Anda di halaman 1dari 11

Pengumpulan

Rabu,
29 Oktober 2014

PROSES INDUSTRI KIMIA

Disusun untuk memenuhi Tugas Mikrobiologi Industri

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S.

Oleh :

Sandy Kurnia Arifda Ramadhan (135061107111020)

Kelas B

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2014
SULFUR DAN ASAM SULFAT

Sulfur

Sulfur adalah unsur kimia yang ditemukan bebas di alam baik berupa
pyrite (FeS2), sphalerite (ZnS), dan calcopyrite (CuFeS2). Sulfur juga dapat
ditemukan dalam campuran natural gas berupa gas H2S. Sulfur yang akan
diperoleh dari bahan tambang seperti pyrite, sphalerite dan calcopyrite harus
melalui suatu proses terlebih dahulu yang dinamakan Frash process. Sedangkan
sulfur yang akan diperoleh dari gas alam berupa gas H2S diperoleh menggunakan
proses desulfurisasi gas alam atau bisa juga diperoleh dari proses pemurnian
crude oil. Sumber lain yang dapat digunakan untuk menghasilkan sulfur
diantaranya shale oil, coal gasification, synthetic fuel project dan gypsum.

Hampir 90% sulfur digunakan untuk industri pembuatan asam sulfat,


tetapi ada juga beberapa industri lainnya yang menggunakan bahan baku sulfur
seperti bubur kayu, karbon disulfida, insektisida, fungisida, bahan pemutih,
deterjen dan obat-obatan. Beberapa penggunaan sulfur yang sedang
dikembangkan seperti baterai sulfur-alkali metal.

Proses Frasch

Proses Frasch merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengekstraksi sulfur atau belerang dari kerak bumi dalam bentuk batuan seperti
pyrite (FeS2), sphalerite (ZnS), dan calcopyrite (CuFeS2).
Gambar 1. Proses Frasch

ketebalan 30 meter yang biasanya terletak pada daerah vulkanik atau sedimentasi.
Proses ini dilakukan pada negara-negara yang tidak mempunyai sumber sulfur di
permukaan.

Proses Frasch diawali dengan pengeboran sumber sulfur yang sudah


teridentifikasi. Pada bor yang digunakan disisipkan tiga buah pipa khusus dengan
ukuran yang berbeda-beda terdiri dari pipa besar, sedang, dan kecil. Adapun
susunan pipa adalah pipa sedang dimasukkan ke dalam pipa besar dan pipa kecil
dimasukan ke dalam pipa sedang.

Pada pipa paling besar dialirkan air superheated berupa campuran air dan
uap air yang akan mencairkan sulfur. Suhu tersebut sudah melewati suhu dari titik
leleh sulfur sebesar 115°C. Sulfur cair memiliki densitas lebih kecil dari air
sehingga sulfur cair berada di atas lapisan air. Pada pipa kecil, dipompakan udara
panas bertekanan tinggi. Udara panas tersebut akan mengurangi densitas sulfur
cair sehingga sulfur cair akan terangkat ke permukaan tanah. Pada pipa sedang
akan dikeluarkan sulfur cair karena adanya aliran yang terjadi pada pipa besar dan
kecil menuju ke permukaan tanah.

Ketika telah sampai ke permukaan tanah, sulfur cair dipisahkan dari udara
dan air. Sulfur dapat disimpan dalam keadaan berupa padatan atau bisa juga
disimpan dalam keadaan berupa sulfur cair dalam tangki steam. Namun sebagian
besar sulfur dikemas dalam keadaan berupa cairan untuk memudahkan dalam
pengangkutan.
Sulfur juga dapat diproduksi dari proses pemurnian gas alam
menggunakan proses desulfurisasi sehingga menghasilkan gas H2S. Desulfurisasi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu ekstraksi menggunakan pelarut serta
dekomposisi senyawa sulfur. Dekomposisi senyawa sulfur umumnya terkandung
dalam minyak bumi dalam bentuk senyawa merkaptan, sulfida dan disulfida
secara katalitik dengan proses hidrogenasi selektif menjadi hidrogen sulfida (H2S)
dan senyawa hidrokarbon asal dari senyawa belerang tersebut. Hidrogen sulfida
yang dihasilkan dari dekomposisi senyawa sulfur tersebut kemudian dipisahkan
dengan cara fraksinasi. Selanjutnya H2S yang dihasilkan dari desulfurisasi
kemudian diambil sulfurnya dengan menggunakan proses Claus:

Proses Claus

Gambar 2. Proses Claus (Sustrasno, 2008)

Gas yang mengandung H2S diumpankan dengan oksigen ke dalam waste


heat boiler unit. Oksigen ini digunakan untuk mencapai suhu yang dinginkan
pada proses pembakaran. Proses pembakaran ini bertujuan untuk memisahkan
sulfur dari kandungan gasnya. Hasil dari pembakaran ini kemudian menuju sulfur
condenser unit untuk didinginkan pada suhu 260-300oC. Kemudian diperoleh
padatan sulfur yang masih mengandung gas. Setelah didinginkan, kemudian
dipanaskan kembali melalui reheater unit. Pada proses pemanasan ini bertujuan
untuk menghilangkan sisa gas yang masih terkandung pada sulfur. Dari preheater
unit lalu menuju katalitik kolom proses. Katalis yang digunakan adalah Al2O3
dengan luas area permukan sekitar 200-300 m2/g. Hasil reaksinya adalah sebagai
berikut:
2 H2S + SO2 ---> 3 S + 2 H2O.

Dari reaksi ini diperoleh sulfur yang tidak mengandung gas. Produk dari
reaksi ini menuju sulfur condenser untuk didinginkan dan hasilnya adalah padatan
sulfur. Reaksi yang tak sempurna akan dibawa kembali menuju reheater unit
untuk menghilangkan kandugan gas yang masih ada pada sulfur. Begitu
seterusnya hingga memperoleh sulfur murni. (Sustrasno, 2008).

Asam Sulfat

Asam sulfat merupakan asam kuat yang sering dijadikan sebagai agen
pengoksidasi dan dehidrasi. Asam sulfat biasa dijual dalam bentuk larutan atau
SO3 yang dilarutkan dalam H2SO4 yang disebut dengan oleum. Pada umumnya
komposisi oleum yaitu terdiri dari 20% SO3dan 80% H2SO4. Pada proses
pembuatan asam menggunakan kamar timbal, larutan asam sulfat dalam air dijual
berdasarkan specific gravity atau derajat Baume. Oleum di pasar memiliki tiga
kategori berdasarkan persen kadar sulfur trioksida dalam asam sulfat yaitu 10% -
35%, 40% dan 60% - 65%. Titik beku oleum 35% sebesar 29°C dan oleum 40%
sebesar 34°C. Oleh karena itu perlu adanya tambahan sedikit asam nitrat untuk
mencegah pembekuan selama penyimpanan saat musim dingin.

Asam sulfat dengan 53 sampai 56°Be digunakan dalam pembuatan


superposfat. Sedangkan asam sulfat dengan 60°Be digunakan dalam pembuatan
amonia, tembaga, alumunium, magnesium, zink, besi dan asam organik seperti
sitrat, oksalat, asetat dan tartarat. Selain itu digunakan juga untuk pengasaman
besi dan baja sebelum dilakukan penempaan dan penyepuhan. Asam sulfat dengan
konsentrasi 93 sampai 99% dimanfaatkan dalam pemurnian minyak bumi, alkilasi
isobutan, sintesis phenol dan pembuatan asam posfat. Oleum juga digunakan pada
nitroselulosa, nitrogliserin dan TNT. Sangat jarang sekali produk kimia yang
dalam pembuatannya tidak menggunakan bahan asam sulfat.

Proses Pembuatan Asam Sulfat


Terdapat dua proses dalam pembuatan asam sulfat yaitu proses kamar
timbal dan proses kontak. Namun saat ini proses kontak lebih sering digunkan
karena persen konversinya yang dapat mencapai 98%. Sedangkan proses kamar
timbal hanya dapat menghasilkan persen konversi sebesar 77%.

Proses Kamar Timbal

Gambar 3. Proses Kamar Timbal

Pada proses kamar timbal digunakan kolom-kolom besar yang di


dalamnya dilapisi dengan timbal. Hal ini dilakukan karena lapisan timbal dapat
tahan terhadap asam sulfat. Gas SO2 dan NO dimasukkan ke menara Glover
bersamaan dengan gas-gas dari menara Gay Lussac, gas yang keluar dari menara
Glover dimasukkan ke dalam kamar timbal dan disemprotkan dengan air sehingga
menghasilkan asam sulfat 60-67%. Hasil ini sebagian dikembalikan ke
menaraGloveryang akan menghasilkan asam 77%. Asam ini sebagian dimasukkan
ke dalam menaraGay Lussacuntuk menyerap gas-gas NO dan NO2 (katalisator).

Gas yang terserap ini dimasukkan kembali ke menaraGlover kamar timbal


yang berbentuk silindris dan volumenya cukup luas. Permukaan dalamnya dilapisi
timbal tipis dan disekat-sekat agar panas dapat ditransfer dengan baik, dinding
bagian luar diberi sirip-sirip. Sehingga di dalam menara ini terjadi pengembunan
uap asam sulfat. Menara Gay Lussac berfungsi untuk memungut kembali
katalisator gas NO dan NO2 di kamar timbal dengan menggunakan asam sulfat
77%. Penyerapan dilakukan pada suhu rendah antara 40-60°C. MenaraGlover
bertugas memekatkan hasil asam sulfat dari kamar timbal.Pemekatan panas ini
perlu panas dan ini dapat diambil dari panas yang dibawa GHP (gas hasil
pembakaran) belerang (400-600°C). Reaksinya: SO2+SO+H2O→H2SO4(Hiji,
2014).

Proses Kontak

Gambar 4. Proses Kontak dengan Adsorbsi Tunggal

Pada proses kontak untuk pembuatan asam sulfat, reaksi dilakukan dalam
sebuah konverter. Ada dua cara untuk menghasilkan SO3 dari proses kontak, yaitu
dengan cara single absorber dan double absorber.Tahap awal pada proses ini
sama halnya dengan tahap awal pada proses kamar timbal yaitusulfur cair yang
telah diperoleh dari hasil penambangan kemudian dimasukan ke dalam burner
untuk dibakar dengan suhu tinggi sehingga menghasilkan gas SO2sesuai dengan
reaksi berikut.

S(l) + O2(g) —> SO2(g)

Udara yang digunakan dalam pembakaran harus dilewatkan dalam


adsorber terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kelembaban pada
udara. Udara digelembungkan ke dalam adsorber yang berisi larutan asam sulfat,
sehingga air dalam udara dapat terserap oleh larutan asam sulfat.

Gas SO2 yang dihasilkan harus dikonversi menjadi gas SO3 dengan cara
direaksikan dengan oksigen dari udara melalui bantuan katalis.
2SO2(g) + O2(g) —> 2SO3(g)

Sebelum dilakukan konversi, gas SO2 masih mengandung gas pengotor


seperti debu yang berukuran sangat kecil. Gas SO2 harus dilewatkan terlebih
dahulu dalam electric precipitator. Electrostatic Precipitator merupakan sistem
yang bertujuan untuk menangkap partikel yang ada pada gas asap (flue gas).
Material yang dikumpulkan oleh Electrostatic Precipitator adalah abu terbang (fly
ash) yang jumlahnya cukup besar.
Abu dari hasil pembakaran yang terbawa oleh gas asap melalui Gas Dust
to Precipitator dan dilewatkan pada elemen negatif (Wire Frame) yang terdapat
pada EP, sehingga mendapat supply arus listrik searah dari transformator
rectifier, yang berfungsi untuk mengubah arus listrik AC menjadi DC tegangan
tinggi.
Abu akan menempel pada elemen positif sedangkan abu yang tidak
tertangkap pada elemen positif dihisap melalui ID Fan untuk dibuang lewat
cerobong asap(chimney). Abu yang menempel pada collecting electrode
digetarkan oleh rapper sehingga jatuh menuju hopper.
Pada hopper abu batu bara dipanaskan oleh hopper heater untuk
mencegah penggumpalan. Level abu batu bara di dalam hopper dimonitor oleh
Nuclear Monitor. Pada hopper terdapat vibrator yang berfungsi mencegah agar
abu tidak menempel pada dinding hopper. Abu dari hopper dihisap keluar oleh
Vacuum Blower melalui instalasi pipa abu (Fly Ash Silo). Untuk menjaga suhu
minimum dari EP digunakan Blower Heater yang mengambil udara luar untuk
dipanaskan guna dimasukkan ke dalam Penthouse(Halliday, 2011).
Secara teori, gas SO3 dapat dikonversi menjadi asam sulfat jika
direaksikan dengan air. Namun hal ini tidak dapat dilakukan karena reaksi antara
SO3 dengan air sulit dikontrol dan menimbulkan kabut asam sulfat.

SO3(g) + H2O(l) —>H2SO4(l)

Untuk mencegah hal tersebut, maka gas SO3 yang dihasilkan harus direaksikan
dalam asam sulfat terebih dahulu sehingga membentuk suatu senyawa asam yang
sangat pekat yang disebut dengan oleum.
H2SO4(l) + SO3(g) —> 2H2S2O7(l)

Kemudian oleum dapat diencerkan dengan air untuk menghasilkan produk asam
sulfat.

H2S2O7(l) + H2O(l) —> 2H2SO4(l)

Konversi SO2 menjadi SO3 dilakukan dengan menggunakan katalis pada


suhu tertentu di dalam konverter. Konverter terdiri dari empat tingkatan dimana di
masing-masing tingkatan terdapat katalis. Pada tingkatan pertama konversi
dibiarkan kecil yang hanya menghasilkan konversi sebesar 70%, sehingga laju
reaksi dibiarkan berjalan cepat. Sedangkan pada tingkatan selanjutnya, laju reaksi
dibiarkan berjalan lambat untuk menghasilkan konversi semaksimum mungkin,
sehingga dapat memenuhi sisa konversi yang dibutuhkan yaitu sebesar 30%. Hal
ini merupakan pertimbangan termodinamika dan kinetika yang dilakukan untuk
meningkatkan efisiensi proses. Selain pertimbangan tersebut, pertimbangan teknis
juga harus dilakukan untuk mencegah kerusakan katalis secara keseluruhan. Gas
yang mengandung bahan perusak katalis hanya akan merusak katalis pada
tingkatan pertama saja, sehingga katalis pada tingkatan selanjutnya tidak ikut
rusak. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi pengeluaran.

Konversi akan semakin kecil seiring dengan meningkatnya suhu. Pada


suhu 400°C konversi menjadi sangat besar tetapi laju reaksi sangat lambat.
Sedangkan pada suhu 500°C laju reaksi berjalan dengan cepat namun konversi
menjadi lebih kecil. Inilah yang menjadi kendala bahwa konversi lebih besar
terjadi pada suhu rendah dan laju reaksi yang cepat terjadi pada suhu tinggi.
Untuk menangaini hal tersebut, gas yang masuk diatur agar memiliki suhu sekitar
425 sampai 440°C saat melewati katalis. Kemudian suhu dinaikan secara
adiabatik saat reaksi berlangsung. Laju reaksi meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu, tetapi mulai melambat saat kesetimbangan reaksi tercapai.
Reaksi biasanya akan berhenti ketika konversi SO2 telah mencapai 60 sampai
70% pada suhu sekitar 600°C.

Apabila salah satu dari SO2 atau oksigen ditingkatkan jumlahnya, maka
akan memperbesar konversi menjadi SO3.Peningkatan jumlah oksigen yang
berasal dari udara akan meningkatkan pula jumlah nitrogen di dalam gas
tersebutJika gas mengandung banyak gas inert seperti nitrogen , maka konversi
SO3 menjadi menurun yang disebabkan mol SO3 berbanding terbalik dengan mol
total. Selain itu, memperbesar tekanan sesuai dengan prinsip Le Chatelier akan
meningkatkan konversi SO3. Hal ini dikarenakan konversi SO2 menjadi SO3
merupakan reaksi bolak balik.Jika jumlah SO3 yang dihasilkan dari reaksi pada
saat kesetimbangan dikurangi, maka SO2 yang dikonversi akan semakin banyak
pada saat reaksi akan mencapai kesetimbangan kembali. Gas yang keluar dari
kolom katalis tertentu dimasukkan dalam absorber untuk mengurangi SO3 dalam
aliran produk. Hal ini dapat meningkatkan konversi secara keseluruhan dan
mengurangi jumlah SO2 yang lepas ke atmosfir akibat tidak terkonversi.

Katalis merupakan salah satu bahan yang berfungsi untuk meningkatkan


laju reaksi.Katalis yang digunakan pada proses konversi SO2 menjadi SO3 pada
awalnya adalah besi oksida dan platinum. Namun pada saat ini katalis tersebut
sudah tidak digunakan lagi dan digantikan dengan katalis vanadium. Adapun
katalis lain yang sering digunakan adalah molten saltyang diimpregnasikan di
dalam silika berpori. Beberapa bahan dapat merusak katalis tersebut diantaranya
arsenik, klorin dan florin yang dapat merusak silika. Katalis dibentuk berupa
silinder berlubang untuk menurunkan tekanan pada konverter.

Daur Ulang Limbah Asam Sulfat


Produk asam sulfat merupakan bahan kimia yang sering digunakan dalam
berbagai macam industri. Limbah asam sulfat sangat membahayakan bagi
lingkungan. Untuk mencegah hal tersebut, maka perlu adanya daur pemakaian
ulang dari limbah asam sulfat yang sudah tidak digunakan. Walaupun harganya
sangat jauh lebih murah dibandingkan asam sulfat baru, tetapi daur pemakaian
ulang ini akan mengurangi limbah asam sulfat yang dihasilkan. Sebagai contoh,
sisa dari katalis asam alkilasi masih memiliki kadar asam sulfat sekitar 90%, 5%
air dan hanya 5% zat organik. Limbah tersebut masih memiliki kadar asam yang
sangat kuat dan kontaminasi yang tidak terlalu banyak. Limbah dari proses nitrasi
dan limbah dari proses pemurnian minyak bumi masih mengandung kadar asam
yang cukup kuat dan tidak terlalu terkontaminasi. Limbah asam lainnya ada yang
dapat digunakan untuk menyerap air seperti pada proses produksi alkohol.
Limbah asam dari hasil proses alkilasi sangat ekonomis untuk didaur
ulang. Limbah tersebut dapat dibakar di dalam furnace, didinginkan dan
dimurnikan untuk menghasilkan gas SO2. Gas SO2 yang dihasilkan dapat
digunakan kembali untuk membuat produk asam sulfat yang baru. Limbah asam
dari hasil proses nitrasi biasanya langsung digunakan kembali tergantung dari
konsentrasi asam yang masih terkandung di dalamnya. Sedangkan pada limbah
hasil dari proses pemurnian minyak bumi dapat dicampur dengan limbah alkilasi
dan dihidrolisis menggunakan air pada suhu tinggi sehingga terbentuk dua
lapisan. Lapisan atas merupakan lapisan bahan pengotor organik dan lapisan
bawah merupakan limbah asam dengan konsentrasi asam yang lebih besar
sehingga dapat digunakan kembali.

Anda mungkin juga menyukai