Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEBIJAKAN & PERENCANAAN ENERGI

“ASPEK-ASPEK STUDI KELAYAKAN INDUSTRI ”

(MINYAK BUMI & PLTU BATUBARA)

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah

Kebijakan & Perencanaan Energi

Dosen Pembimbing : Ir. H. Sahrul Effendy, M.T.

OLEH :

Alexander Zulkaranain ( 0614 4041 1717 )

Yoga Suprayogi ( 0614 4041 1740 )

Indah Amalia ( 0614 4041 1725 )

M. Abdul Jabbar ( 0614 4041 1735 )

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK ENERGI

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG

2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulisan makalah yang berjudul “ASPEK-ASPEK STUDI KELAYAKAN INDUSTRI
MINYAK BUMI & PLTU BATUBARA” ini, dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah
Kebijakan & Perencanaan Energi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan tugas ini, dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua
pihak yang turut membantu hingga terselesaikannya tugas ini.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk lebih
sempurnanya penulisan-penulisan selanjutnya

Demikian semoga tugas Kebijakan & Perencanaan Energi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Palembang, September 2017

Penulis
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan akan energi menjadi isu global yang harus kita hadapi saat ini. Energi
listrik adalah salah satu jenis energi yang mudah dikonversikan menjadi jenis energi yang
lain. Selain itu energi listrik dapat ditransmisikan dengan murah dibandingkan dengan energi
lainnya. Oleh karena itu dalam suatu negara hampir seluruh energi yang dipasok untuk
menggerakkan roda perindustrian adalah energi listrik. Kemajuan industri sangat berkaitan
erat dengan pertumbuhan kebutuhan akan listrik.

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang membutuhkan sumber energi yang
cukup untuk mendorong roda perekonomiannya. Bagi negara berkembang seperti Indonesia
rasio elastisitasnya masih sangat tinggi yaitu sekitar 1,5. Faktor elastisitas menunjukkan
bahwa untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 1 % dibutuhkan penambahan suplai energi listrik
tiap tahun sebesar 1,5 %. Dengan target pemerintah dimana target pertumbuhan ekonomi
sebesar 6 % maka dapat dihitung kebutuhan listrik tiap tahun meningkat sebesar 9 %. Secara
hitungan kasar maka diperlukan dua kali kumlah pembangkit yang ada sekarang dalam
rentang waktu 11 tahun.

Untuk mengatasi pertumbuhan demand listrik yang sangat cepat namun dengan modal
yang terbatas maka dibutuhkan jenis pembangkit yang sesuai dengan kondisi ini. Pembangkit
Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) adalah pilihan teknologi yang murah dan terbukti cukup handal.
Didukung oleh ketersediaan sumber batubara dalam negeri sehingga pasokannya dapat
terjaga.

Beberapa isu yang berkembang banyak menyudutkan PLTU sebagai pembangkit yang
menyebabkan global warming. Hal ini tidak boleh membuat kita terlena dan lari dari
kenyataan bahwa demand listrik terus naik. Untuk negara berkembang memang dibutuhkan
pembangkit-pembangkit “kotor” untuk mendorong industri pengolahan dan manufaktur yang
membutuhkan daya listrik yang sangat besar dan reliabilitas tinggi. PLTU mampu menjawab
tantangan tersebut.

Teknologi yang berkembang juga dapat membuat PLTU menjadi pembangkit yang
bersih seperti dengan menggunakan Electro Static Precipitator ( ESP ) yang mampu
mengurangi fly ash secara signifikan. Teknologi lain yang sedang berkembang adalah
CO2capture dimana CO2 ditangkap dan disimpan dalam perut bumi untuk menjaganya agar
tidak lepas dari atmosfer. Untuk kasus Indonesia kita mempunyai hutan yang luas dan
merupakan jantung dunia PLTU merupakan pilihan yang tepat untuk menunjang
pertumbuhan ekonomi Indonesia sekaligus mempersiapkan energi alternatif lain pengganti
pembangkit fosil
PEMBAHASAN

Studi Kelayakan dapat dilakukan untuk menilai kelayakan investasi baik pada suatu
proyek maupun bisnis yang sedang berjalan. Studi kelayakan yang dilakukan untuk menilai
kelayakan sebuah proyek yang akan dijalankan disebut studi kelayakan proyek, sedangkan
studi kelayakan yang dilakukan untuk menilai kelayakan dalam pengembangan sebuah usaha
disebut studi kelayakan bisnis. Maksud “layak atau tidak layak” adalah perkiraan bahwa
proyek dapat atau tidak menghasilkan keuntungan yang layak bila telah dioperasikan.
Menurut Ahmad Subagyo Studi Kelayakan adalah penelitian yang mendalam terhadap suatu
ide bisnis.Yacob Ibrahim mengemukakan bahwa Studi Kelayakan (feasibility study) adalah
kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu
kegiatan usaha /proyek dan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu
keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha /proyek yang
direncanakan.

Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari gagasan usaha/proyek
yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit
maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha/proyek dalam arti social
benefit tidak selalu menggambarkan dalam arti financial benefit, hal ini tergantung dari segi
penilaian yang dilakukan.

Didalam Studi Kelayakan Terdapat Beberapa Analisa/Aspek Antara Lain :

1. Analisa kelayakan teknis,


2. Analisa kelayakan ekonomi,
3. Analisa kelayakan SDM
4. Analisa kelayakan lingkungan.
5. Analisa kelayakan sosial & budaya
6. Analisa kelayakan legalitas
7. Analisa kelayakan tata letak / geografis

Analisis Kelayakan Teknis

Analisis ini pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk mempelajari kebutuhan-kebutuhan
teknis, biaya-biaya produksi dari berbagai alternatif dan menilai pemenuhan dan penyediaan
kebutuhan-kebutuhan teknis proyek tersebut pada berbagai alternatif. Berdasarkan analisis ini
dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya.
Analisis teknis sebaiknya tetap dilakukan meskipun sebuah proyek tidak layak secara teknis.
Pada dasarnya analisis teknis bertujuan untuk menggali informasi mengenai estimasi biaya
teknis proyek yang meliputi:

Investasi tetap (tanah lokasi, bangunan pabrik dan bangunan lainnya, serta mesin dan
pemasangannya).Biaya dan pengeluaran produksi (bahan baku, bahanpenolong, tenaga kerja
langsung, biaya pabrik tidak langsung). Biaya masa percobaan atau uji coba, misalnya biaya-
biaya yang diperkirakan akan terjadi diluar produksi normal selama masa operasi percobaan,
seperti biaya: waktu lembur, pengulangan pekerjaan, kerusakan dan biaya penelitian teknis.
Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan fasilitas yang dibutuhkan proyek, misalnya
fasilitas penunjang, yaitu: jalan raya, pelabuhan udara, laut, jalan kereta api, air, listrik,
komunikasi dan lain-lain.

 Elemen-elemen yang perlu dinilai dalam analisis teknis:


 memperkirakan kebutuhan persediaan
 menentukan skedul produksi dan menilai proses produksi
 memilih mesin dan peralatan produksi serta material handling
 memperkirakan kebutuhan tenaga kerja dan rencana organisasi produksi
 memperkirakan kebutuhan ruang untuk produksi dan pelayanan, merencanakan tata
letak fasilitas fisik, persyaratan bangunan, dan pemilihan lokasi.

Analisis Kelayakan Ekonomi dan Keuangan

 Nilai Sekarang Bersih (NPV),  Rasio Biaya dan Manfaat (BCR)


 Tingkat Pengembalian Internal  Pendekatan Titik Impas (BEP)
(IRR),  Analisis Sensitivitas (SA)
Analisis Kelayakan Lingkungan

Upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagai langkah awal didasarkan


terhadap dampak hipotesis/teoritis yang diperkirakan akan menimbulkan perubahan mendasar
terhadap komponen/parameter lingkungan baik pada tahap prakonstruksi, konstruksi maupun
pascakonstruksi.

Tahap Prakonstruksi

Dampak yang akan terjadi pada tahap prakonstruksi cenderung terhadap komponen
lingkungan sosial, ekonomi dan budaya. Dampak tersebut terjadi dengan adanya kegiatan
survei lapangan, pengadaan dan pembebasan lahan untuk bangunan air dan daerah
penyangganya. Melalui kegiatan survei lapangan dan rencana kegiatan pengadaan dan
pembebasan lahan diperkirakan akan timbul beberapa dampak mendasar

Tahap Konstruksi

Dampak yang akan terjadi dengan adanya kegiatan konstruksi yaitu mobilisasi
peralatan berat dan material, rekrutmen tenaga kerja, pengadaan material dan pekerjaan sipil
lainnya. Semua kegiatan tersebut berdampak terhadap komponen lingkungan yang
diperkirakan, yaitu sumber daya alam, komponen lingkungan sosial, ekonomi dan budaya,

Tahap Pascakonstruksi

Tahap pascakonstruksi, dampak diperkirakan akan terjadi terhadap komponen


lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya. Kegiatan yang menjadi sumber dampak yaitu
pemeliharaan bangunan sipil PLTMH dan di sekitarnya.
Studi Kelayakan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Coal Fired Steam Power Plant Sumenep 3 X 150 Mw

1. Analisis Kelayakan Ekonomi

1.1 Present Worth Analysis

Dari Cash Flow pada bab sebelumnya, dapat diperoleh Present Worth untuk
menganalisis kelayakan dari investasi.
Diperoleh Present Worth sebesar Rp. -5.570.055.091.712,-. Dari hasil perhitungan,
dapat dikatakan investasikurang layak untuk dijalankan.

1.2 Rate of Return Analysis

Dengan diperolehnya NPV, dapat diketahui Internal Rate of Return (IRR) untuk
dibandingkan dengan MARR. Pembandingan IRR dengan MARR dilakukan agar dapat
diketahui investasi manakah yang lebih menguntungkan. Diperoleh IRR sebesar 2,99
%. Dapat dikatakan berinvestasi untuk membangun PLTU Sumenep 3x150 MW tidak
lebih menguntungkan daripada menabung di bank.

1.3 Payback Period Analysis

Dengan dilakukannya analisis Aliran Kas, dan IRR, maka dapat diperoleh kapan
investasi akan balik modal. Dari hasil perhitungan, diperoleh :
Payback Period Analysis PLTU Sumenep CFSPP 3 x 150 MW
Rp15

Rp10

Rp5

Rp-
0 5 10 15 20 25 30
Trillions

Rp(5)

Rp(10)

Rp(15)

Hasil perhitungan dalam tabel yang lebih lengkap mengenai perhitungan Investment
Feasibility Analysis dapat dilihat pada lampiran 3.

2. Analisis Teknologi

2.1 Analisis Ketersediaan Dukungan Teknologi

Pada pembangkit listrik tenaga uap, digunakan berbagai macam peralatan listrik serta
mekanik dan konstruksi. Peralatan yang digunakan telah dijabarkan pada bab 2. Seluruh
peralatan tersebut merupakan mesin-mesin yang mayoritas telah tersedia di pasaran dan
harga untuk setiap mesin bersaing satu merk dengan merk lainnya.
Mesin-mesin ini akan dibeli dari China dan didistribusikan ke lokasi dengan
transportasi laut dan darat.
Lokasi dimana PLTU akan dibangun merupakan lokasi yang sangat dekat dengan laut
sehingga memudahkan pendistribusian dan pengkonstruksian pembangkit.
Pada saat PLTU sudah beroperasi, batubara akan dikirim dari Sumatera melalui laut.
Hal ini akan menguntungkan karena Sumenep terletak di tepi pulau Madura.

2.2 Analisis Dampak Lingkungan

Pembangkit listrik tenaga uap yang direncanakan akan menggunakan bahan bakar
berupa batubara dan solar, tetapi utamanya adalah batubara. Solar hanya digunakan
ketika daya yang dibangkitkan pembangkit rendah dan saat First Firing setelah
shutdown.
Bahan bakar yang digunakan merupakan bahan bakar fosil yang akan menghasilkan
polusi udara berupa partikel-partikel kecil Fly Ash yang tentunya harus dibuang ke
udara. Selain itu, pembakaran batubara akan menghasilkan Bottom Ash.
Untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan dan mengganggu permukiman,
digunakan Electrostatic Precipitator (ESP). ESP akan menangkap Fly Ash yang ditarik
Induced Draft Fan untuk dibuang ke Chimney. ESP yang direncanakan memiliki
efisiensi 99,4% yang berarti sangat efisien dan berpengaruh sedikit kepada lingkungan.
Bottom Ash yang dihasilkan dari pembakaran batubara akan dijual pada pabrik semen
sebagai campuran semen. Dengan penjualan ini, diperoleh 2 keuntungan sekaligus,
yaitu penanganan limbah Bottom Ash dan tambahan pemasukan hasil penjualan Bottom
Ash.
Meskipun telah dipasang ESP, tetap akan diadakan studi dampak lingkungan selama
pembangkit beroperasi, sehingga apabila terdapat permasalahan, akan ditemukan
solusinya dalam keberjalanannya.
STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN PLTU BATUBARA
Agung Subagio
Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia

Tujuan studi kelayakan PLTU

Akan diperoleh kajian yang lengkap untuk pembangunan PLTU mulai dari ukuran
daya listrik yang diperlukandalam beberapa tahun mendatang, jenis mesin yang cocok,
pemilihan lokasi yang tepat, manfaat dari sisi financial dan perekonomian serta tidak
mempunyai dampak negative terhadap lingkungan fisik, tetapi mempunyai dampak positip
terhadap lingkungan sosial-ekonomi

1. Analisa financial
Dimulai dari perhitungan biaya Engineering,Procurement, dan Construction termasuk pajak,
bunga, contingencies maka akan diketahui total investasi yang diperlukan. Kemudian
dihitung biaya
produksi listrik yang terdiri dari capital recovery (A), biaya bahan bakar ( C ), biaya operasi
dan pemeliharaan (B+D ) dan biaya jaringan distribusilistrik ( E ).Kedua perhitungan diatas
merupakan komponen pengeluaran dan pendapatan, yang dapat dijabarkan dalam usaha
pengelolaan PLTU dalam kurun waktu beberapa tahun (biasanya minimal 20 tahun ),
sehingga akan diketahui kemampuan dan waktu pengembalian modal,keuntungan dan lainnya
(biasanya diukur dalam IRR, NPV, B/C ratio Contoh perhitungan Tarif Dasar Listrik dan
Analisa Financial dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10.

2. Analisa lingkungan hidup


Dalam pembangunan dan operasi PLTU khususnya yang berbahan batubara, telah
dipertimbangkan beberapa hal yakni : Untuk mengurangi abu keluar dari asap, dipergunakan
alat penangkap abu (ESP) yang dapat menangkapnya sampai 99.95 %, sehingga abu yang
terbawa keluar hanya 0.05 %. Apabila kandungan Sulfur dalam batubara cukup banyak, maka
dapat dipergunakan alat de-sulfurization atau dipilih jenis boiler Fluidized bed yang
menggunakan campuran limestone untuk menangkap Sulfurnya. Dengan tinggi dan diameter
cerobong dapat diperkirakan penyebaran emisi gas dalam tingkat aman. Semua air yang
memiliki pollutant harus diolah terlebih dahulu, sebelum dibuangke lingkungan alam.
STUDI PEMBANGUNAN PLTU TANAH GROGOT 2X7 MW DI KABUPATEN
PASER KALIMANTAN TIMUR DAN PENGARUH TERHADAP TARIF LISTRIK
REGIONAL KALIMANTAN TIMUR

1. Analisa Ekonomi
Sebelum suatu proyek dilaksanakan perlu dilakukan analisa dari investasi tersebut
sehingga akan diketahui kelayakan suatu proyek dilihat dari sisi ekonomi investasi. Ada
beberapa metode penilaian proyek investasi, yaitu :

1.1 Net Present Value (NPV)


NPV adalah nilai sekarang dari keseluruhan Discounted Cash Flow atau gambaran
ongkos total atau pendapatan total proyek dilihat dengan nilai sekarang (nilai pada awal
proyek). Secara matematik rumus NPV dapat ditulis sebagai berikut :

dimana : k = Discount rate yang digunakan

COF = Cash ou tflow/Investasi

CIFt = Cash in flow pada periode t

N = Periode terakhir cash flow diharapkan

1.2 Return Of Investment (ROI)


ROI adalah laba atas investasi. ROI adalah rasio uang yang diperoleh atau hilang pada
suatu investasi, relatiF terhadap jumlah uang yang diinvestasikan. ROI dapat dirumuskan
dengan persamaan:
1.3 Benefit-Cost Ratio (BCR) Benefit-Cost Ratio adalah rasio perbandingan antara
pemasukan total sepanjang waktu operasi pembangkit dengan biaya investasi awal.
Dirumuskan dalam persamaan:

1.4 Payback Period (PP) Payback Period adalah lama waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan dana investasi. Dirumuskan dalam persamaan:

dimana: Investment Cost = Biaya Investasi Annual

CIF = Pemasukan per tahun

Investasi yang ideal adalah investasi dengan payback periode terpendek.

2. Analisa PLTU Tanah Grogot

1 Aspek Teknis

Tata letak komponen PLTU Tanah Grogot 2x7 MW yaitu :

1 = Dermaga Batubara dan Penanganan Batubara

2 = Instalasai Pengolahan Air

3 = Boiler

4 = Turbin

5 = Generator

6 = Transformator

7 = Kondensor
Adapun rencana tata letak komponen PLTU Tanah Grogot 2x7 MW terlihat pada
gambar 4.4 sedangkan proses kerja atau siklus kerja dari PLTU Tanah Grogot 2x7 MW ini
dapat dilihat pada Gambar 4.5 dimana proses kerja dari PLTU. Tanah Grogot dijelaskan
secara lengkap dari proses penampungan batubara sampai terbangkitnya energi listrik yang
disalurkan kepada konsumen tersebut.

2. Aspek Ekonomi

Biaya total pembangkitan energi listrik merupakan penjumlahan dari biaya modal,
biaya bahan bakar serta biaya operasi dan perawatan. Karenanya dalam perhitungan biaya
pembangkitan energi listrik, harus dihitung satu persatu dari ketiga biaya diatas. Perencanaan
pembangunan PLTU Tanah Grogot dengan bahan bakar batubara dengan kapasitas total 14
MW, diasumsikan dengan capacity factor / factor kapasitas 85 % dan memiliki life time /
umur pembangkit 25 tahun. Dengan melakukan perhitungan maka didapatkan data seperti
tabel di bawah ini
2.1 Analisa Harga Jual PLTU Tanah Grogot
Harga jual listrik PLTU Tanah Grogot yaitu sebesar Rp.1745,20/kWh masih dapat
dijangkau oleh penduduk Kalimantan Timur karena pengeluaran penduduk Kalimantan
Timur yang dialokasikan untuk konsumsi listrik adalah sebesar Rp.1965/kWh. Hal ini
menunjukkan bahwa daya beli listrik penduduk Kalimantan Timur masih diatas harga jual
listrik PLTU Tanah Grogot.
2.2 Analisa Kelayakan Investasi
Untuk menghitung semua variabel dalam analisa ekonomi, terlebih dahulu dihitung
total energi output PLTU Tanah Grogot dalam 1 tahun. Diasumsikan factor kapasitas
(CF)pembangkit sebesar 0.85 dan semua energi tersebut terpakai sepanjang tahun.
KWHoutput = Daya Terpasang x Faktor Kapasitas x 8760 = 14 x 0,85 x 8760 . = 89.352.000
kWh/tahun Jumlah pendapatan pertahun/ cash in flow (CIF) dapat dihitung dari KWhoutput
dan selisih Biaya Pokok Penyediaan (BPP) dengan biaya pembangkitan (BP) atau dengan
kata lain keuntungan penjualan (KP). Pembangkit ini direncanakan akan dihubungkan dengan
saluran tinggi distribusi 150 KV. Peraturan Menteri ESDM No. 269-12 Tahun 2008 tentang
harga patokan penjualan listrik Pembangkit listrik tak terbarukan yang berlaku di seluruh
daerah di Indonesia, maka biaya pokok penyediaan listrik tegangan tinggi untuk wilayah
Kalimantan Timur sebesar Rp 1.965/kWh. Untuk suku bunga 6% keuntungan penjualan yang
didapat sebesar Rp.1520/KWh dan Cash in Flow sebesar Rp 1358,2 milyar/tahun sedangkan
untuk suku bunga 9% keuntungan penjualan yang didapat sebesar Rp.1517/KWh dan Cash In
Flow yang didapatkan sebesar Rp.1355,6 milyar/tahun.

2.2.1 Net Present Value

Metode Net Present Value (NPV) ini menghitung jumlah nilai sekarang dengan
menggunakan Discount Rate tertentu dan kemudian membandingkannya dengan investasi
awal (Initial Invesment). Selisihnya disebut NPV. Apabila NPV tersebut positif, maka usulan
investasi tersebut diterima, dan apabila negatif ditolak. Untuk bunga 6% NPV yang
didapatkan dari PLTU Tanah Grogot selama 25 tahun yaitu sebesar 25117,4 milyar
sedangkan untuk suku bunga 9% NPV yang didapatkan sebesar 27288,1 milyar. Hal ini
menunjukkan bahwa investasi dengan kedua suku bunga tersebut layak dilakukan.

2.2.2 Return On Investment

Return On Investment adalah kemampuan pembangkit untuk mengembalikan dana


investasi dalam menghasilan tingkat keuntungan yang digunakan untuk menutup investasi
yang dikeluarkan. Dengan mengolah data-data yang telah diketahui maka didapatkan ROI
PLTU Tanah Grogot untuk suku bunga 6% naik sekitar 53% pertahun sedangkan untuk
jangka waktu 25 tahun pembangkit beroperasi nilai ROI sebesar 3104%, sedangkan untuk
suku bunga 9% kenaikan pertahun sebesar 46% dan nilai ROI untuk jangka waktu 25 tahun
pembangkit beroperasi sebesar 3386%.

2.2.3 Benefit-Cost Ratio (BCR)


Benefit-Cost Ratio adalah rasio perbandingan antara pemasukan total sepanjang waktu
operasi pembangkit dengan biaya investasi awal. Dengan mengolah data-data yang telah
diketahui maka didapatkan BCR PLTU Tanah Grogot untuk suku bunga 6% mengalami
kenaikan sekitar 11% tiap tahunnya dan nilai BCR setelah pembangkit beroperasi selama 25
tahun sebesar 1358% sedangkan untuk suku bunga 9% BCR mengalami kenaikan sebesar
11% tiap tahunnya dan nilai BCR setelah pembangkit beroperasi selama 25 tahun yaitu
sebesar 1355%.
2.2.4 Payback Periode
Payback Periode adalah lama waktu yang dibutuhkan agar nilai investasi yang
diinvestasikan dapat kembali dengan utuh. Setelah mengolah data-data yang diketahui maka
lama waktu Payback Periode dengan suku bunga 6% adalah 1 tahun dan dengan suku bunga
9% adalah 1 tahun.

2.2.5 Analisa perhitungan BPP setelah pembangunan PLTU


Perhitungan biaya pokok penyediaan tenaga listrik (BPP) setelah pengoperasian
PLTU Tanah Grogot 14 MW ini diharapkan mengalami penurunan harga dimana saat ini
BPP untuk tingkat Tegangan Tinggi (TT) wilayah sistem Kalimantan Timur sekitar Rp
1965/kWh. Maka setelah mengolah data-data yang diketahui setelah pengoperasian PLTU
Tanah Grogot terdapat suatu penurunan biaya pokok penyediaan tenaga listrik untuk wilayah
Kalimantan Timur sebesar Rp.1745,20/kWh.

3. Aspek Sosial
Propinsi Kalimantan Timur berada pada posisi ke-2 tingkat IPM dari 33 propinsi yang ada di
Indonesia. Nilai IPMnya sebesar 74,5% dan reduksi Shorfallnya sebesar 1,92. Nilai IPM
Kalimantan Timur lebih besar dari nilai IPM Indonesia. IPM dan Shortfall dipengaruhi oleh 3
index, yaitu index angka harapan hidup, angka melek huruf dan index pendapatan sektor riil
yang telah disesuaikan. Pembangunan dan pengoperasian PLTU Tanah Grogot dapat
menambah pasokan listrik Kalimantan Timur. Hal ini menyebabkan pemadaman bergilir
dapat terhindarkan sehingga pekerjaan penduduk Kalimantan Timur dapat menggunakan
energi listrik dengan tenang, siswa-siswi dapat belajar dengan tenang pada malam hari,
proses penerimaan informasi kesehatan , makanan bergizi dan sebagainya melalui alat
elektronik dapat terjadi, Industri bekerja tanpa gangguan pemadaman sehingga terjadi
peningkatan kesejahteraan penduduk danpeningkatan PDRB. Hal ini berujung pada kenaikan
IPM dan reduksi shortfall.

4. Aspek Lingkungan

Prakiraan dampak penting dalam pembangunan PLTU Tanah Grogot ini. Upaya
pemantauan lingkungan untuk kegiatan pembangunan PLTU ini prakiraan dampak yang
terjadi akan ditinjau dalam 4 (empat) tahapan: 1. Tahap Persiapan 2. Tahap Konstruksi 3.
Tahap Operasional 4. Tahap Pasca Operasi Pengelompokan yang baik dan benar dengan
memperhatikan perubahan lingkungan dan sumber dampak yang terjadi, akan dapat
merendam dan menekan dampak negatif yang mungkin terjadi bahkan mungkin dapat
merubah berbalik menjadi positif. Secara umum Upaya Pengelolaan Lingkungan ini adalah
pengelolaan rencana kegiatan yang akan membuat pengaruh (dampak) terhadap lingkungan,
mulai dari tahap kegiatan persiapan, konstruksi dan pasca konstruksi sehingga dampak yang
terjadi dapat ditekan seminimal mungkin. PLTU Tanah Grogot yang berbahan bakar batubara
dihadapkan suatu mekanisme CDM (Clean Development Mechanism) dimana PLTU
merupakan salah satu penyumbang emisi CO2 yang paling besar maka PLTU Tanah Grogot
setelah melaui perhitungan data-data yang diketahui diwajibkan membayar carbon tax
sebesar 1,4 cent/MWh. Keputusan ini diambil berdasarkan konferensi ”Kyoto Protocol”
4.1 Rencana Pengembangan ketenagalistrikan

Untuk menghadapi kondisi sistem kelistrikan yang sedemikian rupa, maka perlu
diterapkanlah strategi pengoperasian sistem agar dapat memenuhi kualitas pasokan sekalipun
dalam kondisi yang kurang baik. Strategi operasi sistem Kalimantan Timur didasarkan atas
rencana kerja, karaktersitik sistem dan daerah kritisnya, karakteristik pembangkitan dan
pendukung sistem interkoneksinya, rencana pemeliharaan tahunan setiap unit pembangkit dan
neraca energi. Berdasarkan dasar tersebut dibuatlah beberapa strategi operasi, Strategi itu
berupa strategi pembebanan pembangkit dan strategi pengaturan tegangan.

PENUTUP

1 KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan dan analisa, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Pada tahun 2008 beban puncak Kalimantan Timur adalah sebesar 365 MW dengan beban
dasar sekitar 270 MW yang di suplai oleh PLTU dan PLTGU. Sedangkan pada waktu beban
puncak antara pukul 18.00-23.00 di suplai dengan PLTD sebagai pemenuh pada saat kondisi
beban puncak.

2. Bahwa total pemakaian batubara PLTU Tanah Grogot 2x7 MW ini sebesar 0,2 % dari total
batubara yg terdapat di Kalimantan Timur, maka PLTU Tanah Grogot tidak akan mengalami
kesulitan dalam hal penyediaan batubara selama proses operasinya.

3. Dengan Pembangunan PLTU Tanah Grogot yang memiliki kapasitas 14 MW dengan


faktor kapasitas 0,85, maka kelistrikan Kalimantan tidak akan mengalami defisit kembali
pada awal tahun 2015. Dengan begitu akan menggantikan PLTD yang selama ini eksis di
Kalimantan Timur.

4. Dampak Lingkungan yang dihasilkan oleh PLTU dapat diminimalisasi dengan penggunaan
Electric Precipitator dimana selain dapat meningkatkan efisiensi pembangkit juga dapat
mengurangi emisi gas yang ditimbulkan.
5. Biaya Pembangkitan Pokok PLTU Tanah Grogot untuk suku bunga 6% dan 9% sebesar
Rp.445/kWh dan Rp.448/kWh, sedangkan kemampuan daya beli masyarakat sebesar Rp
624/kWh hal ini menunjukkan bahwa harga jual listrik PLTU Tanah Grogot masih
terjangkau.

6. PLTU Tanah Grogot 14 MW dengan biaya investasi US$ 12 juta layak untuk
diinvestasikan dengan suku bunga 6% karena nilai IRR lebih besar dari biaya modal. Lama
waktu agar investasi dapat kembali untuk PLTU Tanah Grogot dengan suku bunga 6% dan
9% adalah selama 1 tahun. Dan biaya pokok penyediaan listrik sebelum pengoperasian PLTU
Tanah Grogot 14 MW sebesar Rp.1841,01/kWh, dan setelah pengoperasian PLTU Tanah
Grogot 14 MW turun menjadi Rp.1745,20/kWh atau trun sekitar 5,2%.

2. SARAN

Berkaitan dengan pembahasan Tugas Akhir ini ada beberapa saran yang perlu diperhatikan
yaitu :

1. Seringnya terjadi pemadaman di berbagai wilayah Kalimantan Timur oleh PLN, karena
konsumsi energi listrik yang semakin banyak oleh konsumen dan masih

tergantungnya masyarakat terhadap PLTD. Hal ini tidak diikuti dengan berkembangnya
pembangkit, dimana efisiensi pembangkit yang sudah tua akan semakin kecil, sehingga daya
mampunya semakin lama semakin turun. PLN wilayah Kalimantan Timur harus lebih sering
mensosialisasikan program DSM (Demand Side Management) yaitu dengan cara
penghematan energi pada jam-jam beban puncak.

2. Segera dibangun pembangkit baru lagi dengan kapasitas yang lebih besar, karena sumber
daya energi baru terbarukan melimpah ruah dan untuk perkembangan kebutuhan listrik yang
selalu meningkat yang harus diikuti dengan penambahan pembangkit baru. Memberikan
peluang atau penawaran kepada perusahaan swasta nasional maupun Internasional untuk
membangun pembangkit tenaga listrik.
STUDI PERBANDINGAN EFISIENSI KAPASITAS DAYA PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA MAGNET HIDRODINAMIK TERHADAP PLTU 100 MW DI CILEGON

1. Analisa PLTU dan PTMHD Cilegon


1.1 Aspek Teknis
Secara teknis kedua pembangkit mempunyai beberapa perbedaan untuk tiap-tiap
komponennya. Hal yang mendasar dari prinsip kerja kedua pembangkit tersebut memerlukan
fungsi-fungsi komponen didalamnya. Selain itu peningkatan efisiensi dari sebuah pembangkit
dipengaruhui oleh faktor rugi-rugi komponennya.

1.2 Aspek Sosial


Pembangunan manusia mempunyai perspektif yang lebih luas karena pembangunan
seutuhnya tidak saja mencakup aspek fisik biologis, termasuk aspek iman dan ketaqwaan
juga mendapat perhatian yang sama besar. Model pembangunan manusia menurut UNDP
(1990) ditujukan untuk memperluas pilihan yang dapat dicapai melalui upaya pemberdayaan
penduduk. Pemberdayaan penduduk ini dapat dicapai melalui upaya yang menitikberatkan
pada peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya derajat kesehatan,
pengetahuan dan ketrampilan agar dapat digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam
kegiatan ekonomi produktif, sosial budaya, dan politik.
Untuk wilayah Cilegon pada tahun 2009 memeiliki IPM 75,3 % hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan manusia di wilayah Cilegon sudah tergolong modern karena apabila
dibandingkan dengan propinsi Banten yang hanya mencapai 69,3%.

1.3 Aspek Ekonomi


1.3.1 Perhitungan Biaya pembangkitan Energi Listrik dari PLTU dan PLTMHD
Biaya total pembangkitan energi listrik merupakan penjumlahan dari biaya modal,
biaya bahan bakar serta biaya operasi dan perawatan. Karenanya dalam perhitungan biaya
pembangkitan energi listrik, harus dihitung satu persatu dari ketiga biaya diatas.
Perencanaan pembangunan PLTU & PLTMHD Cilegon dengan bahan bakar batu bara
dengan kapasitas total 100 MW, diasumsikan dengan capacity factor / factor kapasitas 85 %
(PLTU) dan memiliki life time / umur pembangkit 25 tahun.
Dari sisi ekonomi dalam mengembangkan pembangkit sistem tenaga listrik dengan
mengembangkan plant-plant dengan biaya pembangunan yang murah dan untuk
menghasilkan energi listrik dengan biaya rendah. Dalam membahas teknologi pembangkitan,
maka perlu mempertimbangkan dua hal yaitu :
1. Biaya Investasi Modal Awal (Capital Investment Cost) Biasanya dinyakan dalam US$/kW,
merupakan besarnya investasi modal yang diperlukan untuk membangun sebuah power plant
2. Biaya Pembangkitan (Power Generating Cost)
Biasanya dinyatakan dalam mills/kWh (1mill = 1/1000 mata uang), terdiri atas biaya-biaya
yang berhubungan dengan investasi modal awal pada sebuah power plant, biaya bahan bakar
dan biaya operasional & perawatan (O&M Cost)

1.3.1.1 Pendapatan Pertahun (Cash in Flow) untuk PLTU


Untuk menghitung semua variable dalam analisa ekonomi, terlebih dahulu dihitung
total energi output PLTU Cilegon selama 1 tahun. Diasumsikan faktor kapasitas (CF)
pembangkit sebesar 85% dan semua energi tersebut terpakai 365 hari selama 1 tahun.
kWhoutput = Pinstall x CF x 8760
= 100.000 kW x 0,85 x 8760
= 744.600.000 kWh/tahun
Untuk Kabupaten Cilegon, biaya pokok penyediaan listrik tegangan tinggi sebesar Rp
974/kWh. Berikut ini merupakan perhitungan Jumlah pendapatan per tahun/Cash in Flow
(CIF) tanpa adanya subsidi pemerintah.

1.3.1.1 Pendapatan Per Tahun ( Cash in Flow ) Untuk PLTMHD


Untuk menghitung semua variable dalam analisa ekonomi, terlebih dahulu dihitung
total energi output PLTMHD Cilegon selama 1 tahun. Diasumsikan faktor kapasitas (CF)
pembangkit sebesar 65 % dan semua energi tersebut terpakai 365 hari selama 1 tahun.
kWhoutput = Pinstall x CF x 8760
= 100.000 kW x 0,65 x 8760
= 569.400.000 kWh/tahun
Jumlah pendapatan per tahun/Cash in Flow (CIF) dapat dihitung dari kWhoutput dan selisih
Biaya Pokok Penyediaan (BPP) dengan biaya pembangkitan atau Total cost (TC) atau dengan
kata lain keuntungan penjualan (KP). Pembangkit ini direncanakan akan dihubungkan dengan
saluran transmisi 150 kV. Untuk wilayah Cilegon, biaya pokok penyediaan listrik tegangan
tinggi sebesar Rp 1024/kWh. Berikut ini rumus perhitungan Jumlah pendapatan per
tahun/Cash in Flow (CIF) tanpa adanya subsidi pemerintah.
CIF = KP x KWh output

1.3.1 Net Present Value (NPV)


NPV PLTU Cilegon dengan suku bunga 6 % diperoleh hasil perhitungan KP sebesar
Rp 655/KWh dan cash inflow sebesar 487,89 Milyar/tahun sehingga didapatkan NPV selama
25 tahun defisit sebesar Rp -539,7 Milyar yang artinya pada tahun pertama masih mengalami
kerugian. Untuk suku bunga 9 % diperoleh KP sebesar Rp 624 /KWh dan cash inflow sebesar
464,89 Milyar/tahun sehingga didaptkan NPV defisit sebesar -573,490 milyar sehingga
investasi dengan kedua macam suku bunga tersebut belum layak dilakukan dalam kurun 2
tahun. NPV PLTMHD Cilegon dengan suku bunga 6 % diperoleh hasil perhitungan KP
sebesar Rp 636/KWh dan cash inflow sebesar Rp 362,13 Milyar/tahun sehingga didapatkan
NPV selama 25 tahun sebesar -848,367 Milyar. Untuk suku bunga 9 % diperoleh KP sebesar
Rp 693,5/KWh dan cash inflow sebesar Rp.394,85Milyar/tahun sehingga didaptkan NPV
defisit sebesar -882,88 milyar sehingga investasi dengan kedua macam suku bunga tersebut
masih belum layak selama kurun waktu 4 tahun. Bila dibandingkan dengan PLTU maka
pembangunan PLTMHD membutuhkan subsidi dari pemerintah sebesar 50 % untuk
mengurang defisit pendapatan.

1.3.2 Return On Investment (ROI)


Dengan mengolah data-data yang telah diketahui maka didapatkan ROI PLTU
Cilegon untuk suku bunga 6% naik pada tahun ke 3 sebesar 33,9% per tahun dengan ROI
setelah pembangkit beroperasi selama 25 sebesar 133,566 sedangkan untuk suku bunga 9%
naik 35% pertahun dengan ROI setelah pembangkit beroperasi selama 25 sebesar 126,091.
ROI PLTMHD Cilegon untuk suku bunga 6% naik 26,9% pertahun pada tahun ke 4 dengan
ROI setelah pembangkit beroperasi selama 25 sebesar 73,9 sedangkan untuk suku bunga 9%
naik 22,5 % pertahun dengan ROI setelah pembangkit beroperasi selama 25 sebesar 66,42.

1.3.3 Benefit-Cost Ratio (BCR)


Dengan mengolah data-data yang telah diketahui maka didapatkan BCR PLTU
Cilegon untuk suku bunga 6% naik 33,3% pertahun dengan BCR setelah pembangkit
beroperasi tanpa subsidi selama 25 sebesar 158,566 sedangkan untuk suku bunga 9% naik
33,3% pertahun dengan BCR setelah pembangkit beroperasi selama 25 sebesar 151,091
BCR PLTMHD Cilegon Raya untuk suku bunga 6% naik 25% pertahun dengan BCR setelah
pembangkit beroperasi selama 25 tanpa subsidi sebesar 98,901 sedangkan untuk suku bunga
9% naik 25 % pertahun dengan BCR setelah pembangkit beroperasi selama 25 sebesar
91,426.

1.3.4 Payback Periode (PP)


Lama waktu pengembalian modal PP PLTU Cilegon dengan suku bunga 6% dan 9%
adalah 2 tahun sedangkan PP PLTMHD Cilegon Raya dengan suku bunga 6 % adalah 3
tahun dan dengan suku bunga 9% adalah 4 tahun.

1.4 Aspek Lingkungan


Aspek terbeasar dari maslah polusi PLTU berkaitan dengan ketidakmurnian energi
batu bara yanfg terdiri dari beberapa unsur yaitu : Karbon, SO. Contohnya PLTU di India
yang menggunakan batu bara dengan kandungan sulfur 1% hingga 3% dan karbon 30%.
Selama pembangkit beroperasi kandungan senyawa-senyawa tersebut semakin meningkat dan
mengalami perubahan susunan kimianya menjadi SO,SO2, SO3, SiO2, Fe2O3. Di lain
tingkat polusi yang perlu mendapatkan penanganan khusus adalah senyawa Oksida. Oksida
terbentuk dari pemanasan gas nitrogen pada saat terjadi pembakaran. Selain itu ada beberapa
zat yang ikut dalam proses pembakaran diantaranya CO2, CO. Hal ini terjadi karena pada
saat terjadi pembakaran temperatur ruang bakar tidak stabil. Untuk mengurangi kadar CO dan
CO2 maka perlu temperatur yang tinggi dan stabil saat pembakaran. Berdasarkan hasil
analisa dalam penentuan polusi diantaranya gas oksida, Nitrogen Nox, Karbon, sulfur dan
kandungan partikel – partikel lain yang bermasalah. Kebanyakan senyawa-senyawa gas
tersebut didapatkan dari hasil pembakaran bahan bakar secara lanngsung. Kita tahu bahwa
sistempembangkit tenaga uap di Indonesia adalah sumber penghasil pencemaran udara karena
untuk meng konversi batu bara menjadi energi listri masih dengan cara lama yaitu melalui
proses pembakaran. Perlu adanya pengendalian limbah dan kebijakan-kebijakan baru agar
pencemaran tidak menjadi penghambat dan merambat ke semua aspek kehidupan.
Bila dibandingkan sumber energi lain, batubara merupakan sumber energi yang mempunyai
dampak negatif cukup besar terhadap lingkungan terutama dari gas-gas buangnya.Analisa
dampak lingkungan disini hanya melihat sisi akibat dari proses pembakaran bahan bakar pada
PLTU. Dalam pemilihan bahan bakar tentunya sedapat mungkin dipilih bahan bakar yang
mempunyai kandungan abu, sulphur, nitrogen, dan karbon yang rendah. Dampak Lingkungan
akibat beroperasinya PLTU antara lain :
Limbah padat
Limbah Cair (Water Pollution)
Emisi Gas Hasil Pembakaran (SOx, NOx, CO2)

Sedangkan untuk PLTMHD sendiri memiliki pengaruh terhadap lingkungan, dari


beberapa pemantauan bahwa ditemukan kadar karbon, Nitrogen, Sulfur yang tergantung dari
hasil pembakarannya seperti faktor temperatur saat pembakaran, tekanan saat pembakaran,
rasio oksida yang banyak dalam kandungan batu bara, rasio material bahan bakar, dan rasio
stoichiometrik serta rating pembersihan terak. Untuk meminimalkannya seperti polutan NO,
SO. Dapat diatasi dengan memaksimalkannya pembakaran sesuai dengan takaran yang ada
sebagai contoh rasio oksigen dalam kandungan batubara, rasio stoichiometri, tekanan pada
saat terjadi pembakaran, dan menjaga temperatur ruang pembakaran tetapp stabil. Jadi sesuai
dengan standarisasi kerja dari sistem MHD perlu diperhatikan.
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Pada tahun 2009 Pertumbuhan energi listrik Cilegon sebesar 8,1% per tahun dengan
Ratio Elektrifikasi mencapai 0,98 % dan beban puncak di Kabupaten Cilegon pada tahun
2009 mencapai 5653,43 Kwh, berdasarkan peramalan untuk tahun-tahun mendatang tidak
akan mengalami defisit energi, maka dapat dilakukan sistem interkoneksi Jawa dan Bali
untuk mendukung pembangunann listrik di wilayah lainnya.

1. Laju pertumbuhan penduduk memiliki pengaruh terhadap meningkatnya daya konsumsi


energi listrik di beberapa sektor, ini terlihat sampai pada tahun 2025 energi yang dikonsumsi
oleh masyarakat Cilegon mencapai 33.053.376 Kwh dengan beban puncak 7.827,14 Kwh.
Dalam hal ini penyediaan kebutuhan listrik di Cilegon lebih dari cukup karena jumlah energi
listrik yang diproduksi per tahunnya mencapai 35.888.573 Kwh tahun 2025 dengan laju
pertambahan rata rata sebesar 2,3 % pertahunnya.
2. Dalam perencanaan sebuah pembangkit diperlukan perhitungan biaya pembangkitannya,
dan modal investasi sebesar 100 Milion USD dengan biaya produksi 1000 US$/Kwh nya
dengan pengeluaran pemakaian bahan bakar sebesar 2,10 cent US$. Jadi dengan
memperhatikan harga jual listrik berdasarkan TDL BPP Rp. 584,83 maka kemampuan
masyarakat Rp. 584,83 hanya sebesar 564,2 sehingga mengalami defisit dalam 2 tahun
kedepan. Sedangkan untuk PLTMHD dalam pembangunannya memerlukan dana sebesar 119
Million UD$ dengan biaya produksi 1190 US$/ Kwhnya .Untuk PLTMHD memerlukan
biaya bahan bakar sebesar 1,41 Cent US$ dengan biaya modal Rp. 306,5/Kwh dalam 4 kurun
ke depan mengalami defisit jad memerlukan subsidi pemerintah sebesar 50 %.

3. Pemakaian bahan bakar untuk kedua jenis pembangkit tersebut jelas berbeda. Dalam PLTU
mengenal istilah star up yang memerlukan bahan bakar minyak sebanyak 24.390,2 liter
selama ± 8 jam. Sedangkan konsumsi batu baranya mencapai 43,42 ton /jam dengan biaya
pengeluaran 1.303.050 US$/ Bulan. Sedangkan untuk PLTMHD memerlukan bahan bakar
sebanyak 3,24 ton /jam dengan pengeluaran sebesar 669.045 US$/Bulan. Jadi ada
penghematan yang besar dalam penggunaan bahan bakar untuk sistem pembangkit MHD.

4. Dengan penambahan kapasitas PLTU atau PLTMHD Cilegon 100 MW sampai pada tahun
2025 diharapkan dapat mengatasi besarnya konsumsi dan beban puncak yang terus
meningkat , terlihat dari nilai surplus investasi pertahunnya meskipun sempat mengalami
defisit pada 2 – 4 tahun pertamanya sehingga dimungkinkan perencanakan sistem
interkoneksi ke wilayah lainnya.

5. PLTMHD Cilegon layak untuk dikembangkan dan dijadikan sebagai pembangkit yang
berguna untuk memenuhi kebutuhan listrik di Baten pada umumnya dan di Cilegon pada
khususnya. Biaya pembangkitan PLTU sebesar 369 Rp/kWh dimana biaya pembangkitan
PLTMHD sedikit lebih mahal Rp. 388/Kwh ini dikarenakan berkembangnya teknologi
penunjang dalam penghematan sumber daya alam. Wilayah Cilegon mempunyai BPP ini
sebesar 584,83 Rp/kWh diharapkan dapat mengurangi subsidi pemerintah. Selain itu tingkat
emisinya yang rendah sehingga energi Magnet hidrodinamik memiliki kesempatan untuk
memanfaatkan Clean Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protocol sebesar 388
Rp/kWh
6. Tingkat efisiensi dari tiap pembangkit di tentukan dari kapasitas bebannya. PLTMHD
memiliki tingkat efisiensi daya jauh lebih tinggi hingga 57,8 % dibandingkan PLTU yang
hanya mencapai 39%. Hal ini di pengaruhui oleh efisiensi thermal yang dihasilkaan pada saat
pembakaran bahan bakar.

7. Pengaruh pembangunan PLTU memberikan pengaruh terhadap lingkungan jauh lebih


buruk dibanding dengan teknologi MHD. Karena unsur – unsur polutan seperti karbo, sulfur,
nitrogen terjadi pada saat pembakaran batu bara yang tidak sempurna. Dalam teknologi MHD
lebih berkonsentrasi dalam mengeliminir unsur-unsur polutan tersebut dengan
memaksimalkan fungsi sistem pembakarannya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
mengurangi kadar oksigen dalam batu bara sehingga proses oksidasi dapat di kurangi,
menjaga kestabilan temperatur ruang bakar untuk menghidari terjadinya pembakaran tidak
sempurna, pemilihan konsentrasi stoichiometrik senyawa-senyawa pendukung dalam proses
pembakaran, direkomendasikan untuk mencapai batasan 0,8 – 0,9 dan menjaga tekanan dan
temperatur dalam ruang bakar. Proses tersebut sebenarnya hampir mirip dengan gasifikasi
batu bara. Faktor kecenderungan dalam penerapan teknologi MHD yaitu perbaikan dan
pelestarian lingkungan hidup. MHD lebih berorientasi pada pengolahan batu bara yang bersih
dan hemat dibandingkan PLTU.

Anda mungkin juga menyukai