Gangguan Cemas Menyeluruh
Gangguan Cemas Menyeluruh
1)
I. PENDAHULUAN
Tiap manusia pasti mempunyai rasa cemas, rasa cemas ini terjadi pada saat adanya
kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Misalkan, orang
merasa cemas, ketika tampil dihadapan banyak orang atau ketika sebelum ujian
berlangsung. Kecemasan yang dimiliki seseorng yang seperti di atas adalah normal, dan
bahkan kecemasan ini perlu dimiliki manusia. Akan tetapi kecemasan berubah menjadi
abnormal ketika kecemasan yang ada di dalam diri individu menjadi berlebihan atau
melebihi dari kapasitas umumnya.1
Individu yang mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami anxiety
disorder (gangguan kecemasan) yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak
rasional. Seseorang dikatakan menderita gangguan kecemasan apabila kecemasan ini
mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari diri individu tersebut, salah satunya yakni
gangguan fungsi sosial. Misalnya kecemasan yang berlebihan ini menghambat diri
seseorang untuk menjalin hubungan akrab antar individu atau kelompoknya.1
II. DEFINISI
Kecemasan adalah perasaan individu dan pengalaman subjektif yang tidak diamati
secara langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh ketidaktahuan dan
didahului oleh pengalaman yang baru (Stuart dkk, 1998). Berdasarkan definisi tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan,
tidak enak, khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik, dialami
1
secara subjektif dipacu oleh ketidaktahuan yang didahului oleh pengalaman baru, dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.1,2
2
IV. ETIOLOGI
3
berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak adaptif dan tidak
realistis.1, 6, 7
Ada beberapa mekanisme pertahanan diri yang bisa dipergunakan oleh individu, antara
lain1, 4:
1. Represi, yaitu upaya ego untuk menekan pengalaman yang tidak menyenangkan dan
dirasakan mengancam ego masuk ke ketidaksadaran dan disimpan di sana agar tidak
menganggu ego lagi. Tetspi sebenarnya pengalaman yang sudah disimpan itu masih punya
pengaruh tidak langsung terhadap tingkahlaku si individu.
2. Rasionalisasi, yaitu upaya ego untuk melakukan penalaran sedemikian rupa terhadap
dorongan-dorongan dalam diri yang dilarang tampil oleh superego, sehingga seolah-olah
perilakunya dapat dibenarkan.
3. Kompensasi, upaya ego untuk menutupi kelemahan yang ada di salah satu sisi kehidupan
dengan membuat prestasi atau memberikan kesan sebaliknya pada sisi lain. Dengan
demikian, ego terhindar dari ejekan dan rasa rendah diri.
4. Penempatan yang keliru, yaitu upaya ego untuk melampiaskan suatu perasaan tertentu ke
pihak lain atau sumber lain karena tidak dapat melampiaskan perasaannya ke sumber
masalah.
5. Regresi, yaitu upaya ego untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap
ego dengan menampilkan pikiran atau perilaku yang mundur kembali ke taraf
perkembangan yang lebih rendah.
Para ahli dari aliran humanistik-eksternal mengatakan bahwa konsep kecemasan bukan
hanya sekedar masalah, yang bersifat individual tetapi juga merupakan hasil konflik antara
individu dengan masyarakat atau lingkungan sosialnya.1,6
Jika individu melihat perbedaan yang sangat luas antara pandangannya tentang dirinya
sendiri dengan yang diinginkan maka akan`muncul perasaan inadekuat dalam menghadapi
tantangan di kehidupan ini, dan hal ini menghasilkan kecemasan. Jadi menurut pandangan
humanis eksternalis, pusat kecemasan adalah konsep diri, yang terjadi sehubungan dengan
adanya gap antara konsep diri yang sesungguhnya (real self) dan diri yang diinginkan
4
(idea self). Hal ini muncul sehubungan tidak adanya kesempatan bagi individu untuk
mengaktualisasikan` dirinya sehingga perkembangannya menjadi terhalang. Akibatnya,
dalam menghadapi tantangan atau kendala dalam menjalani hari-hari, di kehidupan
selanjutnya, ia akan mengalami kesulitan untuk membentuk konsep diri yang positif.
Setiap kita sebenarnya perlu mengembangkan suatu upaya untuk menjadi diri sendiri
(authenticity), sedangkan indivisu yang neurotis, atau mengalami gangguan kecemasan
adalah individu yang gagal menjadi diri sendiri (inauthenticity) karena mereka
mengembangkan konsep diri yang keliru/palsu4,7
1. Dalam pengalaman individu, beberapa stimulus netral tidak berbahaya atau tidak
menimbulkan kecemasan, dihubungkan dengan stimulus yang menyakitkan (aversive)
akan menimbulkan kecemasan (melalui respondent condotioning)
2. Individu yang menghindar dari stimulus yang sudah terkondisi, dan sejak
penghindaran ini menghasilkan pembebasan/terlepas dari rasa cemas, maka respon
menghindar ini akan menjadi kebiasaan (melalui operant conditioning)
Dari sudut pandang kognitif, gangguan kecemasan terjadi karena adanya kesalahan
dalam mempersepsikan hal-hal yang menakutkan. Berdasarkan dari teori kognitif, masalah
yang terjadi dari individu yang mengalami gangguan kecemasan adalah terjadinya
kesalahan persepsi atau kesalahan interpretasi terhadap stimulus internal maupun
eksternal. Indivisu yang mengalami gangguan kecemasan akan melihat suatu hal yang
tidak benar-benar mengancam sebagai sesuatu yang mengancam. Jika individu mengalami
pengalaman sensasi dalam tubuh yang tidak biasa, lalu mengintepretasikannya sebagai
sensasi yang bersifat catastropic, yaitu suatu gejala bahwa ia sedang mengalami sesuatu
hal seperti serangan jantung, maka akan timbul rasa panik. 4,7
5
V. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh ditegakkan apabila
dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak,
perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang
mana perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga
pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk
Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara terus-
menerus mencakup situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial),
cemas akan terjadinya bahaya, cemas kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan
3,7,8
serangan jantung. Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur.
Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di bawah:
Tabel 1. Gejala-gejala Gangguan Cemas Menyeluruh:11
Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar
2. Otot tegang/kaku/pegal
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat
6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah/dingin
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/rasa melayang
10. Mual, mencret, perut tak enak
11. Muka panas/ badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
Kewaspadaan berlebihan dan 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu
Penangkapan berkurang 14. Mudah terkejut/kaget
15. Sulit konsentrasi pikiran
16. Sukar tidur
17. Mudah tersinggung
6
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV halaman 435, 300.02) ditegakkan
bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan; biasanya
tahunan dengan gejala bertambah dan kondisi melemah) dan termasuk gejala seperti
respons otonom (palpitasi, diare, ekstremitas lembab, berkeringat, sering buang air kecil),
insomnia, sulit berkonsentrasi, rasa lelah, sering menarik nafas, gemetaran, waspada
berlebihan, atau takut akan sesuatu yang akan terjadi. Ada kecenderungan diturunkan
dalam keluarga, memiliki komponen genetik yang sedang dan dihubungkan dengan fobia
sosial dan sederhana serta depresi mayor (terdapat pada 40% atau lebih pasien;
meningkatkan resiko bunuh diri. Biasanya pada kondisi ini tidak`ditemukan etiologi stres
yang jelas, tetapi harus dicari penyebabnya.2,3, 4
Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan berdasarkan :5
Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir
setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau
hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”).
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
berkonsentrasi, dsb)
2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
3. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar,
sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama
hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan
anxietas fobik (F.40.-), gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif
(F.42.-) 3,4,7
7
VII. PENANGANAN
Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan dengan
2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi).
Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada kasus-kasus dengan
diagnosis dini. Psikoterapi yang sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks
hubungan pasien dengan dokter yang baik, sehingga dapat membantu mengurangi
farmakoterapi yang tidak perlu.1,6, 8
-
Penanganan dengan psikoterapi juga dapat dijelaskan melalui pendekatan
psikodinamika, humanistik eksistensialis atau pendekatan behavioristik maupun kognitif.1
Menurut para ahli psikodinamika, karena gangguan ini berakar pada keadaan internal
individu sehubungan dengan adanya konflik intrapsikis yang dialami individu sehingga ia
mengembangkan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri, maka upaya menanganinya juga
terarah pada pemberian kesempatan bagi individu untuk mengeluarkan seluruh isi pikiran
atau perasaan yang muncul di dalam dirinya. Asumsinya adalah jika individu bisa
menghadapi dan memahami konflik yang dialami, ego akan lebih bebas dan tidak harus
terus berlindung di balik mekanisme pertahanan diri yang dikembangkannya.1,7
Teknik dasar yang digunakan disebut free association, individu diminta untuk
menjelaskan secara sederhana tentang hal-hal yang ada di dalam pikirannya, tanpa melihat
apakah itu logis atau tidak, tepat atau tidak, ataupun pantas atau tidak. Hal-hal dari alam
bawah sadar atau tidak sadar yang diungkapkan akan dicatat oleh terapis untuk
diinterpretasikan. Tehnik ini juga bisa dimanfaatkan saat menggunakan teknik dream
interpretation; individu diminta untuk menceritakan mimpinya secara detail dan tepat.
Kedua teknik ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dalam melaksanakan
teknik-teknik tersebut di atas, ada dua hal yang biasanya muncul, yaitu apa yang disebut
dengan resistance (yaitu individu bertahan dan beradu argumen dengan terapis saat terapis
mulai sampai pada bagian sensitif), dan transference (yaitu individu mengalihkan
perasaannya pada terapis dan menjadi bergantung.1,5, 7
Sementara para ahli dari pendekatan humanistik eksistesialis yang melihat kecemasan
sebagai hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan sosial dimana pengembangan diri
menjadi terhambat, maka mereka lebih menyarankan untuk membangun kembali diri yang
8
rusak (damaged self). Tekhniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang
berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif yang dapat
dikembangkan sehingga ia membutuhkan situasi yang kondusif untuk mengeksplorasi
dirinya semaksimal mungkin.1,7, 8
Setiap permasalahan yang dihadapi setiap individu sebenarnya hanya dirinyalah yang
paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, individu itu
sendirilah yang paling berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang mengganggu
dirinya.1,7,8
Karena para ahli melihat kecemasan sebagai sebagai hasil dari belajar (belajar menjadi
cemas) maka untuk menanganinya perlu dilakukan pembelajaran ulang agar terbentuk pola
perilaku baru, yaitu pola perilaku yang tidak cemas.1,7
Tehnik yang digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah systematic
desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan menggunakan konsep hirarki
ketakutan, menghilangkan ketakutan secara perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang
sederhana sampai ke hal yang lebih kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) juga
dapat digunakan dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara pemberian
reward- jika ia memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan ataupun punishment
– jika tidak ada perubahan perilaku atau justru menampilkan perilaku yang bertolak
belakang dengan rencana perubahan perilaku. Adanya model yang secara nyata dapat
dilihat dan menjadi contoh langsung kepada individu juga efektif dalam upaya melawan
pikiran-pikiran yang mencemaskan.7, 8
Pendekatan kognitif yang melihat gangguan kecemasan sebagai hasil dari kesalahan
dalam mempersepsikan ancaman (misperception of threat) menawarkan upaya
mengatasinya dengan mengajak individu berpikir dan mendesain suatu pola kognitif baru.
David Clark dkk (dalam Acocella dkk, 1996) mengembangkan desain kognitif yang
melibatkan 3 bagian yaitu1 :
1. Identifikasi interpretasi negatif yang dikembangkan individu tentang sensasi tubuhnya
2. Tentukan dugaan atau asumsi dan arahkan alternatif intrepretasi, yang noncatastropic.
3. Bantu individu menguji validitas penjelasan dan alternatif-alternatif tersebut.
9
Dengan kata lain, para ahli dari pendekatan kognitif ini menyatakan bahwa tujuan dari
terapi sebagai upaya menangani gangguan kecemasan adalah membantu individu
melakukan intrepretasi sensasi tubuh dengan cara yang noncatastropic1.
Dalam beberapa hal, penanganan terhadap penderita gangguan kecemasan tidak selalu
hanya berpegang pada satu tehnik saja, atau hanya mengikuti pendapat salah satu ahli dari
suatu pendekatan saja. Terapi yang diberikan dapat sekaligus dengan menggunakan lebih
dari satu pendekatan atau lebih dari satu tehnik, asalkan tujuannya jelas dan tahapan-
tahapannya juga terinci.1,6,7
Tabel 2. Sediaan Obat Anti-Anxietas dan Dosis Anjuran (menurut IiMS Vol. 30-2001)11
10
Tensinyl Cap. 5 mg
3. Lorazepam Ativan Tab. 0,5-1-2 mg 2-3 x 1 mg/h
Renaquil Tab. 1 mg
4. Clobazam Frisium Tab. 10 mg 2-3 x 1m mg/h
5. Alprazolam Xanax Tab. 0,25-0,5 mg 0,75-1,50 mg/h
Alganax Tab. 0,25-0,5 mg
6. Sulpiride Dogmatil Cap. 50 mg 100-200 mg/h
7. Buspirone Buspar Tab. 10 mg 15-30 mg/h
8. Hydroxyzine Iterax Caplet 25 mg 3x25 mg/h
Dorong rasa percaya diri, rumatan aktivitas produktif, dan kognisi yang berdasarkan
pada realita. Latihlah pasien dengan teknik relaksasi (misal biofeedback, meditasi,
otohipnotis). Lebih dari 50% pasien menjadi asimtomatik seiring berjalannya waktu, tetapi
sisanya memberat pada derajat hendaya yang bermakna. Bantulah pasien untuk memahami
akan sifat kronis penyakitnya dan mengerti akan adanya kemungkinan untuk selamanya
hidup dengan beberapa gejala yang memang tidak akan hilang. 4,6
VIII. PROGNOSIS
Prognosis Gangguan Kecemasan Menyeluruh sukar untuk untuk diperkirakan. Nemun
demikian beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset
gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas
meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat
ringannya gangguan tersebut.8,10
11
KESIMPULAN
Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir dan
gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik, dialami secara subjektif dipacu oleh
ketidaktahuan yang didahului oleh pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Neale dkk (2001) mengatakan bahwa kecemasan sebagai perasaan takut yang
tidak menyenangkan dan dapat menimbulkan beberapa keadaan psikopatologis sehingga
mengalami apa yang disebut Gangguan Kecemasan.
Gambaran klinis bervariasi dapat dijumpai keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu
untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak
utama yang mana perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga
pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan
Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara terus-menerus mencakup
situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya
bahaya, cemas kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita
tidak sabar, mudah marah, sulit tidur.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Maria, Josetta. Cemas Normal atau Tidak Normal. Program Studi Psikologi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis Psikiatri:
Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa
Aksara. Hal. 1-15
3. Kaplan, Harold. I. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika. Hal.
145-54
4. Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110
5. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 72-75
6. Adiwena, Nuklear. 2007. Anxietas. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia.
7. Eldido. Anxiety Disorder; Tipe-tipe dan Penanganannya. 20 Oktober 2008.
8. Yates, W. R. 2008. Anxiety Disorders. Update August 13, 2008. www.emedicine.com
9. Anonim. Kecemasan atau Ansietas. Update 32 Desember 2008.
www.mitrariset.blogspot.com
10. Ashadi. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi. Updates 22 Mei 2008.
www.sidenreng.com
11. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 12
13