/Bappeda‐
GST/2012 tentang Tim KP3EI di Provinsi Sulawesi Tengah;
Pendahuluan I ‐ 5
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
4) Keputusan Gubernur Sulawesi Utara No. 38 Tahun 2012 Tentang
Pembentukan KP3EI di Provinsi Sulawesi Utara;
5) Keputusan Gubernur Gorontalo No. 84/18/III/ 2012 Tentang
Pembentukan Komite Percepatan Dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (KP3EI) Provinsi Gorontalo;
6) Provinsi Sulawesi Barat masih dalam proses pembentukan KP3EI.
Perkembangan dalam SDM Iptek telah terindikasi total investasi
sebesar IDR 421,15 Miliar. Program investasi SDM Iptek, meliputi :
1) Kursus/pelatihan, dengan jumlah 360 proyek dan jumlah investasi
senilai IDR 60,53 Miliar.
2) SMK, dengan jumlah 22 proyek dan jumlah investasi senilai IDR
35,73 Miliar.
3) Akademi (politeknik, Community College), dengan jumlah 31
proyek dan jumlah investasi senilai IDR 242,65 Miliar.
4) Universitas (S1, S2, S3), dengan jumlah 3 proyek dan jumlah
investasi senilai IDR 9 Miliar.
5) Iptek (riset & pusat inovasi), dengan jumlah 11 proyek dan jumlah
investasi senilai IDR 73,25 Miliar.
1.2.3. KEUNGGULAN KORIDOR EKONOMI SULAWESI
A. Pertanian Pangan
Pertanian pangan, khususnya beras dan jagung terutama digunakan
untuk konsumsi domestik di Indonesia. Indonesia merupakan
produsen beras terbesar ketiga didunia, namun masih harus
mengimpor 800.000 ton jagung di tahun 2010 untuk memenuhi
kebutuhan domestik sebesar 5 juta ton. Sulawesi merupakan produsen
ketiga terbesar di Indonesia yang menyumbang 10% produksi padi
nasional dan 15% produksi jagung nasional.
B. Kakao
Indonesia merupakan produsen kakao kedua terbesar dunia, dengan
menyumbang 18 % dari pasar global, dimana permintaan kakao dunia
mencapai 2,5 juta ton per tahun. Koridor Ekonomi Sulawesi
menyumbang 63% produksi kakao nasional. Total luas lahan kakao di
Sulawesi mencapai 838.037 Ha atau 58 % dari total luas lahan di
Indonesia.
C. Perikanan
Indonesia merupakan produsen perikanan terbesar di Asia Tenggara,
dengan kekayaan laut yang melimpah saat ini pertumbuhan produk
makanan laut mencapai 7% per tahun. Secara signifikan sebagian besar
Pendahuluan I ‐ 6
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Pendahuluan I ‐ 7
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Pendahuluan I ‐ 8
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Laporan Akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB 1 PENDAHULUAN
Menguraikan mengenai Latar Belakang, Maksud dan Tujuan,
Ruang Lingkup Studi, Lokasi Pelaksanaan Kegiatan, Indikator
Keluaran dan Keluaranserta Sistematika Penulisan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini dikemukakan dengan jelas, ringkas, dan padat
dan kritis tentang hasil tinjauan kepustakaan terkait dengan
masalah Konsep Pengembangan Jaringan Transportasi.
BAB 3 METODOLOGI
Memaparkan desain atau rancangan penelitian yang
digunakan (sifat penelitian);
Menjabarkan dengan jelas sasaran penelitian (populasi,
sample, sumber data, tempat dan waktu peneiitian);
Menguraikan teori/model analisis yang digunakan dan
data/informasi yang diperlukan dalam penelitian (prosedur
pengkajian/uraian analisis data, metode dan teknik serta
instrumen pengumpulan data);
BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI
Bab ini memparkan data dan fakta yang diperoleh dari survey
sekunder maupun primer terutama terkait potensi wilayah
dalam kaitan dengan koridor ekonomi MP3EI di Sulawesi
Tenggara terkait :
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Kondisi Sosio Ekonomi Wilayah dan Kabupaten/Kota
Kondisi Pola Aktivitas
Kondisi Transportasi (sarana dan prasarana)
Kabupaten/Kota
Pendahuluan I ‐ 9
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
DATA DAN FAKTA
Data dan fakta dari hasil survey sekunder dan primer
BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG
ANALISIS RUANG KEGIATAN
Dipaparkan analisis mengenai ruang kegiatan di masing‐
masing wilayah studi baik kondisi eksisting maupun rencana
yang terdapat dalam RTRW masing‐masing kabupaten/kota.
ANALISIS RUANG LALULINTAS
Disajikan analisis dan kondisi sistem transportasi dan
pergerakan lalulintas dari masing – masing moda di setiap
wilayah studi.
BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN
Pada bab ini disampaikan usulan dari rencana pengembangan
simpul transportasi, rencana pengembangan sistem jaringan
prasarana dan jaringan pelayanan transportasi lokal di
kabupaten atau kota wilayah studi.
BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab ini disampaikan hasil kesimpulan/rekomendasi dari
hasil studi.
Pendahuluan I ‐ 10
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2
2.1. LITERATURE REVIEW
Tinjauan Pustaka II ‐ 1
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 2
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Sebagai unsur penunjang (servicing)
Menyediakan jasa transportasi yang efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan sektor lain, sekaligus juga berfungsi ikut
menggerakan dinamika pembangunan nasional serta sebagai
industri jasa yang dapat memberikan nilai tambah.
Sebagai unsur pendorong (promoting)
Menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan
daerah terisolasi dengan daerah berkembang yang berada di luar
wilayahnya sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi yang sinergis.
Di dalam Sistranas terdapat kebijakan umum yang menjadi acuan
dalam menyusun perencanaan transportasi, yaitu meliputi kebijakan
yang berkaitan dengan :
Pelayanan Transportasi Nasional
Keselamatan dan Keamanan Transportasi
Pembinaan Pengusahaan Transportasi
Kualitas SDM dan IPTEK
Kualitas Lingkungan Hidup dan Penghematan Energi
Penyediaan Dana Pembangunan Transportasi
Penyelenggaraan Administrasi Negara di Sektor Transportasi.
Sistranas dijabarkan dalam perwujudan Tatranas (Tataran Transportasi
Nasional) dalam skala nasional, Tatrawil (Tataran Transportasi
Wilayah) dalam skala wilayah provinsi dan Tatralok (Tataran
Transportasi Lokal) dalam skala kabupaten / kota.
Penyusunan Tatrawil dan Tatralok memberikan keleluasaan kepada
Pemerintah Daerah untuk menyusun rencana transportasi di daerah
masing‐masing sehingga perencanaan transportasi dapat dilaksanakan
sesuai dengan karakter budaya dan kondisi geografi masing‐masing
daerah.
Tatranas, Tatrawil dan Tatralok sebagai perwujudan Sistranas, saling
berinteraksi membentuk sistem jaringan prasarana dan jaringan
pelayanan yang berintegrasi antar moda antar wilayah secara efektif
dan efisien. Hubungan dan keterkaitan Tatranas, Tatrawil dan Tatralok
adalah sebagai berikut :
Tinjauan Pustaka II ‐ 3
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
GAMBAR 2.1. Hubungan dan KeterkaitanTatranas, Tatrawil dan Tatralok
2.1.2. TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH (TATRAWIL)
Tatrawil adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara
kesisteman, yang terdiri dari transportasi jalan, transportasi jalan rel,
transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan,
transportasi laut dan transportasi udara yang masing‐masing terdiri
dari sarana dan prasarana yang saling berinteraksi membentuk suatu
sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, terpadu dan
harmonis yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang
antar simpul atau kota wilayah ke simpul atau kota nasional dan
sebaliknya.
Kota wilayah adalah kota‐kota yang memiliki keterkaitan dengan
beberapa kabupaten dalam satu provinsi, kota gerbang wilayah, kota‐
kota pusat kegiatan ekonomi wilayah dan kota‐kota yang memiliki
dampak strategis terhadap pengembangan wilayah provinsi.
Sedangkan simpul wilayah adalah pusat distribusi barang dan orang
atau sebagai pintu masuk atau keluar yang bersifat wilayah, seperti
pelabuhan penyeberangan antar kabupaten / kota dalam provinsi,
pelabuhan laut regional dan bandar udara bukan pusat penyebaran.
Yang termasuk dalam jaringan transportasi wilayah adalah :
Transportasi jalan; dengan simpul berupa terminal tipe B dan
jaringan jalan kolektor
Transportasi kereta api ; dengan simpul berupa stasiun penumpang
dan stasiun barang pengumpan dan jaringan lintas antar cabang.
Tinjauan Pustaka II ‐ 4
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 5
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 91/PR.008/PHB‐87
tentang Kebijakan Umum Transportasi
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 49 Tahun 2005
tentang Sistem Transportasi Nasional.
B. Azas Penyusunan TATRALOK
Sistem transportasi lokal diselenggarakan dengan asas manfaat, usaha
bersama dan kekeluargaan, keadilan, keseimbangan, kepentingan
umum, keterpaduan, kesadaran hukum, kemandirian, demokrasi,
transportasi dan akuntabilitas.
Transportasi Lokal diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan
satu kesatuan sistem yang:selamat, aman, cepat dan lancar, tertib dan
teratur, nyaman, efisien mampu memadukan moda transportasi
lainnya dan menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan dan lintas
batas negara dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Mampu berperan sebagai penggerak, pendorong dan penunjang
pembangunan daerah.
C. Ruang Lingkup Penyusunan TATRALOK
Ruang lingkup penyusunan Tatralok adalah sebagai berikut :
1) Pengumpulan data, sekurang‐kurangnya mencakup :
Data sektor transportasi
Data sektor bidang lain
Data kebijakan daerah
Data kebijakan dan rencana nasional terkait
Data inventarisasi model analisa
2) Identifikasi dan analisa isu awal strategis dan permasalahan
transportasi, penggunaan dan penyempurnaan identifikasi dan
analisa awal, pengelompokan permasalahan dan distribusi tugas.
Tinjauan Pustaka II ‐ 6
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 7
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Rencana Penetapan Lokasi Simpul Transportasi Pada Tingkat
Kabupaten / Kota
Rencana Penetapan Lokasi Terminal Penumpang
Rencana Penetapan Lokasi Terminal Barang
Rencana Penetapan Lokasi Stasiun Kereta Api
Rencana Penetapan Ruang Lalulintas Pada Tingkat
Kabupaten / Kota
Rencana Pengembangan Jaringan Jalan
Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Rel
Rencana Penetapan Jaringan Trayek
Rencana Penetapan Manajemen dan Rekayasa Lalulintas
GAMBAR 2.2. Lingkup Perencanaan Tatralok
Penyusunan Tatralok memiliki lingkup kegiatan dan pertimbangan
yang secara menyeluruh menggabungkan beberapa konsep
perencanaan pengembangan wilayah dalam kerangka yang luas.
Gambar 2.2 menunjukkan lingkup pertimbangan dan rencana yang
dicakup dalam menyusun Tatralok.
Pertimbangan pertama adalah rencana pengembangan ruang kegiatan
di wilayah yang bersangkutan. Selanjutnya dari ruang kegiatan yang
akan dikembangkan dapat ditetapkan lokasi simpul transportasi jalan
Tinjauan Pustaka II ‐ 8
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
yang penting dan harus terhubungkan oleh jaringan transportasi. Dan
terakhir dikembangkan rencana jaringan atau ruang lalulintas yang
menghubungkan antar simpul‐simpul yang dibutuhkan. Hasil dari
kegiatan ini adalah diperolehnya daftar kebutuhan pengembangan
jaringan transportasi baik yang terkait dengan jaringan jalan, angkutan
umum, angkutan barang dan sistem terminal.
Usulan kebutuhan pengembangan jaringan transportasi ini perlu
dikembangkan lebih lanjut untuk dapat menyusun program
pencapaiannya. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat dengan
keterbatasan dana yang ada, kemungkinan besar tidak semua
kebutuhan pengembangan jaringan transportasi dapat terlaksana
dalam satu tahun anggaran. Dengan kata lain diperlukan adanya
prioritas untuk menemukan solusi pentahapan pencapaian jaringan
transportasi sesuai dengan idealisasi yang disusun dalam Tatralok.
2.2. TINJAUAN KEBIJAKAN/ PERATURAN BIDANG TRANSPORTASI
Butir pembahasan ini menguraikan kebijakan/ peraturan/standar dalam
perencanaan/ pembangunan sarana prasarana transportasi (simpul
transportasi, sistem transportasi darat, laut dan udara).
2.2.1. SISTEM SIMPUL TRANSPORTASI
Pengelompokan Kota berdasarkan Pusat Kegiatan Nasional, Pusat
Kegiatan Wilayah dan Pusat Kegiatan Lokal.
a. Sistem Transportasi untuk Pusat Kegiatan Nasional (PKN):
1) Pusat pengolahan/pengumpul barang secara nasional atau
meliputi beberapa provinsi.
2) Simpul transportasi secara nasional atau meliputi beberapa
provinsi.
3) Pusat jasa‐jasa publik dan pemerintahan untuk nasional atau
meliputi beberapa provinsi
b. Sistem transportasi untuk Pusat Kegiatan Wilayah (PKW):
1) Pusat pengolahan/pengumpul barang yang melayani provinsi
atau beberapa kabupaten.
2) Simpul transportasi untuk satu provinsi atau beberapa
kabupaten.
3) Pusat jasa‐jasa pemerintahan dan lainnya untuk satu provinsi
atau beberapa kabupaten.
Tinjauan Pustaka II ‐ 9
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
c. Sistem transportasi untuk Pusat Kegiatan Lokal (PKL):
1) Pusat pengolahan/pengumpul barang untuk satu kabupaten
atau beberapa kecamatan.
2) Simpul transportasi untuk satu kabupaten atau beberapa
kecamatan.
3) Pusat pemerintahan untuk satu kabupaten atau beberapa
kecamatan.
4) Bersifat khusus karena mendorong perkembangan sektor
strategis atau kegiatan khusus lainnya di wilayah kabupaten.
2.2.2. SISTEM TRANSPORTASI JALAN
Sesuai Undang‐undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Sistem jaringannya, jalan dikelompokkan ke dalam
jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder, selanjutnya
dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
03/PRT/M/2013 Tentang Pedoman Penetapan Fungsi Jalan dan Status
Jalan, jaringan jalan dibedakan berdasarkan fungsinya, jalan umum
dikelompokkan kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan
jalan lingkungan, sedangkan berdasarkan statusnya adalah jalan
nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota serta jalan desa dan
jalan khusus.
1) JARINGAN JALAN MENURUT FUNGSINYA
A. Sistem Jaringan Jalan Primer
Sistem Jaringan Jalan Primer merupakan jaringan jalan yang
menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat
kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal, dan pusat kegiatan di
bawahnya sampai ke persil dalam satu satuan wilayah pengembangan
Jenis‐jenis dari Sistem Jaringan Jalan Primer adalah :
1) Jalan Arteri Primer yaitu jalan yang secara efisien
menghubungkan antar pusat kegiatan nasional atau antara pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.
2) Jalan Kolektor Primer yaitu jalan yang secara efisien
menghubungkan antar pusat kegiatan wilayah atau
menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lokal.
3) Jalan Lokal Primer yaitu jalan yang secara efisien menghubungkan
pusat kegiatan nasional dengan persil atau pusat kegiatan wilayah
dengan persil atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan
lokal, pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan di bawahnya,
Tinjauan Pustaka II ‐ 10
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 11
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
1) Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 60 km/h.
2) Lebar badan jalan arteri primer paling rendah 11 m.
3) Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien;
jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek
dari 500 m.
4) Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan
tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
5) Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari
volume lalu lintas rata‐rata.
6) Besarnya volume lalu lintas harian rata‐rata pada umumnya lebih
besar dari fungsi jalan yang lain.
7) Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu,
marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan
lain‐lain.
8) Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk
sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
9) Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median jalan
Ciri‐ciri Jalan Arteri Primer terdiri atas:
1) Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri
primer luar kota.
2) Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.
3) Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas
regional; untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh
lalu lintas lokal, dari kegiatan lokal.
4) Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus
dapat diijinkan melalui jalan ini.
5) Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan tidak diijinkan.
6) Jalan arteri primer dilengkapi dengan tempat istirahat pada setiap
jarak 25 km.
b. Jalan Kolektor Primer
Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan kolektor primer harus
memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
a) Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 40 km/h.
b) Lebar badan jalan kolektor primer paling rendah 9 m.
Tinjauan Pustaka II ‐ 12
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 13
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
B. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Sistem jaringan jalan yang disusun mengikuti ketentuan pengaturan
tata ruang kota yang menghubungkan kawasan‐kawasan yang
mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder
kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan
Adapun jenis‐jenis dari Sistem Jaringan Jalan Sekunder adalah:
1) Jalan Arteri Sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan
primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan
kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau
menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan
sekunder kedua.
2) Jalan Kolektor Sekunder yaitu jalan yang menghubungkan
kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau
menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder ketiga.
3) Jalan Lokal Sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan
sekunder dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke perumahan.
Persyaratan klasifikasi jalan menurut pedoman Nomor Pd T‐18‐2004‐B
dalam SPM Bidang Bina Marga Edisi Januari 2009, masing‐masing
diuraikan sebagai berikut ini:
a. Jalan Arteri Sekunder
Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan arteri sekunder harus
memenuhi persyaratan kriteria sebagai berikut :
1) Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 30 km/h.
2) Lebar badan jalan arteri sekunder paling rendah 11 m.
3) Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 m.
4) Persimpangan pada jalan arteri sekunder diatur dengan
pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
5) Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar dari
volume lalu lintas rata‐rata.
6) Besarnya volume lalu lintas harian rata‐rata pada umumnya paling
besar dari sistem jalan sekunder yang lain.
7) Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu,
marka, lampu pengatur lalu lintas, dan lampu penerangan jalan dan
lain‐lain.
Tinjauan Pustaka II ‐ 14
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 15
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
3) Besarnya volume lalu lintas harian rata‐rata pada umumnya paling
rendah dibandingkan dengan fungsi jalan lain.
Ciri‐ciri Jalan Lokal Sekunder terdiri atas:
1) Jalan lokal sekunder menghubungkan antar kawasan sekunder
ketiga atau dibawahnya; kawasan sekunder dengan perumahan.
2) Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diijinkan melalui
fungsi jalan ini di daerah pemukiman.
2) JARINGAN JALAN MENURUT STATUSNYA
Status jalan umum dapat disesuaikan dengan kewenangan
pemerintah. Status jalan dapat dikelompokkan menjadi Jalan Nasional,
Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten/Kota, Jalan Desa dan Jalan Khusus.
a) Jalan Nasional
Jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan
nasional, yaitu ruas jalan yang karena tingkat kepentingan
kewenangan pembinaannya berada pada Pemerintah Pusat. Ruas
jalan yang termasuk ke dalam klasifikasi ini adalah jalan umum
yang pembinaannya dilakukan oleh Menteri; jalan arteri primer,
dan jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota
provinsi.
b) Jalan Provinsi
Yang termasuk dalam Klasifikasi Jalan Provinsi, yaitu jalan umum
yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah; jalan
kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan
ibukota kabupaten/kotamadya; jalan kolektor primer yang
menghubungkan antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan
strategis provinsi.
c) Jalan Kabupaten
Yang termasuk dalam Klasifikasi Jalan Kabupaten, yaitu jalan
kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan provinsi;
jalan lokal primer; jalan sekunder lain selain jalan nasional dan
provinsi; dan jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap
kepentingan kabupaten.
d) Jalan Kota
Jaringan Jalan Sekunder di dalam kota.
e) Jalan Desa
Jaringan Jalan Sekunder di dalam desa.
Tinjauan Pustaka II ‐ 16
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
f) Jalan Khusus
Jalan yang pembinaannya tidak dilakukan oleh Menteri maupun
Pemerintah Daerah, tetapi dapat oleh instansi, badan hukum, atau
perorangan yang bersangkutan
2.2.3. SISTEM TRANSPORTASI UDARA
Berdasarkan KM 11 tahun 2010 tentang Kebandarudaraan Nasional,
peran bandar udara adalah:
a. Simpul dalam jaringan transportasi udara tempat pertermuan
jaringan dan rute penerbangan sesuai hirarki Bandar udara
b. Pintu gerbang kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataan
pembangunan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta
keselasaranan pembangunan nasional dan daerah
c. Tempat kegiatan alih moda transportasi dalam bentuk interkoneksi
antar moda
d. Pendorong dan penunjang kegiatan industry dan perdagangan
dan/atau pariwisata dalam menggerakkan pembangunan nasonal
e. Pembuka isolasi daerah akibat keterbatasan geografis dan sulitnya
moda transportasi lain
f. Pengembangan daerah perbatasan
g. Penanganan bencana
h. Prasarana meperkokoh wawasan nusantara dan kedaulatan
negara, jairngan yang menghubungkan seluruh wilayah di NKRI.
Berdasarkan Undang‐undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan,
klasifikasi bandar udara terdiri atas beberapa kelas bandar udara yang
ditetapkan berdasarkan kapasitas pelayanan dan kegiatan operasional
bandar udara.
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian
Perhubungan RI 2010, Bandar udara dibagi berdasarkan rute
penerbangan:
1) Bandar Udara Domestik adalah bandar udara yang ditetapkan
sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam
negeri.
2) Bandar Udara Internasional adalah bandar udara yang ditetapkan
sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam
negeri dan rute penerbangan dari dan ke luar negeri.
Berdasarkan Undang‐undang RI Nomor 1 Tahun 2009, Bandar udara
berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
Tinjauan Pustaka II ‐ 17
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
dan/atau pengusahaan. Penggunaan bandar udara terdiri atas bandar
udara internasional dan bandar udara domestik.
Hierarki bandar udara terdiri atas:
a. Bandar udara pengumpul (hub)
Bandar udara pengumpul terdiri atas bandar udara pengumpul
dengan skala pelayanan primer, sekunder, dan tersier. Bandar
udara pengumpul mempunyai cakupan pelayanan yang luas dari
berbagai bandar udara yang melayani penumpang dan/atau kargo
dalam jumlah besar, dan mempengaruhi perkembangan ekonomi
secara nasional atau berbagai provinsi.
b. Bandar udara pengumpan (spoke)
Bandar udara pengumpan merupakan bandar udara tujuan atau
penunjang dari bandar udara pengumpul dan merupakan salah
satu prasarana penunjang pelayanan kegiatan lokal. Bandar udara
pengumpan mempunyai cakupan pelayanan dan mempengaruhi
perkembangan ekonomi terbatas.
Berdasarkan statusnya, bandar udara dikelompokkan menjadi:
a) bandar udara umum yang digunakan untuk melayani kepentingan
umum;
b) bandar udara khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan
sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.
Berdasarkan penyelenggaraanya bandar udara dibedakan atas:
a) bandar udara umum yang diselenggarakan oleh pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota atau badan usaha kebandar‐
udaraan. Badan usaha kebandar‐udaraan dapat mengikutsertakan
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan badan
hukum Indonesia melalui kerjasama, namun kerjas sama dengan
pemerintah provinsi dan atau kabupaten/kota harus kerja sama
menyeluruh.
b) bandar udara khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan badan
hokum Indonesia.
Berdasarkan kegiatannya bandar udara terdiri dari bandar udara yang
melayani kegiatan:
a) pendaratan dan lepas landas pesawat udara untuk melayani
kegiatan angkutan udara;
b) pendaratan dan lepas landas helikopter untuk melayani angkutan
udara.
Tinjauan Pustaka II ‐ 18
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tabel 2.2. Klasifikasi Bandar Udara Sulawesi Tenggara
NAMA LOKASI PENGGUNAAN HIRARKI
Halu Oleo Kendari Domestik Pengumpul Skala Sekunder
Betoambari Baubau Domestik Pengumpan
Sugimanuru Raha Domestik Pengumpan
Pomalaa Pomalaa Domestik Pengumpan
Sangia Ni Bandera Kolaka Domestik Pengumpan
Matahora Wakatobi Domestik Pengumpan
Moronggo Wakatobi Domestik Pengumpan
Sumber: KM. 10 tahun 2010
Tinjauan Pustaka II ‐ 19
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
B. Fasilitas penunjang bandar udara:
a. fasilitas penginapan hotel;
b. fasilitas penyediaan toko dan restoran;
c. fasilitas penempatan kendaraan bermotor;
d. fasilitas perawatan pada umumnya; dan
e. fasilitas lainnya yang menunjang secara langsung atau tidak
langsung kegiatan bandar udara (Fasilitas perbengkelan pesawat
udara, pergudangan, penginapan/hotel, took, restoran, lapangan
golf, dll)
Tabel 2.3. Uraian Fasilitas Pokok Bandar Udara
Fasilitas Keselamatan Fasilitas Sisi Udara Fasilitas Sisi Sarat
dan Keamanan (Airside Facility) (Landsite Facility)
1. Pertolongan 1. Landas pacu 1. Bangunan terminal
kecelakaan (runway) penumpang
penerbangan‐ 2. Runway strip 2. Bangunan terminal kargo
pemadam kebakaran 3. Runway End Safety 3. Menara pengatur lalu
(PKP‐PK) Area (RESA) litas penerbangan
2. Salvage 4. Stopway (control tower)
3. Alat bantu 5. Clearway 4. Bangunan operasional
pendaratan visual 6. Landas hubung penerbangan
(Airfield Lighting (taxiway) 5. Jalan masuk (Access
System) 7. Landas Parkir (Apron) road)
4. Catu Daya 8. Marka dan rambu 6. Parker kendaraan
Kelistrikan 9. Taman Meteo bermotor
5. Pagar (Fasiltias dan 7. Depo pengisian bahan
Peralatan bakar pesawat udara
pengamatan cuaca) 8. Bangunan parkir
9. Bangunan
administrasi/perkantoran
10. Marka dan rambu
11. Fasilitas pengolahan
limbah
Sumber: KM. 10 tahun 2010
2.2.4. SISTEM TRANSPORTASI LAUT
Berdasarkan UU RI No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, sistem
transportasi Intramoda dan antarmoda merupakan satu kesatuan
transportasi nasional. Intramoda meliputi angkutan laut dalam negeri,
angkutan laut luar negeri, angkutan laut khusus dan angkutan
Tinjauan Pustaka II ‐ 20
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 21
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 22
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 23
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
lingkungan dan memperhatikan keterpaduan intra dan antarmoda
transportasi.
2.2.5. SISTEM TRANSPORTASI ANTARMODA /
MULTIMODA
PP RI No.8 tahun 2011, menjelaskan tentang angkutan multimoda
adalah angkutan barang dengan menggunakan >2 moda angkutan
yang berbeda atas dasar 1 kontrak, sebagai dokumen angkutan
multimoda dari satu tempat diterimanya barang oleh badan usaha
angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk
penyerahan barang kepada penerima barang angkutan multimoda.
Angkutan multimoda merupakan komponen penting dari sistem
logistik, karena angkutan barang dalam aktifitas logistik pada
umumnya menggunakan lebih dari satu moda transportasi (PP RI No. 8
tahun 2011).
Pasal 2 PP RI No.8 tahun 2011 dan Permen Perhubungan RI nomor PM
8 tahun 2012, menjelaskan angkutan multimoda hanya dapat dilakukan
oleh badan usaha angkutan multimoda nasional dan asing.
Penyelenggara kegiatan angkutan multimoda, yaitu badan usaha
angkutan multimoda bertanggung jawab terhadap kegiatan
penunjang angkutan multimoda yaitu:
1) transportasi,
2) pergudangan,
3) konsolidasi muatan,
4) penyediaan ruang muatan,
5) kapabeanan untuk angkutan multimoda ke luar negeri dan ke
dalam negeri.
Kegiatan angkutan multimoda dapat dilakukan dengan
mempergunakan alat angkut moda transportasi darat, perkeretaapian,
laut dan/atau udara.
Pasal 9 menjelaskan penyelenggaraan angkutan multimoda di
Indonesia wajib mematuhi azas cabotage. Barang mulitimoda yang
diangkut oleh badan usaha angkutan multimoda asing setelah tiba di
simpul transportasi ekspor impor untuk angkutan lanjutan, wajib
bekerjasama dengan badan usaha angkutan multimoda Nasional yang
ditunjuk sebagai agen/ perwakilan.
Simpul transportasi tersebut adalah sebagai tempat pergantian
antarmoda dan intramoda, berupa terminal/ stasiun kereta api,
pelabuhan laut, sungai dan danau dan/ atau bandar udara.
Tinjauan Pustaka II ‐ 24
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 25
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 26
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 2.3. Skema Pemenuhan Ekonomi Oleh Jaringan Transportasi
Jaringan transportasi mempunyai peran dalam pemenuhan kebutuhan
orang dan barang dalam menghubungkan ruang‐ruang tersebut. Moda
Tinjauan Pustaka II ‐ 27
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 28
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
THE SHIPS THE TRADE
Pengembangan
sistem - perbaikan akses Perkembangan kegiatan
jaringan transportasi: dan koneksitas sosio-ekonomi:
- Darat (Jalan, ASDP, - penurunan biaya - Industri kecil, menengah,
angkutan umum & transportasi besar
terminal) - Peningkatan - Pertanian, perkebunan,
- Laut reliabilitas, dll kehutanan, dll
- Udara - Jasa, dll
INPUT: OUTPUT: IMPACT:
Investasi pada Perbaikan kinerja
Perkembangan
jaringan transportasi jaringan transportasi
kegiatan sosio-
Development
demand
Gambar 2.4. Hubungan Konsep Pengembangan Infrastruktur Transportasi dengan
Tingkat Pertumbuhan Daerah
Tabel 2.4. Matriks Hubungan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Wilayah, Potensi Pasar
dan Jaringan Transportasi
Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Rendah Tinggi
Ada dan Perintisan Komersialisasi
Beragam (ship promotes the trade) (ship follows the trade)
Potensi
Single Industri
Pasar
Kurang Amankan ROW Driver
Diversifikasi
Dalam membangun suatu jaringan transportasi atau infrastruktur
transportasi maka diperlukan suatu perencanaan yang baik untuk
menjamin suatu jaringan transportasi yang menjamin pergerakan
manusia dan/atau barang secara lancar, aman, cepat, murah, dan
nyaman merupakan tujuan pembangunan dalam sektor perhubungan
Tinjauan Pustaka II ‐ 29
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 30
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Proyek Tranportasi
Pembiayaan Konstruksi, Manfaat Pengguna
Pemeliharaan dan Operasi (Waktu, biaya, keselamatan)
Pertumbuhan Aktivitas Ekonomi
(Penjualan, Lapangan kerja , Gaji dan
Projek Transportasi
Nilai Tambah)
Interaksi-interaksi
Pertumbuhan Total Aktivitas Ekonomi
(Termasuk Efek Multiplier)
Pengembangan Lahan
(Nilai tanah, Tata Ruang)
Dampak Fiskal
( Pendapatan dan Anggaran Pemerintah)
Dampak Lingkungan dan Kualitas Hidup
Gambar 2.5. Dampak Ekonomi Investasi Infrastruktur Transportasi
Pemanfaatan pelayanan infrastruktur oleh rumah tangga memberikan
kontribusi kepada kesejahteraan ekonomi, karena layanan seperti air
bersih, sanitasi merupakan kebutuhan penting bagi kesehatan dan
menjadikan lingkungan lebih nyaman. Termasuk di dalamnya
transportasi, telekomunikasi, perumahan dan rekreasi adalah bagian
konsumsi yang sangat berharga. Jasa ini juga lah yang memberikan
akses bagi kesempatan kerja, pendidikan dan kesempatan‐
kesempatan lain untuk mengkonsumsi barang lainnya. Jadi
pengurangan biaya dan menaikkan tingkat pelayanan infrastruktur
dapat memberikan efek yang menguntungkan bagi kenaikan
pendapatan dan konsumsi, serta meningkatkan produktifitas tenaga
kerja dan dapat menyediakan waktu luang bagi individu untuk
melakukan aktivitas yang dapat menambah produktivitas perusahaan.
Masih belum banyak penelitian empiris yang mencoba mencari
hubungan kontribusi investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan
ekonomi dan kualitas hidup. Lebih sulit lagi bila ingin memberikan
Tinjauan Pustaka II ‐ 31
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 32
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
USA), seperti banyak direview antara lain Hulten (1991)1, Fox (1990)2,
World Bank (1991)3. Suatu review oleh Munnell (1992)4 menunjukkan
bahwa ada beberapa konsistensi yang menarik mengenai studi‐studi
dalam hal taksiran koefisien elstisitas output dari modal publik.
Koefisien ini ternyata ditemukan lebih besar untuk studi di tingkat
nasional dibanding tingkat regional dan terendah efeknya di temukan
pada tingkat efek‐efek yang tidak langsung (externalities) investasi
infrastruktur terhadap aspek‐aspek ekonomi lainnya.
Beberapa penemuan dalam hasil studi tersebut telah menunjukkan
bahwa ada korelasi yang positif dan berarti secara statistik antara
modal publik dan outputnya, tetapi kesimpulan ini banyak ditentang.
Umumnya kritik menyangkut kelemahan metodologinya, antara lain :
1. Efek/hasil yang bersamaan tidak diperhitungkan (misalnya
pertumbuhan ekonomi juga dapat mempengaruhi penggunaan
modal publik dan sebaliknya), dan karenanya keterhubungan tidak
dapat disimpulkan melalui data/hubungan time series.
2. Dalam beberapa studi terdapat kesalahan ekonometris seperti
pengabaian variabel, kemungkinan terdapat kepalsuan korelasi
dari data time series juga spesifikasi modelnya, dan efek investasi
swasta dalam infrastruktur tidak disertakan.
Kemudian, juga terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan
temuan‐temuan sehubungan dengan implikasi kebijakan, sesuai alasan
berikut:
1) Variabel yang digunakan (seperti dana publik) sering
dikelompokkan menurut sub sektor/sektor atau peruntukan dana.
Kebanyakan studi tidak membedakan antara tipe, lokasi dan
komposisi dan infrastruktur, atau tingkatan modal (contohnya
dana untuk peningkatan jaringa/supply versus meningkatkan
kualitas atau menurunkan kemacetan jaringan yang ada); juga
tidak dibedakan antara bentuk‐bentuk kegiatan ekonomi.
2) Yang lebih penting lagi, kebanyakan penelitian tidak
mempertimbangkan efisiensi dari penggunaan infrastruktur, yakni
tingkat pelayanan real yang hanya dibankitkan oleh investasi
1
Hulten, Charles R and Robert M Schawb. 1991. “ Is there Too Little Public Capital? Infrastructure and
Economic Growth” Maryland, University of Maryland
2
Fox, William F. 1990. “The Contribution of Infrastructure Investment to Growth : A Review of The
Literature”. The Unversity of Tennesse, Draft
3
World Bank. 1992. “ The Bank’s Roke in The Electric Power Sector : Policies for Effective Institutional,
Regulatory and Financial Reform”. A World Bank Paper. World Bank, Washington D.C.
4
Munnel, 1992. “Policy Watch : Infrastructure Investment and Economic Growth”. Journal of Economic
Perspective. Vol. 6, No. 4, pp. 189-198
Tinjauan Pustaka II ‐ 33
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
5
Aschaeur, D.A (1990). Is Public Expenditure Productive, Journal of Monetary Economics
Tinjauan Pustaka II ‐ 34
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 2.6. Tahapan Pengembangan Manajemen Multimoda
6
Munnel H.A. (1990). Why has productivity Growth Declined? Productivity and Public Investment, New
England Economic Review, Jan/Feb.
Tinjauan Pustaka II ‐ 35
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tahapan awal perbaikan sistem transportasi adalah perbaikan efisiensi
jaringan lintas dan simpul transportasi. Pada tahap ini jaringan
transportasi yang dibangun secara sporadis diharapkan dapat
dikembangkan sesuai dengan skenario pengembangan yang
terstruktur. Ada beberapa acuan pengembangan jaringan transportasi
yang dikembangkan oleh badan‐badan transportasi nasional antara
Tataran Transportasi Nasional dan Sistem Jaringan Multimoda
Nasional. Dua dokumen tersebut adalah sedikit dari banyaknya
dokumen pengembangan jaringan transportasi nasional. Hasil dari
kedua studi tersebut merupakan penentuan simpul dan lintas strategis
nasional. Pendekatan kewilayahan dan besaran demand menjadi acuan
dasar dalam menentukan simpul dan lintas strategis tersebut.
Tahap kedua adalah pengembangan keselamatan dan keamanan
transportasi (Safety and Security of Transportation).Tahap ini adalah
tahap lanjutan dimana pengembangan jaringan simpul dan lintas
transportasi sudah sangat memperhatikan aspek keselamatan dan
keamanan operasi.Dalam pengembangan keselamatan dan keamanan
operasi tersebut diharapkan memberikan realibility dan efisiensi
operasi lebih baik.Perbaikan standar keselamatan dan keamanan
memberikan kemudahan dalam arus penumpang maupun barang lebih
baik lagi.Sistem yang lebih baik dengan prinsip manajemen sistem
informasi dapat digunakan selain perbaikan standar baik untuk moda
angkutan maupun prasarana transportasi dan fasilitasnya.
Tahapan ketiga adalah perbaikan kualitas dampak
lingkungan.Lingkungan merupakan efek negatif dari implementasi
suatu jaringan transportasi. Perbaikan kualitas sarana atau moda
transportasi, perbaikan sistem yang lebih baik dan ramah lingkungan
akan memperbaiki hubungan antara implementasi jaringan
transportasi dengan lingkungan.
Penelitian ini mencoba untuk mengevaluasi efisiensi kinerja jaringan
transportasi antar pulau eksisting dan skenario‐skenario
pengembangannya.Skenario pengembangan yang dievaluasi
merupakan skenario pengembangan yang berasal dari dokumen‐
dokumen perencanaan transportasi nasional. Studi ini mencoba untuk
membandingkan kondisi kinerja jaringan transportasi eksisting dengan
skenario pengembangan simpul dan lintas strategis.Kondisi jaringan
transportasi dan pendekatan kebijakan menggunakan model
transportasi jaringan angkutan barang yang fokus pada
pengembangan jaringan multimoda dan multikomoditas.
Tinjauan Pustaka II ‐ 36
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 37
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
KM 49 tahun 2005 tentang SISTRANAS
dan Revisi SISTRANAS Tahun 2004 dan
jabarannya dalam Tataran Transportasi
UU No 26/2007 tentang Nasional, Wilayah dan Lokal
Penataan Ruang
UU No 20 tentang UU No 34/2004
dan
Pertahanan tentang Otonomi
Keamanan Negara Daerah
2003
RPP RTRWN
Gambar 2.7. Dasar Hukum Penyusunan Tataran Transportasi Lokal
2.4.2. TRANSPORTASI DALAM RTRW DAN SISTRANAS
Pesan mengenai pengembangan jaringan dan operasi transportasi
multimoda di Indonesia sudah banyak disinggung dalam sejumlah
perangkat kebijakan pembangunan nasional. Perspektif kebijakan
tersebut idealnya ditangkap sebagai pertimbangan dalam
mengidentifikasi potensi dan kendala pengembangan, serta arahan
dalam menyusun rekomendasi pengembangan transportasi
multimoda di Indonesia.
Perubahan sistem pemerintahan dengan diberlakukannya UU No.
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengimbas kepada
kebutuhan akan adanya perubahan dalam kebijakan pembangunan.
Beberapa kebijakan strategis jangka panjang dalam pengembangan
wilayah (RTRWN) dan sistem transportasi (SISTRANAS) saat ini sedang
di‐review untuk disesuaikan dengan semangat otonomi daerah.
Dalam PP 26/2008 tentang RTRWN pada pasal 39 ayat 1 disampaikan
bahwa pola pengelolaan sistem jaringan transportasi bertujuan untuk
mendorong peningkatan kualitas sistem jaringan multimoda
transportasi secara sinergis dalam mendukung pengembangan
wilayah yang dirinci ke dalam peranan pemerintah pusat, pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Tinjauan Pustaka II ‐ 38
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Sedangkan dalam SISTRANAS disampaikan bahwa dalam mewujudkan
sistem transportasi nasional yang handal dan berkemampuan tinggi,
dihadapi berbagai peluang dan kendala berupa perubahan dan
ketidakpastian karena pengaruh lingkungan yang dinamis seperti
otonomi daerah; terjadinya globalisasi ekonomi; perubahan perilaku
permintaan jasa transportasi; kondisi politik; perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; serta adanya keterbatasan sumber daya.
Dalam mengantisipasi kondisi tersebut, sistem transportasi nasional
perlu terus ditata dan disempurnakan dengan didukung peningkatan
kualitas sumber daya manusia, sehingga terwujud keandalan
pelayanan dan keterpaduan antar dan intra moda transportasi, yang
disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan
teknologi, kebijakan tata ruang, pelestarian lingkungan dan kebijakan
energi nasional, sehingga akan selalu dapat memenuhi kebutuhan
pembangunan, tuntutan masyarakat serta kebutuhan perdagangan
nasional dan internasional dengan memperhatikan kehandalan serta
kelaikan sarana dan prasarana transportasi.
Dalam Kebijakan Pengembangan SISTRANAS dari 7 arah kebijakan
yang dicanangkan pada butir ke‐6 dari arah kebijakan A. Peningkatan
Pelayanan Transportasi Nasional disebutkan kebijakan keterpaduan
antar moda, yang meliputi kebijakan:
a. Menciptakan iklim yang kondusif untuk mendorong Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
memadukan sistem transportasi yang bersifat nasional dan wilayah
dan lokal serta prioritas pendanaannya.
b. Memperkuat kemitraan antara swasta, pemerintah dan koperasi
dalam rangka menemukenali, merencanakan, mendesain dan
membangun fasilitas alih muat antar moda transportasi.
2.5. KEBUTUHAN PENYUSUNAN KAJIAN TRANSPORTASI
Tinjauan Pustaka II ‐ 39
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar2.8. Lingkup Penyusunan Perencanaan Tataran Transportasi
Harus diakui oleh pemerintah baik pusat maupun daerah sangat
kurang dalam hal perencanaan ataupun pembuatan masterplan
perencanaan suatu kota dan sistem pendukungnya sehingga
paradigma penyelesaian masalahnya masih sangat ad.hoc yaitu
menyelesaikan masalah ketika sudah timbul atau sudah menjalar dan
tidak memprediksi masalah yang akan timbul. Proses pembelajaran
dan pembenaran dari suatu masyarakat memang membutuhkan
waktu yang cukup panjang.
Tinjauan Pustaka II ‐ 40
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 41
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Interaksi Ekonomi Arahan Efisiensi Biaya dan
Pengembangan Operasional Prinsip
Multimoda Investasi
PDRB/ Mekanisme Pasar
Karakteristik
Pertumbuhan Sistem Jaringan Geografi
Ekonomi Multimoda
Pengembangan Jaringan
Pelayanan dan Jaringan
Prasarana/Sarana
Gambar 2.9. Sifat Kemultian Perencanaan Sistem Transportasi
(1) S iste m k eg iatan:
Lem baga : Bappenas, Bappeda Propinsi dan
K abupaten/K o ta,
Tugas : m erenc anakan rua ng k egia tan
sk ala w ilay ah, regio nal, se kto ral
SIS TEM SISTEM m e lalui R TR W dan k ebija kan
K EG IA TA N JA RIN G A N
(2) S iste m jarin g an
Lem baga : Dep/D ina s Perhubungan,
D ep/Dinas K im prasw il
SISTEM Tugas : m enyusun dan m elaksanak an
P ERG ERA KA N k ebijakan pengem bangan dan
peny elengga raan sistem jaringan
transpo rtasi
(3) S iste m p e rg eraka n
Lem baga : Dep/D ina s Perhubungan,
O rganda, Polanta s, m asy arak at
SISTEM KE LEM BA G A A N Tugas : aspek teknis o pera sio nal
peny elengga raan transportasi
di lapangan.
Gambar 2.10. Sistem Transportasi Makro
Di Indonesia, sistem kelembagaan yang berkaitan dengan masalah
transportasi secara umum adalah sebagai berikut :
Sistem kegiatan, dalam hal ini melibatkan Bappenas, Bappeda
Propinsi dan Kabupaten/Kota, yang sangat penting dalam
penentuan kebijakan baik yang berskala wilayah, regional, maupun
sektoral melalui perencanaan tata ruang dan perencanaan
pembangunan lainnya.
Sistem jaringan dalam hal ini melibatkan Departemen Perhubungan
dan dinasnya di daerah, Departemen Kimraswil dan dinasnya di
daerah sebagai lembaga yang menyusun dan melaksanakan
Tinjauan Pustaka II ‐ 42
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 43
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
(jalur KA, jalan, pelabuhan, dan bandara) dengan hirarki kota yang
direncanakan dalam RTRWN. Dengan adanya ketepaduan ini
diharapkan dapat terjadi efisiensi integrasi intermoda transportasi
dalam melayani pergerakan orang dan barang secara nasional.
Sebaiknya simpul‐simpul transportasi nasional yang memungkinkan
terjadinya perpindahan intern dan inter moda diletakkan di/sedekat
mungkin dengan PKN yang berperan sebagai simpul distribusi nasional
yang memiliki akses terhadap transportasi internasional. PKN
sebaiknya juga saling terhubung melalui jalur transportasi nasional
yang kompak baik untuk moda jalan, KA, laut, maupun udara.
Kajian ini merekomendasikan perlunya integrasi prasarana antar moda
transportasi serta dengan penataan ruang/hirarki kota yang
ditetapkan dalam RTRWN sehingga tercipta sistem transportasi
nasional yang terpadu secara inter/multi moda dan terpadu dengan
pengembangan wilayah. Rekomendasi konsep awal mengenai
penyediaan prasarana disampaikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Konsep Awal Penyediaan Prasarana Transportasi di Setiap Jenjang Hirarki
Kota
Hirarki Fungsi Jaringan Jaringan Pelabuhan*) Bandara*)
Kota Transportasi Jalan KA
PKN Distribusi Arteri Lintas Internasional Internasional
nasional Primer Utama Hub/Interna‐ / Domestik,
&hubungan sional/Nasional Pusat
internasional Penyebaran
PKW Distribusi Kolektor Lintas Regional Domestik,
regional antar Primer Cabang Bukan Pusat
Kab/Kota dalam Penyebaran
satu Propinsi
PKL Distribusi lokal Lokal Lintas Lokal
antar Kecamatan Primer Regional
dalam satu dan
Kab/Kota Perkotaan
Keterangan: *) Jika diperlukan dan memungkinkan secara teknis dan ekonomis
2.6.3. HIRARKI JARINGAN (LINTAS) TRANSPORTASI
Untuk menghasilkan jaringan transportasi yang dapat memberikan
pelayanan secara efisien, maka sangat diperlukan adanya hirarki peran
dan fungsi dari jaringan yang mampu mengintegrasikan skala geografi
yang berbeda dari pelayanan transportasi dari global ke lokal dan
sebaliknya. Dengan adanya integrasi jaringan prasarana dan jaringan
Tinjauan Pustaka II ‐ 44
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 45
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
2.7. SISTEM LOGISTIK NASIONAL
Tinjauan Pustaka II ‐ 46
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Local Distribution Road Based Transport
PKL Local Terminal
PKN - Composition & Decomposition
- National/International Interchange
International Connection Air & Sea Based Transport
Gambar 2.12. Konsep Sistem Logistik Nasional
PKL sebagai sentral distribusi lokal skala Kota dan Kabupaten idealnya
memerankan fungsi terminal/transshipment lokal yang mengumpulkan
dan menyebarkan pergerakan di dalam satu Kab/Kota. Karena
kemungkinan besar pergerakan lokal yang dilakukan jaraknya pendek,
maka sebaiknya perjalanan orang dan barang (fungsi koneksi)
dilakukan dengan moda jalan sesuai dengan fungsi hubungan biaya
transportasi per moda, kecuali untuk kota besar (metropolitan) untuk
keperluan perjalanan orang ulang‐alik dapat digunakan Moda KA
Perkotaan (namun ini tidak termasuk dalam definisi sistem
transportasi nasional).
PKW sebagai sentral distribusi regional antar Kab/Kota dalam satu
Propinsi idealnya memerankan fungsi sebagai terminal/transshipment
regional yang mengumpulkan dan menyebarkan pergerakan antar
kota dalam satu wilayah Propinsi. Jarak perjalanan regional ini masih
cukup pendek, rata‐rata di bawah 200 km, sehingga kemungkinan
moda jalan akan tetap lebih efisien, kecuali bahwa jaringan jalan yang
ada kondisinya rusak ataupun macet. Kondisi jaringan jalan yang
kurang stabil sering ditemui di wilayah Indonesia, sehingga
kemungkinan nilai effisiensi dengan menggunakan moda KA akan lebih
pendek. Direkomendasikan bahwa untuk kondisi Indonesia fungsi
koneksi dapat dilakukan dengan moda jalan atau moda KA sesuai
dengan keunggulan komparatifnya masing‐masing.
Tinjauan Pustaka II ‐ 47
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 48
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Republik Indonesia (NKRI) yang akan membawa kesejahteraan dan
kemakmuran bagi masyarakat Indonesia. Dengan visi terintegrasi
secara lokal ini akan mendorong terwujudnya ketahanan dan
kedaulatan ekonomi nasional yang ditandai dengan pertumbuhan
ekonomi yang inklusif, dan pemerataan antar daerah yang
berkeadilan sehingga akan tercapai peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan akan menyatukan seluruh wilayah Indonesia
sebagai negara maritim.
Terhubung Secara Global (Globally Connected) diartikan bahwa pada
tahun 2025, Sistem Logistik Nasional akan terhubung dengan sistem
logistik regional (ASEAN) dan global melalui Pelabuhan Hub
Internasional (termasuk fasilitasi kepabeanan dan fasilitasi
perdagangan) dan jaringan informasi “International Gateways”, dan
jaringan keuangan agar pelaku dan penyedia jasa logistik nasional
dapat bersaing di pasar global.
Integrasi secara lokal dan keterhubungan secara global
sebagaimana disajikan secara skematis pada Gambar 2.13 dilakukan
melalui integrasi dan efisiensi jaringan logistik yang terdiri atas
jaringan distribusi, jaringan transportasi, jaringan informasi, dan
jaringan keuangan yang didukung oleh pelaku dan penyedia jasa
logistik. Dengan demikian jaringan sistem logistik dalam negeri dan
keterhubungannya dengan jaringan logistik global akan menjadi
kunci kesuksesan di era persaingan rantai pasok global (global
supply chain), karena persaingan tidak hanya antar produk, antar
perusahaan, namun juga antar jaringan logistik dan rantai pasok
bahkan antar negara. Selain itu, integrasi logistik secara lokal dan
keterhubungan secara global akan dapat meningkatkan ketahanan
dan kedaulatan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan
perwujudan NKRI sebagai negara maritim.
Tinjauan Pustaka II ‐ 49
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 2.13. Jaringan Sistem Logistik Nasional
2. MISI
Adapun misi dari Sistem Logistik Nasional adalah:
a. Memperlancar arus barang secara efektif dan efisien untuk
menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan
peningkatan daya saing produk nasional di pasar domestik,
regional, dan global.
b. Membangun simpul‐simpul logistik nasional dan
konektivitasnya mulai dari pedesaan, perkotaan, antar wilayah
dan antar pulau sampai dengan hub pelabuhan internasional
melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan.
3. TUJUAN
Sesuai dengan visi dan misi di atas secara umum tujuan yang ingin
dicapai dalam membangun dan mengembangkan Sistem Logistik
Nasional adalah mewujudkan sistem logistik yang terintegrasi,
efektif dan efisien untuk meningkatkan daya saing nasional di
pasar regional dan global, dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Tinjauan Pustaka II ‐ 50
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Secara lebih spesifik tujuan tersebut adalah:
a. Menurunkan biaya logistik, memperlancar arus barang, dan
meningkatkan pelayanan logistik sehingga meningkatkan daya
saing produk nasional di pasar global dan pasar domestik;
b. Menjamin ketersediaan komoditas pokok dan strategis di
seluruh wilayah Indonesia dengan harga yang terjangkau
sehingga mendorong pencapaian masyarakat adil dan makmur,
dan memperkokoh kedaulatan dan keutuhan NKRI;
c. Mempersiapkan diri untuk menghadapi integrasi jasa logistik
ASEAN pada tahun 2013 sebagai bagian dari pasar tunggal
ASEAN tahun 2015 dan integrasi pasar global pada tahun 2020.
B. ARAH PENGEMBANGAN SISTIM LOGISTIK INDONESIA
Berdasarkan visi, misi dan tujuan sebagaimana diuraikan diatas,
pengembangan Sistem Logistik Nasional bertumpu pada 6 (enam)
faktor penggerak utama yang saling terkait, yaitu:
1. Komoditas Penggerak Utama;
2. Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik;
3. Infrastruktur Transportasi;
4. Teknologi Informasi dan Komunikasi;
5. Manajemen Sumber Daya Manusia;
6. Regulasi dan Kebijakan.
Gambar 2.14. Faktor Penggerak Sistem Logistik Nasional
Tinjauan Pustaka II ‐ 51
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Berdasarkan 6 (enam) faktor penggerak utama (six key‐driver) sistem
logistik nasional yang diwadahi oleh tatanan kelembagaan, maka arah
kebijakan yang akan ditempuh adalah:
1. Penetapan Komoditas Penggerak Utama dalam suatu tatanan
jaringan logistik dan rantai pasok, tata kelola, dan tata niaga yang
efektif dan efisien.
2. Pengintegrasian simpul‐simpul infrastruktur Logistik, baik simpul
logistik (logistics node) maupun keterkaitan antar simpul logistik
(logistics link) yang berfungsi untuk mengalirkan barang dari titik
asal ke titik tujuan. Simpul logistik meliputi pelaku logistik dan
konsumen; sedangkan keterkaitan antar simpul meliputi jaringan
distribusi, jaringan transportasi, jaringan informasi, dan jaringan
keuangan, yang menghubungkan masyarakat pedesaan,
perkotaan, pusat pertumbuhan ekonomi, antar pulau maupun
lintas negara. Integrasi simpul logistik dan keterkaitan antar simpul
ini menjadi landasan utama dalam mewujudkan konektivitas lokal,
nasional dan global untuk menuju kedaulatan dan ketahanan
ekonomi nasional (national economicauthority and security) dan
terwujudnya Indonesia sebagai Negara Maritim.
3. Pengembangan dan penerapan Sistem Informasi dan Komunikasi
yang handal, dan aman;
4. Pengembangan Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik lokal yang
berkelas dunia;
5. Pengembangan Sumber Daya Manusia Logistik yang profesional;
6. Penataan peraturan/perundangan di bidang logistik untuk
menjamin kepastian hukum dan berusaha, serta sinkronisasi antar
pelaku dan penyedia lgistik baik ditingkat Pusat maupun Daerah
untuk mendukung aktivitas logistik yang efisien dan menciptakan
iklim usaha yang kondusif.
7. Penyelenggaraan tata kelola kelembagaan sistem logistik nasional
yang efektif.
C. KONDISI YANG DIHARAPKAN
Sesuai dengan visi, misi, tujuan dan arah kebijakan, maka kondisi
Sistem Logistik Nasional yang diharapkan secara skematis disajikan
pada Gambar 2.15. dan dirinci sesuai dengan komponen penggeraknya.
Tinjauan Pustaka II ‐ 52
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 2.15. Ilustrasi Sosok Sistem Logistik Nasional
1. Aspek Komoditas
Kondisi logistik yang ingin dicapai adalah terwujudnya sistem
logistik komoditas penggerak utama (key commodities) yang
mampu meningkatkan daya saing produk nasional baik di pasar
domestik, pasar regional maupun di pasar global. Selain itu, sistem
logistik komoditas penggerak utama ini ditujukan untuk menjamin
ketersediaan barang, kemudahan mendapatkan barang dengan
harga yang terjangkau dan stabil, serta mempersempit disparitas
harga antar wilayah di Indonesia.
Oleh karena itu, penetapan komoditas penggerak utama (key
commodities) menjadi faktor penting dalam penetapan kebijakan
logistik nasional. Sesuai dengan paradigma “ship follows the trade”
maka komoditas merupakan penghela (driver) dari seluruh
kegiatan logistik. Oleh sebab itu perlu ditetapkan jenis komoditas
yang dikategorikan sebagai komoditas penggerak utama, dianalisa
pola jaringan logistik dan rantai pasok, pola tata niaga, dan pola
tata kelolanya. Komoditas penggerak utama dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu: (i) komoditas pokok dan strategis (ii)
komoditas unggulan ekspor dan (iii) komoditas bebas.
a. Komoditas Pokok dan Strategis
Komoditas pokok adalah barang yang menguasai hajat hidup
orang banyak, rawan gejolak, penyumbang dominan inflasi, dan
menentukan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan komoditas
strategis adalah barang yang berperan penting dalam
menentukan kelancaran pembangunan nasional. Oleh sebab
Tinjauan Pustaka II ‐ 53
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
itu, kelompok barang ini merupakan komoditas khusus dimana
pemerintah dapat melakukan intervensi pasar untuk menjamin
ketersediaan stok, menstabilkan harga agar terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat, dan menurunkan disparitas harga
antar daerah di Indonesia. Ke depan diharapkan jaringan
logistik dan rantai pasok, pola tata niaga, dan pola tata
kelolanya akan menjadi sebagai berikut:
1) Jaringan Logistik: terbentuk jaringan logistik penyangga
yang menjangkau seluruh Wilayah NKRI pada setiap
Propinsi dan Kabupaten/Kota, serta Pasar Tradisional yang
dikelola secara modern sebagai ujung tombak
perdagangan bahan pokok dan strategis.
2) Tata niaga: terkendali namun tidak melanggar aturan WTO
3) Tata kelola: arah dan kebijakan dilakukan oleh Pemerintah
Pusat, dan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sesuai
dengan Undang‐Undang Otonomi Daerah dan peraturan
perundangan terkait lainnya.
b. Komoditas Unggulan Ekspor
Komoditas unggulan ekspor adalah komoditas ekspor yang
pertumbuhan ekspornya cukup tinggi dan memiliki nilai tambah
tinggi sehingga mampu menghela pertumbuhan ekonomi
nasional. Walaupun sebagai komoditas umum yang pasokan
dan penyalurannya mengikuti mekanisme pasar, namun
pemerintah perlu memberikan fasilitasi dan dan bantuan
promosi untuk pengembangan komoditas unggulan ekspor ini
agar dapat dipacu peningkatan volume dan nilai ekspornya,
serta didorong pertumbuhan industri hilirnya, dan dijamin
kelancaran arus barang secara efektif dan efisien. Ke depan
profil jaringan logistik dan rantai pasok komoditas unggulan
ekspor akan menjangkau pusat pusat produksi dan pusat pusat
pertumbuhan untuk menjamin kelancaran arus barang dari
daerah asal barang ke pelabuhan Hub Internasional secara
efektif dan efisien.
c. Komoditas Bebas/Umum
Komoditas bebas/umum adalah barang yang digunakan
masyarakat untuk mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai
komoditas umum yang pasokan dan penyalurannya mengikuti
mekanisme pasar, pemerintah tidak perlu melakukan intervensi
pasar. Namun demikian, pemerintah masih perlu menyusun
aturan dan kebijakan guna menciptakan iklim persaingan usaha
yang sehat dan kondusif, dan mendorong produsen nasional
Tinjauan Pustaka II ‐ 54
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 55
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 2.16. Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan Strategis
3. Aspek Infrastruktur Transportasi
Peran dan fungsi infrastruktur transportasi adalah memperlancar
pergerakan arus barang secara efektif dan efisien serta dalam
rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim, yang
mempunyai kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional (national
economic security and souverignty), dan sebagai wahana pemersatu
bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Ketersediaan jaringan infrastruktur transportasi yang memadai
merupakan faktor penting untuk mewujudkan konektivitas lokal
(local connectivity), konektivitas nasional (national connectivity), dan
konektivitas global (global connectivity).
Wilayah kepulauan Indonesia yang terbentang sepanjang 3.977 (tiga
ribu sembilan ratus tujuh puluh tujuh) mil atau 6.363 (enam ribu tiga
ratus enam puluh tiga) km, antara Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik, merupakan tantangan besar bagi sektor logistik karena
sulitnya memberikan jasa layanan logistik ke semua wilayah di
berbagai pulau.
Untuk itu, perlu diterapkan Konsep Logistik Maritim Indonesia yang
berlandaskan kepada cara pandang wilayah NKRI sebagai sebuah
negara yang terdiri dari ribuan pulau yang disatukan oleh laut, dan
bukan dipisahkan oleh laut. Oleh sebab itu, pengembangan sistem
logistik nasional akan berlandaskan kepada konsep Wilayah
Depandan Wilayah Dalam yang berada dalam bingkai wilayah
kesatuan NKRI seperti dapat dilihat pada Gambar 2.17.
Konsep Wilayah Depan dan Wilayah Dalam bukanlah konsep baru,
karena merupakan perwujudan dari Undang‐Undang No. 6 Tahun
1996 tentang Perairan Indonesia; Undang Undang No. 17 Tahun
Tinjauan Pustaka II ‐ 56
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of
The Sea(Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hukum
Laut); Undang‐Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran;
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002
Tentang Hak Dan Kewajiban Kapal Dan Pesawat Udara Asing Dalam
Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut
Kepulauan Yang Ditetapkan; dan Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan. Konsep ini akan semakin
penting terutama sejak deklarasi Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
pada 21 Maret 1980, dimana batas wilayah perairan Indonesia
adalah 12 (dua belas) mil laut dari wilayah daratan terluar dan
ditambah dengan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sejauh 200 (dua
ratus) mil. Dengan berdasarkan ZEE ini maka wilayah NKRI dapat
dibedakan atas wilayah depan dan wilayah dalam.
Gambar 2.17. Wilayah Depan dan Wilayah Dalam NKRI
Wilayah depan adalah wilayah yang langsung berbatasan dengan
negara lain atau wilayah yang berbatasan dengan perairan
internasional, sedangkan wilayah dalam adalah wilayah yang berupa
daratan dan lautan yang dikelilingi oleh wilayah depan. Wilayah
dalam menjadi kedaulatan penuh NKRI, walaupun demikian di
Wilayah Dalam, kapal berbendera asing masih diperbolehkan untuk
melintasi perairan Indonesia sepanjang lintasan ALKI sampai sejauh
25 (dua puluh lima) mil di sebelah kiri dan kanan garis ALKI dan
memenuhi ketentuan Internasional (innocent passage), namun
tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan ekonomi dan
perikanan.
Selain pertimbangan aspek geografis, pengembangan konektivitas
lokal dan konektivitas global perlu mempertimbangkan kedaulatan
dan ketahanan ekonomi nasional. Selama ini, persaingan antara
produk lokal dan impor pada proses distribusi di pasar domestik
Tinjauan Pustaka II ‐ 57
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 58
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 59
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 2.18. Tatanan Pelabuhan Penting dan Jalur Utama PelayaranDomestik
Guna mendukung konsep SSS nasional maka perlu dikaji lebih
lanjuttentang rute pelayaran, dan hal‐hal yang terkait dengan
penyediaan armada kapal niaga yang memiliki karakteristik teknis
diantaranya sebagai berikut:
1) Kebutuhan jenis kapal SSS (short sea shipping) seperti:
Pelayaran Rakyat (Pelra) atau Pelayaran Nusantara, General
Cargo Ship, Large Ro‐Ro, Small Ro‐Ro, Containers on Barge, Ro‐
Ro Barge, dan Container Ship, kapal curah cair dan curah padat
2) Kapasitas kapal niaga untuk masing‐masing jenis kapal adalah
sebagai berikut: Kapal General Cargo berkisar 1,000–5,000
(seribu hingga lima ribu) ton DWT, Kapal Ro‐Ro 1,000 – 5,000
(seribu hingga lima ribu) GT, Kapal Curah Kering 10,000– 50,000
(sepuluh ribu hingga lima puluh ribu) ton DWT (Handy Size),
Kapal Curah Cair 10,000–30,000 (sepuluh ribu hingga tiga puluh
ribu) ton DWT (General Purpose dan Medium Range), dan Kapal
Tinjauan Pustaka II ‐ 60
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Kontainer 1,000–3,000 (seribu hingga tiga ribu)TEUs (Small dan
Feeder max type).
3) Kecepatan kapal niaga yang paling sesuai dengan kebutuhan
SSS Indonesia: 10–15 (sepuluh hingga lima belas) knots, dan 15–
20 (lima belas hingga dua puluh) knots.
4) Jarak jangkau kapal, dapat diklasifikasikan kurang dari 400
(empat ratus) mil laut, antara 400 – 600 (empat ratus hingga
enam ratus) mil laut, atau lebih besar dari 600 (enam ratus) mil
laut.
5) Analisa komoditi yang cocok diangkut oleh pelayaran SSS.
c. Infrastruktur dan Jaringan Transportasi Global
Infrastruktur dan Jaringan Transportasi Global merupakan
bagiandari konektivitas global (global connectivity) yang diharapkan
mampumenghubungkan pusat‐pusat pertumbuhan ekonomi utama
(national gate way) ke pelabuhan hub internasional baik di wilayah
barat Indonesia maupun wilayah timur Indonesia, serta antara
Pelabuhan Hub Internasional di Indonesia dengan Pelabuhan hub
internasional di berbagai negara yang tersebar pada lima benua.
Pada tahun 2025 diharapkan Sistem Logistik Nasional akan
terhubung dengan sistem logistik global, melalui jaringan
infrastruktur multimoda sebagaimana disajikan pada Gambar 2.19.
Selain memenuhi persyaratan aspek teknis pelabuhan internasional,
lokasi Pelabuhan Hub Internasional dipilih dengan kriteria
diantaranya berada di wilayah depan atau dilalui ALKI, memperkuat
kedaulatan dan ketahanan nasional (ekonomi, politik, hankam,
sosial, budaya, perdagangan, industri), meningkatkan efektifitas
azas cabotage, mewujudkan Indonesia sebagai Negara Maritim,
meningkatkan daya tahan dan daya saing produk domestik,
filteringbarang impor yang mengancam produsen produk domestik,
berpotensidapat dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan
ekonomi yang baru, menghela “unusual business growth”, memiliki
kecukupan lahan untuk pengembangan, tidak menimbulkan “social
cost” yang besar, mempermudah pemerataan pembangunan
ekonomi secara inklusif.
Tinjauan Pustaka II ‐ 61
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 2.19. Pengembangan Pelabuhan Hub Internasional
Berdasarkan konsep wilayah depan dan wilayah dalam di atas, maka
diharapkan pintu‐pintu masuk (pelabuhan) untuk barang‐barang
impor, terutama komoditas pokok dan strategis dan barang impor
yang berpotensi merugikan industri domestik, hanya akan
diperboleh untuk masuk Indonesia melalui wilayah depan Negara
Indonesia.
Pintu wilayah depan ini memiliki peranan sebagai sarana
untukmenyaring barang masuk, yang dilaksanakan melalui proses
clearancepabean, karantina, dan pemenuhan terhadap ketentuan‐
ketentuan yang berlaku di Indonesia dengan tidak melanggar azas
kesepakatan (agreement) baik ASEAN 2015 maupun WTO 2020.
Selain itu juga lokasi pintu‐pintu masuk ini diharapkan menjadi Hub
Ekonomi dan Hub Logistik yang menjadi fasilitator kerjasama
Indonesia dengan negara‐negara tetangga dalam kerangka
kerjasama segitiga IMT (Indonesia, Malaysia dan Thailand), IMS
(Indonesia, Malaysia dan Singapura), BIMP (Brunei, Indonesia,
Malaysia dan Philipina) dan AIDA (Australia dan Indonesia). Sesuai
dengan MP3EI untuk Wilayah Barat Indonesia adalah Kuala Tanjung,
sedangkan untuk Wilayah Timur Indonesia yang menjadi Hub
Internasional berdasarkan atas kriteria tersebut adalah Bitung.
Adapun pergerakan barang dari pintu‐pintu masuk ke wilayah dalam
Indonesia akan diperlakukan sebagai pergerakan barang‐barang
dalam negeri. Dengan demikian tujuan strategis yang ingin dicapai
adalah agar kelancaran barang ekspor bisa dijamin dan distribusi
produk nasional dapat menjangkau seluruh pelosok secara efektif
dengan biaya logistik yang rendah dan menjamin keberlangsungan
pasokan.
Tinjauan Pustaka II ‐ 62
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
d. Transportasi Multimoda
Transportasi multi moda adalah transportasi barang dengan
menggunakan paling sedikit dua moda transportasi yang berbeda,
atas dasar satu kontrak yang menggunakan dokumen transportasi
multimoda dari sesuatu tempat barang diterima oleh operator
transportasi multimoda ke satu tempat yang ditentukan untuk
penyerahan barang tersebut. Diharapkan pada akhir tahun 2025
telah terwujud sistem transportasi multimoda sebagaimana secara
skematis disajikan pada Gambar 2.20.
Pada Gambar 2.20. diilustrasikan paradigma dan perspektif
pembangunan transportasi multimoda yangmempertimbangkan
jenis dan karakteristik sistem transportasi yang digunakan, dan
mempertimbangkan sisi efisiensi, efektivitas dan kemudahan sistem
operasinya, sehingga mampu melahirkan sistem transportasi yang
berdaya saing tinggi.
Gambar 2.20. Orientasi Transportasi Multimoda
Dalam pelaksanaannya transportasi multimoda dilakukan oleh
operator transportasi multimoda (Multimodal Transport Operator‐
MTO) yang menurut Peraturan Pemerintah No.11 tahun 2011 disebut
Badan Usaha Angkutan Multimoda (BUAM), yang merupakan badan
hukum yang bertindak atas namanya sendiri atau melalui badan
hukum lain yang mewakilinya, menutup dan menyelesaikan kontrak
angkutan multimoda. BUAM adalah pihak penanggung jawab
tunggal terhadap seluruh rantai kegiatan logistik mulai dari
penerimaan barang hingga tujuan akhir penyerahan barang sesuai
dengan kontrak yang disepakati dengan pemilik barang. Dalam
Tinjauan Pustaka II ‐ 63
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 64
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 2.21. Skema E‐Logistik Nasional
E‐Logistik Nasional yang akan dibangun merupakan pengembangan
dan integrasi dari NSW, Customs Advance Trade System (CATS) dan
National Integrated Logistics and Intermodal Transportation System
(NILITS), namun tidak hanya untuk mempercepat penanganan
dokumen kepabeanan dan perijinan ekspor‐impor, dan kegiatan
perdagangan global lainnya, tapi juga untuk keperluan perdagangan
domestik, dengan tujuan agar pergerakan barang/kargo menjadi
terdeteksi, tepat waktu (timely), murah (not costly), dan aman
(secure).
Dalam memberikan pelayanan, e‐Logistics Nasional harus mampu
beradaptasi dengan aktivitas logistik yang telah ada di dalam negeri
maupun di berbagai negara lainnya. E‐Logistik Nasional harus
kompatibel dan terintegrasi dengan INSW sehingga akan
memperlancar dan mendukung terlaksananya konektivitas
perdagangan baik di tingkat regional maupun internasional. Dengan
demikian, pelaku bisnis dapat mempergunakan e‐Logistics Nasional
untuk berkomunikasi dan mengurus aktivitas bisnisnya langsung
dengan mitranya di dalam negeri dan mancanegara baik pelayanan
Tinjauan Pustaka II ‐ 65
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
yang bersifat umum maupun pelayanan individu. Gambar 2.22. adalah
kerangka e‐Logistik Nasional yang perlu dikembangkan, dimana
pengguna layanan e‐Logistik Nasional dapat mengakses portal web
dengan menggunakan webbrowser yang didukung oleh protokol
HTTPS dan modus‐modus secure connection.
Gambar 2.22.Skema Sistem Operasi E‐ Logistics Nasional
D. TANTANGAN YANG DIHADAPI
1. Tantangan Nasional
Tantangan yang dihadapi di tingkat nasional adalah kinerja sektor
logistik Indonesia saat ini masih belum efisien dan efektif, sehingga
perlu upaya‐upaya untuk revitalisasi dan pengembangan berbagai
elemen terkait logistik. Beberapa kondisi di bawah ini mencerminkan
tingginya tantangan yang dihadapi dalam merevitalisasi dan
mengembangkan sektor logistik di Indonesia:
a) Kebijakan nasional di sektor logistik masih bersifat parsial dan
sektoral sehingga mengakibatkan pengelolaan sektor ini menjadi
tidak efektif, dan cenderung tidak efisien. Kondisi ini tercermin
dari belum adanya national policy secara khusus tentang logistik,
industri yang sangat fragmented dan masih sangat tergantung
pada infrastruktur regional, khususnya untuk ekspor dan impor
tergantung pada Singapura dan Malaysia;
b) Pembinaan aktivitas logistik nasional dilaksanakan oleh multi
Kementerian/Lembaga dengan visi dan orientasi yang berbeda‐
beda, dan bahkan diatur dengan basis kebijakan dan pengaturan
yang berbeda‐beda juga;
Tinjauan Pustaka II ‐ 66
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
c) Dari sisi pelaku usaha, penyedia jasa kegiatan logistik di Indonesia
umumnya masih didominasi oleh perusahaan‐
perusahaanmultinasional atau setidaknya oleh perusahaan‐
perusahaan nasional yang berafiliasi dengan perusahaan‐
perusahaan multinasional.
Penyedia Jasa Logistik di Indonesia pun terfragmentasi dalam
sebaran kegiatan logistik mulai dari transportasi, pergudangan,
freight forwarding, kargo, kurir, shipping, konsultansi, dan
sebagainya, sehingga tidak ada satu perusahaan pun yang
menguasai pasar secara dominan. Beberapa hasil riset
menunjukkan bahwa di setiap sub sektor kegiatan logistik,
perusahaan yang dianggap sebagai pemimpin pasar (market
leader) maksimum hanya menguasai pangsa pasar antara 13 %
(tiga belas persen) sampai dengan 16 % (enam belas persen);
d) Pengendali infrastruktur logistik nasional (pelabuhan, bandara,
stasiun, pergudangan, kepabeanan, sistem informasi dan
teknologi dan sebagainya) sebagian besar merupakan
perusahaan‐perusahaan milik negara (BUMN), yang
pengelolaannya belum terintegrasi, sehingga menjadi salah satu
faktor penyebab belum efisiennya manajemen logistik nasional.
2. Tuntutan Komitmen ASEAN dan Global
Pemerintah Indonesia telah menandatangani kesepakatan dengan
negara‐negara anggota ASEAN yang terkait dengan sektor logistik
dalam kerangka ASEAN Economic Community. Kesepakatan tersebut
antara lain:
a) ASEAN Integration Protocol for The Logistics Services Sector dan
ASEAN
Roadmap for The Integration of Logistics Services yang
ditandatangani tahun 2007 dan mengatur mengenai pelaksanaan
liberalisasi 11 (sebelas) jenis jasa layanan logistik di ASEAN pada
tahun 2013.
b) Protocol on ASEAN Single Window dalam hal pemrosesan
importasi atau eksportasi barang ke atau dari negara ASEAN ke
wilayah di luar ASEAN.
Berdasarkan protocol ini Indonesia membangun sistem National
Single Window agar dapat terintegrasi dengan sistem ASEAN
Single Window. Penerapan baik ASEAN Single Window atau
National Single Window selain untuk mewujudkan Free Trade
Area juga akan memperlancar arus barang.
Bagi ASEAN, Indonesia adalah negara yang sangat penting karena 45%
(empat puluh lima persen) dari populasi ASEAN ada di Indonesia,
Tinjauan Pustaka II ‐ 67
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 68
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
b) Standar International Ship and Port Facilities Security (ISPS) code
bagi pelabuhan nasional yang melakukan kegiatan ekspor/impor;
c) World Custom Organisation Safe Framework.
Dengan demikian, barang ekspor setibanya di pelabuhan negara‐
negaratujuan (seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan negara
lainnya yang menerapkan Non Tarriff Barrier CTPAT) akan
mendapatkan perlakuan jalur prioritas tanpa melewati pemeriksaan
dan/atau prosedur lainnya yang dapat menimbulkan biaya tambahan
yang akhirnya akan mengurangi daya saing produk tersebut di pasar
internasional.
Selain itu, Sistem Logistik Nasional ke depan perlu menjawab
tantangan lain, seperti:
a) Makin meningkatnya kompleksitas perdagangan (tipe dan jenis
barang, ukuran dan metode);
b) Tuntutan permintaan peningkatan pelayanan (waktu, biaya dan
prediktabilitas);
c) Tuntutan metode pengawasan yang lebih baik (peningkatan
visibilitas pergerakan barang);
d) Kebutuhan informasi secara real time (untuk keperluan analisa
ekonomi dan kebijakan fiskal oleh pemerintah).
3. Tuntutan Sektor Logistik Global
a) Tuntutan Pelanggan
Persaingan global dalam pemasaran barang dan jasa telah
mendorong tuntutan standar yang lebih tinggi untuk kualitas
layanan dari penyedia jasa logistik untuk para produsen barang.
Tuntutan dari produsen barang akan semakin kompleks, misalnya:
(a) Kecepatan tanggap pada tuntutan pelanggan, (b) Jangkauan
layanan yang lebih luas, lintas Negara, (c) Ketepatan dan Kecepatan
waktu pengantaran, (d) Fleksibilitas untuk melakukan pengantaran
yang semakin sering dan cepat, (e) Tuntutan atas keamanan barang
dari pencurian dan juga keutuhan barang selama perjalanan, (f)
Tuntutan untuk dapat ikut menjaga dan meningkatkan corporate
image dari produsen, (g) Tuntutan untuk dapat memberikan
layanan yang memberi nilai tambah bagi produsen.
Selain itu, produsen barang juga menuntut peningkatan efisiensi
sehingga dapat menekan biaya‐biaya yang terkait dengan aktivitas
logistik, misalnya: (a) Transportasi dan Pergudangan, (b) Biaya
Inventory, (c) Kerusakan atau penurunan mutu barang, (d)
Kehilangan atas pencurian atau pendodosan, (e) Asuransi dan
Tinjauan Pustaka II ‐ 69
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
administrasi lain, (f) Proses pengeluaran Bea dan Cukai dan badan
lainnya, dan (g) Pungutan‐pungutan liar dan hambatan‐hambatan
yang mengada‐ada.
b) Tuntutan Persaingan
Persaingan bisnis kini sudah bergeser ke wilayah yang lebih luas.
Persaingan tidak lagi antar penyedia jasa logistik di suatu kota atau
negara, tetapi telah menjangkau tingkat kawasan regional dan
global. Salah satu bentuk persaingan yang bisa diamati adalah
Singapura, Port Klang (Malaysia) dan Laem Chabang (Thailand)
yang saling bersaing untuk menjadi hub internasional. Ketersedian
infrastrukturyang memadai dengan konsep terkini serta didukung
oleh lokasi yang strategis akan menjadi faktor penting untuk
meningkatkan daya saing produk domestik.
c) Teknologi
Peningkatan persaingan di tingkat global telah mendorong para
pemain logistik memanfaatkan teknologi terkini pada moda‐moda
transportasi dan pengelolaan informasi agar lebih efisien dalam
operasinya. Hal tersebut tampak pada penggunaan mesin‐mesin
terbaru yang hemat energi maupun penggunaan kapal‐
kapal/wahana yang lebih besar dan lebih efisien, dan meningkatkan
lalu lintas pengiriman, kemampuan monitoring serta kemampuan
pengendalian.
Perkembangan teknologi informasi juga telah membuka banyak
peluang pada lalu lintas informasi atas barang kiriman, yang sangat
membantu semua pihak mendapatkan kepastian terhadap
transportasi barang‐barangnya, sehingga secara signifikan
meningkatkan efisiensi operasionalnya.
d) Standarisasi dan Kompatibilitas Multimodal
Lalu lintas inter‐modal transit dan multi‐modal semakin penting
peranannya. Kunci dari kelancaran multi‐modal transportation ini
adalah kompatibilitas antara moda angkutan, mulai dari kapal
pengangkut, peralatan penanganan kontainer, sampai kepada truk
pengangkutnya. Kompatibilitas ini harus juga berlaku untuk
angkutan kereta api dan angkutan udara, dan bahkan sesama
angkutan truk sehingga multi‐modal transportation benar‐benar
dapat berjalan dengan efisien.
e) Energi
Biaya energi menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi
daya saing ekonomi. Semakin berkurangnya ketersediaan energi
murah secara berkelanjutan sebagai akibat dari berkurangnya
energi berbasis fosil, penyebabkan harga energi menjadi sulit
dihitung.
Tinjauan Pustaka II ‐ 70
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tinjauan Pustaka II ‐ 71
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
METODOLOGI
BAB 3
3.1. ALUR PELAKSANAAN PEKERJAAN
U
ntuk memenuhi target waktu dan substansi yang
disyaratkan, maka kegiatan dalam studi ini dapat dilihat
pada Gambar 3.1. Secara umum tahapan pelaksanaan
pekerjaan studi ini terdiri dari: Persiapan, Pengumpulan Data, Analisis
dan Perencanaan dan Finalisasi.
Penyusunan tahapan pekerjaan ini disesuaikan dengan kebutuhan
pelaporan dalam studi ini, di mana tujuan dari setiap tahapan adalah
sebagai berikut:
(1) Tahap Persiapan, meliputi kegiatan:
a. Inisiasi studi berupa konsolidasi tim, studi literatur, dan
pemantapan metodologi,
b. Persiapan survei berupa pemilihan metoda survei, penyiapan
formulir dan perlengkapan survei, penentuan titik survei dan
Sumberdaya Manusia (SDM) pelaksana,
c. Pengenalan wilayah studi berupa rencana pengembangan,
pendekatan institusional, sistem lalulintas, sarana dan
prasarana transportasi, tata guna lahan dan lingkungan dan
sosio ekonomi.
d. Identifikasi peraturan dan studi terdahulu yang menyangkut
pada ketataruangan, sistem lalulintas dan otonomi daerah baik
dari hirarki Undang‐undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, Keputusan Menteri dan Peraturan Daerah.
(2) Tahap Pengumpulan Data, meliputi kegiatan:
a. Pelaksanaan survei lapangan berupa survei lalulintas, kondisi
jalan, kondisi geometrik jalan, kondisi karakteristik lalulintas
serta inventasasi jaringan jalan.
b. Pengumpulan data dari sumber sekunder khususnya terkait
dengan sosio ekonomi, penyediaan jaringan transportasi dan
permintaan perjalanan, dan hasil studi, dan dokumen
perencanaan serta peraturan yang ada.
Metodologi III ‐ 1
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
c. Pelaksanaan survei wawancara ke instansi‐instansi terkait.
(3) Tahap Analisis, meliputi kegiatan:
a. Analisis awal berupa pemodelan jaringan transportasi jalan
b. Pengembangan sistem prasarana transportasi (jalan)
c. Membuat alternatif skenario Rencana Jaringan dan Simpul
Transportasi (RJST)
d. Evaluasi skenario RJST dengan simulasi perubahan pola ruang
e. Melakukan FGD terkait penetapan skenario terbaik
f. Penyusunan program dan tahapan implementasi.
(4) Tahap Penyempurnaan, meliputi kegiatan:
a. Penyempurnaan substansial dan editorials sesuai masukan
dari pemberi kerja,
b. Pembuatan ringkasan (executive summary) hasil studi.
3.1.1. TAHAP 1 : PERSIAPAN
Di dalam tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai
awal (inisiation) dari seluruh rangkaian kegiatan yang
direncanakan.Hasil tahap persiapan ini akan sangat mempengaruhi
proses yang dilakukan dalam tahap‐tahap selanjutnya.
Secara umum terdapat 4 (empat) kegiatan utama di dalam tahap
persiapan ini, yakni :
(1) Pemantapan metodologi, maksud dari kegiatan ini adalah:
a. Merencanakan secara lebih detail tahap‐tahap pelaksanaan
kegiatan berikutnya, untuk mengefisienkan penggunaan
waktu dan sumber daya.
b. Menentapkan metoda pemodelan dan analisis yang akan
digunakan, hal ini penting untuk ditetapkan karena akan
mempengaruhi kebutuhan data, penyediaan waktu analisis,
dan kualitas hasil penelitian secara keseluruhan.
(2) Studi literatur yang berguna untuk:
a. Menelaah sejumlah metoda pelaksanaan studi sistem jaringan
transportasi terpadu yang pernah dilakukan di beberapa lokasi
kajian yang berbeda.
b. Memaksimalkan kemungkinan penggunaan data dan model
yang pernah dikembangkan di wilayah studi yang sama untuk
memperkaya bahasan dan validasi dari model yang
dikembangkan dalam studi.
Metodologi III ‐ 2
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Persiapan
- Administrasi dan personel
- Pemantapan metodologi, rencana kerja
dan rencana survei
Persiapan
- Kajian data sekunder, peraturan terkait
dan studi terdahulu
Persiapan dan Penanganan Pengenalan Identifikasi Peraturan dan
Survei Wilayah Studi Studi Terdahulu
- Diskusi dan Rencana Pengembangan RTRWN
Pengarahan Pendekatan Institutional RTRWP
- Mobilisasi Alat Survei Sistem Lalulintas Undang‐undang yang
- Penentuan Titik Survei Sarana dan Prasarana Berlaku
Transportasi Studi yang terkait
- Persiapan Form Survei
Tata guna lahan dan
lainnya
Lingkungan
Sosio ‐ Ekonomi
Pengolahan
Survei Lapangan Survei Sekunder Survei Wawancara
- Selected Link Traffic Count - Kondisi Tata Ruang Eksisting Wawancara Instansi terkait :
- Survey Asal Tujuan - Kondisi Sosio Ekonomi di Masing‐ - BAPPEDA
- Survey Kecepatan*) masing wilayah tata ruang - Dinas Cipta Karya
- Survey Kondisi Prasarana - Dokumen‐dokumen terkait: RTRWN, - Dinas Tata Kabupaten
- Survey Wawancara Pada TATRANAS, RTRWP, TATRAWIL dsb - Dinas PU
Stakeholder & Masyarakat - Peraturan terkait termasuk Perda - DLLAJ Kabupaten
- Studi terkait dan pengembangan - Dinas Kewilayahan lainnya
kewilayahan
Analisis
Analisis Tata Ruang Prediksi Permintaan Perjalanan Rencana Lokasi dan Kebutuhan
Titik Simpul
- Kondisi Geografis serta sebaran sumber - Rencana usulan peningkatan fungsi Rencana lokasi dan kebutuhan
daya alam mineral, non mineral dan peran pada ruang lalulintas titik simpul berikut tipenya serta
kehutanan dan pertanian darat, laut, udara lokasinya di dalam wilayah
- Profil kependudukan - Rencana usulan pengembangan dengan memperhatikan
- Profil struktur ekonomi wilayah jaringan persyaratan kriteria penetapan
- Kebijaksanaan yang bersifat spasial dan - Rencana Penetapan Trayek titik simpul.
sektoral Angkutan Umum
Finalisasi Studi
- Penyempurnaan Laporan
- Pembuatan Resume Studi
Gambar 3.1. Bagan Alir Pelaksanaan Studi
Metodologi III ‐ 3
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
(3) Review peraturan terkait yang bermanfaat untuk:
a. Menyusun konsep pengembangan sistem transportasi
wilayah terpadu yang disesuaikan dan dipadukan dengan
konsep yang ada di dalam Tatranas, Tatrawil, Rencana
Jaringan Jalan dan kebijakan pengembangan sistem
transportasi lainnya.
b. Mengetahui recana tata ruang baik dalam skala nasional dan
Kabupaten sebagai masukan dalam pengembangan model
dan alternatif sistem jaringan yang dikembangkan.
c. Menyusun sejumlah indikator penilaian kinerja sistem
transportasi
(4) Identifikasi awal kondisi dan permasalahan pada sistem jaringan
jalan dan dampak pada sistem transportasi secara keseluruhan.
3.1.2. TAHAP 2 : PENGUMPULAN DATA
Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan data, baik data dari
sumber sekunder (instansi terkait) maupun data primer yang diperoleh
dari survei di lapangan. Pada dasarnya pengumpulan data diusahakan
semaksimal mungkin dari data sekunder, di mana pelaksanaan survei
primer hanya dilakukan untuk melengkapi dan memperbarui data yang
ada.
a) Persiapan Survei
Persiapan survei ini dilakukan untuk merencanakan secara detail
pelaksanaan survei yang berkaitan dengan:
(1) Pemilihan metoda survei
(2) Penyiapan formulir survei sesuai dengan metoda survei yang
digunakan
(3) Penyiapan sumber daya survei dan penyusunan jadual
pelaksanaan survei
b) Kebutuhan Data
Secara umum data yang dibutuhkan dapat digolongkan dalam 2 (dua)
kategori, yakni: data untuk pemodelan transportasi dan data untuk
meramalkan pola pengembangan sistem jaringan transportasi di masa
yang akan datang.
Data yang digunakan untuk memodelkan sistem jaringan transportasi
terdiri dari:
(1) Data sosio‐ekonomi, yang meliputi data jumlah dan penyebaran
penduduk, tingkat pendidikan, jumlah dan penyebaran tenaga
Metodologi III ‐ 4
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
kerja, PDRB dan PDRB perkapita, output (produksi) dari kegiatan
ekonomi dan data terkait lainnya yang disusun menurut
Kab./Kota.
(2) Data tata ruang, yang meliputi data penggunaan lahan per jenis
kegiatan, pola penyebaran lokasi kegiatan, besaran penggunaan
ruang dan pola kegiatannya.
(3) Data lalulintas, yang merangkum karakteristik perjalanan di
daerah yang akan di studi. Data tersebut meliputi kecepatan,
volume lalulintas, waktu perjalanan, hambatan lalulintas, data
kecelakaan lalulintas, asal‐tujuan perjalanan dan rute pelayanan
utama.
(4) Data Jaringan jalan, yang merangkum data mengenai kondisi dan
tingkat pelayanan jaringan transportasi yang berada di dalam
daerah studi, baik ruas maupun simpul pada jaringan jalan yang
dioperasikan serta identifikasi kondisi simpul‐simpul transfer
antara moda lain dengan jaringan jalan.
(5) Data simpul‐simpul transportasi.
Sedangkan data yang diperlukan untuk meramalkan pola
pengembangan sistem jaringan jalan di masa datang, antara lain terdiri
dari:
(1) Dokumen perencanaan dan rencana pengembangan atau tata
ruang wilayah (RTRW) baik di level Nasional, Provinsi dan Kota,
khususnya besaran‐besaran teknis yang dapat digunakan untuk
meprediksi kebutuhan perjalanan dan kebutuhan sarana serta
prasarana jalan untuk mendukung pelaksanaannya.
(2) Dokumen peraturan‐peraturan yang terkait.
(3) Konsep dan besaran teknis dari sejumlah rencana pengembangan
sistem jaringan transportasi dari beberapa sumber studi terdahulu
untuk kemudian dikembangkan lebih lanjut sebagai alternatif
skenario.
(4) Studi‐studi terkait lainnya.
Kebutuhan, sumber dan kegunaan dari data untuk pekerjaan ini
dirangkum dalam Tabel 3.1.
Metodologi III ‐ 5
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tabel 3.1. Kebutuhan, Sumber dan Kegunaan Data
No JENIS DATA SUMBER DATA KEGUNAAN DATA
1 Sosio‐ekonomi - Badan Pusat Statistik - Identifikasi potensi dan kendala
1.a Populasi dan Employment - Data per wilayah pengembangan wilayah
1.b ekonomi (PDRB, produksi, dll) - BAPPEDA - Kalibrasi model sistem zona dan
1.c Fisik dan administrasi permintaan perjalanan
2 Dokumen terkait - BAPEDA - Identifikasi rencana
2.a RTRWN/P/K - Dinas Bina Marga dan pengembangan.
2.b Dokumen peraturan terkait Pengairan - Identifikasi kordinasi antar moda.
2.c Sistem jaringan transportasi - DLLAJ - Identifikasi program yang telah
(Nasional/Wilayah/Lokal) dilakukan agar disinkronkan.
2.d Studi‐studi terkait - Identifikasi pola kegiatan
mendatang
- Prediksi kebutuhan perjalanan dan
kebutuhan jaringan prasarana
transportasi
3 Database jaringan jalan - Dinas Bina Marga dan - Identifikasi dan prediksi masalah
3.a Kondisi fisik ruas jalan Pengairan serta alternatif solusi
3.b Lalulintas ruas jalan - IRMS dan URMS - Penyusunan data base model
3.c Hirarki jalan jaringan jalan
4 Data jaringan dan operasi - BAPEDA - Identifikasi dan prediksi masalah
transportasi - Dinas Bina Marga dan - Penyusunan data base model
4.a Permintaan perjalanan: pola, Pengairan jaringan jalan dan simpul
besar, pertumbuhan - DLLAJ transportasi pendukungnya
4.b Karakteristik lalulintas - Survei primer
jaringan: waktu, kapasitas,
kecepatan dll
4.c. Kondisi jaringan jalan : visual,
benkelman beam dan
roughness
4.d. Survei Lalulintas : volume
lalulintas, komposisi
kendaraan
5 Simpul transportasi dan titik - BAPPEDA - Identifikasi lokasi simpul
transfer antara moda lainnya - Dinas Bina Marga dan - Identifikasi kondisi
dengan jaringan jalan: Pengairan - Identifikasi pengembangan
5.a Lokasi dan kondisi fisik - DLLAJ
5.b Operasional
6 Usulan pengembangan sistem - Wawancara - Masukan model simulasi skenario
transportasi: - Studi terdahulu pengembangan jaringan
6.a Lokasi dan jenis usulan - Prediksi pola jaringan transportasi
6.b Konteks usulan
7 Kriteria pengembangan jaringan - TATRANAS, rencana - Masukan analisis penilaian kinerja
transportasi: jaringan transportasi alternatif jaringan
7.a Variabel indikator kinerja - Dokumen kebijakan - Penyusunan rekomendasi
7.b Nilai variabel instansi terkait
- Wawancara
Metodologi III ‐ 6
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
c) Metoda Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua) cara, yakni: survei
sekunder dan survei primer. Adapun metoda pelaksanaan survei
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
(1) Survei Sekunder
Survei sekunder dilakukan dengan mendatangi instansi terkait
untuk meminta sejumlah dokumentasi data dari institusi
pengelola sistem transportasi, perencana tata ruang dan sejumlah
instansi lain yang dapat menyediakan data yang berkaitan dengan
pelaksanaan studi. Data sekunder ini khususnya berupa data
kondisi eksisting sosio‐ekonomi, penyediaan jaringan transportasi,
penggunaan ruang di wilayah studi.
(2) Survei Primer
Survei primer dilakukan dengan pengamatan / penghitungan /
wawancara langsung, khususnya yang berkaitan dengan
pemodelan dan unjuk kinerja / operasi sistem transportasi dan
rencana pengembangan tata ruang di masa datang. Data primer
yang berkaitan dengan model transportasi umumnya diperoleh
dari pengamatan / pencacahan langsung di lapangan; data
tersebut antara lain data volume lalulintas, asal tujuan perjalanan
dan karakteristik perjalanan. Sedangkan data primer lain dari hasil
wawancara diperlukan khususnya untuk menangkap aspirasi
daerah dalam mengembangkan tata ruang, perekonomian dan
sistem transportasi / jaringan jalan di daerahnya.
a. Survai Lalu‐lintas
Pengumpulan data primer yang akan dilakukan adalah survai
lalu‐lintas dan pergerakan orang/barang dimaksudkan untuk
mengetahui karakteristik lalu‐lintas (volume lalu‐lintas,
kecepatan, waktu tempuh dan lainnya) serta karakteristik
pergerakan orang dilakukan (O‐D, maksud perjalanan dan lain‐
lain) untuk pengembangan database dalam rangka
pengembangan model.
Dalam konteks di atas, status dari kebutuhan dan karakteristik
lalu lintas saat ini didapat melalui pengumpulan data di
lapangan yang meliputi 3 tipe survai yaitu :
o Survai Perhitungan Lalu Lintas (Traffic Count Survey);
pengamatan dengan perhitungan lalu lintas selama 24 jam
pada pengamatan utama dan 8 jam pada beberapa lokasi
strategis lainnya;
o Survai Asal Tujuan (Road Side Interview Survey);
wawancara dengan pengemudi dan/atau penumpang
kendaraan.
Metodologi III ‐ 7
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Rencana
Pendahuluan
Desain
Desain Sampel
Formulir Survey
Kunjungan Lapangan
PEMROSESAN DATA
ADMINISTRASI SURVEY Coding
Data Input
dan Editing
Analisa
PELAKSANAAN SURVEY
Laporan Hasil
Gambar 3.2. Alur Kerja Survei Lalu Lintas
Metoda Survey
o Lokasi survai utama ditempatkan pada area yang
bersesuaian dan melengkapi (komplementer) dengan
lokasi survai studi‐studi sebelumnya untuk kepentingan
pengecekan data dan perbandingan data historis.
Penentuan lokasi dilakukan sejalan dengan kebutuhan
guna memperkaya informasi yang didapat.
Metodologi III ‐ 8
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Metodologi III ‐ 9
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Jenis Kendaraan
Jenis kendaraan yang disurvai terbagi dalam 3 kelompok, yaitu
kendaraan pribadi, kendaraan umum dan kendaraan angkutan
barang. Terdapat 11 jenis kendaraan (disesuaikan dengan
daerah studi) yang harus dihitung yaitu :
1. Sepeda Motor/Scooter
2. Sedan, stasion wagon
3. Minibus MPV
4. Taksi,
5. Bis ukuran sedang (25 penumpang)
6. Bis ukuran besar (55 penumpang)
7. Pick‐up
8. Truk ukuran sedang (2 poros as roda)
9. Truk ukuran besar (3 poros as roda)
10. Truk Gandengan
11. Truk Container/Trailer
Organisasi Tim Survai
Tim survai untuk setiap shift akan terdiri atas 1 orang
supervisor dan 4 orang surveyor. Tugas masing‐masing adalah
sebagai berikut :
1. Supervisor, merupakan koordinator lapangan di setiap
lokasi pos survai, akan membawahi semua surveyor pada
posnya, diharapkan dapat mempersiapkan keperluan
kelangsungan survai di lokasi, mengumpulkan dan
merekap data hasil survai, mengatur kelancaran dan
kesiapan pelaksanaan survai.
2. Surveyor, merupakan pelaksana kegiatan di setiap lokasi
pos survai, umumnya direkrut di lokasi pos survai
setempat, bertugas mengumpulkan data/melaksanakan
perhitungan lalu lintas sesuai dengan ketentuan yang telah
diberikan dan memberikan data hasil survai kepada
supervisi.
Metodologi III ‐ 10
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Supervisor
Surveyor 1 Surveyor 2 Surveyor 3 Surveyor 4
Arah A Arah B
Gambar 3.3. Organisasi Tim Survei Perhitungan Lalu Lintas
Formulir survei pencacahan lalu lintas atau traffic counting disajikan
sebagai berikut :
SURVAI VOLUME LALU LINTAS
Hari : Surveyor :
Tanggal : Supervisor :
No. & Lokasi :
Arah dari : _______________________ ke : ______________________ Lembar ke : __________
Keterangan : Cerah / Mendung / Hujan
Waktu Sedan, Kijang, Minibus, Isuzu Mikrolet, Taksi meter Sepeda Motor Bus Sedang Bus Besar Pickup, Box Truk Sedang Truk Besar Truk Trailer
St. Wagon L-300, Hiace, Jeep, dl Angkot 2 As 3 As Gandengan Kontainer
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
:00
-
:15
:15
-
:30
:30
-
:45
:45
-
:00
:00
-
:15
:15
-
:30
:30
-
:45
:45
-
:00
Gambar 3.4. Formulir Survey Volume / Pencacahan Lalulintas
Metodologi III ‐ 11
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
2. Survai Wawancara Pinggir Jalan
Survai ini dilakukan dengan cara mengadakan wawancara terhadap
pengemudi dan/atau penumpang kendaraan yang diambil sebagai
sampel (kecuali bis umum dengan trayek tetap) di pinggir jalan pada
pos‐pos survai yang telah ditentukan
Wawancara terhadap pengemudi dilakukan jika kendaraan yang
disurvai merupakan jenis angkutan pribadi dan angkutan barang.
Demikian halnya dengan pengemudi kendaraan bis yang tidak
mempunyai trayek tetap seperti bis karyawan, bis wisata dan lain‐lain.
Lokasi Survai
Untuk menentukan lokasi survai pada batas‐batas tersebut tidaklah
mudah karena berbagai kendala seperti topografi lokasi dan alignmen
jalannya. Masalah kewenangan daerah administrasi juga merupakan
salah satu kendala, terutama berkenaan dengan anggota tim survai
yang diperlukan (seperti POLRI, Dinas Perhubungan dan lainnya).
Oleh karena itu pemilihan dan penentuan lokasi tapak (site)
dilaksanakan dengan kriteria‐kriteria sebagai berikut :
1. Tapak yang dipilih sebagai pos survai diusahakan sedemikian rupa
sehingga kedua lokasi pos survai untuk masing‐masing arah
berlawanan letaknya berdekatan.
2. Diusahakan kedua lokasi survai terletak pada wewenang
administrasi pemerintahan yang sama.
3. Lokasi survai sedapat mungkin diletakan pada tempat yang masih
memungkinkan bagi pengemudi kendaraan untuk melihat dari
jarak yang cukup jauh sehingga dengan jarak tertentu didepannya
dapat diketahui bahwa survai sedang berlangsung. Dengan
demikian diusahakan bahwa tempat survai tersebut merupakan
penggal jalan yang lurus atau hampir lurus sepanjang 300 sampai
500 meter, sehingga surveyor dan pengemudi kendaraan dapat
leluasa untuk saling mengetahui.
4. Lokasi survai diupayakan tidak pada lokasi yang menanjak atau
menurun.
5. Lokasi survai diusahakan terletak pada jalan yang memiliki lebar
cukup (badan dan bahu jalannya) sehingga dapat dipakai secara
leluasa untuk menghentikan kendaraan ketika hendak
diwawancarai dan tidak mengganggu aktivitas lalu lintas yang lain.
6. Agar surveyor tidak cepat merasa lelah, jika memungkinkan lokasi‐
lokasi yang dipilih sebagai tempat melakukan survai diusahakan
terletak tidak jauh dari suatu tempat yang teduh sehingga
memungkinkan untuk dijadikan tempat beristirahat.
7. Jika memungkinkan, diusahakan letak lokasi survai bedekatan
dengan tempat tinggal sementara para surveyor sehingga
memudahkan mereka untuk mencapainya.
Metodologi III ‐ 12
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Metodologi III ‐ 13
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Supervisor
Surveyor Surveyor Surveyor
Surveyor Surveyor Surveyor
Surveyor Surveyor Surveyor
Arah A Arah B
RSI TC
(Sampel) (populasi)
Gambar 3.5. Organisasi Tim Survei Wawancara Pinggir Jalan
3. Survai Kecepatan Perjalanan
Tujuan dari Survai Kecepatan Perjalanan adalah untuk mendapatkan
informasi situasi lalu lintas saat ini untuk mengidentifikasi lokasi
bottleneck dan menyediakan input bagi pembuatan model “speed‐
flow relationship”
Dalam lingkup Survai Kecepatan Perjalanan aktifitas yang dilaksanakan
adalah untuk mencatat waktu yang diperlukan oleh rata‐rata
kendaraan untuk melakukan perjalanan pada rute‐rute tertentu, serta
mencatat kelambatan/hambatan perjalanan yang daialami mencakup
lokasi, durasi, dan sebab‐sebab kelambatan/hambatan.
Survai dilaksanakan terhadap kendaraan‐kendaraan pada rute di
wilayah rencana untuk mendapatkan rata‐rata kecepatan perjalanan
pada waktu‐waktu yang berlainan dalam satu hari. Dari pencatatan
waktu perjalanan dapat dihitung rata‐rata waktu perjalanan dan
kecepatan perjalanan.
Survai waktu perjalanan dilaksanakan dengan metode pengamat
bergerak (moving observer) dengan menggunakan strategi floating car
untuk mengamati rata‐rata kecepatan kendaraan pada rute‐rute yang
telah ditentukan. Dengan metode ini, pengendara mobil pengamat
diinstruksikan untuk mengemudi pada kecepatan rata‐rata kendaraan
yang ada dalam arus lalu lintas.
Surveyor pencatat waktu ditugaskan untuk mencatat waktu
perjalanan kumulatif saat melewati titik‐titik pengecekan yang telah
ditentukan pada peta rute dengan menggunakan stopwatch. Jarak
Metodologi III ‐ 14
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Metodologi III ‐ 15
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Formulir survei RSI penumpang :
ROAD SIDE INTERVIEW SURVEY (PENUMPANG)
Hari : Surveyor :
Tanggal : Supervisor:
No. & Lokasi:
Arah dari :____________________ke:____________________
Metodologi III ‐ 16
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Formulir Survei RSI Barang :
ROAD SIDE INTERVIEW SURVEY (BARANG)
Hari : Surveyor :
Tanggal : Supervisor:
No. & Lokasi:
Arah dari :____________________ke:____________________
Waktu Asal Basis Tujuan Basis Jenis Berat Daya Volume Jenis
Asal Tujuan Barang Muatan Angkut Kend.
Kec : Kec :
Kab : Kab :
Prop : Prop :
Kode : Kode : Kode:
Kec : Kec :
Kab : Kab :
Prop : Prop :
Kode : Kode : Kode:
Kec : Kec :
Kab : Kab :
Prop : Prop :
Kode : Kode : Kode:
Kec : Kec :
Kab : Kab :
Prop : Prop :
Kode : Kode : Kode:
Kec : Kec :
Kab : Kab :
Prop : Prop :
Kode : Kode : Kode:
Kec : Kec :
Kab : Kab :
Prop : Prop :
Kode : Kode : Kode:
Kec : Kec :
Kab : Kab :
Prop : Prop :
Kode : Kode : Kode:
Kec : Kec :
Kab : Kab :
Prop : Prop :
Kode : Kode : Kode:
Kec : Kec :
Kab : Kab :
Prop : Prop :
Kode : Kode : Kode:
Kec : Kec :
Kab : Kab :
Prop : Prop :
Kode : Kode : Kode:
Gambar 3.8. Formulir Survey Road Side Interview (RSI) Untuk Angkutan Barang
Metodologi III ‐ 17
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Formulir survei kecepatan atau waktu tempuh kendaraan :
SURVAI WAKTU TEMPUH
Hari : Surveyor :
Tanggal : Supervisor:
No. & Lokasi :
Arah dari :________________ke:________________
Keterangan
Cuaca : C =cerah, M = mendung, H = hujan
Lalu-lintas: L = lancar, S = sedang, T = macet
Gambar 3.9. Formulir Survey WaktuTempuh
3.1.3. TAHAP 3 : ANALISIS DAN PERENCANAAN
Tahap ini terdiri dari beberapa bagian, yakni: analisis awal, prediksi
permintaan perjalanan, penyusunan rencana pengembangan jaringan
transportasi dan penyusunan rekomendasi. Berikut disampaikan detail
bahasan untuk setiap item yang termasuk dalam tahapan ini.
Metodologi III ‐ 18
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
a) Analisis Awal
Analisis awal merupakan kegiatan untuk menginterpretasi
sejumlah data yang diperoleh dari survei. Kegiatan ini dilakukan
untuk:
(1) Memverifikasi kualitas dan jenis data yang diperoleh; sebagai
awal untuk memodelkan sistem jaringan transportasi.
(2) Mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang ada di dalam
sistem jaringan transportasi, yang dituangkan dalam bentuk
numerik, uraian ataupun visual/gambar.
(3) Membentuk basis data yang operatif untuk digunakan dalam
proses pemodelan dan analisis.
(4) Melakukan pre‐analisis untuk membentuk konsep
pengembangan jaringan jalan.
b) Analisis Ruang Kegiatan
Analisis tata ruang atau ruang kegiatan diperlukan untuk
mengidentifikasi lokasi‐lokasi yang diprioritaskan untuk
mendapatkan pelayanan transportasi. Identifikasi ruang kegiatan
ini juga menentukan hirarki, fungsi dan kelas jalan yang akan
diusulkan atau kemudian akan ditetapkan.
Berdasarkan peraturan penetapan status dan hirarki jalan serta
perumusan jaringan transportasi, maka pengembangan jaringan
transportasi ataupun penentuan simpul transportasi sangat
ditentukan oleh hirarki kota. Pada Tabel 3.2. diperlihatkan konsep
awal penyediaan prasarana transportasi di setiap jenjang hirarki
kota.
Tabel 3.2. Konsep Awal Penyediaan Prasarana Transportasi di Setiap Jenjang Hirarki Kota
HIRARKI FUNGSI JARINGAN JARINGAN
PELABUHAN*) BANDARA*)
KOTA TRANSPORTASI JALAN KA
PKN Distribusi nasional Arteri Primer Lintas Internasional Internasional/
& hubungan Utama Hub/Internasional/ Domestik,
internasional Nasional Pusat
Penyebaran
PKW Distribusi regional Kolektor Lintas Regional Domestik,
antar Kab/Kota Primer Cabang Bukan Pusat
dalam satu Provinsi Penyebaran
PKL Distribusi lokal Lokal Primer Lintas Lokal
antar Kecamatan Regional
dalam satu dan
Kab/Kota Perkotaan
Keterangan:
*) Jika diperlukan dan memungkinkan secara teknis dan ekonomis
Metodologi III ‐ 19
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
c) Analisis Ruang Lalulintas
Untuk menyusun rencana jaringan transportasi, salah satu
pertimbangan adalah besarnya jumlah permintaan perjalanan yang
diprediksi akan menggunakan jaringan tersebut pada kurun waktu
mendatang. Pola permintaan perjalanan di suatu wilayah umumnya
tergantung dari skenario tata ruang (RTRW) yang akan dikembangkan
dan tingkat ekonomi di wilayah tersebut. Dalam mengkaitkan berbagai
faktor pengaruh dalam interaksi transportasi, umumnya digunakan
model untuk merepresentasikan kondisi saat ini dan prediksinya di
masa yang akan datang.
Eksisting Future
Land Use System Tataran Transportasi Lokal Land Use System
(Tatralok)
Perdagangan Jaringan Jalan Perdagangan
Perkantoran Perdagangan Perkantoran Perdagangan
Pendidikan Permukiman Pendidikan Permukiman
Simpul Simpul
Transit Transit
Industri Pertanian Industri Pertanian
Pemerintahan Pemerintahan
Simpul-simpul
lalu lintas
Eksisting Future
Traffic Analysis Zone (TAZ) Traffic Analysis Zone (TAZ)
System Sistem Bangkitan-Tarikan Perjalanan System
Future Supply-Demand
Eksisting Supply-Demand
Transportation – Mode, Route Transportation – Mode, Route
Gambar 3.10. Sistem Tata Guna Lahan ‐ Transportasi
Dalam berbagai studi umumnya digunakan model perencanaan
transportasi empat tahap, karena selain kemudahannya juga
kemampuannya dalam menggambarkan berbagai interaksi antara
sistem transportasi dan tata ruang di wilayah studi. Secara umum
model ini merupakan gabungan dari beberapa seri sub‐model yang
masing‐masing harus dilakukan secara berurutan, yakni: bangkitan
perjalanan, sebaran perjalanan, pemilihan moda, pemilihan rute.
Struktur umum konsep model perencanaan transportasi empat tahap
ini disajikan pada Gambar 3.11.
Metodologi III ‐ 20
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Data sistem zona wilayah
Data jaringan jalan Model bangkitan
studi
perjalanan
Karakteristik populasi
Produksi perjalanan (trip dan tata ruang zona
Biaya perjalanan antar zona ends) per zona
(aksesibilitas)
Model sebaran
perjalanan
MAT antar zona
Karakteristik moda Karakteristik pelaku
perjalanan
Model pemilihan moda
perjalanan
MAT setiap moda
Karakteristik rute/ruas
Model pemilihan rute
perjalanan
Indikator lalulintas
Gambar 3.11. Bagan Alir Pemodelan Transportasi 4 (Empat) Tahap
Data jaringan jalan dan data sistem zona merupakan masukan utama
dalam model transportasi empat tahap. Data jaringan jalan
merepresentasikan suplai dan kinerja jaringan jalandi wilayah studi,
sedangkan data sistem zona merepresentasikan karakteristik tata
ruang di wilayah studi dan karakteristik sosio‐ekonomi populasi yang
ada di dalam tata ruang tersebut. Interaksi antara kedua sistem
tersebut akan menjadi bagian utama yang dianalisis dalam model.
3.2. INOVASI PERENCANAAN PENYUSUNAN KAJIAN
TRANSPORTASI
Pada pelaksanaan penyusunan studi sistranas pada tataran
transportasi lokal (Tatralok), tim konsultan berupaya melakukan
inovasi dalam mengkaitkan dinamika sistem transportasi dengan
dinamika perubahan penggunaan lahan dan perkembangan
perkotaan. Hal ini dikarenakan suatu perencanaan sistem transportasi
(Rencana Jaringan dan Simpul Transportasi RJST) dapat
mempengaruhi perkembangan areal perkotaan di masa yang akan
datang, atau lebih spesifik dapat mempengaruhi perubahan pola
pemanfaatan lahan, begitu juga sebaliknya. Dengan adanya sistem
seperti itu maka perlu mendapatkan perhatian serius, terkait adanya
Metodologi III ‐ 21
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Metodologi III ‐ 22
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 3.12. Lingkup Perencanaan Penyusunan Tatralok di Wilayah Provinsi Sulawesi
Tenggara
A. Analisis Ruang Kegiatan
Analisis tata ruang atau ruang kegiatan diperlukan untuk
mengidentifikasi lokasi‐lokasi yang diprioritaskan untuk
mendapatkan pelayanan transportasi. Identifikasi ruang kegiatan
ini juga menentukan hirarki, fungsi dan kelas jalan yang akan
ditetapkan atau kemudian akan ditetapkan.
Metodologi III ‐ 23
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Metodologi III ‐ 24
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Metodologi III ‐ 25
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 3.13. Prosedur Perencanaan Penyusunan Tatralok di
Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
Metodologi III ‐ 26
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Selanjutnya, berdasarkan tipologi tersebut dapat dikembangkan suatu
konfigurasi jaringan yang sesuai untuk wilayah yang bersangkutan, di
mana lokasi simpul yang harus dihubungkan, bentuk fisik jaringan,
serta hirarki jaringan sesuai dengan kecenderungan pola pergerakan
yang ada.
Untuk melayani kebutuhan pergerakan sesuai dengan jenis, pola, dan
intensitas pergerakan barang dan orang secara efisien, maka
diperlukan pembagian peran antar moda yang sesuai dengan
keunggulan komparatifnya dari sisi biaya, waktu, dan jarak untuk
masing‐masing wilayah secara spesifik.
Selanjutnya, dalam rangka efisiensi dan efektivitas investasi dan
utilisasi jaringan, maka diperlukan proses kuantifikasi jaringan dengan
menggunakan suatu model untuk mendapatkan range kapasitas
jaringan transportasi yang optimal dari sisi pelayanan maupun
investasi.
B. Analisis Ruang Lalu Lintas
Analisis ini dilakukan untuk memetakan lokasi, kondisi, hirarki, dan
kapasitas penyediaan sarana, prasarana, dan jaringan transportasi
untuk semua moda. Analisis ini terutama dimaksudkan untuk:
a. Mengidentifikasi permasalahan dalam penyediaan sarana,
prasarana dan jaringan transportasi,
b. Menyiapkan masukan bagi pembentukan model jaringan
transportasi multimoda yang akan digunakan dalam analisis
jaringan,
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap analisis suplai ini terdiri dari:
a. Kompilasi data: menyusun daftar penyediaan sarana dan
prasarana transportasi menurut: moda, lokasi, hirarki, dlsb,
berikut dengan kodifikasi serta presentasinya dalam bentuk peta,
b. Indikator kinerja: menyusun variabel dasar dan faktor yang
mempengaruhi kinerja suplai jaringan transportasi: kapasitas dan
waktu pelayanan,
Jaringan prasarana dibangun berdasarkan suatu desain teknis tertentu
untuk melayani kebutuhan permintaan perjalanan tertentu pula.
Penambahan jumlah permintaan perjalanan dan gangguan terhadap
kondisi prasarana ini akan mempengaruhi indikator kinerja prasarana
tersebut.
Dalam kajian jaringan prasarana transportasi sebaiknya dievaluasi
kondisi jaringan eksisting sehingga diketahui permasalahan yang
terjadi. Tiap moda mempunyai karakteristik tertentu dalam melayani
jumlah permintaan perjalanan tertentu dan kondisi geografis tertentu.
Metodologi III ‐ 27
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Metodologi III ‐ 28
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
C. Analisis Simpul Transportasi
Dalam pengembangan simpul transportasi di dalam Penyusunan
Tatralok di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara ini menitik beratkan
pada simpul transportasi multi moda yaitu terminal, bandara,
pelabuhan, dermaga penyeberangan dan simpul – simpul potensial
lainnya. Pengembangan simpul transportasi ini sangat ditentukan oleh
sistem jaringan jalan yang mendukungnya sehingga simpul‐simpul
tersebut dapat berfungsi dengan baik.
Analisis simpul transportasi sangat penting dalam pengembangan
sistem jaringan sekunder di dalam wilayahProvinsi. Tidak semua
wilayah harus mempunyai simpul transportasi karena konsep
penentuan simpul transportasi ini harus disesuaikan dengan prinsip
kewilayahan atau pengembangan kewilayahan yang diusulkan dalam
tata ruang.
3.3. PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN
3.3.1. LINGKUP PENYUSUNAN RENCANA
Penyusunan Tatran Transportasi Lokal (Tatralok) sebagai pedoman
pembangunan sistem transportasi wilayah kabupaten/kota, memiliki
lingkup kegiatan dan pertimbangan yang secara menyeluruh
menggabungkan beberapa konsep perencanaan pengembangan
wilayah dalam kerangka yang luas. Hasil dari kegiatan ini adalah
diperolehnya daftar prioritas, strategi dan program dari kebutuhan
pengembangan jaringan transportasi di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Usulan kebutuhan pengembangan jaringan transportasi ini perlu
dikembangkan lebih lanjut untuk dapat menyusun program
pencapaiannya. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat dengan
keterbatasan dana yang ada, kemungkinan besar tidak semua
kebutuhan pengembangan jaringan transportasi dapat terlaksana
dalam satu tahun anggaran. Dengan kata lain diperlukan adanya
prioritasi untuk menemukan solusi pentahapan pencapaian jaringan
transportasi jalan sesuai dengan idealisasi yang disusun dalam
Penyusunan Tatralok di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.
3.3.2. PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN
JARINGAN TRANSPORTASI
Dalam menyusun rencana pengembangan jaringan transportasi di
Provinsi Sulawesi Tenggara, berbagai pertimbangan perlu ditelaah
secara mendalam agar dapat disusun suatu rencana dan pentahapan
pelaksanaan kegiatan pengembangan jaringan yang realistis sesuai
Metodologi III ‐ 29
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 3.14. Bagan Alir Proses Analisis Kebijakan
Metodologi III ‐ 30
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Dalam bagan alir penyusunan kebijakan ini beberapa hal penting yang
perlu dilakukan adalah:
a. Perumusan tujuan: Bagaimana Tujuan peningkatan sistem jaringan
transportasi ini dan batasannya?
b. Penyusunan strategi: Bagaimana strategi yang ditempuh agar tujuan
tersebut dapat dicapai?
c. Penyusunan program: Apa saja kegiatan (fisik dan non‐fisik) beserta
jadual/tahapannya untuk melaksanakan strategi implementasi?
Berbagai kriteria perlu dikembangkan untuk menyeleksi dan menyusun
usulan/daftar kebutuhan pengembangan jaringan transportasi
sedemikan sehingga diperoleh prioritas pengembangan yang optimal
ditinjau dari berbagai aspek.
3.3.3. PENYUSUNAN PERENCANAAN STRATEGIS
Pada Gambar 3.15.diperlihatkan alur pikir analisis perencanaan
strategis yang terjadi. Perencanaan strategis diarahkan kepada
penentuan simpul dan lintas strategis. Penyesuian dan/atau penentuan
status serta fungsi jalan tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi
sistem lalu lintas, sistem kegiatan dan sistem kelembagaan yang terjadi
di wilayah tersebut.
Selain penentuan status dan fungsi prasarana transportasi terdapat
juga strategi jaringan pelayanan transportasi. Strategi pelayanan
transportasi memberikan masukan terhadap segmentasi pelayanan
dalam suatu jaringan. Pelayanan transportasi merupakan suatu
variable tidak bebas yang mempunyai input jumlah demand, simpul
dan lintas stategis, kewilayahan, segmentasi penumpang dan jenis
komoditas barang.
Lintas dengan jumlah demand yang besar layak dikembangkan
segmentasi penumpangnya. Pada lintas ini juga dapat
diimplementasikan sistem multioperator untuk masing‐masing lintas.
Selama ini pelayanan transportasi mengadopsi prinsip permintaan
pasar. Kondisi ini mengakibatkan adanya pembagian peran yang tidak
seimbang antar moda karena pengembangan dan pendanaan
prasarana transportasi yang kurang merata.
Kondisi ini harus segera diakhiri. Perlu adanya pengaturan lalu lintas
dan pelayanan transportasi sehingga suatu lintas dapat dilayani
dengan optimal dan memberikan keuntungan maksimum terhadap
masyarakat. Pada Tabel 3.5. memperlihatkan usulan criteria
pengembangan pelayanan transportasi di masing‐masing lintas.
Metodologi III ‐ 31
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan
UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian
UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran
UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan
UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang UU No 20/1992 tentang Pertahanan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Keamanan Negara UU No 32/2004 Pemerintahan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 UU No 26/2007 tentang Penataan Daerah
Tahun 2005 tentang Jalan Tol Ruang UU No 33/2004 tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 34 UU Lingkungan Hidup Perimbangan Keuangan Antara Pusat
Tahun 2006 tentang RTRWN dan Daerah
JalanTATRANAS RTRW Pulau PP No 25/2000 tentang Kewenangan
TATRAWIL/PROP RTRNP Pemerintah dan Kewenangan
TATRALOK RTRW Provinsi/Provinsi Provinsi Sebagai Daerah Otonom
SISTEM SISTEM SISTEM
LALU LINTAS KEGIATAN KELEMBAGAAN
Penetapan Jaringan Parsarana dan
Jaringan Pelayanan Transportasi
Kabupaten
/ Kota
Dasar Pemikiran
Dasar Pertimbangan
Gambar 3.15. Analisis Peraturan dan Perundangan Yang Berlaku
Tabel 3.5. Usulan Kriteria Pengembangan Pelayanan Transportasi di Masing‐masing
Jaringan Lintas
Jenis Lintas Klasifikasi Lintas Prasarana Pendukung Kriteria
Lintas Antar Pulau Lintas Utama - Multimoda/unimoda - Jumlah Demand
transportasi - Jenis komoditas barang
- Coopetisi moda - Pendapatan penduduk
Lintas Cabang - Multimoda/unimoda - PDRB wilayah
transportasi - Hirarki kewilayahan
- Coopetisi moda - Kondisi jaringan prasarana
Lintas Dalam Lintas Utama - Multimoda/unimoda
Pulau transportasi
- Coopetisi moda
Lintas Cabang - Multimoda/unimoda
transportasi
- Coopetisi moda
Metodologi III ‐ 32
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Metodologi III ‐ 33
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tabel 4.1. Luas Wilayah Kota Kendari menurut Kecamatan, 2011
Sepintas tentang posisi geografisnya, Kota Kendari memiliki batas‐
batas sebelah Utara ‐ Kabupaten Konawe; Timur ‐ Laut Kendari ;
Selatan ‐ Kabupaten Konawe Selatan ; Barat ‐ Kabupaten Konawe
Selatan. Kota Kendari terbentuk dengan Undang‐Undang Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 1995 yang disyahkan pada tanggal 3 Agustus
1995 dengan status Kotamadya Daerah Tingkat II Kendari.
Tabel 4.2. Batas Wilayah Kota Kendari menurut Kecamatan, 2011
2. Tinggi wilayah
Dilihat berdasarkan ketinggian wilayah kota Kendari di atas permukaan
laut, kecamatan Mandonga merupakan wilayah tertinggi berada pada
ketinggian 30 meter di atas permukaan laut. Selanjutnya wilayah
Kecamatan Abeli dan Kendari Barat berada pada ketinggian 3 meter di
atas permukaan laut.
4.1.2. Keadaan Iklim
Sebagaimana daerah‐daerah lain di Indonesia, Kota Kendari hanya
dikenal dua musim yakni musim kemarau dan musim hujan. Keadaan
musim sangat dipengaruhi oleh arus angin yang bertiup di atas
wilayahnya.
Menurut data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika Stasiun Meteorologi Maritim Kendari tahun 2011 terjadi 187
hari hujan dengan curah hujan 1.855, mm.
Suhu udara dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Perbedaan
ketinggian dari permukaan laut, daerah pegunungan dan daerah
pesisir mengakibatkan keadaan suhu yang sedikit beda untuk masing‐
masing tempat dalam suatu wilayah. Secara keseluruhan, wilayah Kota
Kendari merupakan daerah bersuhu tropis.
Menurut data yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika
Stasiun Maritim Kendari, selama tahun 2011 suhu udara maksimum 32,7
oC dan minimum 29,96 oC. Tekanan udara rata‐rata 1.011,7 millibar
dengan kelembaban udara rata‐rata 84,58 persen. Kecepatan angin di
Kota Kendari selama tahun 2011 pada umumnya berjalan normal,
mencapai 6,07 m/detik.
Tabel 4. 3. Rata – rata Jumlah Hari Hujan, Curah Hujan, dan Penyinaran Matahari
Setiap Bulan di Kota Kendari, 2011
4.1.3. Pemerintahan
Wilayah administrasi Kota Kendari terdiri atas 10 wilayah Kecamatan,
yaitu Kecamatan Mandonga, Kecamatan Baruga, Kecamatan Puuwatu,
Kecamatan Kadia, Kecamatan Wua‐Wua, Kecamatan Poasia,
Kecamatan Abeli, Kecamatan Kambu, Kecamatan Kendari dan
Kecamatan Kendari Barat berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kendari
Nomor 5 s/d 14 Tahun 2005 yang selanjutnya terbagi menjadi 64
kelurahan.
Tabel 4. 4. Pembagian Daerah Administrasi Kota Kendari, 2011
Secara terinci wilayah administrasi pemerintah Kecamatan Mandonga
tahun 2011 dengan ibukotanya Wawombalata, terdiri dari 6 kelurahan;
wilayah administrasi pemerintah Kecamatan Baruga dengan
ibukotanya Watubangga, terdiri dari 4 kelurahan; Kecamatan Puuwatu
dengan ibukotanya Puuwatu terdiri dari 6 kelurahan; wilayah
administrasi Kecamatan Kadia dengan ibukotanya Kadia terdiri dari 5
kelurahan; wilayah administrasi Kecamatan Wua‐Wua dengan
ibukotanya Anawai terdiri dari 4 kelurahan; pemerintah Kecamatan
Poasia dengan ibukotanya Rahandouna terdiri dari 4 kelurahan;
wilayah administrasi pemerintah Kecamatan Abeli dengan ibukotanya
Anggalomelai terdiri dari 13 kelurahan; wilayah administrasi Kecamatan
Kambu dengan ibukotanya Padaleu terdiri dari 4 kelurahan; wilayah
administrasi pemerintah Kecamatan Kendari dengan ibukotanya
Kandai terdiri dari 9 kelurahan; dan wilayah administrasi Kecamatan
Kendari Barat dengan ibukotanya Benu‐Benua terdiri dari 9 kelurahan.
Menyikapi tuntutan tetap tegaknya semangat reformasi, maka
penyelenggaraan pemerintahan di wilayah Kota Kendari dilaksanakan
dengan bertumpu pada prinsip demokratis, partisipatif, transparansi
Tabel 4.5. Penduduk Kota Kendari menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, 2011
Jumlah Penduduk Tahun 2011 adalah sebesar 295.737 jiwa. Penduduk
tersebut tersebar dengan persebaran yang tidak merata. Pada tahun
2011, sebanyak 14,81 persen penduduk kota Kendari tinggal di wilayah
Kendari Barat, hanya 6,68 persen tinggal di Kecamatan baruga, dan
selebihnya tersebar pada 8 kecamatan dengan persebaran yang
bervariasi. Di samping itu, dilakukan penghitungan kepadatan
penduduk pada masing‐masing wilayah Kecamatan.Kepadatan
penduduk adalah banyaknya penduduk per km persegi. Kadia
merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk paling tinggi
yaitu sebesar 5.184 jiwa per km2 sedangkan Baruga merupakan
kecamatan dengan kepadatan penduduk paling rendah yaitu sebesar
405 jiwa per km2.
Tabel 4. 6. Persebaran Penduduk Kota Kendari menurut Kecamatan, 2011
Tabel 4.7. Kepadatan Penduduk Kota Kendari menurut Kecamatan, 2011
Bila dilihat berdasarkan rasio jenis kelamin, di kota Kendari terdapat
lebih banyak penduduk laki‐laki daripada perempuan. Rasio jenis
kelamin adalah perbandingan antara banyaknya penduduk laki‐laki
dengan banyaknya penduduk perempuan pada suatu daerah dan
waktu tertentu.Biasanya dinyatakan dengan banyaknya penduduk laki‐
laki untuk 100 perempuan. Rasio jenis kelamin penduduk Kota Kendari
sebesar 101,98 Atau dengan kata lain, terdapat 102 penduduk laki‐laki
untuk tiap 100 penduduk perempuan.
Tabel 4.8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Rasio Jenis Kelamin, 2011
3. Laju Pertumbuhan Penduduk
Rata‐rata laju pertumbuhan penduduk adalah angka yang
menunjukkan tingkat pertumbuhan penduduk per tahun dalam jangka
waktu tertentu. Selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun
2011, untuk laju pertumbuhan penduduk menurut kecamatan, Baruga
merupakan kecamatan dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi
yaitu sebesar 2,00 persen per tahun. Selanjutnya Wua‐wua merupakan
kecamatan dengan laju pertumbuhan penduduk paling rendah yaitu
sebesar 1,98 persen per tahun. Secara umum, laju pertumbuhan
penduduk kota Kendari sebesar 1,99 persen per tahun.
Tabel 4.9. Rata – rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun (2000 – 2011) menrut
Kecamatan di Kota Kendari
4. Ketenagakerjaan
Sumber utama data ketenagakerjaan adalah Survei Angkatan Kerja
Nasional (Sakernas).Survei ini dirancang khusus untuk mengumpulkan
data ketenagakerjaan.Pada tahun 1994‐2001, Sakernas dilaksanakan
secara tahunan yaitu pada setiap bulan Agustus.
Pada tahun 2002‐2004, disamping Sakernas tahunan dilakukan pula
Sakernas triwulanan.Hal itu dimaksudkan untuk memantau indikator
ketenagakerjaan secara dini di Indonesia, yang mengacu pada KILM
(the key indicators of the Labour Market) yang direkomendasikan oleh
ILO (International Labour Organization).
Sejak tahun 2005, pengumpulan data Sakernas dilaksanakan secara
semesteran pada bulan Februari (semester I) dan Agustus (semester
II).Inflation factor yang digunakan dalam penghitungan angka hasil
Sakernas didasarkan pada total penduduk dirinci menurut kelompok
umur, kecamatan, dan daerah perkotaan dan pedesaan hasil
penghitungan penduduk.
5. Jumlah Penduduk Yang Bekerja
Penduduk dapat dikelompokkan menjadi penduduk usia kerja dan
bukan usia kerja. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur
15 tahun ke atas. Dalam hal ini di Kota Kendari pada tahun 2011
terdapat 77,282 jiwa yang tergolong dalam penduduk usia kerja.
Selanjutnya penduduk usia kerja dikelompokkan ke dalam penduduk
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah
penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya
pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Ada
sejumlah 198,109 jiwa yang tergolong penduduk angkatan kerja.
Dari sejumlah angkatan kerja tersebut, terdapat 120,827 jiwa yang
bekerja. Bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau
keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit selama satu jam secara
terus menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga
tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi).
Jumlah jam kerja seluruhnya adalah jumlah jam kerja yang digunakan
untuk bekerja (tidak termasuk jam kerja istirahat resmi dan jam kerja
digunakan untuk hal‐hal diluar pekerjaan). Adapun status pekerjaan
adalah kedudukan seseorang dalam unit usaha/ kegiatan dalam
melakukan pekerjaan.
Pekerja tak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu usaha
untuk memperoleh penghasilan/keuntungan yang dilakukan oleh salah
seorang anggota rumah tangga atau bukan anggota rumah tangga
tanpa mendapat upah/gaji.
4.1.5. Sosial
Dalam pelaksanaan pembangunan sosial, pemerintah telah
mengupayakan agar terciptanya kesejahteraan masyarakat dibidang
sosial yang lebih baik. Usaha tersebut antara lain meliputi kegiatan di
Bidang Pendidikan, Kesehatan, Keluarga Berencana, Agama,
Keamanan dan Ketertiban Masyarakat serta Bidang Sosial lainnya.
1. Pendidikan
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang dimulai dari
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan yang dicatat
adalah pendidikan formal berdasar kurikulum Kementerian Pendidikan
Nasional, termasuk pendidikan yang diselenggarakan oleh pondok
pesantren dengan memakai kurikulum Kementerian Pendidikan
Nasional, seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah
(MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Pondok Pesantren/madrasah
diniyah adalah sekolah yang tidak memakai kurikulum dari
Kementerian Pendidikan Nasional.
Gambar 4.1. Angka Partisipasi Sekolah menurut Kelompok Umur di Kota Kendari,
2007 – 2010
Tabel 4.10. Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid menurut Tingkat Pendidikan,
2009/2010 – 2011/2012
2. Kesehatan dan KB
Pembangunan kesehatan di Kota Kendari dititikberatkan pada
peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.Demikian pula
halnya pelaksanaan program Keluarga Berencana diarahkan untuk
menciptakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera
(NKKBS).Peningkatan mutu tersebut salah satunya melalui
ketersediaan fasilitas kesehatan diantaranya Rumah Sakit, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, maupun Puskesmas Plus.
Rumah Sakit adalah tempat pemeriksaan dan perawatan kesehatan,
biasanya berada dibawah pengawasan dokter/tenaga medis, termasuk
rumah sakit khusus seperti rumah sakit perawatan paru‐paru dan RS
jantung.Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan milik pemerintah
yang bertanggungjawab terhadap pelayanan kesehatan masyarakat
untuk wilayah kecamatan.Tim Puskesmas sesuai jadwal dapat
melakukan kegiatan puskesmas keliling ke tempat‐tempat tertentu
dalam wilayah kerjanya, untuk mendekatkan pelayanan dengan
masyarakat.Puskesmas Pembantu (pustu) yaitu unit pelayanan
kesehatan masyarakat yang membantu kegiatan Puskesmas di
sebagian dari wilayah kerja. Pada tahun 2011, penyediaan fasilitas
kesehatan di kota Kendari mengalami penuruan (2,08) persen
dibandingkan tahun sebelumnya.
Gambar 4.2. Fasilitas Kesehatan di Kota Kendari, 2006 ‐ 2011
Tabel 4.11. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan PNS di Kota Kendari, 2007 ‐ 2011
4.1.6. Perdagangan
Kegiatan Perdagangan di Kota Kendari terdiri dari perdagangan ekspor
dan impor serta perdagangan antar pulau.Jenis barang yang
diperdagangkan meliputi berbagai komoditi dari hasil pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan.
1. Ekspor dan Impor
Sistem pencatatan statistik Ekspor dan Impor adalah “General Trade”
dengan wilayah pencatatan meliputi seluruh wilayah kepabeanan
Indonesia.Pengesahan dokumen kepabeanan ekspor dan impor
dilakukan oleh Bea dan Cukai berdasarkan persetujuan muat/bongkar
barang.
Barang‐barang yang dikirim ke luar negeri untuk diolah dicatat sebagai
ekspor,sedangkan hasil olahan yang dikembalikan ke Indonesia dicatat
sebagai impor. Barang‐barang luar negeri yang diolah di dalam negeri
dicatat sebagai barang impor meskipun barang olahan tersebut akan
kembali ke luar negeri.
Kegiatan perdagangan antarpulau di Kota Kendari memperdagangkan
barang‐barang yang berasal dari hasil bumi dan laut. Hasil bumi
meliputi barang‐barang hasil tanaman pangan, perkebunan, perikanan,
peternakan, dan hasil hutan, sedangkan hasil laut meliputi ikan dan
hasil‐hasil lainnya.
Tabel 4.12. Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau menurut Hasil Bumi dan Laut
serta Barang Strategis di Kota Kendari, 2011
Nilai impor pada pelabuhan bongkar Kota Kendari pada tahun 2011,
mengalami peningkatan yang, jika dibandingkan dengan nilai impor
tahun 2010 yang mengalami pertumbuhan sebesar (51,85) persen.
Impor terbesar oleh kota Kendari pada tahun 2011 adalah pada
komoditas bahan bakar mineral yaitu mencapai 2.232.103 kilogram
dengan nilai 1.305.201 US$. Sedangkan ekspor terbesar adalah pada
bijih logam, terak, dan abu sebesar 3.920.469.877 kilogram dengan
nilai sebesar 79.431.801 US$.
Tabel 4.13. Volume dan Nilai Ekspor Kota Kendari menurut Negara Tujuan, 2006 ‐ 2011
Tabel 4.14. Jenis Komoditas Impor di Pelabuhan Kendari menurut Berat dan Nilai
Impor, 2011
2. Sarana Perdagangan
Kegiatan perdagangan ditunjang oleh sarana dan fasilitas
perdagangan.Semakin meningkat sarana perdagangan, mencerminkan
peningkatan kegiatan perekonomian.Sarana perdagangan dalam skala
besar biasanya memiliki badan hukum.
Bila dilihat dari jumlah badan hukum yang teregistrasi pada Dinas
Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi kota Kendari, terjadi
peningkatan sebesar 37,38 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Bila dilihat dari jenis badan hukumnya, badan hukum terbanyak adalah
usaha perorangan, namun peningkatannya sangat signifikan
dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu mencapai 24,95 persen.
Sementara itu badan usaha Perseroan Terbatas, Persekutuan
Komanditer dan Koperasi, masing‐masing memiliki peningkatan yang
cukup signifikan yaitu di atas 45 persen. Sedangkan usaha koperasi
tumbuh sebesar 42,86 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
4.1.7. Transportasi Darat
Panjang jalan
Data panjang jalan negara, panjang jalan provinsi, dan panjang jalan
kota bersumber dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Kendari.
Jalan merupakan prasarana yang dilalui angkutan darat dimana sangat
memegang peranan penting dalam memperlancar hubungan kegiatan
perekonomian baik antara satu kota dengan kota lainnya, ataupun
antara kota dengan desa serta antara desa dengan desa lainnya.
Kondisi jalan yang baik akan mempermudah mobilitas penduduk dan
memperlancar transportasi memindahkan barang dalam hubungan
kegiatan ekonomi dan sosial lainnya. Sebaliknya bilamana kondisi jalan
kurang baik maka penduduk akan mendapat kesulitan dalam
hubungan kegiatan ekonomi maupun aktifitas lainnya. Pada tahun
2011, untuk panjang jalan kota Kendari, terdapat 40 persen dalam
kondisi baik, 19 persen kondisi sedang, 33 persen dalam kondisi rusak,
dan 8 persen lainnya dalam kondisi rusak berat.
Tabel 4.15. Panjang Jalan Negara, Provinsi, Dan kota Menurut Jenis Permukaan di
Kota kendari, 2003‐2007
Tabel 4.17. Panjang Jalan menurut Kelas Jalan di Kota Kendari (km), 2011
Tabel 4.18. Panjang Jalan Negara, Propinsi dan Kabupaten/Kota menurut Jenis
Permukaan di Kota Kendari, 2007 ‐ 2011
Gambar 4.3. Kondisi Permukaan Jalan Kota menurut Jenis Permukaan di Kota
Kendari, 2011
Kendaraan bermotor
Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh
peralatan teknik yang ada pada kendaraan tersebut, biasanya
digunakan untuk angkutan orang atau barang di atas jalan
raya.Kendaraan bermotor yang dicatat adalah semua jenis kendaraan
kecuali kendaraan bermotor TNI/Polri.
Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
dengan tempat duduk untuk sebanyak‐banyaknya delapan orang,
tidak termasuk tempat duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi atau
tidak dilengkapi bagasi.
Mobil bis adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan
tempat duduk untuk lebih dari delapan orang, tidak termasuk tempat
duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi atau tidak dilengkapi bagasi.
Mobil truk adalah setiap kendaraan bermotor yang digunakan untuk
angkutan barang, selain mobil penumpang, mobil bis, dan kendaraan
bermotor roda dua.
Sumber data transportasi berasal dari masing‐masing instansi terkait,
dikumpulkan setiap bulan. Kunjungan kapal adalah kapal yang datang
di pelabuhan baik untuk berlabuh di perairan maupun bersandar di
dermaga. Pada tahun 2011, di Kota Kendari terdapat 128.987
kendaraan bermotor yang terdaftar pada kepolisian daerah, atau
meningkat 27,72 persen dibandingkan tahun sebelumnya
Tabel 4.19. Kendaraan Bermotor Terdaftar menurut Jenis Kendaraan di Kota
Kendari Tahun 2003 ‐ 2007
Tabel 4.20. Kendaraan Bermotor Terdaftar menurut Jenis Kendaraan di Kota Kendari,
2010 ‐ 2011
Angkutan Penyeberangan
Angkutan penyeberangan merupakan suatu sistem angkutan yang
berdiri sendiri maupun sebagai bagian dari sistem transportasi darat.
Mengingat pentingnya pengoperasian angkutan penyeberangan yang
optimal tersebut maka yang menjadi permasalahan adalah apakah
jumlah dan kapasitas armada serta pola operasi yang terdapat pada
beberapa lintasan penyeberangan tersebut mampu mengatasi
peningkatan arus muatan pada saat ini hingga 25 tahun kemudian.
Sehingga yang menjadi tujuan penelitian ini adalah menentukan
jumlah dan kapasitas armada serta pola operasi yang optimal untuk
untuk dioperasikan pada tiga rute penyeberangan potensial di Kota
Kendari.
Tabel 4.21. Kunjungan Kapal, Arus Barang dan Penumpang Pelayaran
Penyeberangan Ferry di Pelabuhan Kendari, 2011
Gambar 4.4. Grafik Banyaknya Kunjungan kapal Penyeberangan Ferry, 2007‐2011
Tabel 4.23. Kunjungan Kapal menurut Jenis Pelayaran, 2011
Tabel 4.24. Arus Barang dan Penumpang di Kota Kendari, 2007 ‐ 2011
Tabel 4.26. Data Pergerakan Pesawat dan Penumpang di Bandara Haluoleo Kendari
4.1.10. Pendapatan Regional
Keberhasilan dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat
dilihat dari tingkat perekonomiannya yang tercermin melalui
pendapatan regional yang dihasilkan wilayah tersebut.Melalui data
pendapatan regional yang secara berkala dihitung, dapat diketahui
tingkat pertumbuhan ekonomi, kemakmuran, inflasi maupun deflasi,
serta gambaran struktur perekonomian suatu wilayah.Penghitungan
statistik neraca regional yang digunakan disini mengikuti petunjuk
yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa‐Bangsa yang dikenal
sebagai “Sistem Neraca Nasional”, namun penerapannya telah
disesuaikan dengan kondisi sosial‐ekonomi Indonesia.Hal tersebut
dimaksudkan agar perekonomian suatu wilayah dapat terukur dan
diperbandingkan antarwaktu dan antarwilayah guna keperluan analisis
kinerja perekonomian regional maupun nasional.
4.1.11. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarkan
kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah)
pada suatu waktu tertentu. Untuk menyusun PDRB digunakan 2
pendekatan yaitusektoral dan penggunaan. Keduanya menyajikan
komposisi data nilai tambah dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi
dan menurut komponen penggunaannya.Dalam publikasi ini disajikan
data PDRB dihitung berdasarkan sisi sektoral.PDRB sektoral
merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto yang
mampu diciptakan oleh sektor‐sektor ekonomi atas berbagai aktivitas
produksinya.
PDRB sektoral dirinci menurut total nilai tambah dari seluruh ekonomi
yang mencakup sektor Pertanian; Pertambangan dan Penggalian;
Industri Pengolahan; Listrik dan Air Bersih; Konstruksi; Perdagangan;
Restoran dan Hotel; Pengangkutan dan Komunikasi; Lembaga
Keuangan; dan Jasa‐jasa. PDRB maupun agregat turunannya disajikan
dalam dua versi penilaian, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas
dasar harga konstan.Disebut sebagai berlaku karena seluruh agregat
dinilai dengan menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan
harga konstan penilaiannya penilaiannya didasarkan pada harga satu
tahun dasar tertentu.Dalam publikasi ini digunakan harga tahun 2000
sebagai dasar penilaian.
Tabel 4.271. Produk Domestik Regional Bruto Kota Kendari, 2005 ‐ 2010
Kondisi Wilayah dan Jaringan Transportasi Saat Ini IV ‐ 27
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tabel 4.282. Produk Domestik Regional Bruto Kota Kendari menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2007 – 2010
Gambar 4.5.Peta Jaringan Konektivitas Antar Wilayah di Sulawesi Tenggara
(Sumber : Tatrawil Sultra 2012)
Gambar4.6. Peta Klasifikasi Jaringan Jalan Sulawesi Tenggara
(Sumber : Tatrawil Sultra 2012)
Gambar4.7. Peta Lokasi Terminal Angkutan Darat di Sulawesi Tenggara
(Sumber : Tatrawil Sultra 2012)
Gambar4.8. Peta Jalur Pelayaran di Sulawesi Tenggara
A. Tinjauan Kondisi Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Kendari
Berikut adalah beberapa identifikasi permasalahan yang timbul
sebagai dampak dari pemanfaatan tata ruang yang selama ini
dilakukan di Kota Kendari :
1. Sejalan dengan perkembangan fisik wilayah Kota Kendari yang
secara keseluruhan mengakibatkan penyebaran konsentrasi
penduduk ke bagian‐bagian kota yang dikembangkan ternyata
tidak diikuti oleh penyediaan perkotaan yang memadai.
2. Persebaran penduduk yang tidak merata dan cenderung terpusat
di pusat‐pusat kegiatan seperti, Mandonga dan sekitarnya, Wua‐
Wua, dan Pasar Baru.
3. Terjadinya tekanan besar di kawasan pusat kota (Mandonga dan
Wua‐Wua) yang mengakibatkan:
a. Terbentuknya kegiatan dan lalulintas campuran (mix use activity
and traffic)
b. Terjadinya benturan antar kegiatan seperti kegiatan lalulintas
angkutan kota dengan pedagang kakilima dalam saturuang
kawasan yang luasnya terbatas. Hal ini dapat dilihat di kawasan
Mandonga, Wua‐Wua, dimana pada jam sibuk kawasan‐kawasan
inimerupakan titik kemacetan lalulintas.
c. Terjadinya benturan kepentingan pemanfaatan ruang antara
kegiatan komersial dengan kegiatan pendidikan maupun
perkantoran serta kegiatan lainnya (terjadi sepanjang jalan arteri
dan kolektor primer).
4. Perkembangan fisik yang tidak direncanakan di beberapa kawasan
fungsional yang membebani pelayanan fasilitas perkantoran,
seperti tersebarnya kegiatan industry dalam kawasan‐kawasan
permukiman, sementara peruntukan kawasan industry Puwatu
sampai saat ini tidak dikembangkan.
5. Tumbunya beberapa kawasan sector strategis yang perlu
mendapat antisipasi penataan ruang untuk mengarahkan
perkebangannya, seperti kegiatan industry perikanan yang ada di
dua kawasan, yaitu Kecamatan Poasia dan Kecamatan Kendari.
6. Perkembangan lahan permukimandan lahan usaha tanimasyarakat
yang belum dapat dikendalikan dengan baik., sehingga ada
sebagian masyarakat yang memanfaatkan lahan hutan untuk
tempat tinggal dan berkebun. Kegiatan tersebut akan berakibat
pada kerusakan hutan sebagaimana yang terjadi di Tahura Murhum
dan Nanga‐Nanga sebagai akibat dari penebangan liar (illegal
logging), yang menyebabkan erosi dan pendangkalan estuaria teluk
kendari. Pendangkalan Teluk Kendari secara tidak langsung akan
berakibat pada terbatasnya jenis angkutan laut yang dapat
berlabuh dan singgah di Pelabuhan Kendari, sehingga menurunkan
kinerja pelayanan transportasi angkutan laut.
B. Tinjauan Kondisi Sarana dan Prasarana Transportasi
A). Transportasi Darat
1. Permasalahan mendasar terkait sarana dan prasarana transportasi
darat adalah belum terpadunya berbagai moda angkutan yang ada
baik antara angkutan umum dan angkutan pribadi, maupun dari sisi
kndaraan moda, lokasi, dan waktu operasinya. Disamping itu,
buruknya pelayanan angkutan umummenyebabkan angkutan
proibadi maupun ojek berkembang sangat pesat.
2. Dengan Pertumbuhan penduduk Kota Kendari yang cukuptinggi
saat ini menyebabkan kebutuhan akan lokasi tempat tinggal
semakin meningkat, yang menyebabkan harga tanah di perkotaan
semakin mahal, sehingga mendorong munculnya perumahan yang
semakin menjauh dari pusat kota. Namun demikian, penyebaran
penduduk yang semakin meluas yang berimplikasi pada
meningkatnya umlah kebutuhan kendaraan tidak diimbangi
dengan penyediaan prasarana jalan yang memadai. Kondisi ini jika
tidak segera diatasi tentunya akan menimbulkan masalah yang
serius terhadap kualitas pelayanan transportasi di Kota Kendari.
Oleh karena itu, adanya penataan jaringan jalan yang optimal
sangat diperlukan untuk dapat menjadi upaya mengatasi
permasalahan transportasi darat yang terjadi.
Tabel 4.29. Berbagai Dampak Pengoperasian Sistem Transportasi
Jenis Dampak
Akibat lalulintas Polusi udara
Kebisingan
Getaran
Kerusakan fisik
Ketidaknyamanan/ ketidakamanan
Akibat badan jalan Intrusi visual dan estetika
Pemisahan lahan / pembongkaran
bangunan
Peruahan akses dan nilai lahan
Pengaruh terhadap alam
Pengaruh terhadap situs budaya dan
sejarah
Lapangan kerja / bisnis
Sumber: Tantangan Menuju Sistem Transportasi Berkelanjutan (Syafrudin, 2000)
3. Semakin banyaknya ruko dan bangkitan transportasi lainnya yang
tersebar hampir di seluruh wilayah Kota Kendari, dapat
berimplikasi pada munculnya kemacdtan serta kesemrawutan
pelayanan transportasi darat. Di samping itu pengendalian ruang
dan kapasitas jalan melalui manajemen transportasi perlu
dilakukan, seperti penggunaan moda angkutan kota dengan
kapasitas yang lebih besar (substitusi mikrolet yang berkapasitas 12
penumpang dengan bis kota yang berkapasitas 25 sampai 30
penumpang), penggunaan traffic light pada simpang‐simpang
kritis, pemisah ruang jalan antara kendaraan lambat (sepeda,
becak, delman, dsb.), pengendalian parking on street, optimalisasi
pemanfaatan trotoar khusus bagi pedestrian dan berbagai upaya
pengendalian ruang jalan lainnya dalam rangka menata
transportasi khususnya aktifitas yang terkait dengan pengunaan
moda angkutan darat di wilayah Kota Kendari.
4. Disamping itu lalulintas yang tercampur juga merupakan
problematika serius bagi Kota Kendari dalam menata ruang jalan
kota. Kesemrawutan ruas dan simpang jalan dapat mengakibatkan
peningkatan resiko kecelakaan, gangguan terhadap keindahan
kota (intrusi visual ruang jalan), kemacetan, polusi dan berbagai
dampak negative lainnya yang ditimbulkannya.
5. Kondisi topografi daratan Kota Kendari yang berbukit,
menyebabkan penyediaan prasarana jalan yang tidak datar,
terutama pada simpang jalan arteri dan kolektor. Hal ini
menyebabkan ketidaknyamanan bagi pengguna moda angkutan
dalam menyesuaikan perjalanan. Kondisi topografi ini akan dapat
berimplikasi pada meningkatnya angka kecelakaan serta
kesemrawutan lalulintas bila tidak ada penanganan perbaikan
alinyemen jalan dan penggunaan tanda‐tanda serta marka
lalulintas yang tepat pada lokasi‐lokasi rawan kecelakaan lalulintas.
6. Selain jaringan jalan, prasarana transportasi darat lain juga penting
untuk diperhatikan adalah terminal. Karena sistem terminal yang
belum mantap saat ini merupakan aspek penting yang perlu
diselesaikan untuk menciptakan sistem transportasi darat yang
baik.
7. Persoalan transportasi lainnya adalah bagaimana menciptakan
aksesibilitas bagi semua orang, maka persoalan yang mungkin
harus segera dipikirkan pemecahannya adalah persoalan akses bagi
pedestrian (pejalan kaki), akses bagi anak‐anak, manula, dan orang
dengan kemampuan fisik terbatas lainnya dalam hal pemanfaatan
ruang jalan yang nyaman, mudah dan selamat.
8. Tingkat pelayanan jalan dapatditunjukkan dari perbandingan nilai
volume per kapasitas (V/C) dari ruas jalan yang disurvei. Kapasitas
ruas jalan didefinisikan sebagai arus lalulintas maksimum yang
dapatmelointas dengan stabil pada suatu potongan melintang
jalan pada keadaan (geometric, pemisah arah, komposisi lalulintas,
lingkungan) tertentu. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI,
1997) menetapkan karakteristik tingkat pelayanan seperti terlihat
pada table berikut.
Tabel 4.30. Karakteristik Tingkat Pelayanan Jalan
TINGKAT BATAS LINGKUP
KARAKTERISTIK‐KARAKTERISTIK
PELAYANAN V/C
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi pengemudi dapatmemilih
A 0.00 – 0.20
kecepatan yangdiinginkan tanpa hambatan.
Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi
B lalulintas. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih 0.20 – 0.44
kecepatan.
Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan.
C 0.45 – 0.74
Pengemudidibatasi dalam memilih kecepatan.
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan V/C masih
D 0.75 – 0.84
dapat ditolerir.
Volume lalulintas mendekati / berada pada kapasitas. Arus tidak stabil,
E 0.85 – 1.00
kecepatan terkadang terhenti.
Arus yang dipaksakan ataumacet. Kapasitasrendah, volume dibawah
F > 1.00
rendah. ANtrian panjang dan terjadihambatan‐hambatan yang besar.
Sumber : MKJI, 1997
Tabel 4.31. Tingkat Pelayanan Jalan Kota Kendari
Tipe Lebar Kapasitas Volume Level
Nmr Rute‐ Rasio
No Nama Jalan Segmen Lajur Jalan Jalan (C) Lalin (V) Of
Ruas V/C
Jalan (m) (SMP/Jam) (SMP/Jam) Service
PSR BARU – 2/2UD 6 1953 1461 0.75 D
SIMPANG TIGA
1 400.006 JL. MT. HARYONO UNHALU
PSR BARU – 2/2UD 12 2518 1610 0.64 C
SIMPANG A. YANI
SIMPANG TIGA 2/2UD 6 2089 656 0.31 B
2 400.007 JL. ANDUONOHU UNHALU ‐
AUNDONOHU
SIMPANG 2/2UD 12 2833 1671 0.59 C
WALIKOTA –
SIMPANG A. YANI
3 002.12K JL. AHMAD YANI
SIMPANG A. YANI 2/2UD 8 2655 979 0.37 B
– SIMPANG LEPO ‐
LEPO
JL. DR. SAM KOTA – SIMPANG 2/2UD 12 2748 1500 0.55 C
4 001.18K
RATULANGI SARANANI
BUNDARAN – 2/2UD 12 2443 1545 0.63 C
JL. ABDULLAH
5 002.11K SIMPANG MALIK
SILONDAB
RAYA
BUNDARAN – 2/2UD 6 1953 631 0.32 B
6 01 – 1A.K JL. PATTIMURA TERMINAL
PUWATU
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Nilai V/C rasio yang dianalisis dengan metode MKJI 1997 pada
beberapa ruas jalan di Kota Kendari memberikan gambaran bahwa
secara umum ruas jalan di KotaKendari saat ini masih memberikan
tingkat pelayanan yang cukup baik. Berdasarkan skala penilaian di
atas, poros Pasar Baru – Simpang Kampus Baru mempunyai tingkat
pelayanan yang sangat rendah. Hasil analisis menunjukkan bahwa ruas
jalan tersebut berada pada zona 8. Bangkitan dan tarikan yang
disebabkan oleh Kampus Universitas Haluoleo serta Pasar Baru Wua‐
Tabel 4.32. Kinerja Jaringan Jalan Kota Kendari
Nmr Titik Pengenal Panjang Lebar Volume Lalulintas (SMP/Jam)
Fungsi Status
No Rute‐ Nama Jalan Ruans Jalan Segmen
Awal Akhir Jalan Jalan Hari Kerja Hari Libur
Ruas (km) (m)
PSR BARU – ARAH 1 : 734 (50%) ARAH 1 : 622 (51%)
6 Kolektor Kota SIMPANG TIGA ARAH 2 : 727 (50%) ARAH 2 : 597 (49%)
JL. MT. Jln. Ahmad Jln. UNHALU Total 2 Arah : 1461 Total 2 Arah : 1219
1 400.006 3.2
HARYONO Yani Latsitrada PSR BARU – ARAH 1 790 (49%) ARAH 1 : 818 (51%)
12 Kolektor Kota SIMPANG A. ARAH 2 : 813 (51%) ARAH 2 : 792 (49%)
YANI Total 2 Arah : 1603 Total 2 Arah : 1610
400.007 JL. ANDUONOHU Jln. Sp. Ktr. SIMPANG TIGA ARAH 1 : 327 (50%) ARAH 1 : 322 (51%)
2 Latsitrada Camat Tpk. 2.87 6 Kolektor Kota UNHALU ‐ ARAH 2 : 329 (50%)) ARAH 2 : 305 (49%)
Kuda AUNDONOHU Total 2 Arah : 656 Total 2 Arah : 626
SIMPANG ARAH 1 : 813 (49%) ARAH 1 : 635 (48%)
WALIKOTA – ARAH 2 : 858 (51%) ARAH 2 : 676 (52%)
12 Ateri Nasional
SIMPANG A. Total 2 Arah : 1671 Total 2 Arah : 1311
Jln.
3 002.12K JL. AHMAD YANI Jembatan 4.5 YANI
Abunawas
SIMPANG A. ARAH 1 : 448 (46%) ARAH 1 : 426 (51%)
8 Ateri Nasional YANI – SIMPANG ARAH 2 : 530 (54%) ARAH 2 : 401 (49%)
LEPO‐LEPO Total 2 Arah : 979 Total 2 Arah : 827
001.18K JL. DR. SAM Bundaran Jembatan KOTA – ARAH 1 : 666 (44%) ARAH 1 : 601 (49%)
4 RATULANGI Mandonga 1.42 12 Ateri Nasional SIMPANG ARAH 2 : 835 (56%) ARAH 2 : 625 (51%)
SARANANI Total 2 Arah : 1500 Total 2 Arah : 1226
002.11K JL. ABDULLAH Bundaran Jl. BUNDARAN – ARAH 1 : 726 (47%) ARAH 1 : 535 (40%)
5 SILONDAB Mandonga Abunawas 1.55 12 Ateri Nasional SIMPANG MALIK ARAH 2 : 819 (53%) ARAH 2 : 793 (60%)
RAYA Total 2 Arah : 1545 Total 2 Arah : 1328
01 – 1A.K JL. PATTIMURA Jembatan Jembatan BUNDARAN – ARAH 1 : 329 (52%) ARAH 1 : 310 (50%)
6 2.94 6 Ateri Nasional TERMINAL ARAH 2 : 302 (48%) ARAH 2 : 315 (50%)
PUWATU Total 2 Arah : 631 Total 2 Arah : 625
B) Transportasi Laut dan Penyeberangan
Sebagai kota yang juga sekaligus merupakan ibukota Propinsi Sulawesi
Tenggara, Kota Kendari merupakan salah satutujuan perjalanan baik
orang maupun barang.
Geografi Propinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri dari jazirah dan
wilayah kepulauan mengakibatkan interaksi perjalanan yang dilakukan
dari dan menuju Kota Kendari tidak hanya didominasi oleh perjalanan
darat semata, namun juga dapat dilakukan melalui moda angkutan laut
dan penyebrangan.
Permasalahan ke depan yang dihadapi dalam pengembangan dan
peningkatan pelayanan moda angkutan laut dan penyebrangan adalah
sebagai berikut:
1. Belum terpadunya moda angkutan laut maupun penyebrangan
dengan moda angkutan darat,
2. Ruang tunggu penumpang dan lapangan penumpukan barang /
container yang belum representative baik dari segi luas lahan
maupun kualitas pelayanannya,
3. Aspek keamanan dan keselamatan perjalanan ankutan laut
maupun penyebrangan belum menjadi standar baku perjalanan,
4. Meningkatnya aktivitas masyarakat dan perkembangan kota
mengakibatkan semakin dirasakan bahwa lokasi pelabuhan
Kendari yang ada saat ini akan semakin sulit menampung
kebutuhan perkembangan perjalanan orang maupun barang
pada masa yang akan datang, di samping itu, pendangkalan Teluk
Kendari akibat sedimentasi mengakibatkan terbatasnya tonase
kapal yang melayani perjalanan penumpang dan barang dengan
menggunakan moda angkutan laut maupun penyebrangan,
5. Belum terpadunya pelayanan pembelian tiket angkutan laut.
Kondisi yang ada selama ini pembelian tiket kapal yang dikelola
oleh Pelni maupun kapal cepat tidak berada dalam satu lokasi
yang sama. Loket‐loket pembelian tiket kapal cepat misalnya
meskipun berada dekat dengan lokasi pelabuhan, namun
tempatnya masih belum ditata dengan baik, sehingga lokasi
loket‐loket tersebut pada saat‐saat tertentu justrumenjadi salah
satu penyebab terjadinya kemacetan di titik pintu masuk
pelabuhan,
6. Pelataran parkir kendaraan di lokasi pelabuhan yang tidak cukup
luas, sehingga mengakibatkan bangkitan parkir tepi jalan
(parking on street), sehingga pada saat‐saat kedatangan maupun
keberangkatan kapal juga dapat mengakibatkan kesemrawutan
dan kemacetan di titik pintu gerbang pelabuhan,
7. Penataan pedagang kaki lima yang berjualan di dalam lokasi
pelabuhan perlu dipikirkan untuk mengoptimalkan ruang
pelabuhan dalam rangka menciptakan kawasan pelabuhan yang
lapang dan nyaman,
C) Transportasi Udara
1. Ruang wilayah Kota Kendari yang relative sedikit tertutup dari
segi aksesibilitas pelabuhan lautnya jika dibandingkan dengan
ruang wilayah kabupaten / kota lain dalam lingkup Propinsi
Sulawesi Tenggara mengakibatkan moda angkutan udara
memiliki peran yang cukup signifikan dalam mengakomodasi
perjalanan orang maupun barang.
2. Bandar udara Haluoleo yang terletak di jazirah Propinsi Sulawesi
Tenggara merupakan main gate atau pintu gerbang utama
perjalanan orang maupun barang lewat udara, baik yang akan
berangkat maupun yang tiba dari ke berbagai lokasi tujuan.
Masyarakat Kota Kendari dapat memanfaatkan fasilitas moda
angkutan udara di Bandara Haluoleo dengan baik karena letaknya
yang tidak terlampau jauh dari pusat Kota Kendari.
3. Di Sulawesi Tenggara terdapat 6 (enam) Bandar UDara, yaitu
Bandara Haluoleo di Kendari, Bandara Sangia Nibanderadi
Kolaka, Bandara Sugimanuru di Muna, Bandara Betoambari di
Buton, Bandara Tomia dan Bandara Matohara di Wakatobi yang
telah dioperasikan.
4. Produktivitas angkutan penumpang di Bandara Haluoleo Kendari
dan bandara – bandara lainnya menunjukkan trend menaik.
Pertumbuhan yang cukup signifikan terseut haruslah diimbangi
dengan penginkatan pelayanan moda angkutan udara baik
jadwal dan frekwensi penerbangan maupun jumlah maskapai
yang melayani. Di samping itu, pelayanan di Bandara Haluoleo
dan tambang). Sebagian dari jaringan jalan tersebut sedang dalam
proses pelebaran jalan.
9. Secara umum jaringan jalan di Kota Kendari cukup baik dan sudah
menjangkau semua kawasan di Kota Kendari.
10. Permasalahan kemacetan belum secara signifikan terjadi, hanya
pada kawasan tertentu dan waktu tertentu sudah terjadi tundaan.
Dibutuhkan pengaturan lalulintas secara terpadu pada pusat kota.
Gambar 4.9. Kondisi Jalan di Kota Kendari
4.2.2.2. Jaringan Transportasi Laut Kota Kendari
Memperhatikan permasalahan transportasi laut di Kota Kendari,
beberapa hal yang menjadi focus perhatian adalah :
Lokasi prasarana pelabuhan untuk pelayaran rakyat terpencil/tidak
terjangkau, belum tersedia dermaga yang memadai.
Usulan penyediaan fasilitas tambat kapal ferry untuk Pelabuhan
laut
Adanya konflik pemanfaatan fungsi pelabuhan (dermaga ferry dan
dermaga kapal kayu motor memiliki jarak sangat dekat).
Rute pelayanan armada ferry adalah: Kota Kendari‐Langara
(Kab.Konawe), sedangkan kapal kayu motor memiliki rute:
Kendari‐Langara (Kab. Konawe), Kendari‐Laonti (Kab. Konawe
Selatan), dan Kendari‐Menui (Sulawesi Tengah).
Gambar 4.10. Pelabuhan Nusantara Kota Kendari
Gambar 4.11. Angkutan Kapal Cepat di Pelabuhan Nusantara Kendari
4.2.2.3. Jaringan Transportasi Udara Kota Kendari
Dalam hal transportasi udara, di Kota Kendari beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu :
Perlunya penyediaan angkutan pemadu moda
Perlunya pengembangan dan peningkatan jalur penerbangan ke
wilayah lain di Sultra seperti jalur penerbangan ke Kolaka,
Wakatobi, Bau – bau dan Muna.
4.2.2.4. Kondisi Simpul–Simpul Transportasi
(Terminal, Pelabuhan Dan Bandara) Kota
Kendari
A. Terminal Angkutan Darat
Kota Kendari mempunyai 3 terminal (Powatu, Baruga dan Wua‐
Wua), Terminal Powatu (Tipe A) dan Baruga, masing‐masing
melayani angkutan penumpang dan barang yang menuju ke arah
utara dan selatan dari Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Terminal
Wua‐Wua melayani penumpang dan barang yang menuju kota/
kabupaten di sekitar Kota Kendari.
Fungsi terminal Baruga dan Wua‐Wua belum permanen,
membutuhkan kajian tentang lokasi dan peningkatan kualitas
sarana dan prasarana pelayanan terminal.
Terminal Powatu (Tipe A) melayani angkutan kota dalam provinsi
(AKDP) dan angkutan kota antar provinsi (AKAP). Jenis moda
angkutan kota dalam provinsi umumnya berupa minibus (Gambar
46), dan bus untuk pelayanan AKAP. Terminal belum berfungsi
optimal, karena kegiatan muatan dan perpindahan moda (dari
Gambar 4.12. Lapangan Parkir Terminal Puwatu Kendari
Gambar 4.13. Angkutan Kota di Terminal Puwatu Kendari
B. Terminal Angkutan Laut Dan Penyeberangan
Permasalahan yang muncul karena kedua terminal/pelabuhan
tersebut terdapat dalam lahan yang sama dengan jarak yang
relatif dekat (1,25 km), antara lain fungsi prasarana transportasi
utama, pengumpul, pengumpan, pelayaran rakyat, peti kemas,
Gambar 4.14. Lokasi Pelabuhan Kendari Yang Berdekatan denganPelabuhan Ferry,
Pelabuhan Agribisnis dan Pelabuhan PPI
Kegiatan penggunaan prasarana pelabuhan utama, pengumpul
dan peti kemas yang sangat padat, menyebabkan kinerja
pelayanan pelabuhan rendah, karena terdapat konflik akses bagi
sebagian dari penumpang yang datang dan berangkat.
Gambar 4.15. Kondisi Bongkar Muat di Pelabuhan Pengumpul dan Ferry di Kendari
C. Bandara Udara Haluoleo
Sebenarnya bandara ini terletak dalam wilayah Konawe Selatan, ±52
meter dari permukaan laut. Sesuai data dari perhubungan udara 2012;
Klasifikasi operasi adalah VFR/ IFR, jenis pelayanan LLU adalah ADC.
Gambar4.16. Terminal Bandara Haluoleo dari Sisi Udara
Tabel 4.33. Fasilitas dan Prasarana Bandara Haluoleo Kendari
(Lanjutan Tabel 4.33)
(Lanjutan Tabel 4.33)
(Lanjutan Tabel 4.33)
4.2.3. SURVAI KONDISI LALULINTAS
4.2.3.1. Survai Perhitungan Lalu Lintas
Tujuan dari Survai Perhitungan Lalu Lintas adalah untuk mengetahui
besaran dan arus lalu lintas saat ini di wilayah studi dengan cara
menghitung jumlah kendaraan berbagai jenis yang melewati suatu
ruas jalan tertentu.Survai penghitungan lalu lintas dilaksanakan pada
setiap pos survai yang telah ditentukan. Setiap kendaraan yang
melintasi pos survai akan dicatat sesuai dengan jenis kendaraannya
dan volume lalu lintas setiap jam dari masing‐masing‐masing jenis
kendaraan tersebut dihitung.
Metode survai yang dilaksanakan adalah dengan melakukan
Perhitungan lalu lintas kendaraan (cross‐sectional vehicle traffic count)
menurut jenis kendaraan dilaksanakan dengan menggunakan alat
hitung manual terhadap kendaraan yang lewat, yang dilakukan dengan
pengamatan selama 24 jam.
Selain untuk menggambarkan kondisi lalu lintas pada setiap ruas jalan,
hasil survai penghitungan lalu lintas ini akan digunakan sebagai
populasi dalam proses ekspansi data hasil survey wawancara (RSI – OD
Survey) yang diambil sebagai sampel.Adapun peralatan yang
digunakan dalam pelaksanaan survai antara lain :
Form survai
Alat‐alat tulis
Handboard
Lampu
Kamera
Counter
Jenis Kendaraan
Jenis kendaraan yang disurvai terbagi dalam 3 kelompok, yaitu
kendaraan pribadi, kendaraan umum dan kendaraan angkutan barang.
Gambar 4.17. Survey Pencacahan Lalulintas JL. Sam Raturangi Kota Kendari
Gambar 4.18. Survey Pencacahan Lalulintas Jl. R. Suprapto, Kota Kendari
Gambar 4.19. Survey Pencacahan Lalulintas Jl. Edi Sabara , Kota Kendari
Gambar 4.20. Survey Pencacahan Lalulintas Jl. Achmad Yani, Kota Kendari
Tabel 4.34. Contoh Data dan Analisis Lalulintas (LHR) Ruas Jalan Kota Kendari
(Jl. R. Suprapto Kota Kendari)
b. Jumlah penumpang
2. Asal dan tujuan perjalanan
3. Maksud perjalanan
Survey dilakukan di beberapa ruas jalan utama di Kota Kendari.
Pelaksanaan survey dilakukan dengan berkoordinasi pada kepolisian
dan Dinas Perhubungan setempat.
Gambar 4.21. Survey Road Side Interview (RSI) Kota Kendari
MAT TAHUN DASAR
MAT Kota Kendari diperoleh dari hasil MAT dasar yang diperoleh dari
Dinas Perhubungan Kota Kendari sebagai prior matrix dan
dikembangkan dengan menggunakan software EMME4 berdasarkan
data lalulintas dan divaidasai dari hasil survey Road Side Interview
(RSI). Berikut ini adalah MAT sampel Kota Kendari Tahun 2012 dalam
satuan perjalanan per hari.
Tabel 4.35. Hasil Analisis Matrik Asal Tujuan Pergerakan Penumpang Eksisting Kota
Kendari
Gambar 4.23. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Eksisting Kota Kendari
(Perjalanan/hari)
Gambar 4.24. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Eksisting Kota Kendari
(Perjalanan/hari)
Tabel 4.36. Hasil Analsis Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang Eksisting Kota
Kendari
Gambar 4.25. Desire Line Pergerakan Asal Barang Eksisting Kota Kendari (Ton/hari)
Gambar 4.26. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Eksisting Kota Kendari
(Ton/hari)
Gambar 4.22. Survey Kecepatan Kendaraan Jl. A. Yani, Kota Kendari
Gambar 5.1. Pembagian Koridor Ekonomi (KE) Indonesia
Sumber : MP3EI 2011‐2025
Pulau Sulawesi termasuk koridor 4, terdiri 6 pusat ekonomi, yaitu Kota
Makassar, Mamuju, Gorontalo, Manado, Palu dan Kota Kendari
sebagai pusat pembangunan wilayah Sulawesi Tenggara (Gambar 5.5).
Pulau Sulawesi membutuhkan pengembangan transportasi, karena
sebagai pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia (KTI), berada pada
Alur Laut Kepulauan Indonesia (Alki) II dan III (Tatranas,
2006).Pelabuhan hubungan internasional diarahkan pada Kota
Makassar dan Bitung (Sulawesi Utara).
Gambar 5.2. Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia (MP3EI,2011)
5.1.1.2. Koridor Ekonomi Sulawesi MP3EI
Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai tema Pusat Produksi dan
Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, dan
Pertambangan Nikel Nasional.Koridor ini diharapkan menjadi garis
depan ekonomi nasional terhadap pasar Asia Timur, Australia,
danAmerika. Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki potensi tinggi di
bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan‐kegiatanunggulannya.
Meskipun demikian, secara umum terdapat beberapa hal yang harus
dibenahi diKoridor Ekonomi Sulawesi:
Rendahnya nilai PDRB per kapita di Sulawesi dibandingkan dengan
pulau lain di Indonesia;
Kegiatan ekonomi utama pertanian, sebagai kontributor PDRB
terbesar (30 persen), tumbuh denganlambat padahal kegiatan
ekonomi utama ini menyerap sekitar 50 persen tenaga kerja;
Investasi di Sulawesi berasal dari dalam dan luar negeri relatif
tertinggal dibandingkan daerah lain;
Infrastruktur perekonomian dan sosial seperti jalan, listrik, air, dan
kesehatan kurang tersedia dan belummemadai.
Pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi berfokus pada kegiatan‐
kegiatan ekonomi utama pertanian pangan,kakao, perikanan dan
nikel. Selain itu, kegiatan ekonomi utama minyak dan gas bumi dapat
dikembangkanyang potensial untuk menjadi mesin pertumbuhan
ekonomi di koridor ini.
Gambar 5.3. Koridor Ekonomi Sulawesi
Kegiatan ekonomi utama untuk Pulau Sulawesi adalah pertanian
pangan (padi, jagung, kedelai dan ubi kayu), perkebunan berupa
kakao, perikanan, pertambangan berupa nikel, minyak dan gas bumi
(migas). Khusus wilayah Sulawesi Tenggara, simpul produksi unggulan
adalah perikanan, perkebunan kakao dan pertambangan nikel.
Produksi unggulan pulau Sulawesi yang diharapkan menjadi kegiatan
ekonomi nasional berupa nikel hanya terdapat dalam wilayah Sulawesi
Tenggara, yaitu dalam Kabupaten Konawe Utara, Kolaka dan Kolaka
Utara. Produksi kakao unggulan terdapat dalam 3 provinsi yaitu
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah. Perikanan
terdapat dalam 4 provinsi wilayah Sulawesi yaitu Sulawesi Utara,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Dua provinsi
Sulawesi yang tidak termasuk dalam unggulan produksi perikanan
adalah Sulawesi Tengah dan Gorontalo. Produksi pertanian pangan
unggulan Pulau Sulawesi berada dalam wilayah Sulawesi Selatan dan
Gorontalo.
Arahan dalam perencanaan tata ruang Pulau Sulawesi (Perpres RI
No.88.tahun 2011) tentang fungsi Pusat Kegiatan Nasional (PKN) untuk
melayani kegiatan skala internasional, nasional atau beberapa provinsi,
sedangkan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) berfungsi untuk melayani
kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
,
Gambar 5.4. Pusat Ekonomi Pulau Sulawesi Dan Potensi Produksi Unggulan (MP3EI 2011)
Beberapa konsentrasi untuk pengembangan pusat kegiatan ekonomi
wilayah Pulau Sulawesi adalah:
a. Pengembangan pusat industri pengolahan hasil perikanan yang
berorientasi ekspor di PKN kawasan perkotaan Manado‐Bitung,
PKN kawasan perkotaan Mamminasata, PKN Kendari, PKN
Gorontalo dan PKN Palu.
Untuk tingkat PKW, pengembangan pusat industri pengolahan
hasil perikanan di PKW Tilamuta, PKW Poso, PKW Luwuk, PKW
Buol, PKW Toli‐Toli, PKW Pangkajene, PKW Jeneponto, PKW
Watampone, PKW Bulukumba, PKW Barru, PKW Pare‐Pare, PKW
Majene dan PKW Raha.
b. Pengembangan pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil
pertanian tanaman pangan padi di PKW Kotamobagu, PKW Pare‐
Pare,
c. Pengembangan pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil
pertanian tanaman pangan jagung di PKN Gorontalo (eksport),
PKW Isimu, PKW Kuandang, PKW Tilamuta dan PKW Jeneponto,
d. dan pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan
kakao di PKN Palu, PKW Mamuju (eksport), PKW Kotamobagu,
PKW Poso, PKW Buol, PKW Kolonedali, PKW Palopo, PKW Majene,
PKW Pasangkayu PKW Unaaha, dan PKW Lasolo,
e. Pengembangan Pusat Industri pengolahan hasil pertambangan
nikel di PKN Kendari, PKW Kolonedale, PKW Lasolo dan PKW
Kolaka,
PDRBSulawesi. Indonesia merupakan produsen jagung terbesar di Asia
Tenggara, namun kebutuhan jagung nasional belumdapat terpenuhi
dari produksi domestik. Rendahnya pemenuhan kebutuhan jagung
berkaitan dengan tingkatproduktivitas jagung nasional. Produktivitas
jagung di Sulawesi masih dibawah rata‐rata produktivitas nasional.
Produktivitas Jagung, 2009 (100 Kg/Ha)Produktivitas Beras, 2009 (100
Kg/Ha).
Mengingat adanya keterbatasan potensi ekspansi areal pertanian,
maka peningkatan produksi pangan yang paling memungkinkan
adalah melakukan intensifikasi pangan. Produktivitas padi di Sulawesi
masih lebihrendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.
Produktivitas pangan rendah disebabkan oleh penggunaan pupuk
yang rendah, terbatasnya penggunaanalat pertanian, dan jaringan
irigasi yang belum memadai. Penggunaan pupuk berimbang di
Sulawesi berupaurea, potasium klorida (KCl), dan fosfat (SP‐36) masih
rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.
Hal tersebut berhubungan erat dengan faktor ketersediaan pupuk,
serta biaya angkut dan pendidikan petanimengenai teknik budidaya
pertanian.Peningkatan produktivitas lahan pertanian akan tergantung
pada penggunaan alat mesin pertanian terutamabagi pengolahan
lahan. Namun, Indonesia masih jauh tertinggal dalam penggunaan
traktor jika dibandingkandengan beberapa negara lain. Penggunaan
alat mesin pertanian di Sulawesi relatif sangat terbatas dan
initercermin dari penetrasi traktor yang masih sangat rendah
dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.Sebagian besar jaringan
irigasi di Sulawesi masih berupa irigasi sederhana dan non‐teknis
(hanya 37 persen lahanpertanian pangan yang telah diairi oleh irigasi
teknis dan semi teknis).
a. Regulasi dan Kebijakan
Dalam rangka menghadapi berbagai tantangan tersebut di atas,
diperlukandukungan regulasi dan kebijakan berikut:
- Perluasan area tanam melalui optimalisasi pemanfaatan lahan,
pencetakan sawah baru, rehabilitasi dankonservasi lahan
pertanian;
- Mengamankan ketersediaan dan produksi pangan melalui
pengembangan keberlanjutan lumbung pangan,pemberdayaan
dan peningkatan kapasitas kelembagaan petani (Gapoktan,
Koperasi);
- Mengurangi potensi kehilangan jumlah dan nilai pasca panen
melalui peningkatan kualitas penyimpanan,pengembangan
mekanisme pembelian yang efektif;
- Memperbaiki akses finansial/pembiayaan bagi para petani;
2. Kakao
Indonesia merupakan produsen kakao kedua terbesar dunia, dengan
menyumbang 18 persen dari pasar global.Secara nasional, komoditas
kakao menghasilkan devisa terbesar ketiga setelah kelapa sawit dan
karet. Devisa darikakao pada tahun 2009 mencapai USD 1,38 miliar
(berasal dari biji dan kakao olahan). Biji kakao olahan
menghasilkancocoa butter (lemak kakao) dan cocoa powder (bubuk
kakao) yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dunia terutamadi
Amerika dan Eropa, dimana permintaan kakao mencapai 2,5 juta ton
per tahun. Indonesia mentargetkan padatahun 2025 mampu
memproduksi 2,5 juta ton biji kakao dengan nilai ekspor USD 6,25
miliar.
Menurut data ICCO (International Coffee and Cocoa Organization)
permintaan kakao dunia terus tumbuh sekitar 2– 4 persen per tahun
bahkan dalam 5 tahun terakhir tumbuh 5 persen per tahun (3,5 juta
ton/tahun). Negara Cinadan India dengan penduduk yang besar
menjadi potensi pasar kakao dari Indonesia.Kegiatan pengembangan
perkebunan dan industri kakao bertujuan untuk meningkatkan
produksi kakao (biji dan produk olahan kakao) yang berdaya
sainginternasional; dan mengembangkan industri kakaoyang mampu
memberi peningkatan pendapatan bagipara petani dan pelaku usaha
kakao.
Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai potensi besar bagi
pengembangan kegiatan kakao, baik perkebunan maupun industri
pengolahan kakao. Total luas lahankakao di Sulawesi mencapai
838.037 ha atau 58 persendari total luas lahan di indonesia.
Sebagian besarlahan tersebut dimiliki oleh petani (96 persen).
Namundemikian, pengembangan kakao di Pulau Sulawesimenghadapi
tantangan berupa kendala produksi,teknologi, kebijakan, dan
infrastruktur. Kurangtersedianya infrastruktur jalan, pelabuhan, listrik,
dan gas di provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, danSulawesi
Barat menyebabkan pula kehilangan peluang pasar sebesar 600 ribu
ton yang setara dengan USD 360 juta.
Sulawesi menyumbang 63 persen produksi kakao nasional. Produksi
kakao di Sulawesi cenderung menurun,walaupun luas areal tanam
meningkat. Penyebab utamanya adalah penurunan produktivitas
petani kakaoyang saat ini hanya 0,4 ‐ 0,6 Juta Ton/Ha, dibandingkan
dengan potensi produktivitasnya sebesar 1 ‐ 1,5 JutaTon/Ha. Penurunan
produktivitas kakao berhubungan erat dengan kondisi tanaman
pangan yang sudah tua,terkena serangan hama dan penyakit tanaman,
rendahnya teknik budidaya pemeliharaan tanaman kakao,serta
keterbatasan infrastruktur pendukung bagi kegiatan perkebunan dan
industri pengolahan kakao.
a. Regulasi dan Kebijakan
Dalam rangka mendukung peningkatan mutu dan hilirisasi produksi
kakao,diperlukan dukungan terkait regulasi dan kebijakan berikut:
- Menyediakan dukungan aktif saat rehabilitasi dan peremajaan
tanaman, penyediaan bibit kakao klonunggul, serta
pengendalian organisme pengganggu tanaman kakao;
- Melakukan peningkatan implementasi skema pembiayaan biji
kakao fermentasi agar mampumenghasilkan kakao berkualitas
sebagai bahan olahan (butter, powder, cake) dan memiliki daya
saingekspor produk kakao Indonesia;
- Diversifikasi pasar ekspor olahan (butter, powder, cake, dan
lain‐lain) yang memberi nilai tambah dalam rantainilai kakao;
- Melakukan Gerakan Nasional Biji Kakao Fermentasi sebagai
komitmen dan persetujuan aksi bersamapeningkatan dan
perbaikan produksi, produktivitas, dan mutu kakao Indonesia;
b. Konektivitas (infrastruktur)
Pengembangan kegiatan ekonomi utama kakao memerlukan
dukunganpeningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa:
- Peningkatan kapasitas pelabuhan di Makassar, Mamuju dan
Manado;
- Penambahan dan peningkatan kapasitas fasilitas penyimpanan
di pusat‐pusat perdagangan danpelabuhan;
- Peningkatan akses jalan yang lebih baik dari lokasi perkebunan
menuju industri pengolahan, pelabuhandan pusat perdagangan
regional maupun ekspor;
- Peningkatan kapasitas infrastruktur (listrik, air, telekomunikasi)
pada seluruh kawasan produksi danindustri pengolahan kakao.
c. SDM dan IPTEK
Untuk mencapai pengembangan kegiatan ekonomi utama kakao
yang lebih efektif dan efisien, diperlukan upaya:
- Peningkatan pendidikan petani melalui fasilitasi pendidikan,
pelatihan, pendampingan, penyuluhan dandiseminasi teknik
budidaya dan pengolahan kakao bagi petani kakao, serta
penguatan kelembagaanpetani kakao secara konsisten dan
berkelanjutan;
- Pelatihan GMP, HACCP dan ISO guna meningkatkan
pemahaman, pengetahuan tentang kendali mutuproduk kakao;
- Penyediaan dana riset melalui mekanisme program riset
insentif bagi industri pengolahan produk kakaoyang memadai
serta peningkatan litbang dalam pengembangan industri
kakao.
3. Perikanan
Indonesia memiliki kedudukan penting di kegiatan ekonomi utama
perikanan. Dengan kekayaan lautyang berlimpah, saat ini
pertumbuhan produksi makanan laut mencapai 7 persen per tahun,
sehinggamenempatkan Indonesia sebagai produsen terbesar di Asia
Tenggara. Dilihat dari produksi perikanan di Indonesia berdasarkan
sebaran wilayahnya, Koridor Ekonomi Sulawesimerupakan wilayah
yang memiliki produksi perikanan laut terbesar di Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwasektor perikanan merupakan salah satu kegiatan
ekonomi utama di Koridor Ekonomi Sulawesi.
Saat ini perikanan berkontribusi sekitar 22 persen dari total PDRB sub
sektor pertanian pangan (70 persentangkapan dan 30 persen
budidaya) dimana sekitar 20 persen dari aktivitas perikanan tersebut
merupakanperikanan tangkap dan sisanya adalah perikanan budidaya.
Potensi pengembangan perikanan terusberkembang secara signifikan
karena sebagian besar hasil perikanan di Sulawesi adalah untuk
pemenuhankebutuhan ekspor seiring dengan permintaan global yang
terus meningkat.Meskipun sumber daya perikanan cukup melimpah,
terdapat persoalan terkait dengan ekploitasi penangkapan ikanyang
berlebihan di beberapa areal laut sehingga mengancam keberlanjutan
kegiatan ini. Sebagai contoh, eksploitasipenangkapan ikan demersal
dan udang di Sulawesi Selatan dan ikan pelagis besar di Sulawesi
Utara.
a. Regulasi dan Kebijakan
Berdasarkan potensi dan tantangan pengembangan kegiatan
perikanan tersebut di atas, diperlukan dukungan terkait regulasi
dan kebijakan berikut:
4. Nikel
Indonesia adalah produsen nikel terbesar ke‐4 dari 5 besar negara
produsen nikel dunia yang bersama‐sama menyumbang lebih dari 60
persen produksi nikel dunia. Produksi nikel Indonesia mencapai 190
ribu tonper tahun. Indonesia memiliki 8 persen cadangan nikel dunia,
oleh karena itu industri pertambangan danpengolahan nikel sangat
layak untuk dipercepat dan diperluas pengembangannya. Sulawesi
merupakan daerahdengan produksi nikel paling maju di Indonesia.
Pertambangan nikel di Sulawesi menyumbang sekitar 7
persenterhadap PDRB Sulawesi. Oleh karenanya, kegiatan
pertambangan di Koridor Ekonomi Sulawesi terfokus pada
pertambangan nikel yang merupakan potensi pertambangan terbesar
di koridor ini. Sulawesi memiliki 50 persencadangan nikel di Indonesia
dengan sebagian besar untuk tujuan ekspor, diikuti oleh Maluku dan
Papua.
Akibat resesi global, permintaan nikel sempat menurun dalam kurun
waktu tahun 2006 ‐ 2008. Namundemikian, permintaan nikel kembali
meningkat mulai tahun 2010 untuk memenuhi kebutuhan Cina
danTaiwan yang semakin besar. Diperkirakan harga jual nikel pun akan
mencapai USD 8 per pon pada tahun 2012,setelah mencapai mencapai
titik terendah pada tahun 2009, yakni USD 6,7 per pon.
Di koridor ini juga terdapat penambangan komoditas pertambangan
lainnya yaitu emas, tembaga dan aspalnamun tidak terlalu signifikan
dibandingkan potensi bijih nikel. Emas dan aspal lebih bersifat
pengoptimalanproduksi, sedangkan komoditas tembaga berupa
kegiatan pembangunan smelter dan bukan penambangannya.Untuk
pengembangan smelter tembaga di Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan, pasokan bahan baku bijihtembaga dari luar Koridor Ekonomi
Sulawesi direncanakan berasal dari Papua dan dari Nusa Tenggara.
Empat lokasi penting di Sulawesi yang memiliki cadangan nikel
berlimpah adalah:
1. Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan;
2. Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah;
3. Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara;
4. Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Tantangan terbesar dalam percepatan dan perluasan kegiatan
pertambangan nikel adalah menciptakan industrihilir dari
pertambangan nikel khususnya dalam pemurnian (refining) hasil
produksi nikel. Indonesia belummemilki fasilitas pemurnian nikel
padahal kegiatan pemurnian memberikan nilai tambah yang sangat
tinggi. Saat ini, lebih dari 50 persen nikel yang diekspor adalah dalam
bentuk bijih nikel. Dari 190 ribu ton bijih nikelyang diproduksi Indonesia
per tahunnya, hanya sekitar 80 ribu ton nikel yang diekspor dalam
a. Regulasi dan Kebijakan
Untuk menjawab masalah dan tantangan pengembangan kegiatan
ekonomiutama nikel di atas, diperlukan dukungan terkait regulasi
dan kebijakan berikut:
1. Penyederhanaan peraturan dan birokrasi (antar lembaga dan
kementerian) untuk mempermudahkegiatan memulai dan
mengoperasikan pertambangan.
2. Perbaikan kelembagaan untuk membuat investasi di
pertambangan nikel lebih menarik, karena pada saatini
terdapat inefisiensi dalam hal akuisisi tambang, pembuatan
kontrak, dan sebagainya;
3. Perbaikan peraturan terkait pertanahan dan memperjelas tata
guna lahan melalui tata ruang;
4. Dukungan Pemerintah berupa pemberian insentif kepada
investor industri padat modal.
b. Konektivitas (infrastruktur)
Pengembangan kegiatan ekonomi utama nikel memerlukan
dukunganpeningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa:
1. Pembangkit listrik (ketersediaan energi) untuk memenuhi
kebutuhan pemrosesan;
2. Akses jalan antara areal tambang dan fasilitas pemrosesan;
3. Infrastruktur pelabuhan laut yang dapat melayani pengiriman
peralatan dan bahan baku dari daerah lain,misalnya dari Papua
– Kepulauan Maluku.
5. Minyak dan Gas Bumi
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas
bumi (migas) di dunia. Potensi migas. Indonesia tersebar secara
merata hampir di seluruh wilayah Indonesia. Untuk minyak bumi,
potensi cadanganterbesar berada di Provinsi Riau sedangkan gas alam
berada di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.Selain di kedua
provinsi tersebut potensi migas tersebar di wilayah‐wilayah lain di
Indonesia, seperti di PulauJawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan
Papua.
Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai potensi minyak dan gas bumi
yang belum teridentifikasi dantereksplorasi dengan baik. Industri
minyak dan gas bumi memiliki potensi untuk berkembang di Pulau
Sulawesi namun menghadapi tantangan berupa kontur tanah dan laut
dalam.
Hal ini menyebabkan tingkat kesulitan teknis yang tinggi yang
berujung pada tingginya biaya eksploitasi migas di Sulawesi.Potensi
6. Kegiatan Ekonomi Lain
Selain kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus Koridor Ekonomi
Sulawesi di atas, di koridor ini jugaterdapat beberapa kegiatan yang
dinilai mempunyai potensi pengembangan, seperti tembaga, besi
baja,makanan‐minuman, kelapa sawit, karet, tekstil, perkayuan dan
pariwisata yang difokuskan pada 5 destinasipariwisata nasional.
Kegiatan‐kegiatan tersebut diharapkan dapat juga berkontribusi di
dalam pengembanganKoridor Ekonomi Sulawesi secara menyeluruh.
7. Investasi
Terkait dengan pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi telah
diidentifikasi rencana investasi baru untukkegiatan ekonomi utama
Pertanian Pangan, Kakao, Perikanan, Pertambangan Nikel dan Migas
sertainfrastruktur pendukung sekitar IDR 309 Triliun. Mayoritas
rencana investasi tersebut terkait dengan kegiatanekonomi utama
pertambangan nikel.
8. Inisiatif Strategis Koridor Ekonomi Sulawesi
Di samping investasi yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi utama
di atas, Pemerintah dan BUMNjuga berkomitmen untuk melakukan
pembangunan infrastruktur di Koridor Ekonomi Sulawesi. Berikut
iniadalah nilai indikasi investasi infrastruktur untuk masing‐masing tipe
infrastruktur yang akan dilakukan olehpemerintah, BUMN dan
campuran.
Dalam jangka panjang, diperlukan upaya konsisten untuk membangun
industri hilir pertambangan dan hasil perkebunan. Hilirisasi industri
diiringi pemasaran secara sinergis dan strategis akan menghasilkan
pertambahan nilai optimal di dalam koridor yang berimplikasi pada
perluasan lapangan kerja dan peningkatandaya saing produk yang
dihasilkan.
Pembangunan struktur ruang diarahkan pada pemahaman pola
pergerakan barang dari hasil perkebunan(kakao) maupun tambang
Lanjutan pembangunan
RKP
Pelabuhan fasilitas Pelabuhan Laut APBN/APBD Sulawesi Utara 2013 10
2013
Bitung Sulawesi Utara
RKP
UPP Tahuna APBN/APBD Sulawesi Utara 2013 10
2013
RKP
UPP Lirung APBN/APBD Sulawesi Utara 2013 5
2013
Pembangunan PLTU
Tahuna, PLTP
Ketenagalistri RKP
Lahendong, PLTM Swasta Sulawesi Utara 2013 n.a
kan 2013
Milangodaa, PLTA
Sawangan
Penanganan jalan
Atinggola‐Maelang‐ RKP
Jalan APBN/APBD Sulawesi Utara 2013 94
Katya (121.5 Km) 2013
Pembangunan Jalan Tol
RKP
Manado‐Minut‐Bitung KPS Sulawesi Utara 2013 n.a
2013
(31,8Km)
RKP
Air Minum SPAM Kota Bitung KPS Sulawesi Utara 2013 n.a
2013
Penanganan jalan Parigi‐
Sulawesi RKP
Poso‐Tentena‐Tidantana APBN/APBD 2013 70
Tengah 2013
(293.2Km)
Ketenagalis‐ Pembangunan PLTA Sulawesi RKP
Swasta 2013 n.a
trikan 2x20MW Tengah 2013
PLTM Mampueno,PLTA
Sulawesi RKP
Poso Energy, PLTU Swasta 2013 n.a
Tengah 2013
Muotong
Pembangunan utilitas Air Sulawesi RKP
Air Minum Swasta 2013 n.a
Bersih Tengah 2013
Pembangunan jalan Kab.Morowali/ RKP
Jalan KPS 2013 n.a
poros Soroako‐Bahodopi Sulteng 2013
Sulawesi RKP
Pelabuhan Pelabuhan Raha APBN/APBD 2013 5
Tenggara 2013
Penanganan jalan dari
Siwa‐Pare‐pare‐Barru‐ Sulawesi RKP
Jalan APBN/APBD 2013 157,747
Maros‐makassar Selatan 2013
(312.Km)
Penanganan jalan Maros‐
Maros/Sulawesi RKP
Watampone‐Pelabuhan APBN/APBD 2013 26,39
Selatan 2013
Bajo E (158.6 Km)
Penanganan jalan dari
batas Sultra‐Malili‐ Sulawesi RKP
APBN/APBD 2013 66,771
Masamba‐Palopo‐Siwa Selatan 2013
(317.9 Km)
Perluasan Pelabuhan Sulawesi RKP
APBN/APBD 2013 5
Makassar Selatan 2013
Pembangunan jaringan
transmisi untuk Sulawesi RKP
APBN/APBD 2013 300,033
beberapa ruas dan gardu Selatan 2013
induk
Ketenagalistri Pembangunan PLTA Kab.Luwu/ RKP
Swasta 2013 n.a
kan Kareba Sulsel 2013
Pembangunan PLTM
Rantabella, PLTGU Sulawesi RKP
Swasta 2013 n.a
Sengkang, PLTU Sulsel Selatan 2013
Baru
PLTA Buttu Batu Sulawesi RKP
KPS 2013 n.a
Enrekang (2x100MW) Selatan 2013
Pembangunan Utilitas Sulawesi RKP
Air Minum Swasta 2013 n.a
Air Bersih Selatan 2013
Pembangunan SPAM Sulawesi RKP
Swasta 2013 n.a
Kota Makssar Selatan 2013
Penanganan jalan sp‐
Sulawesi RKP
Jalan Torobulu‐Lainea‐Kendari APBN/APBD 2013 62,26
Tenggara 2013
(127 Km)
Penanganan jalan Sulawesi RKP
APBN/APBD 2013 99,93
Kendari‐Asera (125,4 Km) Tenggara 2013
Penanganan jalan Kolaka Sulawesi RKP
APBN/APBD 2013 141,79
Utara‐Lasusua‐Bts Sulsel Tenggara 2013
Sulawesi RKP
Pelabuhan Pelabuhan Bau‐Bau APBN/APBD 2013 20
Tenggara 2013
Pengembangan
Sulawesi RKP
pelabuhan Kendari APBN/APBD 2013 10
Tenggara 2013
Lanjutan pembangunan
fasilitas Pelabuhan laut Sulawesi RKP
APBN/APBD 2013 5
Bungkutoko, Sulawesi Tenggara 2013
Tenggara
Pembangunan Jaringan
Ketenagalistri transmisi untuk Sulawesi RKP
APBN/APBD 2013 420,360
kan beberapa ruas dan gardu Tenggara 2013
induk
Pembangunan PLTU
Sulawesi RKP
Kolaka, PLTP Mangolo, Swasta 2013 420,360
Tenggara 2013
PLTU Konawe Utara
Lanjutan pembangunan
RKP
Pelabuhan fasilitas pelabuhan laut APBN/APBD Gorontalo 2013 3,2
2013
anggrek Gorontalo
Lanjutan Pembangunan
RKP
fasilitas pelabuhan APBN/APBD Gorontalo 2013 10
2013
Gorontalo
Penanganan ruas jalan
RKP
Jalan Majene‐Tapalang‐ APBN/APBD Sulawesi Barat 2013 97,02
2013
Mamuju (143,1 Km)
Pembangunan jalan
RKP
akses Bandara Tampa APBN/APBD Sulawesi Barat 2013 19,1
2013
Padang
Lanjutan pembangunan
fasilitas Pelabuhan laut RKP
Pelabuhan APBN/APBD Sulawesi barat 2013 55,9
Belang‐belang Sulawesi 2013
Barat
Sumber : Tatrawil Sulawesi Tenggara (2012)
5.1.2. KONDISI POLA AKTIVITAS PROVINSI SULAWESI
TENGGARA
Posisi geografis wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara berada di Sentral
Indonesia, dan memiliki keunggulan dalam aksesibilitas dan
interkoneksitas wilayah, terutama dalam hal distribusi angkutan
produksi sumber daya alam. Kota/ Kabupaten dalam wilayah Sulawesi
Tenggara (Kendari, Kolaka, Kolaka Utara, dan Bau‐Bau) mempunyai
peluang konektivitas kuat secara nasional dengan Sulawesi Selatan,
Surabaya, NTB, NTT, Sulawsi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan
secara internasional Sulawesi Tenggara mempunyai peluang
konektivitas dengan Timur Leste dan Australia. Sesuai MP3EI (2011)
prinsip dasar dan prasyarat keberhasilan percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia adalah penguatan konektivitas
nasional, dan internasional.
Gambar 5.5. Potensi Geografis Wilayah Sulawesi Tenggara Terhadap Konektivitas
Jaringan Transportasi Laut Dalam Wilayah Indonesia
Namun demikian simpul‐simpul transportasi wilayah Sulawesi
Tenggara membutuhkan pengkajian yang dikaitkan dengan simpul
ekonomi Indonesia dan secara khusus pulau Sulawesi, agar dapat
teridentifikasi simpul‐simpul transportasi dan bentuk dari simpul‐
simpul distribusi untuk memfasilitasi pusat‐pusat produksi SDA, baik
sebagai simpul pengumpan maupun sebagai simpul pengumpul yang
baru.
1. Sektor Komoditas
Berdasarkan data MP3EI (2011‐2025), Sulawesi Tenggara adalah pusat
produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan
pertambangan nikel Indonesia. Hasil perkebunan yang cukup besar di
Sulawesi adalah kakao, yaitu sebesar 63% dari produksi kakao seluruh
Indonesia, 28,5% berasal dari Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan, komoditas yang pertumbuhannya saat ini
(2012) berkembang cepat adalah komoditas hasil tambang.
Berdasarkan data dari Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara, terdapat 4 pusat kawasan tambang yaitu di
Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe Selatan, Kolaka dan Kolaka
Utara. Selain itu, wilayah Kabupaten Konawe Utara merupakan
wilayah yang baru dikembangkan untuk kegiatan tambang (Sejak
2008).
Industri pertambangan yang berkembang saat ini, sebagian
mengekspor hasil tambang dalam bentuk bahan mentah (ore) yang di
angkut melalui pelabuhan khusus tambang pada masing‐masing lokasi.
2. Potensi dan Perkembangan Sektor Unggulan
Sektor yang memberi kontribusi utama dalam produk unggulan
Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sektor pertanian, perkebunan dan
perikanan dan pertambangan (Sektor pertambangan dan penggalian
pendorong ekonomi utama sejak 2011). Masing‐masing
kota/kabupaten memiliki produksi sumber daya alam unggulan
tersendiri. Keragaman potensi sumber daya alam yang dimiliki
kota/kabupaten dapat mendorong pengembangan simpul‐simpul
produksi yang dapat memajukan ekonomi wilayah. Secara lebih detail
potensi akan diuraikan berdasarkan sektor berikut ini.
a. Pertanian
Sektor pertanian memberi kontribusi besar dalam sumber daya
unggulan Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan BPS (2010)
kota/kabupaten dengan produksi padi tertinggi terdapat pada
Kabupaten Konawe dan Kolaka yaitu 148.481 ton dan 102.093 ton,
selain itu produksi ubi kayu tertinggi terdapat di Kabupaten Buton
(65.399 ton).
Berikut diuraikan kota/kabupaten dengan produksi tanaman pangan
tertinggi di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Tabel 5.3. Produksi Hasil Pertanian Unggulan BerdasarkanKota/Kabupaten Di
Provinsi Sulawesi Tenggara
Jumlah Luas Lahan
Kota/Kabupaten Jenis Tanaman
Produksi (Ton) (Ha)
Konawe Padi 148.481 34.626
Kolaka 102.093 23.742
Muna Jagung 49.263 19.532
Buton Ubi Kayu 65.399 3.838
Muna 27.303 1.559
Muna Ubi Jalar 9.430 1.124
Muna Kacang Tanah 3.106 4.477
Konawe Selatan Kacang Kedelai 788 659
Bombana 665 540
Kolaka 567 456
Konawe 501 431
Kolaka Kacang Hijau 183 225
Konawe Selatan 172 213
Konawe Utara 167 209
Muna 117 145
Sumber: BPS, 2010
Berdasarkan uraian tabel, menunjukkan 32,6% produksi padi di
Sulawesi Tenggara di produksi di Kabupaten Konawe dan 22,45%
terdapat di Kabupaten Kolaka. Jumlah produksi pangan tersebut,
belum mencukupi kebutuhan pangan di Provinsi Sulawesi Tenggara,
sehingga masih medapatkan suplai dari Provinsi di sekitarnya
(Sulawesi Selatan).
b. Perkebunan
Kota kabupaten yang kaya akan produksi perkebunan terdapat di
Kabupaten Konawe (8 Komoditi), Kota Kendari (7 Komoditi), dan
Kolaka (6 Komoditi). Produksi tertinggi terdapat pada kopra, jambu
mete dan enau.
Selain Kabupaten Muna yang tidak mempunyai komoditi unggulan
pada sektor perkebunan, kota/kabupaten di Provinsi Sulawesi
Tenggara, memiliki produk unggulan masing‐masing, yaitu Kota
Kendari dengan komoditi unggulan jambu mete dan kelapa dalam
(kopra); Konawe dengan komoditi unggulan Kelapa dalam dan pala;
Konawe Utara dengan komoditi unggulan sagu dan lada; Kabupaten
Konawe Selatan dengan komoditi unggulan kelapa dalam; Kabupaten
Kolaka dengan komoditi unggulan sagu, dan kemiri; Kabupaten Kolaka
Utara dengan komoditi unggulan kakao, kelapa dalam, dan jambu
mete; Kabupaten Buton dengan komoditi unggulan asam jawa,
Kabupaten Bombana dengan komoditi unggulan enau; Kabupaten
Buton Utara dengan komoditi unggulan kelapa dalam dan pala;
Kabupaten Wakatobi dengan komoditi unggulan asam jawa dan
pinang; Kota Baubau dengan komoditi unggulan asam jawa, enau dan
kakao.
Berdasarkan RTRW dan RTR Pulau Sulawesi, pusat kegiatan
perkebunan terdapat pada PKW Unaaha dan Lasolo. Kondisi ini
mengalami perubahan, hal tersebut terlihat dari produksi komoditi
unggulan tertinggi terdapat pada wilayah Kolaka dan Kolaka Utara.
Berbeda halnya dengan Lasolo, yang merupakan bagian dari Konawe
Utara, produksi perkebunannya rendah (sagu, lada dan enau) dan
bukan merupakan komoditi yang diunggulkan dari Pulau Sulawesi.
STANDAR Total
KAB/ HASIL PRODUKSI
No KECAMATAN PRODUKTIFITAS Luas (Ha) Produksi
KOTA KOMODITI Kg/Ha
(Kg/Ha/Tahun) (Ton)
STANDAR Total
KAB/ HASIL PRODUKSI
No KECAMATAN PRODUKTIFITAS Luas (Ha) Produksi
KOTA KOMODITI Kg/Ha
(Kg/Ha/Tahun) (Ton)
Sumber: BPS Sultra, 2011
c. Peternakan
Keunggulan dalam produksi ternak hanya terdapat pada 10
Kota/Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Kabupaten Kolaka
Utara dan Buton Utara tidak memiliki produksi ternak unggulan.
Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat 6 kota/kabupaten yang
unggul dalam produksi ternak sapi, yaitu, Kolaka (terdapat di 5
Kecamatan), Konawe Selatan (terdapat di 5 Kecamatan), Muna
(terdapat di 4 Kecamatan), Bombana (terdapat di 4 Kecamatan) dan
Konawe Utara (terdapat di 3 Kecamatan). Produksi ternak sapi
terunggul terdapat pada Kecamatan Watubangga (Kolaka) sebesar
17.645 ekor dan yang terendah terdapat di Kecamatan Asera (Konawe
Utara) sebesar 1.867 ekor.
Selain itu Kolaka (Watubangga) dan Konawe (Lasolo), unggul dalam
jumlah produksi ternak kambing. Kota/kabupaten yang unggul dalam
produksi ayam kampung dan ayam buras adalah Kabupaten Muna
(Tongkuno, Duruka, Katobu dan Kontunaga). Untuk produksi itik,
kabupaten yang unggul adalah Kolaka, yaitu terdapat pada 3
Kecamatan (Mowewe, Kolaka dan Baula) dengan jumlah produksi
rata‐rata 23.527 ekor/Tahun.
d. Perikanan dan Kelautan
Kota/kabupaten yang memiliki potensi unggulan pada sektor
perikanan laut di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah: Buton, Muna,
Kendari, Wakatobi, Konawe Selatan. Selain itu Kabupaten Kolaka dan
Bombana memiliki keunggulan pada sektor perikanan darat. Potensi
tertinggi pada sektor perikanan laut terdapat di Kabupaten Buton
dengan nila produksi sebesar Rp. 482.197.900, untuk sektor perikanan
darat terdapat di Kabupaten Kolaka dengan nilai Rp. 549.212.707.400,
nilainya lebih besar jika dibandingkan dengan sektor perikanan laut.
Tabel 5.5. Potensi Perikanan Berdasarkan Kota/Kabupaten Di Sultra
Tabel 5.6. Uraian Produksi Ternak Unggulan Berdasarkan Kabupaten Yang Terdapat Di Provinsi
Sulawesi Tenggara
Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah
Jumlah Ternak Jumlah
Kabupaten/ Ternak Ternak Ternak
No Kecamatan Ternak Sapi Ayam Ternak Itik
Kota Kambing Babi Ayam Buras
(ekor) Kampung (ekor)
(ekor) (ekor) (ekor)
(ekor)
Wonggekudu 4,099 16,142
Amonggedo 3,005
1 KONAWE
Abuki 3,390 16,142
Tongauna 3,683 1165
Sawa 1,904 1642
KONAWE
2 Lasolo 2,746 2242
UTARA
Asera 1,867
Tinanggea 5,791 1147 117,917
Andoolo 4,618 1107 122,815
KONAWE Buke 4,409 119,209
3
SELATAN Ranomeeto
4,181 121,524
barat
Mowila 4,488
Watubangga 17,645 7487
Ladongi 4,180
Tinindo 2,707
Toari 2,786
4 KOLAKA Polinggona 2,031
Kolaka 170,000
Baula 23,342
Lambadia 11,940
Mowewe 35,300
Parigi 5,350
Kusambi 4,702
Watuputi 4,500
Napano kusambi 5,187
Tongkuno 123,116 123,116
5 MUNA
Kontugana 182,084
Katobu 126,454 126,454
Duruka 124,328 124,328
Lasalepa 123,203 109,521
Maligano
Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah
Jumlah Ternak Jumlah
Kabupaten/ Ternak Ternak Ternak
No Kecamatan Ternak Sapi Ayam Ternak Itik
Kota Kambing Babi Ayam Buras
(ekor) Kampung (ekor)
(ekor) (ekor) (ekor)
(ekor)
Siompu 2,632
6 BUTON Siompu barat 2,156
Mawasangka 14,585
Rarowatu 2,241
Rarowatu utara 3,061
Lantari jaya 3,066
Poleang selatan 3,398
7 BOMBANA Poleang Barat
Kabaena
selatan
Rumbia
Poleang utara
Bungi 1690 180,193
8 BAUBAU
Kambowa
Sumber: BPS Sultra, 2011
Selain pada sektor perikanan terdapat kota/kabupaten yang unggul
dalam produksi hasil laut lain yaitu: Kabupaten Konawe utara dengan
potensi udang, serta Kabuapten Muna, Kolaka dan Buton Utara
dengan potensi rumput lautnya (Tabel 4.23).
Tabel 5.7. Produksi Hasil Laut Unggulan Di Luar Perikanan
Jumlah produksi
No. Kabupaten/Kota Tahun Hasil laut
(Ton)
Sumber: BPS Kota/Kabupaten
e. Kehutanan
Potensi pada sektor kehutanan cukup tinggi, namun hanya terdapat
pada beberapa Kota/Kabupaten. Hasil hutan umumnya berupa kayu
gelondongan baik jati maupun non jati. Produksi kayu jati terbesar
terdapat di Kabupaten Muna, dan produksi kayu non jati terbesar
terdapat di Kabupaten Buton.
Tabel 5.8. Potensi Hasil Kehutanan Di Provinsi Sulawesi Tenggara
Kota/Kab Jenis Kayu Gelondongan Produksi (m3)
Muna 7.791,76
Konawe Selatan Jati 4.312,94
Kendari 2.070,17
Kolaka 20.049.42
Buton 10.419,09
Non Jati
Buton Utara 9.8266,37
Konawe Utara 8.282,01
Sumber: BPS, 2011
f. Pertambangan dan Energi
Sektor Pertambangan berkembang pesat di Provinsi Sulawesi
Tenggara. Saat ini (2013) terdapat 49 perusahaan tambang yang
memiliki pelabuhan khusus dan terdaftar pada pemerintah daerah, 25
diantaranya telah beroperasi. Pelabuhan khusus tambang terbanyak
terdapat di Kabupaten Konawe Utara (19 Pelabuhan).
Sebagian besar perusahaan tambang memiliki pelabuhan khusus
masing‐masing, yang digunakan untuk distribusi hasil tambang di
dalam dan luar negeri. Berdasarkan data BPS (2010), hasil produksi
tambang yang terbesar adalah bijih nikel (230.870 ton), ferro nikel
(3.206 Ton) dan aspal (20.852 ton), terdapat pada dua perusahaan
tambang yaitu PT. Antam (Pomalaa) dan PT. Sarana Karya (Buton).
Gambar 5.6. Kondisi Pelabuhan‐Pelabuhan Khusus Pertambangan di Konawe Utara
Berdasarkan data Badan Investasi Regional (2012), pusat kawasan
pertambangan terdapat di Konawe Selatan, Buton Utara, Kolaka dan
Kolaka Utara. Kota/Kabupaten dengan potensi pertambangan
terdapat pada wilayah Pulau Buton, Konawe Selatan, Bombana, Pulau
Wawonii, Kolaka, Kolaka Utara, Konawe Utara.
Jenis Wisata
Kota/Kabupaten Kecamatan
Wisata Budaya Wisata Alam
Wolo Sungai Tamborasi
Watu‐bangga Pantai Pitura
Samaturu Tanjung Kayu Angin
Kolaka Pomalaa P. Padamarang (Snorkeling)
Pomalaa Pantai Slank
Ulunggo‐laka Permandian Air Panas
Kolaka Rumah Adat Mekongga
Konawe Selatan
Wakatobi Taman Laut
Bombana
Kecamatan Wawo Danau Biru
Kecamatan Rante
Wisata Gua
Anging
Kolaka Utara Kecamatan Ngapa Wisata Gua
Kecamatan Katoi Permandian Tanjung
Tobaku
Kecamatan Batu Putih Tanjung Sapiri
Buton Utara
Konawe Utara
Pantai Nambo, Pantai Taipa
Kota Kendari
Pantai Mayaira
Pantai Nirwana
Pantai Lakeba
Betoamba‐ri
Permandian Topa
Gua Lakasa
Keraton Sultan Buton Gua Arung Palakka
Mesjid Agung Keraton Kali Baubau
Festival Batu Poaro Pantai Kamali
Murhum
Pesta adat
Kandekandea
Bukit Palagimata
Festival Pulau Makassar Pantai Kokalukuna
Kota Baubau Bukit Wantiro
Kokalu‐kuna Bukit Kolema
Air Jatuh
Pulau Makasar
Air Terjun Samparona
Sorowolio Air Terjun Lagawuna
Pesta Adat Mataa
Benteng Sorowolio
Wolio
Rumah Adat Malige
Permandian Alam Bungi
Bungi Budidaya Mutiara
(Palabusa)
Sumber: BPS Sultra, Sikumen Perencanaan kota/kabupaten, Tatrawil Sultra 2012
h. Industri
Pertumbuhan sektor industri pada kelompok industri besar dan
menengah di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam 3 tahun terakhir
mengalami penurunan yang cukup signifikan (mencapai 40%). Berbeda
dengan sektor industri kecil, walaupun mengalami penurunan di tahun
2009, namun kembali mengalami peningkatan di tahun 2010.
Nilai produksi yang dari kelompok industri yang tergolong industri
kecil (Industri Logam dan Mesin, Industri Hasil Pertanian dan
kehutanan, serta industri aneka/industri rumah tangga), mecapai ±3
Trilyun rupiah. Berikut ini diuraikan kelompok industri pada masing‐
masing kota/kabupaten.
Penetapan undang‐undang pertambangan yang mengharuskan
perusahaan tambang memiliki industri pengolahan dalam negeri,
diharapkan dapat meningkatkan perkembangan sektor industri,
menyerap tenaga kerja, sehingga mampu memacu pertumbuhan
ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara.
Tabel 5.10. Jumlah Kelompok Industri Berdasarkan Kabupatendi Sulawesi Tenggara
Kelompok Industri
Gambar 5.7. Peta Jalur Ekspor Provinsi Sulawesi Tenggara Terhadap Overview
Arahan MP3EI Terhadap Pasar Asia Timur
5.1.3. KERANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI
NASIONAL SULAWESI TENGGARA
Butir pembahasan ini menjelaskan kedudukan sosial ekonomi wilayah
Sulawesi Tenggara terhadap kondisi wilayah Nasional, mencakup
arahan kegiatan ekonomi utama dan koridor ekonomi Indonesia,
potensi maritim sesuai MP3EI ditinjau terhadap potensi ekonomi yang
terdapat di wilayah Sulawesi Tenggara, potensi sumber daya manusia,
dan tingkat kesejateraan penduduk Indonesia dan Sulawesi Tenggara
5.1.3.1. Kegiatan Ekonomi Utama
Terdapat 8 program utama sebagai fokus dari pengembangan MP3EI,
yaitu pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata
dan telematika, serta pengembangan kawasan strategis.Koridor
ekonomi Sulawesi diharapkan terfokus pada pertanian pangan,
perkebunan kakao, perikanan dan nikel. Kegiatan minyak dan gas
bumidapat dikembangkan untuk menjadi mesin pertumbuhan dalam
koridor ekonomi Sulawesi (MP3EI 2011‐2025).
Gambar 5.8. Kegiatan Ekonomi Utama Indonesia
(dikembangkan dari MP3EI halaman 22)
a. Perkebunan Kakao
Sesuai MP3EI (2011‐2025), sampai tahun 2010 Indonesia masih menjadi
salah satu Negara yang mempunyai unggulan produksi hasil
perkebunan seperti kakao (770.000 ton/ tahun, produsen kedua
terbesar dunia), dan Sulawesi menyumbang 63% produksi kakao
nasional.
Tahun 2010, Wilayah Sulawesi Tenggara mencapai produksi kakao
sebesar 147.917 ton/tahun (sesuai BPS Sultra 2011), atau sebesar 19,2%
dari produksi dunia, dengan pertumbuhan produksi sebesar 9% per
tahun (data 2006‐2010). Produksi kakao terbanyak dalam wilayah
Sulawesi Tenggara terdapat di Kabupaten Kolaka Utara dan
Kabupaten Kolaka.
Pengembangan kegiatan ekonomi utama kakao tersebut memerlukan
dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa
peningkatan akses jalan yang lebih baik dari lokasi perkebunan menuju
industri pengolahan, pelabuhan dan pusat perdagangan regional
maupun eksport (MP3EI). Kabupaten Konawe (Unaaha) yang
termasuk dalam Kapet Bank Sejahtera Sultra tahun 2010 (Kawasan
Ekonomi Terpadu Kendari Konawe Kolaka) diarahkan menjadi
gudang pengumpul coklat. Namun demikian perlu dipertimbangkan
sumber produksi Kakao unggulan berada di Kabupaten Kolaka dan
Kolaka Utara yang mempunyai akses langsung ke Provinsi Sulawesi
Selatan (melalui Ferry dengan angkutan truk ke Bajoe dan Siwa).
Tabel 5.12. Jumlah Produksi Kakao
Jumlah produksi Kakao
Lokasi keterangan
(ton)
63% produksi kakao nasional
Sulawesi (produksi menurun 0,4‐0,6 jt ton/ha,
seharusnya 1‐1,5 jt ton/ha)
Sulawesi Tenggara 19,2% dari produksi dunia (terbanyak
147.917 ton/tahun
(BPS 2011) Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara)
Sumber: BPS 2011 dan MP3EI
b. Perikanan
Indonesia adalah negara yang memiliki produksi perikanan tangkap
terbesar ke‐4 dunia setelah China, Peru, Amerika Serikat, dan Chile.
Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar di Asia Tenggara,
mencapai pertumbuhan sebesar 7% per tahun. Namun demikian hasil
produksi Indonesia masih tergolong kecil, karena hanya 5,05% dari
total perikanan tangkap dunia (95 juta ton, sesuai
www.kapanlagi.com, 9 November 2009). Pada tahun 1999 produksi
ikan tangkap Indonesia mencapai 3,5 juta ton, tahun 2010 mencapai
10,5 juta ton.
Kementerian kelautan dan perikanan (KKP) telah menargetkan
produksi perikanan pada tahun 2011 adalah 12,26 juta ton atau
meningkat 27% dari tahun 2010 (sebelumnya hanya 5‐6%, sesuai
Menteri kelautan dan perikanan 2010). Produksi perikanan tersebut
terdiri dari perikanan tangkap 5,41 juta ton dan budidaya 6,85 juta ton.
Sesuai KKP (2010), tahun 2009 kontribusi perikanan tangkap masih
lebih besar dibandingkan budi daya, tetapi sejak tahun 2010 sudah
berubah.
Kecilnya jumlah produksi perikanan tangkap, selain dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan pemanfaatan sumber daya Indonesia (SDI) dan
armada perikanan tangkap nasional yang masih didominasi armada
skala kecil, juga belum didukung dengan infrastruktur pelabuhan
perikanan, baik dari sisi jumlah maupun kelengkapan fasilitasnya.
Koridor ekonomi Sulawesi merupakan wilayah produksi perikanan laut
terbesar di Indonesia. Namun demikian MP3EI mengarahkan agar
mengurangi eksploitasi penangkapan ikan laut dan menganjurkan
pengembangan perikanan budidaya.
c. Nikel
Indonesia mempunyai nikel sebanyak ±2.633.500.434 milyar, dan
cadangannya sebesar 576.914.000 yang tersebar di Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Maluku, Kalimantan dan Sumatra (data Badan
Geologi Kementerian ESDM, 2010). Indonesia termasuk cadangan
terbesar keempat dunia. Sesuai BPS 2011, Sulawesi Tenggara terdapat
3 perusahaan besar dalam sektor pertambangan nikel, yaitu di
Kabupaten Kolaka, Buton dan Konawe Selatan. Produksi terbanyak
telah dilakukan pada tahun 2007 yaitu 2,499.935 ton biji nikel dan
1.712.147 ton ferro nikel dengan nilai masing‐masing 1.204.647 juta
rupiah dan 245.511 juta rupiah.
Satu ton bijih nikel harganya US$ 50, sementara harga fero nikel
mencapai US$ 19 ribu per ton (http://www.steelindonesia.com, akses
30 April 2012).
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mendesak pemerintah pusat
untuk membentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pertambangan,
guna mengoptimalkan kontribusi sektor tersebut bagi kesejahteraan
masyarakat setempat.
Tabel 5.14. Jumlah Produksi Pertambangan Nikel
Biji nikel Ferro Nikel
Lokasi produksi
Nilai Jumlah Nilai
Jumlah
Nikel produksi produksi produksi
produksi (ton)
(juta rupiah) (ton) (juta rupiah)
Indonesia 7.522.759 18.688
Sulawesi Tenggara 2007 2,499.935 1.204.647 1.712.147 245.511
Sulawesi Tenggara 2010 230.870 37.241 3.206 2.149.516
Sumber: BPS Sulawesi Tenggara (2012)
Gambar 5.9. Situasi Lahan Olahan Nikel Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki tiga kandungan tambang dalam
jumlah melimpah yaitu nikel, emas, dan aspal. Proyeksi keuntungan
Rp 8 triliun, dimana Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
mendapatkan 10% yang dihasilkan, plus pendapatan dari
pengoperasian pabrik, memperoleh dana sebesar Rp 1,1 triliun per
tahun.
5.1.3.2. Indonesia Sebagai Negara Maritim
Tata letak Indonesia mempunyai potensi geo‐strategis regional dan
global, terdiri 17.504 buah pulau, dan masing‐masing pulau besar
mempunyai potensi kedudukan geografis. Beberapa alur laut
kepulauan Indonesia (ALKI) yang mempunyai potensi strategis
ekonomi adalah ALKI‐1 Selat Sunda, ALKI‐2 Selat Lombok dan Selat
Makassar, ALKI‐3 Selat Ombai Wetar dan Selat Malaka termasuk dalam
Sea Lane of Communication/SLoC (kutipan dari MP3EI 2011).
Wilayah Sulawesi Tenggara mempunyai luas 148.140km2, terdiri dari
74% perairan (110.000km2), dan wilayah daratan mencakup Jazirah
Tenggara Pulau Sulawesi dan beberapa pulau kecil terdiri 25%
(38.140km2), terdiri dari 4 pulau besar, dan Jazirah Tenggara, serta ±55
pulau‐pulau kecil.
Potensi geografis yang dimiliki Wilayah Sulawesi Tenggara adalah
berada dalam Alur Laut Selat Ombai Wetar (ALKI‐3) dan jalur laut
nasional primer (Laut Jawa dan Laut Banda).
1) Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS),
2) Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS),
3) Pengembangan Wilayah (RPJMN dan RTRWN),
4) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT).
5.2. PERKEMBANGAN LINGKUNGAN INTERNAL KOTA KENDARI
5.2.1. UMUM
Analisis tata ruang atau ruang kegiatan diperlukan untuk
mengidentifikasi lokasi‐lokasi yang diprioritaskan untuk mendapatkan
pelayanan transportasi. Identifikasi ruang kegiatan ini juga
menentukan hirarki, fungsi dan kelas jalan yang akan diusulkan atau
kemudian akan ditetapkan.
Berdasarkan peraturan penetapan status dan hirarki jalan serta
perumusan jaringan transportasi, maka pengembangan jaringan
transportasi ataupun penentuan simpul transportasi sangat
ditentukan oleh hirarki kota.
5.2.2. KONDISI FISIK DAN SOSIAL WILAYAH KOTA
KENDARI
1) Penggunaan Lahan
Kondisi pemanfaatan lahan di Kota Kendari dibagi atas penggunaan
lahan terbangun dan tidak terbangun. Penggunaan lahan terbangun
meliputi permukiman serta fasilitas fisik kota keseluruhan, sedangkan
penggunaan lahan tidak terbangun meliputi sawah, tegalan/kebun,
ladang/huma, padang rumput, rawa, tambak/kolam/empang, lahan
kosong yang sementara tidak diusahakan, lahan tanaman kayu, hutan
engara, perkebunan dan lainnya. Perkembangan lahan di kota ini
cukup dinamis.
Berdasarkan hasil pendataan potensi desa tahun 2000, penggunaan
lahan untuk permukiman merupakan yang terluas yaitu 10.619,70 Ha
atau 35,5%. Luas lahan itu dominan tersebar di Kecamatan Mandonga
dan Baruga. Adapun luas areal yang terbangun sebesar 11.550,5 Ha
atau 38,61% dari total luas wilayah administrasi Kota Kendari, yang
sebagian besar berlokasi di kawasan pusat kota.
2) Kependudukan Dan Sumber Daya Manusia
Selama kurun waktu 2005‐2007, laju pertumbuhan penduduk di semua
kecamatan di Kota Kendari mempunyai laju pertumbuhan yang positif.
d. Peningkatan fungsi Kota Lama sebagai kawasan perdagangan dan
jasa, serta pariwisata;
e. Pengembangan kawasan teluk Kendari sebagai pusat bisnis
terpadu, pariwisata, dan konservasi;
f. Pengembangan kawasan pertanian serta pusat kegiatan
agrowisata dan kegiatan wisata alam.
5.2.3.1. Strategi Penataan Ruang Wilayah Kota
Strategi pengembangan pusat kota sebagai pusat pemerintahan,
perdagangan dan jasa untuk mendukung perwujudan fungsi sebagai
Pusat Kegiatan Nasional meliputi:
a. mengembangkan jaringan jalan dalam kota;
b. mengembangkan kawasan permukiman baru pada lahan‐lahan
yang belum terbangun di pusat kota;
c. melakukan pengendalian dan penataan pada pusat‐pusat kegiatan
komersial pada jalur‐jalur jalan utama;
d. mengendalikan dan melakukan penataanpada kawasan‐kawasan
permukiman dengan kepadatan tinggi;
e. mengembangkan dan melakukan penataan sistem drainase dalam
kota;
f. mengembangkan sistem penyediaan air bersih yang sesuai
dengan kebutuhan kota minimal.
A. Strategi Pengembangan Bagian Selatan Kota
Strategi pengembangan bagian selatan kota sebagai pusat
pertumbuhan baru untuk pengembangan kegiatan industri, pusat
pemerintahan provinsi, pemukiman dan pariwisatameliputi:
a. menetapkan Kawasan Pemerintahan Provinsi dan Kawasan
Pendidikan tinggi sebagai kawasan strategis;
b. mengembangkan kawasan permukiman baru;
c. mengembangkan jaringan jalan baru yang terintegrasi dengan
jaringan jalan yang sudah ada;
d. mengembangkan simpul transportasi darat untuk menunjang
pergerakan regional;
e. mengembangkan sistem utilitas penunjang, berupa penyediaan
air bersih, sistem drainase, dan sistem energi listrik sesuai
dengan kebutuhan.
e. mengembangkan objek wisata barbasis kelautan;
f. menyediakan fasilitas dan utilitas pendukung;
g. mengendalikan secara ketat kawasan permukiman dan kegiatan
lainnya yang tumbuh secara tidak terencana.
E. Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian
Strategi pengembangan kawasan pertanian serta pusat kegiatan
agrowisata dan kegiatan wisata alam meliputi:
a. mendorong tumbuhnya kegiatan pertanian yang dapat
mendukung kegiatan agrowisata di Kecamatan Mandonga dan
Kecamatan Puuwatu;
b. mengembangkan objek wisata alam di Kecamatan Kambu;
c. mengendalikan pertumbuhan kawasan permukiman di
Kecamatan Mandonga, Kecamatan Puuwatu, dan Kecamatan
Kambu;
d. mengembangkan fasilitas sarana prasarana dan utilitas
pendukung.
5.2.3.2. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota
Dalam Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Kendari, Sistem Pusat‐
Pusat Pelayanan Kegiatan Kota, meliputi:
1. Pusat Pelayanan Kota (PPK), meliputi:
pusat pemerintahan Kota Kendari di Kecamatan Mandonga
dan Kecamatan Kadia;
kawasan Teluk Kendari dan Kawasan Pusat Bisnis dan Pusat
Kegiatan Pariwisata di Kecamatan Kambu dan Kecamatan
Poasia;
kawasan pelabuhan di Kecamatan Kendari dan Kecamatan
Abeli;
kawasan terminal regional Tipe A di Kecamatan Baruga;
kawasan Pendidikan Tinggi dan pusat pemerintahan Provinsi di
Kecamatan Kambu dan Kecamatan Poasia.
2. Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub PPK), meliputi:
pusat pemerintahan skala kecamatan di masing‐masing
Kecamatan, meliputi Kecamatan Kadia, Kecamatan Wua‐Wua,
Kecamatan Baruga, Kecamatan Puuwatu, Kecamatan Kendari
kawasan perlindungan setempat; meliputi:
a. kawasan sempadan Sungai Wanggu dengan lebar sempadan 50
meter sisi kiri dan kanan;
b. kawasan sempadan Sungai Mata, Sungai Abeli, Sungai Wua‐
Wua dan sungai Labibia dengan lebar sempadan 15 meter sisi
kiri dan kanan sungai;
c. kawasan sempadan Sungai Kadia dengan lebar garis sempadan
13 meter sisi kiri dan kanan sungai;
d. kawasan sempadan Sungai Kassilampe, sungai sodohoa, Sungai
Benubenua, Sungai Tipulu, Sungai Transito, Sungai Lapulu,
Sungai Punggolaka dan Sungai Puuwatu dengan lebar gari
sempadan 8 meter sisi kiri dan kanan sungai;
e. kawasan sempadan Sungai Mandonga, Sungai Tipulu, Sungai
Kelinci dan Sungai Dapudapura dengan lebar sempadan 5
meter sisi kiri dan kanan sungai; dan kawasan sempadan
sempadan pantai dengan lebar sempadan 50 meter sepanjang
pantai.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota;
Rencana penyediaan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota
Kendari sebagaimana dilakukan dengan:
a. mempertahankan RTHeksisting di Kecamatan Kadia,
Kecamatan Kendari Barat, Kecamatan Poasia dan Kecamatan
Kambu, taman kota Kadia, taman kecamatan, taman RT/RW
dan TPU di Kecamatan Abeli, Kecamatan Baruga, Kecamatan
Puuwatu, dan Kecamatan Kendari Barat dengan luas RTH
eksisting kurang lebih 547 Ha;
b. mengembangkan kawasan RTH berupa hutan kota di
Kecamatan Kendari Barat, Kecamatan Puuwatu, Kecamatan
Poasia, Kecamatan Wua‐wua dan Kecamatan Kadia dengan luas
kurang lebih 170 Ha.
kawasan suaka alam dan cagar budaya; meliputi:
a. Tahura Murhum di Kecamatan Kendari dan Kecamatan Kendari
Barat dengan luas kurang lebih 1.301 Ha;
b. Tahura Nanga‐Nanga di Kecamatan Kambu, Kecamatan Poasia
dan Kecamatan Abeli seluas kurang lebih 2.238 Ha;
c. taman wisata alam di Kecamatan Kambu dan Kecamatan Wua‐
Wua, kebun raya di Kecamatan Kambu, dan kawasan
agrowisata di kecamatan Puuwatu dan Kecamatan Mandonga
dengan luas kurang lebih 2.579 Ha.
kawasan rawan bencana alam. meliputi:
a. kawasan rawan bencana banjir, meliputi di Kecamatan Kadia,
Kecamatan Baruga dan Kecamatan Wua‐Wua;
b. kawasan rawan bencana longsor, meliputi Kecamatan Kendari
Barat, Kecamatan Kambu dan Kecamatan Kendari;
c. kawasan rawan bencana tsunami, meliputi Kecamatan Kendari
dan Kecamatan Abeli.
B. Kawasan Budidaya
Rencana pola ruang kawasan budidaya meliputi:
1) kawasan perumahan meliputi perumahan kepadatan tinggi,
perumahan kepadatan sedang dan perumahan kepadatan rendah;
Rencana kawasan perumahan meliputi:
a. perumahan dengan kepadatan tinggi terletak di kawasan
pusat kota dan pusat pertumbuhan baru meliputi Kecamatan
Kadia, Kecamatan Baruga, Kecamatan Poasia, Kecamatan
Wua‐Wua, Kecamatan Abeli, dan Kecamatan Kendari;
b. perumahan dengan kepadatan sedang terletak di antara
kawasan perumahan kepadatan tinggi dan kepadatan rendah
meliputi Kecamatan Kendari Barat, Kecamatan Mandonga,
Kecamatan Wua‐Wua, Kecamatan Baruga, dan Kecamatan
Abeli;
c. perumahan dengan kepadatan rendah terletak berdekatan
dengan kawasan lindung, kawasan agrowisata dan kawasan
pertanian meliputi Kecamatan Puuwatu, Kecamatan
Mandonga, Kecamatan Kambu, Kecamatan Poasia, dan
Kecamatan Abeli.
2) kawasan perdagangan dan jasa;
Rencana kawasan perdagangan dan jasa meliputi:
a. pasar tradisional, berada diKecamatan Kadia, Kecamatan
Puuwatu, Kecamatan Baruga dan Kecamatan Kendari;
b. pusat perbelanjaan, berada di Kecamatan Kadia, Kecamatan
Poasia, dan Kecamatan Wua‐Wua, kecamatan abeli; dan
c. pertokoan modern, terletak di Kecamatan Kadia, Kecamatan
Baruga, Kecamatan Wua‐Wua, Kecamatan Kendari Barat,
Kecamatan Kendari, dan Kecamatan Abeli.
3) kawasan perkantoran;
Rencana kawasan perkantoran meliputi:
a. perkantoran Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, terdapat
di Kecamatan Poasia dengan rencana pengembangan di
Kecamatan Kambu;
b. perkantoran Pemerintah Kota Kendari berada di Kecamatan
Mandonga; dan
c. perkantoran swasta berada di kawasan perdagangan
Mandonga dan kawasan pusat kota, kawasan Teluk Kendari
yang meliputi Kecamatan Kadia, Kecamatan Poasia, dan
Kecamatan Wua‐Wua.
4) kawasan industri;
Rencana kawasan industri meliputi:
a. kawasan industri terbatas meliputi industri manufaktur seluas
kurang lebih 100 Ha yang terletak di Kecamatan Baruga;
b. kawasan industri terpadu yang dikembangkan untuk kegiatan
industri skala besar, terdapat di Kecamatan Abeli; dan
c. kawasan agroindustri di Kecamatan Puuwatu dan Wua‐wua.
5) kawasan pariwisata;
Rencana kawasan pariwisata meliputi:
a. pariwisata budaya, berupa pusat kawasan promosi dan
informasi daerah, serta rumah‐rumah adat Sulawesi Tenggara
di Kecamatan Kadia; wisata perdagangan dan sejarah Kota
Lama di Kecamatan Kendari;
b. pariwisata alam, berupa Taman Wisata Alam di Kecamatan
Wua‐Wua, Kecamatan Baruga, Kecamatan Puuwatu dan
Kecamatan Kambu dan pariwisata agro, di Kecamatan
Kambu, Puuwatu dan Mandonga; dan
c. pariwisata buatan, berupa objek wisata pantai, wisata religius,
dan perdagangan di Kecamatan Kadia Kadia, Kecamatan
Kambu dan Kecamatan Poasia; serta Pusat Kota dan Kawasan
Teluk Kendari meliputi Kecamatan Kambu dan Kecamatan
Kadia.
6) kawasan ruang terbuka non hijau;
Rencana kawasan ruang terbuka non hijau meliputi :
a. kawasan ruang terbuka biru meliputi seluruh Sungai di Kota
Kendari,dan Perairan Teluk Kendari;
b. ruang terbuka yang mengikuti rute jalan arteri primer, arteri
sekunder dan kolektor primer;
b. kawasan pelayanan umum;
Rencana kawasan pelayanan umum meliputi:
kawasan pendidikan, dilakukan dengan menyediakan
fasilitas pendidikan pada sub pusat pelayanan dan pusat
lingkungan, meliputi: Taman Kanak‐Kanak (TK), Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan
sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA);
kawasan kesehatan, meliputi:
1) Kawasan kesehatan dan sarana prasarana untuk
Rumah Sakit skala Provinsi di Kecamatan Baruga dan
Rumah Sakit skala Kota di Kecamatan Kambu; dan
2) Fasilitas kesehatan pada sub pusat pelayanan dan pusat
lingkungan, berupa Puskesmas, Pustu, Rumah Bersalin,
dan rumah sakit swasta.
kawasan peribadatan, dilakukan dengan mengembangkan
tempat‐tempat peribadatan tersebar di pusat‐pusat
lingkungan disesuaikan dengan jumlah penganutnya; dan
fasilitas pelayanan kantor kepolisian skala kota terletak di
Kecamatan Wua‐wua dan skala pelayanan kecamatan
terletak di setiap kecamatan.
c. kawasan pelabuhan;
Rencana kawasan pelabuhan terletak di Kelurahan
Bungkutoko.
d. kawasan militer;
Rencana kawasan militer terletak di Kecamatan Kendari,
Kecamatan Mandonga dan Kecamatan Poasia.
e. kegiatan lainnya yang tidak mengganggu fungsi utama dan
tidak melanggar ketentuan umum aturan zonasi.
5.2.3.4. Penetapan Kawasan Strategis Wilayah Kota
Penetapan kawasan strategis Kota Kendari, meliputi:
A. Kawasan Strategis Kota Dari Sudut Kepentingan Ekonomi;
Rencana kawasan strategis Kota Kendari dari sudut kepentingan
ekonomi meliputi:
a. Teluk Kendari sebagai pusat bisnis, pusat konservasi, pusat
kegiatan pariwisata dan pusat kota sebagai pusat kegiatan
Rencana jalur evakuasi bencana di Kota Kendari meliputi:
a. jalur evakuasi bencana banjir memanfaatkan jaringan jalan
yang yang sudah ada menuju bangunan tempat evakuasi
dapat memanfaatkan fasilitas umum yang ada meliputi
bangunan sekolah, tempat ibadah, sarana olah raga dan
ruang terbuka;
b. jalur evakuasi bencana longsor di Kecamatan Kambu,
Kendari Barat dan Kecamatan Kendari dapat memanfaatkan
jaringan jalan lokal ke daerah yang lebih aman menuju
sarana evakuasi yang dapat memanfaatkan fasilitas umum
seperti bangunan sekolah, tempat ibadah, dan ruang
terbuka;
c. jalur evakuasi untuk bahaya tsunami di Kecamatan Abeli dan
Kecamatan Kendari perlu dibangun jalan‐jalan khususke
tempat yang lebih tinggi yang dinilai aman dari ancaman
bencana;
Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
perkotaan lainnya, dilakukan dengan penyediaan fasilitas
sarana dan prasarana untuk jalur sepeda yang direncanakan
khusus pada sisi jalan yang mengelilingi Teluk Kendari.
5.3. PROYEKSI PERKEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI
keselamatan transportasi laut, penyeberangan dan udara adalah
sangat baik.
Parameter keselamatan transportasi darat pada beberapa
kabupaten agak kurang baik jika ditinjau terhadap salah satu data
kecelakaan transportasi darat yang diperoleh dari kepolisisan.
B. Aksesibilitas
Trayek angkutan transportasi darat sudah mencapai seluruh
kecamatan dari kota/kabupaten yang terdapat di wilayah
Tenggara Pulau Sulawesi, Pulau Buton, Muna, Kabaena,
Wakatobi dan Wawonii, walaupun dengan kondisi pelayanan
jaringan jalan dengan kualitas belum memadai.
Tingkat aksesibilitas dari kinerja jaringan prasarana belum
memadai, karena jika dinilai dari luas wilayah Sulawesi Tenggara
(38.140 Km2) terhadap luas jalan (panjang jalan 9.704,62 Km)
adalah 0,15% dari luas wilayah (seharusnya 5% dari luas wilayah),
namun jika dinilai dari luas jalan per luas wilayah adalah
0,45km/1000 jiwa (seharusnya 0,6 km/1000 jiwa).
Transportasi laut dan penyeberangan terdapat pada seluruh
pulau besar dan kecil, namun sebagian besar (± 90%) dari akses
antar pulau tersebut dilayani dengan sarana transportasi
tradisional, yaitu angkutan laut pelayaran rakyat berupa kapal
kayu motor, dan dilayani dermaga nelayan.
Jaringan prasarana transportasi udara terdapat 6 unit di wilayah
Tenggara Pulau Sulawesi, masing‐masing 1 unit di Kota Kendari,
Kota Baubau dan Kabupaten Kolaka, 2 unit di wilayah Wakatobi
dan 1 unit (rintisan) di wilayah Pulau Muna. Jika ditinjau dari
perbandingan jumlah prasarana bandar udara tersebut dengan
jumlah penduduk dan jumlah kepulauan besar yang ada, maka
aksesibilitas transportasi udara sudah mencapai ± 60%.
Untuk Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Kolaka,
permasalahan aksesibilitas darat perlu ditingkatkan lagi terutama
Kabupaten Konawe Utara sebagai jalur penghubung utama ke
Sulawesi Tengah dan jalur MP3EI di Sultramasih kurang.
Sedangkan di Kabupaten Wakatobi, angkutan penyeberangan
yang menghubungkan antar wilayah dan ke kabupaten/kota lain
masih perlu ditingkatkan baik dari segi frekuensi maupun
kapasitas angkutan.
C. Keterpaduan
Interkoneksi belum memadai pada simpul transportasi yang
terdapat di Wilayah Sulawesi Tenggara, belum terdapat
Gambar 5.10. Kondisi Bandar Udara di Wilayah Sulawesi Tenggara
Keterangan gambar : 1. Haluoleo Kendari
2. Betoambari Baubau
3. Tangketada Kolaka
4. Sugimanuru Muna
5. Matahora Wanci
Jumlah kapasitas pelayanan angkutan laut (penumpang) dan
angkutan penyeberangan ferry (penumpang), dan kendaraan
muatan barang cukup memadai. Kategori cukup memadai karena
sebagian kendaraan umum untuk penumpang dan barang (10%)
sering sekali tidak termuat, dan harus menunggu jadwal kapal
ferry berikutnya, kendaraan menunggu sesuai antrian tunggu
kapal.
Sebagai wilayah perkebunan, pertambangan dan potensi alam
yang besar dengan 74 % wilayahnya adalah perairan, angkutan
penyeberangan perlu dinaikan prioritasnya menjadi angkutan
utama dengan pengembangan pada kapal ro/ro untuk angkutan
barang.
Dengan kapal ro/ro barang ini diharapkan dapat meingkatkan
mobilitas sekaligus produktifitas wilayah di keempat kabupaten /
kota yang ditinjau, baik di Kendari, Kolaka, Konawe Utara dan
terlebih lagi di Wakatobi.
E. Keteraturan
Pelayanan angkutan penyeberangan ferry dan angkutan laut
(penumpang) yang sering tidak sesuai jadwal kedatangan dan
keberangkatan telah mengakibatkan antrian kendaraan
penumpang ataupun kendaraan muatan barang di ruang parkir
tidak permanen dari terminal penyeberangan. Dampaknya adalah
PKL tumbuh kuat untuk melayani kebutuhan penumpang yang
menunggu kedatangan kapal, seperti yang terlihat pada gambar
berikut yang menunjukkan kondisi terminal penyeberangan ferry
Kolaka dan terminal penyeberangan ferry Kendari.
Gambar 5.11. Terminal Penyeberangan Ferry di Wilayah Sulawesi Tenggara
Jaringan pelayanan transportasi laut untuk angkutan barang,
dilayani kapal layar motor, dengan tujuan angkutan barang antar
desa/kota dalam pulau yang sama ataupun angkutan barang
antar pulau dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, dan di
luar Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Pelayanan angkutan
barang tersebut teratur dan lancar, sehingga tidak nampak
antrian tumpukan barang. Angkutan barang ini dapat dilakukan
secara rutin dan teratur karena didukung oleh banyaknya kapal
layar motor.
Gambar 5.12. Angkutan Barang Melalui Jaringan Transportasi Laut
F. Kelancaran dan Kecepatan
Kualitas jaringan jalan kota/kabupaten, jalan provinsi dan jalan
nasional belum memadai, kelancaran perjalanan sangat kurang.
Perjalanan Kendari‐Unaaha‐Kolaka‐Kolaka Utara dicapai dengan
kecepatan rata‐rata 25 km/jam, seharusnya dapat ditempuh
dengan kecepatan rata‐rata 40 km/jam.
G. Kemudahan
Pelayanan angkutan transportasi darat (AKDP) yang ada di
Wilayah Sulawesi Tenggara, umumnya diakomodasi dengan
minibus, jasa transportasi lokal yang mudah dihubungi via
telekomunikasi untuk memperoleh informasi perjalanan. Data
hasil wawancara dari penduduk menjelaskan bahwa informasi
jadwal perjalanan ataupun pembelian tiket (laut, penyeberangan,
dan darat) umumnya diperoleh dari teman/ keluarga.
N. Efisiensi
Penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi adalah load factor. Utilisasi atau tingkat penggunaan
kapasitas sistem transportasi dapat mempergunakan indikator
seperti faktor muat penumpang, faktor muat barang dan tingkat
penggunaan sarana dan prasarana. Apabila load factor rendah
maka dikatakan operasional angkutan tersebut sudah tidak
efisien.
5.3.2. KONDISI EKSISTING DAN PERMASALAHAN
TRANSPORTASI DI KOTA KENDARI
Kota Kendari memiliki karakteristik transportasi yang berbeda
dibanding daerah lain di Provinsi Sulawesi Tenggara. Posisi kota yang
menjadi pusat kegiatan provinsi menyebabkan bangkitan dan tarikan
lalu lintas yang cukup besar, sehingga memungkinkan perkembangan
berbagai moda transportasi yang cukup signifikan.
A. Jaringan Pelayanan
Dalam melayani perpindahan moda transportasi, telah tersedia
terminal B (Terminal Puwatu) yang terletak di Kecamatan Mandoga.
Terminal ini melayani sarana angkutan antar kota antar provinsi
(AKAP), angkutan kota dalam provinsi (AKDP) serta angkutan kota.
Disamping itu sarana transportasi yang khusus melayani angkutan
dalam kota, diadakan dalam bentuk pembagian trayek, yang berbasis 5
titik, yakni Kota Lama, Pasar Baru, Kampus Baru, Pasar Baruga, dan
Anduonohu.
Namun, saat ini kondisi pelayanan angkutan umum masih jauh dari
memuaskan.Sementara jumlah pergerakan meningkat terus dan
penggunaan kendaraan pribadi masih merupakan pilihan yang
menarik, yang mengakibatkan peningkatan jumlah kendaraan pribadi
yang sangat signifikan.Hal ini beakibat pada kondisi lalu lintas yang
kurang tertib dan teratur,kebutuhan parkir kendaraan yang meningkat
serta bertambahnya polusi udara. Mencermati berbagai rencana
pengembangan pusat‐pusat aktivitas yang ada di Kota Kendari
tentunya akan memiliki konsekuensi terhadap munculnya
permasalahan lalu lintas.
Disamping angkutan darat, sarana angkutan laut juga memegang
peranan penting dalam mendukung pergerakan orang, barang dan
jasa di Kota Kendari. Sarana angkutan laut ini menjadi penting karena
sebagian daerah dari Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan daerah
pantai dan memiliki pelabuhan yang potensial sebagai moda
transportasi dari dan ke daerah lain.
Sehubungan dengan itu, pemerintah saat ini mengupayakan berbagai
jenis usaha pelayaran yang ditunjang oleh adanya beberapa pelabuhan
laut.Usaha pelayaran yang sedang beroperasi dewasa ini terdiri dari
pelayaran samudera, nusantara, lokal, rakyat, dan penyeberangan.
Kegiatan usaha angkutan laut di Kota Kendari selama tahun 2003‐
2007, seperti kunjungan kapal, arus barang dan penumpang disajikan
pada Tabel 5.15. di bawah ini.
Tabel 5.15. Kunjungan Kapal Menurut Jenis Pelayaran di Kota Kendari
No. Jenis Pelayaran Jumlah Kapal GRT
1. Dalam Negeri
a. Kapal Nasional 1.888 886.613
b. Kapal Asing 5 12.006
c. Pelayaran Rakyat 547 29.915
d. Pelayaran Perintis 38 10.160
e. Pelayaran Khusus 91 194.122
f. Pelayaran Lainnya 186 10.197
2. Luar Negeri
a. Samudera Asing ‐ ‐
b. Samudera Nasional ‐ ‐
c. Pelayaran Khusus 18 25.936
2007 2.773 1.168.949
2006 2.963 1.148.518
Jumlah 2005 4.308 1.179.498
2004 4.623 1.150.686
2003 4.481 1.112.307
Sumber: Kota Kendari Dalam Angka, 2008
Dalam segi pelayanan transportasi udara, selama tahun 2007 lalu lintas
pesawat yang datang/berangkat melalui Bandara Haluoleo tercatat
2790 kali, naik 11,07% dari tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah
penumpang yang datang sebanyak 164.363 orang dan berangkat
sebanyak 167.338 orang, masing‐masing naik 3,59% dan 6,05% dari
tahun sebelumnya.
B. Jaringan Prasarana
Jaringan jalan raya merupakan salah satu prasarana yang sangat
dominan dalam pergerakan orang maupun barang di Kota Kendari.
Data statistik tahun 2007 menunjukkan bahwa dari sisi kewenangan
pembinaan jalan, sebesar 46,72 km panjang jalan merupakan jalan
nasional, 52,48 km panjang jalan provinsi, dan 373,07 km panjang jalan
kota. Jalan nasional umumnya dalam kondisi baik, sementara jalan
provinsi dan jalan kota pada umumnya mengalami permukaan yang
tidak rata serta rusak ringan. Berdasarkan data tersebut, dapat
9 Poasia Zona Internal
10 Konawe selatan Zona Eksternal
B. Potensi Pergerakan Di Kota Kendari
Potensi pergerakan yang terjadi di suatu wilayah dapat teridentifikasi
melalui tahapan bangkitan pergerakan dalam proses permodelan
transportasi. Tahapan ini dilakukan untuk menetapkan besarnya
bangkitan pergerakan yang dihasilkan oleh rumah tangga, baik untuk
pergerakan berbasis rumah maupun bukan berbasis rumah pada
selang waktu tertentu (per jam atau per hari).
Dalam tahapan bangkitan pergerakan ini, pada zona internal, potensi
pergerakan dari setiap zona dapat melalui data bangkitan dan tarikan
pergerakan dari hasil survey wawancara asal tujuan yang telah
dilakukan. Untuk dapat mewakili nilai total bangkitan dan tarikan
pergerakan yang terjadi maka besaran pergerakan dalam 1 hari survey
yang telah diperoleh kemudian dicek ulang dengan besaran LHR
perolehan data survey traffic counting di lokasi yang sama.
Selanjutnya prediksi bangkitan / tarikan pergerakan untuk Konawe
Utara adalah sebagai berikut :
Tabel 5.17. Analisis Prediksi Bangkitan Pergerakan Penumpang Kondisi BAU Kota
Kendari
Tabel 5.18. Analisis Prediksi Bangkitan Pergerakan Barang Kondisi BAU Kota Kendari
C. Distribusi Pergerakan Di Kota Kendari
A. MAT TAHUN DASAR (2014)
MAT Kota Kendari diperoleh dari hasil MAT dasar yang diperoleh dari
Dinas Perhubungan Kota Kendari sebagai prior matrix dan
dikembangkan dengan menggunakan software EMME 4 berdasarkan
data lalulintas dan divaidasai dari hasil survey Road Side Interview
(RSI). Berikut ini adalah MAT sampel Kota Kendari Tahun 2012 dalam
satuan perjalanan per hari.
Tabel 5.19. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Penumpang Eksisting Kota Kendari 2014
Gambar 5.14. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Eksisting Kota Kendari Tahun
2014 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.15. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Eksisting Kota Kendari
Tahun 2014 (Perjalanan/hari)
Tabel 5.20. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang Eksisting Kota Kendari 2014
Gambar 5.16. Desire Line Pergerakan Asal Barang Eksisting Kota Kendari Tahun 2014
(Ton/hari)
Gambar 5.17. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Eksisting Kota Kendari Tahun
2014 (Ton/hari)
B. MATRIK ASAL TUJUAN PREDIKSI KABUPATEN WAKATOBI
1) MAT PERGERAKAN PENUMPANG
Prediksi Matrik Asal Tujuan (MAT) untuk angkutan penumpang di
Kabupaten Wakatobi dilakukan dengan menggunakan Metode Analogi
Furness, dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 5.21. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Penumpang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2019 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.18. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2019 (Perjananan/hari)
Gambar 5.19. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2019 (Perjananan/hari)
Tabel 5.22. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Penumpang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2024 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.20. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2024 (Perjananan/hari)
Gambar 5.21. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2024 (Perjananan/hari)
Tabel 5.23. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Penumpang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2029 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.22. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2029 (Perjananan/hari)
Gambar 5.23. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2029 (Perjananan/hari)
Tabel 5.24. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Penumpang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2034 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.24. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2034 (Perjananan/hari)
Gambar 5.25. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2034 (Perjananan/hari)
2) PERGERAKAN BARANG
Prediksi Matrik Asal Tujuan (MAT) untuk angkutan barang pada kondisi
BAU (Business as Usual) di Kota Kendari dilakukan dengan
menggunakan Metode Analogi Furness, dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 5.25. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang Kondisi BAU Kota Kendari Tahun
2019 (Ton /hari)
Gambar 5.26. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi BAU Kota Kendari Tahun
2019 (Ton/hari)
Gambar 5.27. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2019 (Ton/hari)
Tabel 5.26. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang Kondisi BAU Kota Kendari Tahun
2024 (Ton /hari)
Gambar 5.28. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi BAU Kota Kendari Tahun
2024 (Ton/hari)
Gambar 5.29. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2024 (Ton/hari)
Tabel 5.27. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang Kondisi BAU Kota Kendari Tahun
2029 (Ton /hari)
Gambar 5.30. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi BAU Kota Kendari Tahun
2029 (Ton/hari)
Gambar 5.31. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi BAU Kota Kendari Tahun
2019 (Ton/hari)
Tabel 5.28. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang Kondisi BAU Kota Kendari Tahun
2034 (Ton /hari)
Gambar 5.32. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi BAU Kota Kendari Tahun
2034 (Ton/hari)
Gambar 5.33. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi BAU Kota Kendari
Tahun 2034 (Ton/hari)
Gambar 5.34. Kawasan Perhatian Investasi (KPI) di Koridor Ekonomi Sulawesi
Gambar 5.35. KPI Kota Kendari Dengan Sektor Utama Bidang Perikanan
Saat ini perikanan berkontribusi sekitar 22 persen dari total PDRB sub
sektor pertanian pangan (70 persentangkapan dan 30 persen
budidaya) dimana sekitar 20 persen dari aktivitas perikanan tersebut
merupakanperikanan tangkap dan sisanya adalah perikanan budidaya.
Potensi pengembangan perikanan terusberkembang secara signifikan
karena sebagian besar hasil perikanan di Sulawesi adalah untuk
pemenuhankebutuhan ekspor seiring dengan permintaan global yang
terus meningkat. Meskipun sumber daya perikanan cukup melimpah,
terdapat persoalan terkait dengan ekploitasi penangkapan ikanyang
berlebihan di beberapa areal laut sehingga mengancam keberlanjutan
kegiatan ini. Sebagai contoh, eksploitasipenangkapan ikan demersal
dan udang di Sulawesi Selatan dan ikan pelagis besar di Sulawesi
Utara.
Untuk mengurangi eksploitasi penangkapan ikan yang berlebih dan
meningkatkan produksi perikanan yanglebih berkelanjutan, maka
dikembangkan juga perikanan budidaya (akuakultur).
Dalam kaitannya denganpengembangan perikanan budidaya, area
tambak di koridor ini ideal untuk budidaya udang yang bernilai tinggi
dimana nilai jualnya jauh lebih tinggi daripada nilai jual rumput laut
yang mendominasi hasil produksi akuakultur.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Sulawesi Selatan telah
mengutarakan keinginan untuk menjadisentra perikanan budidaya di
Indonesia.Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka
pengembangan kegiatan perikanan akan diprioritaskan padaperikanan
budidaya (akuakultur). Hal ini sejalan dengan rencana pengembangan
perikanan dan kelautanyang dicanangkan oleh pemerintah. Namun
demikian, secara khusus, dalam pengembangan kegiatan ekonomi
utama perikanan ini ada beberapatantangan yang harus dihadapi,
antara lain:
1. Persaingan di pasar global, dimana beberapa produk perikanan
dari negara lain seperti Thailand danVietnam memiliki daya saing
yang sangat tinggi yang dikarenakan proses produksi yang jauh
lebih efisiendibandingkan dengan Indonesia.
2. Persaingan di pasar dalam negeri, yaitu daerah‐daerah lainnya di
Indonesia yang memproduksi produkperikanan sejenis.
3. Persyaratan kualitas/mutu produk perikanan seperti persyaratan
label, kemasan, keamanan produk,traceability, green/eco label dan
syarat kandungan BTP akan semakin ketat. Ini merupakan
suatutantangan ke depan agar industri perikanan dapat lebih
meningkatkan mutu dan memperketat kontrol kualitasproduk
perikanan yang dihasilkan.
Regulasi dan Kebijakan
Berdasarkan potensi dan tantangan pengembangan kegiatan
perikanan tersebut di atas, diperlukan dukungan terkait regulasi dan
kebijakan berikut:
1. Meningkatkan nilai tambah produk dengan pengadaan subsidi
konversi lahan untuk pembuatan tambak/budidaya udang;
2. Meningkatkan aktivitas pengolahan rumput laut;
3. Mengembangkan minapolitan berbasiskan perikanan tangkap
untuk percepatan pembangunan kawasanyang berbasis perikanan
tangkap dan minapolitan berbasis perikanan budidaya;
4. Mengembangkan sistem pengaturan dan pengawasan yang lebih
ketat mengenai aktivitas penangkapanikan;
5. Melakukan konversi areal bakau menjadi tambak udang sesuai
persyaratan yang berlaku.
Konektivitas (infrastruktur)
Pengembangan kegiatan ekonomi utama perikanan
memerlukandukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur)
berupa:
1. Pembangunan balai benih ikan/hatchery untuk menghasilkan bibit
unggul;
2. Pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan;
3. Pengembangan Unit Pengolahan Ikan (UPI);
4. Peningkatan kapasitas pelabuhan di Makassar dan Manado;
5. Akses jalan yang lebih baik dari lokasi perikanan menuju pelabuhan
dan pusat perdagangan regional;
6. Pembangunan fasilitas penyimpanan hasil laut, di tempat‐tempat
pelelangan maupun di pusat‐pusatperdagangan;
7. Peningkatan kapasitas infrastruktur (listrik, air, telekomunikasi).
Industri Pengolahan
Perikanan dan
Produk Kelautan di
Konawe Selatan
Gambar 5.36. Rencana Pengembangan Kawasan Minapolitan Perikanan di KPI Kota Kendari
SDM dan IPTEK
Untuk mencapai pengembangan kegiatan ekonomi utama perikanan
yang berkelanjutan,diperlukan upaya‐upaya:
1. Penyediaan pendidikan kepada nelayan untuk memastikan
penggunaan metode penangkapan yang lebihbaik guna menjaga
kelangsungan produksi perikanan;
2. Peningkatan produktivitas penangkapan dan pengolahan melalui
pelatihan dan penyuluhan, pengadaanmodal, alih teknologi tepat
guna;
3. Perbaikan edukasi nelayan dan akses terhadap finansial;
4. Penegakkan peraturan terkait kualitas/mutu produk perikanan
secara lebih baik;
5. Pemberian bantuan dana (subsidi) terutama bagi petani pemula
budi daya udang;
6. Peningkatan standar proses industri, terutama untuk produk
ekspor sehingga dapat mencapai nilai yang optimal.
Untuk sektor perikanan di Kota Kendari ini juga didalam mendukung
industri pengolahan ikan dan produk perikanan/kelautan di Kabupaten
Konawe Selatan yang merupakan tetangga dekat Kota Kendari serta
rencana pengembangan Pelabuhan Utama Bongkutoko di Kota
Kendari.
A. POTENSI BANGKITAN / TARIKAN PERGERAKAN
Potensi pergerakan yang terjadi di suatu wilayah dapat teridentifikasi
melalui tahapan bangkitan pergerakan dalam proses permodelan
transportasi. Tahapan ini dilakukan untuk menetapkan besarnya
bangkitan pergerakan yang dihasilkan oleh rumah tangga, baik untuk
pergerakan berbasis rumah maupun bukan berbasis rumah pada
selang waktu tertentu (per jam atau per hari).
Pada scenario ini diprediksi pergerakan baik penumpang ataupun
barang di Kota Kendari dipengaruhi oleh percepatan pembangunan
dengan konsep MP3EI.
Adapun prediksi bangkitan dan tarikan pergerakan untuk Kota Kendari
untuk kondisi dengan MP3EI adalah sebagai berikut :
Tabel 5.29. Analisis Prediksi Bangkitan Pergerakan Penumpang Kondisi Dengan
MP3EI di Kota Kendari (Pergerakan/hari)
Tabel 5.30. Analisis Prediksi Bangkitan Pergerakan Barang Kondisi Dengan MP3EI di
Kota Kendari (Ton/hari)
B. MATRIK ASAL TUJUAN PREDIKSI KABUPATEN WAKATOBI
DENGAN MP3EI
1) MAT PERGERAKAN PENUMPANG
Prediksi Matrik Asal Tujuan (MAT) untuk angkutan penumpang dengan
MP3EI di Kota Kendari dilakukan dengan menggunakan Metode
Analogi Furness, dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 5.31. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Penumpang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2014 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.37. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2014 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.38. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2014 (Perjalanan/hari)
Tabel 5.32. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Penumpang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2019 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.39. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2019 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.40. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2019 (Perjalanan/hari)
Tabel 5.33. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Penumpang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2024 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.41. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2024 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.42. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2024 (Perjalanan/hari)
Tabel 5.34. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Penumpang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2029 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.43. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2029 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.44. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2029 (Perjalanan/hari)
Tabel 5.35. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Penumpang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2034 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.45. Desire Line Pergerakan Asal Penumpang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2034 (Perjalanan/hari)
Gambar 5.46. Desire Line Pergerakan Tujuan Penumpang Kondisi Dengan MP3EI
Kota Kendari Tahun 2034 (Perjalanan/hari)
2) MAT PERGERAKAN BARANG
Prediksi Matrik Asal Tujuan (MAT) untuk angkutan barang dengan
MP3EI di Kota Kendari pada kondisi dengan MP3EI dilakukan dengan
menggunakan Metode Analogi Furness, dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 5.36. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2014 (Ton/hari)
Gambar 5.47. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2014 (Ton/hari)
Gambar 5.48. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2014 (Ton/hari)
Tabel 5.37. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2019 (Ton/hari)
Gambar 5.49. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2019 (Ton/hari)
Gambar 5.50. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2019 (Ton/hari)
Tabel 5.38. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2024 (Ton/hari)
Gambar 5.51. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2024 (Ton/hari)
Gambar 5.52. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2024 (Ton/hari)
Tabel 5.39. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2029 (Ton/hari)
Gambar 5.53. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2029 (Ton/hari)
Gambar 5.54. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2029 (Ton/hari)
Tabel 5.40. Matrik Asal Tujuan Pergerakan Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2034 (Ton/hari)
Gambar 5.55. Desire Line Pergerakan Asal Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2034 (Ton/hari)
Gambar 5.56. Desire Line Pergerakan Tujuan Barang Kondisi Dengan MP3EI Kota
Kendari Tahun 2034 (Ton/hari)
ARAH PENGEMBANGAN
BAB 6
6.1. LATAR BELAKANG
Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran
transportasi sebagai urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Pembangunan sektor transportasi
diarahkan pada terwujudnya sistem transportasi yang efektif dan
efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika
pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa,
mendukung pola distribusi nasional, serta mendukung pengembangan
wilayah dan peningkatan hubungan internasional yang lebih
memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara
dalam rangka perwujudan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perwujudan sistem transportasi yang efektif dan efisien menghadapi
berbagai tantangan, peluang, dan kendala sehubungan dengan adanya
perubahan lingkungan yang dinamis, seperti otonomi daerah,
globalisasi ekonomi, perubahan perilaku permintaan jasa transportasi,
kondisi politik, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kepedulian pada kelestarian lingkungan hidup, serta adanya
keterbatasan sumber daya. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut,
Sistem Transportasi Nasional perlu terus ditata dan disempurnakan
dengan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga
terwujud keterpaduan antar dan intra moda transportasi, dalam
rangka memenuhi kebutuhan pembangunan, tuntutan masyarakat,
serta perdagangan nasional dan internasional dengan memperhatikan
kelayakan sarana dan prasarana transportasi.
Berdasarkan kondisi seperti yang disebutkan di atas dan dengan
memperhatikan perkiraan perubahan pola aktivitas, pola pergerakan,
serta peruntukan lahan, maka perlu disusun dokumen Sistem
Transportasi Nasional pada Tataran Transportasi Lokal Kota Kendari
berupa jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi Kota
Kendari untuk jangka pendek, menengah, dan panjang, sebagai salah
satu perwujudan Sistranas dan menjadi pedoman atau acuan
pembangunan transportasi Kota Kendari.
Arah Pengembangan VI ‐ 1
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 6.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) 2008
Arah Pengembangan VI ‐ 2
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 3
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 6.2. Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi
Arah Pengembangan VI ‐ 4
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 6.3. Rencana Tata Ruang Provinsi Sulawesi Tenggara
Arah Pengembangan VI ‐ 5
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Di dalam undang‐undang bidang transportasi diamanahkan penetapan
rencana induk dan tatanan mengenai simpul transportasi. Dokumen‐
dokumen tersebut antara lain meliputi:
a. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 11 Tahun 2010 Tatanan
Kebandar Udaraan Nasional;
b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 15 Tahun 2010 Tentang
Cetak Biru Transportasi Multimoda;
c. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 43 Tahun 2011 Tentang
Rencana Induk Perkeretaapian Nasional;
d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2006
Tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan;
e. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 6 Tahun 2010 Tentang
Cetak Biru Pengembangan Transportasi Penyeberangan Tahun
2010‐2030;
f. Cetak Biru Angkutan Sungai dan Danau (sedang dalam proses
penyelesaian);
g. Tatanan Kepelabuhanan (sedang dalam proses penyelesaian).
Penyelarasan dokumen Sistranas sejalan dengan perkembangan dan
dinamika nasional dan lingkungan strategis, serta harmonisasi dengan
berbagai dokumen perencanaan lainnya, seperti Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dan Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), serta empat
peraturan perundang‐undangan transportasi, Sistem Logistik Nasional,
Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda mempunyai korelasi
yang kuat dengan ekonomi.
Kedudukan Sistranas, Sistranas Pada Tatranas, Sistranas Pada Tatrawil,
Sistranas Pada Tatralok serta dokumen terkait di masing‐masing moda
transportasi sesuai dengan peraturan perundang‐undangan dapat
dilihat pada Gambar 6.4.
Arah Pengembangan VI ‐ 6
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
SISTRANAS SISLOGNAS
UU
UU
17/2007
ttg 26/2006 UU 1/2009 ttg
RPJPN ttg UU 38/ UU 22/2009 UU 23/2007 ttg UU 17/2008 ttg
Penerbangan
2004 ttg ttg LLAJ KA Pelayaran
2005 - Penataan
Jalan
2025 Ruang
MP3EI
(Perpres
32/2011) Cetak Biru
Tatanan Kebandar
Tatanan KA Tatanan Kepelabuhanan
udaraan Nasional
Transportasi
Nasional Nasional
(KM 11/2010) Multimoda
(KM 15/2010)
RTRWN Rencana
PP5/2010 (PP Umum Rencana Rencana Induk Rencana Induk Rencana
ttg 26/2008) Jaringan Induk Perkeretaapian Jaringan Induk Rencana Induk
RPJMN RTRWP, Jalan LLAJ Nasional Penyeberangan Pelabuhan Nasional Bandar
2010 – RTRWK Nasional Nasional Nasional Nasional Udara
2014
Gambar 6.4 Integrasi Perwujudan Sistranas
Arah Pengembangan VI ‐ 7
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 8
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 6.5. Peta Administrasi Wilayah Kota Kendari
Arah Pengembangan VI ‐ 9
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
A. VISI
Visi dari sistem transportasi Kota Kendari adalah “Mewujudkan Sistem
Transportasi Kota Kendari Yang Merata Dan Berkelanjutan Serta
Mendukung Terwujudnya Kota Kendari Sebagai Kota Dalam Taman
Yang Maju, Demokratis Dan Sejahtera Dalam Kerangka Kesinergian
Dengan Percepatan Pelaksanaan Pembangunan”.
B. MISI
Dalam mewujudkan visi transportasi Kota Kendari, maka misi yang
diemban untuk mewujudkan visi tersebut adalah :
(1) Misi Lingkungan ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari
diarahkan mampu mendukung kualitas dan kapasitas lingkungan
yang lebih baik dan semakin baik.
(2) Misi Sosial Kemasyarakatan ; Yaitu sistem transportasi Kota
Kendari diarahkan untuk mencapai dan mendukung peningkatan
kualitas kehiduapan sosial kemasyarakatan yaitu mengurangi
kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan serta kemakmuran
masyarakat.
(3) Misi Pelayanan ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari harus
mampu memberikan kualitas pelayanan yang optimal yaitu
terwujudnya sistem transportasi yang efisien dan efektif
sebagaimana diarahkan dalam Sistem Transportasi Nasional.
(4) Misi Perekonomian ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari harus
mampu mendukung peningkatan perekonomian daerah dan
masyarakat secara signifikan.
(5) Misi Profesionalisme Aparat ; Yaitu sistem transportasi Kota
Kendari harus mampu mendukung peningkatan kualitas
profesionalisme aparat dibidang transportasi khususnya maupun
dibidang lainnya dalam rangka percepatan pembangunan yang
berkualitas.
(6) Misi Kepemerintahan yang Baik (Good Governance); Yaitu secara
keseluruhan diharapkan sistem transportasi Kota Kendari mampu
mendukung dan menjadi stimulant perwujudan sistem
kepemerintahan yang baik terutama dalam bidang pelayanan
masyarakat.
Arah Pengembangan VI ‐ 10
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 6.6. Kondisi Transportasi Eksisting Kota Kendari
Arah Pengembangan VI ‐ 11
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 12
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
- Mempertahankan kinerja pelayanan jaringan jalan yang telah
terbangun dengan mengoptimalkan pemanfaatan prasarana
jalan melalui pemanfaatan hasil penelitian dan
pengembangan teknologi jalan.
- Peningkatan kondisi jaringan pelayanan dan menjamin
efisiensi pelayanan transportasi umum jalan raya.
- Mendorong keterlibatan peran dunia usaha dan masyarakat
dalam penyelenggaraan dan penyediaan prasarana dan
sarana transportasi jalan.
- Peningkatan keselamatan lalu lintas jalan secara
komprehensif dan terpadu dari aspek pencegahan,
pembinaan, penanganan dampak kecelakaan dan daerah
rawan kecelakaan dan kelaikan sarana dan prasarana.
- Meningkatkan manajemen dan rekayasa lalu lintas serta
pembinaan teknis tentang pelayanan operasional
transportasi.
- Menjaga ketersediaan aksesibilitas transportasi pada daerah
terpencil.
- Penataan sistem transportasi jalan sejalan dengan sistem
transportasi lokal Kota Kendari untuk menunjang sistem
transportasi wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.
- Peningkatan pembinaan teknis penataan transportasi
kecamatan di daerah kecamatan.
- Sejalan dengan desentralisasi dan otonomi daerah, dibuat
sistem standar pelayanan minimal dan standar teknis di
bidang LLAJ serta skema untuk peningkatan pelaksanaan
pengendalian dan pengawasan LLAJ di daerah.
- Mendukung pengembangan transportasi yang berkelanjutan.
- Meningkatkan kelancaran pelayanan transportasi jalan secara
terpadu: penataan sistem jaringan dan terminal, manajemen
lalu lintas, fasilitas dan rambu jalan.
- Mendorong efisiensi transportasi barang dan penumpang di
jalan melalui penataan jaringan.
- Penerapan teknologi transportasi jalan yang ramah
lingkungan dan berkesinambungan.
Kebijakan Khusus:
Berdasarkan rencana pengembangan pusat‐pusat permukiman
dan rencana interaksi antar wilayah (baik internal maupun
eksternal), maka jaringan transportasi darat yang penting
dikembangkan untuk wilayah ini antara lain:
Arah Pengembangan VI ‐ 13
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 14
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
4. Sistem Transportasi Kereta Api
Arah kebijakan transportasi kereta api meliputi:
- Perencanaan pengembangan lintas koridor pelayanan kereta api
yang dibutuhkan dimasa yang akan datang.
- Peningkatan peran transportasi perkeretaapian melalui
perwujudan keterpaduan intra dan antar moda dan
pengembangan kereta api perkotaan.
- Peningkatan peran serta pemerintah dan swasta di bidang
perkeretaapian.
6.4.3. SISTEM TRANSPORTASI LAUT
Kebijakan Umum :
Arah kebijakan transportasi laut meliputi:
- Meningkatkan peran transportasi laut dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi Kota Kendari.
- Meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam
penyelenggaraan transportasi laut.
- Membangun, mengembangkan dan meningkatkan aksesibilitas
pelabuhan yang memiliki potensi.
- Meningkatkan kualitas pelayanan jasa transportasi laut dan
kepelabuhan.
Kebijakan Khusus :
Jaringan transportasi laut terdiri dari pelabuhan laut dan alur
pelayaran di laut. Sistem pelabuhan laut dikembangkan dalam
klasifikasi pelabuhan hub internasional, pelabuhan internasional dan
pelabuhan nasional.
1). Pelabuhan hub internasional diarahkan untuk melayani kegiatan
dan alih muat peti kemas angkutan laut nasional dan
internasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan
sangat luas serta berfungsi sebagai simpul jaringan transportasi
laut internasional.
2). Pelabuhan internasional diarahkan untuk melayani kegiatan dan
alih muat peti kemasi angkutan laut nasional dan internasional
dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan sangat luas serta
berfungsi sebagai simpul jaringan transportasi laut nasional.
3). Pelabuhan nasional diarahkan untuk melayani kegiatan dan alih
muat peti kemas angkutan laut nasional dan internasional dalam
jumlah menengah dan jangkauan pelayanan menengah
Arah Pengembangan VI ‐ 15
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Alur pelayaran di laut terdiri dari alur pelayaran internasional dan
alur pelayaran nasional. Penetapan alur pelayaran dimaksudkan
untuk menjamin pelayaran yang aman, cepat dan berkelanjutan.
Alur pelayaran internasional memanfaatkan Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) yang ditetapkan menurut peraturan perundang‐
undangan. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang
menghubungkan dua lautan bebas Samudera Hindia dan Pasifik
meliputi:
1). ALKI I yang melintasi Laut China Selatan – Selat karimata – Laut
Jawa – Selat Sunda dengan cabang ALKI I‐A yang melintasi Selat
Singapura – Laut Natuna.
2). ALKI II melintasi Laut Sulawesi – Selat Makassar – Laut Flores –
Selat Lombok.
3). ALKI III melintasi Samudera Pasifik – Selat Maluku – Laut Seram
– Laut Banda, dengan cabang :
ALKI III‐A dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia
melintasi Laut Maluku – Laut Seram – Laut Banda – Selat
Ombai – Laut Sawu.
ALKI III‐B dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia
melintasi Laut Maluku – Laut Seram – Laut Banda – Selat
Leti.
ALKI III‐C dari Samudera Pasifik ke Laut Arafuru melintasi
Laut Maluku – Laut Seram – Laut Banda.
ALKI III‐D dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia
melintasi Laut Maluku – Laut Seram – Laut Banda – Selat
Ombai – Laut Sawu.
ALKI III‐E dari Samudera Hindia ke Laut Sulawesi melintasi
Laut Sawu – Selat Ombai – Laut Banda – Laut Seram – Laut
Maluku.
Berdasarkan rencana pengembangan pusat‐pusat permukiman dan
rencana interaksi antar wilayah (baik internal maupun eksternal),
maka jaringan transportasi laut yang penting dikembangkan untuk
wilayah ini antara lain:
Pengembangan rute di Kecamatan Kendari yang melayani
pergerakan dari Kota Kendari ke kabupaten, kota, dan pulau‐
pulau yang berada di sekitar Kota Kendari.
Untuk menunjang sistem transportasi yang ideal, maka perlu
dilakukan beberapa peningkatan di pelabuhan, seperti:
Pengembangan pelabuhan terpadu barang dan penumpang
skala nasional di Kelurahan Bungkutoko;
Pengembangan Pelabuhan Kota Lama dengan fungsi melayani
pergerakan lokal dan antar pulau di sekitar Kota Kendari.
Arah Pengembangan VI ‐ 16
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 17
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 18
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 19
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 20
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 21
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 22
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 23
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Pembangunan jalan arteri primer Jl. Piere Tendean – Jl. Christina
M. Tiahahu ‐ Jl. DI. Panjaitan ‐ Jl. Ahmad Yani ‐ Jl. Abd. Silondae.
Pembangunan jalan arteri primer Jl. R. Suprapto – Jl. Patimura –
Jl. M. Yamin ‐ Jl. Dr. Sam Ratulangi – Jl. S. Parman – Jl. Sutoyo – Jl.
Sultan Hasanuddin – Jl. Dr. M. Hatta – Jl. Ir. Soekarno.
Pembangunan jalan arteri primer Jl. Tambo Losoano Oleo – Jl.
Tambo Tepuliano Oleo.
Peningkatan sarana pelayanan angkutan umum formal (taxi dan
penetapan rute angkutan kota).
Pengadaan jalur jalan sepeda dan jalur pejalan serta jalur hijau,
terutama pada kawasan perumahan dan permukiman baru,
kawasan perdagangan dan perkantoran.
Pengkajian untuk mengaktualisasi kembali penggunaan
transportasi non motorisasi (sepeda).
Pengembangan pelabuhan penumpang kontainer Pulau
Bungkutoko
Kajian untuk menata kembali lokasi dan sarana pelabuhan utama,
pengumpul, dan pengumpan di Kota Kendari
Peningkatan fasilitas dermaga, khusus untuk kapal‐kapal motor
Peningkatan/melengkapi sarana dan prasarana Bandar udara
(fasilitas komunikasi, penerbangan, dan navigasi penerbangan)
Peningkatan standard bandara sebagai bandara internasional
(kebutuhan panjang runway dan luas apron, terminal
penumpang dan kargo)
Penambahan jumlah rute penerbangan angkutan udara
domestik, regional, nasional dan internasional
6.6.2. TAHAPAN PROGRAM JANGKA MENENGAH
Jangka menengah (2020 – 2025) merupakan tahap pemantapan kinerja
pelayanan transportasi, antara lain :
a. Strategi disusun dalam rangka untuk secara bertahap
memantapkan kinerja pelayanan jaringan prasarana dan jaringan
pelayanan transportasi di Kota Kendari untuk dapat mengimbangi
perubahan pola dan besar permintaan perjalanan orang dan barang
sesuai dengan rencana pengembangan wilayah yang ada,
b. Fokus kebijakan diarahkan untuk menghasilkan struktur dasar dari
jaringan prasarana dan jaringan pelayanan sebagai pembentuk dan
pengakomodasi tata ruang di Kota Kendari, dan
Arah Pengembangan VI ‐ 24
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 25
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 26
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 27
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Arah Pengembangan VI ‐ 28
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 6.7. Indikasi Program Sistem Jaringan Pelayanan Transportasi Darat Kota Kendari
Arah Pengembangan VI ‐ 29
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 6.8. Indikasi Program Sistem Jaringan Pelayanan Transportasi Laut Kota Kendari
Arah Pengembangan VI ‐ 30
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 6.9. Indikasi Program Sistem Jaringan Pelayanan Transportasi Udara Kota Kendari
Arah Pengembangan VI ‐ 31
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 6.10. Indikasi Program Sistem Jaringan Prasarana Dan Pelayanan Transportasi Kereta Api Kota Kendari
Arah Pengembangan VI ‐ 32
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 6.11. Indikasi Program Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Darat Kota Kendari
Arah Pengembangan VI ‐ 33
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 6.12. Indikasi Program Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Laut Kota Kendari
Arah Pengembangan VI ‐ 34
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Gambar 6.13. Indikasi Program Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Udara Kota Kendari
Arah Pengembangan VI ‐ 35
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
6.7.1. MATRIKS PROGRAM INDIKASI PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI
Berikut adalah matriks indikasi program pelayanan dan prasarana dari transpotasi darat, laut dan udara di Kota Kendari.
Tabel 6.1. Indikasi Program Sistem Jaringan Pelayanan Transportasi Darat Kota Kendari
TAHAP PELAKSANAAN
PENANGGUNG INSTANSI
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2019‐ 2025‐ 2030‐ PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 JAWAB TERKAIT
2024 2029 2034
A. JALAN
PEMBANGUNAN TRAYEK BARU ANGKUTAN
1.
UMUM:
BAPPEDA,
1. Pasar PKL – BTN KendariPermai – Kampus DLLAJ,
Trayek 1 Dishub Kota APBD KOTA
via RS. Abunaawas (Trayek No. 18) POLDA,
BINAMARGA
BAPPEDA,
2. Pasar PKL – Terminal Baruga via DLLAJ,
Trayek 1 Dishub Kota APBD KOTA
Waterboom (Trayek No. 19) POLDA,
BINAMARGA
BAPPEDA,
3. Pasar PKL – Labibia via RS. Jiwa/ Rusunawa DLLAJ,
Trayek 1 Dishub Kota APBD KOTA
(Trayek No. 17) POLDA,
BINAMARGA
2.
PENERAPAN SISTEM BRT:
Terminal Puwatu – Jl. R. Suprapto – Jl. Laute BAPPEDA,
– Jl. Balai Kota – Jl. Abunawas – Jl. Yonoes – DLLAJ,
Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
Jl. MT. Haryono – Jl. HEA Mokodompit – Jl. A. POLDA,
Yani – Terminal Baruga (pp) BINAMARGA
PENATAAN LALU LINTAS DENGAN BAPPEDA,
3. PEMBENTUKAN SISTEM PENATAAN DAN Paket 1 Dishub Kota DLLAJ, APBD KOTA
PENGENDALIAN KAWASAN LALU LINTAS POLDA,
Arah Pengembangan VI ‐ 36
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
TAHAP PELAKSANAAN
PENANGGUNG INSTANSI
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2019‐ 2025‐ 2030‐ PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 JAWAB TERKAIT
2024 2029 2034
(Area Traffic Control System) BINAMARGA
B. PENYEBERANGAN
1. PENGEMBANGAN KAPASITAS ANGKUTAN
PENYEBERANGAN FERRY DENGAN RUTE:
BAPPEDA,
DLLAJ,
Kendari – Wangi‐wangi (wakatobi) Rute 1 Dishub Provinsi APBD KOTA
POLDA,
BINAMARGA
Arah Pengembangan VI ‐ 37
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tabel 6.2. Indikasi Program Sistem Jaringan Pelayanan Transportasi Laut Kota Kendari
Arah Pengembangan VI ‐ 38
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tabel 6.3. Indikasi Program Sistem Jaringan Pelayanan Transportasi Udara Kota Kendari
Arah Pengembangan VI ‐ 39
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Tabel 6.4. Indikasi Program Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Kota Kendari
TAHAP PELAKSANAAN
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2020‐ 2025‐ PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 2019
2025 2034
A. ANTARMODA
Penambahan anggaran biaya
pemeliharaan sarana BAPPEDA, DLLAJ,
1 Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
dermaga penyeberangan POLDA, BINAMARGA
Kendari
Peningkatan fasilitas terminal
penyeberangan (kebersihan
kamar mandi, air bersih, dan BAPPEDA, DLLAJ,
2 Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
belum terdapat fasiliitas POLDA, BINAMARGA
parkir kendaraan yang
memadai)
Peningkatan pelayanan
sarana dan prasarana
angkutan kota di pelabuhan BAPPEDA, DLLAJ,
3 Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
pengumpul Kota Kendari POLDA, BINAMARGA
(Terminal/halte angkutan
kota dan regional, parkir taxi)
B. JALAN
RENCANA SISTEM JARINGAN
1.
JALAN:
BAPPEDA, DLLAJ,
a. Jalan Arteri Primer Dinas PU Kota APBD KOTA
POLDA, BINAMARGA
1) Jl. Piere Tendean – Jl.
Christina M. Tiahahu ‐ Jl. DI.
Ruas 1 Dinas PU Kota APBD KOTA
Panjaitan ‐ Jl. Ahmad Yani ‐
Jl. Abd. Silondae
2) Jl. R. Suprapto – Jl.
Patimura – Jl. M. Yamin ‐ Jl.
BAPPEDA, DLLAJ,
Dr. Sam Ratulangi – Jl. S. Ruas 1 Dinas PU Kota APBD KOTA
POLDA, BINAMARGA
Parman – Jl. Sutoyo – Jl.
Sultan Hasanuddin – Jl. Dr. M.
Arah Pengembangan VI ‐ 40
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
TAHAP PELAKSANAAN
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2020‐ 2025‐ PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 2019
2025 2034
Hatta – Jl. Ir. Soekarno
Arah Pengembangan VI ‐ 41
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
TAHAP PELAKSANAAN
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2020‐ 2025‐ PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 2019
2025 2034
1) Jl. Kol. Sugiono; Jl. BAPPEDA, DLLAJ,
Ruas 1 Dinas PU Kota
Madusila POLDA, BINAMARGA
BAPPEDA, DLLAJ,
2) Jl. By Pass; Ruas 1 Dinas PU Kota
POLDA, BINAMARGA
3) Jl. A.H. Nasution – Jl.
BAPPEDA, DLLAJ,
Bunggasi – Jl. Banawula Ruas 1 Dinas PU Kota
POLDA, BINAMARGA
Sinapoy;
4) Jalan Lingkar (Ring Road),
untuk mengurangi beban
pusat – pusat kegiatan
perkotaan (terutama di
wilayah Kecamatan Poasia),
maka dipertimbangkan perlu
adanya jalan lingkar sebagai
jalan regional. Jalan lingkar
yang dimaksud adalah
jaringan jalan yang
menghubungkan antara sub
terminal Labibia – sub
terminal Puwatu – terminal
induk – sub terminal Baruga –
sub terminal Tondonggeu.
Sementara jalan poros Lepo BAPPEDA, DLLAJ,
Ruas 1 Dinas PU Kota
Lepo hanya difungsikan POLDA, BINAMARGA
sebagai jalan untuk melayani
kegiatan perkotaan saja.
Jalan lingkar ini mempunyai
nilai strategis dalam
mendukung Kota Kendari
sebagai pusat koleksi
distribusi, mengingat seluruh
pusat yang dihubungkannya
mempunyai fungsi sebagai
pintu gerbang bagi pusat –
pusat di wilayah Sulawesi
Tenggara, terutama yang
berada di wilayah Kabupaten
Konawe. Selain itu, jalan
lingkar tersebut merupakan
Arah Pengembangan VI ‐ 42
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
TAHAP PELAKSANAAN
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2020‐ 2025‐ PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 2019
2025 2034
faktor pendukung bagi
tumbuh dan berkembangnya
permukiman ke bagian
sebelah Selatan Kota
Kendari.
5) Jalan Imam Bonjol – sub BAPPEDA, DLLAJ,
terminal Labibia – batas kota Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
(arah Batu Gong) BINAMARGA
6) Jalan R.E. Martadinata, BAPPEDA, DLLAJ,
yaitu dari Pelabuhan Kendari Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
– sub terminal Purirano. BINAMARGA
BAPPEDA, DLLAJ,
d. Jalan Kolektor Sekunder Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
BINAMARGA
BAPPEDA, DLLAJ,
1) Jl. Boulevard – Jl. Haluoleo Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
BINAMARGA
BAPPEDA, DLLAJ,
2) Jl. Malaka – Jl. Martandu Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
BINAMARGA
BAPPEDA, DLLAJ,
3) Jl. Kh Ahmad Dahlan – Jl.
Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
Laode Hibali
BINAMARGA
BAPPEDA, DLLAJ,
4) Rencana Jalan Lingkar
Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
Dalam Barat;
BINAMARGA
5) Rencana jalan ruas BAPPEDA, DLLAJ,
boulevard –perumahan PNS Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
Teporombua BINAMARGA
6) Rencana jalan ruas jalan BAPPEDA, DLLAJ,
Tambo Tepuliano Oleo – Jl. Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
Khairil Anwar BINAMARGA
BAPPEDA, DLLAJ,
e. Jaringan Jalan Lokal Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
BINAMARGA
1) Jaringan jalan lokal BAPPEDA, DLLAJ,
meliputi jalan‐jalan selain Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
yang tercantum dalam jenis BINAMARGA
Arah Pengembangan VI ‐ 43
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
TAHAP PELAKSANAAN
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2020‐ 2025‐ PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 2019
2025 2034
fungsi jalan tersebut di atas.
Arah Pengembangan VI ‐ 44
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
TAHAP PELAKSANAAN
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2020‐ 2025‐ PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 2019
2025 2034
2) Terusan Jl. KH.A.Dahlan–Jl. BAPPEDA, DLLAJ,
MT.Haryono sepanjang 1,265 Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
km BINAMARGA
3) Jalan Inspeksi (Jl. Imam BAPPEDA, DLLAJ,
Bonjol – Jl. Tekaka) Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
sepanjang 10.39 km BINAMARGA
4) Jalan Inspeksi (KH. BAPPEDA, DLLAJ,
Dewantara – Jl. Mangga Dua) Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
sepanjang 1,305 km BINAMARGA
5) Terusan Jalan Lapulu – BAPPEDA, DLLAJ,
Talia – Rencana Jembatan Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
sepanjang 0,370 km BINAMARGA
6) Rencana Jembatan – BAPPEDA, DLLAJ,
Simpang Abeli sepanjang Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
1,930 km BINAMARGA
BAPPEDA, DLLAJ,
7) Jalan Poros Mokau –
Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
Petoaha sepanjang 8,250 km
BINAMARGA
8) Terusan Jalan Cendana– BAPPEDA, DLLAJ,
Jalan Beriangin sepanjang Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
3,505 km BINAMARGA
9) Terusan Poros Kambu BAPPEDA, DLLAJ,
Lepo‐Lepo – Poros Lepo‐ Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
Lepo Lamonea 0,645 km BINAMARGA
10) Terusan Jalan Amelai I –
BAPPEDA, DLLAJ,
Jalan Poros Anduonohu
Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
Tobimeita sepanjang 0,835
BINAMARGA
km
11) Terusan Jalan Pasar
BAPPEDA, DLLAJ,
Baruga – Poros Lepo‐Lepo
Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
Lamonea sepanjang 0,685
BINAMARGA
km
Arah Pengembangan VI ‐ 45
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
TAHAP PELAKSANAAN
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2020‐ 2025‐ PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 2019
2025 2034
12) Peningkatan kualitas jalan
kota, provinsi dan jalan
nasional untuk mendukung BAPPEDA, DLLAJ,
program pengembangan POLDA, Dinas PU
Paket 1 Dinas PU Kota APBN
Smelter di Sultra. Provinsi, Kemen PU
Binamarga Pusat
Arah Pengembangan VI ‐ 46
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
TAHAP PELAKSANAAN
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2020‐ 2025‐ PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 2019
2025 2034
motorisasi (sepeda).
C. LAUT
Pengembangan pelabuhan
BAPPEDA,
1 penumpang kontainer Pulau Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
DITPELPENG
Bungkutoko
Pengembangan armada kapal
laut lokal kelas kecil dan
BAPPEDA,
2 menengah lokal, meliputi Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
DITPELPENG
Kota Kendari dan wilayah
sekitarnya
Pengembangan armada kapal
laut kapasitas besar angkutan BAPPEDA,
3 Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
penumpang antar melayani DITPELPENG
rute regional antar provinsi
Kajian usulan pembangunan
pelabuhan di seluruh
Kecamatan/ desa dalam BAPPEDA,
4 Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
wilayah pesisir Sulawesi DITPELPENG
Tenggara (terutama desa
tertinggal)
Kajian untuk menata kembali
lokasi dan sarana pelabuhan BAPPEDA,
5 Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
utama, pengumpul, dan DITPELPENG
pengumpan di Kota Kendari
Penyediaan fasilitas dermaga
bongkar muat dan tambatan
BAPPEDA, PT.
6 kapal kayu dan kapal motor Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
PELINDO
di kawasan Pelabuhan Kota
Kendari
Kajian Penertiban kegiatan
bongkar muat kapal kayu di BAPPEDA,
7 Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
sepanjang jalur jalan tepian DITPELPENG
air Kota Kendari
Peningkatan fasilitas
BAPPEDA, PT.
8 dermaga, khusus untuk Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
PELINDO
kapal‐kapal motor
Arah Pengembangan VI ‐ 47
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
TAHAP PELAKSANAAN
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2020‐ 2025‐ PENANGGUNG JAWAB INSTANSI TERKAIT PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 2019
2025 2034
D. UDARA
Peningkatan/melengkapi
sarana dan prasarana Bandar
udara (fasilitas komunikasi,
penerbangan, navigasi
BAPPEDA,
1 penerbangan, peralatan Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
PT. Angkasa Pura I
bantu pendaratan, fasilitas
operasional Bandar Udara,
dan fasilitas lingkungan
penunjang/taman)
Penambahan jumlah rute
penerbangan angkutan udara PT. Angkasa Pura I,
2 Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
domestic, regional, nasional BAPPEDA
dan internasional
Peningkatan standard
bandara sebagai bandara
internasional (kebutuhan BAPPEDA, PT.
3 Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
panjang runway dan luas PELINDO
apron, terminal penumpang
dan kargo)
Pengembangan Bandara
Haluoleo sebagai kawasan BAPPEDA, PT.
4 Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
“aerocity” yang bernilai PELINDO
ekonomi tinggi
Arah Pengembangan VI ‐ 48
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
7.2. REKOMENDASI
Kota Kendari adalah salah satu KPI dari Koridor Ekonomi Sulawesi
dengan sector utama perikan. Berdasarkan potensi dan tantangan
pengembangan kegiatan perikanan tersebut di atas, diperlukan
dukungan terkait regulasi dan kebijakan berikut:
1. Meningkatkan nilai tambah produk dengan pengadaan subsidi
konversi lahan untuk pembuatan tambak/budidaya udang;
2. Meningkatkan aktivitas pengolahan rumput laut;
3. Mengembangkan minapolitan berbasiskan perikanan tangkap
untuk percepatan pembangunan kawasanyang berbasis perikanan
tangkap dan minapolitan berbasis perikanan budidaya;
4. Mengembangkan sistem pengaturan dan pengawasan yang lebih
ketat mengenai aktivitas penangkapanikan;
5. Melakukan konversi areal bakau menjadi tambak udang sesuai
persyaratan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Aschaeur, D.A (1990). Is Public Expenditure Productive, Journal of Monetary
Economics
BPS Sulawesi Tenggara (2012), Provinsi Sulawesi Tenggara Dalam Angka 2012,
Kendari
BPS Kota Kendari (2012), Kota Kendari Dalam Angka 2012, Kendari
BPS Kab. Konawe Utara (2012), Kab. Konawe Utara Dalam Angka 2012, Wanggudu,
Konawe Utara
BPS Kab. Kolaka (2012), Kab. Kolaka Dalam Angka 2012, Kolaka
BPS Kab. Wakatobi (2012), Kab. Wakatobi Dalam Angka 2012, Wangi‐Wangi, Wakatobi
Fox, William F. 1990. “The Contribution of Infrastructure Investment to Growth : A
Review of The Literature”. The Unversity of Tennesse, Draft
Hulten, Charles R and Robert M Schawb. 1991. “ Is there Too Little Public Capital?
Infrastructure and Economic Growth” Maryland, University of Maryland
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 91/PR.008/PHB‐87 tentang Kebijakan
Umum Transportasi
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 49 Tahun 2005 tentang Sistem
Transportasi Nasional
Munnel H.A. (1990). Why has productivity Growth Declined? Productivity and Public
Investment, New England Economic Review, Jan/Feb
Munnel, 1992. “Policy Watch : Infrastructure Investment and Economic Growth”.
Journal of Economic Perspective. Vol. 6, No. 4, pp. 189‐198
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2013 Tentang Pedoman
Penetapan Fungsi Jalan dan Status Jalan
Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011‐2025
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
Daftar Pustaka xxviii
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Sulawesi
KOTA KENDARI
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN
Permen Perhubungan RI nomor PM 8 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan
Pengusahaan Angkutan Multimoda
Permen Perhububungan Nomor: KM.15 tahun 2010 tentang Cetak Biru Transportasi
Antarmoda/Multimoda Tahun 2010‐2030
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012
Rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kendari, 2012
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kolaka, 2012
Rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Utara, 2012
Rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi, 2012
Tataran Transportasi Wilayah Sulawesi Tenggara, 2012
Undang‐undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang‐undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Daerah
Undang‐undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
Undang‐undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
Undang‐Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang Undang‐undang dan
Undang‐undang di Bidang Transportasi
Undang‐undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Undang‐undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Undang‐undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
World Bank. 1992. “ The Bank’s Roke in The Electric Power Sector : Policies for
Effective Institutional, Regulatory and Financial Reform”. A World Bank
Paper. World Bank, Washington D.C.
Daftar Pustaka xxix
LAPORAN AKHIR
Studi Sistranas pada
ada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara
dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi pada Koridor Ekonomi SulawesiSulawes
BUKU : KOTA KENDARI
Lampiran 1
DRAFT PERATURAN WALIKOTA KOTA
KENDARI TENTANG SISTEM TRANSPORTASI
NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI
LOKAL KOTA KENDARI
KENDAR
RANCANGAN PERATURAN WALIKOTA
KOTA KENDARI
NO ……… TAHUN 2014
TENTANG
SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL
PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL
KOTA KENDARI
1
Sistranas yang diatur dalam peraturan perundang –
undangan, jaringan transportasi lokal perlu terus
dikembangkan agar tercapai keseimbangan dan pemerataan
pembangunan antar daerah dan dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien.
d. Bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan
strategis untuk memantapkan perekonomian daerah rangka
memberikan pelayanan kepada masyarakat perlu mengatur
ketentuan mengenai Sistranas Pada Tatralok Kota kendari.
2
Nomor 4421);
11. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN
2010 – 2014
12. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWP,
RTRWK
13. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup.
14. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus
15. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2005 tentang Jalan
Tol
16. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah dari Propinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
18. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian
19. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Kereta Api
20. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang
Angkutan Di Perairan
21. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Angkutan Multimoda
22. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2005 tentang Jalan
Tol
23. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Manajemen dan Rekayasa, Analisis, Dampak serta
Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas
24. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2011 tentang
Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
25. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Kepelabuhanan
3
26. Peraturan Presiden RI Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 2011-2025
27. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun
2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan
28. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 6 Tahun 2010
tentang Cetak Biru Pengembangan Transportasi
Penyeberangan Tahun 2010-2030
29. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 43 Tahun 2011
tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional
30. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 15 Tahun 2010
tentang Cetak Biru Transportasi Multimoda
31. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2010
Tatanan Kebandar Udaraan Nasional
32. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor.KM 49 Tahun 2005
tentang Sistranas.
Menetapkan : MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Walikota ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
3. Walikota adalah Walikota Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
4
4. Dewan Perwakilan Rakyar Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
5. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Kota Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara
6. Jalan adalah Jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum
7. Pelayanan transportasi adalah jasa yang dihasilkan oleh penyedia jasa transportasi
untuk memenuhi kebutuhan penggunaan jasa transportasi.
8. Jaringan transportasi adalah serangkaian simpul dan atau ruang kegiatan / kawasan
yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk suatu kesatuan untuk
keperluan penyelenggaran transportasi.
9. Jaringan pelayanan transportasi adalah susunan rute – rute pelayanan transportasi
yang membentuk satu kesatuan hubungan.
10. Jaringan prasarana transportasi adalah serangkaian simpul yang dihubungkan oleh
ruang lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan.
11. Ruang lalu lintas adalah suatu ruang gerak sarana transportasi yang dilengkapi
dengan fasilitas untuk mendukung keselamatan dan kelancaran transportasi. Wujud
dari ruang lalulintas berupa ruang lalu lintas jalan, jalan rel, alur pelayanan dan jalur
penerbangan. Khusus untuk ruang lalu lintas jalan disamping untuk lalu lintas
kendaraan juga untuk lalu lintas orang dan hewan.
12. Simpul adalah suatu tempat yang berfungsi untuk keperluan menaikkan dan
menurunkan penumpang, membongkar dan memuat barang, mengatur perjalanan
sarana transportasi serta pemaduan antar moda. Wujud dari simpul berupa terminal
transportasi jalan, stasiun kereta api, terminal perairan pedalaman, pelabuhan
penyeberangan, pelabuhan laut dan bandar udara.
13. Simpul transportasi adalah suatu tempat yang berfungsi untuk kegiatan menaikkan
dan menurunkan penumpang, membongkar dan memuat barang, mengatur pejalanan
serta tempat perpindahan intra moda dan antar moda.
14. Simpul transportasi nasional adalah simpul yang melayani pergerakan dan bersifat
nasional, atau antar provinsi dan atau antar Negara.
15. Simpul transportasi wilayah adalah simpul yang melayani pergerakan dan bersifat
wilayah, atau antar kabupaten/kota dan regional.
16. Simpul transportasi lokal adalah simpul yang melayani pergerakan dan bersifat lokal,
atau antar kabupaten/kota serta kecamatan/perdesaan.
5
17. Transportasi antar moda adalah transportasi penumpang dan atau barang yang
menggunakan lebih dari satu moda transportasi dalam satu perjalanan yang
berkesinambugan.
18. Transportasi intra moda adalah transportasi penumpang dan atau barang yang
menggunakan lebih dari satu jenis sarana dalam satu moda transportasi dalam suatu
perjalanan yang berkesinambungan.
19. Transportasi multimoda adalah transportasi barang dengan menggunakan paling
sedikit 2 (dua) moda transportasi yang berbeda, atas dasar satu kontrak yang
menggunakan dokumen transportasi multimoda dari suatu tempat barang diterima
operator transportasi multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penerimaan
barang tersebut.
20. Kota Nasional adalah kota – kota pusat pemerintahan, kota – kota pintu gerbang
nasional, kota – kota pusat kegiatan ekonomi nasional, dan kota –kota yang memiliki
dampak strategis terhadap kegiatan nasional, yang memenuhi kriteria Pusat Kegiatan
Nasional (PKN).
21. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah
satu atau semua kriteria sebagai berikut :
• Berfungsi atau berpotensi sebagi simpul utama kegiatan ekspor – impor atau
pintu gerbang ke kawasan internasional.
• Berfungsi atau berpotensi sebagai pusat industri dan jasa – jasa berskala nasional
atau yang melayani bebeberapa provinsi.
• Berpotensi atau berfungsi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau
melayani bebeberapa provinsi.
• Berpotensi dan berfungsi sebagai pusat utama pelayanan lintas batas antar negara
di kawasan perbatasan.
22. Kota Wilayah adalah kota – kota yang memiliki keterkaitan dengan beberapa
kabupaten dalam satu provinsi, kota gerbang wilayah, kota – kota pusat kegiatan
ekonomi wilayah dan kota – kota yang memiliki dampak strategis terhadap
pengembangan wilayah provinsi yang memenuhi kriteria Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW).
23. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah
satu atau semua kriteria berikut :
6
• Berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri atau jasa – jasa yang
melayani beberapa kabupaten;
• Berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani beberapa
kabupaten;
• Berpotensi atau berfungsi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor – impor yang
mendukung PKN.
24. Kota Lokal adalah kota – kota yang memiliki keterkaitan dengan beberapa
kecamatan dalam satu kabupaten, kota gerbang lokal, kota – kota pusat kegiatan
ekonomi lokal dan kota – kota yang memiliki dampak strategis terhadap
pengembangan kabupaten/kota, yang memenuhi kriteria Pusat Kegiatan Lokal.
25. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi salah satu
atau semua kriteria berikut :
• Berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri atau jasa – jasa yang
melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan;
• Berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani satu
kabupaten atau beberapa kecamatan;
26. Jaringan transportasi kota adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang
dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem
jaringan transportasi kota untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan.
27. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan
menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan
kendaraan umum yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi.
28. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang
dengan mobil bus, yang mempunyai asal tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan
jadwal tetap maupun tidak berjadwal.
29. Jaringan trayek adalah kumpulan dari trayek – trayek yang menjadi satu kesatuan
jaringan pelayanan angkutan orang.
30. Trayek tetap dan teratur adalah pelayanan angkutan yang dilakukan dalam jaringan
trayek secara tetap dan teratur, dengan jadwal tetap maupun tidak berjadwal.
31. Angkutan Perbatasan adalah angkutan kota dan/atau angkutan perdesaan yang
memasuki wilayah kecamatan yang berbatasan langsung pada Kabupaten atau Kota
lainnya baik yang melalui satu provinsi maupun lebih dari satu provinsi.
32. Lalu Lintas Kereta Api adalah gerak sarana kereta api di jalan rel.
7
33. Angkutan Kereta Api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu
tempat lain dengan menggunakan kereta api.
34. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan
mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung
dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung
yang tidak berpindah – pindah.
35. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan
batas – batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi
yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang
dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayanan dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra
dan antar moda transportasi.
36. Pelabuhan Umum adalah pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan
pelayanan masyarakat umum.
37. Pelayanan penyeberangan adalah pelabuhan umum untuk angkutan penyeberangan.
38. Jaringan Transportasi Sungai dan Danau adalah serangkaian simpul dan/atau ruang
lalu lintas yang berwujud alur sungai dan danau sehingga membentuk suatu jaringan
untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan sungai dan danau.
39. Jaringan Transportasi Penyeberangan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang
kegiatan yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas yang berwujud alur penyeberangan
sehingga membentuk suatu jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan
angkutan penyeberangan.
40. Penerbangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan menggunakan wilayah
udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, keamanan dan keselamatan
penerbangan serta kegiatan dan fasilitas penunjang lain yang terkait.
41. Wilayah udara adalah ruang udara di atas wilayah daratan dan perairan Republik
Indonesia.
42. Pesawat Udara adalah setiap alat yang dapat terbang di atmosfer karena daya angkat
dari reaksi udara kecuali reaksi udara terhadap permukaan bumi.
43. Bandar Udara adalah daratan dan/atau perairan yang dipergunakan untuk mendarat
dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo
dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keamanan dan keselamatan
penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.
8
44. Pelayanan Multimoda adalah pelayanan angkutan penumpang dan/atau barang yang
diselenggarakan oleh satu operator penanggung jawab dengan satu dokumen
perjanjian yang dilaksanakan dengan menggunakan lebih dari satu jenis moda
transportasi.
BAB II
MAKSUD, TUJUAN, SASARAN DAN MANFAAT
Bagian Kesatu
Maksud
Pasal 2
Peraturan Walikota ini digunakan sebagai pedoman dan acuan dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan dan/atau pengembangan transportasi lokal untuk jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Sistranas Pada Tatralok Kota Kendari ini diselenggarakan dengan tujuan :
a. Terwujudnya transportasi yang handal dan berkemampuan tinggi dalam menunjang
sekaligus menggerakan dinamika pembangunan;
b. Meningkatkan mobilisasi manusia dan/atau barang;
c. Mendukung kelancaran pola distribusi nasional serta perdagangan antar wilayah ;
d. Pengembangan wilayah ;
e. Lebih memantapkan perkembangan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara
dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan peningkatan ubungan
internasional;
9
Bagian Ketiga
Sasaran
Pasal 4
Sasaran Sistranas Pada Tatralok Kota Kendari ini adalah terwujudnya penyelenggaraan
transportasi yang efektif dan efisien dalam arti :
a. Selamat, terhindarnya pengoperasian transportasi dari kecelakaan akibat faktor
internal transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain bedasarkan
perbandingan antara jumlah kejadian kecelakaan terhadap jumlah pergerakan
kendaraan dan jumlah penumpang dan/atau barang;
b. Aksesibilitas tinggi, jaringan pelayanan transportasi dapat menjangkau seluas
mungkin wilayah nasional dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan
ketahanan nasional; keadaan tersebut dapat diukur antara lain dengan perbandingan
antara panjang dan kapasitas jaringan transportasi dengan luas wilayah yang dilayani.
c. Terpadu, terwujudnya keterpaduan intra moda dan antar moda dalam jaringan
prasrana dan pelayanan, yang meliputi pembangunan, pembinaan dan
penyelenggaraannya sehingga lebih efektif dan efisien.
d. Kapasitas mencukupi, kapasitas sarana dan prasarana transportasi cukup tersedia
untuk memenuhi permintaan pengguna jasa. Kinerja kapasitas tersebut dapat diukur
berdasarkan indikator sesuai karakteristik masing – masing moda, antara lain
perbandingan jumlah sarana transportasi dengan jumlah penduduk pengguna
transportasi, antara sarana dan prasarana, antara penumpang-kilometer atau mm-
kilometer dengan kapasitas yang tersedia.
e. Teratur, pelayanan transportasi yang mempunyai jadwal waktu keberangkatan dan
waktu kedatangan. Keadaan ini dapat diukur antara lain dengan jumlah sarana
transportasi berjadwal terhadap seluruh sarana transportasi yang beroperasi.
f. Lancar dan cepat, terwujudnya waktu tempuh yang singkat dengan tingkat
keselamatan yang tinggi. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator antara
lain kecepatan kendaraan per satuan waktu.
g. Mudah dicapai, pelayanan dari tempat asal perjalanan menuju sarana transportasi dan
dari kendaraan ke tempat tujuan perjalanan mudah dicapai oleh pengguna jasa
melalui informasi yang jelas, kemudahan mendapatkan tiket, dan kemudahan alih
kendaraan. Kemudahan tersebut dapat diukur antara lain melalui indikator waktu dan
10
biaya yang dipergunakan dari tempat asal perjalanan ke sarana transportasi dan dari
sarana transportasi ke tempat tujuan perjalanan.
h. Tepat waktu, pelayanan transportasi dilakukan dengan jadwal yang tepat, baik saat
keberangkatan maupun saat kedatangan, sehingga masyarakat dapat merencanakan
perjalanan dengan pasti. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain dengan jumlah
pemberangkatan dan kedatangan yang tepat waktu terhadap jumlah sarana
transportasi berangkat dan datang.
i. Nyaman, terwujudnya ketenangan dan kenikmatan bagi penumpang selama berada
sarana transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur dari ketersediaan dan kualitas
fasilitas terhadap standarnya.
j. Tarif terjangkau, terwujudnya penyediaan jasa transportasi yang sesuai dengan daya
beli masyarakat menurut kelasnya, dengan tetap memperhatikan berkembangnya
kemampuan penyediaan jasa transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan
indikator perbandingan antara pengeluaran rata-rata masyarakat untuk pemenuhan
kebutuhan transportasi terhadap pendapatan.
k. Tertib, pengoperasian sarana transportasi sesuai dengan peraturan perundang –
undangan yang berlaku dan norma atau nilai – nilai yang berlaku di masyarakat.
Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator antara lain perbandingan jumlah
pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku dengan jumlah perjalanan.
l. Aman, terhindarnya pengoperasian transportasi dari akibat faktor eksternal
transportasi baik berupa gangguan alam, gangguan manusia, maupun gangguan
lainnya. Keadaan tersebut dapt diukur antara lain berdasarkan perbandingan antara
jumlah terjadinya ganggunan dengan jumlah perjalanan.
m. Polusi Rendah, polusi yang ditimbulkan sarana transportasi baik polusi gas buangan
di udara dan air, polusi suara, maupun polusi getaran serendah mungkin. Keadaan ini
dapat diukur antara lain dengan perbandingan antara tingkat polusi yang terjadi
terhadap ambang batas polusi yang telah ditetapkan.
n. Efisien, mampu memberikan manfaat yang maksimal dengan pengorbanan tertentu
yang harus ditanggung oleh pemerintah, operator, masyarakat dan lingkungan, atau
memberikan manfaat tertentu dengan pengorbanan minimum. Keadaan ini dapat
diukur antara lain berdasarkan perbandingan manfaat dengan besarnya biaya yang
dikeluarkan. Sedangkan utilisasi merupakan tingkat penggunaan kapasitas sistem
transportasi yang dapat dinyatakan dengan indikator seperti faktor muat penumpang,
faktor muat barang dan tingkat penggunaan sarana dan prasarana.
11
Bagian Keempat
Manfaat
Pasal 5
Sistranas Pada Tatralok Kota Kendari ini dimanfaatkan untuk :
a. Perumusan kebijakan pembangunan transportasi dalam rangka perwujudan Sistranas;
b. Perwujudan penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien ;
c. Pembinaan terhadap pengatur (regulator), penyelenggara (operator) maupun
pengguna jasa (user);
d. Pengendalian dan pengawasan pembangunan sarana dan prasarana transportasi ; dan
e. Pelaksanaan pembangunan transportasi di wilayah Kabupaten/Kota.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 6
Ruang lingkup Peraturan Walikota mencakup upaya, strategi, kebijakan dan arah
pengembangan jaringan transportasi di wilayah Kota Kendari menurut peraturan
perundangan dalam rangka meningkatkan pelayanan transportasi yang aman, lancar,
tertib, teratur, tepat waktu dan selamat sampai tujuan.
BAB IV
VISI, MISI DAN KEBIJAKAN SISTRANAS PADA TATRALOK
Bagian Kesatu
Visi
Pasal 7
Visi Sistranas pada Tatralok Kota Kendari adalah Mewujudkan Sistem Transportasi
Kota Kendari Yang Merata Dan Berkelanjutan Serta Mendukung Kota Kendari Sebagai
Kota Dalam Taman Yang Maju, Demokratis Dan Sejahtera Dalam Kerangka
Kesinergian Dengan Percepatan Pelaksanaan Pembangunan.
12
Bagian Kedua
Misi
Pasal 8
Dalam mewujudkan Visi transportasi Kota Kendari sebagaimana dimaksud pada pasal 7,
maka Misi yang diemban untuk mewujudkan Visi tersebut adalah :
(1) Misi Lingkungan ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari diarahkan mampu
mendukung kualitas dan kapasitas lingkungan yang lebih baik dan semakin baik
(2) Misi Sosial Kemasyarakatan ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari diarahkan
untuk mencapai dan mendukung peningkatkatan kualitas kehiduapan sosial
kemasyarakatan yaitu mengurangi kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan serta
kemakmuran masyarakat.
(3) Misi Pelayanan ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari harus mampu memberikan
kualitas pelayanan yang optimal yaitu terwujudnya sistem transportasi yang efisien
dan efektif sebagaimana diarahkan dalam Sistem Transportasi Nasional.
(4) Misi Perekonomian ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari harus mampu
mendukung peningkatan perekonomian daerah dan masyarakat secara signifikan
(5) Misi Profesionalisme Aparat ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari harus mampu
mendukung peningkatan kualitas profesionalisme aparat dibidang transportasi
khususnya maupun dibidang lainnya dalam rangka percepatan pembangunan yang
berkualitas
(6) Misi Kepemerintahan yang Baik (Good Governance); Yaitu secara keseluruhan
diharapkan sistem transportasi Kota Kendari mampu mendukung dan menjadi
stimulant perwujudan sistem kepemerintahan yang baik terutama dalam bidang
pelayanan masyarakat.
Bagian Ketiga
Kebijakan Sistranas Pada Tatralok
Pasal 9
Dalam mewujudkan Visi dan Misi Sistranas pada Tatralok Kota Kendari dirumuskan
kebijakan umum transportasi lokal berorientasi pada kewilayahan atau yang
berhubungan dengan pengembangan wilayah, menunjukkan bagaimana interaksi antara
kebijakan di dalam pengembangan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK)
13
Kendari dengan kebijakan transportasi wilayah/lokal, dimana terjadi interaksi dinamis
atau saling mempengaruhi antar kedua arah (domain).
Pasal 10
(1) Kebijakan Sistranas Pada Tatralok Kota Kendari dirumuskan untuk memberikan
pelayanan transportasi melalui peningkatan keterpaduan antar moda, transportasi
jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi
penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara dan transportasi pipa, guna
meningkatkan pelayanan transportasi meliputi keselamatan, aksesibilitas,
keterpaduan, kapasitas, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu,
nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, polusi rendah dan efisien.
(2) Untuk mewujudkan kebijakan Sistranas pada Tatralok Kota Kendari dalam kaitan
dengan pengembangan jaringan transportasi wilayah, ditempuh melalui :
a. Mengoptimalkan penggunaan jaringan transportasi yang ada
b. Menambah kapasitas jaringan transportasi.
(3) Untuk dapat mewujudkan kebijakan yang ada pada ayat (2), maka perlu disusun
beberapa strategi yang akan ditempuh. Strategi tersebut di antaranya sebagai berikut:
1. Strategi transportasi secara umum
Strategi transportasi secara umum yang diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi
dan pelayanan transportasi masa datang serta menyelesaikan permasalahan
transportasi yang ada dalam wilayah Kota Kendari. Strategi umum yang
diusulkan antara lain sebagai berikut.
- Peningkatan kualitas dan pelayanan sarana dan prasarana angkutan baik
penumpang maupun barang.
- Peningkatan fasilitas keamanan, ketertiban dan keselamatan lalu lintas jalan
dan pelayaran.
- Peningkatan dan optimalisasi peraturan/kebijakan penunjang potensi
termasuk sebagai pendapatan asli daerah (PAD).
- Mengembangkan investasi swasta didalam sektor perhubungan.
- Peningkatan transportasi yang murah
- Mengembangkan sistem dan manajemen perhubungan
- Menyusun konsep sistem dan mekanisme pembiayaan transportasi
- Meningkatkan aspek kenyamanan, keselamatan dan keamanan transportasi
14
2. Strategi transportasi antarmoda
- Merencanakan konsep keterpaduan moda transportasi
- Pengembangan prasarana antar moda pada setiap simpul transportasi (darat,
penyeberangan, laut dan udara)
15
- Perencanaan dan pembangunan sarana dan prasarana dalam rangka
menunjang aksesibilitas barang dari dan ke pelabuhan harus dilakukan secara
bersama oleh semua pihak berkepentingan.
- Konsentrasi penuh dalam pelayaran angkutan domestik dan untuk sementara
memberikan kebebasan kepada armada asing untuk melayani kegiatan
ekspor-impor.
- Pengembangan fasilitas dan pelabuhan skala regional, nasional dan
internasional yang berstandar internasional
16
BAB V
ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI
Bagian Kesatu
Landasan Pengembangan
Pasal 11
(1) Perencanaan arah pembangunan jaringan transportasi baik jaringan pelayanan
maupun jaringan prasarana harus dilaksanakan dengan baik.
(2) Untuk mewujudkan perencanaan arah pembangunan jaringan transportasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan beberapa pertimbangan yang harus
diambil sebagai acuan pokok bagi pengembangan jaringan transportasi.
(3) Acuan pokok bagi pengembangan jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi :
a. Dasar Pengembangan :
1. Mendukung perkembangan dan pengembangan wilayah;
2. Mendukung perumbuhan ekonomi;
3. Menstimulir kawasan terbelakang yakni membuka kantong – kantong
produksi baru dan aksesnya ke gerbang wilayah;
4. Integrasi kota dengan kawasan provinsi;
5. Integrasi kota dengan kawasan nasional;
6. Konsep integrated transport/multimoda transport yakni harus memperhatikan
komplemen antar moda dan permintaan; dan
7. Aspek efektifitas dan efisiensi jarak pelayanan.
b. Pokok Pengembangan :
1. Peningkatan jaringan jalan nasional, jalan strategis, jalan provinsi;
2. Koneksi intermoda, jalan, penyeberangan, kereta api, sungai dan danau, laut
dan udara;
3. Pelayanan angkutan keperintisan di dalam dan sekitar wilayah provinsi;
17
Bagian Kedua
Pengembangan Jaringan Pelayanan Transportasi Lokal
Pasal 12
(1) Pengembangan jaringan pelayanan transportasi wilayah untuk angkutan penumpang
dan barang dibagi dalam tahapan jangka pendek, jangka menengah dan jangka
panjang.
(2) Pengembangan jaringan Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) tercantum
dalam Lampiran VI - VII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Walikota ini.
Pasal 13
(1) Pengembangan jaringan pelayanan angkutan penumpang dan barang untuk
transportasi jalan, sungai dan danau, penyeberangan, kereta api, laut dan udara
sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 direncanakan dengan mempertimbangkan
pergerakan orang dan barang di Kota Kendari dengan data Matriks Asal Tujuan
(MAT).
(2) Pengembangan jaringan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dapat
ditinjau kembali dalam jangka waktu 5 (lima) tahun untuk dilakukan kaji ulang.
Bagian Ketiga
Penetapan Pintu Keluar/Masuk (Outlet) Wilayah Kota Kendari
Pasal 14
(1) Dalam rangka menunjang aktivitas masyarakat Kota Kendari secara regional,
provinsi, nasional maupun internasional dapat dicapai melalui pintu masuk/masuk
(outlet) Kota Kendari.
(2) Pintu masuk/keluar (outlet) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan
kondisi sarana dan prasarana serta kapasitas pelayanan dari simpul jaringan yang
mencakup terminal bus, terminal penyeberangan, pelabuhan sungai dan danau,
stasiun kereta api, pelabuhan laut dan bandar udara.
(3) Pintu masuk/keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu sebagai berikut:
a. Stasiun kereta api skala provinsi yang terletak di Puuwatu dan Baruga.
18
b. Pelabuhan terpadu barang dan penumpang skala nasional di Kelurahan
Bungkutoko.
c. Pelabuhan laut skala provinsi di Pelabuhan Kota Lama.
Bagian Keempat
Pengembangan Jaringan Prasarana Transportasi Lokal
Pasal 15
Pengembangan jaringan prasarana transportasi lokal untuk semua moda transportasi
tercantum dalam Lampiran VI - VIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
peraturan Walikota ini.
Bagian Kelima
Rencana Peningkatan dan Pembangunan Prasarana
Masing –masing Moda Transportasi
Pasal 16
I. Rencana Simpul Transpotasi Kota Kendari
Sistem Pusat-Pusat Pelayanan Kegiatan Kota Kendari, meliputi:
a. Pusat Pelayanan Kota (PPK), meliputi:
1. pusat pemerintahan Kota Kendari di Kecamatan Mandonga dan Kecamatan
Kadia;
2. kawasan Teluk Kendari dan Kawasan Pusat Bisnis dan Pusat Kegiatan
Pariwisata di Kecamatan Kambu dan Kecamatan Poasia;
3. kawasan pelabuhan di Kecamatan Kendari dan Kecamatan Abeli;
4. kawasan terminal regional Tipe A di Kecamatan Baruga; dan
5. kawasan Pendidikan Tinggi dan pusat pemerintahan Provinsi di Kecamatan
Kambu dan Kecamatan Poasia.
b. Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub PPK), meliputi:
1. pusat pemerintahan skala kecamatan di masing-masing Kecamatan, meliputi
Kecamatan Kadia, Kecamatan Wua-Wua, Kecamatan Baruga, Kecamatan
Puuwatu, Kecamatan Kendari Barat, Kecamatan Kendari, Kecamatan Kambu,
Kecamatan Poasia, dan Kecamatan Abeli; dan
19
2. pusat pelayanan kesehatan masyarakat, berupa Puskesmas dan Puskesmas
Pembantu di sepuluh kecamatan, meliputi Kecamatan Kadia, Kecamatan Wua-
Wua, Kecamatan Baruga, Kecamatan Puuwatu, Kecamatan Kendari Barat,
Kecamatan Kendari, Kecamatan Kambu, Kecamatan Poasia, dan Kecamatan
Abeli.
c. Pusat Lingkungan (PL), meliputi:
1. pusat pemerintahan skala kelurahan yang tersebar di seluruh kelurahan; dan
2. pelayanan pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar yang tersebar di seluruh
kelurahan.
Kawasan-kawasan yang berfungsi sebagai pusat pelayanan kota meliputi:
a. kawasan Pusat Kota di Kecamatan Kadia;
b. kawasan Teluk, meliputi Kecamatan Poasia, Kecamatan Kambu, Kecamatan Kadia
dan Kecamatan Kendari Barat;
c. kawasan Kota Lama di Kecamatan Kendari;
d. kawasan industri dan pelabuhan di Kecamatan Abeli; dan
e. kawasan terminal dan sekitarnya di Kecamatan Baruga.
21
C. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Laut;
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi laut meliputi:
a. pengembangan pelabuhan terpadu barang dan penumpang skala nasional di
Kelurahan Bungkutoko;
b. pengembangan Pelabuhan Kota Lama dengan fungsi melayani pergerakan lokal dan
antar pulau di sekitar Kota Kendari; dan
c. pengembangan rute dan jumlah armada, berupa kapal kelas kecil dan sedang,
angkutan laut lokal di Kecamatan Kendari yang melayani pergerakan dari Kota
Kendari ke kabupaten, kota, dan pulau-pulau yang berada di sekitar Kota Kendari.
23
• Haluoleo (Konawe Selatan) – Hasanuddin (Makassar) - Ir. Juanda (Surabaya)
– Ahmad Yani (Semarang);
(2) Rute Penerbangan Provinsi meliputi :
• Haluoleo (Konawe Selatan) – Matahora (Wakatobi);
• Haluoleo (Konawe Selatan) – Kolaka
(3) Rute Penerbangan Internasional
• Dalam jangka panjang direncanakan akan dikembangkan rute penerbangan
internasional ke Singapura, Filipina, Jepang dan lainnya.
Bagian Keenam
Perubahan Dokumen Sistranas Pada Tatralok
Pasal 17
Perubahan dokumen Sistranas Pada Tatralok Kota Kendari dapat dilakukan dalam hal :
a. Rencana pembangunan dan/atau pengembangan transportasi wilayah Kota Kendari
dalam Peraturan Walikota ini tidak sesuai dengan perubahan pola aktivitas, pola
pergerakan dan perubahan RTRWK; dan/atau
b. Terjadi perubahan pengembangan angkutan penumpang dan barang berdasarkan hasil
kaji ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
Pasal 18
Perubahan dokumen Sistranas Pada Tatralok Kota Kendari sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 19
Pembiayaan pelaksanaan pembangunan dan pengembangan jaringan transportasi
bersumber dari :
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
24
c. Investasi Pihak Swasta; dan/atau
d. Swadaya Masyarakat
Pasal 20
Pembiayaan pembangunan dan pengembangn jaringan transportasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan dan
dikoordinasikan oleh Walikota.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Pada saat Peraturan Walikota ini mulai berlaku, semua perencanaan pengembangan
transportasi kabupaten yang berkaitan dengan Sistranas Pada Tatralok Kota Kendari
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Walikota ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
(1) Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota
ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Kendari.
Ditetapkan di Kendari
Pada Tanggal…..
Walikota,
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
C. PENGERTIAN
D. SISTEMATIKA
LAMPIRAN :
1
Lampiran VI : Indikasi Program Sistem Jaringan Pelayanan Dan Prasarana Transportasi
Kota Kendari
Lampiran VII : Matriks Indikasi Program Sistem Jaringan Pelayanan Kota Kendari
Lampiran VIII : Matriks Indikasi Program Sistem Jaringan Prasarana Kota Kendari
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
3
B. TUJUAN
C. PENGERTIAN
1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian simpul
dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan lalu
lintas dan angkutan jalan.
2. Simpul adalah tempat yang diperuntukkan bagi pergantian anta rmoda dan inter
moda yang berupa terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan sungai
dan danau, dan/atau bandar udara.
3. Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ruang lalu lintas, terminal,
dan perlengkapan jalan, yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu
lintas, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan
pengamanan jalan, serta fasilitas pendukung.
4. Transportasi Antarmoda adalah transportasi penumpang dan atau barang yang
menggunakan lebih dari satu moda transportasi dalam satu perjalanan yang
berkesinambungan.
5. Transportasi Multimoda adalah transportasi barang dengan menggunakan
paling sedikit 2 (dua) moda transportasi yang berbeda, atas dasar satu kontrak
yang menggunakan Dokumen Transportasi Multimoda dari suatu tempat barang
diterima oleh operator transportasi multimoda, ke suatu tempat yang ditentukan
untuk penerimaan barang tersebut.
6. Transportasi Jalan yang dimaksudkan dalam dokumen ini adalah lalu lintas
angkutan jalan dan jaringan jalan.
7. Transportasi Sungai dan Danau yang dimaksudkan dalam dokumen ini adalah
pelayaran di sungai dan danau.
8. Transportasi Kereta Api yang dimaksudkan dalam dokumen ini adalah
perkeretaapian.
4
9. Transportasi Penyeberangan yang dimaksudkan dalam dokumen ini adalah
pelayaran yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau kereta api yang terputus.
10. Transportasi Laut yang dimaksudkan dalam dokumen ini adalah pelayaran di
laut.
11. Transportasi Udara yang dimaksudkan dalam dokumen ini adalah
penerbangan.
12. Prasarana Perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan
fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan.
13. Jalur Kereta Api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang
meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api, dan ruang
pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api.
14. Jaringan Jalur Kereta Api adalah seluruh jalur kereta api yang terkait satu
dengan yang lain yang menghubungkan berbagai tempat sehingga merupakan
satu sistem.
15. Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan,
kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan
maritim.
16. Trayek adalah rute atau lintasan pelayanan angkutan dari satu pelabuhan ke
pelabuhan lainnya.
17. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan
fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus
lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan
berlayar, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda, serta mendorong
perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang
wilayah.
18. Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan
angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam
negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan
pelayanan antar provinsi.
19. Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
5
jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang,
serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.
20. Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.
21. Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah
udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan
keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan
fasilitas umum lainnya.
22. Rute Penerbangan adalah lintasan pesawat udara dari bandar udara asal ke
bandar udara tujuan melalui jalur penerbangan yang telah ditetapkan.
23. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi
keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat
udara, penumpang, kargo dan/atau pos, tempat perpindahan intra dan/atau
antarmoda, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.
24. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas
tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas
landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan
intra dan antar moda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
25. Bandar Udara Umum adalah bandar udara yang digunakan untuk melayani
kepentingan umum.
26. Bandar Udara Khusus adalah bandar udara yang hanya digunakan untuk
melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya.
27. Bandar Udara Domestik adalah bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar
udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri.
28. Bandar Udara Internasional adalah bandar udara yang ditetapkan sebagai
bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri dan rute
penerbangan dari dan ke luar negeri.
6
29. Bandar Udara Pengumpul (Hub) adalah bandar udara yang mempunyai
cakupan pelayanan yang luas dari berbagai bandar udara yang melayani
penumpang dan/atau kargo dalam jumlah besar dan mempengaruhi
perkembangan ekonomi secara nasional atau berbagai provinsi.
30. Bandar Udara Pengumpan (Spoke) adalah bandar udara yang mempunyai
cakupan pelayanan dan mempengaruhi perkembangan ekonomi terbatas.
31. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
32. Wilayah Nasional adalah seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi berdasarkan peraturan perundang-undangan.
33. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi
salah satu atau semua kriteria sebagai berikut:
• berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau
pintu gerbang menuju kawasan internasional;
• berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala
nasional atau yang melayani beberapa provinsi;
• berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional
atau melayani beberapa provinsi.
34. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang memenuhi
salah satu atau semua kriteria sebagai berikut:
• berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa-jasa yang
melayani beberapa kabupaten;
• berpotensi atau berfungsi sebagai simpul transportasi yang melayani
beberapa kabupaten;
• berpotensi atau berfungsi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor
mendukung PKN.
D. SISTEMATIKA
Dokumen Sistranas Pada Tatralok Kota Kendari ini terdiri dari pendahuluan,
pendekatan tataran transportasi, visi, misi, kebijakan, dan strategi, serta program
7
pengembangan transportasi lokal yang selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam
penyusunan program pengembangan transportasi lokal meliputi program optimalisasi
dan pembangunan, sebagai berikut:
8
BAB II
PENDEKATAN
A. SISTRANAS
1. DEFINISI
2. TATARAN TRANSPORTASI
Sistranas diwujudkan dalam tiga tataran, yaitu Sistranas Pada Tataran Transportasi
Nasional (Sistranas Pada Tatranas), Sistranas Pada Tataran Transportasi Wilayah
(Sistranas Pada Tatrawil), dan Sistranas Pada Tataran Transportasi Lokal
(Sistranas Pada Tatralok).
3. ARAH PERWUJUDAN
9
ada, baik transportasi jalan, kereta api, sungai dan danau, penyeberangan, laut, dan
udara, sesuai dengan potensi wilayah.
11
SISTRANAS SISLOGNAS
Sistranas Pada Tataran Transportasi Wilayah Propinsi (Tatrawil) Cetak Biru Sistem
Sistranas Pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) Logistik Nasional
UU
17/2007 UU
ttg 26/2006 UU 38/ UU 22/2009 UU 23/2007 ttg UU 17/2008 ttg UU 1/2009 ttg
RPJPN ttg 2004 ttg ttg LLAJ KA Pelayaran Penerbangan
2005 - Penataan Jalan
2025 Ruang
MP3EI
(Perpres
Tatanan Kebandar
32/2011)
Tatanan KA Tatanan Kepelabuhanan udaraan Nasional
(KM 11/2010)
Cetak Biru
Nasional Nasional
RTRWN Rencana Transportasi
Umum Rencana Rencana Induk Rencana Induk Rencana Multimoda
PP5/2010 (PP Jaringan Induk Perkeretaapian Jaringan Induk
26/2008)
ttg
RTRWP,
Jalan LLAJ Nasional Penyeberangan Pelabuhan Rencana Induk (KM 15/2010)
RPJMN Nasional Nasional Nasional Nasional Nasional Bandar
RTRWK
Udara
12
B. SISTRANAS PADA TATRANAS
1. DEFINISI
3. ARAH PENGEMBANGAN
Arah pengembangan transportasi didekati dari tiga sisi, yaitu geografi, demografi,
dan sumber daya alam. Dari sisi geografi, Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau
besar dan kecil, pengembangan transportasi diarahkan untuk penyediaan
pelayanan yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah dalam bentuk
transportasi antarmoda dalam pulau dan antar pulau. Dari sisi demografi,
pengembangan transportasi antarmoda diarahkan untuk penyediaan pelayanan
yang disesuaikan dengan kepadatan populasi yang terbagi dalam dua kategori,
yaitu untuk kawasan perkotaan (urban transport) dan perdesaan (rural transport).
Dari sisi sumber daya alam, pengembangan transportasi harus mempertimbangkan
13
moda transportasi yang lebih efektif dan efisien, seperti transportasi kereta api
mengangkut hasil perkebunan dan hasil pertambangan.
1. DEFINISI
14
BAB III
VISI, MISI, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
A. VISI
“Mewujudkan Sistem Transportasi Kota Kendari Yang Merata Dan Berkelanjutan Serta
Mendukung Terwujudnya Kota Kendari Sebagai Kota Dalam Taman Yang Maju,
Demokratis Dan Sejahtera Dalam Kerangka Kesinergian Dengan Percepatan Pelaksanaan
Pembangunan”
B. MISI
Dalam mewujudkan Visi transportasi Kota Kendari, maka Misi yang diemban untuk
mewujudkan Visi tersebut adalah :
(1) Misi Lingkungan ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari diarahkan mampu
mendukung kualitas dan kapasitas lingkungan yang lebih baik dan semakin baik
(2) Misi Sosial Kemasyarakatan ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari diarahkan untuk
mencapai dan mendukung peningkatan kualitas kehiduapan sosial kemasyarakatan
yaitu mengurangi kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan serta kemakmuran
masyarakat.
(3) Misi Pelayanan ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari harus mampu memberikan
kualitas pelayanan yang optimal yaitu terwujudnya sistem transportasi yang efisien
dan efektif sebagaimana diarahkan dalam Sistem Transportasi Nasional.
(4) Misi Perekonomian ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari harus mampu
mendukung peningkatan perekonomian daerah dan masyarakat secara signifikan
(5) Misi Profesionalisme Aparat ; Yaitu sistem transportasi Kota Kendari harus mampu
mendukung peningkatan kualitas profesionalisme aparat dibidang transportasi
khususnya maupun dibidang lainnya dalam rangka percepatan pembangunan yang
berkualitas
(6) Misi Kepemerintahan yang Baik (Good Governance); Yaitu secara keseluruhan
diharapkan sistem transportasi Kota Kendari mampu mendukung dan menjadi
stimulant perwujudan sistem kepemerintahan yang baik terutama dalam bidang
pelayanan masyarakat.
15
C. KEBIJAKAN SISTEM TRANSPORTASI
(1) Kebijakan Sistranas Pada Tatralok Kota Kendari dirumuskan untuk memberikan
pelayanan transportasi melalui peningkatan keterpaduan antar moda, transportasi jalan,
transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan,
transportasi laut, transportasi udara dan transportasi pipa, guna meningkatkan
pelayanan transportasi meliputi keselamatan, aksesibilitas, keterpaduan, kapasitas,
teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib,
aman, polusi rendah dan efisien.
(2) Untuk mewujudkan kebijakan Sistranas pada Tatralok Kota Kendari dalam kaitan
dengan pengembangan jaringan transportasi wilayah, ditempuh melalui :
a. Mengoptimalkan penggunaan jaringan transportasi yang ada
b. Menambah kapasitas jaringan transportasi.
(3) Kebijakan mengoptimalkan penggunaan jaringan transportasi yang ada untuk masing-
masing moda di Kota Kendari sebagai berikut:
a. Transportasi Multimoda
Arah kebijakan transportasi multimoda meliputi:
1. Optimalisasi ruang kegiatan yang ada dengan penyedian simpul dan lintas
transportasi yang menghubungkan berbagai jenis moda serta menyediakan
fasilitas bongkar muat dan transit yang efektif dan efisien.
2. Melaksanakan pembangunan dan peningkatan jaringan pelayanan
transportasi multimoda agar dapat melayani transportasi penumpang dan
barang yang lengkap dengan jasa tambahan, mulai dari jasa pengurusan
transportasi, jasa konsolidasi muatan, penyediaan ruang muatan, pengurusan
kepabeanan untuk transportasi multimoda ke luar atau ke dalam negeri.
16
- Mengharmonisasikan keterpaduan sistem jaringan jalan dengan kebijakan
tata ruang wilayah Kota Kendari yang merupakan acuan pengembangan
wilayah dan meningkatkan keterpaduannya dengan sistem jaringan
prasarana lainnya.
- Mempertahankan kinerja pelayanan jaringan jalan yang telah terbangun
dengan mengoptimalkan pemanfaatan prasarana jalan melalui pemanfaatan
hasil penelitian dan pengembangan teknologi jalan.
- Peningkatan kondisi jaringan pelayanan dan menjamin efisiensi pelayanan
transportasi umum jalan raya.
- Mendorong keterlibatan peran dunia usaha dan masyarakat dalam
penyelenggaraan dan penyediaan prasarana dan sarana transportasi jalan.
- Peningkatan keselamatan lalu lintas jalan secara komprehensif dan terpadu
dari aspek pencegahan, pembinaan, penanganan dampak kecelakaan dan
daerah rawan kecelakaan dan kelaikan sarana dan prasarana.
- Meningkatkan manajemen dan rekayasa lalu lintas serta pembinaan teknis
tentang pelayanan operasional transportasi.
- Menjaga ketersediaan aksesibilitas transportasi pada daerah terpencil.
- Penataan sistem transportasi jalan sejalan dengan sistem transportasi lokal
Kota Kendari untuk menunjang sistem transportasi wilayah Provinsi
Sulawesi Tenggara.
- Peningkatan pembinaan teknis penataan transportasi kecamatan di daerah
kecamatan.
- Sejalan dengan desentralisasi dan otonomi daerah, dibuat sistem standar
pelayanan minimal dan standar teknis di bidang LLAJ serta skema untuk
peningkatan pelaksanaan pengendalian dan pengawasan LLAJ di daerah.
- Mendukung pengembangan transportasi yang berkelanjutan.
- Meningkatkan kelancaran pelayanan transportasi jalan secara terpadu:
penataan sistem jaringan dan terminal, manajemen lalu lintas, fasilitas dan
rambu jalan.
- Mendorong efisiensi transportasi barang dan penumpang di jalan melalui
penataan jaringan.
- Penerapan teknologi transportasi jalan yang ramah lingkungan dan
berkesinambungan.
17
• Kebijakan Khusus:
Berdasarkan rencana pengembangan pusat-pusat permukiman dan rencana
interaksi antar wilayah (baik internal maupun eksternal), maka jaringan
transportasi darat yang penting dikembangkan untuk wilayah ini antara lain:
• Pengembangan terminal Tipe A di Kecamatan Baruga, pengembangan
terminal tipe C pada setiap sub pusat pelayanan kota yang meliputi Sub-PPK
Kecamatan Kadia, Sub-PPK Kecamatan Puuwatu, Sub-PPK Kecamatan
Mandonga, Sub-PPK Kecamatan Kendari Barat, Sub-PPK Kecamatan
Kendari, Sub-PPK Kecamatan Kambu, Sub-PPK Kecamatan Poasia dan Sub-
PPK Kecamatan Abeli;
• Pengembangan sistem angkutan umum lokal yang terintegrasi dengan sistem
angkutan umum regional.
18
- Memperbaiki keselamatan, keamanan, dan kualitas pelayanan prasarana dan
sarana serta pengelolaan transportasi penyeberangan.
- Peningkatan pelayanan transportasi penyeberangan sebagai pendukung
moda transportasi lainnya.
• Kebijakan Khusus :
- Meningkatkan fasilitas dermaga penyeberangan umum yang baik dan
representative.
- Mengembangkan rute pelayanan angkutan penyeberangan dalam
meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas antar wilayah khususnya
wilayah terpencil di sekitar wilayah Kota Kendari.
19
• Kebijakan Khusus:
Jaringan transportasi laut terdiri dari pelabuhan laut dan alur pelayaran di laut.
Sistem pelabuhan laut dikembangkan dalam klasifikasi pelabuhan hub
internasional, pelabuhan internasional dan pelabuhan nasional.
1). Pelabuhan hub internasional diarahkan untuk melayani kegiatan dan alih
muat peti kemas angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah
besar dan jangkauan pelayanan sangat luas serta berfungsi sebagai simpul
jaringan transportasi laut internasional.
2). Pelabuhan internasional diarahkan untuk melayani kegiatan dan alih muat
peti kemasi angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah besar
dan jangkauan pelayanan sangat luas serta berfungsi sebagai simpul
jaringan transportasi laut nasional.
3). Pelabuhan nasional diarahkan untuk melayani kegiatan dan alih muat peti
kemas angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah menengah
dan jangkauan pelayanan menengah
Alur pelayaran di laut terdiri dari alur pelayaran internasional dan alur
pelayaran nasional. Penetapan alur pelayaran dimaksudkan untuk menjamin
pelayaran yang aman, cepat dan berkelanjutan. Alur pelayaran internasional
memanfaatkan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang ditetapkan
menurut peraturan perundang-undangan. Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI) yang menghubungkan dua lautan bebas Samudera Hindia dan Pasifik
meliputi:
1). ALKI I yang melintasi Laut China Selatan – Selat karimata – Laut Jawa –
Selat Sunda dengan cabang ALKI I-A yang melintasi Selat Singapura –
Laut Natuna.
2). ALKI II melintasi Laut Sulawesi – Selat Makassar – Laut Flores – Selat
Lombok.
3). ALKI III melintasi Samudera Pasifik – Selat Maluku – Laut Seram – Laut
Banda, dengan cabang:
• ALKI III-A dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melintasi Laut
Maluku – Laut Seram – Laut Banda – Selat Ombai – Laut Sawu.
• ALKI III-B dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melintasi Laut
Maluku – Laut Seram – Laut Banda – Selat Leti.
20
• ALKI III-C dari Samudera Pasifik ke Laut Arafuru melintasi Laut
Maluku – Laut Seram – Laut Banda.
• ALKI III-D dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melintasi Laut
Maluku – Laut Seram – Laut Banda – Selat Ombai – Laut Sawu.
• ALKI III-E dari Samudera Hindia ke Laut Sulawesi melintasi Laut
Sawu – Selat Ombai – Laut Banda – Laut Seram – Laut Maluku.
Berdasarkan rencana pengembangan pusat-pusat permukiman dan rencana
interaksi antar wilayah (baik internal maupun eksternal), maka jaringan
transportasi laut yang penting dikembangkan untuk wilayah ini antara lain:
• Pengembangan rute di Kecamatan Kendari yang melayani pergerakan dari
Kota Kendari ke kabupaten, kota, dan pulau-pulau yang berada di sekitar
Kota Kendari.
Untuk menunjang sistem transportasi yang ideal, maka perlu dilakukan
beberapa peningkatan di pelabuhan, seperti:
• Pengembangan pelabuhan terpadu barang dan penumpang skala
nasional di Kelurahan Bungkutoko;
• Pengembangan Pelabuhan Kota Lama dengan fungsi melayani
pergerakan lokal dan antar pulau di sekitar Kota Kendari.
Selain peningkatan pada pelabuhan, peningkatan perlu dilakukan juga pada
tambatan perahu, seperti:
• Pengembangan jumlah armada, berupa kapal kelas kecil dan sedang,
angkutan laut lokal.
• Kebijakan Khusus:
Jaringan transportasi udara meliputi bandar udara dan ruang lalu lintas udara.
Bandar udara terdiri dari bandar udara pusat penyebaran primer, bandar udara
pusat penyebaran sekunder, bandar udara pusat penyebaran tersier, dan bandar
udara bukan pusat penyebaran.
Pusat penyebaran primer diarahkan untuk melayani penumpang dalam jumlah
besar dengan lingkup pelayanan nasional atau beberapa provinsi dan berfungsi
sebagai pintu utama untuk ke luar negeri. Bandar udara pusat penyebaran primer
merupakan bandar udara dengan karakteristik berikut:
1). Melayani penumpang dengan tingkat kepadatan arus lalu lintas tinggi.
2). Memiliki lingkup pelayanan nasional atau beberapa provinsi, dan
3). Berfungsi sebagai pintu utama untuk ke luar negeri atau merupakan outlet
utama bagi pergerakan penumpang/barang ke luar negeri.
Pusat penyebaran sekunder diarahkan untuk melayani penumpang dalam
jumlah sedang dengan lingkup pelayanan dalam satu provinsi dan
terhubungkan dengan pusat penyebaran primer. Bandar udara pusat penyebaran
sekunder merupakan bandar udara dengan karakteristik sebagai berikut:
1). Berada pada kota PKN di luar kawasan perbatasan.
2). Berfungsi melayani pergerakan penumpang/barang domestik atau ke luar
negeri, atau memiliki tingkat kepadatan lalu lintas yang melayani jumlah
penumpang 100.000 atau lebih dengan frekuensi 10 penerbanagn per hari.
3). Melayani penerbangan dalam negeri sekurang-kurangnya 3 kali sehari dan
penerbangan ke luar negeri sekurang-kurangnya 1 kali sehari.
Pusat penyebaran tersier diarahkan untuk melayani penumpang dalam jumlah
rendah dengan lingkup pelayanan beberapa kabupaten dan terhubungkan
dengan pusat penyebaran primer dan pusat penyebaran sekunder. Bandar udara
bukan pusat penyebaran diarahkan untuk melayani penumpang dengan jumlah
kecil dan tidak mempunyai daerah cakupan atau layanan.
22
Berdasarkan rencana pengembangan pusat-pusat permukiman dan rencana
interaksi antar wilayah (baik internal maupun eksternal), maka jaringan
transportasi udara yang penting dikembangkan untuk wilayah ini adalah:
• Pengembangan Bandara Haluoleo sebagai kawasan “aerocity” yang
bernilai ekonomi tinggi.
• Perlu juga dilakukan peningkatan bandara guna menciptakan pelayanan
yang baik serta untuk mempersiapkan permintaan penggunaan di masa
yang akan datang.
• Peningkatan standar bandara sebagai bandara internasional (kebutuhan
panjang runway dan luas apron, terminal penumpang dan kargo).
• Pengembangan jalur/rute penerbangan yang perlu diikuti dengan
pengembangan fasilitas sisi udara dan sisi darat termasuk terminal, yang
disertai kelengkapan pendukungnya.
D. STRATEGI
Untuk dapat mewujudkan kebijakan maka perlu disusun beberapa strategi yang akan
ditempuh. Strategi tersebut di antaranya sebagai berikut:
a. Strategi Transportasi Secara Umum
Strategi tranportasi secara umum yang diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi dan
pelayanan transportasi masa datang serta menyelesaikan permasalahan transportasi yang
ada dalam wilayah Kota Kendari. Strategi umum yang diusulkan antara lain sebagai
berikut.
- Peningkatan kualitas dan pelayanan sarana dan prasarana angkutan baik penumpang
maupun barang.
- Peningkatan fasilitas keamanan, ketertiban dan keselamatan lalu lintas jalan dan
pelayaran.
- Peningkatan dan optimalisasi peraturan/kebijakan penunjang potensi termasuk sebagai
pendapatan asli daerah (PAD).
- Mengembangkan investasi swasta didalam sektor perhubungan.
- Peningkatan transportasi yang murah
- Mengembangkan sistem dan manajemen perhubungan
- Menyusun konsep sistem dan mekanisme pembiayaan transportasi
- Meningkatkan aspek kenyamanan, keselamatan dan keamanan transportasi
23
b. Strategi Transportasi Multimoda
Strategi pengembangan transportasi multimoda meliputi:
1. Membentuk penyelenggara transportasi multimoda yang dapat memberikan layanan
transportasi barang dari tempat asal ke tempat tujuan.
2. Meningkatkan kinerja layanan transportasi barang “satu pintu” sehingga dapat
melayani transportasi barang multimoda baik untuk ke luar negeri maupun di dalam
negeri.
3. Menyediakan armada/trayek menerus untuk pejalan asal moda transportasi udara,
darat, dan laut.
4. Menyediakan armada/trayek berjadwal yang sesuai untuk melayani rute jalan yang
terputus (sungai dan danau) di Kota Kendari, sejalan dengan sistem transportasi di
wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.
25
f. Strategi Transportasi Kereta Api
Strategi pengembangan transportasi kereta api meliputi:
1. Mengembangkan jaringan transportasi kapasitas tinggi untuk transportasi
penumpang dan barang, khususnya untuk produk komoditas berskala besar,
berkecepatan tinggi, berbiaya murah, dengan energi yang rendah.
2. Mendukung pengembangan sistem kota-kota di Kota Kendari yang terpadu.
3. Mewujudkan keterpaduan sistem transportasi di Kota Kendari dalam rangka
keterpaduan sistem transportasi di Provinsi Sulawesi Tenggara, wilayah Pulau
Sulawesi, dan Nasional.
4. Mewujudkan keterpaduan sistem jaringan kereta api dengan sistem jaringan
transportasi lainnya.
5. Mengembangkan stasiun kereta api sebagai simpul jaringan jalur kereta api yang
diarahkan pada Kota Kendari sebagai PKN dan kecamatan-kecamatan PKW;
6. Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana KA di Kota Kendari.
7. Pengembangan jaringan kereta api antar kota lintas utama dengan prioritas tinggi.
8. Pengembangan jaringan kereta api perkotaan.
9. Pengembangan jaringan kereta api yang menghubungkan wilayah sumberdaya alam
atau kawasan produksi dengan pelabuhan.
E. PROGRAM
Berdasarkan kebijakan dan strategi yang disampaikan, program pembangunan jaringan
transportasi di Kota Kendari ini terdiri dari :
1. Tahapan Program Jangka Pendek
Jangka pendek (2014 – 2019) merupakan tahap pemulihan pelayanan transportasi,
antara lain :
a. Strategi disusun dalam rangka untuk menjaga kondisi jaringan prasarana dan
jaringan pelayanan transportasi di Kota Kendari agar tidak turun kualitas dan
kuantitasnya, serta memulihkan kinerja pelayanan sistem transportasi sampai
dengan level yang memadai,
b. Fokus kebijakan diarahkan untuk menjaga kondisi jaringan prasarana dan jaringan
pelayanan transportasi yang ada saat ini dan sangat vital bagi kehidupan sosial
ekonomi masyarakat, dan
c. Kegiatan utama adalah untuk optimalisasi fungsi dari sistem transportasi yang ada,
27
khususnya :
• Pemeliharaan prasarana transportasi dan pelaksanaan manajemen transportasi.
• Pengembangan Jaringan Trayek Angkutan Umum :
1. Pasar PKL – BTN kendaripermai – Kampus via RS. Abunaawas (Trayek
No. 18).
2. Pasar PKL – Terminal Baruga via Waterboom (Trayek No. 19).
3. Pasar PKL – Labibia via RS. Jiwa/ Rusunawa (Trayek No. 17).
• Terminal Puwatu – Jl. R. Suprapto – Jl. Laute – Jl. Balai Kota – Jl. Abunawas –
Jl. Yonoes – Jl. MT. Haryono – Jl. HEA Mokodompit – Jl. A. Yani – Terminal
Baruga (pp).
• Penataan lalu lintas dengan pembentukan sistem penataan dan pengendalian
kawasan lalu lintas (area traffic control system) Kendari – Wangi-wangi
(wakatobi).
• Pembangunan jalan arteri primer Jl. Piere Tendean – Jl. Christina M. Tiahahu -
Jl. DI. Panjaitan - Jl. Ahmad Yani - Jl. Abd. Silondae.
• Pembangunan jalan arteri primer Jl. R. Suprapto – Jl. Patimura – Jl. M. Yamin -
Jl. Dr. Sam Ratulangi – Jl. S. Parman – Jl. Sutoyo – Jl. Sultan Hasanuddin – Jl.
Dr. M. Hatta – Jl. Ir. Soekarno.
• Pembangunan jalan arteri primer Jl. Tambo Losoano Oleo – Jl. Tambo
Tepuliano Oleo.
• Peningkatan sarana pelayanan angkutan umum formal (taxi dan penetapan rute
angkutan kota).
• Pengadaan jalur jalan sepeda dan jalur pejalan serta jalur hijau, terutama pada
kawasan perumahan dan permukiman baru, kawasan perdagangan dan
perkantoran.
• Pengkajian untuk mengaktualisasi kembali penggunaan transportasi non
motorisasi (sepeda).
• Pengembangan pelabuhan penumpang kontainer Pulau Bungkutoko
• Kajian untuk menata kembali lokasi dan sarana pelabuhan utama, pengumpul,
dan pengumpan di Kota Kendari
• Peningkatan fasilitas dermaga, khusus untuk kapal-kapal motor
• Peningkatan/melengkapi sarana dan prasarana Bandar udara (fasilitas
komunikasi, penerbangan, dan navigasi penerbangan)
28
• Peningkatan standard bandara sebagai bandara internasional (kebutuhan
panjang runway dan luas apron, terminal penumpang dan kargo)
• Penambahan jumlah rute penerbangan angkutan udara domestik, regional,
nasional dan internasional
30
− Rencana sistem jaringan kereta api di Kota Kendari yang akan dikembangkan
meliputi jalur kereta api trans Sulawesi yang melalui Kabupaten Kolaka,
Kabupaten Konawe dan Kota Kendari dan stasiun kereta api yang terletak di
kecamatan Puuwatu dan Baruga.
− Sistem angkutan dan terminal penumpang, meliputi dan pengembangan sistem
angkutan umum lokal yang terintegrasi dengan sistem angkutan umum regional.
− Pembangunan dan pemantapan jaringan jalan : Terusan Jl. Masjid Agung–Jl.
Tapak Kuda sepanjang 0,820 km
− Pembangunan dan pemantapan jaringan jalan : Terusan Jl. KH.A.Dahlan–Jl.
MT.Haryono sepanjang 1,265 km
− Pembangunan dan pemantapan jaringan jalan : Jalan Inspeksi (Jl. Imam Bonjol
– Jl. Tekaka) sepanjang 10.39 km
− Pembangunan dan pemantapan jaringan jalan : Jalan Inspeksi (KH. Dewantara –
Jl. Mangga Dua) sepanjang 1,305 km
− Pembangunan dan pemantapan jaringan jalan : Terusan Jalan Lapulu – Talia –
Rencana Jembatan sepanjang 0,370 km
32
− Penyediaan fasilitas dermaga bongkar muat dan tambatan kapal kayu dan kapal
motor di kawasan Pelabuhan Kota Kendari.
− Pengembangan Bandara Haluoleo sebagai kawasan “aerocity” yang bernilai
ekonomi tinggi.
33
BAB IV
PENUTUP
Sebagai perwujudan dari Sistranas, maka pengembangan transportasi pada tataran lokal
diorientasikan kepada upaya pengembangan keseimbangan antara penyediaan jaringan
prasarana dan pelayanan dengan permintaan jasa transportasi (supply dan demand) yang
memperhatikan potential demand, namun juga tetap memperhatikan kebutuhan jasa
transportasi bagi masyarakat yang terisolir dalam upaya meningkatkan perekonomian
wilayah.
Berhasilnya pelaksanaan Sistranas Pada Tatralok Kota Kendari secara konsekuen dan
penuh tanggung jawab, sangat tergantung kepada sumber daya manusia dan partisipasi
seluruh masyarakat dan berbagai sektor terkait lainnya, serta seluruh aparatur transportasi
kabupaten/kota.
Dokumen Sistranas Pada Tataran Transportasi Lokal Kota Kendari ini merupakan
pedoman yang digunakan dalam pembangunan dan penyelenggaraan transportasi lokal
secara terintegrasi.
Ditetapkan di Kendari
Pada Tanggal..
Walikota,
34
Lampiran I : Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) 2008
Lampiran II : Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi
Lampiran III : Rencana Tata Ruang Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran IV : Peta Administrasi Wilayah Kota Kendari
Lampiran V : Kondisi Transportasi Eksisting Kota Kendari
Lampiran VI : Indikasi Program Sistem Jaringan Pelayanan dan Prasarana Transportasi Kota Kendari
Gambar 1. Indikasi Program Sistem Jaringan Pelayanan Transportasi Darat Kota Kendari
Gambar 2. Indikasi Program Sistem Jaringan Pelayanan Transportasi Laut Kota Kendari
Gambar 3. Indikasi Program Sistem Jaringan Pelayanan Transportasi Udara Kota Kendari
Gambar 4. Indikasi Program Sistem Jaringan Prasarana dan Pelayanan Transportasi Kereta Api Kota Kendari
Gambar 5. Indikasi Program Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Darat Kota Kendari
Gambar 6. Indikasi Program Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Laut Kota Kendari
Gambar 7. Indikasi Program Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Udara Kota Kendari
LAMPIRAN VII
TAHAP PELAKSANAAN
PENANGGUNG INSTANSI
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2019- 2025- 2030- PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 JAWAB TERKAIT
2024 2029 2034
A. JALAN
PEMBANGUNAN TRAYEK BARU
1.
ANGKUTAN UMUM:
BAPPEDA,
1. Pasar PKL – BTN KendariPermai – DLLAJ,
Trayek 1 Dishub Kota APBD KOTA
Kampus via RS. Abunaawas (Trayek No. 18) POLDA,
BINAMARGA
BAPPEDA,
2. Pasar PKL – Terminal Baruga via DLLAJ,
Trayek 1 Dishub Kota APBD KOTA
Waterboom (Trayek No. 19) POLDA,
BINAMARGA
BAPPEDA,
3. Pasar PKL – Labibia via RS. Jiwa/ DLLAJ,
Trayek 1 Dishub Kota APBD KOTA
Rusunawa (Trayek No. 17) POLDA,
BINAMARGA
2. PENERAPAN SISTEM BRT:
Terminal Puwatu – Jl. R. Suprapto – Jl.
BAPPEDA,
Laute – Jl. Balai Kota – Jl. Abunawas – Jl.
DLLAJ,
Yonoes – Jl. MT. Haryono – Jl. HEA Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
POLDA,
Mokodompit – Jl. A. Yani – Terminal Baruga
BINAMARGA
(pp)
PENATAAN LALU LINTAS DENGAN
BAPPEDA,
PEMBENTUKAN SISTEM PENATAAN
DLLAJ,
3. DAN PENGENDALIAN KAWASAN Paket 1 Dishub Kota APBD KOTA
POLDA,
LALU LINTAS (Area Traffic Control
BINAMARGA
System)
Lanjutan Tabel 1.
TAHAP PELAKSANAAN
PENANGGUNG INSTANSI
NO MODA/SUB BIDANG SATUAN JUMLAH 2019- 2025- 2030- PEMBIAYAAN
2014 2015 2016 2017 2018 JAWAB TERKAIT
2024 2029 2034
B. PENYEBERANGAN
PENGEMBANGAN KAPASITAS
1. ANGKUTAN PENYEBERANGAN FERRY
DENGAN RUTE:
BAPPEDA,
DLLAJ,
Kendari – Wangi-wangi (wakatobi) Rute 1 Dishub Provinsi APBD KOTA
POLDA,
BINAMARGA
Tabel 2. Pengembangan Jaringan Pelayanan Transportasi Laut
Tabel 3. Pengembangan Jaringan Pelayanan Transportasi Udara
LAMPIRAN VIII
PEMBANGUNAN DAN
2. PEMANTAPAN JARINGAN
JALAN:
1) Terusan Jl. Masjid Agung–Jl. BAPPEDA, DLLAJ,
Tapak Kuda sepanjang 0,820 Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
km BINAMARGA
2) Terusan Jl. KH.A.Dahlan–Jl. BAPPEDA, DLLAJ,
MT.Haryono sepanjang 1,265 Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
km BINAMARGA
3) Jalan Inspeksi (Jl. Imam BAPPEDA, DLLAJ,
Bonjol – Jl. Tekaka) sepanjang Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
10.39 km BINAMARGA
4) Jalan Inspeksi (KH. BAPPEDA, DLLAJ,
Dewantara – Jl. Mangga Dua) Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
sepanjang 1,305 km BINAMARGA
5) Terusan Jalan Lapulu – Talia BAPPEDA, DLLAJ,
– Rencana Jembatan sepanjang Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
0,370 km BINAMARGA
6) Rencana Jembatan – BAPPEDA, DLLAJ,
Simpang Abeli sepanjang 1,930 Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
km BINAMARGA
BAPPEDA, DLLAJ,
7) Jalan Poros Mokau – Petoaha
Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
sepanjang 8,250 km
BINAMARGA
BAPPEDA, DLLAJ,
8) Terusan Jalan Cendana–Jalan
Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
Beriangin sepanjang 3,505 km
BINAMARGA
9) Terusan Poros Kambu Lepo- BAPPEDA, DLLAJ,
Lepo – Poros Lepo-Lepo Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
Lamonea 0,645 km BINAMARGA
10) Terusan Jalan Amelai I – BAPPEDA, DLLAJ,
Jalan Poros Anduonohu Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
Tobimeita sepanjang 0,835 km BINAMARGA
11) Terusan Jalan Pasar Baruga BAPPEDA, DLLAJ,
– Poros Lepo-Lepo Lamonea Ruas 1 Dinas PU Kota POLDA, APBD KOTA
sepanjang 0,685 km BINAMARGA
Lanjutan Tabel 4.
Lampiran 2
PETA PENGEMBANGAN KOTA KENDARI