Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS NOVEL PULANG KARYA LEILA S.

CHUDORI

(KAJIAN POSTMODERN)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kritik Sastra

Disusun oleh :
ISTININGSIH
NIM. 2222110868

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Postmodern merupakan sebuah konsep berpikir atas adanya modernisme.

Sebagaimana kita ketahui bahwa modernisme sangat menjunjung tinggi rasionalitas.

Masyarakat modern hidupnya selalu ambisius tidak pernah puas dengan apa yang

dilakukannya dan semakin menjadi-jadi akhirnya muncullah masalah serius dan penyakit

stres. Zaman modern telah dianggap berakhir dan dilanjutkan dengan zaman berikutnya yaitu
postmodern. Postmodern ini juga dianggap sebagai kritikan kaum intelektual terhadapa

zaman modern.

Hal ini terjadi pada karya sastra baik puisi, cerpen, novel dan naskah drama. Pada

zaman modern karya sastra selalu terstruktur, terkonsep dan memiliki aturan-aturan yang

mengikat. Namun pada zaman postmodern karya sastra tidak lagi terstruktur, tidak terikat dan

bersifat insidental (spontan). Seperti pada puisi yang tipografinya bebas, kata dibebaskan dari

makn dan penafsiran makna dibebaskan pada pembacanya. Lalu pada karya sastra lainnya

seperti cerpen atau novel alurnya tidak beraturan, ceritanya tidak logis, memasukkan nilai-

nilai mitos yang dahulu pada zaman modern dilupakan dan menyisipkan cerita lain dalam

cerita (cerita berbingkai).

Ada beberapa karya sastra yang termasuk dalam postmodern yaitu Payudara karya

Chauchay Syaifullah, Lalita karya Ayu Utami, Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan, Nayla

karya Djenar Maesa Ayu dan salah satunya novel Pulang karya Leila S.Chudori dan lain

sebagainya. Pada penelitian ini akan mengunakan novel Pulang karya Leila S. Chudori

sebagai obyek penelitian menggunakan teori postmodern. Novel Pulang merupakan sebuah

drama keluarga, persahabatan, cinta dan pengkhianatan berlatar belakangtiga peristiwa

bersejarah: Indonesia 30 September 1965, Prancis Mei 1968 dan Indonesia Mei 1998.

1.2 RUMUSAN MASALAH


 Apa saja hal-hal yang terdapat pada novel Pulang karya Leila S. Chudori yang berkaitan

dengan postmodern?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


 Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang terdapat pada Novel Pulang karya Leila S. Chudori.

1.4 METODOLOGI PENELITIAN

Jenis Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang postmodern pada novel Pulang karya Leila S.

Chudori. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme
(paradigma interpretif dan konstruktif yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang

utuh, kompleks, dinamis, penuh makna dan hubungan gejala yang bersifat interaktif),

digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai

instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal,

teknik pengumpulan data dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat

induktif/kualitatif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna daipada generalisasi

(Sugiyono, 2012 : 15)

Adapun pengertian metode penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang

berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang.

Dengan kata lain, penelitian deskriptif kualitatif mengambil masalah atau memusatkan

perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian

dilaksanakan (Sudjana, 2006:52).

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian,

karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2012:308). Teknik

pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah studi pustaka dan pengamatan pada novel

yang ingin dikaji. Teknik studi pustaka ini digunakan peneliti untuk memperoleh data yang

relevan dan untuk mendapatkan bahan yang teoritis yang dipergunakan dalam memecahkan

masalah yang ditemukan dalam penelitian. Sedangkan pengamatan adalah suatu proses atau

objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari

sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya,
untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian.

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

dipeoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi bahan-bahan lain dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melaksanakan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2012:224).

Langkah-langkah penelitian

Dalam analisis data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membaca dan memahami referensi yang berkaitan dengan postmodern.

2. Membaca novel Pulang karya Leila S. Chudori.

3. Mengkaji novel Pulang dikaitkan dengan postmodern.

4. Menyimpulkan hasil analisis.

Data dan Sumber Data Penelitian


Dalam penelitian ini, data yang digunakan berupa unsur-unsur yang berkaitan dengan

postmodern dalam novel Pulang. Sumber data yang digunakan adalah novel Pulang karya

Leila S. Chudori.

BAB II
LANDASAN TEORI

1. Pengertian Postmodern
Menurut Pauline Rosenau (1992) postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat
modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern cenderung mengkritik
segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas, yaitu pada akumulasi pengalaman
peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa,
kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti
karier, jabatan, tanggung jawab personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme,
egalitarianisme, penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal
dan rasionalitas. teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan
pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya.
Dalam bukunya Mengenal Posmodernisme : for begginers, Appignanesi, Garrat,
Sardar, dan Curry (1998) mengatakan bahwa postmodernisme menyiratkan pengingkaran,
bahwa ia bukan modern lagi. Postmodernisme, pada hakikatnya, merupakan campuran dari
beberapa atau seluruh pemaknaan hasil, akibat, perkembangan, penyangkalan, dan penolakan
dari modernisme Postmodernisme adalah kebingungan yang berasal dari dua teka-teki besar,
yaitu:
Ia melawan dan mengaburkan pengertian postmodernisme Ia menyiratkan
pengetahuan yang lengkap tentang modernisme yang telah dilampaui oleh zaman baru.
Sebuah zaman, zaman apapun, dicirikan lewat bukti perubahan sejarah dalam cara kita
melihat, berpikir, dan berbuat. Kita dapat mengenali perubahan ini pada lingkup seni, teori,
dan sejarah ekonomi.

a. Sejarah Apokrif/ sejarah yang Kebenarannya diragukan


"Karakter tidak bisa berjalan keluar dari rumah fiksi dan muncul di sebuah kafe yang nyata," tulis
Hrushovski. Tentu saja tidak; tapi fiksi sejarah sering berusaha untuk memberikan ilusi
bahwa sebaliknya bisa terjadi, bahwa tokoh sejarah dapat berjalan keluar dari sebuah kafe nyata dan
muncul di rumah-atau, katakanlah, sejarah Col John Graham dari Claverhouse di Kematian Old Scott
fiksi (1817) bisa naik jauh dari pertempuran bersejarah di Drumclog dan muncul di fiksi Tillietudlem
Tower. Ketika migrasi tersebut terjadi, sebuah batas ontologis antara yang nyata dan istilah
fiksiHrushovski atau dalam, antara eksternal dan internal bidang referensi-telah dilanggar. Fiksi
sejarah dari Scott melalui Barth mencoba untuk membuat pelanggaran ini menjadi bijaksana, karena
hampir kentara mungkin, menyamarkan lapisan antara realitas sejarah dan fiksi dengan cara yang
dijelaskan di atas: dengan memperkenalkan fiksi murni hanya di "daerah gelap" dari sejarah. Fiksi
postmodernis, sebaliknya, berusaha untuk mengedepankan hal ini dengan membuat transisi dari satu
wilayah ke yang lain sebagai gemuruh mungkin. Ini dilakukannya dengan melanggar kendala pada
"klasik" fiksi sejarah: dengan tampak bertentangan dengan catatan publik "resmi" sejarah; dengan
memamerkan anakron-isme dan dengan mengintegrasikan sejarah dan fantastis. Novel sejarah
postmodernis adalah revisionis dalam dua pengertian. Pertama, merevisi isi dari catatan sejarah,
menafsirkan catatan sejarah sering demistifikasi atau membongkar versi ortodoks masa lalu. Kedua,
merevisi memang mengubah, konvensi dan norma-norma fiksi sejarah itu sendiri.
Kedua makna revisionisme berkumpul terutama dalam strategi postmodernis sejarah
apokrif atau alternatif. Sejarah apokrif bertentangan dengan versi resmi di salah satu dari dua
cara: baik itumelengkapi catatan sejarah, mengklaim untuk mengembalikan apa yang telah
hilang atau ditekan; atau menggantikan sejarah resmi sama sekali. Bentuk terkait sejarah
apokrif mungkin disebut "sejarah rahasia."
"Seseorang pernah berkata bahwa di bawah atau di balik semua peperangan politik dan
budaya terletak perjuangan antara masyarakat rahasia," tulis Ismail
Reed di Mumbo Jumbo, di mana ia mencoba untuk meyakinkan kita bahwa bawah atau di
belakang semua sejarah Barat terletak perjuangan antara Atonist Order dan agen misteri
Osirian-Dionisia. Manifestasi terbaru ini perjuangan selama berabad-abad adalah upaya oleh
elite putih Wallflower Orde untuk menekan jazz pada tahun 1920.Menurut Reed, Depresi
Besar adalah konspirasi untuk menjaga Amerika agar mampu membeli radio, sehingga
membatasi akses mereka ke subversif Hitam musik, sementara Perang Dunia Kedua adalah
"extravaganza" dipentaskan oleh Wallflower Order. Sejarah sebagai paranoid konspirasi-
teori-ini adalah apa yang menawarkan Reed di Mumbo Jumbo, dan itu adalah visi sejarah
yang ia berbagi dengan banyak novelis postmodernis lainnya revisionis sejarah, termasuk
Thomas Pynchon. Teks akhir-modernis nya (1963), Pynchon membuat tokoh-tokohnya
menduga bahwa krisis abadi abad kedua puluh mungkin buah dari konspirasi besar yang
beroperasi di sejarah"daerah gelap".

BAB III
PEMBAHASAN

1. Sinopsis novel Pulang karya Leila C. Chudori


Lintang Utara, mahasiswi Universitas Sorbonne, Paris, mendapat tugas akhir kuliah untuk
membuat film dokumenter yang menyorot salah satu bagian dalam sejarah Indonesia. Tugas
akhir ini mengarahkan Lintang pada peristiwa yang mengantar ayahnya, Dimas Suryo,
menjadikan Paris sebagai tempat tinggal. Pertanyaan besar yang menggeliat dalam benak
Lintang adalah: apa yang bisa kita petik dari I.N.D.O.N.E.S.I.A.?
Dimas Suryo adalah seorang eksil politik yang meninggalkan tanah air yang sangat
dicintainya pada tahun 1965. Saat itu, Dimas yang bekerja sebagai redaktur Kantor Berita
Nusantara sedang mengikuti konferensi jurnalis bertaraf internasional di Santiago, Cile. Pada
waktu peristiwa 30 September 1965 terjadi, ia tidak bisa pulang ke Indonesia. Ia dituduh
terlibat Partai Komunis Indonesia yang dinobatkan sebagai dalang terbunuhnya para
Pahlawan Revolusi. Dimas Suryo akhirnya terdampar di Paris bersama tiga rekan kerjanya -
Nugroho Dewantoro, Risjaf, dan Tjai Sin Soe. Setelah mengerjakan berbagai pekerjaan
serabutan, keeempat pria yang menamakan diri Empat Pilar Tanah Air ini mendirikan
Restoran Tanah Air, restoran yang menyajikan masakan Indonesiaa di Rue de Vaugirard,
Paris.
Pada Mei 1968, saat baru tinggal di Paris dan kota itu sedang bergolak oleh gerakan
mahasiswa dan buruh yang menentang pemerintah De Gaulle, Dimas Suryo bertemu
Vivienne Deveraux. Mereka menikah, dan dari pernikahan ini, lahir putri semata wayang
Dimas, Lintang Utara.
Selama menetap di Paris, berulang kali Dimas berusaha pulang ke Indonesia, tapi selalu
gagal mendapatkan visa. Rezim Soeharto yang mengukuhkan sikap anti komunis dengan
menegakkan berbagai peraturan yang bahkan berada di luar batas kemanusiaan, tidak
memberikannya izin untuk pulang. Padahal, bertahun-tahun bermukim di Paris, kota itu
hanya sekadar menjadi rumah persinggahan. Bagi Dimas, Indonesia adalah rumah sejatinya,
tujuan kerinduannya untuk pulang. Bertahun-tahun menjadi penduduk Paris, bukan Cimetiere
du Pere Lachaise, melainkan pemakaman Karet-lah yang ingin dijadikannya peraduan
terakhir.
"Aku ingin pulang ke rumahku, Lintang. Ke sebuah tempat yang paham bau, bangun
tubuh, dan jiwaku. Aku ingin pulang ke Karet," kata Dimas pada putrinya (hlm. 282).
Sesungguhnya, selain cinta kepada Indonesia, Dimas memendam cinta lain di Indonesia.
Dimas tidak pernah bisa melupakan Surti Anandari, mantan kekasih yang meninggalkannya
dan menikahi rekan kerja Dimas, Hananto Prawiro. Surti telah melahirkan tiga orang anak
bagi suaminya dan menamai mereka dengan nama-nama yang awalnya direncanakan menjadi
nama anak-anak Dimas. Tidak terelakkan lagi, cinta Dimas yang belum ditamatkan ini
menjadi sumber keretakan dalam pernikahannya dengan Vivienne. Surti-lah yang membuat
Vivienne memilih bercerai dengan Dimas, sekalipun tetap mencintai pria ini.
Ketika Lintang Utara berpacaran dengan Narayana Lafebre, pemuda blasteran Prancis-
Indonesia tapi bukan anak eksil, hubungan Lintang dengan Dimas merenggang. Sikap Dimas
yang tidak menyenangkan terhadap Narayana membuat Lintang terluka dan tidak ingin
melihat wajah ayahnya lagi. Tapi saat Dimas jatuh sakit, tidak ada yang menahan langkah
Lintang untuk mengunjungi ayahnya dan menyampaikan rencana perjalanan ke Indonesia
guna merekam korban peristiwa 30 September 1965.
Sebagai anak dari eksil politik, tidak mudah bagi Lintang untuk masuk Indonesia. Apalagi
kedatangannya ke Indonesia terkait dengan upaya menyingkapkan kembali tabir hitam dalam
sejarah Indonesia. Di balik tabir itu, bertaburan darah orang-orang tidak berdosa yang dituduh
komunis atau berhubungan dengan komunis. Untunglah Narayana memiliki koneksi di KBRI,
para diplomat yunior berpikiran terbuka yang bersedia mengusahakan visa bagi Lintang.
Lintang tiba di Jakarta tatkala Indonesia sedang panas bergolak pada Mei 1998. Terjadi
demonstrasi besar-besaran, mahasiswa melakukan unjuk rasa terkait kenaikan harga BBM
dan KKN yang menjurus kepada tuntutan reformasi. Soeharto, pemimpin Orde Baru, diminta
turun diri dari tampuk presiden yang telah didudukinya selama 32 tahun. Atas inisiatif Segara
Alam, anak bungsu Hananto Prawiro yang bekerja di LSM Anak Bangsa, Lintang menyusup
ke dalam hiruk-pikuk kerusuhan terbesar dalam sejarah Indonesia, kerusuhan Mei 1998. Dan
di tengah panasnya kondisi politik dan rentannya keamanan yang kian meningkat itu, Lintang
berjibaku merekam film yang mengangkat para korban malapraktik sejarah Indonesia.
Seiring dengan itu, ia tidak bisa menampik perasaan yang timbul dalam interaksinya dengan
Alam, hasrat untuk menyatu secara ragawi di antara keturunan Dimas Suryo dan Surti
Anandari.
Yang sangat menarik putri seorang eksil politik yang datang ke Indonesia untuk menguak
peristiwa yang menjauhkan ayahnya dari Indonesia. Menggunakan momen yang tepat, Leila
menibakan Lintang Utara di Indonesia pada Mei 1998, masa-masa menjelang jatuhnya
Soeharto dari kursi kepresidenan Indonesia. Dimas Suryo meninggalkan Indonesia dan tidak
pernah diizinkan pulang menjelang berkuasanya Soeharto, sedangkan putrinya memasuki
Indonesia menjelang tumbangnya kekuasaan Soeharto.
. Hananto yang menghilang dari peredaran sejak 30 September 1965, dijadikan target
perburuan, ternyata bersembunyi di Jakarta. Sedihnya, sebenarnya Hananto-lah yang
seharusnya berada di Santiago, Cile untuk mengikuti konferensi. Tabiat penjahat kelaminlah
yang menahannya tetap berada di Indonesia. Hananto, walaupun telah menikahi Surti
Anandari, gemar melakukan petualangan syahwat ekstramarital. Menjelang peristiwa
Gestapu, Surti ingin meninggalkannya dan Hananto bertekad mempertahankan
pernikahannya. Itulah sebabnya, Dimas Suryo yang menggantikannya pergi ke Santiago.
Setelah kisah penangkapan Hananto, Leila membagi kisahnya dalam tiga bagian besar
yang diberi judul Dimas Suryo, Lintang Utara, danSegara Alam. Kita dibawa ke Paris pada
saat terjadi revolusi Mei 1968 dan dalam perjalanan menuju epilog pada 10 Juni 1998, kita
akan digempur dengan berbagai kilas balik seputar kehidupan Dimas Suryo dan keluarganya.
Dalam perjalanan ini kita akan menemukan kisah kehidupan seorang pencinta tanah air yang
terbuang, perjuangannya untuk pulang yang tidak mudah, persahabatannya dengan rekan-
rekan senasib, dan semua dampak yang menciptakan konflik dalam keluarga dan cintanya.
Semua elemen ini membentuk kisah yang sangat menyita perhatian dan simpati.
Sudah pasti, Dimas Suryo adalah karakter paling menarik dalam novel ini. Dialah yang
menjadi karakter sentral dalam novel ini. Eksistensi Lintang dan perjalanannya ke Indonesia
untuk membuat film dokumenter berawal dari Dimas Suryo. Laki-laki ini pula yang
mempengaruhi kehidupan ketiga sahabatnya di Paris, perempuan Prancis yang menjadi
istrinya, keluarga Surti Anandari, dan keluarga Aji, adiknya di Jakarta. Ia menjelma menjadi
suara dari semua orang Indonesia yang tidak bisa pulang setelah Orde Baru mencengkeram
segenap sendi dari tubuh Indonesia. Sangat mencintai tanah airnya, tapi sukar
mengejawantahkan perasaan ini.
Dan setiap mengalami penolakan atas pengajuan visanya, Dimas akan melakukan upacara
mencium bau cengkih dan memainkan wayang kulit Ekalaya. Ia memosisikan dirinya sebagai
Ekalaya yang ditolak tapi akan tetap bertahan meski sangat sulit melakukannya.
Apakah akan ada kesempatan bagi Dimas untuk pulang ke pangkuan ibu pertiwi? Inilah
pertanyaan besar dan paling emosionil dalam novel ini. Leila akan memberikan jawabannya
pada bagian epilog, dengan tetap menyisakan kebimbangan dalam diri Lintang. Siapa pria
yang akan dipilihnya? Segara Alam yang tidak begitu sulit membawanya ke tempat tidur,
atau Narayana Lafebre, si tampan yang selalu memberi dukungan pada apa yang
dilakukannya?

2. Pembahasan novel Pulang karya Leila S. Chudori


Novel Pulang karya Leila S. Chudori mengisahkan tiga peristiwa bersejarah yakni 30

September 1965, Prancis Mei 1968 dan kerusuhan Indonesia Mei 1998. Dalam novel ini ada

beberapa hal terkait dengan postmodern. Hal pertama yang peneliti temukan yaitu novel ini

memiliki alur yang tak berurutan bisa dikatakan alur maju mundur bahkan cenderung

berantakan seperti dimulai dari bulan Mei 1968, Desember 1964, September 1965, Oktober

1952, April 1998, Agustus 1982, tahun 1975, Oktober 1982, April 1998, tahun 1985, Mei

1997, Oktober 1994, tahun 1988, tahun 1982, Mei 1998, tahun 1993, dan Mei 1998. Kedua,

dalam novel ini memiliki beberapa sudut pandang dari tokoh-tokoh yang ada dalam cerita

tersebut yaitu sudut pandang dari tokoh Dimas Suryo, sudut pandang dari Lintang Utara,

sudut pandang dari Vivienne Deveraux, sudut pandang Bimo Nugroho, dan sudut pandang

dari Aji Suryo. Pada umumnya sebuah novel hanya memiliki satu sudut pandang saja tetapi

dalam novel Pulang ini Leila melakukan postmo dengan menggunakan beberapa sudut
pandang. Ketiga, dalam postmo kita mengenal istilah wacana dalam wacana. Dalam novel

Pulang ini ada beberapa surat yang diselipkan secara utuh ditengah-tengah cerita. Surat-surat

tersebut berisi sebuah cerita yang tidak berkaitan dengan isi cerita sebelumnya.

Pengarang telah membongkar sejarah yang dilupakan oleh pemerintah pasca peristiwa G

30 S PKI yaitu kehidupan para eksil politik yang tertahan di luar negri yaitu Dimas Suryo dan
kawan-kawan karena dituduh sebagai kawanan PKI dan tidak bisa pulang ke tanah air sebab
pemerintah mencabut pasport mereka. Semua keluarga dan keturunannya dianggap tidak
berhak mendapat identitas di Indonesia, mereka di cap E.T oleh pemerintah. Padahal mereka

tak paham atau tidak ada urusan apapun mengenai September tetapi mereka ikut menderita

puluhan tahun. Pemerintah juga mengeluarkan peraturan “bersih lingkungan” yang artinya

keluarga atau keturunan eksil politik atau tapol harus dijauhi dan tidak boleh diterima di

mana pun termasuk sekolah, tempat kerja dan lai sebagainya kalau tidak ingin berurusan

dengan pemerintah. Sebenarnya yang dimusuhi negara itu telah menjadi korban kekejaman

pemerintah saat itu. Pembantaian yang terjadi terus-menerus di berbagai bagian Indonesia,

perburuan terhadapa anggota komunis atau keluarganya adalah sebuah pengukuhan untuk

kekuasaan yang kekal, yang kuat dan abadi.

Pada kerusuhan yang terjadi dimana-mana menjelang jatuhnya presiden Soeharto dan

tragedi tertembaknya mahasiswa di Salemba, banyak terjadi penjarahan, perampokan bahkan

pembakaran pada rumah-rumah dan gedung-gedung dan yang paling diincar adalah orang-

orang Tiongkok. Ini salah satu bentuk rasisme.

Leila adalah salah satu penulis yang mengingatkan kita bahwa sejarah Indonesia

mengandung kisah perusakan harkat kemanusiaan yang telah memakan banyak korban.

Ironisnya, pembasmian besar-besaran yang telah terjadi pasca peristiwa 30 September 1965

itu, dilakukan oleh orang-orang setanah air dan setumpah darah yang digerakkan ambisi

penegakan sebuah rezim. Seiring dengan berlalunya waktu, masalah itu tetap tidak bisa

dipulihkan dan mungkin tidak akan pernah dipulihkan. Tapi apa yang telah terjadi, akan

memberikan pelajaran bagi kita untuk tidak bertindak sewenang-wenang dan selalu

menghormati kehidupan manusia.

BAB IV
KESIMPULAN

Dilihat dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa novel Pulang termasuk

dalam postmodern. novel Pulang karya Leila S. Chudori ini memiliki alur yang tak beraturan,

memiliki lima sudut pandang, dan terdapat wacana dalam wacana berupa surat secara utuh
yang terselip dalam cerita. Pengarang juga membongkar sejarah yang tak terdaftar atau tak
banyak orang yang mengetahuinya yaitu kehidupan kawanan eksil politik yang mencoba

bertahan di negara sebrang, penderitaan eks tapol maupun keluarga tapol yang tidak tahu apa-

apa. Melalui karya sastra kita dapat mengetahui peristiwa yang bersejarah yang tidak di sorot

oleh media atau mungkin ditutupi untuk mencapai suatu kepentingan pribadi maupun

kelompok.

Daftar Pustaka
McHale, Brian.2001.Postmodernist Fiction.London and New York:Methues Inc
Sugiyono.2012.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung:Alfabeta
Sudjana.2006.Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah.Bandung:Remaja Rosdakarya
Chudori, Leila S.2012.Sebuah Novel Pulang.Jakarta:Gramedia

Anda mungkin juga menyukai