b) Dasar tengkorak
Bagian dasar tengkorak dapat dibedakan 3 bagian, yaitu lekuk tengkorak
depan, lekuk tengkorak tengah dan lekuk tengkorak belakang. Bagian
tengah dasar lekuk tengkorak depan dibentuk oleh tulang lapisan yang
mempunyai banyak lubang halus untuk memberi jalan kepada serabut-
1
serabut saraf penghidu, oleh karena itu bagian tulang lapisan tersebut
dinamakan lempeng ayakan yang merupakan atap bagi rongga hidung.
Lekuk tengkorak tengah terdiri dari bagian tengah dan dua bagian sisi,
bagian tengah adalah pelana turki. Dasar lekuk tengkorrak belakang
letaknya lebih rendah daripada dasar lukuk tengkorak depan. Lekuk
tengkorak belakang letaknya lebih rendah lagi daripada lekuk tengkorak
tengah.
2) Tengkorak wajah
Letaknya didepan dan dibawah tengkorak otak. Lubang-lubang lekuk mata dibatasi
oleh lubang dahi, tulang pipi dan tulang rahang atas. Dinding belakang lekuk mata
juga dibentuk oleh baji (sayap besar dan kecil). Dinding dalamnya dibentuk oleh
tulang langitan, tulang lapisan dan tulang air mata.
b. Kulit kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan sebagai scalp, yaitu :
1) Kulit
2) Jaringan penyambung
3) Jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan tengkorak
4) Perikranium
Kulit kepala banyak memiliki pembuluh darah sehingga terjadi pendarahan akibat
laserasi kulit kepala akan mengakibatkan banyak kehilangan darah
c. Tulang tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kalvakrium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar
adalah tempat lobus frontalis, fosa medis adalah lobus temporalis dan fosa posterior
adalah ruang bagi batang otak bawah dan serebelum (Smeltzer & Bare, 2001).
d. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak yang terdiri dari 3 lapisan, yaitu
dura meter, arakhnoid dan pia meter. Dura meter adalah selaput keras terdiri atas
jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dan tabula interna atau bagian dalam kranium.
Dibawah dura meter terdapat lapisan kedua yang tipis dan tembus pandang disebut
selaput arakhnoid. Lapisan ketiga adalah pia meter yang melekat pada permukaan
kortek serebri (Smeltzer & Bare, 2001).
2
e. Sistem saraf pusat
Yang disebut sistem saraf pusat disini adalah otak dan medula spinalis yang tertutup
didalam tulang dan terbungkus dalam selapu-selaput (meningen) pelindung, serta
rongga yang berisi cairan.
1) Otak dan pembagianya
Otak secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : serebrum,
batang otak dan serebelum (Sjamsuhidayat & Jong, 2004).
a) Serebrum
Setiap hemisfer dibagi atas empat lobus yaitu : lobus frontalis, parietal,
oksipital, temporalis.
b) Batang otak
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Masing-
masing struktur mempunyai tanggung jawab yang unik dan fungsi
ketiganya sebagai unit mejalankan saluran impuls yang disampaikan ke
serebri dan lajur spinal
c) Serebelum
Terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh durameter yang
menyerupai atap tenda, yaitu tentorium yang memisahkan dari bagian
posterior serebrum. Serebelumum dihubungkan dengan batang otak oleh
tiga berkas serabut yang dinamakan pedunkulus. Fungsi utama serebelum
adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperluas gerakan
otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh.
2) Medula spinalis
Terletak di kananlis neural dari komna vertebra, berjalan ke bawah dan
memenuhi kanalis neural sampai setinggi vertebra lumbalis kedua. Sepasang
saraf spinalis berada diantara pembatas vertebra sepanjang kolumna vertebra.
Dibawah ujung tempat medula spinalis berkahir. Didalam ujung tempat
medula spinalis terletak interneuron, serabut sensori, asenden, serabut motorik
desenden dan badan sel saraf dan dendrit somatik sekunder (volunter) dan
motor neurons otonom utama (Mardjono & Sidharta, 2004).
3
f. Sistem Saraf Tepi (SST)
Susunan saraf tepi terdiri dari saraf kranial bervariasi, yaitu sensori motorik dan
gabungan dari kedua saraf. Saraf motorik dipersarafi oleh beberapa percabangan saraf
kranial, 12 pasnag saraf kranial (Mardjono & Sidharta, 2004).
1.3 ETIOLOGI
Menurut Mansjoer (2000) cedera kepala dapat di klasifikasikan berdasarkan mekanisme,
keparahan dan morfologi cedera :
a. Berdasarkan mekanisme kerja
1) Trauma tumpul
Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
2) Trauma tembus
Luka tembus peluru dan cedera tembus lainya
4
2) Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
a) Skor skla koma Glasgow (GCS) 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
b) Konkusi
c) Amnesia pasca trauma
d) Muntah
e) Tada kemungkinan fraktur kranium (mata rabun)
f) Kejang
c. Berdasarkan morfologi
1) Fraktur tengkorak
Kranium : Linier/ stelatum, depresi/ nondepresi, terbuka/ tertutup
Basis : Dengan/ tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan tanpa
Kelumpuhan nervus VII
2) Lesi intrakranial
Fokal : Epidural, subdural dan intracerebral
Difus : Konkusi ringan, konkusi klasik dan cedera aksonal difus
5
1.4 PATOFISIOLOGI
Kranium merupakan struktur kuat yang berisi darah, jaringan otak dan jaringan
serebrospinal. Fungsi cerebral tergantung pada adekuatnya nutri seperti oksigen, glukosa.
Berat ringanya cedera kepala tergantung trauma kranium atau otak. Cedera yang dialami
dapat gegar otak, memar otak atau laserasi, fraktur dan atau hematoma (injury vaskuler,
epidural atau subdural hematoma). Cedera kepala yang terjadi dapat berupa percepatan
(aselerasi) atau perlambatan (deselerasi). Trauma dapat primer atau sekunder.
Trauma primer adalah trauma yang langsung mengenai kepala saat kejadian. Sedangkan
trauma sekunder merupakan kelanjutan dari trauma primer. Trauma sekunder dapat
terjadi meningkatnya tekanan intrakranial, kerusakan otak, infeksi dan odema cerebral.
Epidural hematoma merupakan injury pada kepala dengan adanya fraktur pada tulang
tengkorak dan terdapat lesi antara tulang tengkorak dan dura. Perdarahan ini dapat
meluas hingga menekan cerebral oleh karena adanya tekanan arteri yang tinggi.
Gejalanya akan tampak seperti kebingungan atau kesadarn delirium, latergi, sukar untuk
dibangunkan dan akhirnya bisa koma. Nadi dan nafas menjadi lambat, pupil dilatasi dan
adanya hemiparese.
Subdural hematoma adalah cedera kepala dimana adanya ruptur pembuluh vena dan
perdarahan terjadi antara dura dan serebrum atau antara durameter dan lapisan arakhnoid.
Terdapat dua tipe yaitu subdural hematoma akut dan kronik. Bila akut dapat dikaitkan
dengan kontusio atau laserasi yang berkembang beberapa menit atau jam. Manifestasi
tergantung pada besarnya kerusakan. Terdapat dua tipe yaitu subdural hematoma akut
dan kronik. Bila akut dapat dikaitkan dengan kontusio atau laserasi yang berkembang
beberapa menit atau jam. Manifestasi tergantung pada besarnya kerusakan pada otak dan
usia anak, dapat berupa kejang, sakit kepala, muntah, meningkatknya lingkar kepala,
iriabel dan perasaan mengantuk.
Cerebral hematoma merupakan perdarahan yang terjadi akibat adanya memar dan
robekan pada cerecral yang akan berdampak pada perubahan vaskularisasi , anoxia dan
dilatasi dan edema. Kemudian proses tersebut akan terjadilah herniasi otakdan dilatasi
dan edema. Kemudian proses tersebut akan terjadilah herniasi otakdan dilatasi dan
edema. Kemudian proses tersebut akan terjadilah herniasi otak, mendesak ruang
disekitarnya dan menyebabkan meningkatkan tekanan intrakranial. Dalam jangka waktu
24-72 jam akan tampak perubahan status neurologis. Fraktur yang terjadi pada cedera
kepala dapat berupa linier, fraktur depresi, fraktur basiler, fraktur compound (laserasi
kulit dan fraktuk tulang). Perubahan oksigenasi akibat trauma otak (Price & Wilson,
2005).
6
PATHWAY
- Hematom
Respon Biologi Hypoxemia
Kelainan Metabolisme
Cidera Otak Primer Cidera Otak Sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan Sel Otak
7
1.5 MANIFESTASI KLINIS
a. Fase emergensi
1. Memar
2. Hematom
3. Pendarahan telinga
4. Penurunan kesadaran
5. Penurunan reflek batuk dan menelan
b. Cedera kepala ringan GCS 13-15
1. Kehilangan kesadaran < 30 menit
2. Tidak ada continusion cerebral hematom
3. Pusing dapat diadaptasi
c. Cedera kepala sedang GCS 9-12
1. Disorientasi ringan
2. Amnesia post trauma
3. Sakit kepala
4. Mual dan muntah
5. Vertigo
6. Gangguan pendengaran
d. Cidera berat GCS 3-8
1. Tidak sadar 24 jam
2. Fleksi dan ekstensi
3. Abnormal ekstremitas
4. Edema otak
5. Hemiparase
6. Kejang
1.6 KOMPLIKASI
Menurut Mansjoer (2000) komplikasi yang dapat terjadi pada cedera kepala adalah :
a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan
terjadi pada 2 – 6% pasien dengan cedera kepala tertutup.
b. Fitsel karotis-konvermosus ditandai dengan trias gejala : eksolelamous, kemosis dan
bruit orbitas, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cidera.
c. Diabetes insipidus dapat disebakan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik
d. Edema pulmonal, komplikasi paru-paru yang serius pada pasien cedera kepala adalah
edema paru, ini mungkin terutama berasal dari gangguan neurologis atau akibat dari
sindrom distres pernafasan dewasa
8
e. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam) dan (minggu pertama atau
lanjut (setelah satu minggu)
9
1.10 TERAPI FARMAKOLOGIS
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringanya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi
c. Pemberian analgetik
d. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40% atau gliserol 10%
e. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
2. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan head to toe
b. Monitor vital sign
c. BTLS (bentuk, tumor, luka , sakit)
d. Pemeriksaan radiologi
e. Pemeriksaan lab
10
II. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1.1 Pengkajian
1.1.1 Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,
pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai
data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi
prognosa klien.
11
Objektif
- Gas darah arteri tidak normal
- Perubahan frekuensi pernafasan diluar parameter yang dapat diterima
- Aritmia
- Bronkospasme
- Pengisian kembali kapiler lebih dari tiga detik
- Retraksi dada
- Nafas cuping hidung
- Penggunaan otot bantu pernafasan
1.2.3 Faktor yang berhubungan
- Perubahan afnitas hemoglobin terhadap oksigen
- Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
- Keracunan enzim
- Gangguan pertukaran
- Hipervolemia
- Hipoventilasi
- Gangguan transpor oksigen melalui alveoli dan membran kapiler
- Gangguan aliran arteri atau vena
- Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah
12
- Gangguan pertukaran
- Hipervolemia
- Hipoventilasi
- Gangguan transpor oksigen melalui alveoli dan membran kapiler
- Gangguan aliran arteri atau vena
- Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah
Diagnosa 3 : Gangguan pola nafas (NANDA 2012).
1.2.1 Definisi
Inspirasi atau ekspirasi yang tidak meberi ventilasi yang adekuat
1.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif
- Dispneu
- Nafas pendek
Objektif
- Perubahan ekskrusi dada
- Bradipneu
- Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
- Penurunan kapasitas vital
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Nafas cuping hidung
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernafasan bibir mencucu
- Kecepatan respirasi
Usia dewasa 14 tahun atau lebih : < 11 atau > 24 x/m
Usia 5-14: < 15 atau >25
Usia 1-4: <20 atau >30
Bayi: <25 atau >60
- Takipneu
- Rasio waktu
- Penggunaan otot bantu asesorius untuk bernafas
1.2.3 Faktor yang berhubungan
- Ansietas
- Posisi tubuh
- Deformitas tulang
- Deformitas dinding dada
- Penurunan energi dan kelelahan
- Hiperventilasi
- Kerusakan neuromuskuloskeletal
13
- Obesitas
- Nyeri
- Kerusakan kognitif atau persepsi
- Kelelahan otot-otot pernafasan
- Cedera medua spinalis
Diagnosa 4: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (NANDA
2012).
1.2.1 Definisi
Keadaan dimana intake nutrisi kurang dari kebutuhan metabolisme tubuh
(NANDA, 2012).
1.2.2 Batasan Karakteristik
Penggunaan diagnosis ini hanya jka terdapat satu diantara tanda NANDA
berikut:
- Berat badan kurang dari 20% atau lebih dibawah berat badan ideal
untuk tinggi badan dan rangka tubuh
- Asupan makanan kurang dari kebutuhan metabolik, baik kalori total
maupun zat gizi tertentu
- Kehilangan berat badan dengan asupan makanan yang adekuat
- Melaporkan asupan makanan yang tidak adekuat kurang dari
recommended daily allowance (RDA).
Subjektif
- kram abdomen
- nyeri abdomen
- menolak makan
- indigesti
- persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
- melaporkan perubahan sensasi rasa
- melaporkan kurangnya makanan
- merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan
Objektif
14
- tonus otot buruk
- menolak untuk makan
- rongga mulut terluka (inflamasi)
- kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah
1.2.3 Faktor yang berhubungan
- ketergantungan zat kimia
- penyakit kronis
- kesulitan mengunyah atau menelan
- faktor ekonomi
- intoleransi makanan
- kebutuhan metabolik tinggi
- refleks mengisap pada bayi tidak adekuat
- kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
- akses terhadap makanan terbatas
- hilang nafsu makan
- mual dan muntah
- pengabaian oleh orang tua
- gangguan psikologi
Diagnosa 5 : Resiko peningkatan Tekanan Intra Kranial
1.2.1 Definisi
Tekanan pada rongga kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam
ventrikel lateral otak
1.2.2 Faktor resiko
- Cedera kepala (mis. Kerusakan cerebrovaskular, penyakit neurologis,
trauma, tumor)
- Penurunan perfusi serebral
- Penyumbatan pembuluh darah otak
1.3 Intervensi
Diagnosa 1 : Gangguan perfusi jaringan kardiopulmunol (NANDA 2012).
1.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 1 jam ketidakefektifan
perfusi jaringan kardiopulmonal teratasi dengan kriteria hasil :
- Tekanan systol dan diastole dalam rentang yang diharapkan
- CVP dalam batas normal
- Nadi perifer kuat dan simetris
- Tidak ada oedem perifer dan asites
- Denyut jantung, AGD dalam batas normal
15
- Bunyi jantung abnormal tidak ada
- Nyeri dada tidak ada
- Kelelahan yang ekstrim tidak ada
1.3.2 Intervensi keperawatan : berdasarkan NIC
- Monitor nyeri dada (durasi, intensitas, dan faktor-faktor presipitasi)
- Observasi perubahan ECG
- Auskultasi suara jantung dan paru
- Monitor irama dan jumlah denyut jantung
- Monitor elektrolit (potasium dan magnesium)
- Monitor status cairan
- Evaluasi oedem perifer dan denyut nadi
- Tingkatkan istirahat (batasi pengunjung, kontrol stimulasi lingkungan)
16
- Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafas dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormasl)
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan darah, nadi, respirasi)
1.3.2 Intervensi keperawatan : berdasarkan NIC
- Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Atur intake untuk caran mengoptimalkan keseimbangan
- Monitor respirasi dan status O2
Terapi oksigen
- Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Pertahankan jalan nafas yang paten
- Atur peralatan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen
17
Monitor Nutrisi
- BB dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor lingkungan selama makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kuli
- Monitor mual dan muntah
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Diagnosa 5 : Resiko Tekanan Intra Kranial
1.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam tidak ada
peningkatan tekanan intra kranial dengan kriteria hasil tidak terdapatnya tanda
peningkatan tekanan intra kranial seperti :
- Peningkatan tekanan darah
- Nadi melebar
- Pernafasan cheyne stokes
- Muntah projectile
- Sakit kepala hebat
1.3.2 Intervensi keperawatan : berdasarkan NIC
- Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK ( tekanan darah, nadi, GCS,
respirasi, keluhan sakit kepala hebat, muntah projektile, pupil unilateral)
- Tinggikan kepala tempat tidur 15-300 kecuali ada kontra indikasi
- Pertahankan lingkungan tenang, sunyi dan pencahayaan redup
18
III. DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A. et all (2000). Kapita selekta Kedokteran. Edisi 3 jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Mardjono, M & Sidharta, P (2004). Nerologis Klinis Dasar. Cetakan 10. Jakarta: Dian
Rakyat
Price, SA & Wilson, LM. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Vol 2. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat, R & Jong, WD. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer,SC & Bare, BG. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC
Umar Kasan (2000), Penanganan Cidera Kepala Simposium IKABI Tretes
Wilkinson, JM & Nancy, RA. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa
NANDA, Intrevensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
19
Banjarmasin, April 2017
20