Anda di halaman 1dari 18

1.

REVIEW JURNAL

Judul Intelligent Quotient, Emotional Intelligence and Spiritual Intelligence as


Correlates of Prison Adjustment among Inmates in Nigeria Prisons
Peneliti Rotimi A.Animasahun
Department of Guidance and Counselling, Faculty of Education, University
of Ibadan, Ibadan, Nigeria
E-mail: animarotimi@yahoo.com
Sumber ©Kamla-Raj 2010
J Soc Sci, 22(2):121-128 (2010)
Variabel Variabel Independen = Intelligence Quotient, Emotional Intelligence,
spiritual Intelligence
Variabel dependen = Prison Adjustment
Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah untuk menyelidiki Intelligent quotient,
emotional quotient, spiritual intelligence mana yang diprediksi mendominasi
para tahanan di penjara Nigeria.
Metodologi  Disain Penelitian
penelitian Menggunakan tipe expo-facto correlational. Peneliti ingin mengetahui
prediksi efek dari variabel independen terhadap variabel dependen
tanpa perlu memanipulasi variabel independen.
 Participan
Memakai metode multistage stratified sampling untuk memilih
partisipan. Ratusan tahanan secara acak dipilih menggunakan simple
Balloting dari setiap lima zona. Dipilih 500 tahanan, terdiri dari 458
pria (91,6%) dan 42 wanita (8,4%). Rentang usia antara 20 sampai 65
tahun, dengan mean 32.6 dan standard deviation 3.69 tahun
 Instrumen
Empat instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dari
responden :
i) General Intelligence Test (GTI). Validitas ditunjukkan Cronbach
α=0.81 dan Guttman Split Half Reliability (r)=0.92
ii) Emotional Intelligence Scale (EIS). Memakai 33 item penilaian
dan ekspresi emosional dalam menyelesaikan masalah.
Menggunakan lima poin dengan skala 1(sangat tidak setuju)
sampai 5(sangat setuju). α=0.81-0.90, dan two week test-retest
reliability coefficient (r)=0.78
iii) Spiritual Intelligence Questionnaire (SIQ). Memakai 31 item
dengan desain 1(sangat tidak setuju) sampai 5(sangat setuju)
untuk mengetahui kecerdasan spiritual individu. α=0.74 dan test-
retest reliability coefficient (r)=0.72
iv) Prison Adjustment Scale (PAS). Dikembangkan oleh peneliti
untuk mengakses level penyesuaian diri para tahanan didalam
lingkungan penjara. Memakai 21 item dengan self report
instrumen. dengan lima skala dari 1(sangat tidak setuju) sampai
5(sangat setuju). α=0.93 dan Guttman Split half reliability
(r)=0.89
 Prosedur
Empat instrumen tersebut dikemas kedalam bentuk kuesioner dengan
lima section. A mencari informasi demografis, B test kecerdasan
secara umum, C Emotional Intelligence, D fokus pada Spiritual
Intelligence, sedangkan E terpusat pada skala penyesuaian terhadap
penjara
 Analisis Data
Data dianalisis menggunakan Pearson Product Moment Correlation
(PPMC) untuk mencari hubungan setiap variabel, dan analisis regresi
berganda untuk mengetahui secara bersama-sama dan kontribusi
ketiga variabel independen terhadap variabel dependen.
Temuan Rekomendasi kepada tahanan seharusnya diberi latihan kecerdasan
emosional, fungsi program keagamaan untuk meningkatkan ke kemampuan
menyesuaikan diri para tahanan. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa skill
Emotional intelligence dan Spiritual Intelligence jauh lebih penting
dibandingkan Intelligence Quotient.
Introduction Napi juga orang normal, mereka juga memiliki tingkat kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual, dan karena tahanan tempat
tinggal sementara mereka untuk dipenjara, menyembuhkan, dan juga
rehabilitasi. Hal ini sangat penting untuk diketahui dimana salah satu
hubungan variabel yang paling mengatur atau mempengaruhi proses napi
untuk mempertinggi atau mempercepat proses rehabilitasi setelah napi
dikurung atau bebas.
Tinjauan  Indentifikasi Kecerdasan
Pustaka Para psikolog telah mengindentifikasi banyak jenis kecerdasan yang
asalahnya dari satu kecerdasan (Cognitive Intelligence), yang mana
meliputi: Fluid Intelligence, Crystallized Intelligence, Social Intelligence,
Emotional intelligence, Spiritual Intelligence, Financial Intelligence,
etc.(Salovey and Mayer 1990; Goleman 1996; Zohar and Marshall 2000;
Animasahun 2003; Jimoh 2007)
 Tahanan adalah Individual yang terpenjara
Mereka bagian dari masyarakat, yang sewaktu-waktu dibebaskan dan
dikembalikan ke lingkungan masyarakat mereka. Jika mereka tidak diatur
dan diajari kemampuan yang produktif ketika menjadi tahanan, banyak dari
mereka akan tetap melakukan tindak kriminal dan membahayakan saat
dibebaskan. (Animasahun 2002).
 Penyesuaian bisa menjadi cara dan proses berkelanjutan
Penyesuaian merupakan cara bagi seseorang ketika masuk di suatu
lingkungan, dengan jelas dikatakan bagaimana seseorang merasakan dan
membiasakan diri di dalam kehidupan yang baru. Penyesuaian diri adalah
proses berkelanjutan yang merubah kebiasaan untuk menghasilkan
hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan disekitarnya (Gate
and Gersild, 1993)
 Kecerdasan mengarah pada kemampuan secara mental yang diperlukan
untuk adaptasi.
Sangat bagus untuk membentuk dan memilih konteks dari lingkungan
apapun (Stenberg, 1996)
 Intelligence Quotient biasa disebut juga kecerdasan kognitif.
Termasuk juga basic mental processes dan pemikiran yang tinggi seperti
berargumen, menyelesaikan masalah, dan pengambilan keputusan
(Sternberg, 1986)
 Jimoh (2007) menemukan korelasi positif secara signifikan ketika
Adjustment dipasangkan dengan Spiritual Intelligence dan Emotional
Inteligence tetapi signifikan negatif hubungan antara Adjustment dengan
Intelligence Quotient
Analisis, Hasil dari analisis data secara jelas menjelaskan kontribusi dari variabel
temuan, dan independen terhadap Prison Adjustment, telah dijelaskan dengan jelas pada
diskusi beta weight menghasilkan: Emotional Intelligence (à=0.736, t=80.473;
P<0.05), Spiritual Intelligence (à=0.443; t=48.560; P<0.05), dan Intelligence
Quotient. Hal ini menunjukkan bahwa semua variabel independen
memberikan kontribusi terhadap Prison Adjustmen, tetapi Emotional
Intelligence yang paling berpengaruh, kemudian diikuti oleh Spiritual
Intelligence, sedangkan Intelligence Quotient yang paling terakhir
berkontribusi terhadap Prison Adjustment.
Kesimpulan  Penelitian ini membuktikan bahwa Emotional Intelligence dan Spiritual
dan Intelligence jauh lebih penting terhadap proses penyesuaian dan
rekomendasi kesuksesan hidup lebih baik, daripada Intelligence Quotient yang selalu
ditegaskan secara berlebihan.
 Para tahanan merupakan bagian dari masyarakat luas, mereka hanya
terpenjara utnuk beberapa saat untuk menjalani hukuman, rehabilitasi dan
remediasi. Oleh karena itu, untuk membantu perkembangan penyesuaian
tahanan agar mampu menyesuaikan hidup secara keseluruhan, pemerintah
seharusnya berusaha keras untuk mempekerjakan konseling psikologis
dalam memberi pelatihan kepada para tahanan mengenai Emotional
Intelligence.
 Begitu juga organisasi keagamaan seharusnya diizinkan untuk mengajari
tahanan dan mendekati tahanan utnuk memonitor aktivitas tahanan di
penjara
 Semua ini diharapkan dapat membuat perubahan positif bagi para napi
setelah mereka bebas dari tahanan, dan kembali ke masyarakat
2. REVIEW JURNAL

Judul Effect of Emotional Intelligence on Empowerment of Business Leaders in


Zimbabwe
Peneliti  Catherine Muchechetere
Christ University, Centre for Research, Bangalore, Hosur Road,
Bangalore-560029, India
 Lakshmanan Ganesh,
Christ University, Centre for Research, Bangalore, Hosur Road,
Bangalore-560029, India
 Silas Karambwe
Midlands State University, Gweni, Zimbabwe
Sumber International Journal of Science and Research (IJSR) ISSN (Online): 2319-
7064.
Volume 3 Issue 1, January 2014
Variabel Variabel Independen = Effect of Emotional Intelligence
Variabel Dependen = Empowerment of Business Leaders
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menaksir kompetensi/kemampuan kecerdasan
emosi para pemimpin bisnis dan untuk melihat jika kompetensi ini
menguasai pemimpin untuk menjaga keseimbangan perkembangan dan
ketahanan dari organisasi mereka.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menyelidiki tiga hal. Yang pertama
melihat seberapa penting Emotional Intelligence pada Business Leaders, yang
kedua untuk melihat evaluasi dari efek Emotional Intelligence pada Business
Leaders, sedangkan yang ketiga melihat bagaimana variasi kompetensi dari
Emotional Intelligence dengan variabel demografis Business Leaders.
Asumsi Emotional Intelligence memberi kekuatan pada Business Leaders di
Zimbabwe untuk menciptakan lingkungan dimana orang akan merasa saling
terhubung dengan maksud berani mencapai kesuksesan dalam berbisnis
Metodologi Penelitian ini menggunakan model metode survey kuantitatif deskriptif. Data
penelitian diperoleh dari 212 orang pemimpin bisnis yang terpilih dari 50 perusahaan
menggunakan metode sistem probabilitas sampling. Para partisipan terdiri
dari tiga level kepemimpinan bisnis. data diperoleh melalui uji plot terstruktur
dengan kuesioner dengan skala likert. Instrumen di validasi menggunakan
pendapat para ahli dan uji plot digunakan untuk menguji konsistensi data
Temuan Sebagian besar responden setuju bahwa Emotional Intelligence dapat
Empower Business Leaders untuk menjadi pemimpin yang efektif.
Introduction Penelitian ini melihat situasi yang diamati di Zimbabwe, seperti perusahaan
yang bangkrut, sektor keuangan, industri dan toko ritel; beberapa fakta
mengenai tutupnya beberapa bank (Trust Bank, Time Bank, Barbican Bank,
Intermarket, Renaissance, Royal Bank). Runtuhnya sektor industri besar
seperti Cone Textiles, Cold Storage Commission; dan masih banyak juga toko
ritel yang bangkrut. Hal ini mengarah pada indeks korupsi internasional,
Zimbabwe ada pada peringkat 163 dari 176 negara yang didata paling korup
sedunia. Kemudian Peneliti melihat bahwa kecerdasan emosional dapat
berpengaruh positif pada pemimpin bisnis di Zimbabwe sehingga mereka
dapat menjadi agen perubahan untuk mengatasi tantangan bisnis di
Zimbabwe
Tinjauan  Hubungan antara Emotional Intelligence pada Leadership Effectiveness
Pustaka Menginvestigasi hubungan antara Emtional Intelligence dan kepemimpinan
Organisasi, serta pengaruh dari Emotional Intelligence pada Leadership
Effectiveness. Ditemukannya bahwa fungsi manajemen justru dapat
merusak pentingnya perkembangan individu, dalam pesatnya
perkembangan teknologi dan modernisasi. (Bal Subramanian, Ghatala dan
Nair, 2008)
 Menguji hubungan antara Leaders’ Emotional Intelligence dan kreativitas
team.
Hasilnya menunjukkan bahwa para pemimpin yang cerdas emosinya
berperilaku dengan cara merangsang kreativitas tim mereka. (Rego, Sousa,
Cunha, Correia, dan Saur, 2007)
 Pemimpin dengan tinggi kecerdasan emosional mampu melihat perubahan
sebagai peluang untuk perbaikan, dan mereka menghargai bukan stabilitas,
tetapi melakukan pengembangan pekerja individu dan organisasi sendiri
secara berkelanjutan. (Punia, 2005)
 (Srivastva dan Bharamanaikar, 2004) memeriksa hubungan kecerdasan
emosi dengan keunggulan kepemimpinan, keberhasilan, dan keputusan.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kecerdasan emosional secara
signifikan berkorelasi dengan kepemimpinan transformasional dan
kesuksesan.
semua penelitian yang telah disebutkan tidak ada sumber yang mempelajari
mengenai kecerdasan emosional sebagai alat untuk memberi kukuatan para
pemimpin bisnis di Zimbabwe dan tidak ada sumber yang membuat
akademisi Zimbabwe meneliti mengenai pemberian kekuatan pemimpin
bisnis melalui kecerdasan emosional oleh sebab itu dibutuhkan pembelajaran
ini.
Analisis, Sebuah indikasi keandalan konsistensi internal dapat dipastikan dari
temuan, dan Cronbach alpha coefficient yang dihitung dalam pengujian reliabilitas skala.
diskusi  Emotional Intelligence Profile
Kebanyakan responden (75.5 pria, 24.5 wanita) setuju dengan
pernyataan bahwa Emotional Intelligence dapat memberdayakan
Business Leaders’ untuk menjadi pemimpin yang efektif.
 Emotional Intelligence factors
Level of Trust sangat mengejutkan didapat cukup rendah 56.6% ketika
dibandingkan dengan faktor lain 80%
Unsur-unsur dalam faktor ini mencakup kemampuan untuk
mempercayai teman atau orang lain yang telah menjadi rekan dan
sampai kepercayaannya rusak, menilai orang-orang, tidak hanya men-
judge orang dan percaya kepada orang meski kita tidak mengenal
mereka dengan baik. Faktor yang terakhir adalah integritas yang
56.6% yang sangatlah rendah.
 Demographic Variabel
Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara pria dan wanita pada Emotional Intelligence. 77.5% pada pria
dan 76.72% pada wanita yang setuju bahwa Emotional Intelligence
Empower Business Leaders in Zimbabwe.
 Objective 1: menilai pentingnya Emotional Intelligence pada
pemimpin bisnis
Terdapat hubungan antara Empowerment dan enam dimensi dari
Emotional Intelligence. Value Management merupakan faktor yang
diharapkan berkorelasi dengan Empowerment of Business Leaders,
meskipun begitu penelitian ini menunjukkan bahwa pemimpin bisnis
di Zimbabwe lebih sadar dalam hal pencapaian tujuan
 Objective 2: untuk memastikan hubungan antara Emotional
Intelligence dan Empowerment of Business Leaders in Zimbabwe
Ditunjukkan hubungan yang kuat antara Emotional Intelligence dan
Empowerment of Business Leaders.
 Objective 3: Untuk Menentukan apakah komponen Emotional
Intelligence bervariasi dengan variabel demografis
1.1.1. Gender
Hasilnya mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara pria dan wanita mengenai Emotional Intelligence
mereka.
1.1.2. Level of Leadership
Hasilnya menunjukkan bahwa EQ menurun sedikit-demi sedikit
dari level rendah ke level atas kepemimpinan.
1.1.3. Proposition
Emotional Intelligence Empower Business Leaders in Zimbabwe
untuk menciptakan lingkungan dimana orang-orang merasa saling
terhubung dengan maksud untuk bersama-sama mencapai bisnis
goal.
Kesimpulan  Tujuan keseluruhan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah
dan Emotional Intelligence memberdayakan pemimpin perusahaan dan
rekomendasi industri di Zimbabwe utnuk mengamankan dalam jangkan panjang yang
berkelanjutan dan kelangsungan hidup perusahaan dan industri di
Zimbabwe.
 Hasil penelitian menunjukkan bahwa Emotional Intelligence
memberdayakan pemimpin bisnis di Zimbabwe untuk menjadi pemimpin
bisnis yang efektif. Hal ini juga muncul bahwa kecerdasan emosional juga
pennting, sehingga membuat seorang pemimpin yang baik secara cerdas
emosional dan secara teknis mampu.
3. REVIEW JURNAL

Judul Employee Emotional Intelligence and Employee Performance in the Higher


Education Institutions in Saudi Arabia: A Proposed Theoretical Framework.
Peneliti Associate Professor Dr. Ali Al Kahtani
Department of Human Resources Management
King Abdulaziz University
Jeddah 22254, Saudi Arabia
Sumber International Journal of Business and Social Science
Vol 4 No. 9; Agustus 2013
Variabel Variabel independen = Employee Emotional Intelligence, Employee
Performance
Variabel dependen = Higher Education
Tujuan konsep jurnal ini bermaksudkan secara garis besar dari teori dapat
diaplikasikan ke institusi pendidikan yang lebih tinggi di Kingdom of Saudia
Arabia
Metodologi Penelitian dilakukan pada institusi pendidikan di Kingdom of Saudi Arabia
penelitian
Introduction Kerangka teori konsep jurnal ini menunjukkan hubungan antara kecerdasan
emosional dan kinerja karyawan.
Semua jenis gejala emosional dapat berpengaruh pada kinerja karyawan.
Emosi berpengaruh langsung pada semua yang karyawan kerjakan. Mereka
dapat menaikkan atau menurunkan nilai moral, sebagaimana berpengaruh
positif atau negatif pada kinerja karyawan. Hal ini merupakan konsep pada
jurnal mengarah ke definisi dan ukuran dari kecerdasan emosional,
perbedaan dimensi dari kecerdasan emosional dan pengaruh yang kuat dari
kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan.
Tinjauan  Emotional Intelligence
Pustaka Kecerdasan emosional berperan penting dalam kesuksesan di lingkungan
kerja dan hal itu sebaiknya dipelihara dan dilatih oleh semua kalangan
dalam persaingan globalisasi dan kompetisi bisnis. Kecerdasan emosional
adalah kemampuan individu untuk mengatur dan mengontrol emosi mereka
seperti halnya mereka mengatur kecerdasan yang lain. Kemudian akan
memberikan dorongan secara positif untuk menciptakan hubungan antar
sesama manusia yang mengarah pada pencapaian tujuan dan efektifitas
berorganisasi (YengKeat, 2009)
 Pentingnya Emotional Intelligence
Ciarrochiet. Al., (2006) mengatakan bahwa kecerdasan emosional biasanya
digunakan untuk memahami dirinya dan orang lain. Melalui pemahaman
dari kecerdasan emosional dapat membantu kita melakukan pendekatan
secara emosional guna memahami emosi kita sendiri.
 Pengukuran Emotional Intelligence
Teori ini terdiri dari lima komponen komposit dan lima belas sub-skala.
Kelima komponen tersebut terdiri dari intrapersonal, interpersonal,
kemampuan beradaptasi, manajemen stres dan suasana umum. Intrapersonal
ini mengacu pada kesadaran emosional harga diri, ketegasan, aktualisasi
diri (Bar-on, 2000) dalam (Jorfi, et.al., 2010)
Kemudian teori lain ada Goleman Theory. Ada lima faktor kecerdasan yang
mawas diri, kontrol diri, motivasi diri, empati dan ketrampilan sosial.
Faktor pertama adalah kesadaran diri. Ini berarti kemampuan seseorang
untuk mengetahui perasaan mereka dalam suatu situasi dan kemampuan
seseorang untuk memilih suatu jenis panduan dalam pengambilan
keputusan. Seseorang yang memiliki kesadaran diri juga memiliki penilaian
yang benar tentang kemampuan mereka dan mereka memiliki rasa percaya
diri yang kuat (Goleman, 2004)
 Job Performance
Pada perkembangan ekonomi dan kompetisi global, banyak perusahaan
tetap dapat bertahan hingga sekarang. Banyak perusahaan diyakini bertahan
hidup karena kinerja karyawannya. Namun, yang menjadi masalah penting
adalah bagaimana untuk meningkatkan kinerja karyawan yang berhubungan
dengan kelangsungan hidup dan perkembangan bisnis dan dapat
dipertahankan kelangsungan bisnis perusahaan. Dalam hal ini kinerja
seharusnya dipertimbangkan untuk memberikan manfaat bagi perusahaan.
Hal ini disebabkan pada manfaat dari kinerja karyawan secara individual
(Yao, 2009).
 Tujuan dari Performance Appraisal
Tujuan dari penilaian kinerja adalah cara untuk mendapatkan kemajuan
karir. Penilaian kinerja berfungsi sebagai dasar untuk kenaikan gaji dan
promosi, memberikan umpan balik untuk membantu meningkatkan kinerja
dan mengakui kelemahan. Hal ini juga memberikan informasi tentang
pencapaian tujuan kerja (Riggio, 2009)
 Metode Performance Appraisal Methods
Menurut Snell & Bohlander, (2010), metode penilaian kinerja dapat dibagi
menjadi tiga pengukuran yang karakteristik, perilaku, dan hasil. Yang
pertama adalah metode sifat. Metode ini adalah untuk mengukur
karakteristik pekerja seperti ketergantungan, kreativitas, inisiatif, dan
kepemimpinan.
 Emotional Intelligence dan Employee Performance
Kecerdasan emosional memungkingkan seseorang untuk membangun
hubungan yang positif di tempat kerja, bekerja dengan baik dalam tim, dan
membangun sosialisasi. (Yao, 2009)
Menurut Kraimer dan Liden (2001), kinerja sering tergantung pada
dukungan, saran, dan sumber daya lain yang tersedia.
Kerangka
EMOTIONAL INTELLIGENCE
Teoritis
 Self-Emotion Appraisal (SEA) EMPLOYEE PERFORMANCE
 Others-Emotion Appraisal (OEA)
 Use of Emotion (UOE)
 Regulation of Emotion (ROE)

Hipotesis  Terdapat hubungan positif antara Self-Emotion Appraisal (SEA) dan


Employee Performance
 Terdapat hubungan positif antara Others-Emotion Appraisal (OEA) dan
Employee Performance
 Terdapat hubungan positif antara Use of Emotion (UOE) dan Employee
Performance
 Terdapat hubungan positif antara Regulation of Emotions (ROE) dan
Employee Performance.
4. REVIEW JURNAL

Judul Effects of Top Turkish Managers’ Emotional and Spiritual Intelligences on


Their Organization’s Financial Performance
Peneliti Evren Ayranci
Sumber Business Intelligence Journal-January, 2011 Vol.4 No.1
Variabel Variabel independen = Managers’ Spiritual Intelligence, Managers’
Emotional Intelligence
Variabel dependen = Organizations’ Financial Performance
Tujuan Penelitian ini bermaksud utnuk menguji model yang termasuk kemungkinan
efek manajer Turki atas kecerdasan spiritual dan emosional terhadap kinerja
keuangan organisasi mereka. Dua instrumen, versi pendek dari Emotional
Quotient Inventory (EQ-I;S) dan Integrated Spiritual Intelligence Scale
(ISIS), yang telah dipilih untuk mengukur kedua kecerdasan tersebut pada
Top manager dipilih dari organisasi di zona industri terorganisir dari Istanbul.
Metodologi Menggunakan 374 kuesioner
penelitian Populasi dari penelitian ini diambil dari Top Managers’ organized industrial
zones (OIZs).
Penulis menganalisis struktur statistik dari dua bentuk kecerdasan dan
Financial Performance untuk mencapai kesimpulan ini.
Dari kerangka pikir memunculkan empat hipotesis :
 𝐻𝑎 : Beberapa komponen dari Top Managers’ Emotional dan Spiritual
Intelligence mempunyai hubungan secara signifikan
 𝐻𝑏 : Seluruh komponen dari Top Managers’ Emotional Intelligence
secara positif mempengaruhi Financial Performance.
 𝐻𝑐 : Seluruh komponen dari Top Manager’s Spiritual Intelligence
secara positif mempengaruhi Financial Performance
 𝐻𝑑 : Top Managers’ Spiritual dan Emotional Intelligence
meningkatkan Financial Performance.
Introduction Top manajer memainkan peran penting dalam menentukan nasib organisasi
mereka, dan mereka dapat menciptakan banyak hasil organisasi mereka
menggunakan kekuatan pengambilan keputusan mereka. Bila diperlukan
untuk memantau suatu organisasi dan mengantisipasi hasil dari masalah
organisasi, manajer puncak juga hasil mengambil langkah. Dengan kata lain,
manajer puncak adalah mereka yang memberi, membuat, dan menilai hasil
organisasi. Ada banyak penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan manajer puncak, persepsi mereka
tentang peristiwa organisasi dan ide-ide mereka tentang atau penilaian dari
hasil organisasi.
Tinjauan  Emotional Intelligence
Pustaka Ungkapan Emotional Intelligence pertama kali digunakan oleh Payne(1985)
dianggap menunjukkan kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan
takut, rasa sakit, dan keinginan
 Spiritual Intelligence
Spiritualitas tempat kerja harus dipertimbangkan sebelum kecerdasan
spiritual. Konsep ini berkembang di tahun 1990-an (Collin, 1999; Mitroff
dan Denton, 1999)
Emmons (2000) telah mencoba untuk menjawab pertanyaan apakah
spiritualitas harus dianggap sebagai jenis kecerdasan manusia, dan
jawabannya adalah “ya”
Ada juga instrumen yang digunakan untuk menilai kecerdasan spiritual
Seperti contoh Psycho-Matrix Spirituality Inventory (PSI) (Wolman, 2001),
Expressive Spirituality Index (McDonald, 2000), Spiritual Intelligence
Scale (SIS) (Nasel, 2004), dan Integrated Spiritual Intelligence Scale (ISIS)
(Amram dan Dryer, 2008)
 Hubungan antara Emotional dan Spiritual Intelligence dan Work
Performance
Canbulat (2007) mengambil kecerdasan emosional pekerja dan manajer
untuk mempertimbangkan dan menemukkan bahwa kecerdasan dan
kepuasan kerja memiliki hubungan yang kuat dan positif
Pekerja yang berada dalam tempat spiritual yang positif (mood) berperan
pada kinerja yang tinggi (Isen dan Baron, 1991; Shaw, 1999).

Analisis,  Struktur statistik dan keandalan kecerdasan spiritual dan emosional dan
temuan, dan kinerja keuangan
diskusi Pada akhir proses pengumpulan data, ada 347 kuesioner, namun 43 dari
mereka telah hilang nilai 6%-15% dari item. Untuk setiap variabel, yang
hilang nilai-nilai diisi menggunakan mean untuk variabel tersebut.
Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) ukurannya adalah 0,752, dan hasil tes
Bartlett yang signifikan, menunjukkan bahwa daya yang digunakan
cocok untuk dianalis faktornya. Terdapat 11 komponen faktor dan setiap
komponen dapat dijelaskan 73% dari total varian
 Komponen yang terbentuk dari item dari versi pendek ISIS (components
of spiritual intelligence)
A. Self Consciousness
B. Challenge
C. Holistic view
D. Higher Conciousness
 Hubungan antara Spiritual dan Emotional Intelligence dan Financial
Performance
Pada bagian ini, empat komponen kecerdasan spiritual, tujuh komponen
kecerdasan emosional dan satu komponen kinerja keuangan yang
diperiksa, dan hubungan mereka dievaluasi dengan menggunakan
persamaan struktural modeling (SEM)
Tabel 5 menunjukkan bagaimana komponen spiritual dan emosional
terkait. Karena semua komponen ini independen, hubungan mereka
ditunjukkan menggunakan koefisien korelasi
Masing-masing faktor kecerdasan spiritual mempengaruhi kinerja
keuangan yang sangat lemah, sedangkan sebagian faktor kecerdasan
emosional tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik pada
kinerja. Model ini menunjukkan bahwa gabungan dua bentuk kecerdasan
gagal berdampak positif terhadap kinerja keuangan.
Kesimpulan  Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa ada hubungan antara
dan faktor-faktor berkaitan dengan Emotional dan Spiritual Intelligence
rekomendasi tetapi tidak ada campuran dari dua kecerdasan tersebut. Dengan kata
lain, tidak ada faktor umum yang mencakup beberapa item dari kedua
bentuk kecerdasan tersebut secara bersama-sama. Selain itu, masing-
masing faktor Spiritual Intelligence sangat tidak begitu
mempengaruhi Financial Performance, sedangkan sebagian faktor
Emotional Intelligence tidak memiliki pengaruh yang signifikan
secara statistik pada kinerja.
 Model ini menunjukkan bahwa dua bentuk kecerdasan gabungan
gagal berdampak positif pada Financial Performance
 Tampaknya ada penelitian gabungan yang sangat sedikit mengenai
hubungan antara kecerdasan emosional dan spiritual dan isu-isu
bisnis. Dengan demikian, penelitian lebih lanjut dianjurkan
5. REVIEW JURNAL

Judul The Role of Emotional Intelligence and Spiritual Intelligence at the


Workplace
Peneliti Susan Tee Susan Chin, R.N. Anantharaman and David Yoon Kin Tong
Faculty of Business and Law, Multimedia University, Melaka, Malaysia
Sumber IBIMA Publishing
Journal Of Human Resources Management Research
http://www.ibimapublishing.com/journals/JHRMR/jhrmr.html
Vol.2011 (2011), Article ID 582992, 9 Pages
DOI: 10.5171/2011.582992
Variabel Variabel independen = Emotional Intelligence, Spiritual Intelligence
Variabel dependen = Workplace Environment
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyoroti pentingnya kecerdasan
spiritual serta kecerdasan emosi di tempat kerja terutama untuk negara-negara
berkembang seperti Malaysia
Metodologi Penelitian dilakukan dengan membandingkan beberapa teori yang telah
penelitian diteliti pada penelitian sebelumnya
Introduction Lingkungan kerja terus berubah, yang menunjukkan sifat dinamis serta
ketidakpastian. Tenaga kerja sekarang ini lebih beragam, tidak hanya dari
segi usia, tetapi juga kebangsaan. Globalisasi telah membuat dunia tanpa
batas dan orang-orang cenderung mobile. Organisasi membutuhkan karyawan
untuk lebih berkomitmen serta memiliki keterkaitan kerja kohesif yang lebih
baik. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk merasakan,
memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kecerdasan emosi
sebagai sumber energi manusia, informasi, koneksi dan pengaruh.
Kecerdasan spiritual adalah himpunan kemampuan yang digunakan individu
utnuk menerapkan, nyata dan mewujudkan sumber daya spiritual, nilai-nilai
dan kualitas dengan cara yang meningkatkan fungsi sehari-hari mereka dan
kesejahteraan. Dengan kedua kecerdasan ini terjadi di tempat kerja,
lingkungan akan lebih kondusif. Lingkungan akan lebih kondusif.
Lingkungan kerja yang lebih baik berkaitan dengan tingkat produktivitas
yang lebih tinggi
Tinjauan  Emotional Intelligence
Pustaka John Mayer and Peter Salovey (1997) telah mendefinisikan Emotional
Intelligence sebagai kemampuan melihat emosi, untuk mengakses dan
menghasilkan emosi atau bisa dikatakan mampu mengontrol emosi
sehingga dapat membantu pikiran, memahami emosi dan pengetahuan
emosional dan utnuk secara efektif mengatur emosi sehingga untuk
meningkatkan kecerdasan dan pertumbuhan emosional
 Spiritual Intelligence
Emmons (2000) telah mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai
“menggunakan kemampuan adaptif informasi rohani untuk memfasilitasi
pemecahan masalah sehari-hari dan pencapaian tujuan
 Nature of the Workplace Environment
Tindakan karyawan mempengaruhi keberhasilan usaha dalam lingkungan
apapun di industri. (Wright, 2008)
 Roles Played
Menurut Katz dan Kahn (1978), dalam hal kinerja individu, tiga elemen
dapat digunakan, yaitu :
 Bergabung dan tetap tinggal dengan organisai
 Bisa dipercaya
 Inovatif dan spontanitas
Menurut Kantrowitz (1994), individu ingin tahu arti hidup mereka.
Kesimpulan  Kedua kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual menyentuh “syaraf”
dan dari karyawan. Itu “membuat” mereka untuk melakukan hal melampaui
rekomendasi tindakan normal.
Kecerdasan emosional, bila diterapkan pada tempat kerja, melibatkan
kemampuan secara efektif memahami, mengungkapkan, memahami, dan
mengelola emosi secara profesional dan efektif di tempat kerja (Palmer
dan Stough, 2001)
 Kecerdasan Spiritual adalah sebuah kemampuan individu untuk
menerapkan, nyata dan mewujudkan sumber daya spiritual, nilai-nilai dan
kualitas dengan cara yang meningkatkan fungsi mereka sehari-hari dan
kesejahteraan (Amram, 2007).
 Dengan kedua kecerdasan ini turut berperan, maka karyawan akan
menjadi aset bagi organisasi
 Kedua kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional saling melengkapi.
Lingkungan kerja telah menjadi fitur utama dalam kehidupan banyak
orang terutama bagi mereka yang bekerja.

Anda mungkin juga menyukai