Anda di halaman 1dari 10

BKSDA Yogyakarta

(Balai Konservasi Sumber Daya Alam)


Kunjungan Universitas Sanata Dharma
Program Studi Pendidikan Biologi
Tim dari BKSDA :
Edi Warsito Siti Rohimah
Dona Susanti
Maria Imaculata Riyanti Ibu Hilmi

BKSDA adalah unit pelaksanaan teknis dari kementerian lingkungan hidup dan kehutanan.
Perpres No 16 tahun 2015.
1. Diatur dalam :
UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan
UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi
Ada 2 UPT dalam kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan yaitu BKSDA dan taman
nasional.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.02/Menhut-II/2007, Balai Konservasi Sumber


Daya Alam Yogyakarta termasuk dalam Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam
Tipe B (2 Seksi Wilayah, 1 Tata Usaha dan Kelompok Fungsional), yang terdiri dari:

1. Sub Bagian Tata Usaha

2. Seksi Konservasi Wilayah I (meliputi wilayah Kab. Sleman, Kab. Kulonprogo dan Kota Jogja)

3. Seksi Konservasi Wilayah II (meliputi wilayah Kab. Bantul dan Kab. Gunungkidul)

4. Kelompok Jabatan Fungsional (Polhut, PEH (Pengendalian Ekosistem Hutan) dan Penyuluh)

Tugas pokok BKSDA:


Penyelenggaraan konservasi SDA dan ekosistemnya , suaka margasatwa, taman wisata dan
taman buru. Serta koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan kawasan ekosistem
essensial berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ada 16 fungsi BKSDA
1. Inventarisasi potensi, penataan kawasan dan penyusunan rencana pengelolaan cagar
alam, suaka margasatwa, taman wisata dan taman buru.
2. Pelaksanaan perlindungan dan pengamanan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata
dan taman buru.
3. Pengendalian dampak kerusakan sumber daya hayati.
4. Pengendalian kebakaran hutan di cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata dan taman
buru.
5. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa liar beserta habitatnya serta sumber genetic dan
pengetahuan tradisional.
6. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan.
7. Evaluasi kesesuaian fungsi, pemulihan ekosistem dan penutupan kawasan.
8. Penyiapan pembentukan dan operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi
(KPHK)
9. Penyedian data dan informasi, promosi dan pemasaran konservasi sumber daya alam dan
ekosistemnya.
10. Pengembangan kerjasama dan kemitraan bidang konservasi SDA dan ekosistemnya.
11. Pengawasan dan pengendalian peredaran tmbuhan dan satwa liar.
12. Koordinasi teknis penetapan koridor hidupan liar.
13. Koordinasi pengeloaan taman hutan raya dan kawasan ekosistem essensial
14. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi SDA dan ekosistemnya.
15. Pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan konservasi.
16. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga serta kehumasan.
Berdasarka Peraturan Menteri Kehutanan No. P.02/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam, Unit Pelaksana Teknis Konservasi
Sumber Daya Alam adalah organisasi pelaksana tugas teknis di bidang konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya yang berasda di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam dipimpin oleh seorang Kepala. Unit
Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Data Alam mempunyai tugas penyelenggaraaan konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka
margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya
dan hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan konservasi
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, Unit
Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam menyelenggarakan fungsi :

1. Penataan blok, penyusunan rencana kegitana, pemantauan dan evaluasi pengelolaan


kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, serta
konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi,
2. Pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru
serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi,
3. Koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung,
4. Penyidikan, perlindungan dan pengamanan hutan, hasil hutan dan tumbuhan dan satwa liar
di dalam dan di luar kawasan konservasi,
5. Pengendalian kebakaran hutan,
6. Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya,
7. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya,
8. Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta
pengembangan kemitraan,
9. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi,
10. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam, dan
11. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.02/Menhut-II/2007, Balai Konservasi Sumber


Daya Alam Yogyakarta termasuk dalam Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya
Alam Tipe B (2 Seksi Wilayah, 1 Tata Usaha & Kelompok Fungsional), yang terdiri :

1. Sub Bagian Tata Usaha


2. Seksi Konservasi Wilayah I yang meliputi wilayah Kabupaten Sleman, Kabupaten
Kulonprogo dan Kota Yogyakarta
3. Seksi Konservasi Wilayah II yang meliputi wilayah Kabupaten Bantul dan Gunungkidul
Kelompok Jabatan Fungsional

Fungsi : pengembangan para pencinta alam.


Ada 2 kantor :
1. Balai di jalan Magelang mengurusi administrasi dan pelayananan kerjasama, evaluasi dan
pelaporan, keuangan, perlindungan,
2. Unit seksi 1 lokasinya di kotagede, (wilayah kota jogja , sleman dan kulonprogo.
3. Unit seksi 2 lokasinya bantul ( wilayah bantul dan gunung kidul).
Bentuk kerja sama yang di lakukan BKSDA terkait perdagangan satwa meliputi : imigrasi, balai
karantina, NGO (Non-Governmental Organization), dan Polda.
Jadi satpam == mengawal perundang-undangan, melakukan pengawasan, pengamanan, dan
pelestarian.
3 pilar konservasi : Pengawetan SDA hayati dan ekositemnya, Perlindungan sistem
penyangga kehidupan, dan Pemanfaatan SDA yang berkelanjutan (ada batasan di
peraturan perundang-undangan).
Adapun kegiatan yang dilakukan BKSDA :
kegiatan pemberdayaan terkait konservasi , yang dilakukan pada masyarakat dalam hal
mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kawasan konservasi.
pendidikan lingkungan yang dilakukan bertahap dimulai dari SD hingga SMA pada setiap
tahunnya.
Pendidikan lingkungan dari SD hingga SMA di setiap tahunnya.
Pengelola ekosistem essensial (bukan kawasan konservasi tapi mempunyai ciri khas. (kawasan
Karst Gunung Sewu.
Membina mahasiswa pencinta alam.

Kak Siti (pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan)


Penyuluh kehutanan
1. Menyuluh masyarakat di daerah penyangga (berdampak positif dan negatif )
2. Cagar Alam Paliyan paling luas dan banyak konflik
3. Masih banyak petani yang menggarap di cagar alam tersebut
4. Penyuluhan berfungsi untuk menjaga cagar alam dan meningkatkan kemandirian
masyarakat.
5. Pembuatan biogas, fermentasi pakan ternak, ternak burung puyuh, ternak lebah madu,
ternak lele.
6. Yang tidak berhasil budidaya burung puyuh, budidaya lele, budidaya lebih madu,.
7. Banyak yang kurang berhasil karena pakan yang mahal, kurangnya air, kematian cukup
tinggi.
8. Penyuluhan di darah penyangga dan luar kawasan (universitas).
9. Penanganan yang belum berhasil dengan :
1. Burung puyuh karena beberapa warga sudah melakukan ternak tersebut. Melakukan
kemitraan dengan PT. Peksi (bibit, makan, vitamin, dan dokter) panen dijual. Adapun
faktor yang tidak bisa ditangani PT.Peksi adalah cuaca.
2. Pelatihan pembuatan pakan lele dengan mitra peternakan untuk mengatasi pakan yang
mahal.
3. Berkoordinasi dan berkolaborasi dengan stakeholder terkait di Paliyan.

Pemanfaatan
1. Pembinaan lembaga konservasi (gembiraloka, taman satwa/ PPS (Pusat Penyelamatan
Satwa) ).
2. Penangkaran jalak bali, rusa timor, beun aru
3. Peredaran tumbuhan dan satwa harus menggunakan surat ijin angkut dalam negeri.
4. Ijin penangkar dan pengedar untuk tumbuhan dan satwa liar
5. Ijin penelitian di kawasan konservasi sermo, paliyan, ca imogiri surat permohonan dan
proposal.

Bagaimana mencegah terjadinya peredaran darat, udara dan laut?


Mempunyai mitra dengan imigrasi, karantina, NGO (Non-Governmental Organization), dan
polda.
Bandara karantina, polisi, bksda
Laut tidak ada pelabuhan
Darat  Pasar (jogja menjadi tempat transit), pasar muntilan masih banyak terdapat kasus. Dulu
masih konvensional. Namun sekarang sudah mengikuti teknologi (online) dapat dideteksi melalu
cybercrime. Monitoring insentif, partisipasi dari masyarakat.
Pengendalian Lalu Lintas Tumbuhan Dan Satwa Liar

1. Kuota
Perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar diawali dengan penetapan kuota
pengambilan/penangkapan tumbuhan dan satwa liar dari alam. Kuota merupakan batas
maksimal jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa liar yang dapat diambil dari habitat alam.
Penetapan kuota pengambilan/penangkapan tumbuhan dan satwa liar didasarkan pada
prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan dasar-dasar ilmiah untuk mencegah
terjadinya kerusakan atau degradasi populasi (non-detriment finding) sebagaimana
tertuang dalam Article IV CITES. Kuota ditetapkan oleh Direktur Jenderal PHKA
berdasarkan rekomendasi LIPI untuk setiap kurun waktu satu tahun. takwim untuk
spesimen baik yang termasuk maupun tidak termasuk dalam daftar Appendix CITES, baik
jenis yang dilindungi maupun tidak dilindungi. Dalam proses penyusunan kuota disadari
bahwa ketersediaan data potensi tumbuhan dan satwa liar yang menggambarkan populai
dan penyebaran setiap jenis masih sangat terbatas. Untuk itu peranan lembaga swadaya
masyarakat dan perguruan tinggi akan sangat berarti dalam membantu informasi mengenai
potensi dan penyebaran jenis tumbuhan dan satwa liar yang dimanfaatkan.
2. Perizinan
Perdagangan jenis tumbuhan dna satwa liar hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha yang
didirikan menurut hukum Indonesia, dan mendapat izin dari Pemerintah (Departemen
Kehutanan c.q Direktorat Jenderal PHKA).
Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No. 477/Kpts-II/2003, dikenal tiga jenis izin
perdagangan tumbuhan dan satwa liar, yaitu :
1. izin mengambil atau menangkap tumbuhan dan satwa liar, yang diterbitkan
BKSDA,
2. izin sebagai pengedar tumbuhan dan satwa liar Dalam Negeri, yang diterbitkan
BKSDA, dan
3. izin sebagai pengedar tumbuhan dan satwa liar ke dan dari Luar Negeri, yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal PHKA.
3. Perdagangan Tumbuhan dan Satwa Liar
Untuk menunjukkan legalitas peredaran tumbuhan dan satwa liar untuk tujuan
perdagangan, kepada setiap pedagang diwajibkan memiliki dokumen berupa Surat Angkut
Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri (STAS-DN), untuk meliput peredaran tumbuhan
dan satwa liar di dalam negeri. Dan S urat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Luar Negeri
(SATS-LN), untuk meliput peredaran tumbuhan dan satwa liar ke luar negeri
(ekspor)/CITES export permit, dari luar negeri (impor)/CITES import permit, dan
pengiriman lagi ke luar negeri (re-ekspor)/CITES re-export permit. Dokumen tersebut
memuat informasi mengenai jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa liar yang diangkut,
nama dan alamat pengirim, serta asal dan tujuan pengiriman.
4. Pengawasan dan Pembinaan Perdagangan Tumbuhan dan Satwa Liar
Dilakukan mulai dari tingkat kegiatan pengambilan atau penangkapan spesimen tumbuhan
dan satwa liar, pengawasan peredaran dalam negeri, dan pengawasan ke dan dari luar
negeri.
Pengawasan penangkapan tumbuhan dan satwa liar di alam dilakukan dengan tujuan agar
pemanfaatan sesuai dengan izin yang diberikan (tidak melebihi kuota tangkap),
penangkapan dilakukan dengan tidak merusak habitat atau populasi di alam, dan untuk
spesimen yang dimanfaatkan dalam keadaan hidup, tidak menimbulkan banyak kematian
yang disebabkan oleh cara pengambilan atau penangkapan yang tidak benar. Disamping
itu, dalam rangka pengendalian perdagangan tumbuhan dan satwa liar, Ditjen PHKA
beserta BKSDA melakukan pembinaan kepada para pengambil tumbuhan dan penangkap
satwa liar, pengedar tumbuhan dan satwa liar dalam negeri, pengedar tumbuhan dan satwa
liar luar negeri, dan para asosiasi pemanfaat tumbuhan dan satwa liar. Namun demikian,
pengawasan terhadap berbagai aktivitas diatas, mulai dari penangkapan di habitat alam,
pengiriman di dalam negeri dan pengiriman ke luar negeri, adalah pekerjaan yang tidak
mudah. Untuk itu kerjasama dan koordinasi antara Ditjen PHKA dan BKSDA dengan
instansi terkait seperti Bea Cukai, Balai Karantina, dan Kepolisian serta masyarakat
(lembaga swadaya masyarakat) sangat penting.
5. Perdangangan Tumbuhan dan Satwa Liar ilegal
Pengaturan perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang dijalankan berdasarkan peraturan
perundangan nasional dan CITES, adalah dalam upaya memanfaatkan potensi tumbuhan
dan satwa liar secara lestari. Dibalik itu, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa
perdagangan tumbuhan dan satwa liar ilegal juga terjadi baik di tingkat nasional maupun
internasional.

Tumbuhan dan satwa liar yang yang menjadi sasaran perdagangan ilegal mengancam lebih parah
kelestarian suatu jenis tumbuhan dan satwa liar, karena pada umumnya dari jenis-jenis yang
berdasarkan hukum nasional termasuk dalam katagori dilindungi, atau masuk dalam katagori
Appendix I CITES. Beberapa jenis satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal yang masuk
dalam dua katagori itu, yaitu dilindungi dan masuk Appendix I CITES, diantaranya adalah
orangutan, harimau sumatera, gajah, dan badak. Perburuan liar terhadap jenis-jenis tersebut
dilakukan untuk tujuan peliharaan, kulit, taring, dan gading/cula.

Dalam ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 1999 dan CITES, pemanfaatan
tumbuhan dan satwa liar dilindungi dan terdaftar dalam Appendix I CITES dimungkinkan
dilakukan, melalui upaya penangkaran. Tumbuhan dan satwa liar dilindungi dapat dimanfaatkan
melalui upaya penangkaran, setelah hasil penangkaran mencapai generasi kedua (F2), dan unit
usaha penangkarannya telah terdaftar di Sekretariat CITES. Namun demikian perdagangan
tumbuhan dan satwa liar dilindungi dan terdaftar dalam Appendix I CITES dari hasil penangkaran,
di Indonesia tidak banyak dilakukan, kecuali untuk jenis arwana dan beberapa jenis burung.
Faktanya adalah perdagangan tumbuhan dan satwa liar dilindungi dan terdaftar dalam Appendix I
CITES yang diambil dari habitat alam masih terjadi, baik untuk perdagangan di dalam negeri dan
perdaganagan ke luar negeri. Tentu saja, perburuan ilegal ini semakin mengancam keberadaan
populasi jenis tumbuhan dan satwa liar yang dihabitat alam sudah semakin sedikit, dengan habitat
yang semakin terbatas. Langkah penting untuk mengatasi perburuan ilegal adalah melakukan
penegakan hukum secra tegas, dan mengembangkan secara terus menerus teknik/metoda
penangkaran tumbuhan dan satwa liar dilindungi dan terdaftar dalam Appendix I CITES.
Bagaimana Status alih kawasan terhadap respon masyarakat?
Alih status dari pusat tidak didiskusikan terlebih dahulu dari pusat.
Tingkat kesadaran masyarakat berbeda-beda. (Sermo clear dari penggarap, namun Paliyan masih
ada penggarap)
Event hari konservasi nasional bagaimana?
Penanaman pohon di Jurang jero magelang dari pusat.
Penyuluhan diluar kawasan
Kampanye konservasi yang pernah dilakukan di universitas PGRI
BKSDA Jogja (kampanye kehati) per 2 tahun/ 2 tahun, lomba kader agustus ngobrol dengan
presiden dan hadir di 17an Jakarta.
Apa yang dapat dilakukan mahasiswa?
6. Penelitian untuk kebijakan yang selanjutnya
7. Karya ilmiah
8. Buletin, dengan ikut memberikan tulisan-tulisan mengenai konservasi (4 bulan
sekali)
9. Memberikan informasi
10. Saran
11. Kader Konservasi
12. Menjadi volunteer
Bagaimana hubungan kerjasama BKSDA dengan lembaga lain?
Kerjasama perlu komunikasi.
Pusat penyelamatan satwa, masyarakat berperan aktif.
Kementerian kehutanan, polisi dan NGO. Harus dijaga komunikasinya.
Di lakukan dengan perjanian-perjanjian kerjasama
TNGM dan BKSDA bagaiman pembagian tugasnya?
Wilayahnya sudah terpisah.
Taman nasional sudah dibagi dari 3 zona (inti, pemanfaatan, penyangga)
BKSDA (wilayahnya sudah ada sendiri suaka margasatwa dan cagar alam.
Kerjasama : Kali kuning di kawasan TNGM sarang elang jawa. Ketika aktivitas terhadap sarang
burung dari luar maka ditangani BKSDA.
Inventarisasi potensi tumbuhan dan satwa, pengamanan, pengendalian kebakaran,
rehabilitasi atau pemulihan ekosistem

Pendataan dan upaya apa untuk BKSDA inventarisasi flora dan fauna berapa tahun sekali
Dilakukan PEH (pengendali ekosistem hutan)
Ekosistemnya apakah cocok untuk satwa tertentu?
Monyet ekor panjang dalam konflik dengan masyrakat.
Digunakan untuk penyususnan rencana pengelolaan.

Anda mungkin juga menyukai