OLEH :
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulisan makalah yang berjudul “ASPEK-ASPEK STUDI KELAYAKAN INDUSTRI
MINYAK BUMI & PLTU BATUBARA” ini, dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah
Kebijakan & Perencanaan Energi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan tugas ini, dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua
pihak yang turut membantu hingga terselesaikannya tugas ini.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk lebih
sempurnanya penulisan-penulisan selanjutnya
Demikian semoga tugas Kebijakan & Perencanaan Energi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan energi menjadi isu global yang harus kita hadapi saat ini. Energi
listrik adalah salah satu jenis energi yang mudah dikonversikan menjadi jenis energi yang
lain. Selain itu energi listrik dapat ditransmisikan dengan murah dibandingkan dengan energi
lainnya. Oleh karena itu dalam suatu negara hampir seluruh energi yang dipasok untuk
menggerakkan roda perindustrian adalah energi listrik. Kemajuan industri sangat berkaitan
erat dengan pertumbuhan kebutuhan akan listrik.
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang membutuhkan sumber energi yang
cukup untuk mendorong roda perekonomiannya. Bagi negara berkembang seperti Indonesia
rasio elastisitasnya masih sangat tinggi yaitu sekitar 1,5. Faktor elastisitas menunjukkan
bahwa untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 1 % dibutuhkan penambahan suplai energi listrik
tiap tahun sebesar 1,5 %. Dengan target pemerintah dimana target pertumbuhan ekonomi
sebesar 6 % maka dapat dihitung kebutuhan listrik tiap tahun meningkat sebesar 9 %. Secara
hitungan kasar maka diperlukan dua kali kumlah pembangkit yang ada sekarang dalam
rentang waktu 11 tahun.
Untuk mengatasi pertumbuhan demand listrik yang sangat cepat namun dengan modal
yang terbatas maka dibutuhkan jenis pembangkit yang sesuai dengan kondisi ini. Pembangkit
Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) adalah pilihan teknologi yang murah dan terbukti cukup handal.
Didukung oleh ketersediaan sumber batubara dalam negeri sehingga pasokannya dapat
terjaga.
Beberapa isu yang berkembang banyak menyudutkan PLTU sebagai pembangkit yang
menyebabkan global warming. Hal ini tidak boleh membuat kita terlena dan lari dari
kenyataan bahwa demand listrik terus naik. Untuk negara berkembang memang dibutuhkan
pembangkit-pembangkit “kotor” untuk mendorong industri pengolahan dan manufaktur yang
membutuhkan daya listrik yang sangat besar dan reliabilitas tinggi. PLTU mampu menjawab
tantangan tersebut.
Teknologi yang berkembang juga dapat membuat PLTU menjadi pembangkit yang
bersih seperti dengan menggunakan Electro Static Precipitator ( ESP ) yang mampu
mengurangi fly ash secara signifikan. Teknologi lain yang sedang berkembang adalah
CO2capture dimana CO2 ditangkap dan disimpan dalam perut bumi untuk menjaganya agar
tidak lepas dari atmosfer. Untuk kasus Indonesia kita mempunyai hutan yang luas dan
merupakan jantung dunia PLTU merupakan pilihan yang tepat untuk menunjang
pertumbuhan ekonomi Indonesia sekaligus mempersiapkan energi alternatif lain pengganti
pembangkit fosil
PEMBAHASAN
Studi Kelayakan dapat dilakukan untuk menilai kelayakan investasi baik pada suatu
proyek maupun bisnis yang sedang berjalan. Studi kelayakan yang dilakukan untuk menilai
kelayakan sebuah proyek yang akan dijalankan disebut studi kelayakan proyek, sedangkan
studi kelayakan yang dilakukan untuk menilai kelayakan dalam pengembangan sebuah usaha
disebut studi kelayakan bisnis. Maksud “layak atau tidak layak” adalah perkiraan bahwa
proyek dapat atau tidak menghasilkan keuntungan yang layak bila telah dioperasikan.
Menurut Ahmad Subagyo Studi Kelayakan adalah penelitian yang mendalam terhadap suatu
ide bisnis.Yacob Ibrahim mengemukakan bahwa Studi Kelayakan (feasibility study) adalah
kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu
kegiatan usaha /proyek dan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu
keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha /proyek yang
direncanakan.
Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari gagasan usaha/proyek
yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit
maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha/proyek dalam arti social
benefit tidak selalu menggambarkan dalam arti financial benefit, hal ini tergantung dari segi
penilaian yang dilakukan.
Analisis ini pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk mempelajari kebutuhan-kebutuhan
teknis, biaya-biaya produksi dari berbagai alternatif dan menilai pemenuhan dan penyediaan
kebutuhan-kebutuhan teknis proyek tersebut pada berbagai alternatif. Berdasarkan analisis ini
dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya.
Analisis teknis sebaiknya tetap dilakukan meskipun sebuah proyek tidak layak secara teknis.
Pada dasarnya analisis teknis bertujuan untuk menggali informasi mengenai estimasi biaya
teknis proyek yang meliputi:
Investasi tetap (tanah lokasi, bangunan pabrik dan bangunan lainnya, serta mesin dan
pemasangannya).Biaya dan pengeluaran produksi (bahan baku, bahanpenolong, tenaga kerja
langsung, biaya pabrik tidak langsung). Biaya masa percobaan atau uji coba, misalnya biaya-
biaya yang diperkirakan akan terjadi diluar produksi normal selama masa operasi percobaan,
seperti biaya: waktu lembur, pengulangan pekerjaan, kerusakan dan biaya penelitian teknis.
Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan fasilitas yang dibutuhkan proyek, misalnya
fasilitas penunjang, yaitu: jalan raya, pelabuhan udara, laut, jalan kereta api, air, listrik,
komunikasi dan lain-lain.
Tahap Prakonstruksi
Dampak yang akan terjadi pada tahap prakonstruksi cenderung terhadap komponen
lingkungan sosial, ekonomi dan budaya. Dampak tersebut terjadi dengan adanya kegiatan
survei lapangan, pengadaan dan pembebasan lahan untuk bangunan air dan daerah
penyangganya. Melalui kegiatan survei lapangan dan rencana kegiatan pengadaan dan
pembebasan lahan diperkirakan akan timbul beberapa dampak mendasar
Tahap Konstruksi
Dampak yang akan terjadi dengan adanya kegiatan konstruksi yaitu mobilisasi
peralatan berat dan material, rekrutmen tenaga kerja, pengadaan material dan pekerjaan sipil
lainnya. Semua kegiatan tersebut berdampak terhadap komponen lingkungan yang
diperkirakan, yaitu sumber daya alam, komponen lingkungan sosial, ekonomi dan budaya,
Tahap Pascakonstruksi
Dari Cash Flow pada bab sebelumnya, dapat diperoleh Present Worth untuk
menganalisis kelayakan dari investasi.
Diperoleh Present Worth sebesar Rp. -5.570.055.091.712,-. Dari hasil perhitungan,
dapat dikatakan investasikurang layak untuk dijalankan.
Dengan diperolehnya NPV, dapat diketahui Internal Rate of Return (IRR) untuk
dibandingkan dengan MARR. Pembandingan IRR dengan MARR dilakukan agar dapat
diketahui investasi manakah yang lebih menguntungkan. Diperoleh IRR sebesar 2,99
%. Dapat dikatakan berinvestasi untuk membangun PLTU Sumenep 3x150 MW tidak
lebih menguntungkan daripada menabung di bank.
Dengan dilakukannya analisis Aliran Kas, dan IRR, maka dapat diperoleh kapan
investasi akan balik modal. Dari hasil perhitungan, diperoleh :
Payback Period Analysis PLTU Sumenep CFSPP 3 x 150 MW
Rp15
Rp10
Rp5
Rp-
0 5 10 15 20 25 30
Trillions
Rp(5)
Rp(10)
Rp(15)
Hasil perhitungan dalam tabel yang lebih lengkap mengenai perhitungan Investment
Feasibility Analysis dapat dilihat pada lampiran 3.
2. Analisis Teknologi
Pada pembangkit listrik tenaga uap, digunakan berbagai macam peralatan listrik serta
mekanik dan konstruksi. Peralatan yang digunakan telah dijabarkan pada bab 2. Seluruh
peralatan tersebut merupakan mesin-mesin yang mayoritas telah tersedia di pasaran dan
harga untuk setiap mesin bersaing satu merk dengan merk lainnya.
Mesin-mesin ini akan dibeli dari China dan didistribusikan ke lokasi dengan
transportasi laut dan darat.
Lokasi dimana PLTU akan dibangun merupakan lokasi yang sangat dekat dengan laut
sehingga memudahkan pendistribusian dan pengkonstruksian pembangkit.
Pada saat PLTU sudah beroperasi, batubara akan dikirim dari Sumatera melalui laut.
Hal ini akan menguntungkan karena Sumenep terletak di tepi pulau Madura.
Pembangkit listrik tenaga uap yang direncanakan akan menggunakan bahan bakar
berupa batubara dan solar, tetapi utamanya adalah batubara. Solar hanya digunakan
ketika daya yang dibangkitkan pembangkit rendah dan saat First Firing setelah
shutdown.
Bahan bakar yang digunakan merupakan bahan bakar fosil yang akan menghasilkan
polusi udara berupa partikel-partikel kecil Fly Ash yang tentunya harus dibuang ke
udara. Selain itu, pembakaran batubara akan menghasilkan Bottom Ash.
Untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan dan mengganggu permukiman,
digunakan Electrostatic Precipitator (ESP). ESP akan menangkap Fly Ash yang ditarik
Induced Draft Fan untuk dibuang ke Chimney. ESP yang direncanakan memiliki
efisiensi 99,4% yang berarti sangat efisien dan berpengaruh sedikit kepada lingkungan.
Bottom Ash yang dihasilkan dari pembakaran batubara akan dijual pada pabrik semen
sebagai campuran semen. Dengan penjualan ini, diperoleh 2 keuntungan sekaligus,
yaitu penanganan limbah Bottom Ash dan tambahan pemasukan hasil penjualan Bottom
Ash.
Meskipun telah dipasang ESP, tetap akan diadakan studi dampak lingkungan selama
pembangkit beroperasi, sehingga apabila terdapat permasalahan, akan ditemukan
solusinya dalam keberjalanannya.
STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN PLTU BATUBARA
Agung Subagio
Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia
Akan diperoleh kajian yang lengkap untuk pembangunan PLTU mulai dari ukuran
daya listrik yang diperlukandalam beberapa tahun mendatang, jenis mesin yang cocok,
pemilihan lokasi yang tepat, manfaat dari sisi financial dan perekonomian serta tidak
mempunyai dampak negative terhadap lingkungan fisik, tetapi mempunyai dampak positip
terhadap lingkungan sosial-ekonomi
1. Analisa financial
Dimulai dari perhitungan biaya Engineering,Procurement, dan Construction termasuk pajak,
bunga, contingencies maka akan diketahui total investasi yang diperlukan. Kemudian
dihitung biaya
produksi listrik yang terdiri dari capital recovery (A), biaya bahan bakar ( C ), biaya operasi
dan pemeliharaan (B+D ) dan biaya jaringan distribusilistrik ( E ).Kedua perhitungan diatas
merupakan komponen pengeluaran dan pendapatan, yang dapat dijabarkan dalam usaha
pengelolaan PLTU dalam kurun waktu beberapa tahun (biasanya minimal 20 tahun ),
sehingga akan diketahui kemampuan dan waktu pengembalian modal,keuntungan dan lainnya
(biasanya diukur dalam IRR, NPV, B/C ratio Contoh perhitungan Tarif Dasar Listrik dan
Analisa Financial dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10.
1. Analisa Ekonomi
Sebelum suatu proyek dilaksanakan perlu dilakukan analisa dari investasi tersebut
sehingga akan diketahui kelayakan suatu proyek dilihat dari sisi ekonomi investasi. Ada
beberapa metode penilaian proyek investasi, yaitu :
1.4 Payback Period (PP) Payback Period adalah lama waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan dana investasi. Dirumuskan dalam persamaan:
1 Aspek Teknis
3 = Boiler
4 = Turbin
5 = Generator
6 = Transformator
7 = Kondensor
Adapun rencana tata letak komponen PLTU Tanah Grogot 2x7 MW terlihat pada
gambar 4.4 sedangkan proses kerja atau siklus kerja dari PLTU Tanah Grogot 2x7 MW ini
dapat dilihat pada Gambar 4.5 dimana proses kerja dari PLTU. Tanah Grogot dijelaskan
secara lengkap dari proses penampungan batubara sampai terbangkitnya energi listrik yang
disalurkan kepada konsumen tersebut.
2. Aspek Ekonomi
Biaya total pembangkitan energi listrik merupakan penjumlahan dari biaya modal,
biaya bahan bakar serta biaya operasi dan perawatan. Karenanya dalam perhitungan biaya
pembangkitan energi listrik, harus dihitung satu persatu dari ketiga biaya diatas. Perencanaan
pembangunan PLTU Tanah Grogot dengan bahan bakar batubara dengan kapasitas total 14
MW, diasumsikan dengan capacity factor / factor kapasitas 85 % dan memiliki life time /
umur pembangkit 25 tahun. Dengan melakukan perhitungan maka didapatkan data seperti
tabel di bawah ini
2.1 Analisa Harga Jual PLTU Tanah Grogot
Harga jual listrik PLTU Tanah Grogot yaitu sebesar Rp.1745,20/kWh masih dapat
dijangkau oleh penduduk Kalimantan Timur karena pengeluaran penduduk Kalimantan
Timur yang dialokasikan untuk konsumsi listrik adalah sebesar Rp.1965/kWh. Hal ini
menunjukkan bahwa daya beli listrik penduduk Kalimantan Timur masih diatas harga jual
listrik PLTU Tanah Grogot.
2.2 Analisa Kelayakan Investasi
Untuk menghitung semua variabel dalam analisa ekonomi, terlebih dahulu dihitung
total energi output PLTU Tanah Grogot dalam 1 tahun. Diasumsikan factor kapasitas
(CF)pembangkit sebesar 0.85 dan semua energi tersebut terpakai sepanjang tahun.
KWHoutput = Daya Terpasang x Faktor Kapasitas x 8760 = 14 x 0,85 x 8760 . = 89.352.000
kWh/tahun Jumlah pendapatan pertahun/ cash in flow (CIF) dapat dihitung dari KWhoutput
dan selisih Biaya Pokok Penyediaan (BPP) dengan biaya pembangkitan (BP) atau dengan
kata lain keuntungan penjualan (KP). Pembangkit ini direncanakan akan dihubungkan dengan
saluran tinggi distribusi 150 KV. Peraturan Menteri ESDM No. 269-12 Tahun 2008 tentang
harga patokan penjualan listrik Pembangkit listrik tak terbarukan yang berlaku di seluruh
daerah di Indonesia, maka biaya pokok penyediaan listrik tegangan tinggi untuk wilayah
Kalimantan Timur sebesar Rp 1.965/kWh. Untuk suku bunga 6% keuntungan penjualan yang
didapat sebesar Rp.1520/KWh dan Cash in Flow sebesar Rp 1358,2 milyar/tahun sedangkan
untuk suku bunga 9% keuntungan penjualan yang didapat sebesar Rp.1517/KWh dan Cash In
Flow yang didapatkan sebesar Rp.1355,6 milyar/tahun.
Metode Net Present Value (NPV) ini menghitung jumlah nilai sekarang dengan
menggunakan Discount Rate tertentu dan kemudian membandingkannya dengan investasi
awal (Initial Invesment). Selisihnya disebut NPV. Apabila NPV tersebut positif, maka usulan
investasi tersebut diterima, dan apabila negatif ditolak. Untuk bunga 6% NPV yang
didapatkan dari PLTU Tanah Grogot selama 25 tahun yaitu sebesar 25117,4 milyar
sedangkan untuk suku bunga 9% NPV yang didapatkan sebesar 27288,1 milyar. Hal ini
menunjukkan bahwa investasi dengan kedua suku bunga tersebut layak dilakukan.
3. Aspek Sosial
Propinsi Kalimantan Timur berada pada posisi ke-2 tingkat IPM dari 33 propinsi yang ada di
Indonesia. Nilai IPMnya sebesar 74,5% dan reduksi Shorfallnya sebesar 1,92. Nilai IPM
Kalimantan Timur lebih besar dari nilai IPM Indonesia. IPM dan Shortfall dipengaruhi oleh 3
index, yaitu index angka harapan hidup, angka melek huruf dan index pendapatan sektor riil
yang telah disesuaikan. Pembangunan dan pengoperasian PLTU Tanah Grogot dapat
menambah pasokan listrik Kalimantan Timur. Hal ini menyebabkan pemadaman bergilir
dapat terhindarkan sehingga pekerjaan penduduk Kalimantan Timur dapat menggunakan
energi listrik dengan tenang, siswa-siswi dapat belajar dengan tenang pada malam hari,
proses penerimaan informasi kesehatan , makanan bergizi dan sebagainya melalui alat
elektronik dapat terjadi, Industri bekerja tanpa gangguan pemadaman sehingga terjadi
peningkatan kesejahteraan penduduk danpeningkatan PDRB. Hal ini berujung pada kenaikan
IPM dan reduksi shortfall.
4. Aspek Lingkungan
Prakiraan dampak penting dalam pembangunan PLTU Tanah Grogot ini. Upaya
pemantauan lingkungan untuk kegiatan pembangunan PLTU ini prakiraan dampak yang
terjadi akan ditinjau dalam 4 (empat) tahapan: 1. Tahap Persiapan 2. Tahap Konstruksi 3.
Tahap Operasional 4. Tahap Pasca Operasi Pengelompokan yang baik dan benar dengan
memperhatikan perubahan lingkungan dan sumber dampak yang terjadi, akan dapat
merendam dan menekan dampak negatif yang mungkin terjadi bahkan mungkin dapat
merubah berbalik menjadi positif. Secara umum Upaya Pengelolaan Lingkungan ini adalah
pengelolaan rencana kegiatan yang akan membuat pengaruh (dampak) terhadap lingkungan,
mulai dari tahap kegiatan persiapan, konstruksi dan pasca konstruksi sehingga dampak yang
terjadi dapat ditekan seminimal mungkin. PLTU Tanah Grogot yang berbahan bakar batubara
dihadapkan suatu mekanisme CDM (Clean Development Mechanism) dimana PLTU
merupakan salah satu penyumbang emisi CO2 yang paling besar maka PLTU Tanah Grogot
setelah melaui perhitungan data-data yang diketahui diwajibkan membayar carbon tax
sebesar 1,4 cent/MWh. Keputusan ini diambil berdasarkan konferensi ”Kyoto Protocol”
4.1 Rencana Pengembangan ketenagalistrikan
Untuk menghadapi kondisi sistem kelistrikan yang sedemikian rupa, maka perlu
diterapkanlah strategi pengoperasian sistem agar dapat memenuhi kualitas pasokan sekalipun
dalam kondisi yang kurang baik. Strategi operasi sistem Kalimantan Timur didasarkan atas
rencana kerja, karaktersitik sistem dan daerah kritisnya, karakteristik pembangkitan dan
pendukung sistem interkoneksinya, rencana pemeliharaan tahunan setiap unit pembangkit dan
neraca energi. Berdasarkan dasar tersebut dibuatlah beberapa strategi operasi, Strategi itu
berupa strategi pembebanan pembangkit dan strategi pengaturan tegangan.
PENUTUP
1 KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan dan analisa, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pada tahun 2008 beban puncak Kalimantan Timur adalah sebesar 365 MW dengan beban
dasar sekitar 270 MW yang di suplai oleh PLTU dan PLTGU. Sedangkan pada waktu beban
puncak antara pukul 18.00-23.00 di suplai dengan PLTD sebagai pemenuh pada saat kondisi
beban puncak.
2. Bahwa total pemakaian batubara PLTU Tanah Grogot 2x7 MW ini sebesar 0,2 % dari total
batubara yg terdapat di Kalimantan Timur, maka PLTU Tanah Grogot tidak akan mengalami
kesulitan dalam hal penyediaan batubara selama proses operasinya.
4. Dampak Lingkungan yang dihasilkan oleh PLTU dapat diminimalisasi dengan penggunaan
Electric Precipitator dimana selain dapat meningkatkan efisiensi pembangkit juga dapat
mengurangi emisi gas yang ditimbulkan.
5. Biaya Pembangkitan Pokok PLTU Tanah Grogot untuk suku bunga 6% dan 9% sebesar
Rp.445/kWh dan Rp.448/kWh, sedangkan kemampuan daya beli masyarakat sebesar Rp
624/kWh hal ini menunjukkan bahwa harga jual listrik PLTU Tanah Grogot masih
terjangkau.
6. PLTU Tanah Grogot 14 MW dengan biaya investasi US$ 12 juta layak untuk
diinvestasikan dengan suku bunga 6% karena nilai IRR lebih besar dari biaya modal. Lama
waktu agar investasi dapat kembali untuk PLTU Tanah Grogot dengan suku bunga 6% dan
9% adalah selama 1 tahun. Dan biaya pokok penyediaan listrik sebelum pengoperasian PLTU
Tanah Grogot 14 MW sebesar Rp.1841,01/kWh, dan setelah pengoperasian PLTU Tanah
Grogot 14 MW turun menjadi Rp.1745,20/kWh atau trun sekitar 5,2%.
2. SARAN
Berkaitan dengan pembahasan Tugas Akhir ini ada beberapa saran yang perlu diperhatikan
yaitu :
1. Seringnya terjadi pemadaman di berbagai wilayah Kalimantan Timur oleh PLN, karena
konsumsi energi listrik yang semakin banyak oleh konsumen dan masih
tergantungnya masyarakat terhadap PLTD. Hal ini tidak diikuti dengan berkembangnya
pembangkit, dimana efisiensi pembangkit yang sudah tua akan semakin kecil, sehingga daya
mampunya semakin lama semakin turun. PLN wilayah Kalimantan Timur harus lebih sering
mensosialisasikan program DSM (Demand Side Management) yaitu dengan cara
penghematan energi pada jam-jam beban puncak.
2. Segera dibangun pembangkit baru lagi dengan kapasitas yang lebih besar, karena sumber
daya energi baru terbarukan melimpah ruah dan untuk perkembangan kebutuhan listrik yang
selalu meningkat yang harus diikuti dengan penambahan pembangkit baru. Memberikan
peluang atau penawaran kepada perusahaan swasta nasional maupun Internasional untuk
membangun pembangkit tenaga listrik.
STUDI PERBANDINGAN EFISIENSI KAPASITAS DAYA PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA MAGNET HIDRODINAMIK TERHADAP PLTU 100 MW DI CILEGON
1. KESIMPULAN
Pada tahun 2009 Pertumbuhan energi listrik Cilegon sebesar 8,1% per tahun dengan
Ratio Elektrifikasi mencapai 0,98 % dan beban puncak di Kabupaten Cilegon pada tahun
2009 mencapai 5653,43 Kwh, berdasarkan peramalan untuk tahun-tahun mendatang tidak
akan mengalami defisit energi, maka dapat dilakukan sistem interkoneksi Jawa dan Bali
untuk mendukung pembangunann listrik di wilayah lainnya.
3. Pemakaian bahan bakar untuk kedua jenis pembangkit tersebut jelas berbeda. Dalam PLTU
mengenal istilah star up yang memerlukan bahan bakar minyak sebanyak 24.390,2 liter
selama ± 8 jam. Sedangkan konsumsi batu baranya mencapai 43,42 ton /jam dengan biaya
pengeluaran 1.303.050 US$/ Bulan. Sedangkan untuk PLTMHD memerlukan bahan bakar
sebanyak 3,24 ton /jam dengan pengeluaran sebesar 669.045 US$/Bulan. Jadi ada
penghematan yang besar dalam penggunaan bahan bakar untuk sistem pembangkit MHD.
4. Dengan penambahan kapasitas PLTU atau PLTMHD Cilegon 100 MW sampai pada tahun
2025 diharapkan dapat mengatasi besarnya konsumsi dan beban puncak yang terus
meningkat , terlihat dari nilai surplus investasi pertahunnya meskipun sempat mengalami
defisit pada 2 – 4 tahun pertamanya sehingga dimungkinkan perencanakan sistem
interkoneksi ke wilayah lainnya.
5. PLTMHD Cilegon layak untuk dikembangkan dan dijadikan sebagai pembangkit yang
berguna untuk memenuhi kebutuhan listrik di Baten pada umumnya dan di Cilegon pada
khususnya. Biaya pembangkitan PLTU sebesar 369 Rp/kWh dimana biaya pembangkitan
PLTMHD sedikit lebih mahal Rp. 388/Kwh ini dikarenakan berkembangnya teknologi
penunjang dalam penghematan sumber daya alam. Wilayah Cilegon mempunyai BPP ini
sebesar 584,83 Rp/kWh diharapkan dapat mengurangi subsidi pemerintah. Selain itu tingkat
emisinya yang rendah sehingga energi Magnet hidrodinamik memiliki kesempatan untuk
memanfaatkan Clean Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protocol sebesar 388
Rp/kWh
6. Tingkat efisiensi dari tiap pembangkit di tentukan dari kapasitas bebannya. PLTMHD
memiliki tingkat efisiensi daya jauh lebih tinggi hingga 57,8 % dibandingkan PLTU yang
hanya mencapai 39%. Hal ini di pengaruhui oleh efisiensi thermal yang dihasilkaan pada saat
pembakaran bahan bakar.