Anda di halaman 1dari 6

ELIMINASI FEKAL

Fungsi utama dari usus besar adalah :


 mengabsorbsi cairan dan elektrolit tertentu
 membentuk vitamin
 menformasi feses dan penglepasan

Organ primer dalam eliminasi fekal adalah usus besar. Usus besar diawali dari katup ilecekal.
Sisa produksi pencernaan masuk dalam usus besar dalam bentuk chyme. Jumlahnya sekitar
1500 ml dan diabsorbsi, sisanya kurang lebih 100 ml dikeluarkan melalui feses. Usus besar
panjangnya 125-150 cm dengan lebar sekitar 7,5 cm dan semakin mengecil disekitar anus.

Setelah melalui sekum usus besar dibagi atas beberapa bagian yaitu : kolon asenden,
transfersal dan desenden. Kolon sigmoid sendiri dari feses yang siap diekskresi. Rektum terdiri
dar jaringan dengan tiga lipatan transversal yang berfungsi untuk mempertahankan meteri
fekal. Pada bagian ini juga terdapat lipatan vertikal yang terdiri dari arteri dan vena. Pelebaran
vena abnormal disebut hemmoroid.

Feses dikeluarkan dari rektum melalui kanal anal dan anus. Panjangnya sekitar 2,5 – 3,8 cm.
Otot-otot kolon diinervasi oleh sistem syaraf otonom. Sistem parasimpatis menstimulasi gerakan
usus dan syaraf simpatis menginhibisi pergerakan. Kontraksi otot sirkuler dan longitudinal
intestin (peristaltik) terjadi 3 – 12 kali permenit.

Untuk mengontrol pengeluarkan feses dan gas / flatus anal dilengkapi dengan spingter internal
dan eksternal. Spingter internal ani terdiri dari lapisan otot yang halus dan involunter. Otot ini
diinervasi oleh sistem syaraf otonom. Konstriksi dari spingter ini diatur oleh susunan syaraf
simpatik dan diinhibisi oleh sistem syaraf parasimpatis. Spingter eksternal ani merupakan otot
lingkar yang dapat dikontrol.

PROSES DEFEKASI
Defekasi merupakan upaya pengosongan intestin dan seringkali disebut dengan “ Bowel
Movement “. Pusat reflek ini berada pada medula dan spina cord. Relaksasi spingter anal
internal menyebabkan kolon berkontraksi (stimulus syaraf parasimpatis). Reflek defekasi timbul
dari adanya feses dalam rektum. Pada saat terjadinya peregangan pada rektum maka keinginan
untuk defekasi muncul. Defekasi terjadi bila spingter eksternal anal relaksasi tetapi bila kondisi
tidak memungkinkan maka spingter eksternal anal dapat dipertahankan untuk tetap konstriksi
dan defekasi dapat ditunda.

Selama proses defekasi maka terjadi kontraksi dinding abdomen dan penutupan glotis (Valsava
Maneuver) untuk meningkatkan tekanan intra abdomen sebanyak 4-5 kali. Selanjutnya secara
simultan otot-otot dasar pelvis berkontraksi. Proses defekasi ini dibantu dengan adanya fleksi
otot paha dan posisi jongkok (sitting position).

1
Keadaan normal adalah defekasi secara normal tanpa disertai rasa nyeri. Tetapi tiap orang
mempunyai waktu yang bervariasi dalam defekasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi :


1. Jenis makanan dan minuman
2. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dapat mempengaruhi aktivitas pergerakan saluran cerna (peristaltik usus).
Apabila klien immobile / tidak dapat bergerak karena harus bed rest, maka pergerakan
peristaltik akan menurun sehingga pasase massa feses jadi lambat, proses absorbsi air di
kolon lebih lama sehingga dapat menimbulkan konstipasi.

3. Faktor psikologis
Pada orang yang mengalami cemas, marah dan takut akan mengalami stres emosional.
Stres dapat menyebakan peningkatan proses digestif sehingga meningkatkan pergerakan
peristaltik usus sehingga penyerapan/ absorbsi air tidak optimal sehingga mengakibatkan
diare dan distensi gas.

4. Personal Habit
Seseorang yang pada saat BAB biasanya 1-2 kali di WC sambil jongkok, maka apabila dia
harus dirawat karena sakit akibat tidak mampu bergerak maka dapat menyebabkan
kesulitan saat BAB, karena orang tersebut harus BAB dengan posisi terlentang dengan
memakai pispot.

5. Posisi sewaktu BAB


Posisi BAB yang normal adalah jongkok, karena dengan posisi jongkok, peregangan otot
spingter ani eksterna bisa leluasa. Kontraksi spingter ani interna lebih optimal dan dorongan
dari otot-otot intra abdomen menjadi lebih kuat dalam membantu mendorong feses keluar
anus, sehingga dengan posisi ini proses pengeluaran feses/ defekasi/ BAB menjadi lebih
lancar.

Sedangkan bila menggunakan kloset duduk penekanan/ dorongan dari otot-otot intra
abdomen kurang optimal, sehingga defekasi kurang lancar ( tapi hal ini juga tergantung
kebiasaan seseorang dalam BAB ).

6. Nyeri
Nyeri terutama pada daerah anus, misalnya karena hemoroid/ operasi hemoroid, abses,
fistula ani serta operasi daerah abdomen, seringkali menyebabkan klien menahan untuk
tidak buang air besar akibat adanya rasa sakit. Hal ini sering menimbulkan terjadinya
konstipasi.

7. Kehamilan
Pada kondisi hamil terjadi pembesaran ukuran fetus, sesuai dengan usia kehamilan. Pada
usia kehamilan trimester ke 3, ukuran janin sudah besar maka akan menekan rektum,
sehingga pengeluaran feses jadi sulit, akibatnya seringkali menyebabkan konstipasi.
Penekanan pada rektum juga akan menyebabkan peregangan dari otot-otot sekitar anus
sehingga akan menimbulkan hemoroid.

2
8. Tindakan pembedahan / anestesi
Tindakan pembedahan akan menyebabkan penghentian pergerakan saluran cerna
termasuk peristaltik usus. Hal ini seringkali menimbulkan efek samping berupa ileus
paralitik, yang pada akhirnya dapat menimbulkan konstipasi dan distensi abdomen.

9. Pengobatan
Pemberian/ penggunaan obat laksative dapat mempermudah pengeluaran feses, sehingga
seringkali dipakai untuk menolong klien yang mengalami konstipasi sehingga BAB lancar.

10. Pemeriksaan Diagnostik


Tindakan pemeriksaan diagnostik terutama yang dilakukan pada saluran cerna dengan
menggunakan zat kontras, seringkali dapat menyebabkan perubahan eliminasi BAB.
Misalnya : Pada pemeriksaan Barium Enema.

Pada pemeriksaan Barium Enema, dengan menggunakan zat kontras sering menyebabkan
timbulnya residu ( sisa barium ) pada kolon sehingga mengakibatkan timbulnya feses yang
keras ( fekal impaction ) sehingga menyebabkan BAB sulit.

PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada klien yang mengalami gangguan eliminasi feses adalah :

1. Riwayat Keperawatan
Data riwayat keperawatan memberi gambaran tentang pola dan kebiasaan BAB klien.
Gambaran tersebut mungkin menunjukkan kondisi normal ataupun abnormal dari klien.
Riwayat keperawatan yang diperlukan dalam mengkaji eliminasi feses, meliputi :
 Penentuan pola kebiasaan eliminasi feses, frekuensi dan waktu melaksanakan
BAB.
 Identifikasi kebiasaan rutin yang digunakan klien untuk mempermudah eliminasi
BAB, contoh : minum air hangat, penggunaan laksative, makan makanan tertentu dll.
 Gambarkan / jelaskan berbagai perubahan yang cepat dari pola eliminasi BAB.
Informasi tsb dapat mendeteksi adanya perubahan BAB.
 Gambarkan karakteristik feses yang biasa klien keluarkan, apakah cair,
berbentuk, lunak, keras dan jenis warnanya.
 Riwayat diit :
 Apa kebiasaan yang dimakan klien setiap hari
 Apakah suka makan buah-buahan, sayuran dll.
 Gambarkan intake cairan setiap hari , meliputi jenis dan jumlah cairan. Hitung
rata-rata intake cairan setiap hari.

 Riwayat exercise/ aktivitas


 Kaji jenis dan jumlah exercise yang dilakukan setiap hari.
 Kaji penggunaan alat bantu memudahkan BABN di rumah, misalnya
mengguanakan enema, laksative, makanan tertentu sebelum mulai BAB.

3
 Riwayat pembedahan atau sakit yang mempengaruhi saluran cerna.
 Kaji keberadaan ( ada / tidaknya ) dan status dari pengalihan saluran BAB
( pemasangan ostomy ). Apabila klien terpasang ostomy perlu dikaji : frekuensi
pengeluaran feses, karakteristik feses, kondisi dan penampilan stoma ( warna bengkak/
tidak ada tanda-tanda iritasi ) serta status pengalihan saluran tsb, apakah sementara
atau permanen.
 Riwayat pengobatan. Apakah klien ada riwayat biasa/ sering menggunakan
obat-obatan : laksative, antasida, suplemen zat besi dan anlgetik.
 Status emosional : kaji bagaimana kondisi emosi/ mental klien selama proses
pengkajian : apakah murung, stres, cemas, malu dan bagaimana persepsi klien
terhadap kondisinya.
 Riwayat sosial
 Kaji mobilitas dan ketrampilan/ yang dibutuhkan klien untuk mengevaluasi
ketentuan jika klien membutuhkan bantuan.kecekatan.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik difokuskan pada :


a. Mulut
Pengkajian meliputi inspeksi pada : gigi, lidah dan gusi antara lain, meliputi :
 Kebersihan
 Tanda-tanda peradangan, lesi, ulkus
 Karies
 Pergerakan lidah dan fungsi pengecapan

b. Abdomen
 Kaji empat bagian kuadran abdomen, meliputi : bentuk, keadaan, kesimetrisan
dan warna kulit.
 Inspeksi, meliputi : ada tidaknya massa, pergerakan peristaltik, scar, gambaran
vena, stoma dan lesi. Secara normal gerakan peristaltik tampak dengan demikian
apabila secara inspeksi/ observasi gerak peristaltik
c. Rektum s/d anus

Saat dilakukan pengkajian fisik, diawali dengan inspeksi abdomen, kaji mengenai kontur,
adanya benjolan atau distensi. Berikutnya auskultasi, perhatikan frekuensi dan karakteristik
suara bowel. Tidak adanya suara bowel menunjukan hipopersitaltik/ paralisis ileus. Bila suara
peristaltik meningkat maka terjadi hiperperistaltik.

Perkusi dilakukan di setiap kuadran abdomen, untuk menentukan adanya massa, cairan atau
udara dalam abdomen. Resonansi atau tympani akan terdengar pada organ yang berongga.
Hiperesonansi pada abdomen maka dapat diketahui bahwa terdapat banyak gas dalam
intestinal.

Perkusi juga dilakukan pada tiap kuadran untuk menilai adanya distensi muskulus, tenderness,
dan pembesaran organ.

4
Anus dan rektum dikaji melalui inspeksi dan palpasi. Posisi klien untuk penilaian anus adalah
posisi sim. Penilaian yang dilakukan adalah apakah ada hemorroid, massa, iritasi permukaan
perineal dan pengeluaran cairan yang tidak normal dan tanda-tanda perdarahan.
Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan feses, darah, cacing. Pada pemeriksaan
langsung : esophagogastroduodenoscopy, colonoscopy, sigmoidoskopy. Pemeriksaan tidak
langsung meliputi pemeriksaan melalui sinar X.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Gangguan eliminasi fekal : konstipasi, diare, inkontinensia fekal.
 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya nafsu
makan.
 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan diare yang lama.

Tujuan :
 Klien akan mengeluarkan feses lunak tiap 1-3 hari tanpa rasa nyeri.
 Mampu menjelaskan hubungan antara eliminasi fekal dengan makanan tinggi serat,
pemasukan cairan, latihan.
 Menyebutkan keadaan tidak normal dalam eliminasi fekal dan mengetahui pentingnya
pemeriksaan medis bila ditemui keadaan tersebut.

IMPLEMENTASI
 Meningkatkan kebiasaan BAB secara teratur : waktu, osisi, privacy terjaga. Nutrisi perlu
diperhatikan. Pemasukan cairan 2000-3000 ml, mengkonsumsi makanan tinggi serat,
menurunkan kemungkinan terjadinya konstipasi.
 Pada masalah diare, dilakukan persiapan makanan yang sesuai, hindari makanan yang
pedas. Beri makanan rendah serat untuk menurunkan stimuli gerakan usus, beri cairan
pengganti dan elektrolit.
 Distensi abdomen/ flatulen. Terbentuknya gas secara berlebihan di lambung dan
intestin. Bila gas tidak dikeluarkan maka akan mengakumulasi dalam usus. Makanan yang
menghasilkan gas yaitu brokoli, kol. Untuk masalah ini dapat dilakukan dengan mobilisasi
dan pengeluaran gas melalui Frenh tuba.
 Latihan/ olah raga yang teratur dapat meningkatkan motilitas lambung dan membantu
memperlancar defekasi. Latihan dapat juga untuk menurunkan distensi resiko terjadinya
konstipasi.
 Obat pencahar (laksatif dan katartik) seperti dulkolak bekerja menstimuli peristaltik.
Obat yang lainnya adalah anti metamucil bekerja dengan memadatkan memadatkan isis
intestinal sehingga meningkatkan stimulasi mekanik dalam usus. Ada juga yang tujuannya
melunakan feses seperti dioctyl sodium sulfosucci
 Laksative baik digunakan pada waktu yang tepat dimana seseorang aktivitasnya
terbatas dan mengkonsumsi makanan ynag kurang. Kadangkala juga digunakan untuk
persiapan pembedahan dan diagnosis eksplorasi. Secara umum pemakaian obat ini tidak
berbahaya, tetapi dapat menyebabkan ketergantungan dalam hal menstimuli defekasi.

5
 Laksative merupakan bahan kimia sehingga mungkin membahayakan pada keadaan
patologis. Sebaiknya tidak digunakan pada keadaan nyerri abdomen karena dapat
meningkatkan peristaltik usus. Perawat perlu membantu klien untuk mengembalikan
kebiasaan BAB normal.
 Pengobatab anti diare biasa digunakan untuk diare akut atau kronis. Akut diare mungkin
disebabkan oleh infeksi bakteri. Sedangkan kronik diare (terjadi 3-4 bulan) terjadi karena
beberapa sebab sekunder dari penyakit atau kondisi tertentu seperti pembedahan, laksative,
penyalahgunaan obat, radiasi kemiterapi.

 Obat anti diare nonspesifik yaitu golongan opium dengan cara menurunkan
hipermotilitas dan memperlambat peristaltik usus.

 Pengosongan usus dilakukan dengan enema/ huknah.

 Dengan enema untuk menurunkan konstipasi, mencegah pengeluaran secara involunter


selama pembedahan dan memberikan gambaran yang baik pada X-Ray.

EVALUASI
Rencana keperawatan dikatakan berhasil bila : klien menverbalisasikan hubungan antara
eliminasi fekal dengan nutrisi, pemasukan, latihan dan kontrol nyeri. Mengembangkan dan
memodifikasi faktor-faktor yang dapat mengatasi masalah eliminasi dan mampu
mengembangkan kebiasaan eliminasi yang normal.

Anda mungkin juga menyukai