Anda di halaman 1dari 13

KENYAMANAN DAN RELAKSASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keb. Persepsi Sensori Kognitif

Koordinator: Ns. Elsa Naviaty,. S.Kep. M.Kep

Kelompok 6 :
Ikhsan Ahmad Rifai 22020110141062
Pricha Sabila Santri 22020110141063
Sherly novenia 22020110141065
Fitriyani Megasari 22020110141069
Yuninda Sesartika 22020110141070
Farida Ayu L U 22020110141072
Jhefrin Indra Novriza 22020110141077
Risnawati 22020110141079
Prapti Rahayuningsih 22020110141082
Diah Eka Wulandari 22020110141084

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa lansia merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri mempertahankan struktur serta fungsi
normalnya. Setiap lansia akan mengalami gangguan fungsi tubuh secara menyeluruh. Setiap
perubahan fungsi tubuh yang dialami oleh lansia karena proses penuaan, seperti penuaan
pada sistem muskuloskeletal, sistem neurosensori, sistem kardivaskular dan sistem-sistem
lainnya, akan menunjukkan banyak respon kepada lansia itu sendiri. Salah satunya adalah
munculnya nyeri yang sering dialami oleh sebagian besar lansia.
Kualitas dan kuantitas nyeri yang dirasakan oleh lansia tentunya berbeda dari satu orang
dengan orang lain, tergantung dari tempat nyeri, waktu, penyebab, dan lain-lain. Nyeri
adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau
bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.
Dewasa ini, terdapat banyak pengobatan-pengobatan farmakologi modern untuk
mengatasi permasalahan nyeri. Namun, di samping itu sebenarnya juga terdapat banyak
pengobatan-pengobatan non farmakologi yang bisa digunakan sebagai usaha untuk
mengatasi masalah nyeri tersebut.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui intervensi nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri
2. Tujuan Khusus:
a. Menjelaskan tujuan pemberian intervensi untuk mengurangi nyeri secara non
farmakologis
b. Menjelaskan tentang tehnik mengurangi nyeri secara non farmakologis (missal:
tehnik relaksasi, tehnik imagery guidance, dll)
c. Mengidentifikasi teknik mengurangi nyeri secara non farmakologis yang tepat bagi
klien
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tujuan Pemberian Intervensi Untuk Mengurangi Nyeri


 Untuk mengurangi intensitas, durasi atau frekuensi dari nyeri
 Untuk menurunkan efek-efek negative nyeri yang ada pada klien
 Pemberian intervensi non farmakologi meminimalisasi resiko

B. Teknik Mengurangi Nyeri secara Non Farmakologis


Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagi
satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun begitu, banyak aktifitas
keperawatan non farmakologis yang dapat membantu dalam menghilangkan nyeri.
Meskipun ada beberapa laporan anekdot mengenai keefektifan, tindakan-tindakan ini,
sedikit di antaranya yang belum di evaluasi melalui penelitian riset yang sistematik.
Metode pereda nyeri non farmakologis biasnya mempunyai resiko yang sangat rendah.
Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan
tersebut mungkin di perlukan atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang
berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Dalam hal lain, terutama saat nyeri hebat
yang berlngsung selama berjam - jam atau berhari-hari, mengkombinaskan teknik non
farmakologis dengan obat-obatan mungkin cara yang sangat efektif untuk menghilangkan
nyeri.
1. Stimulasi dan Massase Kutaneus
Beberapa strategi penghilang nyeri non farmakologis, termasuk menggosok kulit
dan menggunakan panas dan dingin adalah berdasarkan mekanisme ini.
Massase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering di puasatkan pada
punggung dan bahu. Massase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri
pada bagian reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak
melalui system kontrol desenden. Massase dapat membuat pasien lebih nyaman karena
massase membuat relaksasi otot.
2. Terapi Es dan Panas
Terapi es ( dingin ) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif
pada beberapa keadaan ; namun begitu, keefektifannya dan mekanisme kerjanya
memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan
menstimulasi reseptor tidak nyeri atau (non-nosiseptor) dalam bidang reseptor yang
sama seperti pada cidera.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensifitas reseptor
nyeri dan subkutan lain pada tempat cidera dengan menghambat proses inflamasi agar
efektif, es harus di letakkan tempat cidera segera setelah cidera terjadi. Cohn dkk (1989)
menunjukkan bahwa saat es di letakkan di sekitar lutut segera setelah pembedahan dan
selama 4 hari pasca operasi, kebutuhn analgesic menurun sekitar 50%.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu
area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan namun demikian, menggunakan panas kering dengan lampu pemanas
tampak tidak efektif penggunaan es (Nam & Park, 1991). Baik terapi panas kering dan
lembab kemungkinan member analgesia tetapi penilitian tambahan di perlukan untuk
memahami mekanisme kerjanya dan indikasi penggunaanya yang sesuai.baik terapi es
maupun panas harus digunakaan dengan hati-hati dan di pantau dengan cermat untuk
menghindari cidera kulit.
3. Stimulus Saraf Elektris Transkutan
Stimulasi saraf elektris transkutan atau (TENS) menggunakan unit yang di
jalankan oleh batrei dengan elektroda yang di pasang pada kulit untuk menghasilkan
sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. TENS telah di
gunakan baik pada menghilangkan nyeri akut dan kronik. TENS di duga dapat
menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dlaam
area yang sama seperti pada serabut yang menstransmisikan nyeri. Mekanisme ini
sesuai dengan teori nyeri get control. Reseptor tidak nyeri di duga memblok transmisi
sinyal nyeri ke otak pada jaras asenden system saraf pusat mekanisme ini akan
menguraikan keefektifan simulasi kutan saat di gunakan pada area yang sama seperti
pada cidera.
4. Distraksi
Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain
pada nyeri, dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan
mekanisme yangbertaggung jawab terhadap teknik kognitif lainnya (Arntz dkk ; 1991 ;
Devine dkk ; 1990 ). Distraksi di duga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sitem control desenden, yang megakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri
yang ditransmisikan ke otak keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan asien
untuk menerima dan mengakibatkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara
umum meningkat dalam hubungan langsung dengan partisipasi aktif individu ,
banyaknya modalitas sensori yang dipakai, dan minat individu dalam stimuli. Mungkin
Karenanya, stimulasi pengelihatan pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih
efektif dalam menurunkan nyeri di banding stimulasi satu indra saja.
Distraksi dapat berkisar dari hanya pencegahan monoton sampai menggunakan
aktifitas fisik dan mental yang snagat kompleks. Tidak semua pasien mencapai peredaan
melalui distraksi, terutama mereka yang dalam nyeri hebat. Dengan nyeri yang hebat
pasien mungkin tidak dapat berkonsentrasi cukup baik untuk ikut serta dalam aktifitas
mental atau fisik yang kompleks.
Seseorang yang tidak mendapat manfaat dari distraksi harus di fikirkan. Pasien
yang menggunakan pompa ADP, selama waktu diktraksi efektif mungkin tidak
menggunakan analgesia apapun. Bila diktraksi intermiten di gunakan untuk meredakan
nyeri, infus opiot kontinu kadar dasar melalui pompa ADP mungkin di resepkan,
sehingga ketika diktraksi berakhir, tidak akan di perlukan untuk melakukan pengejaran
kadar dalam serum.
5. Teknik Relaksasi
Relaksasi otot skeletal di percaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan
ketegangan otot yang menunjang nyeri. Beberapa penilitian telah menunjukan bahwa
relaksasi efektif dalam menurunkan paska operasi ( Lorenzy, 1991 ; Miller & Perry,
1990). Ini mungkinkan karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri
paska operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar
efektif. Teknik tersebut tidak mungkin di praktekkan bila hanya di ajarkan sekali segera
sebelum operasi. Pasien yang tidak mengetahui tentang teknik relaksasi mungkin hanya
di ingat untuk menggunakan teknik tersebut untuk menurunkan atau mencegah
meningkatnya nyeri.
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi
lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan
nyaman. Irama yang konstan dapat di pertahankandengan menghitung dalam hati dan
lambat bersama setiap inhalasi ( “ hirup, 2, 3, “ ) ekhalasi ( hembuskan, 2, 3, ). Pada saat
perawat mengajarka teknik ini, akan sangat membantu bila menghiung dengan keras
bersama pasien pada awalnya. Napas yang lambat, berirama juga dapat di gunakan
sebagai teknik diktraksi, teknik relaksasi, juga tindakan pereda nyeri noninpasif lainya,
mungkin memerlukan latihan sebelum pasien menjadi trampil menggunakannya.
Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan
ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan meningkatkan nyeri.
6. Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara
yang di rancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Imajinasi
terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan
napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksai dan kenyamanan.
Dengan mata terpejam, individu di intruksikan untuk membanyakan bahwa dengan
setiap napas yang di ekhalasi secara lambat ketegangan otot dan ketidaknyamanan di
keluarkan, menyebabkan tubuh yang rileks dan nyaman. Setiap kali napas di
hembuskan, pasien di instruksikan untuk membayangkan bahwa udara yang di
hembuskan membawa pergi nyeri dan ketegangan.
Jika imajinasi terpadu di harapkan agar efektif, biasanya pasien di minta untuk
mempraktekkan imajinasi terbimbing selama sekitar 5 menit, 3 kali sehari. Nyeri
mereda dapat berlanjut selama berjam-jam setelah imajinasi di gunakan.
7. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakn nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang
di butuhkan pada nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu dalam
memberikan peredaan nyeri terutama dalam situasi sulit ( misalnya : luka bakar ).
Keefektifan hypnosis tergantung pada hipnotik individu.
8. Teknik Fisik dan rehabilitasi lain
Lanjut usia dengan nyeri kronik biasanya mengalami perubahan fungsi pada sendi-
sendi, kekuatan otot, gerak langkah, postur, mobilitas, tingkat kebugaran dan
ketergantungan sebgai akibat dari nyeri. Fisioterapi dan terapi okupasi sering kali
mengurungkan dan member alternative lain utuk mengembalikan fungsi penderita.
Sebagai hasilnya, rasa nyeri sering berkurang di sertai peningkatan ketidak
ketergantungan. Alat bantu gerak dan alat untik membantu meningkatkan ketidak
ketergantungan dalam aktifitas personal maupun domestic membantu meningkatakan
kualitas hidup. Upaya penyederhanaan tugas sering mencegah kekambuhan nyeri pada
saat melakukan aktifitas harian.
9. Terapi Psikologi
Lansia seringkali memerlukan intervensi psikologik untuk penatalaksaan nyeri
kroniknya. Edukasi tentang apa itu nyeri dan akibatnya, konseling, relaksasi, imagery,
bio-feedback, teknik pengelihatan/distraction, hypnosis atau meditasi bisa bermanfaat.
Beberapa lansia mungkin mengalami kesulitan untuk merubah pola fikir dan perilaku,
akan tetapi banyak diantaranya yang mendapat manfaat dari strategi non farmokologi
ini.
Konseling anggota keluarga dan mereka yang merawat penderita mungkin
bermanfaat bila penderitaan nyeri kronik dari salah seorang anggota keluarga
menimbulkan stress pada keluarga dan perubahan dalam dinamika keluarga tersebut.
10. Teknik Relaksasi
Teknik relaksasi di rancang untuk membantu seseorang yang cemas, stress menjadi
rileks. Latihan ini dapat mengurangi nyeri secara efektif dengan cara melawan
komponen stress. Teknik relaksasi termasuk imajinasi terbimbing, relaksasi otot
progresif dan pengobatan. Perawat dengan mudah mengajarkan pasien untuk melakukan
bentuk latihan relaksasi yang sederhana seperti nafas dalam dan memfokuskan pada
suatu objek. Bentuk latihan relaksasi singkat ini dapat efektif mengontrol nyeri jangka
pendek dan nyeri tipe procedural.
Untuk teknik relaksasi yang lebih mendalam, perawat harus mewawancarai orang
tersebut untuk menentukan strategi apa yang akan di pilih dan tepat. Perawat perlu
untuk memperhatikan orientasi orang tersebut, mood, dan motivasinya untuk mencapai
keberhasilan. Bagi mereka yang akan menggunakan imajinasi, setelah menentukan
tempat yang favorit untuk rileks, perawat memasukan lokasi ini kedalam scenario.
Orang tersebut berbicara melalui latihan atau perawat dapat menulis scenario yang
dapat di rekam dalam kaset untuk di gunakan berualang-ulang.
Pasien dan keluarga harus di ajarkan tentang pentingnya untuk tetap aktif melakukan
latihan isometric dan latihan rentang gerak pasif dan aktif bersama-sama dengan
penggunaan potongan kayu atau batang logam untuk meningkatkan aktifitas akan
menambah kesehatan mental dan fisik klien. Karena lansia kaya akan pengalaman
hidup, teknik distraksi yang sederhana dapat di lakukan dengan cara meminta pasien
untuk mengingat masa-masa bahagia di masa lalu, dengan melihat album foto dan
dengan menceritakan cerita-cerita dalam kaset rekaman. Teknik apapun yang aman dan
mudah dilakukan sendiri oleh pasien sangat bermanfaat untuk penatalaksaan nyeri.
11. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik.
Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-
alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan.
12. Diet

Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi
program pertama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan sering kali dapat
mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
BAB III

ANALISA KASUS

Kasus III
Tn H umur 60 tahun, mengeluhkan nyeri pinggang dan sendi.Nyeri tersebut dirasakan
mengganggu ketika bangun tidur, dan bila sedang kelelahan.

Keluhan nyeri dan keterbatasan gerak sendi pada penderita osteoartritis sendi lutut
menimbulkan keterbatasan kemampuan fungsional dalam melaksanakan aktivitas keseharian
penderita. Proses pemulihan yang memakan waktu cukup lama menyebabkan dampak fisik dan
psikologis tersendiri bagi penderita. Dampak fisik yang paling sering ditemui adalah penurunan
kekuatan otot, spasme otot, keterbatasan gerak dan stabilitas sendi. Sedangkan dampak
psikologisnya adalah cara pandang penderita tentang kualitis hidupnya dimana penderita akan
merasa tidak nyaman dalam beraktivitas karena nyeri selalu muncul di sebagian besar kegiatan
sehari-harinya.
Untuk mengatasi permasalah Tuan H diatas, bisa dilakukan beberapa terapi non farmakologi
yang tepat seperti:
a. Diet
Terlepas dari data pada kasus tentang status berat badan Tuan H, pada kasus
osteoartritis pada lansia ini sangat penting untuk menjaga kestabilan berat badan sesuai
dengan BMR. Sebab, jika berat badan berlebih maka sendi akan bekerja lebih berat untuk
menyangga tubuh sehingga pada kondisi ini akan lebih banyak dikeluhkan rasa nyeri
pada lansia. Lansia juga sebaiknya dimotivasi untuk mengonsumsi jumlah protein dan
kalsium yang cukup untuk meningkatkan kepadatan tulang.
b. Teknik Fisik
Terkait dengan perubahan fungsi pada sendi-sendi, kekuatan otot, gerak langkah,
postur, mobilitas maupun tingkat kebugaran pada lansia, disini sangat diperlukan terapi
olahraga ringan yang bertujuan untuk melambatkan kehilangan fungsional pada lansia.
Osteoartritis bisa diperberat oleh keadaan inaktif, sebagai akibat stress berulang pada
sendi yang disangga oleh otot yang lemah dan tendon yang kaku. Aktivitas menahan
beban yang berimpak rendah, misalnya berjalan dapat mencegah osteoartritis dengan
jalan menguatkan otot, meningkatkan densitas tulangdan mengurangi kegemukan. Pada
keadaan berat, latihan diawali dengan melatih kelenturan / ROM tanpa beban (misalnya
berenang) atau bahkan latihan ROM pasif. Latihan dapat ditingkatkan menjadi latihan
menahan beban dengan impak rendah, misalnya berjalan kaki. Kenudian juga membantu
Tuan H untuk mengidentifikasi teknik atau aktivitas yang meningkatkan istirahat sebab
pada kasus juga disebutkan bahwa Tuan H sering mengalami nyeri ketika kelelahan.
c. Perlindungan sendi
Perlindungan sendi disini Tuan H bisa menggunakan alat-alat bantu seperti alat
bantu tidur jika diperlukan. Pada sendi spinal lumbosakral, berikan matras yang keras
(papan tempat tidur) untuk mengurangi nyeri pada pagi hari.
d. Stimulasi Saraf Elektris Transkutan (TENS)
Tuan H dapat menggunakan terapi TENS sebab TENS mampu menurunan nyeri
dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non nosiseptor). Reseptor tidak nyeri diduga
memblok trnsmisi sinyal nyeri ke otak. Sehingga dengan menggunakan alat ini, nyeri
Tuan H akan terhambat.
e. Distraksi
Pemberian terapi distraksi bagi Tuan H diduga bisa menghambat persepsi nyeri.
Sebab perhatian atau fokus Tuan H terhadap rasa nyeri perlahan akan dialihkan kepada
sesuatu yang lain .misalnya, menonton film, melihat album foto atau mendengarkan
musik. Sehingga hal itu dapat menstimulasi sistem kontrol desenden yang mengakibatkan
lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Namun, keefektifan distraksi ini
tergantung pada kemampuan Tuan H untuk menerima dan membangkitkan input sensori
selain nyeri.
f. Teknik Relaksasi dan Imajinasi Terbimbing
Teknik relaksasi merupakan tindakan pereda nyeri noninvasif lainnya yang bisa
diberikan kepada Tuan H. Teknik ini bisa dilakukan dengan cara sederhana tn bernapas
dengan terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Disini Tuan H
dapat memejamkan matanya dengan perlahan-lahan dan nyaman. Setiap kali menghirup
napas, Tuan H diminta membayangkan energi penyembuh dialirkan ke bagian yang tidak
nyaman. Namun, teknik ini memerlukan latihan sebelum Tuan H menjadi terampil
menggunakannya.
g. Terapi Psikologi
Terapi psikologi yang akan diberikan kepada Tuan H adalah tentang pemberian
edukasi mengenai nyeri dan akibatnya sehingga Tuan H akan mengetahui dengan baik
apa yang sedang dialaminya. Konseling juga perlu diberikan kepada anggota keluarga
untuk membantu dan memberi support kepada Tuan H. Sebab kadang lansia juga akan
mengalami stres yang mungkin bisa disebabkan oleh alat-alat bantu atau alat
perlindungan sendi yang digunakan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kualitas dan kuantitas nyeri yang dirasakan oleh lansia tentunya berbeda dari satu orang
dengan orang lain, tergantung dari tempat nyeri, waktu, penyebab, dan lain-lain. Banyak
pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagi satu-satunya
metode untuk menghiangkan nyeri. Namun begitu, banyak aktifitas keperawatan non
farmakologis yang dapat membantu dalam menghilangkan nyeri. Pasien dan keluarga harus
di ajarkan tentang pentingnya untuk tetap aktif melakukan latihan isometric dan latihan
rentang gerak pasif dan aktif bersama-sama dengan penggunaan potongan kayu atau batang
logam untuk meningkatkan aktifitas akan menambah kesehatan mental dan fisik klien.
Karena lansia kaya akan pengalaman hidup, teknik distraksi yang sederhana dapat di
lakukan dengan cara meminta pasien untuk mengingat masa-masa bahagia di masa lalu,
dengan melihat album foto dan dengan menceritakan cerita-cerita dalam kaset rekaman.
Teknik apapun yang aman dan mudah dilakukan sendiri oleh pasien sangat bermanfaat
untuk penatalaksaan nyeri.

B. Saran
Dari penjelasan di atas kami memberikan saran untuk mahasiswa perawat agar lebih
mempelajari tentang terapi nonfarmakologi dan untuk perawat agar mengutamakan terapi
non farmakologi dalam mengatasi nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol I. Jakarta: EGC

Darmojo, R. Boedhi dan H.Hadi Martono. 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut) Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai