Anda di halaman 1dari 10

Saluran gastrointestinal (GI) bertanggung jawab untuk memecah makanan menjadi berbagai

bagian komponen sehingga dapat diabsorpsi oleh tubuh Saluran gastrointestinal ini terdiri dari
mulut, mfagus, lambung, dan usus halus dan usus besar. Kelenjar ,aliva, hati, kandung empedu,
dan pankreas merupakan organ yang berbeda dari saluran GI, tetapi semuanya menyekresi cairan
ke dalam saluran GI dan membantu pencernaan dan absorpsi makanan (Gambar 33a).

Berbagai regio yang berbeda pada saluran GI berkaitan dengan motilitas (transpor), penyimpanan,
pencernaan (diganti), absorpsi, dan eliminasi sisa pencernaan, dan fungsi-fungsi saluran GI ini
dikontrol melalui mekanisme regulasi neuronal, hormonal, dan lokal.

Struktur umum di sepanjang dinding saluran GI hampir sama, walaupun terdapat modifikasi
sesuai fungsinya. Struktur dasar dapat dilihat pada Gambar 33b. Struktur ini tersusun dari lapisan
mukosa, yang terdiri dari sel epitel (yang dapat terlibat baik pada proses sekresi ataupun absorpsi,
tergantung lokasinya di saluran GI), dan lamina pr0pria, yang terdiri dari jaringan ikat longgar,
kolagen dan elastin, pembuluh darah dan jaringan limfe, dan selapis tipis otot polos yang disebut
mukosa muskularis yang, ketika berkontraksi, akan membentuk lipatan dan tigi-tigi pada mukosa.
Lapisan submukosa menyusun lapisan kedua jaringan ikat, tetapi juga mengandung pembuluh
darah dan pembuluh limfatik besar dan jaringan sel saraf yang disebut pleksus submukosa
(pleksus Meissner). Pleksus ini merupakan pleksus saraf yang padat dan dipersarati oleh bagian
otonom sistem saraf yang dapat berfungsi sebagai sistem saraf yang independen-sistem saraf
enterik. Di bawah lapisan submukosa adalah lapisan muskularis eksterna. Lapisan ini terbentuk
dari lapisan sirkular otot polos tebal yang mengelilingi saluran GI yang, ketika berkontraksi, akan
menyebabkan konstriksi lumen. Di bawah lapisan otot ini terdapat selapis tipis otot lainnya yang
tersusun longitudinal yang, ketika berkontraksi, akan memperpendek saluran GI. Antara dua
lapisan otot ini terdapat pleksus saraf kedua, disebut pleksus mienterikus (pleksus Auerbach), yang
juga merupakan bagian sistem saraf enterik. Lapisan terluar saluran GI adalah lapisan Serasa,
yaitu lapisan jaringan ikat lainnya yang dilapisi sel mesotel skuamosa.

Saluran GI berawal di mulut, tempat makanan pada awalnya dikunyah (dimastikasi) dan dicampur
dengan sekresi saliva. Mastikasi adalah proses pemecahan makanan secara mekanik yang
sistematik di mulut. Jumlah mastikasi yang diperlukan untuk menelan makanan bergantung pada
jenis makanan yang diingesti: makanan padat harus dikunyah lebih banyak, sedangkan makanan
yang lebih lunak dan cairan hanya perlu sedikit atau tidak perlu dikunyah, dan ditranspor hampir
langsung ke esofagus dengan proses menelan. Mastikasi diperlukan untuk beberapa makanan,
seperti daging merah, ayam, dan sayuran, sehingga makanan bisa diabsorpsi sepenuhnya di
saluran GI berikutnya. Akan tetapi, ikan, telur, nasi, roti dan keju tidak harus dikunyah untuk
absorpsi total di saluran GL

Mastikasi melibatkan aktivitas terkoordinasi dari gigi, otot-otot rahang, sendi temporomandibula,
lidah, serta struktur-struktur

lain seperti bibir, palatum, dan kelenjar saliva Kekuatan yang terbentuk antargigi selama mastikasi
telah diukur sekitar 150-200 N; namun demikian, gaya gigit maksimum yang terbentuk antargigi
molar hampir 10 kali nilai ini.
Selama mastikasi, tiga pasang kelenjar yaitu kelenjar parotis, submandibula, dan sublingual
menyekresi saliva. Fungsi utama saliva adalah melembapkan dan melubrikasi mulut pada saat
istirahat, tetapi terutama selama makan dan bicara, untuk melarutkan molekubmolekul makanan
sehingga bisa bereaksi dengan reseptor gustatorik dan menghasilkan sensasi rasa, mempermudah
menelan, dan memulai bagian awal dari pencernaan polisakarida (gula kompleks), serta
melindungi rongga oral dengan melapisi gigi dengan protein kaya prolin atau pelikel yang dapat
berfungsi sebagai sawar pelindung permukaan gigi. Saliva juga mengandung imunoglobulin yang
berperan sebagai pelindung untuk mencegah infeksi bakteri.

Saliva bersifat hipotonik dan mengandung campuran zat anorganik maupun organik. Komposisi
saliva bervariasi bergantung kelenjar yang menyekresi dan apakah keadaan mulut sedang istirahat
atau terstimulasi (Gambar 33c).

Kontrol sekresi saliva bergantung pada respons relieks, dan pada manusia terbukti dibangkitkan
melalui stimulasi reseptor gustatorik (pengecapan) dan mekanoreseptor periodontal dan mukosa
selama mastikasi. Walaupun diperkirakan bahwa stimulasi aferen olfaktorius (penciuman) juga
memberikan efek refleks umum pada sekresi saliva, tetapi pada manusia, saat ini telah terbukti
bahwa refleks ini bekerja melalui kelenjar submandibula/sublingual dan bukan melalui kelenjar
parotis. Pada manusia, melihat dan memikirkan makanan hanya sedikit sekali mempengaruhi
produksi saliva. Persepsi tentang peningkatan produksi saliva diperkirakan berhubungan dengan
kesadaran mendadak akan saliva yang memang sudah ada di mulut.

Menelan terjadi dalam beberapa fase. Fase pertama bersifat volunter dan meliputi pembentukan
bolus makanan dengan gerakan mengunyah dan gerakan lidah (ke belakang dan ke atas) yang
mendorong makanan ke faring. Fase selanjutnya bersifat tidak volunter, tetapi merupakan respons
relieks yang diinisiasi oleh stimulasi mekanoreseptor dengan aferen saraf glosofaringwl (IX) dan
saraf vagus (X) ke medula dan pons (batang otak); di batang otak. terdapat kelompok neuron
(“pusat menelan”) yang mengoordinasikan urutan kejadian kompleks yang akhirnya akan
menghantarkan bolus ke esofagus. Palatum mole terangkat untuk mencegah makanan memasuki
rongga nasal, respirasi diinhibisi, laring terangkat, glotis menutup, dan makanan mendorong ujung
epiglotis menutupi lubang trakea, sehingga mencegah makanan memasuki trakea. Begitu bolus
memasuki mfagus, pembaharu posisi ini kembali seperti semula, laring terbuka, dan pernapasan
kembaii berlanjut (Gambar 33d).

Kita bisa menelan makanan dan minum serta membuatnya masuk ke lambung bahkan saat berdiri
terbalik dengan kepala di bawah atau dalam kondisi melayang-layang tanpa pengaruh gravitasi.
Terdapat suatu cincin otot rangka yang disebut sfingtel' esofagus atas yang biasanya menutup
ujung faringeal esofagus. Selama fase esofageal pada proses menelan, stingter ini akan
berelaksasi, memungkinkan bolus makanan dapat melewatinya. Segera sesudahnya, siingter akan
menutup kembali. Sesampai di esofagus, bolus akan didorong sejauh kira-kira 25 cm ke lambung
melalui proses yang disebut peristalsis, yaitu suatu gelombang relaksasi di depan bolus dan
kontraksi di belakang bolus oleh lapisan otot sirkular dan longitudinal esofagus yang
terkoordinasi, sehingga mendorong makanan memasuki lambung dalam waktu sekitar 5 detik.
Sebelum memasuki lambung, bolus harus melewati siingter lainnya, yaitu siingter esofagus
bawah, yang dibentuk dari cincin otot polos yang akan berelaksasi jika gelombang peristalsis
mencapainya. Pusat telan di medula memproduksi urutan kejadian yang menyebabkan aktivitas
eferen ke saraf somatik (mempersarafr otot rangka) dan saraf otonom (mempersaraii otot polos).
Urutan kejadian ini dipengaruhi oleh reseptor aferen di dinding esofagus yang mengirim impuls
kembali ke medula. Sfingter dan gelombang peristalsis dikontrol terutama melalui aktivitas saraf
vagus dan dibantu oleh koordinasi yang lebih tinggi berupa aktivitas dalam pleksus saraf enterik
dalam saluran pencernaan itu sendiri.

Begitu melewati stingter esofagus bawah, bolus makanan akan langsung memasuki lambung
(Gambar 34a). Fungsi utama lambung adalah sebagai tempat penyimpanan makanan sementara
(karena makanan diingesti lebih cepat daripada dicerna) sampai pencernaan makanan secara kimia
dan mekanik menggunakan asam, enzim, dan gerakan, untuk meregulasi pelepasan kimus ke usus
halus, dan untuk menyekresi zat-zat yang disebut faktor intrinsik yang esensial untuk absorpsi
vitamin B”. Lambung terletak tepat di bawah diafragma dan, seperti bagian lain saluran
gastrointestinal, lambung memiliki lapisan otot longitudinal dan sirlorlar serta pleksus saraf di
dindingnya; namun demikian, di dalam mukosa ini terdapat sel-sel sekretarik terspesialisasi yang
melapisi kelenjar atau celah lambung (Gambar 34b). Dalam keadaan kosong, volume lambung
sekitar 50 mL; namun demikian, jika terdistensi penuh, volume lambung bisa mencapai 4 L. Di
lambung, protein dalam makanan dipecah menjadi polipeptida oleh enzim pepsin. Enzim ini
diproduksi dari bentuk inaktifnya, yaitu pepsinogen oleh sel chief mukosa lambung, dan diubah
menjadi pepsin aktif oleh lingkungan yang asam dalam lambung (Gambar 34c). Asam dalam
lambung adalah asam klorida dan diproduksi oleh sekelompok sel terspesialisasi, yaitu sel parietal.
Lambung bisa menyekresi sampai 2 L asam per hari, dan konsentrasi ion H” di lambung
diperkirakan sekitar satu juta kali lebih tinggi daripada konsentrasi yang ada di darah. Konsentrasi
ion 1-1+ yang tinggi ini membomhkan pertukaran H+ intraselular dengan K‘ ekstraselular yang
sangat efisien dengan menggunakan energi yang tersedia dari pemecahan ATP. Hal ini dicapai
dengan menggunakan protein Yang disebut pompa proton atau protein H"-*…ATPase (Gambar
34d).

Mukosa lambung tidak mencerna dirinya sendiri karena

dilindungi oleh cairan alkali kaya musinosa yang disekresi oleh kelenjar lambung, yang bekerja
sebagai barier mukosa dengan cara

membilas selvsel epitel lambung. Selain itu, mediator-mediator lokal, seperti prostaglandin, akan
dilepaskan jika mukosa ini teriritasi, dan hal ini meningkatkan ketebalan lapisan mukus dan
menstimulasi produksi bikarbonat yang akan menetralkan asam.

Sekresi lambung pada dasarnya terbagi dalam tiga fase: fase sefalik, fase lambung (gaster), dan
fase intestinal (Gambar 34e). Fase sefalik dimunculkan oleh melihat, mencium, mengecap, dan
mengunyah (mastikasi) makanan. Pada tahap ini, tidak ada makanan di lambung, dan sekresi asam
distimulasi oleh aktivasi vagus dan kerja pleksus enterik. Serabut parasimpatis pascaganglion
dalam pleksus mienterikus akan melepaskan asetilkolin (ACh) dan menstimulasi pelepasan getah
lambung (gastric juices) dari kelenjar lambung. Stimulasi vagus juga menyebabkan pelepasan
hormon gastrin dari sel-sel antrum lambung, yaitu sel G. Gastrin disekresi ke dalam aliran darah,
dan saat mencapai kelenjar lambung, gastrin akan menstimulasi pelepasan asam dan pepsinogen.
Baik aktivitas vagus maupun gastrin juga menstimulasi pelepasan histamin dari sel mast, yang
kemudian bekerja pada sel parietal untuk memproduksi lebih banyak asam.

Jika makanan mencapai lambung, makanan tersebut akan menstimulasi fase lambung di mana
terjadi sekresi asam, pepsinogen, dan mukus. Stimulus utama fase ini adalah distensi lambung dan
komposisi kimiawi makanan. Mekanoreseptor di dinding lambung akan teregang dan
mencetuskan refleks mienterikus lokal dan juga memperpanjang refleks vago-vagal. Kedua hal ini
menyebabkan pelepasan ACh yang kemudian menstimulasi pelepasan gastrin, histamin, dan
kemudian, asam, enzim, dan mukus. Stimulasi vagus juga melepaskan peptida spesifik, yaitu
peptida pelepas gastrin (gastrin-releasing peptide, GRP), yang bekerja langsung terutama pada sel
G untuk melepaskan gastrin. Protein utuh tidak mempengaruhi sekresi lambung secara langsung,
tetapi produk pemecahan protein, seperti peptida dan asam amino bebas, secara langsung
menstimulasi sekresi gastrin. pH rendah (lebih asam) di lambung akan menginhibisi sekresi
gastrin; sehingga, jika lambung kosong atau setelah makanan memasuki lambung dan asam telah
disekresi untuk beberapa waktu, akan terjadi inhibisi produksi asam. Namun demikian, pada saat
pertama kali makanan masuk lambung, pH meningkat (kurang asam) dan hal ini menyebabkan
pelepasan inhibisi dan kemudian menyebabkan sekresi maksimum gastrin. Oleh karena itu, sekresi
asam lambung bersifat regulasi mandiri.

Fase lambung normalnya berlangsung selama sekitar 3 jam dan makanan di lambung diubah
menjadi kimus, suatu zat dengan kekentalan seperti lumpur. Kimus akan melewati sfingter pilorus
dan memasuki bagian pertama usus halus, yaitu duodenum. Adanya kimus di antrum pilorus akan
mendistensi antrum pilorus dan menyebabkan kontraksi antral dan terbukanya slingter. Laju
pengosongan lambung bergantung pada volume dalam antrum dan turunnya pH kimus, keduanya
meningkatkan pengosongan. Akan tetapi, distensi duodenum, adanya lemak, dan penurunan pH
pada lumen duodenum akan menyebabkan inhibisi pengosongan lambung. Mekanisme ini
mengatur dengan tepat jumlah pasokan dan laju pengaliran kimus agar bisa dicerna dengan baik.

(Untuk penjelasan fase intestinal sekresi lambung, lihat Bab 35).

Dinding usus halus berlipat-lipat menjadi banyak tonjolantonjolan kecil seperti jari yang disebut
vili (jamak dari vilus) (Gambar 35). Di antara vili-vili ini terdapat sejumlah kelenjar kecil, disebut
kripta, yang bisa menyekresi sampai 3 L cairan hipotonik setiap harinya. Permukaan vili dilapisi
oleh lapisan sel epitel yang juga memiliki tonjolan-tonjolan kecil yang disebut mikrovili (secara
kolektif disebut brush-border) yang mengarah ke lumen usus. Usus halus terutama diadaptasikan
untuk absorpsi nutrien. Usus halus memiliki area permukaan yang luas (kira-kira seukuran
lapangan tenis), dan kimus akan didorong untuk bergerak secara sirkular saat melewati saluran,
untuk memfasilitasi pencampuran sehingga membantu pencernaan dan absorpsi. Pergantian
(turnover) sel epitel saluran gastrointestinal (GI) terjadi secara konstan, di mana epitel usus halus
akan seluruhnya mengganti sendiri kira-kira setiap 6 hari
Setiap vilus berisi satu pembuluh limfatik buntu, disebut lakteal, dan juga jalinan kapiler Sebagian
besar nutrien diabsorpsi kc dalam pembuluh darah melalui pembuluh ini. Aliran vena dari usus
halus, usus besar, pankreas, dan juga dari beberapa bagian lambung akan melewati vena porta
hepatika menuju ke hati; di hati, aliran ini akan melewati hamparan kapiler (capillary bed) kedua
untuk diproses lebih lanjut, sebelum memasuki sirkulasi.

Usus halus mengabsorpsi air, elektrolit, karbohidrat, asam amino, mineral, lemak, dan vitamin.
Mekanisme pergerakan dari lumen ke sirkulasi bervariasi. Nutrien bergerak di antara salman GI
dan darah dengan melewati dan mengitari sel-sel epitel. Karena isi usus bersifat isotonik dengan
cairan tubuh dan sebagian besar memiliki konsentrasi yang sama dengan elektrolit utama, maka
absorpsi terjadi secara aktif. Air tidak bisa berpindah secara langsung, tetapi mengikuti gradien
osmotik yang muncul karena adanya transpor ion. Kontributor utama gradien osmotik ini adalah
pompa natrium. Na+-K+-ATPase terletak pada sisi pembuluh darah sel epitel (membran
basolateral), dan hidrolisis adenosin trifosfat (adenosine triphosphate, ATP) menjadi adenosin
difosfat (adenosine diphosphate, ADP) menyebabkan keluarnya tiga ion Na+ dari sel dan
masuknya dua ion K+. Keduanya melawan gradien konsentrasi, sehingga menyebabkan
konsentrasi Na+ yang rendah dan konsentrasi lii+ yang tinggi di dalam sel. Konsentrasi Na+
intraselular yang rendah memastikan perpindahan Na+ dari isi usus ke dalam sel, baik melalui
kanal membran maupun mekanisme protein transpor. Na+ kemudian akan ditranspor keluar sel
dengan cepat oleh pompa Na+-JC+ basolateral. K+ keluar sel, sekali lagi melalui membran
basolateral, menuruni gradien konsentrasinya. Perpindahan K+ keluar ini berhubungan dengan
pergerakan Cl“ keluar, melawan gradien konsentrasinya, setelah sebelumnya Cl" masuk menuruni
gradien konsentrasinya seperti Na+ melalui membran lumen. Pergerakan ion-ion ini memunculkan
gradien osmotik antara lumen dengan darah, menyebabkan absorpsi air mengikuti pergerakan Na+
dan C1~ dari lumen ke dalam sel, melintasi membran lumen usus.

Karbohidrat diabsorpsi sebagian besar dalam bentuk monosakarida (glukosa, fruktosa, dan
galaktosa). Karbohidrat dipecah menjadi monosakarida oleh enzim yang dilepaskan oleh brush-
border (maltase, isomaltase, sukrase, dan laktase). Monosakarida ditranspor melintasi epitel ke
dalam aliran darah oleh molekul kotransporter yang menghubungkan pergerakan masuknya
monosakarida mengikuti pergerakan Na+ menuruni gradien konsentrasinya. Pada membran
basolateral, monosakarida

meninggalkan sel baik secara difusi sederhana maupun secara difusi terfasilitasi menuruni gradien
konsentrasinya.

Polipeptida yang terbentuk di lambung akan dipecah menjadi oligopeptida di usus halus oleh
enzim (protease) yang disekresi pankreas: tripsin dan kimotripsin. Oligopeptida ini kemudian
dipecah lagi menjadi asam-asam amino oleh enzim pankreas lainnya, yang disebut
karboksipeptidase, dan suatu enzim yang terdapat di sel epitel membran lumen, yang disebut
aminopeptidase. Asam amino bebas akan memasuki sel epitel secara transpor aktif sekunder yang
dikoupling dengan pergerakan Na+ dan sejumlah mekanisme kotransporter yang berbeda.

Dua mineral yang sangat penting yang diabsorpsi dari makanan adalah kalsium dan besi.
Konsentrasi kalsium intraselular rendah dan setiap kalsium bebas dari makanan bisa melintasi
membran lumen menuruni gradien konsentrasi yang curam melalui kanal kalsium atau melalui
mekanisme pembawa (karier). Di dalam sel, kalsium akan berikatan dengan protein yang
membawanya ke membran basolateral, di mana kalsium akan ditranspor secara aktif melawan
gradien konsentrasi oleh Caz+-ATPase dengan hidrolisis ATP, atau dengan antiporter Na+-Ca2+
yang berhubungan dengan pergerakan Na+ menuruni gradien konsentrasinya ke dalam sel dan
keluarnya Ca2+ dari dalam sel.

Sebagian besar besi dari makanan adalah dalam bentuk feri yang tidak bisa diabsorpsi; akan tetapi,
dalam bentuk ferosus, besi akan membentuk kompleks dapat-larut dengan askorbat dan zat-zat
lainnya dan dapat diabsorpsi dengan mudah. Senyawa kompleks ini akan ditranspor melintasi
membran oleh protein pembawa, dan begitu masuk ke dalam sel, akan berikatan dengan berbagai
zat, termasuk feritin. Protein pembawa kedua akan mentranspor besi melintasi membran
basolateral ke dalam aliran darah.

Pencernaan lemak hampir seluruhnya terjadi di usus halus. Enzim utamanya adalah enzim
pankreas yang disebut lipase yang memecah lemak menjadi monogliserida dan asam lemak bebas.
Akan tetapi, sebelum lemak dapat dipecah, lemak harus diemulsifikasi terlebih dulu, suatu proses
di mana droplet lipid yang lebih besar dipecah menjadi droplet yang jauh lebih kecil (diameter
sekitar 1 um). Zat pengemulsi utamanya adalah asam empedu, asam kolat, dan asam
kenodeoksikolat. Asam lemak bebas dan monogliserida dengan asam empedu akan membentuk
partikel-partikel kecil (diameter 4-5 nm) yang disebut misel. Bagian luar misel bersifat hidrofilik
(menarik air), sedangkan inti bagian dalam misc] berisi bagian hidrofobik (menolak air). Susunan
ini memungkinkan misc] memasuki lapisan aqueous yang mengelilingi mikrovili, dan
monogliserida, asam lemak bebas, kolesterol, dan vitamin larut lemak dapat berdifusi secara pasif
ke dalam sel duodenum, meninggalkan garam empedu di dalam lumen usus sampai zat-zat
tersebut mencapai ileum, tempat zat-zat tersebut direabsorpsi. Begitu sampai di dalam sel epitel,
asam lemak dan monogliserida akan dirakit ulang menjadi lemak melalui sejumlah jalur
metabolisme yang berbeda. Kemudian, lemak memasuki sistem limfatik melalui lakteal dan
akhirnya mencapai aliran darah melalui duktus torasikus.

Vitamin larut lemak, vitamin A, D, E, dan K, pada dasarnya akan mengikuti jalur absorpsi lemak.
Vitamin larut air lainnya diabsorpsi terutama melalui difusi atau transpor termediasi. Pengecualian
pada vitamin Bu, yang harus terikat dulu dengan faktor intrinsik (disekresi oleh sel parietal
dinding lambung). Begitu terikat, vitamin B12 akan melekat ke tempat spesifik pada sel epitel di
ileum di mana terjadi proses endositosis untuk absorpsi.
Eksokrin pankreas menyekresi cairan pencernaan utama yang disebut getah pankreas (pancreatic
juice). Getah pankreas ini disekresi ke dalam duodenum melalui duktus pankreatikus yang
bermuara ke saluran gastrointestinal (GI) pada lokasi yang sama dengan duktus biliaris komunis
(lihat penjelasan berikutnya). Jika di duodenum terdapat makanan, maka sfmgter kecil (slingter
Oddl') akan berelaksasi, sehingga memungkinkan baik sekresi empedu maupun pankreas
memasuki saluran GI (Gambar 36a).

Getah pankreas dibentuk dari sejumlah enzim, disekresi oleh sel-sel asinar pankreas, yang
memecah konstituen utama dalam makanan. Enzim-enzim ini adalah amilase pankrms yang
memecah karbohidrat menjadi monosakarida, lipase pankreas yang memecah lemak menjadi
gliserol dan asam lemak, ribonuklease dan deoksiribonuklease yang terlibat dalam pemecahan
asam nukleat dan mononukleotida bebas, dan berbagai enzim proteolitik (tripsin, kimotripsin,
elastase, dan karboksipeptidase) yang memecah protein menjadi peptida-peptida kecil dan asam
amino. Hormon kolesistokinin (cholecystokinin, CCK) yang dilepaskan sel epitel duodenum ke
dalam aliran darah sebagai respons terhadap adanya asam amino dan asam lemak dalam kimus,
bertanggung jawab terhadap sekresi enzim pankreas dari sel asinar pankreas. Sekresi utama
lainnya, selain enzim, adalah air dan ion bikarbonat. Volume getah pankreas yang disekresi akan
dengan tepat menetralkan kandungan asam pada kimus yang dihantarkan oleh lambung ke usus.
Hal ini terjadi karena asam di duodenum menyebabkan pelepasan sekretin dari dinding duodenum
ke aliran darah. Sekretin akan menstimulasi produksi air dan ion bikarbonat dari sistem duktus
dan, terutama, dari sel epitel yang melapisi duktus. Setiap hari, orang normal menyekresi sekitar 1
L getah pankreas.

Hati adalah organ terbesar dalam tubuh, berat hati pada orang dewasa normal lebih dari 1 kg.
Fungsi hati dapat dibagi menjadi dua kategori umum. Pertama, hati terlibat dalam proses zat-zat
yang diabsorpsi, baik nutrien maupun toksin. Dengan kata lain, hati bertanggung jawab terhadap
metabolisme berbagai zat yang dihasilkan dari pencernaan dan absorpsi makanan dari usus.
Kedua, hati memiliki fungsi eksokrin penting yang terlibat dalam: (1) produksi asam empedu dan
cairan alkali yang digunakan untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan untuk netralisasi asam
lambung di usus; (ii) pemecahan dan produksi produk buangan metabolisme setelah pencernaan;
(iii) detoksifikasi zat-zat beracun/berbahaya; dan (iv) ekskresi produk buangan dan detoksifikasi
zat-zat di

empedu.

Mayoritas metabolit buangan dan zat hasil detoksifikasi diekskresi dari tubuh, di empedu, dari
saluran GI, atau melalui sekresi dari hati ke dalam aliran darah untuk kemudian diekskresi oleh
ginjal. Hubungan antara hati, kandung empedu, dan duodenum ditunjukkan pada Gambar 36a.
Hati terdiri dari empat lobus, Setiap lobus terdiri dari berpuluh-puluh n'bu lobulus heksagonal
berdiameter 1-2 mm yang merupakan unit fungsional hati. Setiap iobulus (Gambar 360) terdiri
dari vena sentralis yang akan bergabung menjadi bagian dari vena bepatika. Vena sentralis ini
dikelilingi oleh kolom-kolom tunggal sel-sel hati (hepatosit)

yang mengarah ke luar; di antara hepatosit-hepatosit ini terdapat kanalikuli kecil yang awalnya
adalah struktur buntu pada ujung dekat vena sentralis, tetapi mengalir ke duktus biliaris pada
bagian perifer lobul. Pada keenam sudut lobulus terdapat ‘triad porta” yang terdiri dari cabang-
cabang arteri hepatika, vena porta, dan duktus biliaris. Duktus biliaris pada akhirnya mengalir ke
duktus biliaris terminalis.

Hepatosit menyekresi cairan yang disebut empedu hepatik. Cairan ini bersifat isotonik dan
kandungan ionnya menyerupai plasma. Cairan ini juga mengandung garam empedu, pigmen
empedu, kolesterol, lesitin, dan mukus. Fraksi empedu ini disebut fraksi yang tergantung asam
empedu. Begitu mengalir di sepanjang duktus biliaris, cairan ini akan dimodifikasi oleh sel epitel
yang melapisi duktus dengan penambahan air dan ion bikarbonat; fraksi ini disebut fraksi yang
tidak tergantung asam empedu. Secara keseluruhan, hati mampu menghasilkan 500-1000 mL
cairan empedu per hari. Cairan empedu bisa dikeluarkan langsung ke dalam duodenum, atau
disimpan terlebih dahulu di kandung empedu. Fraksi yang tidak tergantung asam empedu
diproduksi pada saat dibutuhkan, yaitu saat pencernaan kimus. Fraksi yang tergantung asam
empedu diproduksi jika garam empedu dikembalikan dari saluran GI ke hati, dan kemudian
disimpan di kandung empedu jika sfingter Oddi tertutup. Sekitar 95% garam empedu yang
memasuki usus halus di cairan empedu akan didaur ulang dan direabsorpsi ke dalam sirkulasi
pona melalui mekanisme transpor aktif di ileum bagian distal (disebut juga sirkulasi
enterohepatika)(Gambar 36d). Banyak garam empedu kembali tanpa mengalami perubahan.
beberapa akan dipecah oleh bakteri usus menjadi asam empedu sekunder dan kemudian
direabsorpsi, dan sebagian kecil tidak direabsorpsi dan akan diekskresi di feses.

Kandung empedu tidak hanya berfungsi menyimpan cairan empedu. tetapi juga memekatkannya
dengan menarik solut dan air yang tidak esensial, sehingga hanya menyisakan asam empedu dan
pigmen. Proses pemekatan ini terutama melalui transpor aktif ion natrium ke dalam ruang
interselular lapisan sel yang kemudian akan menarik air, ion bikarbonat, dan ion klorida dari
cairan empedu kembali ke cairan ekstraselular, sehingga cairan empedu dalam kandung empedu
menjadi pekat.

Pembentukan cairan empedu distimulasi oleh garam empedu, sekretin, glukagon, dan gastrin.
Namun demikian, pelepasan cairan empedu yang disimpan di kandung empedu distimulasi oleh
sekresi CCK ke dalam aliran darah saat kimus memasuki duodenum, dan sedikit distimulasi oleh
kerja saraf vagus. Beberapa menit setelah makan, terutama jika mengonsumsi lemak, otot kandung
empedu akan berkontraksi; kontraksi ini akan mendorong isinya ke dalam duodenum melalui
stingter Oddi yang sudah berelaksasi. CCK akan merelaksasi shngter dan menstimulasi sekresi
pankreas pada saat yang sama. Kandung empedu selesai mengosongkan dalam waktu 1 jam
setelah mengonsumsi makanan berlemak dan mempertahankan kadar asam empedu di duodenum
melebihi yang diperlukan untuk bekerja terhadap misel.

Usus besar terdiri dari caecum, kolon asendens, kolon transversa, kolon desendens, kolon sigmoid,
rektum, dan kanalis analis (Gambar 37a). Panjang usus besar sekitar 1,2 meter dan diametemya
antara 6 sampai 9 cm. Kira-kira 1,5 L kimus memasuki usus besar setiap harinya melalui sfingter
yang disebut sfingter ileocaecal. Distensi bagian akhir ileum menyebabkan terbukanya snngter dan
distensi caecum menyebabkan menutupnya stingter, sehingga mempertahankan laju masuknya
kimus tetap optimum untuk memaksimalkan fungsi utama usus besar, yaitu untuk mengabsorpsi
sebagian besar air dan elektrolit. Dari 1,5 L kimus yang memasuki usus besar, akan berkurang
sampai sekitar 150 g feses yang terdiri dari 100 mL air dan 50 g solid.

Lapisan otot usus besar sedikit berbeda dibandingkan bagian lain saluran gastrointestinal (GI).
Usus besar masih memiliki lapisan otot sirkular yang kuat, tetapi lapisan otot longitudinalnya
terkonsentrasi menjadi tiga pita yang disebut taenia koli. Caecum dan kolon asendens serta kolon
transversa dipersarafi oleh cabang parasimpatis saraf vagus; kolon desendens dan kolon sigmoid,
rektum, dan kanalis analis dipersarafi oleh cabang parasimpatis saraf pelvikus dari medula spinalis
segmen sakralis. Serabut parasimpatis ini mempersarali pleksus intramural. Saraf simpatis melalui
pleksus mesenterikus superior mempersarafi usus besar bagian proksimal, dan melalui pleksus
mesenterikus inferior dan pleksus hipogastrikus superior mempersarafi usus besar bagian distal.
Rektum dan kanalis analis dipersaran melalui pleksus hipogastrikus inferior. Stimulasi serabut
parasimpatis menyebabkan kontraksi segmental, sedangkan stimulasi serabut simpatis akan
menghentikan aktivitas kolon. Sfmgter analis interna dan eksterna menjaga kanalis analis tetap
tertutup dan terkontrol baik secara refleksi!” maupun volunter. Sfingter interna tersusun dari otot
polos sirkular, dan slingter eksterna yang lebih distal tersusun dari otot lurik yang dipersarati oleh
serabut saraf motorik dari saraf pudendus.

Pergerakan kimus melalui usus besar mencakup pergerakan mencampur dan propulsi. Akan tetapi,
karena fungsi utama usus besar adalah menyimpan sisa-sisa makanan dan mengabsorpsi air dan
elektrolit, maka pergerakannya pelan dan lambat (sekitar 5--10 cin/jam). Kimus biasanya tetap
berada di kolon sampai 20 jam. Pergerakan mencampur disebut juga haustrasi dan akibat
pergerakan ini terbentuk kompartemen-kompartemen dengan bentuk Seperti kantung, disebut
haustra. Isi haustra seringkali didorong bolak-balik ke haustra lainnya, proses ini disebut haustral
shuttling. Proses ini membantu pemajanan kimus ke permukaan mukosa dan membantu reabsorpsi
air dan elektrolit. Pada bagian distal kolon, kontraksi lebih pelan dan kurang propulsif, dan
akhirnya feses akan terkumpul di kolon desendens.

Beberapa kali dalam sehari, terjadi peningkatan aktivitas dalam kolon, di mana terjadi pergerakan
propulsif yang kuat, disebut pergerakan massal (mass movement). Hal ini menyebabkan
pengosongan sebagian besar isi kolon proksimal ke bagian yang lebih distal. Pergerakan massal
ini diinisiasi oleh serangkaian refleks intrinsik yang kompleks yang dimulai dengan distensi
lambung dan duodenum segera setelah mengonsumsi makanan.

Jika massa feses yang kritis (yang cukup banyak) didorong ke dalam rektum, maka akan dirasakan
dorongan defekasi. Distensi mendadak dinding rektum oleh pergerakan massal akhir ini akan
menyebabkan refleks defekasi. Refleks ini terdiri dari kontraksi rektum, relaksasi sfmgter analis
intema dan, pada awalnya, kontraksi siingter analis eksterna. Kontraksi awal ini kemudian segera
diikuti oleh refleks relaksasi sfingter yang diinisiasi oleh peningkatan aktivitas peristalsis pada
kolon sigmoid dan peningkatan tekanan rektum. Akhirnya, feses dikeluarkan. Relaksasi relleks ini
dapat dikalahkan oleh aktivitas pusat yang lebih tinggi, menyebabkan kontrol volunter pada
sfingter yang bisa menunda pengeluaran feses. Distensi rektum yang terlalu lama bisa
menyebabkan peristalsis terbalik, di mana isi rektum dikembalikan ke kolon sehingga dorongan
defekasi hilang sampai terjadi pergerakan massal berikutnya dan/atau sampai waktu yang lebih
sesuai.

Kimus yang memasuki usus besar bersifat isotonik; namun demikian, pada kolon diabsorpsi lebih
banyak air daripada elektrolit, sehingga air diabsorpsi melawan gradien konsentrasinya. Proses ini
dikontrol oleh Na+-K+-ATPase yang terletak di membran basolateral dan membran lateral sel
epitel yang melapisi dinding usus (Gambar 37b). Permukaan mukosa usus besar relatif lebih halus
dengan tanpa vili (hanya ada mikrovili); namun demikian, terdapat kripta dan sebagian besar sel-
sel adalah sel absorpsi kolumnar dengan banyak sel goblet penyekresi mukus. Na+ dikeluarkan
oleh pompa membran ke rongga ekstraselular. Tight junction (persambungan erat) pada sisi lumen
sel akan mencegah difusi Na+ dan Cl” dari ruang ekstraselular ke dalam lumen; hal ini
menyebabkan larutan yang dekat lumen bersifat hipertonik, sehingga air berdifusi dari isi lumen.
Elektrolit diabsorpsi melalui berbagai mekanisme yang serupa dengan mekanisme yang telah
dijelaskan pada usus halus. Pada dasarnya, terdapat pergerakan netto ion K+ dan ion bikarbonat
dari darah ke usus besar yang terjadi karena perbedaan potensial yang muncul akibat absorpsi
asimetris Na+ dan Cl” yang melintasi dinding sel.

Mayoritas bakteri yang terdapat di saluran GI ditemukan di usus besar, karena lingkungan yang
asam pada bagian lain saluran GI akan menghancurkan sebagian besar mikroflora ini. Sembilan
puluh sembilan persen bakteri ini bersifat anaerob dan sebagian besar dibuang di feses (dikatakan
bahwa 1 gram feses mengandung 10“ bakteri). Bakteri terlibat dalam sintesis vitamin K, Bw
tiamin, dan riboflavin, pemecahan asam empedu primer menjadi sekunder, dan konversi bilirubin
menjadi metabolit tidak berpigmen, di mana semuanya menjadi mudah diabsorpsi oleh saluran GI.
Bakteri juga memecah kolesterol, sejumlah zat aditif dalam makanan, dan obat-obatan.

Anda mungkin juga menyukai