Anda di halaman 1dari 28

Charles Sanders Peirce

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Charles Sanders Peirce (pengucapan bahasa Inggris: [ˈpɜrs] purse[1]) (September 10, 1839 –
April 19, 1914) adalah seorang filsuf, ahli logika, semiotika, matematika, dan ilmuwan
Amerika Serikat, yang lahir di Cambridge, Massachusetts.

Peirce dididik sebagai seorang kimiawan dan bekerja sebagai ilmuwan selama 30 tahun. Tapi,
sebagian besar sumbangan pemikirannya berada di ranah logika, matematika, filsafat, dan
semiotika (atau semiologi) dan penemuannya soal pragmatisme yang dihormati hingga kini.

Pada 1934, filsuf Paul Weiss menyebut Peirce sebagai "filsuf Amerika paling orisinal dan
berwarna dan logikawan terbesar Amerika".[2]

Daftar isi
 1 Bibliografi

 2 Catatan

 3 Lihat pula

Bibliografi
Artikel dan kuliah utama

 On a New List of Categories (disampaikan pada 1867)

 Questions Concerning Certain Faculties Claimed for Man (1868)

 Some Consequences of Four Incapacities (1868)

 Grounds of Validity of the Laws of Logic: Further Consequences of Four Incapacities


(1869)

 The Harvard lectures on British logicians (1869–70)

 Description of a Notation for the Logic of Relatives (1870)

 Note on the Theory of the Economy of Research (1876)

 Illustrations of the Logic of Science (1877–78)

o The Fixation of Belief (1877)


o How to Make Our Ideas Clear (1878)

o The Doctrine of Chances (1878)

o The Probability of Induction (1878)

o The Order of Nature (1878)

o Deduction, Induction, and Hypothesis (1878)

 On the Algebra of Logic (1880)

 A Theory of Probable Inference. Note A: On a Limited Universe of Marks. Note B:


The Logic of Relatives (1883)

 On Small Differences in Sensation (bersama Joseph Jastrow, 1884)

 On the Algebra of Logic: A Contribution to the Philosophy of Notation (disampaikan


pada 1884)

 A Guess at the Riddle (1887-88)

 Trichotomic (1888 MS)

 The Monist Metaphysical Series (1891–93)

o The Architecture of Theories (1891)

o The Doctrine of Necessity Examined (1892)

o The Law of Mind (1892)

o Man's Glassy Essence (1892)

o Evolutionary Love (1893)

 Immortality in the Light of Synechism (1893 MS)

 The Logic of Relatives (1894)

 Kuliah tentang "Reasoning and the Logic of Things" in Cambridge, MA (1898,


diundang oleh William James)

 F.R.L. [First Rule of Logic] (1899)

 Minute Logic (1901–02 MSS)


 Application of C. S. Peirce to the Executive Committee of the Carnegie Institution
(1902)

 The Simplest Mathematics (1902 MS)

 The Harvard lectures on pragmatism (1903)

 The Lowell lectures and syllabus on topics of logic (1903)

 Kaina Stoicheia [New Elements] (1904 MS)

 What Pragmatism Is (1905)

 Issues of Pragmaticism (1905)

 Prolegomena To an Apology For Pragmaticism (1906)

 A Neglected Argument for the Reality of God (1908)

Roland Barthes
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Roland Barthes adalah filsuf, kritikus sastra, dan semolog Prancis yang paling eksplisit
mempraktikkan semiologi Ferdinand de Saussure, bahkan mengembangkan semiologi itu
menjadi metode untuk menganalisa kebudayaan.

Daftar isi
 1 Hidup

 2 Pokok Pikiran

 3 Daftar Karya

 4 Karya tentang Barthes

 5 Pranala Eksternal

 6 Lihat pula

Hidup
Roland Barthes (baca: rolang bart) lahir pada 12 November 1915 dan meninggal pada 25
Maret 1980.
Pokok Pikiran
Barthes adalah filsuf, kritikus sastra, dan semolog Prancis yang paling eksplisit
mempraktikkan semiologi Ferdinand de Saussure, bahkan mengembangkan semiologi itu
menjadi metode untuk menganalisa kebudayaan.

Barthes menerbitkan tiga buku, S/Z, Mythologies, dan The Fashion System, sebagai tiga
dokumen yang menunjukkan usaha pengembangannya.

Dalam S/Z, dia membagi-bagi novel Balzac, Sarassine, menjadi 561 lexia (satuan bacaan).
Pembongkaran itu dilakukan untuk kemudian direkonstruksi kembali.

Di mata Barthes, suatu teks merupakan sebentuk konstruksi belaka. Bila hendak menemukan
maknanya, maka perlu dilakukan rekonstruksi dari teks itu sendiri.

Sementara, dalam The Fashion System, Barthes mengkaji fashion sebagai sebuah sistem
tanda seperti model linguistik Saussure. Mythologies merupakan kumpulan esainya mengenai
berbagai aspek kebudayaan Prancis, dari balap sepeda Tour de France, tarian telanjang,
mainan anak-anak, wrestling, dan sebagainya. Semiotik, secara etimologis istilah semiotik
berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti “tanda”. Secara terminologis, semiotik
dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-
peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda.(Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2004, h. 95)

Daftar Karya
 A Barthes Reader

 Camera Lucida

 Critical Essays

 The Eiffel Tower and other Mythologies

 Elements of Semiology

 The Empire of the Signs

 The Fashion System

 The Grain of the Voice

 Image-Music-Text

 Incidents

 A Lover's Discourse
 Michelet

 Mythologies

 New Critical Essays

 On Racine

 The Pleasure of the Text

 The Responsibility of Forms

 Roland Barthes

 The Rustle of Language

 Sade/Fourier/Loyola

 The Semiotic Challenge

 S/Z

 Writing Degree Zero

MURAD MAULANA
Seorang Pustakawan Blogger
 SITEMAP
 PRIVACY
 DISCLAIMER
 KONTAK
 PUBLIKASI
 TENTANG SAYA
 BERANDA

Beranda » Dokumentasi

Mengenal Pemikiran Charles Sanders Peirce


Tentang Semiotika
Advertisement

Dokumentasi kuliah kali ini adalah tentang Semiotika lagi. Jika sebelumnya di
blog ini saya mendokumentasikan tentang analisis film dengan
menggunakan Roland Barthes, maka kali ini dengan teorinya Charles Sanders
Peirce. Namun, akan saya bagi menjadi dua pembahasan. Pertama, mengenal
terlebih dahulu dari pemikiran Peirce tentang semiotika dan kedua, contoh iklan
surat kabar yang dianalisis dari teori Peirce. Untuk posting kali ini dikhususkan
untuk yang pertama. Sedangkan yang kedua akan diposting selanjutnya. Berikut
uraian singkatnya:

Siapa Charles Sanders Peirce?


Dibandingkan sebagai seorang ilmuwan dibidang matematika dan fisika, Charles
Sanders Peirce nyatanya lebih terkenal sebagai seorang filsuf dan ahli semiotika.
Tulisannya memang banyak dan bukan hanya mencakup ilmu-ilmu yang bersifat
eksak atau ilmu pasti melainkan juga mencakup ilmu-ilmu sosial. Salah satu
tulisannya yang terkenal dengan sistem filsafatnya, yakni pragmatisme. Konsep
inilah yang akhirnya mempengaruhi terhadap karyanya mengenai semiotika
kontemporer.

Peirce lahir di Cambridge, Massachusetts pada tahun 1839. Ia meninggal di


Milford, Pennsylvania pada tanggal 19 April 1914. Peirce lulus sebagai seorang
sarjana kimia pada tahun 1863 di Harvard. Kemudian dia mengajar mengenai
logika dan filsafat di Universitas John Hopkins dan Harvard juga. Kurang lebih dia
mengajar selama tiga puluh dua tahun antara 1859 hingga 1891. Salah satu
tugas terakhirnya adalah ia melakukan percobaan dalam pengukuran intensitas
dari medan gravitasi bumi dengan cara menggunakan pendulum berayun. Tidak
hanya itu, ia juga mengembangkan sistem logika yang diciptakan oleh ahli
matematika dari Inggris yaitu George Boole (1815-1864). Terkait semiotika,
Charles Sanders Peirce merupakan tokoh yang mengembangkan ilmu semiotika
di Amerika Serikat.

Pragmatisme dan Semiotika Charles


Sanders Peirce
Sistem filsafat dari Charles Sanders Peirce mengenai pragmatisme
mengungkapkan bahwa dalam sistem tersebut signifikasi sebuah teori atau
model terletak pada efek praktis penerapannya. Model tanda yang dibangunnya
menjadi sangat berpengaruh, dan membentuk sebagian karya kontemporer
mengenai semiotika kontemprorer (Marcel Danesi, 2011). Pierce menyebut ilmu
yang dibangunnya dengan dengan sebutan semiotika (semiotics)

Berbicara mengenai semiotics, maka kita bisa melihat pengertiannya baik secara
etimologis maupun terminologis. Secara etimologis semiotik berasal dari kata
Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai
sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbagun sebelumnya, dapat
dianggap mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan secara
terminologis, semiotics dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan
objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan tanda (Eco, 1979:6 &16,
dalam Alex Sobur, 2002). Tidak berbeda jauh dengan Charles Sanders Peirce
yang mendefinisikan semiotika sebagai studi tentang tanda dan segala sesuatu
yang berhubungan dengannya, yakni cara berfungsinya, hubungannya dengan
tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaanya oleh mereka yang
mempergunakannya (Van Zoest, 1978, dalam Rusmana, 2005 dalam Nawiroh,
2014).

Jika membandingkan dalam semiotika Saussure yang menawarkan


konsep dyadic, maka dalam konsep Pierce menawarkan model dengan apa yang
disebut triadic dan konsep trikonominya yang terbagi menjadi tiga, yakni sebagai
berikut:

1. Representamen, yakni bentuk yang diterima oleh tanda atau berfungsi


sebagai tanda (Saussure menamakannya signifier). Representamen kadang
diistilahkan juga menjadi sign.
2. Interpretant, yakni bukan penafsir tanda, akan tetapi lebih merujuk pada
makna dari tanda.
3. Object, yakni sesuatu yang merujuk pada tanda. Sesuatu yang diwakili
oleh representamen yang berkaitan dengan acuan. Object data berupa
representasi mental (ada dalam pikiran), dapat juga berupa sesuatu yang nyata
di luar tanda. (Peirce, 1931 & Silverman, 1983, dalam Cahndler, dalam Nawiroh
Vera, 2014).
Sehingga tiga dimensi diatas akan selalu hadir dalam sebuah signifikasi. Itulah
yang disebut dengan struktur triadic bukan biner. Apabila digambarkan, tampak
seperti model segitiga dibawah ini:

Model gambar diatas seringkali disebut juga sebagai teori segitiga makna
(triangle meaning semiotics). Menurut Nawiroh Vera (2014), dalam pandangan
Pierce, fungsi tanda merupakan proses konseptual yang akan terus berlangsung
dan tak terbatas. Kondisi tersebut dinamakan “semiosis tak terbatas”, yaitu
rantai makna-keputusan oleh tanda-tanda baru menafsirkan tanda sebelumnya
atau seperangkat tanda-tanda).

Proses tersebut tidak ada awal dan tidak ada akhir karena semuanya saling
berhubungan. Selanjutnya salah satu bentuk tanda (sign) adalah kata.
Sedangkan sesuatu dapat disebut representamen (tanda) apabila memenuhi dua
syarat diantaranya adalah pertama, bisa dipersepsi, baik dengan panca-indera
maupun dengan pikiran atau perasan. Kedua, berfungsi sebagai tanda (mewakili
sesuatu yang lain). Disisi lain Interpretant bukanlah penginterpretasi atau
penafsir (walaupun keduanya kadang jala tumpang tindih dalam teori
Pierce). Interpretant adalah apa yang memastikan dan menjamin validitas tanda,
walaupun penginterpretasi tidak ada. Interpretant adalah apa yang diproduksi
tanda di dalam kuasa pikiranlah yang jadi penginterpretasi; namun dia juga
dapat dipahami representamen. Menurut Umberto Eco (2011) hipotesis yang
paling baik adalah yang memandang interpretant sebagai representasi yang lain
yang dirujukan kepada objek yang sama. Dengan kata lain, untuk menentukan
apakah yang jadi interpretant sebuah tanda, yang harus dilakukan adalah
menamai interpretant itu dengan tanda lain yang juga memiliki interpretan lain
yang harus dinamai dengan tanda lain dan begitu seterusnya (Umberto Eco,
2011:29).

Masih pada gambar diatas, bahwa objek merupakan sesuatu yang dirujuk
oleh representament (tanda). Hal tersebut bisa berupa materi yang tertangkap
panca-indera atau juga bersfat mental dan imajiner.
Sedangkan interpretant merupakan sebuah tanda yang ada dalam benak
seseorang tentang objek yang dirujuk tanda (X=Y). Apabila ketiga elemen
makna itu berinteraksi dalam benak sesorang, maka muncullah makna tentang
sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut (Nawiroh, 2014).

Dua hal yang perlu diperhatikan ketika akan menganalisis dengan menggunakan
teori Charles Sanders Peirce adalah pertama, hendaknya penggunaan teori harus
disesuaikan dengan pemahamannya masing-masing. Kedua, jika hanya
menganalisis tanda-tanda yang tersebar dalam pesan komunikasi maka, dengan
tiga jenis dari Pierce, yakni representamen, obyek dan interpretant sudah bisa
diketahui hasilnya. Namun, apabila melakukan analisis yang lebih mendalam,
maka harus menggunakan semua tingkatan tanda dari trikonomi pertama hingga
ketiga. Lantas seperti apa trikonomi dari teori semiotika Pierce ini? Karena
sejatinya titik sentral dari teori pemikiran Pierce tersebut adalah pada trikonomi
dengan tiga tingkat dan sembilan sub-tipe tanda. Berikut tabelnya:

Untuk masing-masing pengertian dari tiga trikonomi diatas adalah sebagai


barikut:

(1) Trikotomi pertama:

 Qualisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya.


Misalnya sifat warna merah adalah qualisign, karena dapat dipakai tanda untuk
menunjukan cinta, bahaya atau larangan.
 Sinisgn adalah tanda-tanda yang menjadi tanda berdasarkan bentuk atau
rupanya di dalam kenyataan. Semua ucapan yang bersifat individual bias
merupakan sinisgn. Misalnya suatu jeritan,dapat berarti heran, senang, atau
kesakitan.
 Legisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan suatu peraturan
yang berlaku umum, suatu konvensi, suatu kode. Misalnya rambu-rambu lalu
lintas ketika merah harus berhenti, kuning harus hatt-hati dan hijau
diperkenankan untuk jalan.
(2) Trikotomi kedua:
 Ikon adalah tanda yang meyerupai benda yang diwakilinya atau suatu
tanda yang menggunakan kesamaan atau cirri-ciri yang sama dengan apa yang
dimaksudkannya. Misalnya kesamaan sebuah peta dengan wilayah geografis
yang digambarkannya foto, dan lain-lain.
 Indeks adalah tanda yang sifat tandanya tergantung pada keberadaanya
suatu denotasi, sehingga dalam terminologi Pierce merupakan suatu
secondness. Misalnya tanda asap dengan api, penunjuk jalan, tanda penunjuk
angin.
 Simbol adalah suatu tanda, dimana hubungan tanda dan denotasinya
ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau dtentukan oleh suatu
kesepakatan bersama (konvensi). Misalnya tanda-tanda kebahasaan adalah
symbol.
(3) Trikotomi ketiga:
 Rhema, bilamana lambang tersebut interpretannya adalah sebuah first
dan makna tanda tersebut masih dapat dikembangkan.
 Decisign, bilamana antara lambang itu dan interpretannya terdapat
hubungan yang benar adan(merupakan secondness)
 Argument, bilama suatu tanda dan interpretannya mempunyai sifat yang
berlaku umum (merupakan thirdness). (Nawiroh, 2014: 23)

Perkembangan dan Pemanfaatan Teori


Semiotika Charles Sanders Peirce
Antara Peirce dan Saussure, keduanya memang sama-sama tokoh Semiotika.
Saussure di Eropa dan Pierce di Amerika Serikat. Jika Saussure menyebut ilmu
yang dikembangkannya, yakni semiologi (semiology), maka Pierce menyebutnya
sebagai semiotika (semiotics). Namun, pada dasarnya inti dari keduanya
memiliki makna kurang lebih sama. Akan tetapi, dalam perkembangannya istilah
semiotika dari Pierce lebih popular jika dibandingkan istilah semiologi yang di
gagas Saussure. Kendati demikian, Saussure memiliki teori yang dikembangkan
oleh Roland Barthes. Teori semiotik Barthes hampir secara harfiah diturunkan
dari teori bahasa menurut Saussure dan hingga sekarang lebih popular.

Selanjutnya Roland Barthes yang memakai pendekatan Saussure telah


melakukan modifikasi dan menerapkannya pada praktek kebudayaan pop
dengan maksud dapat menunjukan bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut
membentuk makna. Istilah tersebut dikenal dengan sebutan mitologi Roland
Barthes. (Barker, 2004: 72). Walaupun jika dibandingkan dengan Roland Barthes,
teori semiotika Charles Sanders Pierce memang tampak sederhana. Akan tetapi,
teori Roland Barthes lebih popular dibanding Pierce. Pada kenyataanya misalnya
di dunia akademik UGM, teori Roland Barthes lebih banyak digunakan. Hal ini
dibuktikan pada katalog online tesis dan disertasi di Perpustakaan UGM. Teori
Charles Sanders Pierce hanya ada satu yang memanfaatkannya yaitu pada
disertasi dengan judul Filsafat Tanda Charles Sanders Peirce Dalam
Perspektif Filsafat Analitis Dan Relevansinya Bagi Budaya Kontemporer
Di Indonesia yang ditulis oleh Rizal Mustansyir. Berbeda dengan Roland
Barthes, kurang lebih ada 18 tesis dan disertasi yang memanfaatkan teorinya.

Menurut Nawiroh (2014) Pierce telah mengidentifikasi 66 tanda yang berbeda,


akan tetapi yang sering digunakan dalam analisis semiotika adalah pada
trikotomi kedua yaitu ikon, indeks dan simbol. Berikut tabel dari ketiganya:

Referensi
 Barker, Chris.2004.Cultural Studies: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
 Danesi, Marcel.2010. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar
Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.
 Eco, Umberto.2011.Teori Semiotika: Signifikasi Komunikasi, Teori Kode,
serta Teori Produksi-Tanda.Yogyakarta: Kreasi Wacana.
 Sobur, Alex.2002.Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis
Wacana , Analisis Semiotik, dan Analisis Framing.Bandung: Remaja Rosda Karya.
 Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika Dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Salam,

Pustakawan Blogger
Advertisement

murad maulana

Seorang Pustakawan Blogger

Artikel terkait:
 Mengenal Pemikiran Charles Sanders Peirce Tentang Semiotika
 Contoh Essay Pendek Beasiswa S2 Kemenristekdikti
 Representasi Perpustakaan Dalam Film Ketika Tuhan Jatuh Cinta (Analisis
Semiotika Roland Barthes )
 Akhir Tahun 2017: Workshop Menulis Kreatif Zaman Now di Perpustakaan
Umum Indramayu
 Ini Dia Lukisan Presiden Indonesia Dari Masa ke Masa di Perpustakaan
Nasional
 Ini Dia Tips Helvy Tiana Rosa Untuk Para Orang Tua Kepada Anak-Anaknya
Terhadap Pemanfaatan Media Elektronik
 Analisis Semiotika Peirce Pada Iklan Surat Kabar Tribun Jogja: AC Sharp
Sayonara Panas Versi Doraemon dan Nobita
 Smart City Dalam Bingkai Dinamika Masyarakat Informasi
 Motivasi Ngeblog ala Lebah
 Pentingnya Memahami State of the Art dan Gap Teoritik Dalam Penelitian
Ilmiah
Ditulis murad maulana — 9/28/2016 — Add Comment — Dokumentasi

Belum ada tanggapan untuk "Mengenal Pemikiran Charles


Sanders Peirce Tentang Semiotika"

Posting Komentar
← Posting Lebih BaruPosting Lama →Beranda

KETIKAN KATA KUNCI DISINI


Telusuri

KIRIM ARTIKEL TERBARU VIA EMAIL


Submit

FIKRA KIDS - TOKO KAOS RAGLAN ANAK


Bahan Cotton Combed 24S (halus, menyerap keringat, standar bahan kaos
distro). Bisa juga untuk souvenir atau hadiah. Silahkan kunjungi toko online
kami: www.fikrakids.com

SERING DIBACA
 25 Hobi Yang Bisa Anda Jadikan Bisnis
 Tips Mutasi PNS: Sebuah Pengalaman Pribadi
 Contoh Surat Pernyataan Tidak Pernah Dijatuhi Hukuman Disiplin PNS
 Kolam Renang Plastik Anak-Anak Anda Bocor? Tambal Dengan Lem Vinyl
 Daftar Sinonim Yang Sering dipakai Untuk Soal TPA OTO BAPPENAS
 Contoh Nota Dinas dan Formatnya
 Makna Konsensus dan Contohnya
 11 Pertanyaan Umum Tentang Mutasi PNS
 Pengertian, Fungsi, Macam dan Contoh Surat Kuasa
 Contoh Redaksi Surat Mutasi PNS (Lolos Butuh)
GOOGLE+ FOLLOWERS
Copyright © 2013 Murad Maulana

Design by Mas Sugeng - Powered by Blogger

HEADLINE

30 Fungsi Periklanan dalam Dunia Pemasaran


07:26:03 am

Saturday 10th, March 2018 /

18 May,2017

 HOME

 DASAR KOMUNIKASI

 JENIS-JENIS KOMUNIKASI

 TEORI KOMUNIKASI

 MANAJEMEN KOMUNIKASI

Go to...

Sponsors Link

Home » Teori Komunikasi » Teori Semiotika Charles Sander Peirce – Sign – Object
– Interpretant

Teori Semiotika Charles Sander Peirce –


Sign – Object – Interpretant
Sponsors Link

Keberadaan teori dalam sebuah ilmu pengetahuan memang suatu hal yang mutlak
adanya. Teori merupakan hasil kajian dari pada ilmu pengetahuan itu sendiri
dalam rangka memperkaya aspek keilmuan dari sutu ilmu pengetahuan. Teori
menjadi sebuah kerangka dalam berbagai aspek terutama berkaitan dengan
penelitian dan juga dalam tataran praktis implementasi dari suatu ilmu
pengetahuan.

ads
Tak terkecuali dalam ilmu komunikasi, keberadaan teori-teori dalam ilmu
komunikasi merupakan kekayaan dari keilmuan komunikasi itu sendiri yang
tentunya menyangkut banyak aspek. Kali ini kita akan membahas sebuah teori
yang tentu saja sudah tidak asing bagi para pembelajar imu komunikasi yakni
teori Semiotika Charles Sanders Peirce.
Baca juga : Teori Komunikasi Menurut Para Ahli

Pengertian Teori Semiotika


Menurut Teori Semiotika Charles Sander Peirce, semiotika didasarkan pada
logika, karena logika mempelajari bagaimana orang bernalar, sedangkan
penalaran menurut Peirce dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda ini
menurut Peirce memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain dan
memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.
Dalam hal ini manusia mempunyai keanekaragaman akan tanda-tanda dalam
berbagai aspek di kehidupanya. Dimana tanda linguistik menjadi salah satu yang
terpenting. Dalam teori semiotika ini fungsi dan kegunaan dari suatu tanda itulah
yang menjadi pusat perhatian. Tanda sebagai suatu alat komunikasi merupakan
hal yang teramat penting dalam berbagai kondisi serta dapat dimanfaatkan dalam
berbagai aspek komunikasi.

Baca juga : Teori Dramaturgi

Linguistik Dalam Semiotika Peirce


Peirce menaruh perhatian lebih pada tanda linguistik yang menurutnya sangat
penting. Menurutnya setiap tanda secara umum berlaku juga pada tanda
linguistik, tapi belum tentu tanda linguistik berlaku pula untuk tanda lainya.
Menurut Peirce tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya,
keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena
ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Oleh karenanya secara
umum Peirce justru mengemukakan bahwa teorinya ini berlaku secara umum.
Oleh karenanya tanda linguistik ini dalam teori Peirce suatu hal yang penting
namun bukan berarti satu-satunya yang terpenting. Berbagai tanda yang terujat
dengan objek-objeknya menjadi suatu bahasan yang umum sebagaimana ingin
diungkapkan Peircedalam teorinya ini. Bahwa berbagai tanda-tanda yang
diciptakan manusia dalam rangka untuk berkomunikasi merupakan representasi
atas bahasa linguistik atau tanda linguistik yang berlaku secara umum.
Baca juga : Bahasa sebagai Alat Komunikasi

Klasifikasi Tanda Menurut Peirce


Peirce menghendaki agar teori semiotikanya ini menjadi rujukan umum atas
kajian berbagai tanda-tanda. Oleh karenanya ia memerlukan kajian lebih
mendalam mengenai hal tersebut. Terutama mengenai seberapa luas jangkauan
dari teorinya ini. untuk itu ia membaginya dalam beberaoa klasifikasi.

A. Berdasarkan Ground
Yakni berkaitan dengan sesuatu yang membuat suatu tanda dapat berfungsi.
Dalam hal ini Peirce mengklasifikasikan Ground kedalam tiga hal yakni :

 Qualisign
Qualisign yaitu kualitas dari suatu tanda. Misalnya kualitas kata-kiata yang
digunakan dalam menyertai tanda tersebut seperti kata-kata yang keras, kasar
ataupun lembut. Tak hanya kata-kata yang menetukan kuwalitas dari pada suatu
tanda, dapat pula berupa warna yang digunakan bahkan gambar yang
menyertainya.

 Sinsign

Sinsign adalah eksistensi dan aktualitas atas suatu benda atau peristiwa
terhadap suatu tanda. Misalkan kata banjir dalam kalimat “terjadi bencana banjir”
adalah suatu peristiwa yang meneranggkan bahwa banjir diakibatkan oleh adanya
hujan. (baca: Teori Difusi Inovasi)

 Legisign

Lesigsign adalah norma yang terkandung dalam suatu tanda. Hal ini berkaitan
dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Misalkan tanda dilarang
merokok menunjukan bahwa kita dilarang merokok pada lingkungan dimana tanda
itu berada. Yang lebih umum lagi tentu saja adalah rambu lalu lintas, yang
menunjukan hal-hal yang boleh dan tidak boleh kita lakukan saat berkendara.
(baca: Teori Konstruksi Sosial)

ads

B. Berdasarkan Objeknya
 Ikon

ikon adalah tanda yang menyerupai bentuk objek aslinya aslinya. Dapat diartikan
pula sebagai hubungan atara tanda dan objek yang bersifat kemiripan. Bahwa
maksud dari ikon adalah memberikan pesan akan bentuk aslinya. Contoh yang
paling sederhana dan banyak kita jumpai namun tidak kita sadari adalah peta.

 Indeks

Indeks adalah tanda yang berkaitan dengan hal yang bersifat kausal, atau sebab
akibat. Dalam hal ini tanda memiliki hubungan dengan objeknya secara sebab
akibat. Tanda tersebut berarti akibat dari suatu pesan. Contoh yang umum
misalkan asap sebagai tanda dari api. (baca: Teori Semiotika Ferdinand De
Saussure)

 Simbol

Simbol adalah tanda yang berkaitan dengan penandanya dan juga petandanya.
Bahwa sesuatu disimbolkan melalui tanda yang disepakati oleh para penandanya
sebagai acuan umum. Misalkan saja lampu merah yang berarti berhenti, semua
orang tahu dan sepakat bahwa lampu merah menandakan berhenti.

Baca juga : Komunikasi Visual


C. Berdasarkan Interpretant
 Rheme

Rheme adalah tanda yang memungkinkan ditafsirkan dalam pemaknaan yang


berbeda-beda. Misalnya saja orang yang matanya merah, maka bisa jadi dia
sedang mengantuk, atau mungkin sakit mata, iritasi, bisa pula ia baru bangun
tidur atau bahkan bisa jadi dia sedang mabuk.(baca: Teori Komunikasi Kelompok)

 Dicent sign atau dicisign

Dicent sign atau dicisign adalah tanda yang sesuai dengan fakta dan kenyataanya.
Misalnya, saja disuatu jalan kampung banyak terdapat anak-anak maka di jalan
tersebut dipasang rambu lalu lintas hati-hati banyak anak-anak. Contoh lain
misalnya jalan yang rawan kecelakaan, maka dipasang rambu hati-hati rawan
kecelakaan.

 Argument

Argument adalah tanda yang berisi alasan tentang sesuatu hal. Misalnya tanda
larangan merokok di SPBU, hal tersebut dikarenakan SPBu merupakan tempat
yang mudah terbakar. (baca: Teori Pers)

10 Macam Tanda Menurut Peirce


berdasar pada klasifikasi diatas peirce merinci tanda-tanda dalam teori
semiotikanya kedalam 10 macam tanda yaitu :

1. Qualisign, dapat diartikan kualitas dari suatu tanda. Misalnya orang yang
berbicara keras maka ia sedang marah, orang yang tertawa maka ia sedang
bahagia. Misalnya juga warna merah yang menunjukan keberanian ataupun putih
yang meunjukan kesucian, serta hitam yang menunjukan kejahatan.

2. Inconic Sinsign, yakni tanda yang menunjukan suatu kemiripan. Misalnya


foto, dan peta.

3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda yang berkaitan dengan


pengalaman langsung dimana keberadaanya disebabkan oleh suatu hal. Misalnya
adalah jalur yang sering memakan korban karena kecelakaan maka dipasang
tanda tengkorak yang menandakan jalur tengkorak dimana juga sering dipampang
jumlah korbanya dengan tujuan agar yang melintasinya lebih hati-hati.

4. Dicent Sinsign, yakni tanda yang menunjukan informasi tentang suatu hal.
Misalnya rambu bergambar masjid atau SPBU yang menandakan bahwa tidak jauh
lagi terdapat masjid maupun SPBU.

5. Iconic Legisign, yakni tanda yang berupa perintah dan larangan yang erat
kaitanya dengan norma atau hukum. Misalnya rambu lalu lintas yang memberikan
kita perintah dan juga larangan guna menertibkan saat berkendara. (baca: Teori
Efek Media Massa)

6. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang merujuk pada objek


tertentu. Misalnya gambar pada toilet yang menunjukan toilet untuk pria maupun
wanita.

7. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang merujuk pada subjeknya atas
suatu informasi tertentu. Misalnya saat ada sebuah mobil yang menyalakan lamu
hazard menunjukan bahwa mobil tersebut sedang mengalami masalah.
(baca: Teori Fenomenologi)

8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yakni tanda yang menunjukan


keterkaitan dengan objeknya secara umum terasosiasi dan disepakati. Misalnya
saat kita melihat gambar mobil kita mengatakan bahwa itu gambar mobil dan
orang lain pun demikian mengatakan hal yang sama.

9. Dicent Symbol atau Proposition (porposisi) adalah tanda yang secara


langsung menghubungkan antara objek dengan penangkapan otak. Misalnya
seseorang mengatakan pada kita untuk keluar, maka kita langsung keluar dari
tempat kita berada. Hal ini menunjukan bahwa tanda tersebut terhubung langsung
dengan otak kita menjadi sebuah perintah yang kita laksanakan. (baca: Teori
Uses and Gratifications)

10. Argument, yakni tanda yang merupakan pendapat hasil berfikir seseorang
atas suatu pertimbangan dan alasan tertentu. Misalkan seseorang mengatakan
bahwa sebuah ruangan yang ia masuki memiliki nuansa yang terang. Maka terang
disini telah dipertimbangkan olehnya atas berbagai pertimbangan, baik cahaya
dan lain sebagainya yang menurutnya ruangan itu memang terang.

Baca juga :

 Teori Spiral Keheningan

 Teori Agenda Setting

Sponsors Link

Manfaat Mempelajari Teori Semiotika Charles Sanders Peirce


Dengan mempelajari teori Semiotika ini kita memperoleh banyak hal baru.
Sebagai pembelajar komunikasi ternyata tanda juga dapat menjadi alat dalam
berkomunikasi. Bahwa tanda ternyata juga memiliki makna yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sebagai pembelajar komunikasi mempelajari
teori semiotika ini akan memantabkan keilmuan kita bahwasanya tanda dalam
berbagai implementasi secara praktis dapat diaplikasikan dalam berbagai hal di
kehidupan manusia.
Artikel Komunikasi Lainnya

Sponsors Link

FBTwitterWALinePinterestG+LinkedIn

charles peirce, makna tanda, semiotika komunikasi, Teori Komunikasi, teori semiotika

RELATED POSTS

 8 Model Komunikasi dalam Teori Komunikasi

 8 Penerapan Teori Komunikasi dalam Media Pembelajaran

 Teori Connectionism – Konsep dan Penjelasannya

 Teori Inokulasi – Penjelasan Lengkap

 10 Teori Produksi Pesan Menurut Para Ahli

 Teori Johari Window – Pengertian – Konsep

 Teori Hubungan Manusia dalam Komunikasi Organisasi

 Teori Gender dalam Komunikasi – Pengertian – Konsep

 Teori Peran dalam Komunikasi Interpersonal

 Teori Atribusi dalam Komunikasi Interpersonal

 Previous

 Next

Oleh : Herman

Kategori : Teori Komunikasi

RECENT POSTS

RECENT

 7 Gangguan Komunikasi Pada Anak Berkebutuhan Khusus

09 March, 2018

 8 Cara Mencapai Komunikasi dalam Lingkungan Bisnis


09 March, 2018

 17 Efek Media Massa dalam Komunikasi Persuasif

09 March, 2018

 7 Gangguan Komunikasi Verbal Pada Pasien Stroke

08 March, 2018

 8 Gangguan Mekanik Dalam Komunikasi

08 March, 2018

Tentang Kami | Hubungi Kami


Informasi di web ini hanya bersifat informasi dan tidak untuk menggantikan pendapat ahli atau
profesional.
2017 © Copyright PakarKomunikasi.com. All Right Reserve World Wide
Ketentuan Layanan | Kebijakan Privasi | Disclaimer | Cookies Term Of Use | Adchoices

TO TOP ↑

HEADLINE

7 Karakteristik Komunikasi Terapeutik


07:26:16 am

Saturday 10th, March 2018 /

8 June,2017

 HOME

 DASAR KOMUNIKASI

 JENIS-JENIS KOMUNIKASI

 TEORI KOMUNIKASI
 MANAJEMEN KOMUNIKASI

Go to...

Sponsors Link

Home » Teori Komunikasi » Teori Semiotika Roland Barthes

Teori Semiotika Roland Barthes


Sponsors Link

Semiotika adalah salah satu dari tujuh tradisi dalam teori komunikasi yang
diungkapkan oleh Robert T. Craig. Sebagai sebuah teori
komunikasi, teori semiotika komunikasi memandang komunikasi sebagai sebuah
proses yang berdasarkan pada sistem tanda termasuk didalamnya adalah bahasa
dan semua hal yang terkait dengan kode-kode nonverbal untuk berbagi makna
yang melintasi kesenjangan yang terjadi antara sudut pandang subyektif. Hal ini
dikarenakan kita tidak pernah dapat mengetahui secara langsung apa yang
menjadi pikiran subyektif ataupun perasaan orang lain maka seluruh komunikasi
dilakukan berdasarkan penggunaan tanda-tanda.
ads

Dalam sudut pandang teori semiotika, berbagai masalah komunikasi yang


seringkali terjadi adalah akibat adanya kesalahpahaman atau perbedaan dalam
memberikan makna yang dipengaruhi oleh sifat kode-kode semiotika dan cara
menggunakan tanda-tanda tersebut.

Sebagai sebuah teori komunikasi, teori semiotika dapat digunakan untuk


menganalisa secara virtual berbagai hal yang menjadi bagian dari bidang
komunikasi yang mencakup interaksi, media, organisasi, konteks kesehatan,
budaya popular atau budaya pop, dan lain sebagainya.

Sebagai sebuah metode penelitian kualitatif, semiologi dapat diaplikasikan ke


dalam berbagai konteks komunikasi oleh para peneliti, seperti misalnya kajian
media. Roland Barthes adalah salah satu ahli semiotika yang menunjukkan
sebuah doktrin semiotika baru yang memungkinkan para peneliti untuk
menganalisa sistem tanda guna membuktikan bagaimana komunikasi
nonverbal terbuka terhadap interpretasi melalui makna tambahan
atau connotative (Bouzida, 2014).

Pengertian Semiotika Menurut Para Ahli


Secara umum, semiotika adalah ilmu tentang tanda. Terdapat berbagai macam
pengertian tentang semiotika yang dirumuskan oleh para ahli semiotika,
diantaranya adalah :

 Ferdinand de Saussure menyatakan bahwa semiologi adalah ilmu tentang


tanda-tanda. Sebagai sebuah ilmu, semiologi selalu dihubungkan dengan kata
semiosis yaitu sebuah istilah yang digunakan dalam semiotika untuk merancang
produksi dan interpretasi sebuah tanda.
 Charles Sanders Peirce mendefinisikan semiologi ilmu umum tentang tanda
(McQuail, 1987 : 181).

 Umberto Eco mendefinisikan semiotika sebagai ilmu tentang segala


sesuatu yang dapat disebut sebagai tanda (Chandler, 2)

 Roland Barthes menyatakan bahwa semiologi adalah tujuan untuk


mengambil berbagai sistem tanda seperti substansi dan batasan, gambar-gambar,
berbagai macam gesture, berbagai suara music, serta berbagai obyek, yang
menyatu dalam system of significance.

Sejarah
Sebagai sebuah studi tentang tanda dan sistem tanda, teori semiotika modern
pertama kali muncul pada abad 17 yang ditandai dengan tulisan John Locke yang
menyatakan bahwa ketika berkomunikasi perlu menyertakan berbagai ide yang
jelas ke dalam kata-kata. Pada kisaran tahun 1950an – 1960an, berkembang
sebuah gerakan intelektual yang disebut dengan strukturalisme dengan semiologi
sebagai salah satu model. Tokoh-tokoh yang menjadi bagian dari gerakan ini
adalah Ferdinand de Saussure, Roman Jakobson, C. Levi-Strauss, Julia Kristeva,
Umberto Uco, Thomas Sebeok, dan Roland Barthes.
Baca : Komunikasi Dua Arah

Dalam bukunya Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Denis


McQuail menjelaskan terntang strukturalisme dan semiologi. Menurut McQuail,
istilah strukturalisme merujuk pada suatu perkembangan dari ilmu bahasa yang
berakar dari Ferdinand de Saussure. Strukturalisme mengkombinasikan berbagai
prinsip ilmu bahasa dan antropologi struktural.
Strukturalisme dapat dikatakan berbeda dari ilmu bahasa karena fokus dari
strukturalisme adalah pada bahasa verbal dan pada setiap sistem tanda yang
bersifat seperti bahasa serta pemilihan teks dan artinya dalam kaitannya dengan
kebudayaan. Lebih lanjut McQuail menjelaskan bahwa semiologi atau semiotika
adalah ilmu umum tentang tanda yang mencakup strukturalisme dan hal-hal lain
yang sejenis. Karena itu, semua hal yang berkaitan dengan signifikansi
(signification) betapapun sangat tidak terstruktur, beraneka ragam dan terpisah-
pisah (McQuail, 1987 : 181).

Baca : Teori Kultivasi

Kemudian, semiotika tumbuh dan berkembang ke dalam dua tradisi yang berbeda,
yaitu semiologi yang dikenalkan oleh Ferdinand de Saussure dan semiotika yang
dikenalkan oleh Charles Sanders Peirce. Dalam teori semiotika Charles Sanders
Peirce, yang menjadi kajian adalah analisa terhadap fungsi-fungsi kognitif tanda
dan membedakan berbagai jenis tanda seperti ikon, indeks, dan simbol.
Sementara itu, dalam teori semiotika Ferdinand de Saussure, yang menjadi kajian
adalah analisa terhadap sistematika struktur bahasa dan sistem tanda lainnya
sebagai sebuah fenomena sosial. Salah seorang ahli yang mengikuti serta
mengimplentasikan teori semiotika Ferdinand de Saussure secara eksplisit
adalah Roland Barthes.
Konsep Semiotika Roland Barthes
Menurut Roland Barthes, semiotika memiliki beberapa konsep inti,
yaitu signification, denotation dan connotation, dan metalanguage atau myth (Yan
dan Ming, 2014).

ads

1. Signification
Menurut Barthes, signification dapat dipahami sebagai sebuah proses yang
berupa tindakan, yang mengikat signifier dan signified, dan yang menghasilkan
sebuah tanda. Dalam proses tersebut, dua bagian dari sebuah tanda tergantung
satu sama lain dalam arti bahwa signified diungkapkan
melalui signifier, dan signifier diungkapkan dengan signified. Misalnya, kata
“kucing”. Ketika kita mengintegrasikan signifier “kucing” dengan signified “hewan
berkaki empat yang mengeong”, maka bahasa tanda “kucing” pun muncul. Proses
ini disebut sebagai signification atau sebuah sistem signifikasi. (Baca : Filsafat
Komunikasi)

2. Denotation (arti penunjukan)


dan Connotation (makna tambahan)
Dalam semiotika, denotation dan connotation adalah dua istilah yang
menggambarkan hubungan antara signifier dan signified. Selain
itu, denotation dan connotation juga menggambarkan sebuah perbedaan analitis
yang dibuat antara dua jenis signified yaitu denotative signified dan connotative
signified (Chandler, 2008). Denotation dan connotation selalu digambarkan dalam
istilah level of representation atau level of meaning. Dalam bukunya yang
berjudul Elements of Semiology (1964), Roland Barthes
membedakan denotation dan connotation dengan merujuk pada pendapat Louis
Hjelmslev dengan menggunakan istilah orders of signification.
(Baca : Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi)

Denotation adalah order of signification yang pertama. Pada tingkatan ini terdapat
sebuah tanda yang terdiri atas sebuah signifier dan sebuah signified. Dalam
artian, denotation merupakan apa yang kita pikirkan sebagai sebuah literal,
bersifat tetap, dan memiliki makna kamus sebuah kata yang secara ideal telah
disepakati secara universal. Sedangkan, connotation adalah order of
signification yang kedua yang berisi perubahan makna kata secara asosiatif.
Menurut Barthes, hal ini hanya berlaku pada tataran teoritis. Pada tataran praktis,
membatasi makna ke dalam sebuah denotative akan sangat sulit karena tanda
selalu meninggalkan jejak makna dari konteks sebelumnya.

(Baca : Teori Fenomenologi)

3. Metalanguage atau Myth atau Mitos


Pada bagian akhir dari bukunya yang berjudul Mythologies, Roland Barthes
mengkombinasikan beberapa contoh kasus ke dalam sebuah satu teori yang
diramu melalui tulisannya yang berjudul Myth Today. Barthes mencoba untuk
mengkonseptualisasikan mitos sebagai sebuah sistem komunikasi, oleh karena
itu sebuah pesan tidak dapat mungkin menjadi sebuah obyek, konsep, atau
gagasan, melainkan sebuah bentuk signification. Ia juga menganalisa proses
mitos secara jelas dengan menyajikan contoh-contoh yang khusus.

Berdasarkan definisi yang dirumuskan oleh Ferdinand de Saussure, Barthes


berpendapat bahwa signification dapat dibagi kedalam denotation dan
connotation. Yang dimaksud dengan denotation tingkatan makna deskriptif dan
literal yang dibagi oleh sebagian besar anggota dalam sebuah kebudayaan.
Sedangkan, yang dimaksud dengan connotation adalah makna yang diberikan
oleh signifiers yang terhubung dengan kebudayaan yang lebih luas seperti
kepercayaan, sikap, kerangka kerja dan ideologi bentukan sosial.

Menurut Barthes, mitos adalah signification dalam tingkatan connotation. Jika


sebuah tanda diadopsi secara berulang dalam dimensi syntagmatic maka bagian
adopsi akan terlihat lebih sesuai dibandingkan dengan penerapan lainnya
dalam paradigmatic. Kemudian connotation tanda menjadi dinaturalisasi dan
dinormalisasi. Naturalisasi mitos adalah sebuah bentukan budaya.

Mitos merupakan a second-order semiological system. Sebuah tanda dalam


sistem pertama menjadi signifier pada sistem kedua. Menurut Barthes, tanda
adalah sistem pertama, atau bahasa, sebagai bahasa obyek, dan mitos
sebagai metalanguage. Signification mitos menghapus sejarah atau narasi tanda
dan mengisi ruang kososng tersebut dengan makna yang baru. (Baca : Bahasa
Sebagai Alat Komunikasi)

Analisis Semiologi
Sebuah analisis semiologi secara khusus meneliti bagaimana beberapa bagian
teks (kata, gambar, film, iklan majalah, lagu, dan lain-lain) digunakan untuk
membentuk makna. Teks dapat dibentuk oleh seorang produser untuk satu orang
atau khalayak umum. Teks juga dapat dibentuk secara bersama-sama oleh para
partisipan namun dalam banyak kasus makna akan sangat bervariasi bagi
partisipan. Oleh karena itu, semiotika dapat menjadi sebuah metode untuk
membentuk serta menganalisa bagaimana komunikasi bekerja. Sebagai sebuah
hasil adalah teori semiotika bermanfaat sebagai alat untuk meneliti atau
menyelidiki berbagai kesalahpahaman dalam komunikasi antarbudaya (Hurwitz,
2009).

Menurut Barthes, analisis semiologis melibatkan dua kegiatan yatu diseksi dan
artikulasi.

 Diseksi mencakup pencarian berbagai elemen yang ketika diasosiasikan


satu dengan yang lain menyarankan makna yang pasti. Para analis umumnya
mencari beberapa paradigma seperti kelas, kelompok deri elemen yang telah
dipilih. Unit-unit atau elemen-elemen dalam kelompok membagikan sejumlah
karakteristik. Dua unit dari paradigma yang sama harus menyerupai satu sama
lain sehingga perbedaan yang memisahkan keduanya menjadi minimal.

 Artikulasi mencakup penentuan aturan-aturan kombinasi. Ini adalah sebuah


kegiatan artikulasi. Analis mengambil obyek, mengurainya, dan menyusun ulang.
Analis membuat sesuatu menjadi muncul yang dapat dilihat.
Tahapan analisis semiologis
Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan-kegiatan penting yang
dilakukan oleh analis ketika mereka melakukan sebuah kritik atau kajian
terhadap teks seperti iklan, berbagai jenis program televisi, film, lukisan dan lain-
lain. Terdapat beberapa tahapan untuk melakukan analisis semiologis, yaitu :

 Menawarkan kepada pembaca sebuah ulasan singkat sebuah pesan

 Mengidentifikasi signifiers dan signifieds

 Mengidentifikasi paradigma yang telah digali

 Mengidentifikasi syntagms yang ada

 Mengidentifikasi prinsip yang bekerja dalam pesan atau teks

Baca :

 Paradigma Penelitian Kuantitatif

 Paradigma Penelitian Kualitatif

Sponsors Link

Contoh Penerapan Teori Semiotika Barthes


Daalam tataran praktis, analisis semiologis adalah sebuah elemen penting untuk
memahami, decode pesan-pesan visual yang digunakan oleh media, dan untuk
membentuk makna yang mengacu pada asosiasi pribadi dan sosio budaya di
dalam tingkatan signifikansi kedua yaitu connotation. Semiologi dapat diterapkan
dalam konteks media untuk menganalisa teks media, film, dan lain-lain.

Menurut Em Griffin (2006), terdapat beberapa contoh penerapan teori semiotika


Barthes oleh peneliti, diantaranya adalah sebagai berikut :

 Bidang komunikasi politik, Anne Norton menulis tentang “The President as


Sign” dalam bukunya Republic of Sign : Liberal Theory and American Popular
Culture (1993)

 Bidang komunikasi massa, Mark P. Obe menganalisa bagaimana para


angggota pemeran digambarkan dalam sebuah acara televisi The Real
World (1998)

Baca :

 Fotografi Jurnalistik

 Teknik Dasar Fotografi


 Macam-macam Komposisi Fotografi

Manfaat Mempelajari Teori Semiotika Roland Barthes


Mempelajari teori semiotika Roland Barthes dapat memberikan manfaat,
diantaranya :

 Mempelajari semiotika dapat menjadikan kita lebih menaruh perhatian


pada peran signs dan peran yang kita dan orang lain mainkan dalam membentuk
realitas sosial. (Baca : Konstruksi Realitas Sosial – Teori Konstruksi Sosial – Teori
Interaksi Simbolik)

 Dengan menggali berbagai macam perspektif semiotika kita dapat


menyadari bahwa informasi atau makna tidak disajikan di dunia. Makna tidak
dikirimkan kepada kita namun kitalah yang secara aktif menciptakan makna
berdasarkan kode-kode yang ada.

 Kita belajar dari semiotika bahwa kita hidup di dunia tanda dan tidak
memiliki jalan lain untuk memahaminya kecuali melalui berbagai tanda dan kode
yang telah dibentuk.

 Memahami tahapan analisis semiologi dan menerapkannya dalam kajian


media, komunikasi visual, komunikasi massa, periklanan, dan lain-lain.

Baca : Prospek Kerja Ilmu Komunikasi

Demikianlah uraian singkat tentang teori semiotika yang dikemukakan oleh


Roland Barthes. Semoga dapat menambah pengetahuan kita tentang semiotika
sebagai teori komunikasi. Semoga bermanfaat.

Sponsors Link

FBTwitterWALinePinterestG+LinkedIn

Roland Barthes, semiologi, semiotika, Teori Komunikasi, teori semiotika

RELATED POSTS

 8 Model Komunikasi dalam Teori Komunikasi

 8 Penerapan Teori Komunikasi dalam Media Pembelajaran

 Teori Connectionism – Konsep dan Penjelasannya

 Teori Inokulasi – Penjelasan Lengkap

 10 Teori Produksi Pesan Menurut Para Ahli

 Teori Johari Window – Pengertian – Konsep

 Teori Hubungan Manusia dalam Komunikasi Organisasi


 Teori Gender dalam Komunikasi – Pengertian – Konsep

 Teori Peran dalam Komunikasi Interpersonal

 Teori Atribusi dalam Komunikasi Interpersonal

 Previous

 Next

Oleh : Ambar

Kategori : Teori Komunikasi

RECENT POSTS

RECENT

 7 Gangguan Komunikasi Pada Anak Berkebutuhan Khusus

09 March, 2018

 8 Cara Mencapai Komunikasi dalam Lingkungan Bisnis

09 March, 2018

 17 Efek Media Massa dalam Komunikasi Persuasif

09 March, 2018

 7 Gangguan Komunikasi Verbal Pada Pasien Stroke

08 March, 2018

 8 Gangguan Mekanik Dalam Komunikasi

08 March, 2018

Tentang Kami | Hubungi Kami


Informasi di web ini hanya bersifat informasi dan tidak untuk menggantikan pendapat ahli atau
profesional.
2017 © Copyright PakarKomunikasi.com. All Right Reserve World Wide
Ketentuan Layanan | Kebijakan Privasi | Disclaimer | Cookies Term Of Use | Adchoices
TO TOP ↑

Anda mungkin juga menyukai