ID None PDF
ID None PDF
Muhtar*
*Prodi Keperawatan Bima, Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram
Jl. Kesehatan V No. 10 Mataram 83121, Nusa Tenggara Barat
Email: muhtarbima@gmail.com
ABSTRAK
Pendahuluan: Manajemen diri dan tindak lanjut perawatan di rumah adalah kunci dari manajemen TB Paru yang
komprehensif. Salah satu cara untuk meningkatkan self-efficacy dan self care activity yaitu pemberdayaan keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberdayaan keluarga terhadap peningkatan self-efficacy dan
self care activity penderita Tb Paru dan keluarga. Metode: Penelitian ini merupakan quasy eksperiment dengan non-
randomized control group pre-posttest design. Populasi adalah keluarga yang tinggal dengan penderita Tb Paru, yang
tercatat di Puskesmas Paruga dan Mpunda. Sampel diperoleh 32 orang, dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kontrol.
Data dikumpulkan dengan kuesioner. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan Wilcoxon Sign Rank Test, Mann-
Whitney test, dan Spearman Rho dengan tingkat signifi kansi 5%. Hasil: Hasil uji Wilcoxon Signed Rank dan Mann-
Whitney menunjukkan nilai p < 0,005. Hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan keluarga berpengaruh terhadap self
efficacy (p = 0,001) dan self care activity (p = 0,001) penderita Tb Paru; self efficacy dan self care activity (p = 0,002),
serta peran keluarga (p = 0,001). Sementara hasil uji Spearman Rho menunjukkan hubungan yang signifi kan antara self
efficacy dan self care activity. Diskusi: Pemberdayaan keluarga mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan keluarga
dalam perawatan penderita Tb Paru. Peran keluarga sangat penting dalam meningkatkan self efficacy dan self care activity.
Penelitian selanjutnya diharapkan mampu mengembangkan intervensi keperawatan lain yang dapat meningkatkan self
efficacy, self care, kepatuhan berobat, dan kualitas hidup penderita Tb Paru.
Kata Kunci: pemberdayaan keluarga, self efficacy, self care activity, Tb Paru
ABSTRACT
Introduction: Self-management and follow-up care at home is the key to a comprehensive pulmonary Tb
management. One way to increase patient’s self-efficacy and self-care activity is family empowerment. This study
was aimed to prove the infl uence of family empowermant in increasing self-efficacy and self-care activity family
and Pulmonary Tb patients. Method: This research used quasy experiment with non-randomized control group
pre-posttest design. Population was family who lived with Pulmonary Tb patient, listed at Puskesmas Paruga
and Mpunda. Samples were 32 respondents, divided into treatment and control group. Data were collected using
questionnaire. Data were analyzed by using Wilcoxon Sign Rank Test, Mann-Whitney test, and Spearman Rho with
level of significance 5%. Result: The results of Wilcoxon Signed Rank Test and Mann-Whitney Test showed value
of p < 0.05. It means family empowerment had infl uenced on patient’s self efficacy (p = 0.001), self-care activity
(p = 0.001), family’s self efficacy and self care activity (p = 0.002), and family’s role (p = 0.001). While, Spearman’s rho
analysis revealed p = 0.001, which means self-efficacy has significant relationship with self-care acitivity. Discussion:
Family empowerment affects family knowledge and action in the treatment of pulmonary Tb patients. Family have
an important role to improve patient’s self-efficacy and self-care activity. Further research should develop nursing
interventions, which useful for the improvement of self-efficacy, self-care, medication adherence, and quality of life
patients with pulmonary Tb.
226
Pemberdayaan Keluarga dalam Peningkatan Self Efficacy dan Self Care Activity (Muhtar)
beban TB tertinggi di dunia, setelah India, resisten obat, pengendalian pada kelompok
Cina, dan Afrika Selatan. Estimasi prevalensi marginal dan rentan, peningkatan akses
kasus TB adalah sebesar 600,000 dan estimasi terhadap kualitas dan ketersediaan obat,
insidensi berjumlah 450,000 kasus baru per memperluas layanan perawatan yang
tahun, dengan jumlah kematian mencapai berkualitas, memberdayakan masyarakat dan
65,000 orang per tahun (WHO, 2012). keluarga melalui mobilisasi sosial, pendidikan
Laporan Ditjen PP & PL menunjukkan kesehatan, dan cara-cara efektif untuk
Case Detection Rate (CDR) TB Paru 2011 melakukan perawatan TB di komunitas, serta
sebesar 82,2%, dengan jumlah kasus baru meningkatkan kemandirian penderita dalam
sebanyak 194.780 kasus, serta cakupan aktivitas perawatan (WHO, 2006).
penderita yang dinyatakan sembuh 80,4% Pemberdayaan keluarga ( family
dan pengobatan lengkap 6,3%, dengan angka empowerment) merupakan suatu proses atau
success rate (SR) sebesar 86,7% (Kemenkes upaya untuk menumbuhkan pengetahuan,
RI, 2012). kesadaran, dan kemauan keluarga dalam
CDR TB Paru Kota Bima, NTB, pada memelihara dan meningkatkan status
2011 masih jauh di bawah standar nasional. kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Pemberdayaan
Pada 2011, CDR TB Paru sebesar 46,15%, keluarga sesuai diterapkan di Kota Bima,
dengan insidensi 190,1 per 100.000 penduduk mengingat dari segi struktur sosial masyarakat
dan prevalensi TB Paru sebesar 192 per yang sebagian besar masih tradisional,
100.000 penduduk, serta angka kematian akibat dengan pola hubungan dan interaksi sosial
TB Paru 9,8 per 100.000 penduduk. Tingkat yang erat di antara sesama anggota keluarga
kesembuhan dan pengobatan lengkap TB juga (Andarmoyo, 2012). Pemberdayaan keluarga
masih tergolong rendah, yaitu pengobatan diharapkan dapat menumbuhkan pengetahuan,
lengkap TB sebesar 37,01%, kesembuhan pemahaman, bahkan self efficacy yang
sebesar 59,06% dari 127 penderita yang tinggi dari penderita dan keluarganya. Self-
diobati, dengan angka SR sebesar 96,06% efficacy merupakan salah satu kemampuan
(Dinkes Kota Bima, 2011). pengaturan diri individu untuk membentuk
Penyakit TB Paru memiliki dampak perilaku yang relevan pada tugas atau situasi
yang sangat besar dalam kehidupan khusus (Bandura, 1978), seperti tugas-tugas
penderitanya, baik fisik, mental, maupun perawatan diri selama menjalani pengobatan
kehidupan sosial. Secara fisik, penyakit TB TB Paru yang biasanya berlangsung sampai
Paru yang tidak diobati secara benar akan 6 bulan.
menimbulkan komplikasi, seperti penyebaran Perawat memegang peranan penting
infeksi ke organ lain, malnutrisi, batuk darah dalam mengubah perilaku penderita dan
berat, resistensi obat, dan lain-lain (Smeltzer keluarga, sehingga terjadi keseimbangan
& Bare, 2001). Secara ekonomi, penyakit TB dan kemandirian dalam aktivitas perawatan
Paru mempengaruhi produktivitas penderita, diri. Orem (1971) dalam Tomey & Alligood
di mana penderita kehilangan rata-rata (2010), berpandangan bahwa setiap orang
waktu kerja 3–4 bulan per tahun, sehingga mempunyai kemampuan dalam memenuhi
pendapatannya menurun sekitar 20–30%. kebutuhan dasarnya secara mandiri. Perawat
Selain itu, secara sosial penderita juga adalah agen yang mampu membantu klien
mendapatkan pengucilan akibat stigma negatif dalam mengembalikan perannya sebagai self
dari masyarakat (Depkes RI, 2007). care agency. Perawat sebagai pendidik dan
Berbagai upaya pengendalian TB Paru konselor dapat memberikan bantuan berbentuk
telah dieksplorasi dan dipromosikan oleh supportive-educative system, yang ditujukan
WHO. Berbagai kegiatan komplementer dan untuk meningkatkan kemampuan penderita
inovatif yang memberdayakan sumber nasional dalam melakukan perawatan secara mandiri
atau internasional juga telah dilaksanakan. dan kepatuhan pengobatan. Kepatuhan
Misalnya, kolaborasi pengendalian TB Paru penderita terhadap pengobatan TB sangat
dan HIV, strategi pengelolaan penderita penting untuk pengendalian penularan yang
227
Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 229–239
228
Pemberdayaan Keluarga dalam Peningkatan Self Efficacy dan Self Care Activity (Muhtar)
Tabel 1 Distribusi frekuensi self efficacy dan self care activity keluarga dalam perawatan penderita
TB Paru
229
Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 229–239
Tabel 2. Distribusi frekwensi peranan keluarga dalam meningkatkan self efficacy dan self care activity
penderita TB Paru
adanya hubungan positif yang sangat kuat di untuk mendukung dan perpartisipasi dalam
antara keduanya. perawatan penderita TB Paru. Berdasarkan
hasil observasi selama intervensi, perubahan
self efficacy dan self care activity keluarga
PEMBAHASAN
tampak dari adanya peningkatan pengetahuan
Hasil penelitian (Tabel 1) menunjukan keluarga dalam hal pengertian, cara penularan,
adanya pengaruh kegiatan pemberdayaan pencegahan penularan, serta tindakan
terhadap peningkatan self efficacy dan self perawatan mandiri yang dapat dilakukan
care activity keluarga, yang berdampak oleh keluarga. Tindakan mandiri tersebut, di
pada meningkatnya kemampuan keluarga antaranya membantu menyiapkan pot tempat
230
Pemberdayaan Keluarga dalam Peningkatan Self Efficacy dan Self Care Activity (Muhtar)
pembuangan dahak bagi penderita, membantu dilakukan secara intensif dan berkelanjutan.
menjemur kasur, bantal, dan selimut penderita Dalam penelitian ini, pemberdayaan keluarga
di bawah sinar matahari, menyiapkan dan penderita TB Paru dilakukan sebanyak
makanan yang bergizi, serta memberikan 6 (enam) kali kunjungan rumah kepada
kompres hangat ketika penderita demam. kelompok perlakuan.
Perubahan lainnya yang ditunjukkan oleh Pemberdayaan keluarga bertujuan
keluarga adalah adanya keterlibatan keluarga menumbuhkan pengetahuan, pemahaman,
dalam pengobatan penderita yaitu dengan serta kesadaran kesehatan bagi keluarga
mengingatkan penderita untuk selalu menelan (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan dan
obat secara teratur. kesadaran tentang cara-cara memelihara dan
Temuan ini sesuai dengan hasil meningkatkan kesehatan adalah awal dari
penelitian sebelumnya oleh Tribble et al (2008), pemberdayaan kesehatan. Kemampuan ini
bahwa proses dinamis dari pemberdayaan diperoleh melalui proses belajar. Belajar
keluarga dalam bidang kesehatan dapat itu sendiri merupakan proses yang dimulai
meningkatkan pengetahuan dan inisiatif dengan adanya alih pengetahuan dari sumber
perawatan diri dengan mengandalkan kekuatan belajar kepada subjek belajar. Dalam hal ini
klien dan faktor pendukungnya, untuk kemampuan keluarga dalam memelihara dan
kemandirian yang lebih besar. Hasil penelitian meningkatkan kesehatan anggotanya diperoleh
Nygårdh et al (2011) mengatakan bahwa melalui proses belajar dari petugas kesehatan
kemampuan dan kesadaran keluarga akan yang memberikan informasi kesehatan kepada
tanggung jawab terhadap perawatan anggota keluarga. Pengetahuan yang sudah dimiliki
keluarga dengan penyakit kronis tergantung keluarga tentang penyakit TB Paru, cara
pada keterlibatan anggota keluarga dalam penularan, pencegahan, perawatan, pengobatan
pemberdayaan. Temuan tersebut menekankan dan komplikasinya akan menimbulkan
perlunya perspektif keluarga dan pentingnya kemauan atau kehendak (self efficacy) untuk
lingkungan keluarga yang mendukung bagi melakukan tindakan kesehatan berupa perilaku
penderita TB Paru. Sesuai pula dengan hasil hidup sehat (self care activity).
pengamatan peneliti di mana karakteristik Me nu r ut G r e e n (1980) d a la m
keluarga dan pola hubungan keluarga yang ada Notoatmodjo (2007), untuk dapat mewujudkan
di Kota Bima yang menganut sistem keluarga perilaku hidup sehat ditunjang oleh faktor-
besar (extended family) yang memunginkan faktor antara lain: (1) Faktor predisposisi,
terciptanya cinta kasih, kehangatan, saling yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau
menerima, saling mengasuh, serta saling mempredisposisi terjadinya perilaku keluarga,
mendukung antar sesama anggota keluarga. antara lain pengetahuan dan sikap keluarga
Peningkatan self efficacy dan self care terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan
activity keluarga dalam perawatan penderita keluarga terhadap hal-hal yang berkaitan
TB Paru pada kelompok perlakuan tidak dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut
terlepas dari adanya pemberian pengetahuan keluarga dan masyarakat, tingkat pendidikan,
tentang konsep penyakit, pengobatan, dan serta tingkat sosial ekonomi keluarga;
aktifitas perawatan mandiri penderita penyakit (2) Faktor pemungkin, adalah faktor yang
TB Paru yang diberikan selama perlakuan memungkinkan atau yang memfasilitasi
dengan metode penyuluhan kesehatan, perilaku atau tindakan keluarga, antara lain
bimbingan, dan konseling, serta demonstrasi ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
cara-cara perawatan mandiri penderita TB pelayanan kesehatan masyarakat. Untuk
Paru di rumah. Hal ini sejalan dengan Lewin dapat berperilaku sehat keluarga memerlukan
(1970) dalam Notoatmodjo (2007) yang sarana dan prasarana pendukung, misalnya
mengatakan bahwa perubahan pengetahuan puskesmas, puskemas pembantu, rumah sakit,
pada dasarnya merupakan proses belajar, dokter praktek, klinik perawatan dan lain-
dan akan lebih efektif apabila stimulus yang lain; (3) Faktor penguat, adalah faktor-faktor
diberikan sesuai dengan kebutuhan individu, yang mendorong atau memperkuat terjadinya
231
Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 229–239
perilaku keluarga, antara lain faktor sikap menutup mulut ketika batuk, mengingatkan
dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh penderita untuk tidak meludah sembarangan,
agama (toga), sikap, dan perilaku petugas membantu membersihkan kamar dan tempat
kesehatan termasuk perawat, undang-undang, tidur penderita, membuka jendela dan ventilasi
peraturan-peraturan baik dari pusat maupun setiap pagi, serta membantu mengantar
daerah yang terkait dengan kesehatan. penderita ke puskesmas untuk kontrol rutin dan
Dalam penelitian ini, faktor predisposisi mengambil obat. Hasil tersebut menunjukkan
yang dapat berpengaruh terhadap pengetahuan adanya keterlibatan dan peran aktif keluarga
dan tindakan keluarga dalam perawatan dalam perawatan penderita TB Paru setelah
penderita TB Paru seperti faktor usia, mendapatkan pemberdayaan keluarga. Hal ini
tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang
telah dikendalikan dari awal, di mana faktor- mengatakan bahwa dalam konteks perawatan
faktor tersebut pada kelompok perlakuan dan intensif, keterlibatan dalam proses perawatan
kelompok kontrol sudah sebanding, sehingga merupakan aspek penting dari pemberdayaan
faktor yang paling mungkin menyebabkan anggota keluarga (Wahlin et al., 2009). Hasil
meningkatnya self efficacy dan self care activity penelitian lainnya menekankan pentingnya
keluarga penderita TB Paru pada kelompok saling menghormati, kemitraan yang setara,
perlakuan adalah faktor pengetahuan dan sikap dan partisipasi aktif dalam keperawatan
keluarga terhadap kesehatan yang berubah sebagai bentuk pemberdayaan keluarga dan
sebagai akibat dari perlakuan (pemberdayaan penderita (Nygårdh et al., 2011).
keluarga) yang diberikan. Faktor pemungkin Meningkatnya peran serta aktif keluarga
untuk terbentuknya self efficacy dan self dalam perawatan penderita TB Paru merupakan
care activity keluarga pada penderita TB hasil dari meningkatnya pengetahuan keluarga
Paru dalam penelitian ini antara lain tempat tentang konsep penyakit, pengobatan, cara
tinggal responden yang tidak terlalu jauh dari perawatan, serta aktifitas perawatan mandiri
puskesmas (jarak paling jauh tempat tinggal di rumah yang dapat dilakukan oleh penderita
kelompok perlakuan dari puskesmas adalah dan keluarga. Keluarga merupakan support
±2 km), adanya fasilitas kesehatan lain seperti system utama bagi penderita TB Paru. Dengan
pustu dan praktek dokter swasta yang tersebar meningkatnya pengetahuan dan tindakan
hampir di seluruh kelurahan yang ada di keluarga akan meningkatkan pula peranan
wilayah Puskesmas Paruga sangat menunjang keluarga dalam memberikan dukungan kepada
terbentuknya self efficacy dan self care activity penderita. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
keluarga dalam perawatan penderita TB Paru. Kholifah et al. (2012) yang menyimpulkan
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah bahwa penerapan model adaptif conservation
adanya kader-kader kesehatan yang tersebar dapat meningkatkan pengetahuan penderita TB
di semua kelurahan yang ada menjadi faktor Paru dan keluarga; meningkatkan dukungan
penguat bagi terbentuknya self efficacy dan keluarga, kelompok, dan masyarakat pada
self care activity keluarga dalam perawatan penderita TB Paru; dukungan perawat pada
penderita TB Paru. kepatuhan berobat penderita TB Paru; serta
Tab el 2 me nu nju k k a n a d a nya meningkatkan kepatuhan berobat penderita
peningkatan yang bermakna pada kelompok TB Paru.
perlakuan. Peranan keluarga dalam membantu Pe m b e r i a n p e r l a k u a n b e r u p a
meningkatkan self-efficacy dan self care pemberdayaan keluarga dengan metode
activity penderita TB Paru. Berdasarkan hasil pendidikan kesehatan, bimbingan dan konseling
observasi selama penelitian, perubahan pada serta demonstrasi cara-cara perawatan penderita
peranan keluarga dapat dilihat dari adanya TB Paru dapat meningkatkan peranan keluarga
dukungan yang terus-menerus dari keluarga dalam membantu meningkatkan self-efficacy
kepada penderita TB dalam hal mengawasi dan dan self care activity penderita TB Paru. Hal
mengingatkan penderita untuk menelan obat ini sesuai dengan pendapat Friedman (1998),
secara teratur, mengingatkan penderita untuk bahwa keluarga berfungsi sebagai kolektor dan
232
Pemberdayaan Keluarga dalam Peningkatan Self Efficacy dan Self Care Activity (Muhtar)
desiminator (penyebar) informasi yang dapat menanyakan kondisi penderita hari ini,
menekan munculnya suatu stressor karena apakah obatnya sudah diminum, kapan
informasi yang diberikan dapat menyumbangkan kontrol lagi dan sebagainya. Hal ini sesuai
aksi sugesti yang khusus pada individu. Levine dengan hasil penelitian Kholifah et al. (2012)
(1973) menyatakan bahwa interaksi individu bahwa interaksi keluarga melalui komunikasi
dengan lingkunganya merupakan sebuah yang dilakukan keluarga dapat memberikan
sistim terbuka dan memberikan kemudahan dukungan secara emosional pada penderita
jaminan integritas di semua dimensi kehidupan. TB Paru yaitu meliputi perhatian, adanya
Peningkatan interaksi keluarga yang dilakukan kepercayaan, mendengarkan, dan didengarkan.
merupakan dukungan sosial dari keluarga yang Dukungan emosional dari keluarga dapat
dapat mengembangkan koping yang positif meningkatkan self efficacy penderita TB Paru,
pada penderita TB Paru. Glanz et al. (2008) mengatakan bahwa atribut
Berbagai upaya yang telah dilakukan yang berada dalam self efficacy meliputi
selama proses pemberdayan yang bertujuan kognitif dan afektif, serta pengendaian
meningkatkan peran serta keluarga dalam diri. Dukungan emosional yang diberikan
perawatan penderita TB antara lain, menyebabkan penderita memiliki mental dan
menganjurkan kepada keluarga untuk emosional yang kuat untuk menjalani hidup
menyediakan tempat dahak dari wadah dengan berbagai keterbatasan yang ada setelah
tersendiri yang berisi larutan desinfektan, menderita penyakit TB Paru.
memodifi kasi lingkungan yang sehat yang Komponen penting dalam pemberdayaan
menunjang perawatan penderita TB Paru adalah advocacy (perlindungan). Memberikan
dari segi kebersihan, kecukupan ventilasi dan perlindungan dapat diartikan keluarga dapat
paparan sinar matahari, serta penataan perabot. melaksanakan tugas kesehatan keluarga salah
Pengamatan peneliti pada waktu kunjungan satunya merawat anggota keluarga yang
awal ke rumah penderita TB Paru didapatkan sakit (Friedman, 1998), sehingga penderita
data keluarga kurang memperhatikan mendapatkan dukungan dalam menjalani
kebutuhan sehari-hari penderita TB Paru, pengobatan sampai dinyatakan sembuh.
misalnya belum tersedianya tempat dahak, Bentuk dukungan yang diberikan dapat
pemenuhan kebutuhan makan dan minum yang berupa dukungan emosional, misalnya rasa
bergizi dan lingkungan rumah yang belum empati, kepedulian dan perhatian, atau berupa
memadai. Keluarga menyamakan kebutuhan materi seperti menyiapkan sumber-sumber
penderita TB Paru dengan kebutuhan anggota nutrisi yang memadai bagi penderita TB,
keluarga lainya. Data dari hampir seluruh menyiapkan uang bagi penderita TB untuk
responden semuanya tidak mempunyai tempat biaya transportasi ketika berobat ke puskesmas,
pembuangan dahak tersendiri, penderita TB atau menolong dengan mengambilkan obat ke
Paru lebih banyak meludah di got atau halaman puskesmas pada waktu yang diperlukan.
rumah. Hasil penelitian menunjukkan self-
Upaya lainya yang dilakukan selama eff icacy penderita TB Paru kelompok
pemberdayaan keluarga adalah meningkatkan perlakuan setelah pemberdayaan mengalami
interaksi keluarga dengan mengumpulkan peningkatan (tabel 3), yang berarti ada
anggota keluarga yang tinggal serumah dan pengaruh pemberdayaan keluarga terhadap
memberikan informasi tentang penyakit self efficacy penderita TB Paru di Kota
penderita (TB Paru), menjelaskan perlunya Bima, NTB. Self efficacy yang dimiliki oleh
dukungan seluruh anggota keluarga terhadap penderita TB Paru sebelum perlakuan antara
kesembuhan penderita dan bagaimana cara lain masih ada penderita yang menyakini
memberikan dukungan sesuai kapasitas bahwa penyakitnya adalah penyakit keturunan
yang dimiliki keluarga. Dengan demikian dan tidak bisa disembuhkan, ada juga
setiap anggota keluarga akan berkontribusi penderita yang menyakini bahwa penyakit TB
memberikan dukungan meskipun hanya terjangkit sebagai akibat dari sihir. Sebagian
dengan pertanyaan sederhana, misalnya besar penderita TB merasa malu dan takut
233
Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 229–239
234
Pemberdayaan Keluarga dalam Peningkatan Self Efficacy dan Self Care Activity (Muhtar)
serta kriteria kerealistisan tentang apa yang mengajak penderita berbagi pengalaman
dipersuasikan. terkait penyakitnya, pemberian informasi yang
Berdasarkan pengamatan peneliti tepat dan langkah-langkah yang seharusnya
selama penelitian, salah satu faktor yang dilakukan oleh penderita dalam upaya
mempengaruhi self efficacy penderita TB Paru pengobatan dan pencegahan penularan TB
adalah persepsi individu terhadap penyakit Paru. Selain itu selama proses pemberdayaan,
dan tingkat keparahan yang dialami. Hal ini pender it a d iber i kesempat a n u nt u k
sesuai denga hasil penelitian yang dilakukan mendapatkan pengalaman dari orang lain
oleh Walker (2007) yang menyatakan bahwa dalam hal ini kader kesehatan yang merupakan
terdapat hubungan yang positif antara persepsi mantan penderita TB, ser ta ber tukar
dan self efficacy penderita, yaitu jika persepsi pengalaman dengan petugas kesehatan dalam
baik maka self efficacy meningkat. Menurut hal ini perawat (petugas TB Paru di puskesmas)
Edberg (2010) salah satu cara untuk membuat dan peneliti. Kesempatan untuk pengungkapan
persepsi yang baik adalah melalui pendidikan perasaan dan berbagi pengalaman akan
kesehatan, karena pendidikan kesehatan akan menumbuhkan keyakinan dalam diri penderita
memberikan penderita pengetahuan yang (self efficacy) bahwa dirinya mampu untuk
benar terhadap penyakitnya, sehingga akan melakukan tindakan yang diperlukan dalam
memberikan persepsi yang benar mengenai pengelolaan penyakitnya.
kemungkinan tingkat kesulitan dalam Hasil penelitian (table 4) menunjukanself
pengelolaan penyakit (magnitude), luasnya care activity penderita TB Paru kelompok
permasalah yang dihadapi (generality), dan perlakuan setelah pemberdayaan mengalami
memberikan penderita pemahaman tentang peningkatan, yang berarti ada pengaruh
kekuatan (strength) yang dimilikinya untuk pemberdayaan keluarga terhadap self care
menghadapi permasalah dalam pengelolaan activity penderita TB Paru di Kota Bima, NTB.
penyakitnya yang pada akir nya akan Sebelum dilakukan pemberdayaan peneliti
membangun self efficacy penderita. menemukan perilaku perawatan diri penderita
Uraian di atas diperkuat oleh Bandura TB masih kurang, antara lain kebiasaan
(1978) yang menyatakan bahwa self penderita yang meludah sembarangan seperti
efficacy seseorang dapat diperoleh, diubah, di halaman rumah atau got, tidak adanya
ditingkatkan atau diturunkan melalui salah wadah khusus penampungan dahak yang dapat
satu atau kombinasi empat faktor, yaitu membunuh kuman (ada sebagian penderita
performance accomplishment, vicarious yang menampung dahak di dalam kaleng bekas
experience, verbal persuasion dan emotional yang diisi pasir), penataan kamar tidur, kasur,
arousal. Pemberian pemberdayaan keluarga bantal dan perabot yang tidak sehat, serta
melalui metode pendidikan kesehatan, pencahayaan ruangan yang tidak memadai.
bimbingan dan konseling serta demonstrasi Setelah dilakukan pemberdayaan terjadi
cara-cara perawatan penderita TB Paru, perubahan dalam self care activity penderita
akan memfasilitasi empat faktor tersebut. antara lain penderita membuang dahak dalam
Hal ini sesuai dengan pendapat Hulme pot khusus yang berisi cairan anti kuman;
(1999) yang mengatakan bahwa dalam proses penataan perabot dan kebersihan kamar;
family empowerment dilakukan dengan kasur, bantal, dan selimut penderita dijemur
cara memberikan dukungan informasi yang di bawah sinar matahari secara rutin setiap
diperlukan oleh penderitauntuk membuat minggu. Dalam hal keterampilan perawatan
keputusan yang tepat dalam perawatan khusus penderita mampu mempraktikkan
dirinya, membina kerja sama atau kolaborasi teknik napas dalam dan batuk efektif untuk
antara penderita dan petugas kesehatan, dan mengeluarkan dahak.
membantu penderita memecahkan masalah Hasil penelitian tersebut menunjukkan
yang dihadapinya. bahwa pemberdayaan keluarga yang diberikan
Proses pemberdayaan keluarga melalui melalui pendidikan kesehatan, bimbingan
metode bimbingan dan konseling akan dan konseling serta demonstrasi cara-cara
235
Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 229–239
236
Pemberdayaan Keluarga dalam Peningkatan Self Efficacy dan Self Care Activity (Muhtar)
care acitivity dengan hubungan yang kuat akan mempengaruhi empat proses dalam diri
dan positif pada penderita TB Paru di Kota manusia, yaitu proses kognitif, motivasional,
Bima, NTB. Hasil penelitian ini sesuai dengan afektif dan seleksi. Dari segi proses kognitif, self
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh efficacy akan mempengaruhi bagaimana pola
Rondhianto (2011), yang mengatakan bahwa pikir yang dapat mendorong atau menghambat
terdapat hubungan yang positif antara self perilaku seseorang. Sebagian besar individu
efficacy dan self care behavior pada penderita akan berpikir dahulu sebelum melakukan
DM tipe 2, di mana peningkatan self efficacy suatu tindakan. Seseorang dengan self efficacy
akan berpengaruh pada peningkatan self care yang tinggi akan cenderung berperilaku
behavior. Hasil penelitian lainya mengatakan sesuai dengan yang diharapkan dan memiliki
bahwa ada hubungan antara keyakinan (self- komitmen untuk mempertahankan perilakiu
efficacy) perawatan kaki dengan perilaku kaki tersebut. Self efficacy yang tinggi mendorong
perawatan yang sebenarnyapada penderita pembentukan pola pikir untuk mencapai
neuropati perifer (Perrin et al., 2009). kesuksesan, dan pemikiran akan kesuksesan
Self efficacy secara sederhana dapat akan memunculkan kesuksesan yang nyata,
diartikan sebagai keyakinan akan keberhasilan sehingga akan semakin memperkuat self
diri. Secara harafiah menurut Glanz et al. efficacy seseorang. Proses motivasional akan
(2008), self memiliki makna diri atau identitas memotivasi diri sendiri dalam melakukan
individu, sedangkan efficacy adalah kekuatan perilaku yang didasari oleh aktifitas kognitif.
untuk menghasilkan efek. Sinonim dari Berdasarkan teori motivasi, seseorang dapat
efficacy meliputi efektifitas, kesadaran, dan termotivasi oleh harapan yang diinginkannya.
produktifitas. Kombinasi dari makna tersebut Di sa mpi ng it u, kema mpu a n u nt u k
menunjukan kesadaran akan kemampuan memengaruhi diri sendiri dengan mengevaluasi
seseorang menjadi efektif dan mengendalikan penampilan pribadinya merupakan sumber
tindakan. Atribut yang berada di dalam utama motivasi dan pengaturan diri. Self
self efficacy meliputi kognitif dan afektif, efficacy merupakan salah satu hal terpenting
serta pengendalian diri. Keyakinan tentang dalam mempengaruhi diri sendiri untuk
kemampuan seseorang untuk melakukan membentuk sebuah motivasi. Self efficacy
perilaku yang diperlukan untuk menggunakan juga mempengaruhi tingkatan pencapaian
kendali (self efficacy) memainkan peran tujuan, kekuatan untuk berkomitmen, seberapa
sentral dalam terbentuknya berbagai perilaku besar usaha yang diperlukan, dan bagaimana
kesehatan dalam hal ini aktifitas perawatan usaha tersebut ditingkatkan ketika motivasi
mandiri (self care activity) pengelolaan menurun. Dari segi proses afektif, self efficacy
penyakit TB Paru. juga berperan penting dalam mengatur kondisi
Bandura (1978) menyatakan bahwa afektif. Self efficacy mengatur emosi seseorang
peran self efficacy dalam fungsi tubuh manusia melalui beberapa cara, yaitu seseorang yang
sangatlah besar yaitu mempertahankan dan percaya bahwa mereka mampu mengelola
meningkatkan tingkat motivasi seseorang, ancaman tidak akan mudah tertekan oleh diri
keadaan afektif dan tindakan berdasarkan mereka sendiri, dan sebaliknya seseorang
tujuan yang ingin dicapai. Dengan alasan dengan self efficacy yang rendah cenderung
ini, bagaimana seseorang berperilaku dapat memperbesar risiko yang dapat mendorong
diprediksi melalui keyakinan yang dipegang, munculnya depresi. Berdasarkan ketiga
pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki proses pengembangan self efficacy berupa
oleh individu. Hal ini berhubungan dengan proses kognitif, motivasional dan afektif
keyainan diri, kepercayaan diri bahwa mereka memungkinkan seseorang untuk membentuk
bisa mencapai tujuan yang mereka inginkan. sebuah lingkungan yang membantu dan
Menur ut Bandura (1978), suat u bagaimana mempertahankannya. Dengan
perubahan tingkah laku hanya akan terjadi memilih lingkungan yang sesuai akan
apabila adanya perubahan self efficacy pada membantu pembentukan diri dan pencapaian
individu yang bersangkutan. Self efficacy tujuan.
237
Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 Oktober 2013: 229–239
238
Pemberdayaan Keluarga dalam Peningkatan Self Efficacy dan Self Care Activity (Muhtar)