Anda di halaman 1dari 49

PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian yang saat ini berlaku mengadopsi hampir seluruh ketentuan

dalam IAS 32 Financial Instruments: Presentation per 1 Januari 2014. PSAK 50 dimaksudkan untuk
menetapkan prinsip-prinsip untuk menentukan apakah instrumen keuangan merupakan liabilitas atau
ekuitas serta menetapkan prinsip-prinsip untuk menyalinghapuskan aset keuangan dengan liabilitas
keuangan. Bagi entitas penerbit instrumen keuangan, PSAK 53 memuat panduan untuk
mengklasifikasikan instrumen keuangan yang diterbitkannya sebagai aset keuangan, liabilitas keuangan,
atau instrumen ekuitas. PSAK 50 juga mengatur klasifikasi bunga, dividen, kerugian dan keuntungan
terkait instrumen keuangan yang diterbitkan, serta menyatakan kondisi-kondisi yang mengharuskan
entitas menyalinghapuskan aset keuangan dan liabilitas keuangan.

Prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam PSAK 50 melengkapi prinsip-prinsip pengakuan dan pengukuran
aset keuangan dan liabilitas keuangan dalam PSAK 55 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
Prinsip-prinsip dalam PSAK 50 juga melengkapi prinsip-prinsip pengungkapan informasi terkait aset
keuangan dan liabilitas keuangan dalam PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan.

Entitas penerbit instrumen keuangan harus mengklasifikasikan instrumen yang diterbitkannya, atau
bagian-bagian komponennya, pada pengakuan awal sebagai liabilitas keuangan, aset keuangan, atau
instrumen ekuitas sesuai dengan substansi pengaturan kontraknya serta sesuai dengan definisi liabilitas
keuangan, aset keuangan, dan instrumen ekuitas. Entitas penerbit instrumen keuangan non-derivatif
harus mengevaluasi ketentuan-ketentuan instrumen keuangannya untuk menentukan apakah instrumen
keuangan non-derivatif yang diterbitkannya itu mengandung komponen liabilitas sekaligus komponen
ekuitas. Tiap-tiap komponen harus diklasifikasi secara terpisah sebagai liabilitas keuangan, aset
keuangan, atau instrumen ekuitas.

Instrumen keuangan adalah setiap kontrak yang menimbulkan aset keuangan bagi satu entitas dan
liabilitas keuangan atau instrumen ekuitas bagi entitas lainnya.

Aset keuangan adalah setiap aset yang berupa:

(a) kas;

(b) instrumen ekuitas entitas lain;


(c) hak berdasarkan kontrak:

(i) untuk menerima kas atau aset keuangan lain dari entitas lain; atau

(ii) untuk menukarkan aset keuangan atau liabilitas keuangan dengan entitas lain dengan kondisi yang
berpotensi menguntungkan entitas; atau

(d) kontrak yang akan atau bisa diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan
entitas sendiri dan merupakan:

(i) instrumen non-derivatif yang mengharuskan atau mungkin akan mengharuskan entitas untuk
menerima instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas sendiri dalam jumlah yang bervariasi; atau

(ii) instrumen derivatif yang akan atau bisa diselesaikan selain melalui pertukaran sejumlah tertentu kas
atau instrumen keuangan lain dengan sejumlah tertentu instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas
sendiri. Untuk maksud ini instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas sendiri tidak termasuk instrumen
keuangan dengan opsi jual kembali kepada penerbit (puttable financial instruments) yang diklasifikasi
sebagai instrumen ekuitas sesuai paragraf 16A dan 16B, instrumen yang mengharuskan entitas untuk
menyerahkan kepada pihak lain bagian pro rata aset neto entitas hanya pada likuidasi dan
diklasifikasikan sebagai instrumen ekuitas sesuai paragraf 16C dan 16D, atau instrumen yang berupa
kontrak untuk menerima atau menyerahkan instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas sendiri di masa
depan.

Liabilitas keuangan adalah setiap liabilitas yang berupa:

(a) kewajiban berdasarkan kontrak:

(i) untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain kepada entitas lain; atau
(ii) untuk menukarkan aset keuangan atau liabilitas keuangan dengan entitas lain dengan kondisi yang
berpotensi tidak menguntungkan entitas;

(b) kontrak yang akan atau bisa diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan
entitas sendiri dan merupakan:

(i) instrumen non-derivatif yang mengharuskan atau mungkin akan mengharuskan entitas untuk
menyerahkan instrumen ekuitas yang diterbitkannya dalam jumlah yang bervariasi; atau

(ii) instrumen derivatif yang akan atau bisa diselesaikan selain melalui pertukaran sejumlah tertentu kas
atau instrumen keuangan lain dengan sejumlah tertentu instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas
sendiri. Untuk maksud ini instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas sendiri tidak termasuk instrumen
keuangan dengan opsi jual kembali kepada penerbit (puttable financial instruments) yang diklasifikasi
sebagai instrumen ekuitas sesuai paragraf sesuai paragraf 16A dan 16B, instrumen yang mengharuskan
entitas untuk menyerahkan kepada pihak lain bagian pro rata aset neto entitas hanya pada likuidasi dan
diklasifikasikan sebagai instrumen ekuitas sesuai paragraf 16C dan 16D, atau instrumen yang berupa
kontrak untuk menerima atau menyerahkan instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas sendiri di masa
depan.

Sebagai pengecualian, instrumen yang memenuhi definisi liabilitas keuangan diklasifikasi sebagai
instrumen ekuitas jika instrumen keuangan itu memiliki seluruh fitur dan memenuhi kondisi dalam
paragraf 16A dan 16B atau paragraf 16C dan 16D.

Instrumen ekuitas adalah setiap kontrak yang membuktikan kepentingan residual dalam aset entitas
setelah dikurangi seluruh liabilitas.

Instrumen keuangan mungkin mengharuskan entitas untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain,
atau menyelesaikannya sedemikian rupa sehingga instrumen itu seolah-olah merupakan liabilitas
keuangan, dengan terjadinya atau tidak terjadinya kejadian masa depan yang belum pasti (atau sebagai
akibat dari situasi-situasi yang belum pasti) yang berada di luar kendali baik penerbit maupun pemegang
instrumen, seperti perubahan indeks harga saham, indeks harga konsumen, tingkat bunga, atau
ketentuan perpajakan, atau pendapatan, laba bersih, atau rasio utang terhadap ekuitas entitas penerbit
di masa depan. Penerbit instrumen keuangan semacam itu tidak memiliki hak tanpa syarat untuk
menghindari penyerahan kas atau aset keuangan lain (atau menyelesaikannya sedemikian rupa sehingga
instrumen itu merupakan liabilitas keuangan). Dengan demikian, instrumen semacam itu merupakan
liabilitas keuangan entias penerbit kecuali jika:

(a) bagian dari ketentuan penyelesaian yang tergantung pada situasi atau kejadian masa depan yang
belum pasti itu tidak genuine;

(b) penerbit hanya akan diharuskan untuk menyelesaikan kewajibannya itu pada saat likuidasi;

(c) instrumennya memiliki seluruh fitur dan memenuhi kondisi-kondisi dalam paragraf 16A dan 16B.

Jika instrumen keuangan derivatif memberikan pilihan kepada satu pihak terkait cara penyelesian
(misalnya penerbit atau pemegangnya bisa memilih penyelesaian neto dengan kas atau dengan
menukarkan saham dengan kas), instrumen itu merupakan aset keuangan atau liabilitas keuangan
kecuali jika seluruh alternatif penyelesaian akan mengakibatkan instrumen itu menjadi instrumen
ekuitas.

Jika entitas membeli kembali instrumen ekuitas yang diterbitkannya sendiri, instrumen itu (‘saham
treasury’) harus dikurangkan dari ekuitas. Tidak ada keuntungan atau kerugian yang bisa diakui dalam
laba-rugi atas pembelian, penerbitan kembali, atau pembatalan instrumen ekuitas yang diterbitkan
entitas sendiri. Saham treasury mungkin dibeli dan dipegang oleh entitas atau oleh anggota-anggota lain
dalam kelompok usaha yang dikonsolidasikan. Konsiderasi yang dibayarkan atau yang diterima harus
diakui langsung di ekuitas.

Bunga, dividen, kerugian, dan keuntungan terkait instrumen keuangan atau komponen yang merupakan
liabilitas keuangan harus diakui sebagai penghasilan atau beban di laba-rugi. Distribusi kepada pemegang
instrumen ekuitas harus didebit oleh entitas secara langsung ke ekuitas, setelah diperhitungkan manfaat
pajak terkait, jika ada. Biaya-biaya transaksi ekuitas harus diperlakukan sebagai pengurang ekuitas,
setelah diperhitungkan manfaat pajak terkait, jika ada.

Aset keuangan dan liabilitas keuangan harus disalinghapuskan dan jumlah netonya disajikan dalam
laporan posisi keuangan jika, dan hanya jika, entitas:
(a) memiliki hak yang bisa dipaksakan secara hukum untuk menyelesaikan jumlah-jumlah aset keuangan
dan liabilitas keuangan secara neto; dan

(b) memiliki intensi untuk menyelesaikan secara neto, atau untuk merealisasikan aset dan menyelesaikan
liabilitas itu secara simultan.

PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan mengadopsi hampir seluruh ketentuan dalam IFRS 7
Financial Instruments: Disclosures per 1 Januari 2014. PSAK 60 mengharuskan entitas mengungkapkan
informasi dalam laporan keuangan yang dengan informasi dimaksud pengguna menjadi mampu
mengevaluasi:

(a) signifikansi instrumen keuangan terhadap posisi keuangan dan kinerja keuangan entitas; dan

(b) risiko-risiko apa saja yang ditimbulkan oleh instrumen keuangan dan sejauh mana risiko-risiko itu
berdampak terhadap entitas selama periode dan pada akhir periode yang dilaporkan, serta bagaimana
entitas mengelola risiko-risiko tersebut. Pengungkapan kualitatif menguraikan tujuan, kebijakan, dan
proses yang ditempuh oleh manajemen untuk mengelola risiko. Pengungkapan kuantitatif mencakup
informasi mengenai sejauh mana entitas terpapar terhadap risiko, berdasarkan informasi yang
disediakan secara internal kepada personel manajemen kunci entitas. Secara bersama-sama,
pengungkapan kualitatif dan pengungkapan kuantitatif memberikan gambaran umum mengenai
penggunaan instrumen keuangan oleh entitas serta sejauh mana entitas terpapar terhadap risiko-risiko
yang berasal dari instrumen keuangan itu.

PSAK 60 berlaku untuk semua entitas, termasuk entitas-entitas yang memiliki sedikit instrumen
keuangan (misalnya perusahaan manufaktur yang instrumen keuangannya hanya terdiri dari piutang dan
utang usaha) dan entitas-entitas yang memiliki banyak instrumen keuangan (misalnya lembaga keuangan
yang sebagian besar aset dan liabilitasnya berupa instrumen keuangan).

Jika PSAK 60 mengharuskan pengungkapan menurut kelas-kelas instrumen keuangan, entitas harus
mengelompokkan instrumen keuangannya ke dalam kelas-kelas yang tepat, sesuai dengan informasi
yang diungkapkan. Kelas-kelas instrumen keuangan juga harus mempertimbangkan karakteristik-
karakteristik instrumen keuangan yang diungkapkan itu. Entitas harus memberikan informasi yang cukup
yang memungkinkan dilakukannya rekonsiliasi dengan item-item yang disajikan dalam laporan posisi
keuangan.

Prinsip-prinsip pengungkapan dalam PSAK 60 melengkapi prinsip-prinsip pengakuan, pengukuran, dan


penyajian aset keuangan dan liabilitas keuangan dalam PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan
PSAK 55 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.

Bermula pada 1998 Komite Standar Akuntansi Keuangan (KSAK) telah mengesahkan PSAK No.50 tahun
1998 tentang Akuntansi Investasi Efek Tertentu. PSAK ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 1999. Kemudian
dilanjutkan dengan PSAK 55 tentang Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai
dikeluarkan pada tanggal 21 September 1998 dan dinyatakan berlaku sejak 1 Januari 2000.

Karena dianggap kedua PSAK tersebut belum sesuai dengan standar Internasional, maka Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK), yang dulunya disebut Komite Standar Akuntansi Keuangan (KSAK)
mengesahkan revisi atas PSAK No. 50 (1998) tersebut yaitu PSAK No.50 (revisi 2006) tentang Instrumen
Keuangan : Penyajian dan pengungkapan dan PSAK No.55 (revisi 2006) tentang pengakuan dan
pengukuran instrumen keuangan pada tanggal 16 Desember 2006. PSAK 50 & 55 revisi 2006 ini sudah
mengadopsi sebagian besar aturan IFRS, berbeda dengan PSAK No. 50 (1998) dan PSAK No. 55 (1999)
yang lebih cenderung ke US GAAP.

Belum sempurna penerapan yang dilakukan perusahaan dan lembaga keuangan terhadap PSAK tersebut,
Dewan Standar Akuntansi Keuangan mengeluarkan lagi PSAK 50 (revisi 2010): Instrumen Keuangan:
Penyajian yang disahkan pada tanggal 26 November 2010 yang mana merevisi PSAK 50 (revisi 2006):
Instrumen Keuangan:Penyajian dan Pengungkapan.

Salah satu isi pembahasan yang menarik dalam PSAK 50 mengenai Akuntansi Instrumen Keuangan
Majemuk. Salah satu contohnya yaitu Obligasi Konversi (Convertible Bond) yang kebetulan telah
dijelaskan oleh Ibu Khomsah dalam mata kuliah Akuntansi Keuangan II. Olehnya itu Penyusun tertarik
untuk membahasnya dalam makalah ini.

Sekilas tentang PSAK 50 Revisi 2010

PSAK 50 (revisi 2010) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian telah disahkan pada tanggal 26 Novemer
2010, dalam rangka merevisi PSAK 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan
Pengungkapan. Alasan DSAK dan IAI merevisi ini, tidak lain karena ingin segera ‘mengejar target’, karena
pada 2012 nanti Indonesia sudah harus mengadopsi seluruh standar IFRS.

PSAK 50 (revisi 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian mengadopsi seluruh pengaturan dalam IAS 32 per
Oktober 2009: Financial Instruments: Presentation, kecuali:
1. IAS 32 paragraf 96-97F tentang tanggal efektif dan ketentuan transisi tidak diadopsi karena tidak
relevan.

2. IAS 32 paragraf 98-100 tentang penarikan tidak diadopsi karena tidak relevan.

Pada dasarnya tidak Banyak perbedaan antara PSAK 50 revisi 2010 dan 2006. Kecuali adanya tambahan
khusus tentang Puttable Instrumen, kewajiban untuk menyerahkan bagian aset neto secara prorata saat
likuidasi, dan rights, opsi, waran dikategorikan dan disajikan sebagai liabilitas keuangan, akan tetapi
dapat dikategorikan sebagai instrumen ekuitas jika memenuhi syarat-syarat tertentu. Selain itu dalam
Revisi 2010 Pengungkapannya tidak dijelaskan pada PSAK 50 melainkan dipindahkan ke PSAK 60.

PSAK 50 (revisi 2010) menetapkan prinsip penyajian instrumen keuangan sebagai liabilitas atau
ekuitas dan saling hapus aset keuangan dan liabilitas keuangan. Hal ini berlaku terhadap kategori
instrumen keuangan, dari perspektif penerbit, dalam aset keuangan, liabilitas keuangan, dan instrumen
ekuitas; pengategorian yang terkait dengan suku bunga, dividen, kerugian dan keuntungan; dan keadaan
aset keuangan dan liabilitas keuangan akan saling hapus.[1]

Skop PSAK 50 (revisi 2010) meliputi hal-hal berikut :

Seluruh tipe instrumen keuangan

Definisi detail atas instrumen keuangan : aset keuangan, liabilitas keuangan dan instrumen ekuitas.

Instrumen ekuitas adalah kontrak yang memberikan kepada pemegangnya hak residu atas aset entitas
setelah dikurangi dengan semua liabilitas

Alokasi nilai buku instrumen keuangan untuk komponen ekuitas dan utang. Nilai utang ditetapkan
terlebih dahulu

Pembelian saham diperoleh kembali (treasury stock) dicatat sebagai perubahan atas ekuitas sehingga
tidak ada keuntungan/kerugian yang diakui

Termasuk dalam definisi aset dan liabilitas keuangan adalah kontrak yang diselesaikan dengan instrumen
ekuitas suatu entitas.

Aset dan liabilitas keuangan diakui ketika entitas mengambil bagian dalam suatu kontrak provisi atas
suatu instrumen

2. Instrumen Keuangan Majemuk

a. Klasifikasi Penyajian Instrumen Keuangan


Instrumen keuangan (financial instruments) adalah setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan
(financial assets) entitas dan liabilitas keuangan (financial liability) atau instrumen ekuitas (equity
instruments) entitas lain. Maka dari itu Instrumen keuangan dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Aset keuangan merupakan setiap aset yang berbentuk:

Kas

Instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh entitas lain

Hak kontraktual untuk menerima kas atau aset dan mempertukarkan aset keuangan

Kontrak yang mungkin diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh
entitas dan merupakan non-derivatif dan derivatif.

2. Kewajiban Keuangan adalah setiap kewajiban yang berupa:

Kewajiban kontraktual untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain dan untuk mempertukarkan
instrumen keuangan lain dengan kondisi yang tidak menguntungkan entitas tersebut.

Kontrak yang akan mungkin diselesaikan selain dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau
aset keuangan lain dengan sejumlah tertentu instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas.

3. Instrumen Ekuitas adalah setiap kontrak yang memberikan hak residual atas aset suatu entitas
setelah dikurangi dengan seluruh kewajibannya.

Penerbit instrumen keuangan pada saat pengakuan awal harus mengklasifikasikan instrumen tersebut
atau komponen-komponennya sebagai kewajiban keuangan, aset keuangan atau instrumen ekuitas
sesuai substansi perjanjian kontraktual dan definisi kewajiban keuangan, aset keuangan dan instrumen
ekuitas.

b. Penyajian Instrumen Keuangan Majemuk

Penerbit instrumen keuangan non-derivatif mengevaluasi persyaratan instrumen keuangannya untuk


menentukan apakah instrumen tersebut mengandung komponen ekuitas dan kewajiban. Komponen
tersebut harus diklasifikasikan secara terpisah sebagai kewajiban keuangan, aset keuangan dan
instrumen ekuitas.
Entitas mengakui secara terpisah komponen-kompnen instrumen keuangan yang:

Menimbulkan kewajiban keuangan bagi entitas

Memberikan opsi bagi pemegang instrumen untuk menkonversi instrumen keuangan tersebut menjadi
instrumen ekuitas dari entitas yang bersangkutan.

Contoh obligasi konversi yang dapat dikonversi oleh para pemegangnya menjadi menjadi saham biasa
yang telah ditetapkan. Dari sudut pandang entitas, instrumen ini terdiri dari dua komponen: liabilitas
keuangan (perjanjian kontraktual untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lainnya) dan instrumen
ekuitas (opsi beli yang memberikan hak pada pemegangnya selama jangka waktu tertentu untuk
mengkonversi instrumen tersebut menjadi saham biasa dengan jumlah yang telah ditetapkan).

Ketika nilai tercatat awal suatu instrumen keuangan majemuk dialokasikan pada komponen ekuitas dan
kewajiban, maka komponen ekuitas yang dialokasikan adalah nilai sisa dari nilai wajar instrumen
keuangan secara keseluruhan dikurangi dengan nilai komponen kewajiban yang ditetapkan secara
terpisah. Tidak ada keuntungan atau kerugian yang ditimbulkan dari pengakuan awal komponen-
komponen instrumen secara terpisah.

Nilai tercatat komponen kewajiban ditentukan dengan mengukur nilai wajar kewajiban serupa yang tidak
memiliki komponen ekuitas. Nilai tercatat instrumen ekuitas yang ditunjukkan oleh opsi untuk
mengonversi instrumen tersebut menjadi saham biasa ditetapkan dengan cara mengurangkan nilai wajar
kewajiban keuangan dari nilai wajar instrumen keuangan majemuk secara keseluruhan.

Pada saat dilakukan konversi atas instrumen yang dapat dikonversi pada saat jatuh tempo, entitas
menghentikan pengakuan komponen kewajiban dan mengakuinya sebagai ekuitas. Komponen awal dari
ekuitas tetap sebagai ekuitas (meskipun komponen tersebut mungkin dipindahkan dari satu pos ke pos
lainnya dalam ekuitas). Tidak terdapat pengakuan keuntungan atau kerugian pada saat dilakukan
konversi saat jatuh tempo. (PA42.)

Ketika entitas menghapuskan instrumen yang dapat dikonversi sebelum jatuh tempo melalui penebusan
atau pembelian kembali secara dini yang tidak mengubah hak konversi semula, maka pada tanggal
transaksi entitas mengalokasikan jumlah yang dibayarkan serta biaya transaksi untuk pembelian kembali
atau penebusan secara dini tersebut ke dalam komponen liabilitas dan komponen ekuitas instrumen
tersebut. Metode yang digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang dibayarkan dan biaya transaksi
pada setiap komponen yang terpisah harus konsisten dengan metode yang digunakan untuk alokasi awal
pada setiap komponen yang terpisah atas hasil yang diperoleh dari penerbitan instrumen yang dapat
dikonversi tersebut, sesuai ketentuan paragraf 31-35. (PA43.)
Sekali alokasi pembayaran tersebut dilakukan, maka setiap keuntungan atau kerugian yang timbul
diperlakukan sesuai prinsip akuntansi yang dapat diterapkan pada komponen terkait, sebagai berikut: (a)
jumlah keuntungan atau kerugian yang terkait dengan komponen kewajiban diakui dalam laporan laba
rugi; dan (b) jumlah pembayaran yang terkait dengan komponen ekuitas diakui dalam ekuitas.( PA44.)

Entitas dapat mengubah persyaratan instrumen yang dapat dikonversi untuk mendorong dilakukannya
konversi dini, contohnya dengan menawarkan rasio konversi yang lebih menarik atau menawarkan
pembayaran ekstra jika konversi dilakukan sebelum tanggal yang ditetapkan. Perbedaan, pada tanggal
dilakukan perubahan persyaratan, antara nilai wajar dari pembayaran yang diterima pemegang
instrumen pada saat dilakukan konversi berdasarkan persyaratan yang telah diubah dan nilai wajar dari
pembayaran yang akan diterima pemegang instrumen berdasarkan persyaratan awal diakui sebagai
kerugian dalam laporan laba rugi. (PA45)

c. Akuntansi Instrumen Keuangan Majemuk

Contoh 9: Pemisahan Instrumen Keuangan Majemuk saat Pengakuan Awal

CI35. Sebuah entitas menerbitkan obligasi yang dapat dikonversi sejumlah 2.000 lembar pada awal
Tahun 1. Obligasi tersebut berjangka waktu tiga tahun dan dijual sesuai nilai nominalnya, yaitu Rp1.000
per obligasi, dengan hasil sebesar Rp2.000.000. Bunga dibayarkan di muka setiap tahunnya ber- dasarkan
tingkat bunga nominal yaitu 6%. Tiap obligasi dapat dikonversikan setiap saat hingga saat jatuh
temponya menjadi 250 lembar saham biasa. Ketika obligasi tersebut diterbitkan, tingkat bunga pasar
untuk utang sejenis tanpa hak konversi sebesar 9%.

CI36. Komponen liabilitas harus diukur terlebih dahulu, dan selisih antara hasil yang diterima dengan
nilai wajar kom- ponen liabilitas dialokasikan sebagai komponen ekuitas. Nilai wajar komponen liabilitas
dihitung menggunakan tingkat bunga diskonto 9 %, yang merupakan tingkat bunga pasar untuk ob- ligasi
sejenis yang tidak memiliki hak konversi, sebagaimana yang disajikan berikut ini:

Contoh 10: Pemisahan Instrumen Keuangan Majemuk yang Memiliki fitur Derivatif Melekat
Berganda

CI37. Contoh berikut mengilustrasikan bagaimana para- graf 34 memisahkan komponen liabilitas dan
ekuitas pada intrumen keuangan majemuk yang memiliki fitur derivatif melekat berganda.

CI38. Diasumsikan bahwa hasil (proceeds) yang diterima dari penerbitan selembar callable convertible
bond adalah Rp60. Nilai obligasi sejenis tanpa opsi beli atau konversi ekuitas adalah Rp57. Berdasarkan
model penetapan harga opsi (option pricing model), harga dari sebuah fitur opsi beli yang dilekatkan
pada sebuah obligasi tanpa opsi konversi ekuitas adalah Rp2. Pada kasus ini, nilai yang dialokasikan
kepada komponen liabilitas berdasarkan Paragaraf 34 adalah Rp55 (Rp57-Rp2) dan nilai yang
dialokasikan pada komponen ekuitas adalah Rp5 (Rp60-Rp55).

Contoh 11: Pembelian Kembali Instrumen yang Dapat Dikonversi

CI39. Contoh berikut mengilustrasikan bagaimana sebuah entitas mengakui pembelian kembali
sebuah instrumen yang dapat dikonversi. Untuk menyederhanakan, pada saat penerbi- tannya, nilai
nominal dari instrumen tersebut diasumsikan sama dengan nilai tercatat agregat komponen liabilitas dan
ekuitas dalam laporan keuangan, jadi tidak ada premi atau diskon. Juga dalam rangka penyederhanaan,
setoran pajak dihapuskan dalam contoh ini.

CI40. Pada 1 Januari 1999, Entitas A menerbitkan sebuah 10% - debenture yang dapat dikonversi
dengan nilai nominal Rp1.000 dan jatuh tempo pada 31 Desember 2008. Debenture ini dapat dikonversi
menjadi saham biasa Entitas A dengan harga konversi Rp25 per lembar. Bunga dibayar tunai tiap
setengah tahun. Pada tanggal penerbitannya, Entitas A dapat menerbitkan instrumen utang berjangka
sepuluh tahun dengan tingkat bunga kupon 11 persen.(Debenture – obligasi tanpa jaminan)

CI41. Dalam laporan keuangan Entitas A, nilai tercatat debenture pada saat penerbitannya dialokasikan
sebagai berikut

CI42. Pada 1 Januari 2004, debenture yang dapat dikon- versi tersebut memiliki nilai wajar Rp1.700.

CI43. Entitas A mengajukan tender offer kepada pemegang debenture untuk membeli kembali debenture
tersebut dengan harga Rp1.700, yang kemudian disetujui. Pada tanggal pem- belian kembali, Entitas A
dapat menerbitkan instrumen utang yang tidak dapat dikonversi berjangka lima tahun dengan tingkat
bunga kupon sebesar 8 persen.

CI44. Harga pembelian kembali dialokasikan sebagai berikut:

Nilai tercatat (Rp)

Nilai Wajar (Rp)

Komponen Liabilitas:

Nilai kini dari 10 pembayaran bunga tengah tahunan sebesar Rp50, yang di diskonto pada 11 dan 8%
CI46. Komponen ekuitas tetap sebagai ekuitas, namun dapat ditransfer/diubah menjadi ekuitas yang
berbeda.

Contoh 12: Amandemen persyaratan instrumen yang dapat dikonversi untuk mendorong konversi dini.

CI47. Contoh berikut ini mengilustrasikan bagaimana sebuah entitas membukukan adanya tambahan
jumlah yang dibayarkan jika persyaratan sebuah instrumen yang dapat dikonversi diubah guna
mendorong konversi dini.

CI48. Pada 1 Januari 1999, Entitas A menerbitkan sebuah 10% - debenture yang dapat dikonversi dengan
nilai nominal Rp1.000 dan dengan persyaratan yang sama dengan instrumen pada Contoh 11. Pada 1
Januari 2000, untuk mendorong agar pemegang debenture segera melakukan konversi, Entitas A men-
gurangi harga konversi menjadi Rp20 jika debenture tersebut dikonversi sebelum 1 Maret 2000 (atau
dalam 60 hari).

CI49.Diasumsikan harga pasar saham biasa Entitas A pada tanggal perubahan persyaratan tersebut
adalah Rp40 per lembar. Nilai wajar pertambahan nilai yang harus dibayarkan oleh Entitas A dihitung
dengan cara sebagai berikut:

Jumlah lembar saham biasa yang akan diterbitkan pada peme- gang debenture berdasarkan persyaratan
konversi yang telah diubah:

d. Akuntansi Instrumen Keuangan Majemuk (Versi IFRS)

Pada saat pengeluaran

llustration: Roche Group (DEU) mengeluarkan 2,000 lembar obligasi konversi pada awal 2011. Jangka
waktu 4 tahun dengan bunga nominal 6%, dan dikeluarkan pada nilai nominal sebesar €1,000 per
obligasi. Bunga diabayar tahunan setiap tanggal 31 Desember. Setiap obligasi dapat dikonversi menjadi
250 lembar saham biasa dengan nominal €1. Tingkat bunga pasar obligasi non konversi 9%.

PSAK 50 (revisi 2010) menetapkan prinsip penyajian instrumen keuangan sebagai liabilitas atau ekuitas
dan saling hapus aset keuangan dan liabilitas keuangan. Hal ini berlaku terhadap kategori instrumen
keuangan, dari perspektif penerbit, dalam aset keuangan, liabilitas keuangan, dan instrumen ekuitas;
pengategorian yang terkait dengan suku bunga, dividen, kerugian dan keuntungan; dan keadaan aset
keuangan dan liabilitas keuangan akan saling hapus.

PSAK 50 (revisi 2010) meliputi hal-hal berikut :

a. Seluruh tipe instrumen keuangan

b. Definisi detail atas instrumen keuangan : aset keuangan, liabilitas keuangan dan instrumen ekuitas.
c. Instrumen ekuitas adalah kontrak yang memberikan kepada pemegangnya hak residu atasaset entitas
setelah dikurangi dengan semua liabilitas

d. Alokasi nilai buku instrumen keuangan untuk komponen ekuitas dan utang. Nilai utang ditetapkan
terlebih dahulu

e. Pembelian saham diperoleh kembali (treasury stock) dicatat sebagai perubahan atasekuitas sehingga
tidak ada keuntungan/kerugian yang diakui.

Termasuk dalam definisi

aset dan liabilitas keuangan adalah kontrak yang diselesaikan dengan instrumen ekuitas suatu entitas.
Aset dan liabilitas keuangan diakui ketika entitas mengambil bagian dalam suatu kontrak provisi atas
suatu instrumen.

PSAK 50 (2010)

 PSAK 50 (revisi 2010) hanya mengatur tentang penyajian instrumen keuangan.

 Pengaturan tentang pengungkapan instrumen keuangan diatur dalam PSAK 60 : Instrumen Keuangan:
Pengungkapan.

– Ruang lingkup & Definisi (puttable instrument)

– Penyajian :

• Liabilitas dan ekuitas

• Instrumen keuangan majemuk

• Saham treasuri

• Bunga, dividen, keuntungan dan kerugian

• Saling hapus aset dan liabilitas keuangan

 Pengaturan baru : puttable instrumen; Kewajiban menyerahkan bagian aset neto secara prorata saat
likuidasi; Reklasifikasi dari liabilitas keuangan ke instrumen ekuitas dan sebaliknya.

Isi PSAK 50 – Revisi 2014


 Tujuan, Ruang Lingkup dan Definisi

 Penyajian

– Liabilitas dan Ekuitas

– Instrumen Keuangan Majemuk

– Saham yang Diperoleh Kembali

– Saham, Deviden, Kerugian dan Keuangan

– Saling Hapus antar Aset Keuangan dan Liabilitas Keuangan (revisi 2013)

 Pedoman Penerapan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PSAK 50

 Contoh Ilustrasi, melengkapi tetapi bukan merupakan bagian dari PSAK 50

Konsep Pengakuan dan Pengukuran Instrumen Keuangan

Entitas mengakui aset keuangan atau liabilitas keuangan pada laporan posisi keuangan jika dan
hanya jika entitas tersebut menjadi salah satu pihak dalam ketentuan dalam kontrak instrumen tersebut.
Jika menurut definisi instrumen keuangan, maka saat kontrak tersebut mengindikasikan adanya suatu
aliran manfaat ekonomi diterima atau diserahkan di masa mendatang dan diukur dengan andal, maka
kontrak tersebut akan dicatat sebagai aset atau liabilitas keuangan.

Pengukuran aset atau liabilitas keuangan dibedakan menjadi dua yaitu pengukuran pada saat
pengakuan awal dan pengukuran setelah pengakuan awal. Secara umum pengukuran menggunakan
dasar nilai wajar, namun saat nilai wajar tidak dapat diperoleh maka dapat menggunakan nilai perolehan
atau nilai tercatat.

Pengakuan awal aset dan liabilitas keuangan menggunakan nilai wajar pada tanggal perolehan
atau transaksi. Pada saat perolehan ini ada kalanya entitas harus membayar biaya transaksi untuk
memperoleh aset atau mengeluarkan liabilitas keuangan transaksi. Biaya transaksi tersebut perlakuannya
beda untuk aset dan liabilitas keuangan yang berbeda. Untuk aset dan liabilitas keuangan yang dalam
pengukuran setelah pengakuan awal menggunakan nilai wajar, biaya transaksi tersebut diklasifikasikan
sebagai beban pada periode berjalan. Biaya transaksi untuk aset atau liabilitas yang pengukuran setelah
pengakuan awal tidak menggunakan nilai wajar, dikapitalisasi menambah nilai aset atau liabilitas
keuangan. Bagan 5.2 menjelaskan bagaimana pengukuran instrumen keuangan pada saat pengakuan
awal.

Sebagai ilustrasi, jika entitas A mengeluarkan obligasi, maka obligasi tersebut tidak dimaksudkan
untuk dilunasi sesuai dengan kontrak pelunasannya sehingga dikategorikan sebagai kewajiban lainnya.
Obligasi tersebut bagi entitas penerbit tidak diukur pada nilai wajar melalui laba rugi tetapi diukur
berdasarkan nilai amortisasinya (amortized cost). Konsekuensinya biaya yang dikeluarkan untuk menjual
obligasi tersebut akan dikapitalisasi mengurangi nilai perolehan penjualan obligasi. Hasil yang diperoleh
perusahaan sebesar harga jual dikurangi biaya transaksi akan digunakan untuk menentukan nilai bunga
efektif obligasi tersebut. Bunga efektif adalah bunga yang menyamakan nilai kini obligasi (uang yang
diterima dikurangi biaya transaksi) dan nilai kini dari pembayaran yang dilakukan di masa mendatang
yaitu bunga berdasarkan tingkat bunga nominal yang ditetapkan dan nilai pokok obligasi.

Bagi entitas B yang membeli 1.000 lembar obligasi tersebut dan dimaksudkan sebagai investasi
sementara jangka pendek, akan mengategorikan investasi tersebut sebagai investasi yang diukur dengan
nilai wajar melalui laba rugi. Entitas B akan mengakui biaya transaksi

Yang timbul dari transaksi pembelian obligasi tersebut sebagai biaya pada periode berjalan dan tidak
menambahkannya ke dalam nilai investasi dan obligasi.

Setelah pengakuan awal instrumen keuangan akan diukur dengan berbagai cara sesuai dengan
jenisnya. Definisi dan klasifikasi masing-masing instrumen keuangan sangat penting untuk yang terjadi
dapat serupa, misalnya membeli obligasi PT.PLN, namun entitas A dapat mengklasifikasikannya sebagai
investasi yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi, tersedia untuk dijual atau dipegang hingga jatuh
tempo.

Perbedaan klasifikasi tersebut akan memengaruhi bagaimana investasi obligasi tersebut akan
diukur. Pengukuran instrumen keuangan untuk aset dan liabilitas keuangan disajikan dalam tabel
5.1.pembahasan lebih lanjut tentang pengukuran aset keuangan akan dijelaskan pada subbab
berikutnya.

Instrumen keuangan seperti halnya aset lain juga harus di-review pada setiap pelaporan untuk
melihat adanya indikasi penurunan nilai (impairment). Penurunan nilai aset keuangan tidak diatur
mengikuti PSAK 48: Penurunan Nilai Aset,namun diatur secara khusus dalam PSAK 55. Aset keuangan
mengalami penurunan nilai jika nilai tercatat aset lebih tinggi dibandingkan nilai yang dapat diperoleh
kembali. Jika terdapat bukti objektif penurunan nilai maka harus dilakukan estimasi nilai yang dapat
diperoleh kembali dan mengakui kerugian penurunan nilai. Pembalikan atas penurunan atas piutang,
investasi held to maturity (HTM) dan instrumen utang available for sale (AFS) dapat dilakukan jika
memenuhi kriteria.

Penyajian dan Pengungkapan

Penyajian aset keuangan dalam laporan keuangan diatur khusus dalam PSAK 50 (Revisi 2010): Instrumen
Keuangan:Penyajian. Pernyataan ini menjelaskan secara umum prinsip penyajian instrumen keuangan
sebagai liabilitas atau ekuitas dan saling hapus aset keuangan dan liabilitas keuangan. Prinsip penyajian
ini berlaku terhadap kategori instrumen keuangan dari perspektif penerbit, dalam aset keuangan,
liabilitas keuangan, dan instrumen ekuitas pengategorian yang terkait dengan suku bunga, dividen,
kerugian dan keuntungan, serta keadaan aset keuangan dan liabilitas keuangan akan saling hapus.

Pengungkapan aset keuangan diatur dalam PSAK 60 : Instrumen Keuangan: Pengungkapan.


Pernyataan ini mengatur pengungkapan dalam laporan keuangan yang memungkinkan pengguna
mengevaluasi signifikan instrumen keuangan atas posisi dan kinerja keuangan entitas serta jenis dan
besarnya risiko yang timbul dan bagaimana entitas mengelola risiko tersebut.

ASET KEUANGAN

Berdasarkan PSAK 55, berikut klasifikasi aset keuangan yang dibagi menjadi empat (lihat kembali Bagan
5.1).

a. Aset keuangan diukur dengan nilai wajar melalui laba rugi (fair value to profit and loss-FVTPL)

b. Investasi dipegang hingga jatuh tempo (held to maturities-HTM)

c. Pinjaman yang diberikan atau piutang (loans or receivable-LR)

d. Aset keuangan tersedia untuk dijual (available for sale-AFS)

Pengklasifikasian aset keuangan ini memiliki makna strategis karena setiap klasifikasi memiliki
metode penilaian yang berbeda baik dalam pengakuan awal maupun setelah pengakuan awal.
Perbedaan klasifikasi didasarkan pada intensi manajemen terkait dan jenis aset keuangan..

Bentuk Instrumen Keuangan

Instrumen keuangan berdasarkan PSAK 50 (Revisi 2013) berbentuk aset keuangan, liabilitas keuangan,
dan instrumen ekuitas. PSAK 55 (Revisi 2013) menjelaskan lebih rinci berdasarkan jenis pengukurannya.
Bagan 5.1 menjelaskan bentuk dan jenis instrumen keuangan.

Aset keuangan terdiri atas :

1. Kas baik dalam bentuk kas di dalam perusahaan dalam bentuk uang tunai maupun kas yang di
simpan di dalam bank.

2. Instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas lain. Dalam sebuah entitas, aset ini merupakan bentuk
investasi dalam saham. Investasi dalam saham yang termasuk dalam investasi keuangan adalah investasi
yang akan di jual dalam jangka waktu dekat dan tidak ditujukan untuk penyertaan saham dalam jangka
panjang seperti diatur dalam PSAK 15: Investasi Asosiasi atau PSAK 12: Bagian Partisipasi dalam Ventura
Bersama atau investasi di anak perusahaan yang diatur dalam PSAK 4: Laporan Keuangan Konsolidasian
dan Laporan Keuangan Tersendiri.

3. Hak kontraktual

a. Untuk menerima kas atau aset keuangan lainnya dari entitas lain.

Bentuk hak kontraktual ini dapat berbentuk klaim entitas terhadap entitas lain untuk mendapatkan kas
atau aset keuangan, contohnya piutang, investasi dalam obligasi, dan pemberian pinjaman. Kontraktual
tersebut dapat berbentuk perjanjian formal seperti perjanjian kredit yang dikeluarkan oleh perbankan
dan perjanjian kredit pembelian aset tetap. Namun dapat juga tanpa perjanjian formal dan hanya
didasarkan pada bukti pengiriman barang dan faktur penagihan. Contohnya piutang dagang jarang
menggunakan bentuk perjanjian formal dan hanya didasarkan pada faktur atau bukti pengiriman barang
atau penyelesaian jasa.

b. Untuk pertukaran aset keuangan dengan entitas lain dengan kondisi berpotensi untung.

Contoh bentuk kontrak ini dapat berupa forward, future, atau bentuk opsi untuk mempertukarkan aset
keuangan, misalnya entitas memiliki kontrak untuk menukarkan piutang dalam mata uang USD sebesar
USD 100.000 ke dalam mata uang Rupiah pada lima bulan yang akan datang dengan kurs yang
ditetapkan sebesar Rp. 9.000 untuk tiap USD. Jika ternyata dalam perjalanan sebelum tiga bulan tersebut
kurs berubah menjadi lebih tinggi dari Rp 9.000 per USD maka entitas berpotansi untung. Misalnya
kontrak tersebut di buat pada 1 Oktober 20X1 maka entitas akan mengakui potensi keuntungan sebesar
300 x USD 100.000 potensi untung tersebut akan dicatat sebagai aset keuangan dan diakui sebagai
keuntungan.

4. Kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang
diterbitkan oleh entitas dan merupakan:

a. Nonderivatif dimana entitas harus atau mungkin diwajibkan untuk menerima sejumlah yang
bervariasi dari instrumen yang diterbitkan entitas atau

b. Derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau
aset keuangan lain dengan sejumlah tertentu instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas. Tidak termasuk
instrumen keuangan yang mempunyai opsi jual (puttable financial instruments).

Kontrak bukan instrumen ekuitas walaupun diselesaikan dengan penerimaan instrumen ekuitas yang
diterbitkan karena nilai ekuitasnya bervariasi. Contoh kontrak untuk menerima sejumlah bervariasi dari
instrumen ekuitas diterbitkan senilai Rp100 miliar. Jumlah instrumen ekuitas yang akan diterima
tergantung Rp100 miliar dibagi dengan harga saham tanggal kontrak. Opsi saham atau warrant yang
memberikan hak untuk membeli saham dalam jumlah yang ditetapkan merupakan instrumen ekuitas.

Liabilitas keuangan terdiri atas:

1. Liabilitas kontraktual

a. Untuk menyerahkan kas atau aset keuangan biasanya mencul dalam bentuk utang entitas pada
pihak lain. Utang dapat berupa kontrak formal seperti utang bank atau utang obligasi. Namun utang
dapat juga muncul tanpa kontrak formal, hanya didasarkan faktur pembelian atau dokumen pengiriman/
penerimaan barang.
b. Untuk mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas keuangan dengan entitas lain dengan kondisi
yang berpotensi tidak menguntungkan entitas.

Entitas dapat membuat kontrak untuk mempertukarkan aset keuangan, jika dalam kontrak tersebut
berpotensi tidak menguntungkan, maka potensi tidak menguntungkan tersebut akan diakui sebagai
liabilitas keuangan dan kerugian pada sisi lain.

2. Kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang
diterbitkan entitas dan merupakan suatu:

a. Nonderivatif dimana entitas harus atau mungkin diwajibkan untuk menyerahkan sejumlah yang
bervariasi dari instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas atau

b. Derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain dengan mepertukarkan kas dalam jumlah
tertentu atau aset keuangan lain dengan jumlah tertentu dengan instrumen ekuitas yang diterbitkan
entitas.

Contoh (1) kontrak untuk menyerahkan instrumen ekuitas senilai 10 ons emas, karena jumlah instrumen
ekuitas yang diterbitkan tergantung harga emas dan harga saham. (2) kontrak untuk menyerahkan
instrumen ekuitas senilai 100 lembar instrumen ekuitas sebagai pengganti kas yang setara dengan 100
ons emas, karena nilai instrumen ekuitasnya tergantung dari harga emas, sehingga jumlahnya bervariasi.

Instrumen ekuitas adalah setiap kontrak yang memberikan hak residual atas aset suatu entitas
setelah dikurangi dengan seluruh liabilitasnya. Kontrak yang akan diselesaikan oleh entitas dengan
penyerahan (atau penerimaan) instrumen ekuitas miliknya dalam jumlah yang ditetapkan sebagai
pengganti kas atau aset keuangan lainnya yang nilainya telah ditetapkan adalah instrumen ekuitas.

Klasifikasi instrumen keuangan berdasarkan jenis dapat dilihat pada bagan 5.1. aset keuangan yang
akan dipelajari dalam mata ajar Akuntansi Keuangan 1 adalah aset keuangan dalam bentuk pinjaman dan
piutang, sedangkan aset keuangan dalam bentuk surat berharga entitas lain akan dipelajari pada mata
ajar Akuntansi Keuangan 2. Liabilitas keuangan dan instrumen ekuitas akan dipelajari pada mata ajar
Akuntansi Keuangan 2. Instrumen derivatif dan lindungi nilai akan diperdalam pada mata ajar Akuntansi
Keuangan Lanjutan.

Pengertian Instrumen Keuangan

Kas dan piutang merupakan contoh dari aset keuangan. Aset keuangan merupakan bagian dari
instrumen keuangan. Instrumen keuangan adalah suatu keuangan yang menambah nilai aset atau
liabilitas keuangan. Berikut adalah standar akuntansi yang mengatur instrumen keuangan.

1. PSAK 50: Instrumen Keuangan: Penyajian (Revisi 2010) adopsi dari IAS 32: Financial Instrument :
Presentation
2. PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Penilaian (Revisi 2013) adopsi dari IAS 39 : Financial
Instrument: Recognition and Valuation

3. PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan (Revisi 2013) adopsi dari IFRS 7: Financial
Instrument: Disclosure.

Konvergensi PSAK dengan IFRS menyebabkan semua standar yang berkaitan dengan instrumen
keuangan dicabut dan diganti dengan tiga standar diatas. Beberapa standar terkait instrumen keuangan
yang dicabut diantaranya berikut ini.

1. PSAK 41: Akuntansi Waran

2. PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang

3. PSAK 54: Rekturisasi Utang Piutang Bermasalah

4. PSAK 30: Akuntansi Perbankan

5. PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek

6. PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana

Pencabutan tersebut menyebabkan tidak ada pengaturan untuk industri tertentu, karena standar
lebih menekankan pada substansi transaksi dan komponen yang dilaporkan bukan pada jenis industri
entitas. Pengaturan akuntasi yang ada dalam standar lama diubah mengikuti aturan dalam PSAK baru.

Standar akuntansi berdasarkan IFRS banyak menggunakan dasar penilaian nilai wajar, hal ini membawa
dampak perubahan besar dalam penerapan standar akuntansi dalam praktik. Sebagai contoh,
perhitungan amortisasi premium atau diskon yang selama ini dibolehkan menggunakan metode garis
lurus, dengan IFRS harus menggunakan metode bunga. Perhitungan bunga harus didasarkan pada
tingkat bunga efektif bukan tingkat bunga nominal.

Bunga efektif adalah bunga yang menyamakan antara nilai wajar aset keuangan dengan nilai kini dari
pembayaran/penerimaan aset keuangan di masa depan. Perubahan tidak hanya berdampak pada
laporan keuangan, baik kinerja keuangan perusahaan dan posisi keuangan, namun juga memengaruhi
proses bisnis dan sistem yang digunakan oleh entitas. Entitas harus menyiapkan sistem yang
memungkinkan pencatatan transaksi sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan sesuai dengan
PSAK.

Semua entitas tanpa terkecuali memiliki aset dan liabilitas keuangan. Untuk perusahaan yang
bergerak di bidang keuangan seperti perbankan, asuransi dan pembiayaan, aset dan liabilitas keuangan
merupakan komponen terbesar dalam laporan posisi keuangan. Dampak perubahan besar PSAK
instrumen keuangan sangat dirasakan oleh entitas yang bergerak di industri keuangan.

IASB mengeluarkan IFRS 9 Financial Instrument: Recognition and Valuation tahun 2011 untuk
menggantikan IAS 39: Financial Instrument: Recognition and Valuation. Beberapa bagian dari IFRS
tersebut telah selesai didiskusikan namun ada beberapa bagian yang belum selesai dibahas sehingga
IFRS tersebut belum berlaku secara keseluruhan. DSAK menerbitkan PSAK 55 (Revisi 2010) dengan
mendasarkan pada perubahan IIFRS 9 yang telah selesai dibahas. Beberapa perubahan yang dilakukan
dalam IFRS 9 di antaranya adalah klasifikasi aset keuangan tersedia dijual dan dipegang hingga jatuh
tempo, reklasifikasi aset keuangan,dan metode penghitungan penurunan nilai aset keuangan.

PSAK 50,55 dan 60 kembali diubah pada tahun 2013 disesuaikan dengan penerapan PSAK 68: Nilai
Wajar. Tidak banyak perubahan signifikan dalam perubahan tersebut. Namun IASB telah menyelesaikan
seluruh standar dalam IFRS 9 pada mengeluarkan standar tersebut pada 14 Juni 2015. Namun standar
tersebut baru efektif berlaku pada tahun 2018. Dampaknya PSAK akan kembali direvisi mengikitu
perubahan terakhir dalam IFRS 9. Menurut IFRS 9 yang aset keuangan dikelompokkan menjadi tiga yaitu
aset keuangan diukur pada nilai wajar melalui laba rugi, aset keuangan diukur pada nilai wajar melalui
penghasilan komprehensif dan aset keuangan diukur dengan nilai amortisasi. Klasifikasi piutang dan
pinjaman tidak ada lagi karena piutang, pinjaman dan aset dimiliki hingga jatuh tempo diukur sebesar
nilai amortisasi.

Penurunan Nilai

Aset keuangan yang diukur dengan harga perolehan diamortisasi serta aset keuangan tersedia untuk
dijual dapat mengalami penurunan nilai. Sedangkan untuk aset keuangan yang dinilai dengan nilai wajar
melalui laba rugi secara otomatis akan menurun nilainya mengikuti harga pasarnya, sehingga tidak perlu
ada evaluasi penurunan nilai.

Aset keuangan atau kelompok aset keuangan mengalami penurunan nilai apabila nilai tercatat atau biaya
perolehan diamortisasi lebih tinggi daripada nilai yang dapat diperoleh kembali. Evaluasi atas apakah
terdapat bukti objektif penurunan nilai harus dilakukan pada setiap tanggal laporan posisi keuangan. Bila
terdapat bukti objektif penurunan nilai,maka harus dilakukan estimasi nilai yang dapat diperoleh kembali
dan mengakui kerugian penurunan nilai, sebesar selisih nilai tercatat dan nilai yang dapat diperoleh
kembali.

Bukti objektif dapat dilihat dari beberapa indikasi berikut :

1. Kesulitan keuangan signifikan yang dialami penerbit atau peminjam.

2. Pelanggaran kontrak, seperti terjadinya wanprestasi atau tunggakan pembayaran pokok atau bunga.

3. Restrukturisasi atau keringanan (konsesi) akibat pihak peminjam mengalami kesulitan.


4. Peminjam akan dinyatakan pailit atau melakukan reorganisasi keuangan lainnya.

5. Hilangnya pasar aktif dari aset keuangan akibat kesulitan keuangan.

6. Kemungkinan besar bangkrut.

Kerugian yang diperkirakan timbul akibat peristiwa masa depan tidak diakui. Pengaruh penurunan
nilai dapat diidentifikasikan terhadap aset keuangan secara individu maupun secara kelompok aset.
Misalnya, kondisi perekonomian yang memburuk dapat mempengaruhi potensi tertagihnya piutang
kartu kredit yang diberikan oleh perbankan.

Jumlah kerugaian penurunan diakui sebesar selisih nilai tercata dengan nilai diperoleh kembali. Nilai
diperoleh kembali aset keuangan diukur dari nilai kini estimasi arus kas masa depan yang didiskonto
menggunakan suku bunga efektif awal dari aset keungan tersebut. Nilai tercatat aset keuangan dikurangi.
Baik secara langsung (direct write off) maupun menggunakan pos cadangan (allowance method). Jumlah
kerugian penurunan nilai diakui pada laporan laba rugi komprehensif.

Evaluasi penurunan nilai dilakukan dengan prosedur berikut :

1. Aset keungan yang secara individu signifikan dilakukan pengujian penurunan nilai secara individu.

2. Jika aset keuangan yang secara individu signifikan, pada saat pengujian indvidual tidak mengalami
penurunan nilai, maka harus dinilai dalam kelompok aset keuangan yang memiliki karakteristik risiko
kredit yang sama.

3. Penilian kelompok dilakukan untuk aset yang secara individu tidak signifikan dan aset keungan yang
secara individu signifikan tetapi tidak mengalami penurunan nilai.

Untuk aset keungan yang dinilai berdasarkan nilai amortisasi, jika, pada periode berikutnya, jumlah
kerugian penurunan nilai berkurang, maka kerugian penurunan nilai yang sebelumnya diakui harus
dipulihkan. Pemulihan tersebut tidak boleh mengakibatkan bilai tercatat aset keuangan melebihi biaya
perolehan diamortiasi sebelum adanya pengakuan penurunan nilai pada tanggal pemulihan dilakukan.
Jumlah pemulihan aset keungan diakui pada laporan laba rugi.

Untuk aset keuangan yang dinilai dengan harga perolehan jumlah kerugian penurunan nilai diukur
berdasarkan selisih antara nilai tercatat aset keuangan dengan nilai kini dari estimasi arus kas masa
depan yang didiskontoakn pada tingkat penembalian yang berlaku di pasar untuk aset keuangan serupa.
Kerugian penurunan nilai untuk aset keuangan yang dinilai dengan harga perolehan tidak dapat
dipulihkan.

Untuk aset keuangan tersedia untuk dijual penurunan nilai telah diakui secara langsung dalam ekuitas.
Jika terdapat bukti objektif bahwa aset tersebut mengalami penurunan nilai, maka kerugian kumulatif
yang sebelumnya diakui secara langsung dalam ekuitas harus dikeluarkan dari ekuitas dan diakui pada
laporan laba rugi. Kerugian penurunan nilai yang diakui pada laporan laba rugi atas investasi instrumen
ekuitas tidak boleh dipulihkan melalui laporan laba rugi. Jika, pada periode berikutnya, nilai wajar
instrumen utang yang diklasifikasikan dalam kelompok tersedia untuk dijual meningkat, maka kerugian
penurunan nilai tersebut harus dipulihkan melalui laporan laba rugi.

Penghentian Pengakuan

Pada saat kontrak berakhir, aset keuangan tidak lagi diakui dalam laporan posisi keungan. Namun entitas
dapat mentransfer aset keungan pada pihak lain sebelum kontrak berakhir. Standar menjelaskan bahwa
entitas menghentikan pengakuan aset keungan, jika dan hanya jika;

1. Hak kontraktual atas arus kas yang berasal dari aset keungan tersebut berakhir; atau

2. Entitas mentransfer aset keuangan yang memenuhi kriteria penghentian pengakuan.

Pada saat terjadinya transfer aset keungan, penghentian pengakuan terjadi jika entitas telah
mentrasnfer hak untuk menerima arus kas serta secara substansi telah memindahkan semua risiko dan
reward kepada pihak lain. Entitas akan menghentikan pengakuan jika tidak lagi menahan risiko dan
reward serta tidak memiliki pengendalian terhadap aset keuangan tersebut. Jika kriteria
penghapusbukuan (derecognition) terpenuhi maka aset keuangan akan dihapus dari pencatatan entitas.

Klasifikasi Aset Keuangan

Aset Keuangan Diukur dengan Nilai Wajar Melalui Laba Rugi

Aset keuangan diukur dengan nilai wajar melalui laba rugi (fair value to profit and loss-FVPL) adalah aset
keuangan yang dimaksudkan untuk tujuan dijual atau dibeli kembali dalam waktu dekat. Aset keuangan
ini dimaksudkan untuk diperdagangkan,ketentuan standar lama menyebut kelompok ini sebagai surat
berharga diperdagangkan (trading securities). Untuk entitas yang kegiatan operasinya melakukan jual
beli sekuritas (securities company),aset keuangan ini merupakan komponen utama aset perusahaan.
Bagi entitas lainnya,aset keuangan ini merupakan bentuk investasi sementara untuk memanfaatkan
kelebihan likuiditas perusahaan.

FVPL umumnya berbentuk investasi dalam surat berharga baik saham,obligasi, maupun instrumen
keuangan jangka pendek lainnya termasuk bentuk derivatif seperti opsi saham dan opsi lainnya. Derivatif
yang ditetapkan untuk lindung nilai dan efektif tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Entitas dapat
memanfaatkan kelebihan kas yang dimiliki untuk membeli saham atau obligasi yang diharapkan dapat
memperoleh dividen,bunga,atau kenaikan nilai investasi (capital gain).

Menurut PSAK 55 (Revisi 2013) aset keuangan diklasifikasikan sebagai FVPL jika memenuhi salah satu
dari kondisi berikut.

Aset Keuangan Tersedia untuk Dijual


Aset keuangan tersedia untuk dijual (available for sale-AFS) adalah aset keuangan nonderivatif yang di
tetapkan tersedia untuk dijual atau tidak diklasifikasikan sebagai FVPL,HTM,dan LR. Jika tidak
termasukdalamkategori aset keuangan tiga sebelumnya maka akan diklasifikasikan sebagai AFS.

Reklasifikasi Aset Keuangan

Pada saat pengakuan awal, AFS diakui sebesar nilai wajar. Biaya transaksi yang dapat diatribusikan secara
langsung untuk perolehan investasi AFS dikapitalisasi menambah nilai AFS. Untuk AFS dengan
pembayaran tetap atau yang telah ditentukan, biaya transaksi di amortisasi ke laba rugi dengan
menggunakan suku bunga efektif.

Setelah pengakuan awal, AFS dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan diukur pada biaya
perolehan setelah diamortisasi dengan menggunakan metode suku bunga efektif. Selisih nilai wajar
dengan nilai tercatat akan diakui sebagai keuntungan dan kerugian dalam ekuitas dan dilaporkan sebagai
pendapatan komprehensif. Untuk investasi AFS dalam bentuk instrumen ekuitas yang tidak memiliki
kuotasi harga pasar aktif dan nilai wajarnya tidak dapat diukur dengan andal, diukur pada biaya
perolehan.

Perkembangan Aturan Akuntansi pada PSAK 50 dan PSAK 55 serta Implementasinya pada Industri
Perbankan

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin maju dunia perekonomian dan perbankan internasional, Indonesia dituntut untuk dapat
mengikuti perkembangan standar akuntansi internasional sehingga dapat meningkatkan kewajaran,
keandalan dan transparansi laporan keuangan.

Untuk memenuhi hal itu, maka Ikatan Akuntan Indonesia dan Dewan Standar Akuntansi tak henti-
hentinya menerbitan Exposure Draft yang kemudian dimintakan tanggapannya kepada masyarakat
sehingga kemudian dapat disahkan menjadi PSAK dan menjadi aturan akuntansi formal bagi perusahaan,
perbankan, BUMN dan organisasi lain untuk mematuhinya.
IAI dan DSAK telah mengeluarkan PSAK 50 & 55 revisi tahun 2006 yang harus diterapkan oleh industri
perbankan sejak 1 Januari 2008. Namun karena banyak bank dan Lembaga Keuangan lainnya ternyata
belum mampu untuk menerapkan PSAK ini, maka penerapannya ditunda hingga dua kali, yang pada
akhirnya ditetapkan pada 1 Januari 2010.

PSAK 50 & 55revisi 2006 ini sudah mengadopsi sebagian besar aturan IFRS, berbeda dengan PSAK No. 50
(1998) dan PSAK No. 55 (1999) yang lebih cenderung ke US GAAP. Mengetahui bahwa penerapan PSAK
50 & 55 revisi 2006 ini merupakan isu terbaru bagi dunia akuntansi Indonesia , maka penulis ingin
membahas mengenai PSAK ini lebih lanjut berikut implementasinya pada industri perbankan.

B. Tujuan penulisan

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis memiliki tujuan penulisan sebagai berikut :

Untuk mengetahui perkembangan aturan-aturan akuntansi instrumen keuangan pada PSAK 50 & 55.

Untuk mengetahui praktik penerapan PSAK 50 & 55 di lingkungan perbankan

Untuk mengetahui manfaat serta kendala penerapan PSAK 50 & 55 di lingkungan Perbankan

C. Batasan Masalah

Untuk mempersempit bahasan yang akan penulis bahas, penulis akan membahas mengenai PSAK No. 50
(1998) dan PSAK No. 55 (1999) serta PSAK 50 DAN 55 revisi 2006.

Sebagai dasarnya, penulis akan membahas masalah perbandingan pengaturan akuntansi instrumen
keuangan menurut PSAK No. 50 (1998) dan PSAK No. 55 (1999) serta PSAK 50 DAN 55 revisi 2006. Hal
ini penting karena ada perubahan mengenai kedua PSAK 50&55 tersebut.

Setelah melakukan pembahasan mengenai PSAK tersebut lalu kemudian akan dibahas mengenai
implementasi PSAK 50 &55 revisi 2006 pada industri perbankan, menggantikan PSAK No. 50 (1998) dan
PSAK No. 55 (1999).
BAB II

LANDASAN TEORI dan PEMBAHASAN

A. Landasan Teori

1. Sekilas tentang PSAK 50

Komite Standar Akuntansi Keuangan (KSAK) pada 15 Juli 1998 mengesahkan PSAK No.50 tahun 1998
tentang Akuntansi Investasi Efek Tertentu. PSAK ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 1999. Kemudian
dilanjutkan dengan PSAK 55 tentang Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai
dikeluarkan pada tanggal 21 September 1998 dan dinyatakan berlaku sejak 1 Januari 2000.

Karena dianggap kedua PSAK tersebut belum sesuai dengan standar Internasional, maka Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK), yang dulunya disebut Komite Standar Akuntansi Keuangan (KSAK)
mengesahkan revisi atas PSAK No. 50 (1998) tersebut yaitu PSAK No.50 (revisi 2006) tentang Instrumen
Keuangan : Penyajian dan pengungkapan dan PSAK No.55 (revisi 2006) tentang pengakuan dan
pengukuran instrumen keuangan pada tanggal 16 Desember 2006. Kedua PSAK ini pada rencananya
diberlakukan pada 1 Januari 2009. Namun, karena bank-bank di Indonesia menyatakan belum siap
menggunakan PSAK No. 50 (revisi 2006) ini, maka pemberlakuannya diundur hingga 1 Januari 2010.

Belum sempurna penerapan yang dilakukan perbankan dan lembaga keuangan terhadap PSAK tersebut,
Dewan Standar Akuntansi Keuangan mengeluarkan lagi ED PSAK 50 (revisi 2010): Instrumen Keuangan:
Penyajian dalam rapatnya pada tanggal 22 Mei 2010. ED PSAK 50 (revisi 2010): Instrumen Keuangan:
Penyajian rencananya akan merevisi PSAK 50 (revisi 2006): Instrumen Keuangan:Penyajian dan
Pengungkapan. Sedangkan, untuk pengungkapan Instrumen Keuangan, dikeluarkankanlah ED PSAK 60
(revisi 2010). ED atau Exposure Draft merupakan draft PSAK yang akan dimintakan tanggapan kepada
masyarakat. Alasan DSAK dan IAI mengeluarkan ED ini, tidak lain karena ingin segera ‘mengejar target’,
karena pada 2012 nanti Indonesia sudah harus mengadopsi seluruh standar IFRS.

2. Instrumen Keuangan pada Perbankan

Menurut standar lama, instrumen keuangan yang dimiliki oleh perbankan hanyalah sebatas pada
instrumen pasar uang (money market) serta instrumen pasar modal (capital market) yang meliputi surat
berharga komersial, saham, surat pengakuan utang, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak
investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.
Apabila standar baru yang digunakan, kecuali aktiva tetap, hampir seluruh item pada laporan keuangan
perbankan merupakan instrumen keuangan. Hal ini cukup mengundang perdebatan karena definisi
tersebut mencakup dua kelompok item paling besar baik pada sisi debet, maupun sisi kredit, yakni
simpanan (deposit atau receivable) dan kredit (loan). Hal ini disebabkan karena pada PSAK No. 50 (1998)
yang merupakan standar lama, belum sesuai dengan IFRS. Sedangakan PSAK No. 50 (revisi 2006) sudah
tercakup jenis instrumen keuangan “Loan and Receivable”, sama seperti IAS 32.

JWGSS (1999), JWGBA (1999a), Gebhart (2003) menjelaskan mengenai pengelompokkan aktivitas bank
menjadi trading book dan banking book.

Menurut Peraturan Bank Indonesia PBI No : 5/12/PBI/2003

Seluruh posisi perdagangan bank pada instrumen keuangan dalam neraca dan rekening administratif
serta transaksi derivatif yang (1) dimaksud untuk dimiliki dan dijual kembali dalam jangka pendek ;(2)
dimiliki untuk tujuan memperoleh keuntungan jangka pendek dari perbedaan suku bunga; (3) timbul dari
kegiatan perantaraan(brokering) dan kegiatan pembentukan pasar (market marking); atau (4) diambil
untuk tujuan lindung nilai (hedging) komponen trading book lain.

Sedangkan banking book menurut PBI No:5/12/PBI/2003 adalah semua elemen atau posisi lainnya yang
tidak termasuk dalam trading book.

Berdasarkan pengelompokkan tadi, instrumen keuangan yang termasuk ke dalam trading book adalah
kategori “Fair Value Through Profit or Loss”, derivatif, dan instrumen lindung nilai (hedge) seperti
fordward contract, opsi, interest rate, swap dan sebagainya. Sedangkan instrumen keuangan yang
termasuk di dalam kategori banking book adalah kredit, simpanan (giro, deposito, tabungan), own bond
issues atau dengan kata lain instrumen “Loan and Receivable”.

B. Pembahasan

1. Instrumen Keuangan pada PSAK 50 dan 55


a. Definisi (Definition)

Pada PSAK No. 50 (1998), istilah yang disebut-sebut sebagai instrumen keuangan diistilahkan dengan
sebutan “efek”, yang memiliki definisi :

“ Surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti
utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari
efek”.

Sedangkan PSAK No. 50 (revisi 2006) mendefinisikan instrumen keuangan adalah :

“Setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan entitas dan kewajiban keuangan atau instrumen
ekuitas entitas lain”

Selain itu, definisi tersebut mencakup :

a.Aset keuangan, adalah setiap aset yang berbentuk :

Kas

Instrumen ekuitas milik entitas lain

Hak kontraktual

Untuk mempertukarkan aset keuangan atau kewajiban keuangan dengan kondisi yang berpotensi
menguntungkan entitas tersebut, atau

Untuk menerima kas atau aset keuangan lainnya dari entitas lain

Kontrak yang akan atu mungkin diselesaikan dengan mengguanakan instrumen ekuitas milik entitas yang
bersangkutan dan merupakan suatu:
Non derivatif dalam hal entitas harus atau mungkin diwajibkan untuk menerima suatu jumlah yang
variabel (variable number) dan instrumen keuangan milik entitas, atau

Derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas
atau aset keuangan lain untuk suatu jumlah yang ditetapkan (fixed amount) dari instrumen ekuitas milik
entitas.

b.Kewajiban keuangan, setiap kewajiban berupa :

Kewajiban kontraktual

Untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain kepada entitas lain; atau

Untuk mempertukarkan aset keuangan atau kewajiban keuangna dengan entitas lain dengan kondisi
yang berpotensi merugikan entitas tersebut

Kontrak yang akan atau mungkin disesuaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas milik entitas yang
bersangkutan dan merupakan suatu :

Non-derivatif dalam hal entitas harus atau mungkin diwajibkan untuk menyerahkan suatu jumlah yang
variabel (variabel number) dan instrumen ekuitas milik entitas ; atau

Derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas
atau aset keuangan lain untuk suatu jumlah yang ditetapkan (fixed amount) dari instrumen ekuitas milik
entitas

c. Instrumen ekuitas, adalh setiap kontrak yang memberikan hak residual atas aset entitas setelah
dikurangkan dengan seluruh kewajibannya.

Definisi instrumen keuangan/ efek pada PSAK No. 50 (1998) lebih mengacu kepada macam-macam
instrumen keuangan itu sendiri, seperti surat pengakuan utang, saham, obligasi dan sebagainya.
Sedangkan PSAK No. 50 (revisi 2006) lebih menekankan pada pengertian “kontrak” sehingga memiliki
cakupan pengertian instrumen keuangan yang lebih luas. Sebagai contohnya piutang (receivable), jika
mengacu pada PSAK No. 50 (1998), maka piutang (receivable) ini tidak termasuk dalam kategori efek.
Sedangkan apabila memakai acuan PSAK No. 50 (revisi 2006), piutang ini masuk ke dalam instrumen
keuangan. Hal ini disebabkan karena bagi pihak yang memberikan piutang, maka nilai Assetnya
bertambah dan bagi yang berhutang nilai kewajibannya bertambah. Hal ini memenuhi pengertian
instrumen keuangan menurut PSAK No. 50 (revisi 2006).
Pada ED PSAK No. 50 (revisi 2010), definisinya tidak banyak berubah dari definisi PSAK 50 tahun 2006,
tetapi ada tambahan yaitu mengenai Instrumen yang mempunyai fitur opsi jual (puttable instrument).
(Puttable instrument) adalah

instrumen keuangan yang memberikan

hak kepada pemegangnya untuk menjual kembali instrumen

kepada penerbit dan memperoleh kas atau aset keuangan lain

atau secara otomatis menjual kembali kepada penerbit pada

saat terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti di masa yang

akan datang atau kematian atau purna karya dari pemegang

instrumen.

Sebelumnya, hal ini tidak ada pada PSAK 50 tahun 2006. Untuk selanjutnya bahasan akan kita persempit
pada PSAK No. 50 (1998) dan PSAK No. 55 (1999) serta PSAK No. 50 & 55 (revisi 2006) saja karena PSAK
inilah yang sedang diterapkan di Indonesia sekarang ini.

b) Klasifikasi (classification)

PSAK No. 50 (1998) mengklasifikasikan instrumen keuangan (istilah dalam PSAK ini adalah efek) ke dalam
salah satu dari tiga kelompok berikut ini :
i. Dimiliki hingga jatuh tempo (Held to maturity)

ii. Diperdagangkan (trading)

iii. Tersedia untuk dijual (available for sale)

Bila dilihat pada PSAK ini, maka klasifikasi tersebut sama dengan yang di atur dalam US
GAAP.Sedangkan menurut pencatatannya pada neraca, PSAK 50 (revisi 2006) paragraf 7
mengklasifikasikan instrumen keuangan ke dalam empat kategori :

1. Aset keuangan atau kewajiban keuangan yang dinilai pada nilai wajar melalui laporan laba rugi
(financial asset at fair value through profit or loss/FVTPL) dengan kriteria :

a) Untuk diperdagangkan (trading), termasuk instrumen derivatif (kecuali derivatif yang ditetapkan
sebagai instrumen lindung nilai dan efektif)

b) Ditetapkan (designated)

2. Investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo (Held to maturity/HTM), dengan kriteria:

a) Aset keuangan non-derivatif

b) Pembayaran tetap/telah ditentukan

c) Jatuh tempo telah ditetapkan

d) Entitas memiliki maksud dan kemampuan untuk memiliki hingga jatuh tempo

3. Pinjaman yang diberikan dan piutang (Loan and Receivable/ L&R), dengan kriteria yang sama dengan
HTM hanya saja tidak memiliki kuotasi di pasar aktif (quoted market)
4. Aset keuangan tersedia untuk dijual (Available for sale / AFS), dengan kriteria

a) Aset keuangan non-derivatif

b) Ditetapkan sebagai AFS

c) Tidak diklasifikasikan sebagai FVTPL, L&R dan HTM

Kategori yang berbeda dengan PSAK 1998 adalah Loan and Receivable. Dengan adanya PSAK No. 50
(revisi 2006) inilah maka Pinjaman dan deposit di industri perbankan memenuhi kriteria sebagai
Instrumen Keuangan dan harus diperlakukan dengan memenuhi syarat-syarat dalam PSAK No. 50 (revisi
2006).

c. Pengakuan (Recognition)

Pengakuan atas instrumen keuangan disesuaikan dengan klasifikasi yang telah penulis jelaskan di atas,
Jadi, apabila mengacu kepada PSAK No. 50 (1998), maka diakui ke dalam salah satu dari 3 kategori Held
to Maturity, trading dan Available for Sale dimana mengklasifikasikan instrumen keuangan tersebut lebih
kepada menurut penyajiannya dalam neraca.

PSAK No. 50 (revisi 2006) melakukan pengklasifikasian berdasarkan pengakuan dan pengukurannya yaitu
berdasar jangka waktu suatu aset keuangan akan dimiliki ataupun jangka waktu tempo untuk kewajiban
keuangan.

d. Penghentian Pengakuan (Derecognition)

Instrumen keuangan bukanlah instrumen yang akan terus ada di dalam Balance sheet. Ia dapat
dikeluarkan dari Balance Sheet jika terjadi beberapa kondisi seperti :
– jatuh tempo

– pemutusan kontrak

– transfer jual beli instrumen keuangan

PSAK tahun 1998 sedikit sekali membahas mengenai penghentian pengakuan. PSAK No. 55 (revisi 2006)
banyak memberikan penekanan pada “keterlibatan berkelanjutan” atau continuing involvement jika
terjadi transfer aset keuangan. Yakni apakah seluruh resiko dan manfaat secara substansial juga telah
ditransfer, dan juga apakah pengendalian terhadan instrumen keuangan tersebut masih dimiliki atau
tidak.

Sebagai contoh pada kasus perjanjian pembelian kembali atau repurchase agreement, dimana
perusahaan menjual financial asset dengan perjanjian bahwa financial asset tersebut akan dibeli
kembali pada harga yang ditetapkan atau pada harga jual semula ditambah keuntungan. Pada kasus
tersebut walaupun terjadi transfer financial asset dan juga arus kas ata aset yang ditransfer, perusahaaan
masih memiliki kontrol terhadap financial asset yang ditransfer melalui hak membeli financial asset
tersebut kembali. Karena hal tersebut, maka financial asset yang telah ditransfer tersebut masih tetap
dicatat di Balance sheet..

Walaupun sebuah entitas masih memiliki hak kontraktual untuk menerima arus kas dari financial asset,
entitas tersebut masih dapat mengakui adanya transfer keuangan jika dia memiliki kewajiban kontraktual
untuk membayar arus kas yang diterima tersebut kepada satu atau pihak lain sesuai kesepakatan dan
memenuhi syarat sebagaimana yang telah dijelaskan pada PSAK No. 55 (revisi 2006) paragraf 16.
Transaksi ini tidak diatur pada PSAK No. 50 (1998), dan oleh IAS diistilahkan sebagai “pass trough
arrengement”. Transaksi ini biasanya ditemui pada sekuritisasi ataupun spesial purpose entities (SPE).

Contoh kasus Transfer of financial asset yang tidak memenuhi derecognition (penghentian pengakuan) :

PT A menjual instrumen utang yang diterbitkan oleh PT B dengan harga Rp 5.000.000 dan memberikan
jaminan atas default asses atas instrumen utang yang dijual tersebut. Hakikatnya PT A tetap menahan
hampir seluruh resiko dan manfaat dari instrumen tersebut sehingga tidak dapat diperlakukan sebagai
pelepasan asset. Di sisi lain perusahaan akan mengakui kewajiban. Jurnal yang dibuat PT A:
Cash 5.000.000

Financial Liabilities 5.000.000

e. Pengukuran (Measurement)

PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran telah banyak
mengadopsi IAS 39 dibandingkan PSAK No. 55 (1999). Ada perbedaan yang mendasar pada pengukuran
awal (initial measurement) antara PSAK 55 (1998) dengan PSAK 55 (revisi 2006). Sebelumnya, semua
instrumen keuangan dikur pada pengukuran awal sebesar historical cost, namun menurut PSAK No. 55
(revisi 2006), pengukuran nilai awal instrumen keuangan berdasarkan fair value-nya. Khusus untuk Held
to Maturity, fair value tersebut ditambah dengan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan
akuisisi ataupun penerbitan instrumen keuangan tersebut.

Sebagai contohnya, misalkan PT. A menerima pinjaman dari PT. B sebesar 10 juta tanpa bunga selama 5
tahun. Pada kasus ini pinjaman tersebut termasuk kategori Loan and Receivable. Pada saat terjadi
transaksi, market rate untuk pinjaman 5 tahun yang serupa adalah 10 %. Dengan mendiskontokan jumlah
pinjaman tersebut dengan tingkat bunga 10 %, maka balance sheet perusahaan A akan mencatat
pinjaman awal sebesar Rp 6.210.000, bukan Rp 10.000.000.

Perbandingan pengukuran dan pengakuan gain atau loss dapat dilihat dari perbandingan PSAK No. 50
(1998) dengan PSAK No. 50 (revisi 2006) secara ringkas pada tabel di bawah ini :

Perbandingan pengukuran menurut PSAK No. 50 (1998) dengan PSAK No. 50 (revisi 2006)

Jenis PSAK 50 1998 PSAK 55 revisi 2006

FVTPL 1. pengukuran awal berdasarkan cost (biaya)

2. pengukuran selanjutnya berdasarkan


fair value

3.gain atau loss yang belum direalisasi atas efek kategori trading harus diakui sebagi income.

Pengukuran awal berdasarkan fair value (par 43)

Pengukuran selanjutnya berdasar fair value (par 46)

gain atau loss diakui pada income statement.

HTM 1. Pengukuran awal berdasarkan cost

2. Pengukuran selanjutnya berdasar amortized cost

pengukuran awal berdasarkan fair value (par 43)

pengukuran selanjutnya diukur pada biaya perolehan diamortisasi dengan metode suku bunga efektif
(par 46)

gain atau loss diakui pada income statement.Terjadi ketika financial asset atau financial liabilities
tersebut dihentikan pengakuannya atau mengalami penurunan nilai dan melalui proses amortisasi. (par
50)

L&R Tidak diklasifikasikan

1. Pengukuran awal berdasrkan fair value

Pengukuran selanjutnya diukur pada biaya perolehan diamortisasi dengan metode suku bunga efektif
(par 46)

gain atau loss diakui pada income statement.Terjadi ketika financial asset atau financial liabilities
tersebut dihentikan pengakuannya atau mengalami penurunan nilai dan melalui proses amortisasi. (par
50)

AFS

Pengukuran awal berdasarkan cost

Pengukuran selanjutnya berdasarkan fair value

3. gain atau loss yang belum direalisasi atas AFS (termasuk efek yang diklasifikasikan sebagai curret asset)
harus dimasukkan sebagai komponen ekuitas yang disajikan terpisah, dan tidak boleh diakui sebgai
income sampai gain atau loss tersebut dapat direalisasi.
Pengukuran awal berdasarkan fair value (par 43)

Pengukuran selanjutnya berdasar fair value (par 46)

gain atau loss diakui pada laporan perubahn ekuitas

Sumber : PSAK 50 (1998) dan PSAK (revisi 2006)

Fair value merupakan nilai yang didapat seolah-olah terjadi pertukaran aset atau penyelesaian
kewajiban. Salah satu hal baru yang ada pada PSAK 55 (revisi 2006) ialah aturan mengenai fair value
optio). Jika pada PSAK 50 (1998) instrumen keuangan yang diukur dengan nilai wajar hanya instrumen
keuangan dengan tujuan untuk diperdagangkan. Dengan pilihan nilai wajar, perusahaan diperbolehkan
untuk menetapkan (designated) instrumen keuangan diluar untuk keperluan trading, sebagai fair value
through profit or loss (FVTPL), kecuali instrumen ekuitas yang tidak memiliki kuotasi harga pasar di pasar
aktif, dan yang nilai wajarnya tidak dapatdiukur secara handal (PSAK No. 55 (revisi 2006) par 8).

Masalah penentuan fair value, untuk instrumen yang memiliki kuotasi di pasar aktif seperti FVTPL,
tentunya mudah untuk menentukan fair valuenya, namun apabila tidak memiliki pasar aktif fair value
seperti itu tidak akan didapat. PSAK No. 55 (revisi 2006) AP 86 dan 89 mengatur mengenai pengukuran
instrumen yang tidak mempunyai pasar aktif dengan teknik penilaian :

i. Penggunaan transaksi pasar terkini yang dilakukan secara wajar oleh pihak-pihak yang
memahami, berkeinginan (arm’s length market transaction)

ii. Nilai wajar terkini instrumen lain yang secra substansial sama

iii. Analisis discounted cah flow

iv. Penggunaan option pricings model

f. Reklasifikasi (Reclassification)
Salah satu bentuk kedisiplinan IAS yang diadopsi oleh PSAK No. 50&55 (revisi 2006) adalah dalam
masalah reklasifikasi ini. Pada PSAK No. 50 (1998) tidak memberikan larangan mengenai
pengklasifikasian ulang instrumen keuangan yang sebelumnya telah direklasifikasi. Hal ini
memungkinkan adanya moral hazard oleh manajemen perusahaan dengan mereklasifikasi instrumen
keuangannya untuk tujuan pemerataan laba atau income smoothing.

Sebagai contoh ketika instrumen keuangan yang sebelumnya termasuk dalam HTM ataupun AFS, fair
valuenya meningkat, menajemen kemudian mereklasifikasi instrumen keuangan sebagai “trading” agar
gain yang dihasilkan dari peningkatan fair value tersebut dapat langsung diakui di income statement
sehingga laba akan ‘seolah-olah’ meningkat.

PSAK No. 55 (revisi 2006) yang mengatur lebih ketat masalah reklasifiksi ini. Ada tiga aturan baru
reklasifikasi menurut PSAK ini :

i. Reklasifikasi dari kelompok klasifikasi manapun DARI atau KE FVTPL tidak diperbolehkan

ii. Reklasifikasi Loan and Receivable DARI atau KE HTM dan FVTPL tidak diperbolehkan

iii. Reklasifikasi dari AFS menjadi Loan and Receivable tidak diperbolehkan

Selain itu, terdapat ‘tainting rule’ yaitu larangan untuk mengklasifikasikan HTM selama 2 tahun jika
entitas bermaksud menjual atau mereklasifikasi investasi HTM dalam jumlah pokok yang signifikan,
kecuali jika sudah mendekati jatuh tempo, jumlah pokok hutang hampir seluruhnya tertagih atau ada
kejadian tertentu di luar kendali.

g. Penurunan Nilai (Impairment)

PSAK No. 50 (1998) tidak memberikan panduan yang jelas tentang indikator-indikator penurunan nilai
untuk instrumen keuangan. PSAk 50 (1998) menyebutkan bahwa biaya perolehan yang diturunkan
nilainya tidak dapat diubah lagi. Mengenai apakah nilai tersebut dapat direstorasi lagi tidak disebutkan
dalam PSAK ini.
Sedangkan jika dibandingkan dengan PSAK 50 (1998), PSAK 55 (revisi 2006) memberikan penekanan
lebih pada ’bukti objektif (objective evidance)’ yang menjadi dasar daripenurunan nilai tersebut
(paragraf 60) dan juga penekanan bahwa evaluasi akan adanya penurunan tersebut harus dilakukan pada
setiap tanggal neraca (paragraf 59). Sebagai contohnya instrumen keuangan jenis FVTPL akan dinyatakan
turun nilainya berdasarkan PSAK 55 (revisi 2006)apabila pasar aktif instrumen tersebut hilang karena
kesulitan keuangan.

Selain itu, untuk masalh restorasi nilai yangditurunkan, diatur lebih jelas dalam PSAK revisian ini seperti
pada tabel di bawah ini :

Aturan Pemulihan (restorasi) Nilai pada Penurunan Nilai (impairment)

Klasifikasi Perlakuan

FVTPL

Pada FVTPL tidak berlaku penurunan nilai (impairment) karena

sudah dinilai dengan nilai wajar

HTM kerugian karena penurunan nilai dapat dipulihkan

L&R kerugian karena penurunan nilai dapat dipulihkan

AFS kerugian karena penurunan nilai instrumen ekuitas sebagai AFS tidak

dapat dipulihkan, sedangkan untuk instrumen hutang kerugian

penurunan nilai dapat dipulihkan

h. Instrumen Keuangan Derivatif


Baik PSAK 55 (1999) maupun PSAK 50 (revisi 2006) memiliki definisi yang

kurang lebih sama mengenai instrumen derivatif, yakni PSAK No. 50 (revisi 2006)

Suatu instrumen keuangan atau kontrak lain dengan tiga karakteristik sebagai

berikut:

a) Nilainya berubah sebagai akibat dari perubahan dalam suku bunga, harga

instrumen keuangan, harga komoditas, nilai tukar mata uang asing, indeks

harga atau indeks suku bunga, peringkat kredit atau indeks kredit, atau variabel

lainnya yang telah ditentukan sepanjang untuk variabel non keuangan bukan

merupakan variabel yang ditentukan secara khusus bagi para pihak dalam

kontrak tersebut (sering disebut sebagai variabel yang mendasari),

b) Tidak memerlukan investasi awal neto atau memerlukan investasi awal neto

dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan

untuk kontrak sejenis lainnya yang diperkirakan akan menghasilkan pengaruh


yang sama terhadap perubahan faktor pasar,

d) Diselesaikan pada tangal tertentu dimasa mendatang

i. Pengungkapan

PSAK 50 (1998) dan 55 (1999):hanya mengatur pengungkapan sesuai dengan ruang lingkup dari setiap
PSAK tersebut. Sementara PSAK 50 (revisi 2006) mengatur pengungkapan untuk seluruh instrumen
derivatif dengan rinci.

Yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan meliputi :

1. Format, Tempat dan Klasifikasi Instrumen Keuangan

– Pernyataan ini tidak mengatur format dari informasi yang dipersyaratka untuk diungkapkan atau
tempatnya dalamlaporan keuangan.

– Pengungkapan dapat berbentuk kombinasi dari penjelasan naratif dan kuantitatif, sepanjang
dianggap memadai untuk mengungkapkan karakteristik instrumen dimaksud serta arti pentingnya bagi
entitas.

– Manajemen entitas mengklasifikasikan instrumen keuangan dalam beberapa kelompok sesuai sifat
dari informasi yang diungkapkan, dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti karakteristik
instrumen tersebut dan dasar pengukuran yang telah digunakan.

2. Kebijakan Manajemen Risiko dan Aktivitas Lindung Nilai

– Mengungkapkan tujuan dan kebijakan manajemen risiko keuangan termasuk kebijakan lindung
nilainya. Penjelasan kebijakan manajemen risiko harus memuat kebijakan yang menyangkut hal-hal
seperti lindung nilai atas eksposur risiko, upaya penghindaran konsentrasi risiko yang berlebihan, dan
persyaratan mengenai agunan guna mengurangi risiko kredit.

– Menjelaskan sejauh mana suatu instrumen keuangan digunakan, risiko yang terkait dan sasaran
usaha yang ingin dicapai.

– Untuk lindung nilai atas nilai wajar, lindung nilai atas arus kas, dan lindung nilai atas investasi bersih
dalam operasi di luar negeri, pengungkapan terpisah secara lebih spesifik dan terperinci harus dilakukan

3.Persyaratan, Kondisi dan Kebijakan Akuntansi

– Untuk tiap kelompok aktiva finansial, kewajiban finansial, dan instrumen ekuitas, entitas harus
mengungkapkan:

• informasi mengenai cakupan dan sifat instrumen keuangan, termasuk persyaratan dan kondisi yang
bersifat signifikan yang dapat mempengaruhi jumlah, waktu, dan tingkat kepastian arus kas di masa
datang;dan

• Kebijakandan metode akuntansi yang digunakan, termasuk kriteria pengakuan dan dasar pengukuran
yang diterapkan.

– Pengungkapan untuk setiap kategori aset keuangan apakah pembelian dan penjualan aset
keuangan dicatat pada tanggal perdagangan atau pada tanggal penyelesaian.

– Jika instrumen keuangan bersifat signifikan, maka seluruh persyaratan dan kondisi instrumen
tersebut harus diungkapkan.

4. Risiko Tingkat Bunga


– Informasi mengenai eksposur risiko tingkat bunga, termasuk: :

• tanggal penilaian ulang (repricing) atau tanggal jatuh tempo kontraktual, mana yang lebih dahulu;dan

• tingkat bunga efektif, jika tersedia.

– Mengindikasikan aset keuangan dan liabilitas

keuangan mana yang:

• terekspos risiko tingkat bunga atas nilai wajar,

• terekspos risiko tingkat bunga atas arus kas, dan

• tidak secara langsung terekspos terhadap risiko tingkat bunga (misal instrumen ekuitas).

– Pengungkapan suku bunga efektif berlaku untuk obligasi, notes, pinjaman, dan instrumen keuangan
sejenis yang melibatkan pembayaran di masa datang yang mencerminkan nilai waktu dari uang.

– Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi instrumen keuangan seperti investasi dalam instrumen ekuitas
dan instrumen derivatif yang tingkat bunga efektifnya tidak dapat ditentukan.

5. Risiko Kredit

– Mengungkapkan informasi mengenai eksposur risiko kredit, termasuk:


• jumlah yang paling mewakili eksposur risiko kredit maksimal apabila pihak lawan tidak mampu
memenuhi kewajibannya, tanpa memperhitungkan nilai wajar dari agunan; dan

• konsentrasi risiko kredit yang bersifat signifikan

– Aset keuangan dengan hak saling hapus dengan liabilitas keuangan, tidak boleh disajikan neto
dalam neraca, kecuali penyelesaian akan dilakukan secara neto atau secara bersamaan. Namun
demikian, entitas mengungkapkan keberadaan hak secara hukum untuk melakukan saling hapus ketika
menyajikan informasi seperti yang dipersyaratkan di atas.

6. Nilai wajar

– mengungkapkan nilai wajar tiap kelompok aset dan liabilitas dalam cara yang memungkinkan untuk
diperbandingkan dengan nilai tercatat dalam Neraca.

– Jika entitas tidak mengukur instrumen keuangan di neraca pada nilai wajar, maka entitas wajib
menyediakan informasi nilai wajar pada pengungkapan tambahan

– Jika investasi dalam instrumen ekuitas atau derivatif yang terkait tidak memiliki kuotasi, maka
instrumen tersebut diukur pada biaya perolehan berdasarkan Pernyataan ini. Fakta ini harus
diungkapkan bersamaan dengan penjelasan instrumen keuangan tersebut, nilai tercatatnya, dan
penjelasan mengapa nilai wajarnya tidak dapat diukur secara andal, dan jika memungkinkan, kisaran dari
estimasi nilai wajar yang paling memungkinkan.

7. Pengungkapan Lainnya

Pengungkapan lainnya mengenai :

(a) Penghentian pengakuan


(b) Jaminan

(c) Instrumen Keuangan Majemuk dengan Beberapa

(d) Derivatif Melekat

(e) Instrumen Keuangan pada Nilai Wajar

(f) Reklasifikasi/Penggolongan Kembali

(g) Laporan Laba Rugi dan Ekuitas

(h) Penurunan Nilai

(i) Wanprestasi dan Pelanggaran

2. PENERAPANNYA pada industri perbankan

Seperti yang telah penulis jelaskan di atas PSAK No 50 (Revisi 2006) tentang Penyajian dan
Pengungkapan Instrumen Keuangan dan PSAK No 55 (Revisi 2006) tentang Pengakuan dan Pengukuran
Instrumen Keuangan seharusnya sudah mulai diberlakukan pada 1 Januari 2009, namun karena terjadi
krisis global dan keberatan yang diajukan oleh bank-bank di Indonesia menyebabkan pemberlakuannya
diundur hingga 1 Januari 2010 dan diadopsi penuh pada 31 Desember 2010.
Keberatan ini dapat disebabkan akibat perubahan aturan-aturan akuntansi yang harus dipatuhi pada
PSAK No. 50 (revisi 2006) setelah sebelumnya industri perbankan menggunakan PSAK No. 50 (1998).
Setelah pada bagian pertama pembahasan di atas penulis telah memberikan beberapa perubahan
aturan akuntansi dari PSAK No. 50 (1998) menjadi PSAK No. 50 (revisi 2006), maka berikut ini akan
penulis jelaskan mengenai permasalahan-permasalahan yang timbul akibat pemberlakuan PSAK No. 50
(revisi 2006) sebagai pengganti PSAK No. 50 (1998) di industri perbankan Indonesia.

a. Masalah Penyisihan Kerugian Kredit (Loan-Loss Provisioning) atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
(CPKN)

Penyisihan kerugian kredit (Loan-Loss Provisioning) adalah penyisihan (provisioning)kerugian atas


portfolio kredit dan pendanaanya yang mengalami penurunan nilai ekonomi. Nilai ekonomi dari portfolio
kredit dan pendanaannya (funding) dapat naik atau turun disebabkan karena adanya perubahan dengan
kualitas kredit yaitu jika terjadi masalah terhadap itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan
debitur untuk melunasi kredit beserta pinjamannya(ability to pay).Penyisihan kerugian ini penting untuk
dilakukan sehingga laporan keuangan bank tersebut mencerminkan keadaan yang
sebenarnya(representation faithfullness).

Selama ini dengan mengacu pada PSAK yang lama, penentuan cadangan memakai konsep ekspektasi
kerugian kredit (expectation loss) sehingga bank bisa menumpuk cadangan besar-besaran kalau bankir
merasa default kredit-nya besar. Celah ini yang banyak dimanfaatkan bank untuk memoles laporan
keuangannya dan melakukan window dressing yaitu merekayasa laporan keuangan bank untuk tujuan
tertentu.

Namun, dengan diterapkannya PSAK 50 & 55 (revisi 2006) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia
(PAPI) tahun 2008 yang menyesuaikan PSAK tersebut, bank dituntut untuk menentukan CPKN
berdasarkan data historis kerugian kredit yang sudah terjadi atau incurred loss. Adapun CKPN dihitung
dari perkalian beberapa komponen, yakni potensi gagal bayar (potential of default) dikalikan jumlah
kredit yang bersangkutan. Komponen lainnya loss given default (LGD) yang merupakan porsi kerugian riil
akibat gagal bayar yang benar-benar tak tertagih, di luar tingkat kembalian tagihan (recovery rate).
Potential of default yang dihitung dari pengalaman kerugian yang sudah terjadi berdasarkan data historis
setiap jenis kredit bank tersebut minimal selama 3 tahun terakhir

Selain itu, walaupun bank dapat mengakui adanya penurunan nilai karena pailit walaupun masih dalam
’kemungkinan’, tapi tidak bisa dikatakan sebagai ’expected loss’ karena PSAK 55 (revisi 2006)
mensyaratkan bukti’objektif’ itu harus ada. Jika penyisihan diakui ketika bukti objektif ada walaupun
secara riil belum diakui adanya kerugiaan (loss) tetap dikatakan sebagai’incurred loss’.

Kesulitan yang dialami bank dalam penentuan CPKN ini adalah tuntuan kepada bank untuk mempunyai
data historis mengenai pengalaman kerugian dari setiap jenis kredit bank, minimal 3 tahun. Bank
dituntut untuk mempunyai data mengenai jumlah tingkat kerugian suatu kredit dari setiap nasabah. Dan
untuk mendapatkan data ini, cukup rumit karena banyaknya jenis kredit dan jangka waktu yang berbeda

b. Standar baru ini dapat mengurangi sumber pendapatan bunga bank karena :

Pendapatan provisi dan komisi kredit kini menjadi pengurang dari nilai kredit yang diberikan guna
menghitung pendapatan bunga efektif

Bunga surat berharga misalnya Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak boleh masuk sebagai pendapatan
operasional bunga. Reklasifikasi bunga SBI ini berdampak pada bank yang banyak menempatkan
dananya di luar kredit dengan ciri rasio pinjaman terhadap dana (LDR)- nya yang relatif kecil.

Kredit sebagai asset bank digolongkan pada “Loan and Receivables” yang mana valuasinya adalah
dengan cara amortized cost, hal ini membawa konsekuensi bahwa nilai kredit (dalam hal ini asset bank)
akan dipengaruhi oleh proyeksi cashflow dari asset tersebut, sehingga kredit yang dikenakan bunga
dibawah bunga pasar akan terdiskon menjadi lebih kecil dari harga perolehannya (kredit yang
dikucurkan)

c. Penerapan PSAK 50 dan PSAK 55 membutuhkan sistem dan persiapan yang cukup lama karena harus
menggabungkan semua laporan keuangan dalam satu paket. Dari sisi investasi, paling sedikit setiap bank
harus mengeluarkan dan sebesar US$1 juta untuk membeli sistem informasi dan teknologi untuk aplikasi
pelaporan keuangan berdasarkan PSAK No. 50 & 55 (revisi 2006). (redaksi@bisnis.co.id)

d. Selain masalah teknologi, Sumber Daya Manusia yang menguasai mengenai PSAK ini juga terbatas,
jadi akan menambah masalah bagi perbankan untuk penerapan PSAK ini.

Hal- hal diatas yang kiranya merupakan alasan mengapa industri perbankan Indonesia mengalami
kesulitan menerapkan PSAK No. 50 & 55 (revisi 2006) ini hingga tahun 2010. Walaupun demikian, tidak
dapat dipungkiri bahwasanya banyak manfaat dan kelebihan implementasi PSAK No. 50 & 55 (revisi
2006). Manfaat dan kelebihan tersebut adalah sebagai berikut.
Dengan adanya standar akuntansi Indonesia yang mengacu pada standar Internasional ini, akan
meningkatkan keandalan, keterbandingan dan representative faithfullnes.

Transparansi terhadap pelaporan keuangan bank akan meningkat. Transparansi ini sangat urgent,
mengingat kasus atas jatuhnya raksasa finansial Lehman Brothers saat krisis menghantam tahun 2008
silam yang diindikasi karena adanya aspek akuntansi atas transaksi repo yang kurang wajar karena
kurangnya transparansi. Hal tersebut berarti bahwa dengan meningkatkan transparansi laporan
keuangan, maka kecurangan-kecurangan akan dapat diminimalisir. Selain itu, aturan –aturan baru pada
PSAK revisian mempersempit kemungkinan adanya kecurangan. Seperti pada contoh yang dijelaskan di
atas, yaitu masalah reklasifikasi dari dan ke kategori “FVTPL”dari kategori manapun dilarang, untuk
menghindari usaha untuk menaikkan laba. Selain itu, adanya aturan yang tegas mengenai penentuan
CPKN akan mengurangi kesempatan manajemen bank untuk melakukan kecurangan seperti window
dressing. Bila dulu bank dapat menumpuk pencadangan besar dengan alasan kehati-hatian, meski
kualitas kredit tidak mengkhawatirkan sehingga laba ikut turun. Tujuannya menghindari pajak atau
mengatur ritme kinerja. Namun dengan diberlakukan PSAK revisian ini, bank tidak bisa lagi melakukan
hal itu.

BAB III

SIMPULAN dan SARAN

A. Simpulan

Untuk menghadapi globalisasi, PSAK mengenai Instrumen Keuangan harus senantiasa menyesuaikan
dengan standar Internasional atau IFRS. Penyesuaian dan harmonisasi ini menyebabkan perubahan-
perubahan dalam PSAK No. 50 & 55 (revisi 2006) bila dibandingkan dengan standar lama yaitu PSAK No.
50 (1999) & PSAK No. 55 (1999).

Perubahan-perubahan dalam PSAK tersebut harus senantiasa diikuti oleh para obyeknya, dalam hal ini
adalah industri perbankan dan lembaga keuangan karena memiliki banyak manfaat seperti
meningkatkan keandalan, transparansi, keterbandingan dan yang terpenting adah menyajikan dengan
wajar (representative faithfullnes). Apabila hal ini dapat dicapai, maka kecurangan-kecurangan
sehubungan dengan pelaporan keuangan industri perbankan dan lembaga keuangan akan diminimalisir
bahkan dihilangkan.
Namun, ada beberapa masalah yang menghambat penerapan PSAK No. 50 & 55 (revisi 2006) ini di
lingkungan perbankan dan lembaga keuangan. Masalah-masalah tersebut meliputi masalah penyisihan
kerugian kredit, masalah penurunan pendapatan bank dan masalah besarnya nilai investasi yang
dikucurkan untuk memenuhi aturan PSAK ini.

B. Saran

Penulis menyarankan pada penelitian selanjutnya agar dapat membandingkan mengenai PSAK – PSAK
yang diimplementasikan di Indonesia tersebut dengan IFRS yang diimplemantisikan di dunia
internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Akuntansi Indonesia. 1994. Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keungan

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2006. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 50 (revisi 2006),
Instrumen Keuangan.

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2006. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 50 (revisi 2006),
Instrumen Keuangan.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2010. Exposure Draft (ED) Pernyataan Standar Akuntnasi Keuangan (PSAK)
No 50 (revisi 2010).

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2010. Exposure Draft (ED) Pernyataan Standar Akuntnasi Keuangan (PSAK)
No 60 (revisi 2010).

http://www.kontan.co.id/index.php/keuangan/news/35360/Bank-Dituntut-Lebih-Transparan-dan-Jujur-
Laporkan-Neraca

http://www.kontan.co.id/index.php/keuangan/news/35431/Perbankan-Panen-Laba-di-Kuartal-I-2010

http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?catid=&id=21

http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?catid=1&id=94

http://auditme-post.blogspot.com/2010_01_01_archive.html

http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?catid=&id=97

http://ilmuperbankan.blogspot.com/2010/03/pedoman-akuntansi-perbankan-indonesia.html

Klasifikasi aset keuangan dibagi menjadi empat yaitu,

Aset keuangan diukur dengan nilai wajar melalui laba rugi (fair value to profit & loss). FVTPL adalah aset
keuangan yang dimaksudkan untuk tujuan diperdagangkan dalam waktu dekat.

Investasi dipegang hingga jatuh tempo (held to maturities-HTM), yaitu aset keuangan nonderivatif dgn
pembayaran ttp atau ditentukan dan jatuh temponya telah ditetapkan serta entitas mempunyai intensi
positif serta kemampuan utk memiliki aset keuangan tersebut hingga jatuh tempo.
Pinjaman yang diberikan atau piutang (loans or receivable-LR) yaitu aset keuangan nonderivatif dengan
pembayaran yang telah ditentukan dan tidak mempunyai kuotasi pasar aktif, kecuali yang termasuk
dalam tiga kategori aset keuangan yang lain.

Aset keuangan tersedia untuk dijual (available to sale-AFS) yaitu aset keuangan nonderivatif yang
ditetapkan tersedia untuk dijual. Misalnya aset keuangn untuk tujuan trading.

Entitas tidak diperkenankan untuk mereklasifikasi instrumen keuangan dari atau ke kategori FVTPL.
Larangan tersebut dimaksudkan agar entitas tidak memiliki moral hazard menggunakan reklasifikasi
tersebut untuk manajemen laba. Sederhananya, pada saat kenaikan nilai investasi entitas mereklasifikasi
AFS menjadi FVTPL untuk memperoleh laba, namun jika terjadi penurunan nilai, investasi direklasifikasi
dari FVPL menjadi AFS atau kategori yang lain untuk menghindari kerugian.

Sementara itu, reklasifikasi HTM & AFS dapat dilakukan jika memenuhi beberapa kriteria. Jika terjadi
perubahan intensi manajemen (kemampuan entitas) sehingga harus mereklasifikasi/menjual investasi
HTM, investasi harus direklasifikasi dalam AFS.

Nah, selanjutnya adalah tentang Liabilitas keuangan yang juga merupakan bagian instrument keuangan
terdiri atas (a) liabilitas kontraktual. Contohnya adalah utang bank/obligasi dam pertukaran aset
keuangan/liabilitas keuangan dengan entitas lain dengan kondisi yang berpotensi tidak untung. (b)
kontrak yang akan mungkin diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan
entitas. Misalkan terdapat kontrak untuk menyerahkan ekuitas senilai 100 ons emas karena jumlah
instrumen ekuitas yang diterbitkan tergantung harga emas dan harga saham. Contoh lainnya: Kontrak
untuk menyerahkan instrumen ekuitas senilai 100 lembar instrumen ekuitas yang setara dengan 100 ons
emas karena nilai instrumen ekuitasnya tergantung dari harga emas, jumlahnya bervariasi.

Penting diketahui “bahwa entitas dapat mengakui aset keuangan atau liabilitas keuangan jika dan hanya
jika entitas tersebut menjadi salah satu pihak dalam ketentuan pada kontrak instrumen tersebut.”

Standar akuntasi (IFRS) banyak menggunakan dasar penilaian nilai wajar, dan dampak perubahan besar
dalam penerapan standar akuntansi dalam praktik. Contohnya, perhitungan amortitasi premium/diskon
yang selama ini menggunakan metode garis lurus, sekarang haruss menggunakan metode bunga.
Perhitungan bunganya juga harus didasarkan pada tingkat bunga efektif dan bukan tingkat bunga
nominal. Bunga efektif adalah bunga yang menyamakan antara nilai wajar aset keuangan dengan nilai
kini dari pembayaran/penerimaan aset keuangan di masa depan.

Anda mungkin juga menyukai