Anda di halaman 1dari 18

TEKNOLOGI PROSES DALAM INDUSTRI SEMEN

I.

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan,
tentu kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan
batu-batu raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau
lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur atau
Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di Cina yang menurut
legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun menggunakan aspal
alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa di India ataupun
bangunan kuno yang dijumpai di Pulau Buton.
Peristiwa tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen sejak zaman dahulu.
Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan ini
awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Pertama
kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk
Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana. Menyusul runtuhnya
Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun 1100 1500 M) resep
ramuan pozzuolana sempat menghilang dari peredaran.
Pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an
M), John Smeaton, seorang insinyur asal Inggris menemukan kembali ramuan
kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan
campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di
lepas pantai Cornwall, Inggris.
Material itu sendiri adalah benda yang dengan sifat-sifatnya yang khas
dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Dan Sains
material yaitu suatu cabang ilmu yan meliputi pengembangan dan penerapan
pengetahuan yang mengkaitkan komposisi, struktur dan pemrosesan material
dengan sifat-sifat kegunaannya.semen termasuk material yang sangat akrab
dalam kehidupan kita sehari-hari.
I.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian semen?
2. Bagaimana pengambilan bahan pembuatan semen?
1

3.
4.
5.
6.
II.

Bagaimana proses pembuatan semen?


Bagaimana pengolahan limbah industri semen?
Apa laboratorium penunjang industri semen?
Bagaimana analisis ekonomi dan penjualan dalam industri semen?

PEMBAHASAN
II.1.
Pengertian Semen
Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang
mampu mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu
kesatuan yang kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan
perekat antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang
kompak atau dalam pengertian yang luas adalah material plastis yang
memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara
membakar batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang
inggris, pada tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran
batu kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar
menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur
(CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbon dioksida(CO2). Batu kapur
tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membemtuk klinker
kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan
Portland.
II.2.
Pengambilan Bahan Pembuatan Semen
Tahapan penambangan bahan baku dalam industri semen untuk
batu gamping (batukapur) meliputi pembersihan dan pengupasan tanah penutup
(top soil) pemboran dan peledakan (drilling and blasting), pemuatan (loading),
dan pengangkutan (hauling) ke crushing plant.
a. Pembersihan dan Pengupasan tanah penutup
Pembersihan dan pengupasan tanah penutup bertujuan untuk
membersihkan

lahan

dari

pepohonan,

semak

dan rumput

serta

memisahkan humus agar tidak terangkut ke crusher. Lapisan humus ini


merupakan lapisan tanah subur yang akan digunakan untuk reklamasi
daerah pasca tambang, sehingga harus disimpan dan dikelola sebelum
nantinya akan digunakan kembali untuk reklamasi lahan pasca tambang.

Pada kegiatan ini alat yang digunakan adalah Bulldozer type D155 merk
Komatsu.
b. Pemboran dan peledakan
Setelah dilakukan pembersihan lahan, selanjutnya dilakukan
pemboran untuk peledakan, kegiatan pemboran merupakan pekerjaan
pertama kali dilakukan dengan tujuan untuk membuat sejumlah lubang
ledak dengan geometri dan pola tertentu pada massa batuan yang
selanjutnya akan diisi dengan bahan peledak untuk diledakan. Arah
pemboran yang diterapkan dilakukan secara tegak dengan pola pemboran
selang seling ( staggered pattern ) mata bor berdiameter 3.5 inch dengan
kedalaman 6 meter (sesuai rencana jenjang/bench) dan burden x spasi : 3
m x 2.75 m ( sangat bergantung dari kondisi batuan yang akan diledakan ).
Mesin bor menggunakan Hydraulic drill type ROC - F7 merk Atlas Copco.

Peledakan bertujuan untuk memisahkan material bahan baku dari


massa batuan induk dengan fragmentasi yang diinginkan. Bahan peledak
yang digunakan adalah ANFO (94,5% ammonium nitrat, 5,5% fuel oil).
dan Powergel, selain kedua bahan peledak utama tersebut juga digunakan
penggalak peledakan yang merupakan pelengkap dari bahan peledak
utama yang fungsinya untuk meledakan bahan peledak utama tersebut baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu system peledakan alat
ini biasa disebut dengan Detonator/Balsting Cap/Penggalak.
Sedangkan ukuran fragment batuan sendiri diharapkan berdiameter
maksimum 80 cm. Penentuan fragmentasi batuan tersebut didasarkan pada
lebar mulut crusher. Jika dalam hasil peledakan ternyata masih terdapat
material yang oversize, maka harus dilakukan pemecahan dengan stone
breaker yang dalam hal ini akan menaikkan cost produksi.

c. Pemuatan dan Pengangkutan


Selanjutnya material hasil peledakan yang memenuhi syarat
fragmentasi dimuat dengan excavator (bucket 2 4 BCM) dan wheel
loader ke dalam dump truck berkapasitas 18 30 ton dan diangkut ke
crushing plant yang berjarak kurang lebih 2 km dari loading point. Pada
kondisi tertentu material bisa saja masuk stock yard sebelum masuk
crusher karena gangguan crusher atau kualitas yang kurang memenuhi
syarat (adanya material dolomit). Pada operasi ini alat muat

yang

digunakan excavator type PC750/PC650/PC400 merk Komatsu dan wheel


loader type WA500 merk Komatsu sedangkan dump truck menggunakan
type CWB merk Nissan kapasitas 18 20 ton dan dump truck merk Scania
kapasitas 30 ton.
II.3.

Proses Pembuatan Semen

Gambar 1. Proses pembuatan semen

1.

Proses pembuatan semen dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :


Penambangan Bahan Baku (Quarry)
Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika,tanah liat, dan materialmaterial lain yang mengandung kalsium, silikon, alumunium, dan besi
oksida yang diekstarksi menggunakan drilling dan blasting.
a. Penambangan Batu Kapur
Membuang lapisan atas tanah Pengeboran, kemudian membuat
lubang dengan bor untuk tempat Peledakan Blasting. Peledakan ini
disebut dengan teknik electrical detonation.

Gambar 2. Penambangan batu kapur

b. Penambangan Batu Silika

Penambangan silika tidak membutuhkan peledakan karena


batuan silika merupakan butiran yang saling lepas dan tidak terikat
satu sama lain. Penambangan dilakukan dengan pendorongan batu
silika menggunakan dozer ke tepi tebing dan jatuh di loading area.

Gambar 3. Penambangan Batu Silika

c. Penambangan Tanah Liat


Penambangan tanah liat dilakukan dengan pengerukan pada
lapisan permukaan tanah dengan excavator yang diawali dengan
pembuatan jalan dengan sistem selokan selang seling.

Gambar 4. Penambangan Tanah Liat

2. Pemecahan Bahan Baku (Crushing)


Crushing

merupakan

proses

pemecahan

material

hasil

penambangan menjadi ukuran yang lebih kecil dengan menggunakan


crusher. Batu kapur dari ukuran kurang dari 1cm menjadi kurang dari 50
mm. Batu silika dari ukuran kurang dari 40 cm menjadi kurang dari 200

mm. Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk
memperkecil ukuran agar mudah dalam proses penggilingan. Alat yang
digunakan untuk menghancurkan batukapur dinamakan Crusher. Dan alat
yang digunakan untuk memecah tanah liat disebut clay cutter.
Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari
ukuran diameter ( 100 1500 mm ) menjadi ukuran yang lebih kecil
dengan diameter ( 5 300 mm ) dengan sistim pemecahan dan penekanan
secara mekanis.
Batu Kapur ( 800 x 800 mm ) 18 % H2O masuk Hopper melewati
Wobbler Feeder. Batu Kapur < 90 mm akan lolos tanpa melewati Crusher (
700 T/ J ). Tanah Liat ( 500 x 500 mm ) 30 % H2O masuk Hopper
melewati Apron Feeder dipotong -2 menggunakan Clay Crusher menjadi
ukuran 95 % lolos 90 mm. Produk dari Limestone Crusher dan Clay
Crusher bercampur dalam Belt Conveyor dan ditumpuk di dalam Storage
Mix. Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi
dengan pembuatan mix pile. Tujuan pre-homogenisasi material adalah
untuk memperoleh bahan baku yang lebih homogen.
3.

Penggilingan Bahan Baku (Raw Mill)


Proses Basah Penggilingan dilakukan dalam raw mill
dengan menambahkan sejumlah air kemudian dihasilkan
slurry

dengan

kadar

air

34-38

%.Material-material

ditambah air diumpankan ke dalam raw mill. Karena


adanya putaran, material akan bergerak dari satu kamar ke
kamar berikutnya.Pada kamar 1 terjadi proses pemecahan
dan kamar 2/3 terjadi gesekan sehingga campuran bahan
mentah menjadi slurry.
Proses Kering Terjadi di Duodan Mill yang terdiri dari
Drying Chamber, Compt 1, dan Compt 2. Material-material
dimasukkan bersamaan dengan dialirkannnya gas panas
yang berasal dari suspension preheater dan menara
pendingin. Pada ruangan pengering terdapat filter yang

berfungsi untuk mengangkut dan menaburkan material


sehingga gas panas dan material berkontaminasi secara
merata

sehingga

efisiensi

dapat

tercapai.

Terjadi

pemisahan material kasar dan halus dalam separator.


4.

Homogenisasi
Pada proses penggilingan tabung atau bola dalam keadaan basah
dan dilewatkan melalui klasifikator cawan atau ayak. Bubur atau slurry
tersebut lalu dipompakan ke dalam tangki koreksi, dimana terdapat lengan
berputar untuk mengaduk campuran hingga homogen dan menyesuaikan
komposisinya sebagaimana dikehendaki. Pada beberapa pabrik, bubur
disaring di dalam filter putar kontinu dan diumpankan ke dalam tanur.
Proses kering sangat cocok untuk batuan semen alam dan campuran batu
gamping dan lempung, serpih atau sabak.
Pada proses basah slurry dicampur di mixing basin, kemudian
slurry dialirkan ke tabung koreksi (proses pengoreksian). Sedangkan
proses kering terjadi di blending silo dengan sistem aliran corong.

5.

Proses Pembakaran atau Pembentukan Clinker


Pembakaran atau pembentukan clinker terjadi di dalam kiln. Kiln
adalah alat berbentuk tabung yang di dalamnya terdapat semburan api.
Kiln di design untuk memaksimalkan efisiensi dari perpindahan panas
yang berasal dari pembakaran bahan bakar. Pada proses ini bahan
diumpankan langsung ke dalam tanur putar dimana berlangsung reaksi
kimia. Kalor disediakan melalui pembakaran minyak, gas atau batu bara
serbuk dengan menggunakan udara panas dari pendingin klinker.
Dewasa ini terdapat kecenderungan untuk menggunakan tanur
putar yang lebih panjang sehingga efisiensi termalnya lebih tinggi lagi.
Tanur proses kering mungkin hanya 45 meter saja panjangnya, tetapi pada
proses kering tanur sepanjang 90-180 meter bukan merupakan hal yang
luar biasa. Diameter dalam berkisar antara 2,5-6 meter. Tanur itu berputar
dengan kecepatan 0,5-2 putaran/menit bergantung pada ukurannya. Tanur

itu dipasang agak miring sedikit, sehingga bahan yang diumpamakan di


ujung atas bergerak perlahan-lahan ke ujung pembakaran yang lebih
rendah, dalam waktu 1-3 jam.
Agar ekonomi kalor lebih baik lagi, sebagian air dikeluarkan dari
lumpur proses basah. Diantara metode yang dipakai ada yang
menggunakan filter bubur dan pengental Dorr. Dewasa ini tanur harus
dilengkapi dengan peralatan pengendalian pencemaran yang efisien seperti
rumah karung dan presipitator elektrostatik. Untuk menghemat energi
digunakan ketel kalor buangan, dan ini sangat ekonomis untuk semen
proses kering, karena gas buangan dari tanur kering lebih panas daripada
proses basah, dan suhunya bisa mencapai 800o C. Oleh karena itu pelepas
dinding tanur harus ditahan terhadap abrasi dan serangan kimia yang
cukup hebat pada suhu tinggi di zona klinker, maka pemilihan refraktori
pelapis merupakan hal yang tidak mudah. Oleh karena itu, bata alumina
tinggi dan bata magnesia tinggi banyak dipakai. Untuk meningkatkan
kontrol tanur, sekarang digunakan komputer. Produk akhirnya terdiri diri
masa butiran yang keras dengan ukuran 3-20 mm, yang disebut dengan
klinker.
Klinker ini dikeluarkan dari tanur putar ke pendingin kejut udara,
sehingga suhunya turun dengan cepat menjadi kira-kira 100-200o C.
Pendingin tersebut sekaligus merupakan pemanas pendahuluan bagi udara
untuk pembakaran. Proses tersebut diselesaikan dengan penggilingan
(pulverisasi), diikuti oleh penggilingan halus di dalam penggilingan
tabung bola dan pengepakan secara otomatis. Pada waktu penggilngan
halus, ditambahkan bahan pemerlambat set (setting retarder) seperti
gipsum, plaster, atau kalsium lignosulfonat serta bahan bawa-ikut udara,
bahan dispersi, dan bahan tahan air. Klinker digiling pada waktu kering
dengan beberapa cara.
Pada waktu pembakaran, berlangsung berbagai reaksi, seperti
penguapan air, pengeluaran karbondioksida, dan reaksi antara gamping

dan lampung. Kebanyakan reaksi ini berlangsung pada fase padat, tetapi
menjelang akhir proses, terjadi peleburan.
Proses yang terjadi di dalam kiln: pengeringan slurry, pemanasan
awal, kalsinasi pemijaran, pendinginan dan penyimpanan klinker.
a. Pengeringan slurry
Pengeringan slurry terjadi pada daerah 1/3 panjang kiln dari inlet
pada temperatur 100-500C sehingga terjadi pelepasan air bebas dan air
terikat untuk mendapatkan padatan tanah kering.
b. Pemanasan Awal
Pemanasan Awal terjadi pada daerah 1/3 setelah panjang kiln dari
inlet. Selama pemanasan tidak terjadi perubahan berat dari material
tetapi

hanya

peningkatan

suhu

yaitu

sekitar

600C

dengan

menggunakan preheater. Pada suhu 100C, terjadi penguapan air, dan


pada suhu 500C, terjadi pelepasan atau penguapan air kristal yang
melekat pada clay. Pada proses kering, pengeringan dalam suspension
preheater dari kadar air 5% menjadi 0%, sedangkan pada proses basah
kadar air umpan sekitar 35%.
c. Kalsinasi
Pada suhu 900 1200 oC, terjadi kalsinasi dan reaksi pokok dari
kapur dan lempung. Kalsinasi merupakan penguraian kalsium karbonat
menjadi senyawa-senyawa penyusunnya dengan reaksinya:
CaCO3

CaO + CO2

MgCO3

MgO + CO2

Di komposisi tanah liat:


Al2O3.2SiO2.xH2O

Al2O3 + 2SiO2 + xH2O

Pada proses kering, sebagian dalam suspension preheater dan sebagian


tetap dalam rotary kiln.
d. Pemijaran
Pada suhu 1250 1280, terjadi leburan semen. Al 2O3, Fe2O3 akan
meleleh, sedang CaO yang halus semuanya lebur. Suhu meningkat dan
terjadi leburan lanjut dari senyawa-senyawa. Reaksi antara oksida-

10

oksida yang terdapat dalam material yang membentuk senyawa


hidrolisis yaitu C4AF, C3A, C2S pada suhu 1450 C membentuk Clinker.
1) Al2O3 + Fe2O3 + CaO
C4AF
Reaksi ini berlangsung hingga Fe2O3 habis.
2) Sesudah Fe2O3 habis, terjadi reaksi sebagai berikut:
Al2O3 + 3 CaO

C3A

Reaksi berlangsung hingga Al2O3 habis.


3) Silikat mulai meleleh (agak lebur)
SiO2 + 2 CaO

C2S

Reaksi berjalan terus hingga SiO2 habis


4) CaO + C2S
C3S
C3S adalah penyusun utama yang memberikan kekuatan pada
semen. CaO sisa keluar sebagai CaO bebas
e. Pendinginan
Terjadi pendinginan Clinker secara mendadak dengan aliran udara
sehingga Clinker berukuran 1150-1250 gr/liter. Clinker yang keluar dari
Cooler bersuhu 150-250 C dan disimpan dalam storage.
f. Transportasi & penyimpanan clinker
Klinker kasar akan jatuh kedalam penggilingan untuk dihaluskan
dengan penambahan sedikit gypsum, digiling secara kering dalam
clinker grinding mill menjadi semen. Gypsum ditambahkan (4-5%)
untuk memperlambat pengerasan dari semen pada waktu pemakaian.
Tabel 1. Reaksi-reaksi yang terjadi pada pembentukan klinker:
Suhu

Reaksi

Perubahan kalor

100

Penguapan air bebas

Endotermik

500 dan lebih

Evolusi air gabungan Endotermik


dari lempung
Kristalisasi

900 dan lebih

dehidrasi

11

produk
amorf

Endotermik

lempung
Evolusi
karbondioksida
900 dan lebih

Endotermik
Reaksi utama antara

900-1200

gamping dan lempung

Endotermik

Mulai pembentukan zat


1250-1280

cair

Endotermik

Kelanjutan
pembentukan zat cair
1280dan lebih

dan

penyelesaian Kemungkinan

pembentukan senyawa neracanya endotermik


semen
7. Proses Pengerasan Semen
Penambahan air pada semen mula-mula akan membentuk pasta
semen. Dalam jangka waktu tertentu pasta tersebut akan mengalami
setting atau pengerasan. Ada dua teori yang menerangkan tentang sifatsifat pengerasan semen ini, yaitu :
a. Crystalline Theory
Teori ini menerangkan bahwa sifat mengerasnya semen (pasta
semen) bergantung pada pertumbuhan Kristal-kristal yang terbentuk.
b. Gel atau Colloidal Theory
Sifat pasta semen dapat dianggap sebagai larutan yang lewat jenuh
dari persenyawaan-persenyawaan yang terhidrasi. Lama-kelamaan akan
menggumpal membentuk masa yang amorphous disebut gel. Setelah
kering, gel ini mengeras menjadi beton.
Walau ada beberapa teori yang menerangkan tentang pengerasan
atau setting semen ini, tapi sebenarnya teori-teori itu mempunyai
persesuaian yaitu bahwa terjadi pengerasan atau setting ini disebabkan

12

adanya suatu proses hidrasi dan hidrolisa daripada komponen-komponen


penyusun semen.
Peranan tiap komponen utama adalah sebagai berikut :
C3S

: Penting dalam memberikan kekuatan pada saat permulaan dan


memberikan efek penambahan kekuatan yang kontinyu disaat
berikutnya

C2S

: hanya memberikan kekuatan seperlunya saja. Sampai kira-kira


28 hari, tetapi pada saat berikutnya akan memberikan efek
kekuatan yang besar

C3A

: memberikan efek kekuatan yang besar selama kira-kira 28 hari.


Semakin lama semakin berkurang sampai akhirnya boleh
dikatakan sama sekali tidak memberikan efek apa-apa.

C4AF :hanya sedikit memberikan efek kekuatan, baik pada saat


permulaan maupun saat berikutnya.
Pada umumnya semen yang kita harapkan adalah setting timenya
lama, panas hidrasinya rendah dan tahan terhadap alkali tanah dan air.
Keseluruhan proses semen dapat dipantau dengan mesin sinar X yang
dihubungkan dengan kalkulator yang diprogam untuk mengambil contoh
produk dan mengatur umpan penggiling secara otomatis sehingga
menghasikan produk yang dikehendaki.
8. Pengemasan
Pengemasan semen dibagi menjadi 2, yaitu pengemasan dengan
menggunakan zak (kraft dan woven) dan pengemasan dalam bentuk curah.
Semen dalam bentuk zak akan didistribusikan ke toko-toko bangunan dan
end user. Sedangkan semen dalam bentuk curah akan didistribusikan ke
proyek-proyek.
Tahapan proses pengemasan dengan menggunakan zak adalah
sebagai berikut:
Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem aerasi
untuk menghindari penggumpalan/koagulasi semen yang dapat disebabkan
oleh air dari luar, dan pelindung dari udara ambient yang memiliki
humiditas tinggi. Setelah itu Semen dari silo dikeluarkan dengan

13

menggunakan udara bertekanan (discharge) dari semen silo lalu dibawa ke


bin penampungan sementara sebelum masuk ke mesin packer atau loading
ke truck.
II.4.

Pengolahan Limbah Industri Semen


Di banding sektor industri yang lain, industri semen relatif

tidak

menghasilkan

limbah

cair

mengingat

penggunaan

teknologi berbasis proses kering dalam pembuatan semen,


tidak menyertakan penggunaan air. Hanya sebagian kecil saja
air limbah yang dihasilkan dalam bentuk air limpasan dari
proses

pendinginan,

yang

dialirkan

kembali

ke

empat

penampungan melalui mekanisme sirkulasi tertutup untuk


kemudian digunakan kembali.
Pada dasarnya limbah padat bukan B3 yang dihasilkan
terdiri dari tiga jenis, yakni material rusak, sampah domestik,
dan barang-barang avfal (rusak atau bekas pakai). Material
rusak adalah material dari proses produksi pembuatan semen
yang gagal, sehingga pengelolaannya dilaksanakan dengan
cara pemanfaatan kembali melalui proses daur ulang. Untuk
limbah yang tergolong B3 yang umumnya berbentuk pelumas
bekas, memiliki prosedur penanganan dan pengelolaan yang
ketat.

Sebagian

besar

pelumas

bekas

dikelola

dengan

pemanfaatan kembali untuk pelumasan peralatan pabrik, yang


tidak memerlukan minyak pelumas berkualitas bagus dalam
prosedur perawatan/ pemeliharaan. Sedangkan pelumas bekas
yang tidak dapat digunakan kembali dan grease atau minyak
gemuk bekas pakai, akan dicampur dengan oil sludge untuk
dibakar dan digunakan sebagai alternatif bahan bakar.
II.5.

Laboratorium Penunjang Industri Semen


Pada pabrik semen terdapat dua laboratorium, yaitu

laboratorium

Research

and

Development

Laboratorium Quality Control (QC).


14

(R&D)

dan

1. Laboratorium Research and Development


Kegiatan

penelitian

dan

pengembangan

dilakukan

dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing melalui


pengembangan produk, penggunaan bahan baku dan
energi alternatif, serta melakukan rekayasa proses produksi.
Aktivitas

yang

"continuous

dilaksanakan

merupakan

improvement"

untuk

bagian

dari

meningkatkan

pertumbuhan jangka panjang. Kegiatan penelitian dan


pengembangan yang dilakukan meliputi:
a. Pengembangan Produk
Melakukan

penelitian

dan

pengembangan

untuk

menghasilkan produk berkualitas tinggi, dengan biaya


yang lebih efisien antara lain meliputi:
1) Pengembangan produk blended cement,
2) Meningkatkan penggunaan bahan substitusi clinker,
3) Melakukan penelitian dan pengembangan di bidang
aplikasi produk untuk mendukung pelanggan pabrika,
readymix, dan proyek.
b. Pengembangan Kemasan
Kegiatan pengembangan kemasan dilakukan dalam
rangka efisiensi dengan tetap mengedepankan kepuasan
pelanggan. Langkah yang dilakukan meliputi:
1) Maksimalisasi

penggunaan

kantong

yang

lebih

ekonomis,
2) Optimalisasi pemakaian kraft serta mencari alternatif
kraft yang

kualitasnya baik dan lebih mempunyai

nilai tambah.
c. Pengembangan Bahan Baku
Melakukan penelitian dan pengembangan dalam hal
pemanfaatan bahan baku alternatif (alternative raw
material) meliputi antara lain: fly ash, coopper slag,

15

gypsum purified, dan valley ash, untuk meningkatkan


penggunaan bahan substitusi clinker.
d. Pengembangan Bahan Bakar
Perseroan telah melakukan langkah-langkah meliputi:
1) Membuat perencanaan kebutuhan batubara jangka
panjang untuk memenuhi kebutuhan pabrik saat ini
dan rencana pengembangan Perseroan.
2) Melakukan kontrak batubara jangka panjang dengan
penambang skala besar untuk memenuhi kebutuhan
operasional

dan

panjang.
3) Melakukan

up

membangun

pengamanan
grade

coal

mill

pasokan

fasilitas
baru

jangka

produksi
untuk

dan

kesiapan

panggunaan batubara low calorie.


4) Penggunaan bahan bakar alternatif (alternative fuel)
dari biomass, limbah industri dan lain-lain. Hal ini
dilakukan

dengan

membangun

fasilitas

feeding

alternative fuel yang sudah selesai dan beroperasi di


tahun 2009. Penggunaan bahan bakar alternatif
selain

mendukung

efisiensi

juga

merupakan

kepedulian Perseroan dalam hal pengurangan efek


gas rumah kaca (global warming), dengan memberi
kontribusi pengurangan gas CO2.
2. Laboratorium Quality Control
Laboratorium Quality Control pada

pabrik

memiliki beberapa peran, diantaranya adalah:


a. Melakukan pemeriksaan rutin dan berkala

semen
serta

memonitor proses produksi agar tetap sesuai dengan


standar kualitas yang ditetapkan perusahaan
b. Melakukan pemeriksaan terhadap jalannya

proses

produksi semen untuk memastikan kesesuaian prosedur


c. Memonitor kualitas material serta hasil produksi dengan
perbandingan kualitas standar

16

d. Menyusun dan menyiapkan dokumen-dokumen QC dan


data produksi
e. Menganalisa permasalahan yang timbul pada kualitas
proses dan hasil produksi
f. Menyusun usulan pemecahan masalah yang terkait
dengan kualitas proses dan hasil produksi
II.6.

Analisis Ekonomi dan Penjualan Industri Semen


Sampai akhir tahun 2009, belum ada perubahan signifikan dalam

industri semen indonesia. Kondisi perekonomian yang kurang mendukung


sejak akhir semester dua 2008 hingga awal semester kedua tahun 2009,
membuat rencana investasi beberapa pelaku industri semen utama di
indonesia tertunda. dalam kurun waktu tersebut, hanya perseroan yang
mulai merealisasikan rencana ekspansinya dengan membangun dua unit
pabrik baru di sulawesi dan jawa, dengan kapasitas masing-masing sebesar 2,5
juta ton semen dan direncanakan mulai berproduksi di tahun 2011 dan
2012.
Total produksi semen nasional pada tahun 2009 turun sebesar 2,8%
dari 38,6 juta ton, menjadi 37,5 juta ton, sementara permintaan semen
nasional

tumbuh

sebesar 2,9%

menjadi

39,1

juta

ton. pertumbuhan

permintaan semen tahun 2009 tersebut dipicu oleh membaiknya kondisi


perekonomian indonesia yang memacu realisasi proyek-proyek pemerintah
dan swasta pada semester II

Di masa mendatang, seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian,


konsumsi semen nasional diyakini akan terus tumbuh. prediksi pertumbuhan
perekonomian Indonesia di tahun 2010 diperkirakan sekitar 5,5% dan akan

17

tumbuh

lebih

tinggi

di

tahun-tahun

berikutnya. permintaan

semen

domestik diperkirakan tumbuh seiring dengan pertumbuhan perekonomian


nasional. konsumsi semen di luar jawa akan terus meningkat lebih cepat
dibandingkan

konsumsi

di jawa. hal

ini

seiring dengan

peningkatan

kegiatan perekonomian berbasis sumber daya alam yang didukung oleh


ketersediaan infrastruktur di daerah-daerah tersebut. Tingkat
yang

tinggi

di

luar pulau jawa terutama

menguntungkan bagi

penjualan perseroan

sulawesi

secara

pertumbuhan

dan kalimantan

keseluruhan,

karena

perseroan memiliki fasilitas produksi yang berlokasi di sulawesi. dengan


kondisi demikian, maka pertumbuhan volume penjualan perseroan di luar
jawa pada tahun 2009 meningkat tajam dibandingkan dengan pertumbuhan
volume penjualan di jawa..
III.

PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang
mampu mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu
kesatuan yang kokoh. Beberapa jenis semen diantaranya semen portland putih,
semen portland pozolan, semen portland / Ordinary Portland Cement (OPC),
semen portland campur, semen masonry, semen portland komposit.
Langkah utama proses produksi semen diantaranya penggalian,
penghancuran, pencampuran awal, penghalusan dan pencampuran bahan baku,
pembakaran, pendinginan klinker dan penghalusan akhir. Dampak dari industri
semen diantaranya pencemaran lingkungan, polusi udara dan suara, dan lainlain.

18

Anda mungkin juga menyukai