Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perubahan pelayanan keperawtan mempunyai dua pihan utama, yaitu

mereka melakukan inovasi dan berubah atau mereka yang diubah oleh suaatu

keadaan dan situasi. Perawat harus mempunyai keterampilan dalam proses

perubahan keterampilan pertama adalah proses keperawatan. Proses

keperawatan merupakan pendekartan dalam menyelesaikan masalah yang

sistematis dan konsisten dengan perencanaan perubahan. Keterampilan kedua

adalah ilmu teoritis dan pengalam praktik. Perawat harus diajarkan ilmu

teoritis dikelas dan mempunyai perawat praktik untuk bekerja secara efektif

dengan orang lain.

Perubahan pelayanan kesehatan atau keperawatan merupakan

kesatuan dalam perkembangan dan perubahan keperawatan di Indonesia.

Bahkan, menjadi hal yang aneh atau tidak semestinya. Terjadi, apabila

masyarakat umum da lingkungannya terus menerus berubah, sedangkan

keperawatan yang merupakan bagian masyarakat tersebut tidak berubah

dalam menata kehidupan profesi keparawatan. Perubahan adalah cara

keperawatan mempertahankan diri sebagai profesi dan berperan aktif dalam

menghadapi era global (millennium III). Masyarakat ilmuan dan professional

keperwatan Indonesia melihan dan memersiapkan proses profesionalisasi pad

aero global ini bukan sebagai suatu ancaman untuk ddi takuti atau di hindari,

1
tetapi merupakan tantangan untuk berupaya lebih keras memacu proses

profesionalisasi keperawatn di Indonesia serta menyejajarkan diri dengan

keperawatan di Negara-negar lain. Mewujudkan keperawatan sebagai profesi

di indinesia bukan hanya sekedar perjuangan untuk membela nasib para

perawat yang sudah lama kurang mendapat perhatian. Namun lebih dari ittu,

upaya ini di lakukan untuk memenuhi hak masyarakat dalam mendapat

asuhan keperawatan yang profesionl.

Keperawatan sebagai profesi yang merupakan bagian dari masyarakat

yang terus berubah sejalan dengan masyarakat yang terus berkembang dan

mengalami perubahan. Keperawatan dapat di lihat dari berbagi askep, antara

lain: keperawatan sebagai bentuk asuhan professional kepada masyarakat,

keperawatn sebagai ilmu peengetahuan dan tekhnologi (iptek), serta

keperawatan sebagai kelompok masyarakat ilmuan dan kelompok masyarakat

professional. Dengan terjadinya perubahan atau pergeseran dari berbagai

factor yang memepengarihi keperawatanakan berdampak pada perubahan

dalam pelayanan atau asuhan keperawatan, perkembangan iptek

keperawatan, maupun perubahan dalam masyarakat keperawatan, baik sebagi

masyarakat ilmuan, maupun sebagai professional.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Pakah definisi dari perubahan ?

2. Bagaimana straategi membuat perubahan?

3. Apa kunci sukses terjadinya perubahan?

4. Bagaimana tahap pengelolaan perubahan?

2
5. Mengapa berubah ?

6. Apasaja perlawanan terhadap perubahan ?

7. Apa itu desa ODF ?

8. Bagimana karakteristik desa ODF ?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui definisi dari perubahan

2. Untuk mengetahui straategi membuat perubahan

3. Untuk mengetahui kunci sukses terjadinya perubahan

4. Untuk mengetahui tahap pengelolaan perubahan

5. Untuk mengetahui alasan berubah

6. Untuk mengetahui perlawanan terhadap perubahan

7. Untuk mengetahui konsep dasar desa ODF

8. Untuk mengetahui karakteristik desa ODF

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 PERUBAHAN PELAYANAN KEPERAWATAN

Perubahan pelayanan keperawtan mempunyai dua pihan utama, yaitu

mereka melakukan inovasi dan berubah atau mereka yang diubah oleh suaatu

keadaan dan situasi. Perawat harus mempunyai keterampilan dalam proses

perubahan keterampilan pertama adalah proses keperawatan. Proses

keperawatan merupakan pendekartan dalam menyelesaikan masalah yang

sistematis dan konsisten dengan perencanaan perubahan. Keterampilan kedua

adalah ilmu teoritis dan pengalam praktik. Perawat harus diajarkan ilmu

teoritis dikelas dan mempunyai perawat praktik untuk bekerja secara efektif

dengan orang lain.

Perubahan pelayanan kesehatan atau keperawatan merupakan

kesatuan dalam perkembangan dan perubahan keperawatan di Indonesia.

Bahkan, menjadi hal yang aneh atau tidak semestinya. Terjadi, apabila

masyarakat umum da lingkungannya terus menerus berubah, sedangkan

keperawatan yang merupakan bagian masyarakat tersebut tidak berubah

dalam menata kehidupan profesi keparawatan. Perubahan adalah cara

keperawatan mempertahankan diri sebagai profesi dan berperan aktif dalam

menghadapi era global (millennium III). Masyarakat ilmuan dan professional

keperwatan Indonesia melihan dan memersiapkan proses profesionalisasi pad

aero global ini bukan sebagai suatu ancaman untuk ddi takuti atau di hindari,

4
tetapi merupakan tantangan untuk berupaya lebih keras memacu proses

profesionalisasi keperawatn di Indonesia serta menyejajarkan diri dengan

keperawatan di Negara-negar lain. Mewujudkan keperawatan sebagai profesi

di indinesia bukan hanya sekedar perjuangan untuk membela nasib para

perawat yang sudah lama kurang mendapat perhatian. Namun lebih dari ittu,

upaya ini di lakukan untuk memenuhi hak masyarakat dalam mendapat

asuhan keperawatan yang profesionl.

Keperawatan sebagai profesi yang merupakan bagian dari masyarakat

yang terus berubah sejalan dengan masyarakat yang terus berkembang dan

mengalami perubahan. Keperawatan dapat di lihat dari berbagi askep, antara

lain: keperawatan sebagai bentuk asuhan professional kepada masyarakat,

keperawatn sebagai ilmu peengetahuan dan tekhnologi (iptek), serta

keperawatan sebagai kelompok masyarakat ilmuan dan kelompok masyarakat

professional. Dengan terjadinya perubahan atau pergeseran dari berbagai

factor yang memepengarihi keperawatanakan berdampak pada perubahan

dalam pelayanan atau asuhan keperawatan, perkembangan iptek

keperawatan, maupun perubahan dalam masyarakat keperawatan, baik sebagi

masyarakat ilmuan, maupun sebagai professional.

Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada era

global akan terus berubah karena masalah kesehatan yang dihadapi

masyarakat jugaa terus mengalami perubahan. Masalah keperawatan sebagai

bagian masalah kesehatan yang di hadapi masyarakat terus menerus berubah

karena berbagai factor yang mendasari juga terus mengalami perubahan.

5
Dengan berkembangnya masyarakat dan berbagai pelayanan professional

serta kemungkinan adanya prubahan kebijakan dalam bidang kesehatan,

maka kemungkinan saja akan terjadi pergeseran peran keperawatan dalam

system pemberian pelayanan kesehatan pada masyarakat.

Era global, hendaknya oleh para penggiat keperawatan dipersiapkan

secara benar dan menyeluruh, mencakup semua aspek atau peristiwa yang

telah, sedang dan yang akan berlangsung pada era tersebut. Memasuki era

global, kita dihadapkan pada perkembangan iptek yang sangat cepat, proses

penyabaran iptek juga disertai dengan percepatan penyebaran berbagai

macam barang dan jasa yang luar biasa banyak. Hal ini disebabkan pesatnya

perkembangaan tekhnologi, transoprtasi, telekomunikasi, dan jenis

tekhnologi lainnya. Semuanya ini mencerminkan terjadinya proses

globalisasi dengan segala cirri dan konsekuensinya.

Ada 4 skenario masa depan yang diprediksikan akan terjadi dan harus

di antisipasi dengan baik oleh profesi kperawatan Indonesia (maarifin,1999),

yaitu:

1. Masyarakat berkembang-ditunjukkan dengan tingkat pendidikan-

sehingga membuat mereka memeliki kesadaran yang lebih tinggi

akan hak dan hokum, menuntut berbagai bentuk dan jenjang

pelayanan kesehatan yang professional, di tambah pula rentang

kehidupan daya ekonomi masyarakat ikut semakin melebar.,

6
2. Rentang maslah kesehatan meluas, sehingga berdapat pada system

pemberian pelayanan kesehatan mulai dari tekhnologi yang

sederhana sampai pada tekhnologi yang sangat canggih.

3. Ilmu oengetahuan dan tekhnologi terus berkembang dan harus

dimanfaatkan dengan tepat guna.,

4. Tunutan profesi meningkat karena didorong oleh perkembangan

iptek medis, permasalahan internal pada profesi dan era global

Terdapat 4 katagori umum perubahan social yang mempengaruhi

peran keperawatan yaitu pergeseran menuju arah pengasuhan diri sendiri

dan rasa tanggung jawab seseorang terhadap kesehatan yang meliputi :

1. Pengaruh fakto-faktor lingkungan terhadap kesehatan.,

2. Pergeseran penekanan pelayanan kesehatan dengan lebih

menekankan pada upaya pencegahan gangguan kesehatan

3. Perubahan peran dari pemberi pelayanan kesehatan

4. Cara-cara beru pengambilan keputusan dalam bidan kesehatan

yang memberikan penerima pelayanan kesehatan tanggung jawab

yang lebih besar dalam perencanaan kesehatan.

2.2 JENIS DAN PROSES BERUBAH

Prubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, yaitu perubahan

yang tidak direncanakan dan yang direncanakan. Perubahan yang todak di

perencanakan adalah perubahan yang terjadi tanpa persiapan sebalikanya,

perubahan yang di rencanakan adalah perubahan yang telah di rencanakan

7
dan teelah di pikirkan sebelumnya. Secara umum, perubahan terencana

adalah suatu proses dimana ada pendapat baru yang di kembangkan dan di

koomunikasikan kepada semua orang, walaupun akhirnya akan diterima atau

di tolak. Perubahan ini erjadi dalam waktu yang lama dan memiliki tujuan

yang jelas, perubahan terencana lebih mudah dikelola dari pada perubahan

tidak terencana yang terjadi pada perkembangan mnusia tanpa persiapan, atau

karena suatu ancaman. Oleh karena alas an tersebut perawat harus

mengelolah perubahan.

Poses perencanaan terjadi karena adanya perubahan yang sangat

komplek dan melibatkan interaaksi banyak orang, factor, dan tekanan.

Perencanaan perubahan, bagaimana proses keperawatan, memelukan suatu

pemikiran yang matang tentang keterlibatan individu atau kelompok

menyelesaikan masalah, pengambilan keputusan, pemikiran kritis,

pengkajian, dan efektifitas penggunaan ketempilan interpersonal-seperti

kemampuan komunikasi, kolaborasi, negoisasi, dan persuasi-adalah kunci

dari perencanaan perubahan

Orang yang mengeelola perubahan y=harus mempunyai visi yang

jelas bagaimana proses akan dilaksanakan dengan cara yang terbaik untuk

mencapai tujuan. Proses peerubahn memerlukan tahapan yang

berurutandimana orang akan terlibat dalam sebuah proses perubahan dan arah

perubahan yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, koalisi perlu dan harus

di bentuk untuk mendukung perubahan. Selain itu, perubahan juga harus di

dukung oleh strategi perubahan yang baik. Sebelum mempelajari strategi

8
perubahan, rangkuman teori0-teori perubahan perlu di pelajari terlebih

dahulu.

2.3 TEORI-TEORI PERUBAHAN

2.3.1 Teori kurt levin (1951)


Lwin (1951) megungkapkan bahwa perubahan dapat
dibedakan menjadi tiga tahapan , yaitu unfreezing, moving dan
refrizing (kurt levin, 1951 dari lancaster, j lancaster, w., 1982).
Perubahan tersebut dapat diajarkan sebagai berikut.

1. Pencarian (unuferzing), yaitu motivasi yang kuat untuk meranjak


dari perubahan semula dan mengubah keseimbangan yang ada.
Pada tahapan ini, perubahan mulai disarankan perlu sehingga
muncul kesiapan untuk mengubah, menyiapkan diri, dan upaya
melakukan perubahan.
2. Bergerak (moving), yaitu bergerak menuju keadaan yang baru atau
tingkat/tahap perkemangan baru karena memiliki cukup informasi,
memiliki sikap dan kemampuan untuk berubah, memahami
masalah yang dihadapi, dan mengetahui langkah-langkah
penyelesaian yang harus dilakukan. Setelah hal-hal ini dimiliki,
perlu dilakukan langkah nyata untuk merubah dalam mencapai
tingkat atau tahap baru tersebut.
3. Pembekuan (refrizing), yaitu keadaan disaat motivasi telah
mencapai tingkat tahap baru atau mencapai keseimbangan baru.
Tingkat baru yang dicapai harus dijaga agar tidak mengurangi
kemunduran pada tingkat atau tahap perkembangan semula. Oleh
karena itu, selalu diperlukan umpan balik dan kritik yang
membangun dalam upaya pembinaan (reinforcement) yang terus
menerus dan berkelanjutan.

9
Tuntutan kebutuhan yang semakin meningkai menyebabkan
perawat hans berubah secara terencana dan terkendali Salah satu teori
perubahan sebagai teori lapangan (field theory) dengan analisis
kekuatan medan (ore field analysis) dari Kurt Lewin (1951), dalam
Marifin (997). menjelaskan bahwa a kekuatan pendorong untuk
berubah (driving forces) dan ada kekuatan penghambat terjadinya
perubahan (restraining force), Perubahan terjadi apabila salah satu
kekuatan lebih besar dari yang lain .

Faktor pendorong terjadinya perubahan terdiri atas kebatuhan


dasar manusia dan kebutuhan dasar interpersonal. Manusia memiliki
kebutuhan dasar yang tersusun berdasarkan hierarki kepentingan.
Kebutuhan yangbelum terpenuhi akan memotivasi perilaku
sebagaimana teori kebutuhan Maslow a954). Di dalam keperawatan,
kebutuhan ini dapat dilihat dari bagaimana keperawatan
mempertahankan dirinya sebagai profesi dalam upaya memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pelayanan/ asuhan keperawatan yang
profesional.

Selain kebutuhan dasar, manusia memiliki tiga kebutuhan


dasar interpersonal yang melandasi sebagian besar perilaku seseorang
Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan untuk berkumpul bersama-
sama, kebutuhan untuk mengendalikan/ melakukan kontrol, dan
kebutuhan untuk dikasihi. Kebutuhan tersebut di dalam keperawatan
diartikan sebagai upaya keperawatan untuk ikut berpartisipasi aktif
dalam pembangunan kesehatan dan perkembangan iptek.

Faktor penghambat adalah segala sesuatu yang menghambat


terjadinya perubahan. Faktor-faktor penghambat perubahan adalah
adanya ancaman terhadap kepentingan pribadi, adanya persepsi yang
kurang tepat, reaksi psikologi rendahnya toleransi untuk berubah.

10
Lewin juga (1951) mengidentifikasi beberapa hal dan alasan
yang haru dilaksanakan oleh seorang manajer dalam merencanakan
suatu perubahan, yaitu:

1. perubahan hanya boleh dilaksanakan untuk alasan yang baik


2. perubahan harus secara bertahap
3. semua perubahan harus direncanakan dan tidak secara drastis atau
mendadak
4. semua individu yang terkena perubahan harus dilibatkan dalam
perencanaan perubahan

Alasan perubahan Lewin tersebut ada alasan yang dapat


diterapkan pada wetap situasi, yaitu:

1. perubahan ditujukan untuk menyelesaikan masalah


2. perubahan ditujukan untuk membuat prosedur kerja lebih efisien;
3. perubahan ditujukan untuk mengurangi pekerjaan yang tidak
penting

2.3.2 Teori Roger (1962)


Roger (1962) mengembangkan teori dari Lewin (951) tentang
tiga tahap perubahan dengan menekankan latar belakang individu
yang terlibat dalam perubahan dan lingkungan di mana perubahan
tersebut dilaksanakan. Roger (1962) menjelaskan lima tahap dalam
perubahan, yaitu: kesadaran, keinginan, evaluasi, mencoba, dan
penerimaan atau dikenal juga sebagai awareness, interest, evaluation,
trial, adoption (AIETA).

Roger percaya bahwa proses penerimaan terhadap perubahan


lebih kompleks daripada tiga tahap yang dijabarkan Lewin (1951).
Setiap individu yang terlibat dalam proses perubahan dapat menerima
atau menolaknya. Meskipun perubahan dapat diterima, mungkin saja
suatu saat akan ditolak setelah perubahan tersebut dirasakan sebagai
hal yang menghambat keberadaanya.

11
Roger mengatakan bahwa perubahan yang efektif bergantung
pada individu yang terlibat, tertarik, dan berupaya untuk selalu
berkembang dan maju serta mempunyai suatu komitmen untuk
bekerja dan melaksanakannya.

2.3.3 Teori Lipitts (1973)


Lipirts (1973) dalam Husin (1999) mendefinisikan perubahan
sebagai sesuatu yang direncanakan atau tidak direncanakan terhadap
status quo dalan individu, proses, dan dalam perencanaan perubahan
yang diharapkan, disusun oleh individu, kelompok, organisasi atau
sistem sosial ya memengaruhi secara langsung tentang organisasi lain,
atau situasilain.Tidak seorang pun bisa lari dari perub Pertanyaannya
adalah bagaimana seseorang mengatasi perubahan tersebut? Kunci
untuk menghadapi perubahan tersebut adalah mengidentifikasi tujuh
tahap dalam proses perubahan. Tujuh tahap tersebut adalah sebagai
berikut.

1. Menentukan masalah.
Pada tahap ini setiap individu yang terlibat dalam
perubahan harus menbuka diri dan menghindari keputusan sebelum
semua fakta dapat dikumpulkan. Individu yang terlibat juga harus
sering memikirkan dan mengetahui apa yang salah serta berusaha
menghindari data-data yang dianggap tidak sesuai. Setiap orang
mempunyai tanggung jawab untuk selalu menginformasikan
tentang fenomena yang teriadi. Semakin banyak informasi tentang
perubahan yang dimiliki seorang manajer, maka semakin akurat
data yang dapat diidentifikasi sebagai masalah, Semua orang yang
mempunyai kekuasaan harus diikutkan sedini mungkin dalam
proses perubahan tersebut.
2. Mengkaji motivasi dan kapasitas perubahan.
Perubahan merupakan sesuatu yang mudah, tetapi
keberhasilan perubahan dalam mencapai tujuan yang lebih baik

12
akan memerlukan kerja keras dan komitmen yang tinggi dari
semua orang yang terlibat di dalamnya. Pada tahap ini, semua
orang yang terlibat dan lingkungan yang tersedia harus dikaji
tentang kemampuan, hambatan yang mungkin timbul, dan
dukungan yang akan diberikan. Mengingat mayoritas praktik
keperawatan berada pada suatu organisasi instansi, maka struktur
organisasi harus dikaji apakah peraturan yang ada, kebijakan
budaya organisasi, orang yang terlibat akan membantu proses
perubahan atau justru menghambatnya Fokus perubahan pada
tahap ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung
dan menghambat terhadap proses perubahan tersebut.
3. Motivasi agen pembaru dan sarana yang tersedia.
Pada tahap in diperlukan suatu komitmen dan motivasi
manajer dalam proses dan dapat Pandangan manajer tentang
perubahan harus dapat diterima oleh staf perubahan. dan dipercaya.
Manajer harus mampu menunjukkan motivasi yang keseriusan
dalam pelaksanaan perubahan dengan selalu mendengarkan
masukan-masukan dari staf dan selalu mencari solusi yang terbaik.
4. Menyeleksi tujuan perubahan.
Pada tahap ini, perubahan harus sudah disusun sebagai
suatu kegiatan secara operasional, terorganisasi, berurutan, kepada
siapa perubahan akan berdampak dan kapan waktu yang tepat
untuk dilaksanakan. Untuk itu diperlukan suatu target waktu dan
perlu dilakukan uji coba sebelum menentukan efektivitas
perubahan.
5. Memilih peran yang sesuai dilaksanakan oleh agen pembaru.
Pada tahap ini, perlu ada suatu pemilihan seorang
pemimpin atau manajer yang ahli dan sesuai di bidangnya. Manajer
tersebut akan dapat an masukan dan solusi yang terbaik dalam
perubahan serta diabisa berperan sebagai seorang mentor yang
baik. Perubahan akan berhasil dengan baik apabila antara manajer

13
dan staf mempunyai pemahaman yang sama dan memiliki
kemampuan dalana melaksanakan perubahan tersebut.
6. Mempertahankan perubahan yang telah dimulai.
Sekali perubahan sudah dilaksanakan, maka harus
dipertahankan dengan komitmen yang ada. Komunikasi harus
terbuka dan terus diinformasikan supaya setiap pertanyaan yang
masuk dan permasalahan yang terjadi dapat diambil solusi yang
terbaik oleh kedua belah pihak.
7. Mengakhiri bantuan.
Selama proses mengakhiri perubahan, makaharusselalu
diikuti oleh perencanaan yang berkelanjutan dari seorang manajer.
Hal ini harus dilaksanakan secara bertahap supaya individu yang
terlibat mempunyai peningkatan tanggung jawab dan dapat
mempertahankan perubahan yang telah teradi. Manajer harus terus-
menerus bersedia menjadi konsultan dan secara aktif terus terlibat
dalam perubahan
Perbandingan perubahan berdasarkan tiga teori perubahan
Lewin Roger Lipitts
Pencairan Kesadaran  Mendiagnosis masalah.
Tertarik  Mengkaji motivasi, kemampuan
Evaluasi untuk berubah.
 Mengkaji motivasi agen pembaru dan
berbagai sumber saran.
Bergerak Mencoba  Menetapkan tujuan perubahan.
 Menetapkan peran agen pembaru.
Pembekuan Penerimaan  Mempertahankan perubahan.
 Mengakhiri perubahan.

14
2.4 STRATEGI MEMBUAT PERUBAHAN

Perubahan dalam organisasi aas tiga tingkatan yang berbeda yaitu

perubahan individu yang bekerja di organisasi tersebut, perubahan struktur

dan system, serta perubahan hubungan interpersonal. Keiga tingkatan

tersebut membutuhkan strategi untuk menciptakan perubahan hubungan

interpersonal. Keiga tingkatan tersebut membutuhkan strategi untuk

menciptakan perubahan yang baik. Strategi membuat perubahan di

kelompokkan mendai 4 hal, yaitu: memiliki visi yang jelaas, menciptakan

budaya organisasi tentang nilai-nilai moral dan percaya kepada orang lain,

system komunikasi sesering mungkin secara jelas dan singkat, serta

keterlibatan orang yang tepat

2.4.1 Visi Yang Jelas


Visi ini merupakan hal yang sederhana dan utama, karena visi

dapat mempengaruhi pandangan orang lain. Misalnyam visi J.F.

kennody. “menempatkan seseorang di bulan sebelum akhir abad ini”.

Visi harus disusun secara jelas, ringkas, mudah dipahami, dan dapat

dilaksanakan oleh setiap orang.

2.4.2 Iklim Atau Budaya Organisasi Yang Kondusif


Menciptakan iklim yang kondusif dan rasa saling percayanya

adalah hal yang penting eprubahan atau lebih baik jika mereka

percaya seseorang degan kejujuran dan nilai-nialai yang diyakini.

Orang akan beranii mengambil suatu resiko terhadap perubahan

apabila mereka dapat berpikir jernih dan idak emosional [dalam

15
menghadapi perubahan setiap perubahan harus di ciptakan dalam

suasana keterbukaan, kejujuran, dan secara langsung.

Upaya yang harus ditanamkan dalaam menciptakan iklim yang

kondusif adalah:

1. Kebebasan unuk berfungsi secara efektif

2. Dukungan diri sejawat dan pimpinan

3. Kejelasan harapan tentang lingkungan kerja

4. Sumber yang tepat untuk praktek secara efekif

5. Iklim organisasi yang terbuka

2.4.3 Sistem Komunikasi Yang Jelas Singkat Dan Berkesinambungan


Komunikasi merupakan unsure yang penting dalam perubahan.

Setiap orang perlu mendapat penjelasan tentang perubahan untuk

menghindari rumor atau informasi yang salah. Jika semakin banyak

orang mengetahui tentang keadaan, maka mereka akan semain baik

dan mampu dalam memberikan pandangan e depan dan mengurangi

kecemasan serta ketakutan terhadap perubahan. Komunikasi satu arah

(top-down) tidak cukup dan sering menimbulkan kebingungan karena

orang tidak mengetahui apa yang akan tterjadi.

Pertanyaan yang perlu di sampaikan pada taahap awal

perubahan adalh sebagai berikut :

1. Apakah yang sedang terjadi sudah benar?

16
2. Apa yang lebih baik ?

3. Jika anda bertanggung jawab dalam perubahan, apa yang akan anda

lakukan?

2.4.4 Keterlibatan Orang Yang Tepat


Perubahan perlu disusun oleh orang-orang yang kompeten.

Begitu rencana sudah tersusun, segeralah melibatkan orang lain pada

setiap jabatan di organisasi, karena keterlibatan akan berdampak

terhadap dukungan dan advokasi

2.5 KUNCI SUKSESS UNTUK TERJADINYA PERUBAHAN YANG

BAIK

Keberhasilan perubahan bergantung pada strategi yang di terapkan

oleh agen pembaru. Hal yang paling adalah haarus memulainya

1. Mulai diri sendiri


Perubahan dan pembenaran pada diri sendiri, baik sebagai individu

maupun sebagai profesi merupakan titik sentral yang harus dimulai.

Sebagai anggota profesi perawat tidak akan pernah berubah atau

bertambah baik dalam mencapai suatu tujuan profesionalisme jika perawat

belum memulai pada dirinya sendiri. Selalu mengintrospeksi dan

mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang ada akan sangat

membantu terlaksananya pengelolaan keperawatan di masa depan.

2. Mulai dari hal-hal yang kecil


Perubahan yang besar untuk mencapai profesionalisme manajer

keperawatan Indonesia tidak akan pernah berhasil, jika tidak dimulai dari

17
hal-hal yang kecil. Hal-hal kecil yang harus dijaga dan ditanamkan

perawat Indonesia adalah menjaga citra keperawatan yang sudah mulai

membaik di hati masyarakat dengan tidak merusaknya sendiri. Sebagai

contoh dalam manajemen bangsal., seorang manajer harus menjaga diri

dari perilaku yang negative misalnya dengan berbicara kasar, tidak disiplin

waktu, dan tidak melakukan tindakan tanpa memperhatikan prinsip

aseptik-antiseptik.

3. Mulai sekarang jangan menunda


Sebagaimana disampaikan oleh Nursalam (2011), lebih baik sedikit

daripada tidak sama sekali, lebih baik dikerjakan sekarang daripada harus

terus menunda, menanfaatkan kesempatan yang ada merupakan konsep

manajemen keperawatan saat ini dan masa yang akan datang. Kesempatan

tidak akan datang dua kali dengan tawaran yang sama.

2.6 TAHAP PENGELOLAAN PERUBAHAN

Pengelolaan perubahan menjadi kompetensi utama bagi manajer

perawat saat ini. Ketidakefektifan penerapan perubahan akan berdampak

buruk terhadap manajer, staf dan organisasi serta menghabiskan waktu dan

dana yang sia-sia. Pegawai ingin belajar perubahan dari pimpinan. Bolton,

dkk, (1992) menjelaskan sepuluh tahap pengelolahan perubahan organisasi

sebagaimana pada tabel 1.2 berikut.

Tahap pengelolahan perubahan (Bolton, dkk, 1992) :

18
Tahap 1 : Mendifinisikan tujuan perubahan dengan melakukan pengkajian

kepada orang yang layak, menguji dokumen , dan menulis bahan-

bahan yang sudah dikembangkan, secara konsisten menatap

kedepan sesuai visi yang telah ditetapkan.

Tahap 2 : meyakinkan tentang kesesuaian tujuan perubahan dengan

rencana strategis organisasi.

Tahap 3 : Dimana tujuan akan dapat dilaksanakan dengan baik dan orang

lain akan dengan senang hati terlibat di dalamnya.

Tahap 4 : menentukan siapa yang akan memimpin perubahan. Pemimpin

harus mengomunikasikan visi secara efektif kepada setiap orang

dimasing-masing tatanan jabatan organisasi dan berperan sebagai

pelatih,mentor,pendengar, dan pendukung kelompok kerja.

Tahap 5 : memfasilitasi komitemen semua pihak yang terlibat.

Tahap 6 : mengidentifikasi instrumen tujuan yang spesifik yang dapat

dipergunakan sebagai tolak ukur pencapaian perubahan.

Tahap 7 : membangun suatu tim kerja yang solid. Tim kerja tersebut harus

mempunyai tanggung jawab yang jelas, mampu berkomunikasih

dengan yang lainnya, dan juga mampu melakukan negosiasi serta

penyelesaian masalah.

Tahap 8 : melibatkan semua tim kesehatan yang turut serta dalam praktik

keperawatan profesional kepada pasien. Tim tersebut harus

19
mendukung dan terlibat dalam perubahan yang diharapkan oleh

organisasi.

Tahap 9 : belajar dari kesalahan masalalu untuk menghindari kesalahan

yang sama.

Tahap 10 : ajarkan kepada kelompok kerja tentang proses interaksi

perencanaan yang baik. Selalu membangunkan sesuatu yang

koomperensif dan mengomunikasikannya secara terus-menerus.

2.7 PEDOMAN DAN PELAKSANAAN PERUBAHAN

1. Ketelibatan

Tidak ada seorangpun yang mengetahui semua hal. Menghargai

kemampuan dan pengetahuan orang lain serta melibatkannya dalam

perubahan merupakan langkah awal kesuksesan perubahan. Orang akan

bekerjasama dan menerima pembaruan serta mereka menerima suatu

informasi tanpa ancaman dan bermanfaat bagi dirinnya.

2. Motivasi

Orang akan terlibat aktif dalam pembaruan jika mereka akan termotifasi.

Motifasi tersebut akan timbul jika apa yang sudah dilakukan bermanfaat

dan dihargai.

3. Perencanaan

Perencanaan ini termasuk jika sistem tidan bisa berjalan efektif dan

perubahan perencanaan dalam apa yang harus dilaksanakan.

4. Legitimasi

20
Setiap perubahan harus mempunyai aspek legal yang jelas, siapa yang

melanggar , dan dampak apa yang secara administratif harus diterima

olehnya.

5. Pendidikan

Perubahan pada prinsipnya adalah pengulangan belajar atau pengenalan

cara baru agar tujuan dapat tercapai.

6. Managemen

Agen pembaru harus menjadi model dalam perubahan dengan adannya

keseimbangan antara kepemimpinan terhadap orang dan tujuan atau

produksi yang harus dicapai.

7. Harapan

Berbagai harapan harus ditekankan oleh agen pembaru, seperti hasil yang

berbeda dengan sebelumnya direncanakan, terselesaikan masalah

diinstitusi, dan kepercayaan serta reaksi yang positiv dari staf.

8. Asuh (murturen)

Bimbingan dan dukungan dalam perubahan. Orang memerlukan suatu

bimbingan dan perjatian terhadap apa yang telah mereka

lakukan,termasuk konsultasi terhadap hal” yang bersifat pribadi.

9. Percaya

Kunci utama dalam pelaksanaan perubahan adalah berkembanganya rasa

percaya antar tim. Semua yang teelibat harus percaya pada agen pembaru

juga harus percaya kepada staf yang terlibat dalam perubahan.

21
2.8 ALASAN PERUBAHAN

McMillan (2004, hal 1) mengatakan bahwa terlalu banyak pendekatan

terhadap perubahan organisasi diambil dari pandangan dunia yang tidak lagi

sesuai dengan awal abad kedua puluh satu. Sementara definisi konvensional

tentang organisasi dan cara mengelolanya sesuai kondisi yang stabil, hal yang

tidak sama dapat dikatakan untuk saat ini. Saat ini, kebanyakan organisasi

dihadapkan pada ketidakpastian yang identik dengan dunia modern yang

diakibatkan oleh globalisasi dan teknologi modern. Enam faktor yang

bertanggung jawab atas perubahan yang terjadi di dunia modern dan

organisasi, yaitu:

1. Teknologi baru yang telah mentransformasikan komunikasi, elektronik,

pasar konsumen dan industri yang dipercepat;

2. Globalisasi, yang telah menghasilkan dunia yang selalu terhubung dan

saling bergantung karena informasi, uang dan barang bergerak di sekitar

kita;

3. Globalisasi dan teknologi baru, yang bersama-sama telah mempertajam

persaingan dan memicu bangkit dan jatuhnya para pemimpin pasar;

4. Proses dan praktik perubahan baru, yang sekarang terjadi lebih cepat dari

sebelumnya dalam sejarah yang kita ketahui;

5. Kecepatan - peningkatan yang luar biasa dalam kecepatan teknologi

dicocokkan dalam bisnis (siklus hidup produk diukur dalam bulan tidak

beberapa tahun) dan dalam kehidupan manusia (kebanyakan dari kita

merasa kita berlari secepat kita hanya bisa bertahan di tempat); dan

22
6. Kompleksitas dan paradoks yang meningkat sebagai hasil dari semua

perubahan ini dan membuat tuntutan yang semakin sulit bagi manajer

yang terbiasa mencari kepastian dan 'baik / atau' solusi jenis untuk

mewujudkan cita-cita stabilitas dan ketertiban.

2.9 MODEL DAN PENDEKATAN UNTUK MENGUBAH MANAJEMEN

Pembahasan tentang model dan pendekatan untuk perubahan dan

perubahan manajemen ini penting karena ia menetapkan adegan untuk

intervensi perubahan dalam organisasi, entah itu publik atau swasta. Untuk

menguraikan, mengubah intervensi dibagi menjadi tiga jenis utama:

1. Manajemen perubahan top-down didasarkan pada asumsi bahwa jika

penggagas perubahan merencanakan sesuatu dengan benar, perubahan

dapat dilakukan dengan lancar. Satu-satunya kendala berasal dari

penolakan beberapa karyawan, maka fokusnya adalah pada perubahan

budaya organisasi atau 'cara kita melakukan sesuatu di sekitar sini'.

2. Manajemen perubahan transformasi bergantung pada pemimpin

transformasional yang menetapkan contoh pribadi dan menantang orang

untuk berpikir 'di luar kotak' dan berinovasi, sambil menyediakan

lingkungan yang aman untuk melakukannya.

3. Manajemen perubahan strategis didasarkan pada tujuan tertentu dan

berbeda dengan model top-down karena bertujuan untuk mengenalkan

perilaku baru di tempat kerja, memungkinkan karyawan untuk melihat

manfaat bagi organisasi, oleh karena itu, berdasarkan bukti,

menginternalisasi mengubah 'cara kerja' mereka (Hait dan Creasey 2003).

23
Masing-masing pendekatan ini bisa efektif, tergantung situasinya,

walaupun umumnya diterima bahwa kategori pertama seringkali

merupakan kategori yang paling banyak gagal. Semua pendekatan

menyoroti pentingnya kepemimpinan, komunikasi dan melibatkan

karyawan dalam proses perubahan. Dengan demikian, tantangan utama

bagi organisasi adalah menyesuaikan model dengan konteks (Burnes

1996).

‘Model perubahan' dan 'strategi perubahan' (Mintzberg 1979;

Aldrich 1979; Johnson dan Scholes 1993). Sadler (1996) berpendapat

bahwa strategi yang diadopsi oleh sebuah organisasi adalah sarana untuk

mencapai tujuan fokus yang ditetapkan oleh organisasi. Dengan kata lain,

cara yang dipilih untuk pencapaian tujuan'. Ini mencakup, terutama,

sebuah misi, sebuah visi, posisi strategis, tujuan, tujuan dan nilai kunci

tertentu, strateg, rencana jangka panjang dan operasional; dan taktik

(Harper 2001).

Setiap model perubahan, di sisi lain, mengacu pada asumsi dan

keyakinan bahwa, jika dikombinasikan secara sistematis, menghasilkan

beberapa bentuk perubahan dalam organisasi (Tichy 1993). Dengan

demikian, model perubahan adalah kerangka kerja dimana strategi

dibangun dan diterapkan.

24
2.9.1 Model Perubahan Kurt Lewin
Pendekatan terencana untuk perubahan organisasi muncul

melalui karya Kurt Lewin (1951) yang berkaitan dengan pengambilan

keputusan kelompok, implementasi dan perubahan sosial. Untuk

Lewin

1. Tahap unfreezing, karyawan melepaskan diri dari cara melakukan

sesuatu. Dalam organisasi, agar terjadi perubahan yang efektif,

karyawan harus merangkul praktik kerja baru dengan perasaan

mendesak. Untuk mencapai hal ini, karyawan didorong atau

dipaksa untuk menjauhkan diri dari zona nyaman yang mereka

terbiasa sehingga menyesuaikan diri dengan praktik kerja baru,

walaupun ada ketidakpastian mengenai masa depan mereka.

Kekurangan : Kecemasan dan risiko yang terkait dengan

ketidakpastian yang dapat menyebabkan perilaku tidak

konstruktif daripada konstruktif dari pihak karyawan.

2. Perubahan, karyawan terlibat dalam kegiatan yang

mengidentifikasi dan menerapkan cara baru dalam melakukan

sesuatu atau melakukan aktivitas baru untuk menghasilkan

perubahan.

25
Kekurangan : di butuhan pemahaman yang lebih baik tentang

kebutuhan dan manfaat perubahan karena dapat menyebabkan

sedikit atau tidak ada perlawanan dari pihak penerima perubahan.

3. Refreezing, penekanannya adalah pada penguatan proses dan

tugas baru dalam organisasi oleh atasan. penghargaan berfungsi

untuk mengenali bahwa perilaku baru dihargai dan mencegah

perilaku sebelumnya dari reoccurring (Harper 2001).

Kekurangan : Karyawan harus menerima pengakuan yang sesuai

untuk perubahan perilaku dan mereka menerima perubahan

tersebut

2.9.2 Model perubahan dunphy dan stace’s

perubahan Dunphy dan Stace (1988, 1992) lebih bersifat

situasional dalam desain dan mendukung pandangan bahwa 'bahwa

26
pemilihan jenis perubahan yang sesuai sepenuhnya bergantung pada

analisis strategis situasi' (Dunphy and Stace 1992, hal 90 ). Penulis ini

juga berpendapat bahwa perubahan tidak selalu terjadi secara

bertahap, namun juga dapat terjadi secara terputus-putus. Mereka juga

menyarankan agar perubahan transformasional tidak hanya bersifat

konsultatif tapi juga bersifat pemaksaan.

2.9.3 Model perubahan kttter’s

Model Perubahan Delapan Langkah memiliki banyak

kelemahan dan juga manfaat.

Keuntungan : menjadi model langkah demi langkah, yang mudah

diterapkan. Namun, untuk model yang akan berhasil

diimplementasikan, semua dari delapan tahap harus dikerjakan secara

berurutan, dan sampai selesai. Melewatkan bahkan satu langkah atau

melangkah terlalu jauh ke depan tanpa dasar yang solid hampir selalu

menciptakan masalah. Gagal untuk memperkuat tahap awal

menghasilkan perasaan terdesak urgensi, atau koalisi pembimbing

terputus. Tanpa tindak lanjut yang terjadi pada langkah terakhir,

27
organisasi mungkin tidak pernah sampai ke garis finish dan membuat

perubahan tetap berlaku. Selanjutnya, model seharusnya tidak

berfokus pada perubahan itu sendiri, melainkan penerimaan dan

kesiapan untuk perubahan ini, yang membuat transisi lebih mudah

Kelemahan bahwa tidak ada langkah yang bisa dilewati atau proses

perubahan akan benar-benar gagal. Selanjutnya, menerapkan

perubahan adalah proses yang memakan waktu (Rose 2002).

2.9.4 Model perubahan muintzberg dan Quinn’s


1. Pertama, umur dan ukuran organisasi merupakan indikator penting

dari kemampuannya untuk menerima dan menerapkan perubahan.

Mintzberg dan Quinn (1991, hlm. 340-341) menegaskan bahwa

'semakin tua organisasi, semakin formal perilaku.

2. Kedua, sistem teknis, yaitu 'instrumen yang digunakan dalam inti

operasi untuk menghasilkan keluaran (Mintzberg dan Quinn 1991,

juga dapat membatasi kemampuan organisasi untuk berubah.

3. Ketiga, lingkungan juga memainkan peran penting dalam

kemampuan organisasi untuk menerima perubahan. Lingkungan,

menurut Mintzberg dan Quinn (1991) 'mengacu pada berbagai

karakteristik konteks luar organisasi, terkait dengan pasar, iklim

politik, kondisi ekonomi, dan sebagainya

4. Keempat, kekuatan juga memiliki efek yang menentukan pada

organisasi. Pelaksanaan kekuasaan, baik secara internal maupun

28
eksternal, dapat mempengaruhi respons organisasi terhadap

perubahan

2.10 PERLAWANAN TERHADAP PERUBAHAN

2.10.1 Definisi perlawanan

Hultman (1995) berpendapat bahwa resistensi terhadap

perubahan yang terlihat pada perilaku karyawan terbagi dalam dua

kategori, resistensi aktif dan pasif. Dalam kasus resistensi aktif,

karyawan terlibat dalam perilaku yang terkait dengan manipulasi,

ejekan, kesalahan dan ketakutan. Di sisi lain, resistensi pasif dikaitkan

dengan penarikan informasi, ketidaktahuan dan kurangnya tindakan

setelah kepatuhan verbal.

Dent dan Goldberg (1999) berpendapat bahwa resistensi

adalah perilaku yang diadopsi karyawan untuk mempertahankan status

quo saat menghadapi tekanan atau jika mereka merasa bahwa

keamanan atau status mereka terancam. Dengan demikian, status quo

dipertahankan. Dengan kata lain, karyawan terlibat dalam perilaku

yang dapat mengganggu, menghadapi, menantang, menguji tingkat

otoritas dan terlibat dalam wacana kritis saat menghadapi praktik

manajemen perubahan. Ketahanan terhadap perubahan organisasi juga

membawa konotasi negatif, melambangkan sikap karyawan yang tidak

diinginkan dan perilaku kontra-produktif (Waddell dan Sohal 1998).

29
Namun, resistensi juga memiliki pengaruh positif dalam

organisasi. Robbins (1998) menyatakan bahwa perlawanan dapat

berfungsi untuk menguji komitmen mereka yang memulai perubahan,

Jika resistensi didasarkan pada sudut pandang yang valid, maka

kebenaran penting bisa terjadi didengar, dipahami dan diperhitungkan

oleh pemrakarsa perubahan jika mereka menginginkan perubahan

adalah untuk berhasil; perlawanan dapat membantu menyingkirkan

gagasan buruk yang belum benar-benar diperiksa oleh penggagas

perubahan atau gagasan yang mungkin merupakan reaksi impulsif

terhadap kejadian eksternal; dan resistensi bisa memberi jalan keluar

bagi emosi dan energi karyawan selama masa tekanan yang kuat.

Ketahanan menjadi negatif saat menghambat adaptasi karyawan

terhadap perubahan dan kemajuan organisasi.

2.10.2 Sifat Dan Penyebab Resistensi


Penolakan terhadap perubahan karyawan karena mereka takut

kehilangan sesuatu yang mereka hargai; mereka tidak mengerti

perubahan dan implikasinya; mereka tidak percaya bahwa perubahan

itu akan masuk akal dalam organisasi; atau mereka merasa sulit untuk

mengatasi tingkat atau praktik perubahan (Zander 1950; Skoldberg

1994; Kotter 1996; Maurer 1996; Robbins 1998; Bolognese 2002;

Dunn 2002; Schuler 2003).

30
Enam penyebab umum yang mendorong ketahanan karyawan

terhadap perubahan. Perlawanan terjadi ketika sifat perubahan tersebut

1. tidak dijelaskan kepada karyawan yang akan terpengaruh oleh

perubahan tersebut

2. Perubahan itu terbuka terhadap beragam interpretasi;

3. Karyawan terpengaruh merasakan kekuatan kuat menghalangi

mereka berubah;

4. Karyawan yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut memiliki

tekanan terhadapnya untuk mematuhi daripada memasukkan

masukan ke alam atau arah perubahan;

5. Perubahan itu dibuat berdasarkan alasan pribadi

6. Perubahan tersebut mengabaikan institusi yang sudah mapan dalam

kelompok tersebut.

31
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

3.1 PENGERTIAN BABS

Perilaku buang air besar sembarangan (BABS/Open defecation)

termasuk salah satu contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open defecation

adalah suatu tindakan membuang kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak –

semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya dan dibiarkan menyebar

mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air.

3.2 PENGERTIAN TINJA

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia

melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang

sistem saluran pencernaan. Dalam aspek kesehatan masyarakat, berbagai

jenis kotoran manusia yang diutamakan adalah tinja dan urin karena kedua

bahan buangan ini dapat menjadi sumber penyebab timbulnya penyakit

saluran pencernaan.

Manusia mengeluarkan tinja rata – rata seberat 100 - 200 gram per

hari, namun berat tinja yang dikeluarkan tergantung pola makan. Setiap orang

normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 85 – 140 gram

kering perorang/ hari dan perkiraan berat basah tinja manusia tanpa air seni

adalah 135 – 270 gram perorang/hari. Dalam keadaan normal susunan tinja

sekitar ¾ merupakan air dan ¼ zat padat terdiri dari 30% bakteri mati, 10 –

32
20% lemak, 10 – 20% zat anorganik, 2 – 3% protein dan 30 % sisa – sisa

makanan yang tidak dapat dicerna.

3.3 PERMASALAHAN YANG TIMBUL AKIBAT TINJA

Berikut ini adalah permasalahan yang mungkin ditimbulkan akibat

buruknya penanganan buangan tinja:

3.3.1 Mikroba
Tinja manusia mengandung puluhan miliar mikroba, termasuk

bakteri koli-tinja. Sebagian diantaranya tergolong sebagai mikroba

patogen, seperti bakteri Salmonela typhi penyebab demam tifus,

bakteri Vibrio cholerae penyebab kolera, virus penyebab hepatitis A,

dan virus penyebab polio. Tingkat penyakit akibat kondisi sanitasi

yang buruk di Indonesia sangat tinggi. BAPENNAS menyebutkan,

tifus mencapai 800 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan polio

masih dijumpai, walaupun dinegara lain sudah sangat jarang.

3.3.2 Materi Organik


Kotoran manusia (tinja) merupakan sisi dan ampas makanan

yang tida k tercerna. Ia dapat berbentuk karbohidrat, dapat pula

protein, enzim, lemak, mikroba dan sel-sel mati. Satu liter tinja

mengandung materi organik yang setara dengan 200-300 mg BODS

(kandungan bahan organik).

3.3.3 Telur Cacing


Seseorang yang cacingan akan mengeluarkan tinja yang

mengandung telu-telur cacing. Beragam cacing dapat dijumpai di

33
perut kita. Sebut saja, cacing cambuk, cacing gelang, cacing tambang,

dan keremi. Satu gram tinja berisi ribuan telur cacing yang siap

berkembang biak diperut orang lain. Anak cacingan adalah kejadian

yang biasa di Indonesia. Penyakit ini kebanyakan diakibatkan cacing

cambuk dan cacing gela ng. Prevalensinya bisa mencapai 70 persen

dari balita.

3.3.4 Nutrien
Umumnya merupakan senyawa nitrogen (N) dan senyawa

fosfor (P) yang dibawa sisa-sisa protein dan sel-sel mati. Nitrogen

keluar dalam bentuk senyawa amonium, sedangkan fosfor dalam

bentuk fosfat. Satu liter tinja manusia mengandung amonium sekitar

25 gram dan fosfat seberat 30 mg. Senyawa nutrien memacu

pertumbuhan ganggang (algae). Akibatnya, warna air menjadi hijau.

Ganggang menghabiskan oksigen dalam air sehingga ikan dan hewan

lainnya mati

3.4 PENGERTIAN OPEN DEFECATION FREE (ODF)

Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap

individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan,

Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh

pada penyebaran penyakit berbasis lingkungan, sehingga untuk

memutuskan rantai penularan ini harus dilakukan rekayasa pada akses

ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses masyarakat pada jamban

(sehat) harus mencapai 100% pada seluruh komunitas. Sedangkan

34
Desa/Kelurahan ODF (Open Defecation Free) adalah Desa/kelurahan

yang 100% masyarakatnya telah buang air besar di jamban sehat,

yaitu mencapai perubahan perilaku kolektif terkait Pilar 1 dari 5 pilar

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

3.5 KARAKTERISTIK DESA ODF (OPEN DEFECATION FREE)

Satu komunitas/masyarakat dikatakan telah ODF jika :

1. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang

tinja/kotoran bayi hanya ke jamban.

2. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar.

3. Tidak ada bau tidak sedap akibat pembuangan tinja/kotoran manusia.

4. Ada peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju

jamban sehat.

5. Ada mekanisme monitoring peningkatan kualitas jamban.

6. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk

mencegah kejadian BAB di sembarang tempat.

7. Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk

mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat.

8. Di sekolah yang terdapat di komunitas tersebut, telah tersedia sarana

jamban dan tempat cuci tangan (dengan sabun) yang dapat digunakan

murid-murid pada jam sekolah.

9. Analisa kekuatan kelembagaan di Kabupaten menjadi sangat penting

untuk menciptakan kelembagaan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan

35
yang efektif dan efisien sehingga tujuan masyarakat ODF dapat

tercapai.

3.6 PERSYARATAN JAMBAN SEHAT

Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat

jamban sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan. Berikut syarat-

syarat tersebut:

a. Tidak mencemari air

b. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang

kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan

terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah

liat atau diplester. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10

meter Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air

kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. Tidak

membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang,

danau, sungai, dan laut.

c. Tidak mencemari tanah permukaan

d. Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat

sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan. Jamban yang sudah penuh agar

segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran

ditimbun di lubang galian.

e. Bebas dari serangga

36
f. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap

minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam

berdarah.

g. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi

sarang nyamuk. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-

celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya Lantai jamban

harus selalu bersih dan kering Lubang jamban, khususnya jamban

cemplung, harus tertutup.

h. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

i. Aman digunakan oleh pemakainya

j. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang

kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau

bahan penguat lai yang terdapat di daerah setempat

k. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

l. Lantai jamban rata dan miring kearah saluran lubang kotoran

Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran

kotoran karena dapat menyumbat saluran Jangan mengalirkan air cucian

ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh Hindarkan

cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter

minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100

m. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

37
n. Jamban harus berdinding dan berpintu. Dianjurkan agar bangunan jamban

beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan

38
TRIGGER CASE

3.7 KASUS

Di desa leminggir kabupaten mojokerto adalah salah satu desa yang belum

menjadi desa ODF 95% masyarakatnya sudah memiliki WC pribadi yang

memadai hanya 5% saja dari masyarakat desa leminggir yang belum memeliki

WC pribadi yang memadai, di desa leminggir terdapat wc umum, namun

masyarakat kurang memanfaatkan fasilitas tersebut, masyarakat lebih meemeilih

untuk BAB di sungai. untuk itu menurut data di puskesmas modopuro desa

leminggir adalah desa yang kemungkinan besar mudah untuk di rubah menjadi

desa ODF di tahun 2018. Dinas Kesehatan kota mojokerto menghimbau

masyarakatnya untuk menjadikan desa ini menjadi desa ODF dengan

memberikan pendidikan kesehatan melalui kegiatan STBM. Kesadaran

masyarakat akan pentingnya kesehatan masih sedang, kepercayaan mereka

terhadap nenek moyang dan budaya masa lalu masih tinggi sehingga di perlukan

pendekatan untuk menunjang keberhasilan program kesehatan untuk menjadikan

desa leminggir menjadi desa ODF .

3.7.1 MASALAH PADA KASUS


1. Di desa lemiinggir masih 95% masyarakat yang mempunyai WC pribadi yang

memadai, 5% dari masyarakat masih buang air besar sembarangan di sungai

dan belum memiliki WC pribadi yang memadai

2. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kesehatan

39
3. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang masalah yang akan terjadi jika

masyarakat membuang air besar sembarangan

4. Mesih kentalnya budaya masyarakat tentang BAB di sungai “jika BAB di

sungai maka rejekinya akan mengalir”

5. Kuraangnya kesadaran masyarakat tentang perubahan kualitas air di zaman

dulu dan sekarang.

6. Kurangnya pemanfaatan WC umum yang sudah di sedikan oleh pemerintah

desa.

3.7.2 STRATEGI MEMBUAT PERUBAHAN


A. Visi Yang Jelas

Menjadikan desa leminggir menjadi desa yang ODF, dengan

meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan dan meningkatkan

kesadaran masyarakat untuk melakukan PHBS (perilaku hidup

bersih dan sehat).

B. Iklim Atau Budaya Yang Kondusif

Menciptakan iklim yang kondusif dan saling percaya anatara

tenaga ahli dengan masyarakat desa leminggir agar masyarakat

bisa memilih terlebih dahulu budaya yang harus di lestarikan

dengan budaya yang haru di perbaiki lagi sesuai dengan

perkembangan zaman tanpa membuat emosional masyarakat

dalam mengahadapi perubahan dengan sikap keterbukaan,

kejujuran, dan secara langsung.

40
Dengan upaya-upaya yang harus di tanamkan pada setiap

masyarakat dalam menciptakan iklim yang kondusif:

1. Kebebasan untuk berfungsi secara efektif

2. Dukungan dari sejawat dan pemimpin

3. Kejelasan harapan tentang lingkungan kerja

4. Sumber yang tepat untuk praktek secaraa efektif

5. Iklim organisasi yang terbuka, misalnya karaangtaruna

C. Sistem Komunikasi

Setiap masyaraka di jelaskan tentang perubahan untuk

menghindari rumor dan informasi yang salah. Jika sekaim banyak

orang yang mengetahui tentang keadaan, maka mereka akan

semakin baik dan mampu dalam memebrikan pandangan ke

depan dan mengurangi kecemasan serta ketakutan terhadap

perubahan.

Pertanyaan yang harus di sampaikan pada tahap awal

perubahan adalah :

a. Apakah Buang Air Besar Sembarangan adalah kebiasaan

yang benar?

b. Apa yang lebih baik di lakukan dari membuang airbesar

sembarangan?

c. Jika anda ingin melakukan perubahan apa yang harus anda

lakukan?

41
D. Keterlibatan Oraang Yang Tepat

Keterlibatan bidan desa leminggir, tokoh desa leminggir

dan pemerintahan desa leminggir sangat penting karena masyarakat

taat percaya dan mudah terpengaruh oleh kader desa, tokoh desa

dan pemerintahan desa.

3.7.3 TAHAP PENGELOLAAN PERUBAHAN


Tahap 1 : Menyataan tujuan perubahan yang jelas kepada

masyarakat, melakukan pengkajian, menguji dokumen

yang sudah ada, menyiapkan bahan-bahan yang sudah di

kembangkan, konsisten kepada visi yang sudah di

rencanakann.

Tahap 2 : Mesesuaian tujuan perubahan dengan rencana strategis

pemerintahan desa leminggir.

Tahap 3 : Dimana tujuan akan dapat dilaksanakan dengan baik

dan masyaakat senang hati karena terlibat di dalamnya.

Tahap 4 : yang memimpin dalam perubahan yakni dinas

kesehatan kota mojokert, denngan megkomunikasikan

visi yag efektif kepada pendukung masyarakat desa.

Tahap 5 : memfasilitasi komitemen pendukung yang terlibat.

Tahap 6 : mengidentifikasi instrumen tujuan pendukung yang

spesifik untuk tolak ukur pencapaian perubahan.

42
Tahap 7 : membangun tim kerja yang solid antara tenaga ahli dan

pendukung masyarakat, dan mempunyai tanggung jawab

yang jela, mampu berkomunikasi, dan mampu

melakukan negosiasi serta penyelesaian masalah.

Tahap 8 : melibatkan semua tim kesehatan yang ada di

masyarakat dan harus mendukung perubahan untuk

menjadi desa ODF

Tahap 9 : belajar dari kesalahan masalalu untuk menghindari

kesalahan yang sama.

Tahap 10 : ajarkan perencanaan yang baik. Selalu membangun

sesuatu yang koomperensif dan mengomunikasikannya

secara terus-menerus.

3.7.4 TARGET PERUBAHAN YANG HARUS DI CAPAI DI TAHUN


2018
NO FENOMENA SAAT INI TARGET PERUBAHAN SASARAN
1 Di desa lemiinggir masih 95%  5% masyarakat yang belum Masyarakat

masyarakat yang mempunyai WC mempunyai WC wajib yang belum

pribadi yang memadai, 5% dari mempunyai wc pribadi. memilki WC

masyarakat masih buang air besar  tidak ada yang BABS pribadi

sembarangan di sungai dan belum

memiliki WC pribadi yang

memadai

43
2 Kurangnya pengetahuan Masyarakat mengetahui Semua

masyarakat tentang pentingnya pentingnya menjaga kesehatan masyarakat

kesehatan Masyarakat bersedia desa leminggir

melaksanakaan PHBS

3 Kurangnya pengetahuan Setlah di berikan penkes Semua

masyarakat tentang masalah yang masyarakat mengerti, masyarakat

akan terjadi jika masyarakat memahami serta mencegah desa leminggir

membuang air besar sembarangan resiko yang timbul jika BABS terutama

masyarakat

yang BABS

4 Mesih kentalnya budaya Masyarakat harus bisa Semua

masyarakat tentang BAB di meninggalkan budaya yang baik masyarakat

sungai “jika BAB di sungai maka untuk di lestariak dan budaya terutama lansia

rejekinya akan mengalir” yang harus di tinggalkan. yng

mempunyai

budaya yang

kental

5 Kuraangnya kesadaran Masyarakat sadar tentang Semua

masyarakat tentang perubahan kualitas air di sungai dan maasyarakat

kualitas air di zaman dulu dan masyarakat memahami fungsi

sekarang. sungai dan cara memberdayakan

sungai dengan baik agar tidak

menjadi wabah penyakit

6 Kurangnya pemanfaatan WC Kesadaran mesyarakat tentang

umum yang sudah di sedikan oleh dampak negative dari BABS

44
pemerintah desa. dapat menfaatkan fasilitas WC

umum secara gratis dan bersih

serta tidak menimbulkan wabah

penyakit

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Tuntutan kebutuhan yang semakin meningkai menyebabkan perawat

hans berubah secara terencana dan terkendali Salah satu teori perubahan

sebagai teori lapangan (field theory) dengan analisis kekuatan medan (ore

field analysis) dari Kurt Lewin (1951), dalam Marifin (997). menjelaskan

bahwa a kekuatan pendorong untuk berubah (driving forces) dan ada

kekuatan penghambat terjadinya perubahan (restraining force), Perubahan

terjadi apabila salah satu kekuatan lebih besar dari yang lain .

Faktor pendorong terjadinya perubahan terdiri atas kebatuhan dasar

manusia dan kebutuhan dasar interpersonal. Manusia memiliki kebutuhan

dasar yang tersusun berdasarkan hierarki kepentingan. Kebutuhan yangbelum

terpenuhi akan memotivasi perilaku sebagaimana teori kebutuhan Maslow

a954). Di dalam keperawatan, kebutuhan ini dapat dilihat dari bagaimana

keperawatan mempertahankan dirinya sebagai profesi dalam upaya

45
memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan/ asuhan keperawatan yang

profesional.

Selain kebutuhan dasar, manusia memiliki tiga kebutuhan dasar

interpersonal yang melandasi sebagian besar perilaku seseorang Kebutuhan

tersebut adalah kebutuhan untuk berkumpul bersama-sama, kebutuhan untuk

mengendalikan/ melakukan kontrol, dan kebutuhan untuk dikasihi.

Kebutuhan tersebut di dalam keperawatan diartikan sebagai upaya

keperawatan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan

dan perkembangan iptek.

Faktor penghambat adalah segala sesuatu yang menghambat

terjadinya perubahan. Faktor-faktor penghambat perubahan adalah adanya

ancaman terhadap kepentingan pribadi, adanya persepsi yang kurang tepat,

reaksi psikologi rendahnya toleransi untuk berubah.

Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu

dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan, Pembuangan tinja yang

tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran penyakit

berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan ini harus

dilakukan rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses

masyarakat pada jamban (sehat) harus mencapai 100% pada seluruh

komunitas. Masalah-maslah pada desa ODF

46
1. Di desa lemiinggir masih 95% masyarakat yang mempunyai WC pribadi yang

memadai, 5% dari masyarakat masih buang air besar sembarangan di sungai

dan belum memiliki WC pribadi yang memadai

2. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kesehatan

3. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang masalah yang akan terjadi jika

masyarakat membuang air besar sembarangan

4. Mesih kentalnya budaya masyarakat tentang BAB di sungai “jika BAB di

sungai maka rejekinya akan mengalir”

5. Kuraangnya kesadaran masyarakat tentang perubahan kualitas air di zaman

dulu dan sekarang.

6. Kurangnya pemanfaatan WC umum yang sudah di sedikan oleh pemerintah

desa.

47
DAFTAR PUSTAKA

Contents
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG ................................................................... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................. 2

1.3 TUJUAN ....................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................... 4

2.1 PERUBAHAN PELAYANAN KEPERAWATAN ...................... 4

2.2 JENIS DAN PROSES BERUBAH ............................................... 7

2.3 TEORI-TEORI PERUBAHAN ..................................................... 9

2.4 STRATEGI MEMBUAT PERUBAHAN ................................... 15

2.5 KUNCI SUKSESS UNTUK TERJADINYA PERUBAHAN

YANG BAIK .................................................................................................... 17

48
2.6 TAHAP PENGELOLAAN PERUBAHAN ................................ 18

2.7 PEDOMAN DAN PELAKSANAAN PERUBAHAN................ 20

2.8 ALASAN PERUBAHAN ........................................................... 22

2.9 MODEL DAN PENDEKATAN UNTUK MENGUBAH

MANAJEMEN.................................................................................................. 23

2.10 PERLAWANAN TERHADAP PERUBAHAN ...................... 29

BAB III PEMBAHASAN KASUS ........................................................... 32

3.1 PENGERTIAN BABS ................................................................ 32

3.2 PENGERTIAN TINJA ................................................................ 32

3.3 PERMASALAHAN YANG TIMBUL AKIBAT TINJA ........... 33

3.4 PENGERTIAN OPEN DEFECATION FREE (ODF) ................ 34

3.5 KARAKTERISTIK DESA ODF (OPEN DEFECATION FREE)

35

3.6 PERSYARATAN JAMBAN SEHAT......................................... 36

TRIGGER CASE ..................................................................................... 39

KASUS...................................................................................................... 39

BAB IV PENUTUP .................................................................................. 45

4.1 KESIMPULAN ........................................................................... 45

49

Anda mungkin juga menyukai