Anda di halaman 1dari 21

PAPER

KONSEP MPKP DAN SP2KP

DALAM KEPERAWATAN
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan

Koordinator : Agus Santoso, S. Kp., M. Kep

Disusun Oleh:

Ahmad Hanafi (22020111130037)

Fitriya Nur Rokhmiyatun (22020111130055)

Prima Sharah Sekarini (22020111130050)

Yeni Kiki Simarmata (22020111140110)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, keperawatan merupakan suatu profesi vital dalam sebuah rumah
sakit. Sekitar lebih dari 60% kebutuhan pasien dipenuhi oleh perawat selama 24
jam. Profesi keperawatan harus selalu dikembangkan dari setiap sistemnya agar
tercipta mutu rumah sakit yang berkualitas. Kepuasan pasien dan keluarga
merupakan tolak ukur berhasil atau tidaknya manajerial sebuah rumah sakit yang
tentunya berasal dari perawatan yang professional di ruangan.
Perawatan professional dituntut memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif meliputi bio, psiko, social dan spiritual. Metode pemberian asuhan
keperawatan yang optimal dapat memandirikan perawat lewat organisasi internal
sehingga dapat menimbulkan semangat kerja dan persaingan positif antara sejawat
atau profesi lain. Diperlukan sebuah manajerial yang baik agar asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien komprehensif dan sistematis sehingga
pelayanan keperawatan lebih efisien.
Banyak usaha yang dilakukan rumah sakit dalam mengembangkan strategi
Model Praktik Keperawatan Professional (MPKP) untuk mencapai mutu dan
kepuasan klien yang maksimal. MPKP adalah suatu system (struktur, proses, nilai-
nilai professional) yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian
asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menunjang asuhan tersebut
(Hoffart & Woods, 1996). Diharapkan dengan adanya MPKP dapat terbentuk
pelayanan keperawatan professional yang terstruktur, terorganisir dan sistematis.
Selain MPKP, perlu dibuatlah sebuah pengembangan System Pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP). SP2KP adalah SP2KP adalah sistem
pemberian pelayanan keperawatan profesional yang merupakan pengembangan
dari MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional) dimana dalam SP2KP ini
terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiate
(PA) serta tenaga kesehatan lain (Runtang dkk, 2013).
Seperti yang telah dipaparkan di atas, penulisan paper ini bertujuan untuk
mengetahui lebih jauh tentang konsep MPKP dan SP2KP dalam keperawatan.
Diharapkan setelah pembuatan paper ini, mahasiswa dapat mengetahui perbedaan
MPKP dan SP2KP yang diterapkan di rumah sakit.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui konsep MPKP dalam keperawatan rumah sakit
professional.
b. Untuk mengetahui konsep SP2KP dalam keperawatan rumah sakot
professional.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian MPKP
b. Mengetahui tujuan MPKP
c. Mengetahui macam-macam metode MPKP’
d. Mengetahui komponen MPKP
e. Mengetahui karakteristik MPKP
f. Mengetahui lima pilar-pilar MPKP
g. Mengetahui sejarah terbentuknya SP2KP
h. Mengetahui definisi SP2KP
i. Mengetahui metode pemberian askep pada sistem SP2KP
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. KONSEP MPKP
A. Pengertian MPKP
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu system
(struktur, proses, dan nilai-nilai profesional) yang memfasilitasi perawat
professional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan,
tempat, asuhan tersebut diberikan. Pengembangan MPKP merupakan upaya
banyak Negara untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dan lingkungan
kerja perawat. Pengembangan MPKP juga menjadi strategi berbagai rumah sakit
untuk membuat perawat betah bekerja di suatu rumah sakit yang sering dikenal
dengan istilah magnet hospital (Scott, Sochalski, & Aiken, 1999 dalam Sitorus,
2006: 45).

B. Tujuan MPKP
1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi
setiap anggota tim keperawatan.

C. Macam-macam Metode MPKP


1. Metode Kasus
Metode Kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama
kali digunakan. Sampai Perang Dunia II metode tersebut merupakan metode
pemberian asuhan keperawatan yang paling banyak digunakan. Pada metode
ini satu perawat akan memberikan satu asuhan keperawatan kepada seorang
klien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh
satu perawat bergantung pada kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya
kebutuhan klien.
2. Metode Fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan
pada penyelesaian tugas dan prosedur. Setiap perawat diberi satu atau
beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua klien di ruangan. Seorang
perawat dapat bertanggung jawab dalam pemberian obat, mengganti balutan,
memantau infuse, dll. Prioritas yang utama adalah dikerjakan adalah
kebutuhan fisik dan kurang menekankan pada pemenuhan kebutuhan secara
holistic. Mutu asuhan sering terbaikan karena pemberian asuhan
terfragmentasi.komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada
satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali
mungkin kepala ruangan. Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa
kurang puas terhadap layanan. Klien kurang merasakan adanya hubungan
saling percaya dengan perawat. Metode fungsional mungkin efisien dalam
menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah perawat sedikit, tetapi klien tidak
mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya.
3. Metode Tim
Metode Tim yaitu metode pemberian asuhan keperawatan dimana
seorang perawat memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui uapaya
kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1992 dalam Sitorus, 2006: 35). Metode
tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai
kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehinggapada perawat timbul motivasi dan rasa tanggung jawab yang tinggi.
Konsep dalam metode tim:
a. Ketua tim, harus dapat membuat keputusan tentang prioritas perencanaan,
supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung jawab ketua tim
adalah:
1) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
2) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
3) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota
kelompok dan memberikan bimbingan melalui konferensi
4) Mengevaluasi pemberian asuhan keperawatan dan hasil yang dicapai
serta mendokumentasikannya
b. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin.
Komunikasi yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama
melalui renpra tertulis yang merupakan pedoman pelaksanaan asuhan,
supervise, dan evaluasi.
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim. Ketua tim
membantu anggotanya untuk memahami dan melakukan tugas sesuai
dengan kemampuan mereka.
4. Metode Keperawatan Primer
Menurut Gillies (1898) dalam Sitorus (2006) menyatakan bahwa
keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan,
dimana terdapat hubungan yang dekat dan berkesinambungan antara klien dan
seorang perawat tertentu yang bertanggung jawab dalm perencanaan,
pemberian, dan koordinasi asuhan keperawatn klien selama klien dirawat.
Pada metode keperawatan primer, perawat yang bertanggung jawab terhadap
pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse) yang
disingkat dengan PP. Metode keperawatan primer dikenal dengan cirri yaitu
akuntabilitas, otonomi, otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5 K yaitu
kontinuitas, komunikasi, kolaborasi, koordinasi, komitmen. Setiap PP
biasanya merawat 4-6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam. Perawat
akan melakukan wawancara, mengkaji secara komprehensif, dan
merencanakan asuhan keperawatan. Perawatlah yang paling mengetahui
keadaan klien dengan sebaik-baiknya.demikian juga klien, keluarga, staf
medis, dan staf keperawatan akan mengetahui bahwa klien tertentu
merupakan tanggung jawab PP tertentu.
PP bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi
dalam merencanakan asuhan keperawatan dan membuat rencana pulang jika
diperlukan. Jika PP sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan
didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse). Seorang PP mempunyai
kewenanngan untuk melakukan rujukan kepada pekerja social, kontak dengan
lembaga social di masyarakat, membuat jadwal perjanjian klinik, mengadakan
kunjungan rumah, dll.
Keuntungan yang dirasakan klien adalah mereka merasa lebih dihargai
sebagai manusia karena terpenuhi kebutuhannya, asuhan keperawatan yang
bermutu tinggi dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi.
5. Differentiated Practice
Menurut NLN (National League for Nursing) dalam Kozier (1995)
dalam Sitorus (2006): 39 menjelaskan bahwa Differentiated Practice
merupakan suatu pendekatan yang bertujuan menjamin mutu asuhan melalui
pemanfaatan sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat dua model
yaitu:
a. Model kompetensi, perawat terdaftar (registered nurse) diberi tugas
berdasarkan tanggung jawab dan struktur peran yang sesuai dengan
kemampuannya. Antara lain perawat baru (novice), pemula maju
(advanced beginner), kompeten (competent), cakap (proficient), dan ahli
(expert).
b. Model pendidikan, penetapan tugas keperawatan didasarkan pada tingkat
pendidikan perawat.pembagian tanggung jawab yang berbedaperlu
dilakukan sehingga perawat dengan latar belakang pendidikan yang
berbeda akan dinilai berdasarkan apa yan menjadi harapanterhadap
lulusan tersebut.
6. Manajemen kasus.
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan
multidisiplin yang bertujuan meingkatkan pemanfaatan fungsi berbagai
anggota tim kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga dapat dicapai
hasil akhir asuhan kesehatan yang optimal. Beberapa elemen utama metode
manajemen kasus antara lain:
a. Pendekatan berfokus pada klien
b. Koordinasi asuhan dan layanan antar-institusi
c. Berorientasi pada hasil
d. Efisiensi sumber
e. Kolaborasi.
Pada manajemen kasus, rencana asuhan keperawatan terdapat di clinical
pathway, yakni rencana tertulis yang mengidentifikasi indens utama, kritis,
dan dapat diprediksi yang harus dilakukan pada klien dalam upaya mencapai
hasil yang ditetapkan berdasarkan lamanya klien dirawat.

D. Karakteristik MPKP
1. Penetapan jumlah tenaga keperawatan
2. Penetapam jenis tenaga keperawatan
3. Penetapan standar rencana asuhan keperawatan
4. Pengguanaan metode modifikasi keperawatan primer

E. Komponen MPKP
Menurut Hoffart & Woods (1996) dalam Sitorus (2006) terdapat 5 subsistem
sederhana dalam MPKP, antara lain:
1. Nilai-nilai professional sebagai inti model
2. Pendekatan Manajemen
3. Metode pemberian asuhan keperawatan
4. Hubungan professional
5. Sistem kompensasi dan penghargaan
F. Lima Pilar Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)
1. PILAR I, professional value
Nilai-nilai professional menjadi komponen utama pada suatu praktik
keperawatan professional. Nilai-nilai professional ini merupakan inti dari
MPKP. Nilai-nilai seperti penghargaan atas otonomi klien, menghargai klien,
dan melakukan yang terbaik untuk klien harus tetap ditingkatkan dalam suatu
proses keperawatan.
2. PILAR II, patient care delivery
Manajemen asuhan keperawatan, yaitu memberikan asuhan keperawatan pada
pasien secara sistemastis dan teroganisir.
3. PILAR III, professional relationship
Hubungan profesional komunikasi horisontal antara kepala ruang dan ketua
tim dan perawat pelaksana , ketua tim dengan perawat pelaksana.
4. PILAR IV, reward & compensatory
Sistem penghargaan pada tenaga keperawatan
a. Proses rekruitmen
Penentuan perawat yang dibutuhkan di ruang model praktik
keperawatan profesional memiliki beberapa criteria.
1) Kepala ruangan
a) Pendidikan minimal S1 keperawatan, jika tidak ada dapat
digantikan D3 yang memiliki jiwa pemimpin
b) Pengalaman menjadi kepala ruang minimal 2 tahun dan bekerja
di area keperawatan minimal 2 tahun
c) Pernah mengikuti pelatihan : manajemen bangsal, pelatihan
MPKP dan komunikasi keperawatan
d) Lulus tes tulis dan wawancara
2) Ketua tim
a) Pendidikan minimal S1 keperawatan, jika tidak ada dapat
digantikan D3 yang memiliki jiwa pemimpin
b) Pengalaman kerja minimal 2 tahun
c) Pernah mengikuti pelatihan : manajemen bangsal, pelatihan
MPKP dan komunikasi keperawatan
d) Lulus tes tulis dan wawancara
3) Perawat pelaksana
a) Pendidikan minimal D3
b) Pengalaman kerja minimal 1 tahun
c) Pernah mengikuti pelatihan
d) Lulus tes tulis dan wawancara
b. Orientasi kerja
Perawat harus melalui pelatihan awal sebelum kerja
c. Penilaian kerja
Penilaian kerja ditunjukkan kepada kepala ruangan, ketua tim, perawat
pelaksanan menggunakan supervisi
d. Pengembangan staf
Bentuk peningkatan kapasitas dengan pengembangan karir dan
pendidikan berkelanjutan
5. PILAR V, management approach
Manajemen keperawatan merupakan proses penyelesaian pekerjaan oleh
perawat, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan profesional kepada
klien dan keluarga (Sitorus, 2011). Manajemen keperawatan terdiri dari
perencaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.
a. Perencanaan
Perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi perumusan visi,
misi, filosofi, kebijakan dan rencana jangka pendek.
b. Pengorganisasian
Kepala ruang bertanggungjawab mengorganisasikan kegiatan asuhan
keperawatan di unitnya untuk mencapai tujuan organisasi. Pelayanan
keperawatan di ruangan meliputi struktur organisasi, jadwal dinas dan
daftar alokasi pasien. Struktur organisasi menunjukkan pembagian
pekerjaan dan rincian tugas PN dan PA, membuat rentang kendali kepala
ruang membawahi PN/ Ka tim, megatur logistik ruangan, mendelegasikan
tugas bila karu tidak ada di tempat, identifikasi masalah dan cara
penanganan.
c. Pengarahan
Supervisi merupakan salah satu kegiatan pengarahan tentang
penugasan pemberian asuhan keperawatan, meningkatkan motivasi,
pemberian pujian, menginformasikan hal penting tentang asuhan
keperawatan, meningkatkan kolaborasi, manajemen konflik, serta
pemberian bimbingan
d. Pengendalian
Pengendalian dalam manajemen keperawatan meliputi penilaian
tentang pelaksanaan rencana, pemberian instruksi dan penetapan standar.
Kepala ruang dapat melakukan survey kepuasan dan audit dokumentasi.
2.2 KONSEP SP2KP
A. Sejarah Tebentuknya SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan
Keperawatan Profesional)
Sejak tahun 1996, dicetuskanlah konsep Model Praktik Keperawatan
Profesional Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Rumah Sakit
Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (MPKP FIKUI-RSUPNCM)
oleh Dr. Ratna Sitorus.
Ditahap uji coba, terbukti bahwa konsep MPKP FIKUI-RSUPNCM
terbukti dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan dinilai dari kepuasan
klien/keluarga, kepatuhan perawat terhadap standar meningkat, infeksi
nosokomial menurun, dan waktu perawatan pasien menjadi lebih singkat.
Konsep MPKP FIKUI-RSUPNCM mulai disosialisasikan secara nasional
dengan nama Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) pada tahun
1998. Berdasarkan kajian sekarang ini, ditemukan banyak kendala - kendala
dalam penerapan MPKP di Indonesia. Kendala tersebut antara lain: beban kerja
perawat yang tinggi, belum memadainya tenaga perawat profesional yang
berkompeten, lemahnya supervisi klinis, tumpang tindihnya ketrampilan
perawat, terbatasnya fasilitas dan dana untuk pengembangan. Selain itu,
perawat juga masih melakukan pekerjaan rumah tangga dan administrasi
pasien.
Menanggapi permasalahan tersebut, Pemerintah Repubilk Indonesia,
melalui Kementerian Kesehatan memperkenalkan pengembangan konsep dari
MPKP, yaitu Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP).

B. Definisi SP2KP
SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional
yang merupakan pengembangan dari MPKP (Model Praktek Keperawatan
Profesional) dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara
perawat primer (PP) dan perawat asosiate (PA) serta tenaga kesehatan lain.
Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung jawab
dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan pada
sekelompok pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan beberapa
orang PA. PP dan PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama sebagai suatu
tim yang relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang dikelola, maupun
orang-orang yang berada dalam satu tim tersebut . Tim dapat berperan efektif
jika didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama yang profesional antara PP dan
PA. Selain itu tentu saja tim tersebut juga harus mampu membangun
kerjasama profesional dengan tim kesehatan lainnya.
Menurut (Sitorus 2011) SP2KP adalah kegiatan pengelolaan asuhan
keperawatan disetiap unit ruang rawat di rumah sakit. SP2KP ini merupakan
sistem pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat yang dapat
memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang
professional bagi pasien. SP2KP ini memiliki system pengorganisasian yang
baik dimana semua komponen yang terlibat dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan diatur secara professional (Rantung dkk, 2013).
SP2KP atau Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional
adalah kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan disetiap unit ruang rawat di
rumah sakit.SP2KP ini merupakan suatu sistem pemberian asuhan
keperawatan di ruang rawat yang dapat memungkinkan perawat dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan yang profesional bagi pasien. SP2KP ini
memiliki sistem pengorganisasian yang baik dimana semua komponen yang
terlibat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan diatur secara profesional
(Sitorus, 2011). Hasil riset tentang efektifitas pelaksanaan Model Praktik
Keperawatan Profesional atau MPKP dengan kualitas pelayanan keperawatan
di dua rumah sakit pemerintah di Jakarta menunjukkan bahwa pada kelompok
intervensi kepuasaan pasien dengan pelayanan keperawatan sebelum
penerapan MPKP yaitu dengan kategori puas (15%), kategori cukup puas
(44,1%) dan kategori kurang puas (40,9%). Setelah penerapan MPKP hasil
didapatkan yaitu kategori puas (73,9%), kategori cukup puas (25,3%) dan
kategori kurang puas (1,7%). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa
kepuasan pasien pada saat penerapan MPKP menunjukkan hasil yang baik
sedangkan sebelum penerapan MPKP kepuasan pasien sangat buruk (Sitorus,
2012).
Indikator mutu pelayanan keperawatan (Depkes, 2009), yaitu :
keselamatan pasien, terpenuhinya rasa nyaman, meningkatkan pengetahuan,
kepuasan pasien, kemampuan merawat diri sendiri, dan penurunan
kecemasan, sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional meliputi :
1. Aplikasi nilai nilai profesional dalam praktik keperawatan.
2. Manajemen dan pemberian asujan keperawatan : kepemimpinan dan
manajemen keperawatan, metoda pemberian asuhan keperawatan,
ketenagaan keperawatan, dan keterampilan spesifik manajemen asuhan
keperawatan.
3. Pengembangan profesional diri.

C. Peran Manajerial dan kepemimpinan


Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan keperawatan,
mengkoordinir kegiatan semua staf (PA) yang berada dalam tim,
mendelegasikan sebagian tindakan-tindakan keperawatan yang telah
direncanakan pada renpra dan bersama-sama dengan PA mengevaluasi asuhan
keperawatan yang diberikan. Seorang PP harus memiliki kemampuan yang
baik dalam membuat renpra untuk klien yang menjadi tanggung jawabnya.
Adanya renpra merupakan tanggung jawab profesional seorang PP sebagai
landasan dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar.
Renpra tersebut harus dibuat sesegera mungkin pada saat klien masuk dan
dievaluasi setiap hari. PP dituntut untuk memiliki kemampuan
mendelegasikan sebagian tindakan keperawatan yang telah direncanakan.
Pada PA, pembagian tanggung jawab terhadap klien yang menjadi
tanggung jawab tim, didasarkan pada tingkat ketergantungan pasien dan
kemampuan PA dalam menerima pendelegasian. Metode tim PP-PA dituntut
untuk memiliki keterampilan kepemimpinan. PP bertugas mengarahkan dan
mengkoordinasikan PA dalam memberikan asuhan keperawatan pada
kelompok klien. PP berkewajiban untuk membimbing PA agar mampu
memberikan asuhan keperawatan seuai dengan standar yang ada. Bimbingan
tersebut dapat dilaksanakan secara langsung, misalnya mendampingi PA saat
melaksanakan tindakan tertentu pada klien atau secara tidak langsung pada
saat melakukan konferens. PP juga harus senantiasa memotivasi PA agar terus
meningkatkan keterampilannya,misalnya memberikan referensi atau bahan
bacaan yang diperlukan. Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada
PA, sebagai bagian dari peran kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya juga
memiliki kemampuan untuk mengatasi konflik yang mungkin terjadi antar
PA. PP harus menjadi penengah yang bijaksana sehingga konflik bisa teratasi
dan tidak mengganggu produktifitas PA dalam membantu memberikan asuhan
keperawatan.
BAB III
PEMBAHASAN

Ada 5 pilar yang dikembangkan dalam Metode Praktik Keperawatan


Profesional. Pilar pertama adalah nilai nilai profesional (Professional Value), patient
care delivery (metode asuhan keperawatan), professional relationship (hubungan
profesional), reward & compensatory, dan management approach. Dibentuknya
MPKP ini memiliki tujuan antara lain seperti meningkatkan pemberian pelayanan
kesehatan, dimana jika pemberian pelayanan kesehatan meningkat maka mutu dari
rumah sakit tersebut juga meningkat karena kepuasan dari pasien jua meningkat.
Kemudian sealain meningkatkan pelayanan kesehatan, adalah meningkatkan
profesionalisme perawat.

Nilai profesional (professional value) merupakan salah satu pilar MPKP


dimana hubungan antara perawat dan pasien sangat ditonjolkan, seperti caring,
empati dan sifat sifat profesional dari seorang sangat dibutuhkan dalam MPKP ini.
Pemberian reward dan juga pemberian compensatory sangat dibutuhkan untuk
mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja atau mutu dari perawat, dan ini
merupakan tugas dari kepala ruang dimana bisa memberikan penghargaan kepada
perawat yang telah bekerja dengan baik, seperti contohnya memberikan jenjang karir.
Kemudian pilar berikutnya adalah MPKP memiliki metode dalam peberian asuhan
keperawatan yang diberikan, yang telah kita ketahui ada beberapa metode dalam
pemberian asuhan keperawatan, antara lain :

1. Metode fungsional, metode ini merupakan metode dimana 1 perawat akan


memegang 1 keterampilan tindakan keperawatan. Sebagai contoh, 1 perawat
dengan keterampilan perawatan luka, maka dia akan bertanggung jawab untuk
memberikan perawatan luka dalam 1 ruangan.
2. Metode kasus, metode ini merupakan metode dimana dalam sebuah ruangan atau
kelas seorang perawat memiliki tugas dimana 1 kasus dari pasien, akan dipegang
oleh 1 perawat yang sesuai dengan bidang kasus tersebut. Sebagai contoh jika ada
pasien dengan kasus penyakit dalam, maka akan dibutuhkan 1 perawat dengan
ahli di bidang penyakit dalam untuk memberikan asuhan keperawatan.
3. Metode tim, dimana dalam 1 ruangan akan ada 1 ketua, dan kemudian dari
seluruh jumlah pasien akan dibagi beberapa tim yang memberikan asuhan
keperawatan.
4. Metode primer, metode ini terdapat 1 perawat primer yang akan bertanggung
jawab terhadap maksimal 8 pasien. Perawat primer ini akan memegang pasien
dari hari pertama pasien datang sampai pasien pulang. Dan seluruh pemberian dan
pembuatan rencana keperawatan akan dilakukan oleh 1 perawat primer ini,
kemudian dalam memerikan asuhan keperawatan perawat primer akan dibantu
oleh beberapa perawat associate.
5. Metode moduler, metode ini merupakan gabungan dari metode tim dan metode
primer. Dalam 1 ruangan akan terdapat 1 ketua tim dan ada juga perawat
primernya.

Semua metode diatas tergantung dengan kualifikasi dari pasien dan perawat
itu sendiri, bagaimana tingkat kebutuhan kesehatan dari klien, dan juga bagaimana
tingkat pendidikan juga pengalaman dari perawat.

Professional relationship, merupakan hubungan profesional antar perawat


atau dengan tenaga medis lainya seperti dokter. Hubungan profesional antara perawat
dengan perawat bisa terlihat saat kegiatan conference ruangan, dimana terjadi
pemberian informasi lengkap atau perkembangan terbaru dari pasien. Kemudian
contoh lain hubungan profesional perawat dengan dokter adalah dilakukanya
kerjasama dalam SBAR pasien (Situation, Background, Analisis, dan
Recomendation).
Management approach, dimana terdapat metode yang dapat dilakukan oleh
seorang perawat yaitu melalui sistem POAC (planing, organizing, actuating,
controling) :

1. Planning (perencanaan), untuk planing memiliki perbedaan dalam setiap


tingkatanya. Dalam 1 area rumah sakit maka planing yang dijalankan adalah
sesuai dengan Visi Misi rumah sakit tersebut, begitu juga dalam tingkatan 1
ruangan maka seorang kepala ruangan harus memiliki perencanaan untuk runagan
tersebut, begitu juga dengan perawat primer harus memiliki perencanaan untuk
pasien-pasienya.
2. Organizing (pengorganisasian), adalah bagimana mengorganisasikan lingkungan
yang ada termasuk mengorganisasikan perawat. Sebagai contoh seorang ketua tim
akan membagikan tugas antara perawat perawat pelaksananya.
3. Actuating, sebagai contoh adalah dilakukanya supervisi, pendelegasian,
pemberian motivasi, manajemen konflik dan lain-lainnya.
4. Controlling, yang dimaksud disini adalah bagaimana penilaian dalam kinerja,
selalu dilakukanya evaluasi dalam keberjalanan dalam lingkupnya tersebut,
contohnya menilai kepuasan pasien, menilai kinerja perawat dan kemudian
melakukan evaluasi atau perbaikan.

Ada juga istilah Praktik Keperawatan Profesional dalam tingkatan dan


memiliki spesifikasi masing masing. Sebagai contoh tingkat pemula dimana disana
masih awal menerapkan bagaimana MPKP. Kemudian tingkat 1 dalam suatu rungan
sudah memiliki perawat D3 atau S1. Pada tingkat 2 dan 3 sudah terdapat perawat
spesialis, akan tetapi sangat jarang ditemukan perawat spesialis di indonesia jika
ditempatkan di lapangan, karena profesi mereka akan lebih mengarah ke pendidikan.
Dan pada tingkat yang paling tinggi akan terdapat dokter dan bisa dilakukan
penelitian yang akan meningkatkan inovasi atau kinerja dari perawat perawatnya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu system
(struktur, proses, dan nilai-nilai profesional) yang memfasilitasi perawat
professional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan,
tempat, asuhan tersebut diberikan. Dibentuknya MPKP ini memiliki tujuan
antara lain seperti meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan, dimana jika
pemberian pelayanan kesehatan meningkat maka mutu dari rumah sakit
tersebut juga meningkat karena kepuasan dari pasien jua meningkat.
Kemudian sealain meningkatkan pelayanan kesehatan, adalah meningkatkan
profesionalisme perawat. Sementara SP2KP adalah sistem pemberian
pelayanan keperawatan profesional yang merupakan pengembangan dari
MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional) dimana dalam SP2KP ini
terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiate
(PA) serta tenaga kesehatan lain

B. Saran
Diharapkan semua perawat rumah sakit benar-benar mengetahui
tentang MPKP atau SP2KP agar dapat mengerti dengan baik kegunaan dan
manfaat dibentuknya MPKP atau SP2KP yang diterapkan di institusinya.
Perlu diadakannya semacam seminar atau pelatihan khusus untuk perawat
yang membahas tentang MPKP atau SP2KP. Untuk Kemenkes RI agar selalu
mengembangkan dan memantapkan MPKP atau SP2KP agar manajerial
rumah sakit khususnya untuk pelayanan keperawatan dapat maksimal dan
mensejahterakan personil perawat itu sendiri.
PERTANYAAN

1. Apakah yang menjadi standar kabid/ karu keperawatan dalam mengukur


kesuksesan pencapaian penerapan SP2KP/ MPKP?
2. Adakah forum untuk perawat-perawat atau evaluasi yang dilakukan untuk
membahas keberlangsungan MPKP/SP2KP?
3. Apakah perbedaan spesifik antara MPKP dan SP2KP?
4. Apakah standar rumah sakit berpengaruh pada penerapan MPKP?
5. Perbedaan dokumentasi asuhan keperawatan pada rumah sakit yang
menggunakan SP2KP dengan non-SP2KP?
6. Apa kelemahan dan kelebihan dari metode MPKP/SP2KP?
7. Apa saja yang menjadi criteria pada setiap ruangan dalam pemilihan metode
MPKP/SP2KP?
8. Apakah puskesmas juga memiliki ketetapan untuk menggunakan MPKP/SP2KP?
9. Berapa lama masa percobaan setiap ruangan dalam menerapkan MPKP/SP2KP?
10. Adakah punishment untuk ruangan jika tidak dapat menerapkan MPKP dengan
baik?
11. Reward atau kompensasi seperti apakah yang biasanya diberikan oleh manajer
pada perawat untuk menunjang keberhasilan dalam mencapai tujuan MPKP?
12. Bagaimana perbedaan penerapan MPKP/ SP2KP pada rumah sakit umum dengan
rumah sakit jiwa?
13. Apa yang melatar belakangi di berlakukanya MPKP atau SP2KP di Indonesia ?
14. Apa yang perlu dilakukan perawat untuk meningkatkan sifat ke profesional-an
sehingga mendukung keberjalananya MPKP atau SP2KP?
15. Indikator apa yang digunakan untuk mengukur keberhasilan peng-aplikasian
MPKP dan SP2KP di sebuah rumah sakit? Baik dari segi pasien, perawat, atau
lingkungan sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aji, I.A.B., 2013. Deskriptif Penerapan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan


Profesional-Pengembangan Manajemen Kinerja (SP2KP-PMK) di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang, 127, 4-72.

Kusnanto. 2003. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta :


Kedokteran EGC.

Rahmat, Ibrahim dkk. 2012. Evaluasi Pelaksanaan Sistem Pemberian Asuhan


Keperawatan di Ruang Rawat Inap Terhadap Kinerja Perawat. Berita
Kedokteran Masyarakat Vol.28: 1-9.

Rantung, Steffy R., Fredna J. Robot, dkk. (2013). Perbedaan Pendokumentasian


Asuhan Keperawatan Ruangan Sp2kp dan Non-Sp2kp di Irina A dan Irina F
RsupProf. Dr. R. D. Kandou Manado.Ejournal Keperawatan (e-Kp). 1 (1-7).

Sitorus, Ratna. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional Di Rumah Sakit.


Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai