Anda di halaman 1dari 20

1.

Sejarah Perkembangan Semen

Semen berasal dari kata caementum yang berarti bahan perekat yang mampu
mempersatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang
kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara
dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak. Dalam
pengertian yang luas, semen adalah material plastis yang memberikan sifat rekat
antara batuan-batuan konstruksi bangunan.

Semen pada awalnya dikenal di Mesir tahun 500 SM pada pembuatan piramida,
yaitu sebagai pengisi ruang kosong diantara celah-celah tumpukan batu. Semen
yang dibuat bangsa Mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni, sedang
kalsinasi batu kapur mulai digunakan pada zaman Romawi. Kemudian bangsa
yunani membuat semen dengan cara mengambil tanah vulkanik (vulkanik tuff)
yang berasal dari pulau Santoris kemudian dikenal dengan santoris cement.
Bangsa Romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik yang
ada di pegunungan vesuvius di lembah Napples yang kemudian dikenal dengan
Pozzulona cement, yang diambil dari sebuah nama kota di Italia yaitu Puzzolia.
Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami perkembangan lebih lanjut
mengenai komposisi bahan dan cara pencampurannya, sehingga diperoleh moltar
yang baik. Pada abad pertengahan, kualitas moltar mengalami penurunan yang
disebabkan oleh pembakaran limestone kurang sempurna, dengan tidak adanya
tanah vulkanik.

Pada tahun 1756 Jhon Smeaton seorang sarjana Inggris berhasil melakukan
penyelidikan terhadap batu kapur dengan pengujian ketahanan air. Dari hasil
percobaannya, disimpulkan bahwa batu kapur lunak yang tidak murni dan
mengandung tanah liat merupakan bahan pembuat semen hidrolis yang baik. Batu
kapur yang dimaksud tersebut adalah kapur hidrolis (hydroulic lime). Kemudian
oleh Vicat ditemukan bahwa sifat hidrolis akan bertambah baik jika ditambahkan
juga silika atau tanah liat yang mengandung alumina dan silika. Akhirnya Vicat
membuat kapur hidrolis dengan cara pencampuran tanah liat (clay) dengan batu
kapur (limestone) pada perbandingan tertentu, kemudian campuran tersebut
dibakar (dikenal dengan Artifical lime twice kilned).

Pada tahun 1811, James Frost mulai membuat semen yang pertama kali dengan
menggunakan cara seperti Vicat yaitu dengan mencampurkan dua bagian kapur
dan satu bagian tanah liat. Hasilnya disebut Frost’s cement. Pada tahun 1812
prosedur tersebut diperbaiki dengan menggunakan campuran batu kapur yang
mengandung tanah liat dan ditambahkan tanah Argillaceus (mengandung 9-40%
silica). Semen yang dihasilkan disebut British cement.

Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar
campuran batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadin yang merupakan orang
Inggris pada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu
kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi
lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi
batu tohor (CaO) dan karbondioksida (CO2). Batuan kapur tohor (CaO) bereaksi
dengan senyawa-senyawa lain membentuk klinker kemudian digiling sampai
menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan portland.(Walter H. Duda, 1976)

Sejarah industri semen di Indonesia

Perusahaan semen pertama di Indonesia adalah PT Semen Padang (Perusahaan)


yang didirikan pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch
Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM). Kemudian pada tanggal 5
Juli 1958 Perusahaan dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dari
Pemerintah Belanda. Selama periode ini, Perusahaan mengalami proses
kebangkitan kembali melalui rehabilitasi dan pengembangan kapasitas pabrik
Indarung I menjadi 330.000 ton/ tahun. Selanjutnya pabrik melakukan
transformasi pengembangan kapasitas pabrik dari teknologi proses basah menjadi
proses kering dengan dibangunnya pabrik Indarung II, III, dan IV.

Sisa-sisa pabrik tersebut hingga kini masih ada, dan rencananya oleh Pemda
Propinsi Sumbar akan dijadikan sebuah musium semen.

2. Bahan Baku

Bahan baku pembuatan semen terdiri dari :


No Nama Rumus kimia
1 Batu kapur CaCO3
2 Tanah liat Al2O3.2SiO2.x H2O
3 Pasir besi Fe2O3
4 Pasir SiO2

A. Batu kapur

Batu kapur merupakan komponen yang banyak mengandung CaCO3 dengan


sedikit tanah liat, Magnesium Karbonat, Alumina Silikat dan senyawa oksida
lainnya. senyawa besi dan organik menyebabkan batu kapur berwarna abu-
abu hingga kuning.
B. Tanah Liat

Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa alumina silikat hidrat.
klasifikasi senyawa alumina silikat berdasarkan kelompok mineral yang
dikandungnya :
 Kelompok Montmorilonite
Meliputi : Monmorilosite, beidelite, saponite, dan nitronite.
 Kelompok Kaolin
Meliputi : kaolinite, dicnite, nacrite, dan halaysite
 Kelompok tanah liat beralkali
Meliputi : tanah liat mika (ilite).

C. Pasir Besi dan Pasir Silikat

Bahan ini merupakan bahan koreksi pada campuran tepung baku (Raw Mix)
Digunakan sebagai pelengkap komponen kimia esensial yang diperlukan
untuk pembuatan semen pasir silika digunakan untuk menaikkan kandungan
SiO2 pasir besi digunakan untuk menaikkan kandungan Fe2O3 dalam Raw
Mix.

D. Gypsum ( CaSO4. 2 H2O )

Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari semen.


Hilangnya kristal air pada gipsum menyebabkan hilangnya atau berkurangnya
sifat gipsum sebagai retarder.

3. Proses Pembuatan Semen

Semen dapat dibuat dengan 2 cara proses basah proses kering Perbedaannya
hanya terletak pada proses penggilingan dan homogenisasi.
1. Quarry ( Penambangan )

Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika,tanah liat, dan material-material
lain yang mengandung kalsium, silikon, alumunium, dan besi oksida yang
diekstarksi menggunakan drilling dan blasting.

 Penambangan Batu Kapur


Membuang lapisan atas tanah Pengeboran, kemudian membuat lubang
dengan bor untuk tempat Peledakan Blasting. Peledakan ini disebut dengan
teknik electrical detonation.

 Penambangan Batu Silika


Penambangan silika tidak membutuhkan peledakan karena batuan silika
merupakan butiran yang saling lepas dan tidak terikat satu sama lain.
Penambangan dilakukan dengan pendorongan batu silika menggunakan
dozer ke tepi tebing dan jatuh di loading area.
 Penambangan Tanah Liat
Penambangan tanah liat dilakukan dengan pengerukan pada lapisan
permukaan tanah dengan excavator yang diawali dengan pembuatan jalan
dengan sistem selokan selang seling.

2. Crushing

Crushing merupakan proses pemecahan material hasil penambangan menjadi


ukuran yang lebih kecil dengan menggunakan crusher. Batu kapur dari ukuran
kurang dari 1cm menjadi kurang dari 50 mm. Batu silika dari ukuran kurang
dari 40 cm menjadi kurang dari 200 mm

3. Raw Mill ( Penggilingan Bahan Baku )

Pada proses basah dan kering, penggilingan bahan baku lebih baik dilakukan
dalam lingkar tertutup (closed circuit) daripada lingkar terbuka (open circuit)
karena dalam cara pertama bagian yang sudah halus diteruskan dan yang masih
kasar dikembalikan, sedang dengan cara yang kedua, bahan baku digiling terus
sampai kehalusan rata-ratanya sudah mencapai tingkat yang dikehendaki.

4. Homogenisasi
Pada proses penggilingan tabung atau bola dalam keadaan basah dan
dilewatkan melalui klasifikator cawan atau ayak. Bubur atau slurry tersebut
lalu dipompakan ke dalam tangki koreksi, dimana terdapat lengan berputar
untuk mengaduk campuran hingga homogen dan menyesuaikan komposisinya
sebagaimana dikehendaki. Pada beberapa pabrik, bubur disaring di dalam filter
putar kontinu dan diumpankan ke dalam tanur. Proses kering sangat cocok
untuk batuan semen alam dan campuran batu gamping dan lempung, serpih
atau sabak.

Pada proses basah slurry dicampur di mixing basin, kemudian slurry dialirkan
ke tabung koreksi (proses pengoreksian). Sedangkan proses kering terjadi di
blending silo dengan sistem aliran corong.

5. Pembakaran atau Pembentukan Clinker

Pembakaran atau pembentukan clinker terjadi di dalam kiln. Kiln adalah alat
berbentuk tabung yang di dalamnya terdapat semburan api. Kiln di design
untuk memaksimalkan efisiensi dari perpindahan panas yang berasal dari
pembakaran bahan bakar. Pada proses ini bahan diumpankan langsung ke
dalam tanur putar dimana berlangsung reaksi kimia. Kalor disediakan melalui
pembakaran minyak, gas atau batu bara serbuk dengan menggunakan udara
panas dari pendingin klinker.

Dewasa ini terdapat kecenderungan untuk menggunakan tanur putar yang lebih
panjang sehingga efisiensi termalnya lebih tinggi lagi. Tanur proses kering
mungkin hanya 45 meter saja panjangnya, tetapi pada proses kering tanur
sepanjang 90-180 meter bukan merupakan hal yang luar biasa. Diameter dalam
berkisar antara 2,5-6 meter. Tanur itu berputar dengan kecepatan 0,5-2
putaran/menit bergantung pada ukurannya. Tanur itu dipasang agak miring
sedikit, sehingga bahan yang diumpamakan di ujung atas bergerak perlahan-
lahan ke ujung pembakaran yang lebih rendah, dalam waktu 1-3 jam.
Agar ekonomi kalor lebih baik lagi, sebagian air dikeluarkan dari lumpur
proses basah. Diantara metode yang dipakai ada yang menggunakan filter
bubur dan pengental Dorr. Dewasa ini tanur harus dilengkapi dengan peralatan
pengendalian pencemaran yang efisien seperti rumah karung dan presipitator
elektrostatik. Untuk menghemat energi digunakan ketel kalor buangan, dan ini
sangat ekonomis untuk semen proses kering, karena gas buangan dari tanur
kering lebih panas daripada proses basah, dan suhunya bisa mencapai 800o C.
Oleh karena itu pelepas dinding tanur harus ditahan terhadap abrasi dan
serangan kimia yang cukup hebat pada suhu tinggi di zona klinker, maka
pemilihan refraktori pelapis merupakan hal yang tidak mudah. Oleh karena itu,
bata alumina tinggi dan bata magnesia tinggi banyak dipakai. Untuk
meningkatkan kontrol tanur, sekarang digunakan komputer. Produk akhirnya
terdiri diri masa butiran yang keras dengan ukuran 3-20 mm, yang disebut
dengan klinker.

Klinker ini dikeluarkan dari tanur putar ke pendingin kejut udara, sehingga
suhunya turun dengan cepat menjadi kira-kira 100-200o C. Pendingin tersebut
sekaligus merupakan pemanas pendahuluan bagi udara untuk pembakaran.
Proses tersebut diselesaikan dengan penggilingan (pulverisasi), diikuti oleh
penggilingan halus di dalam penggilingan tabung bola dan pengepakan secara
otomatis. Pada waktu penggilngan halus, ditambahkan bahan pemerlambat set
(setting retarder) seperti gipsum, plaster, atau kalsium lignosulfonat serta
bahan bawa-ikut udara, bahan dispersi, dan bahan tahan air. Klinker digiling
pada waktu kering dengan beberapa cara.
Pada waktu pembakaran, berlangsung berbagai reaksi, seperti penguapan air,
pengeluaran karbondioksida, dan reaksi antara gamping dan lampung.
Kebanyakan reaksi ini berlangsung pada fase padat, tetapi menjelang akhir
proses, terjadi peleburan
Proses yang terjadi di dalam kiln: pengeringan slurry, pemanasan awal,
kalsinasi pemijaran, pendinginan dan penyimpanan klinker.
a. Pengeringan slurry
Pengeringan slurry terjadi pada daerah 1/3 panjang kiln dari inlet pada
temperatur 100-500◦C sehingga terjadi pelepasan air bebas dan air terikat
untuk mendapatkan padatan tanah kering.

b. Pemanasan Awal
Pemanasan Awal terjadi pada daerah 1/3 setelah panjang kiln dari inlet.
Selama pemanasan tidak terjadi perubahan berat dari material tetapi hanya
peningkatan suhu yaitu sekitar 600°C dengan menggunakan preheater. Pada
suhu 100C, terjadi penguapan air, dan pada suhu 500C, terjadi pelepasan
atau penguapan air kristal yang melekat pada clay. Pada proses kering,
pengeringan dalam suspension preheater dari kadar air 5% menjadi 0%,
sedangkan pada proses basah kadar air umpan sekitar 35%.

c. Kalsinasi
Pada suhu 900 – 1200 oC, terjadi kalsinasi dan reaksi pokok dari kapur dan
lempung. Kalsinasi merupakan penguraian kalsium karbonat menjadi
senyawa-senyawa penyusunnya dengan reaksinya:
CaCO3 CaO + CO2
MgCO3 MgO + CO2
Di komposisi tanah liat:
Al2O3.2SiO2.xH2O Al2O3 + 2SiO2 + xH2O
Pada proses kering, sebagian dalam suspension preheater dan sebagian tetap
dalam rotary kiln.

d. Pemijaran
Pada suhu 1250 – 1280, terjadi leburan semen. Al2O3, Fe2O3 akan meleleh,
sedang CaO yang halus semuanya lebur. Suhu meningkat dan terjadi
leburan lanjut dari senyawa-senyawa. Reaksi antara oksida-oksida yang
terdapat dalam material yang membentuk senyawa hidrolisis yaitu C4AF,
C3A, C2S pada suhu 1450 °C membentuk Clinker.
 Al2O3 + Fe2O3 + CaO C4AF
Reaksi ini berlangsung hingga Fe2O3 habis.
 Sesudah Fe2O3 habis, terjadi reaksi sebagai berikut:
Al2O3 + 3 CaO C3 A
Reaksi berlangsung hingga Al2O3 habis.
 Silikat mulai meleleh (agak lebur)
SiO2 + 2 CaO C2 S
Reaksi berjalan terus hingga SiO2 habis
 CaO + C2S C3 S
C3S adalah penyusun utama yang memberikan kekuatan pada semen.
CaO sisa keluar sebagai CaO bebas

e. Pendinginan
Terjadi pendinginan Clinker secara mendadak dengan aliran udara sehingga
Clinker berukuran 1150-1250 gr/liter. Clinker yang keluar dari Cooler
bersuhu 150-250° C dan disimpan dalam ‘storage’.

f. Transportasi & penyimpanan clinker


Klinker kasar akan jatuh kedalam penggilingan untuk dihaluskan dengan
penambahan sedikit gypsum, digiling secara kering dalam clinker grinding
mill menjadi semen. Gypsum ditambahkan (4-5%) untuk memperlambat
pengerasan dari semen pada waktu pemakaian.

Reaksi-reaksi yang terjadi pada pembentukan klinker:


Suhu Reaksi Perubahan kalor
100 Penguapan air bebas Endotermik
500 dan lebih Evolusi air gabungan Endotermik
dari lempung
900 dan lebih Kristalisasi produk Endotermik
dehidrasi amorf
lempung
900 dan lebih Evolusi karbondioksida Endotermik
900-1200 Reaksi utama antara Endotermik
gamping dan lempung
1250-1280 Mulai pembentukan zat Endotermik
cair
1280dan lebih Kelanjutan Kemungkinan
pembentukan zat cair neracanya endotermik
dan penyelesaian
pembentukan senyawa
semen

7. Proses Pengerasan Semen

Penambahan air pada semen mula-mula akan membentuk pasta semen. Dalam
jangka waktu tertentu pasta tersebut akan mengalami setting atau pengerasan.
Ada dua teori yang menerangkan tentang sifat-sifat pengerasan semen ini,
yaitu :
1. Crystalline Theory
Teori ini menerangkan bahwa sifat mengerasnya semen (pasta semen)
bergantung pada pertumbuhan Kristal-kristal yang terbentuk.

2. Gel atau Colloidal Theory


Sifat pasta semen dapat dianggap sebagai larutan yang lewat jenuh dari
persenyawaan-persenyawaan yang terhidrasi. Lama-kelamaan akan
menggumpal membentuk masa yang amorphous disebut gel. Setelah kering,
gel ini mengeras menjadi beton.

Walau ada beberapa teori yang menerangkan tentang pengerasan atau setting
semen ini, tapi sebenarnya teori-teori itu mempunyai persesuaian yaitu bahwa
terjadi pengerasan atau setting ini disebabkan adanya suatu proses hidrasi dan
hidrolisa daripada komponen-komponen penyusun semen.

Produk hidrasi mempunyai kelarutan amat rendah di dalam air, jika tidak,
beton yang bersentuhan dengan air tentu akan terserang dan rusak dengan
cepat. Banyak perhatian telah diberikan para ahli mengenai kalor yang keluar
pada waktu semen mengalami hidrasi. Urutan sumbangan kalor pengerasan
berbagai senyawa (dasar, bobot sama, yaitu gram/gram) sesudah 28 hari,
adalah sebagai berikut.
Ca3A > C3S > C3AF > C3S
 Hidrolisa
C3S + X H2O C2S.XH2O + Ca(OH)2
C4AF + XH2O C3A.6H2O + CF(X-6)H2O
 Hidrasi
C2S + X H2O C2S.XH2O
C3S + XH2O C2S.(x-1)H2O (amorph) + Ca(OH)2
C 3 A + 6 H2 O C3A.6H2O
C3A + 3 CaSO4.2H2O + 25 H2O C3A.3CaSO4.31H2O
C4AF + xH2O C3A. 6H2O + CaO.Fe2O3.(x-6)H2O
MgO + H2O Mg(OH)2

Peranan tiap komponen utama adalah sebagai berikut :


C3 S : Penting dalam memberikan kekuatan pada saat permulaan dan
memberikan efek penambahan kekuatan yang kontinyu disaat
berikutnya
C2 S : hanya memberikan kekuatan seperlunya saja. Sampai kira-kira 28
hari, tetapi pada saat berikutnya akan memberikan efek kekuatan
yang besar
C3 A : memberikan efek kekuatan yang besar selama kira-kira 28 hari.
Semakin lama semakin berkurang sampai akhirnya boleh dikatakan
sama sekali tidak memberikan efek apa-apa.
C4AF : hanya sedikit memberikan efek kekuatan, baik pada saat
permulaan maupun saat berikutnya.

Pada umumnya semen yang kita harapkan adalah setting timenya lama, panas
hidrasinya rendah dan tahan terhadap alkali tanah dan air.

Keseluruhan proses semen dapat dipantau dengan mesin sinar X yang


dihubungkan dengan kalkulator yang diprogam untuk mengambil contoh
produk dan mengatur umpan penggiling secara otomatis sehingga menghasikan
produk yang dikehendaki.

4. Kelebihan Dan Kelemahan Proses Pembuatan Semen

A. Proses Basah
Kelebihan Proses Basah:
• Kadar Alkalisis, klorida, dan sulfat tidak menimbulkan gangguan
penyempitan dalam saluran material masuk kiln.
• Deposit yang tidak homogen tidak berpengaruh karena mudah untuk
mencampur dan mengoreksinya.
• Pencampuran dan koreksi slurry lebih mudah karena berupa larutan.
• Fluktuasi kadar air tidak berpengaruh pada proses.
Kelemahan Proses Basah:
• Proses basah baik digunakan hanya bila kadar air bahan bakunya cukup
tinggi
• Pada waktu pembakaran memerlukan banyak panas, sehingga konsumsi
bahan bakar lebih banyak
• Kiln yang dipakai lebih panjang karena proses pengeringan yang terjadi
dalam kiln menggunakan 22 % panjang kiln.

B. Proses Kering
Kelebihan Proses Kering:
• Kiln yang digunakan relatif pendek
• Kebutuhan panas lebih rendah

Kelemahan Proses Kering:


• Rata-rata kapasitas kiln lebih besar
• Fluktuasi kadar air menganggu operasi, karena materail lengket di inlet
kiln
• Terjadi penebalan atau penyempitan pada saluran pipa kiln.

5. Jenis-Jenis Semen

Semen Portland
Semen Portland didefinisikan sebagai produk-produk yang didapatkan dari
penggilingan halus klinker yang terdiri terutama dari kalsium silikat hidraulik,
dan mengandung satu atau dua bentuk kalsium silikat sebagai tambahan
antargiling.
Ada lima jenis semen Portland, yaitu:
1. Semen Portland tipe I
Semen Portland Tipe I dikenal sebagai Ordinary Portland Cement (OPC),
merupakan semen hidrolis yang digunakan secara luas untuk konstruksi
umum, seperti: perumahan, gedung, dan jalan raya. Semen ini ada ada
beberapa jenis pula, misalnya semen putih yang kandungan feri oksidanya
lebih kecil, semen sumur minyak, semen cepat keras, dan beberapa jenis lain
untuk penggunaan khusus.

2. Semen Portland tipe II


Semen Portland Tipe II adalah semen yang mempunyai ketahanan terhadap
sulfat dan panas hidrasi sedang. Digunakan untuk bangunan pinggir laut,
tanah rawa, dermaga, saluran irigasi, beton massa dan bendungan.

3. Semen Portland tipe III


Semen Portland Tipe III, semen ini merupakan semen yang dikembangkan
untuk memenuhi kebutuhan bangunan yang memerlukan kekuatan awal
yang tinggi setelah proses pengecoran dilakukan dan memerlukan
penyelesaian secepat mungkin. Semen ini mengandung trikalsium silikat
(C3S) yang lebih banyak daripada semen Portland tipe I. Hal ini disamping
kehalusannya menyebabkan semen ini lebih cepat mengeras dan cepat
mengeluarkan kalor. Contoh penggunaan untuk pembuatan jalan raya,
bangunan tingkat tinggi, dan bandar udara.

4. Semen Portland tipe IV


Semen Portland Tipe IV memiliki persen kandungan C3S dan trikalsium
aluminat, C3A lebih rendah, sehingga pengeluaran kalornya pun lebih
rendah. Akibatnya , persen tetrakalsium-aluminuferit C4AF lebih tinggi
karena adanya Fe2O3 yang ditambahkan untuk mengurangi C3A. Contoh
pemakaian : bendungan, bangunan dengan massa besar.

5. Semen Portland tipe V


Semen Portland Tipe V, semen ini digunakan untuk konstruksi bangunan-
bangunan pada tanah atau air yang mengandung sulfat tinggi dan sangat
cocok untuk instalasi pengolhan limbah pabrik, konstruksi dalam air,
jembatan, terowongan, pelabuhan, dan pembangkit tenaga nuklir

Semen Jenis lain


Semen Porland tidak cocok untuk berbagai penerapan dalam kondisi korosif. Jadi,
banyak semen baru yang dikembangkan, yang beberapa diantaranya cukup
penting dalam industri.
1. Semen Pozolan
Pozolan adalah bahan yang dalam keadaan sendiri tidak terlalu bersifat semen,
tetapi akan muncul sifat semen apabila dicampur dengan gamping. Kekuatan
awal semen ini lebih rendah dari pada semen Portland tetapi dalam waktu
setahun kekuatannya akan sama. Keunggulannya bahwa semen ini tahan
terhadap aksi korosi air larutan garam dan air laut, lebih baik dari pada semen
Portland.

2. Semen Alumina Tinggi


Semen Alumina Tinggi pada dasarnya suatu semen kalsium aluminat, dibuat
dengan melebur campuran batu gamping, bauksit, dan bauksit ini biasanya
mengandung oksida besi, silika, magnesia, dan ketakmurnian lain. Cirinya
ialah bahwa kekuatan semen ini berkembang dengan cepat dan ketahannya
terhadap air laut dan air yang mengandung sulfat lebih baik.

3. Semen Silikat
Semen silikat yang penuh silika dan set secara kimia tahan terhadap segala
macam asam anorganik dalam segala konsentrasi, kecuali asam flourida.
Semen ini tidak cocok untuk pH diatas 7 atau dalam system yang membentuk
Kristal. Biasanya digunakan dua bagian berat silika yang digiling halus
bersama bagian natrium sulfat, contoh penerapannya ialah sebagai bahan
perekat bata didalam tangki reaksi asam kromat dan tangki alum.
.
4. Semen Belerang
Semen Belerang sangan tahan terhadap garam dan asam yang tak
mengoksidasi, tetapi tidak boleh dipakai bila ada alkali, minyak, lemak, dan
pelarut. Penggunaanya pelarut karena adanya perubahan struktur ksristal pada
suhu 93OC. Contoh penggunaan semen Belerang sebagai bahan dasar, sebagai
pelekat bata, ubin, dan pipa besi cor.

5. Semen Magnesium Oksiklorida


Semen ini ditemukan oleh ahli kimia Prancis Sorel, juga disebut Semen Sorel.
Dibuat melalui aksi eksotermik larutan magnesium klorida 20% terhadap
suatu ramuan magnesia yang didapatkan yang didapatkan dari kalsinasi
magnesit dan magnesia yang didapat dari larutan garam.
3MgO + MgCl2 + 11 H2O 3MgO.MgCl2.11H2O
Oksoklorida Kristal yang dihasilkan menambah aksi penyemenan terhadap
semen komersial. Produk ini keras dan kuat tetapi mudah terserang air yang
menguras kandungan magnesium kloridanya. Penggunaannya terutama adalah
sebagai semen lantai dengan pengisi yang tak reaktif dan pigmen pewarna,
dan sebagai dasar lantai dalam seperti ubin dan terazo. Semen ini korosif
terhadap korosif besi. Sebagai pengisi digunakan pasir atau pulp kayu.
Magnesia yang digunakan mungkin mengandung sejumlah kecil kalsium
oksida, kalsium hidroksida atau kalsium silikat yang dalam proses set
meningkatkan peubahan volume, dank arena itu menurunkan kekuatannya dan
sifat tahan pakainya. Untuk menghindari efek ini, hidrat magnesium sulfat
(MgSO4.7H2O) atau logam tembaga yang sangat halus ditambahkan kepada
campuran tersebut. Penggunaan serbuk tembaga tidak hanya mencegah
ekspansi yang berlebihan, tetapi juga meningkatkan ketahanan terhadap air,
adhesi, kekuatan kering dan basah sehingga lebih dari semen magnesium
oksiklorida biasa. Produk ini dapat melekat dalam lapisan tipis pada beton dan
bermanfaat untuk merapatkan retak-retak didalam beton.

6. Limbah dan Pengolahannya

Semen mempunyai empat komponen bahan kimia utama yaitu kapur (batu kapur),
silika (pasir), alumina (tanah liat) dan besi oksida (biji besi). Sedikit gipsum
biasanya ditambahkan pada saat penghalusan untuk memperlambat pengerasan.
Suatu Industri semen tentu mempunyai limbah dari pengolahan-pengolahan bahan
baku tersebut. Di banding sektor industri yang lain, industri semen relatif tidak
menghasilkan limbah cair mengingat penggunaan teknologi berbasis proses
kering dalam pembuatan semen, tidak menyertakan penggunaan air. Limbah yang
terbesar dari industri semen adalah limbah gas dan partikel. Limbah yang
diproduksi pabrik keluar dan bercampur dengan udara. Secara alamiah udara
mengandung unsur kimia seperti O2, N2, NO2,CO2, H2 dan lain-lain.

Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu partikel
dan gas.
1. Limbah gas
Limbah gas akan menggangu kandungan alami udara dan akan menurunkan
kualitas udara. Pencemaran berbentuk gas dapat dirasakan melalui
penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat la ngsung. Gas-gas ini antara
lain SO2, NOx, CO, CO2, hidrokarbon dan lain-lain. Gas tertentu yang lepas
ke udara dalam konsentrasi tertentu akan membunuh manusia. Dalam kadar
rendah, tidak berbau dan bila kadar bertambah menyebabkan bau yang tidak
enak gejalanya cepat menghebat menimbulkan pusing, batuk dan mabuk.
Uap, yaitu bentuk gas dari zat tertentu tidak kelihatan dan dalam ruangan
berdifusi mengisi seluruh ruang. Yang harus diketahui adalah jenis uap yang
terdapat dalam ruangan karena untuk setiap zat berbeda daya reaksinya. Zat-
zat yang mudah menguap adalah amoniak, chlor, nitrit, nitrat dan lain-lain.
Bahan yang bersifat gas dan uap akan berakibat:
a. Mengganggu pernapasan
b. Merusak alat-alat dalam tubuh
c. Merusak susunan saraf
d. Merusak susunan darah

2. Limbah Partikel
Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan mata
telanjang seperti uap air, debu, asap, dan kabut. Debu yaitu partikel zat padat
yang timbul pada proses industri sepeti pengolahan, penghancuran dan
peledakan, baik berasal dari bahan organik maupun anorganik. Debu, karena
ringan, akan melayang di udara dan turun karena gaya tarik bumi.
Penimbunan debu dalam paru-paru akibat lingkungan mengandung debu
yaitu pada manusia yang ada di sekitarnya bekerja atau bertempat tinggal.
Kerusakan kesehatan akibat debu tergantung pada lamanya kontak,
konsentrasi debu dalam udara, jenis debu itu sendiri dan lain-lain.
Asap adalah partikel dari zat karbon yang keluar dari cerobong asap industri
karena pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung
karbon. Asap bercampur dengan kabut/uap air pada malam hari akan turun ke
bumi bergantungan pada daun-daunan ataupun berada di atas atap rumah.

Bahan yang bersifat partikel menurut sifatnya akan menimbulkan:


1. Ransangan saluran pernafasan
2. Kematian karena bersifat racun
3. Alergi
4. Fibrosis
5. Penyakit demam
Untuk menghindari dampak yang diakibatkan limbah melalui udara dilakukan
pengendalian dengan penetapan nilai ambang batas. Nilai ambang batas adalah
kadar tertinggi suatu zat dalam udara yang diperkenankan, sehingga manusia dan
makhluk lainnya tidak mengalami gangguan penyakit atau menderita karena zat
tersebut. Selain penetapan nilai ambang batas juga dilakukan teknologi
pengolahan emisi pencemaran udara. Teknologi pengolahan emisi pencemaran
udara industri telah berkembang lama, yang digunakan untuk mengurangi,
menurunkan, dan menghilangkan kadar pencemaran unsur-unsur limbah proses
yang dihasilkan. Teknologi yang diterapkan yaitu peralatan untuk partikel dan
aerosol seperti dengan cara pengendapan, scrubber, filter dan electrostatic
precipitator.

Anda mungkin juga menyukai