Anda di halaman 1dari 12

SOSIOLOGI AKUNTANSI

(Paparan Mengenai Pentingnya Sosiologi Dalam Akuntansi )


Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah Sosiologi Akuntansi

Dosen :
Prof. Dr. Unti Ludigdo, SE, Msi, Ak

Oleh :

Nama : Maria Magdalena Hoar


Nim : 176020300111003

PROGRAM MAGISTER ILMU AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
Budaya Kain Tenun Kabupaten Malaka, Propinsi Nusa Tenggara Timur
“ Dalam Bingkai Akuntansi”

Abstract

Tulisan ini, bertujuan untuk meningkatkan atau membudayakan kesejathteraan


masyarakat NNT (Khususnya kabupaten Malaka) mengenai kebudayaan lokal Tenun Ikat (Tais
Soru) yang mengandung nilai – nilai yang sangat luhur bagi masyarakat kabupaten Malaka.
Salah satu cara untuk mencegah agar tetap terjaga kelestarian dan keberlangsungan kain tenun
sebagai salah satu kearifan lokal masyarakat Kabupaten Malaka dengan cara kerjasama atau
gotong Royong (Karian hakawak).

Seiring perkembangan Zaman yang semakin modern dalam hal teknologi maupun ilmu
pengetahuan, memaksa masyarakat untuk meniggalkan kebudayaan dan tradisi – tradisi luhur
yang sudah diwariskan kepada mereka. Dengan melihat hal itu, pentingnya peranan tenun ikat
(tais soru) dalam kehidupan masyarakat setempat, maka perlu adanya usaha yang dilakukan
oleh pemerintah maupun masyarakat setempat dalam hal mempertankan dan melestarikan nilai
buadaya yang terkandung dalam tenun ikat masyarakat Nusa Tenggara Timur, sebagai warisan
dari Nenek Moyang. Partisipasi dalam usaha pelestarian nilai – nilai kebudayaan lokal, dengan
cara bekerjasama atau gotong royong, dalam melakukan tenun ikat (Soru Tais) itu sudah
menjadi suatu tradisi dalam Kabupaten Malaka.
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang kaya akan budaya dan
keragaman etnis, bahasa, tradisi, adat istiadat dan cara berpakain. Indonesia juga terkenal
sebagai salah satu negara terbesar penghasil kain tradisional yang indah, bervariasi, penuh
kreasi dan terkait dengn berbagai unsur sistem budaya dari masing – masing budaya dan dari
masing – masing suku bangsa (UPTD. 2005. 5). Salah satu hal yang paling berpengaruh
terhadap cara berpakain tradisional masyarakat indonesia adalah bahan dan corak hias serta
nilai – nilai yang terdapat pada kain tradisional masyarakat setempat.

Pada dasarnya, masyarakat jawa terdapat pada pada pakaian khas batik, (baju kabaya
dan kain batik) yang kelestariannya dapat dipertahankan sampai saat ini. Begitu juga pada
masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) terdapat pakain khas tradisional yakni kain tenun,
dengan beraneka ragam motif yang menjadi warisan dari leluhur Nenek Moyang.

Keanekaragaman warisan lokal yang unik dan khas, dari setiap suku di Negara
Indonesia, menjadi bangsa indonesia sebagai bangsa yang kaya dan unik dengan budaya lokal
yang dapat diwariskan oleh para leluhur, dan itu merupakan bagaian dari kehidupan
masyarakat yang sudah melekat pada sendi – sendi kehidupan, yang terbentuk dalam nilai –
nilai akuntansi.

Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu Provinsi di Negara yang sangat kaya akan
kebudayaan, selain kaya dengan kebudayaan lokal, masyarakat Nusa Tenggara Timur,
memegang teguh nilai – nilai kebudayaan lokal yang dapat diwariskan oleh para leluhurnya,
yang salah satunya adalah Tenun ikat (Tais Soru) yang sampai sekarang mash tetap
dipertahankan oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur, yang khususnya Kabupaten Malaka.

Kabupaten Malaka merupakan salah satu kabupaten yang baru mengalami pemekaran
sendiri, yang awalnya menjadi salah satu kabupaten dari wilayah kabupaten Belu. Walaupun
sudah berdiri menjadi salah satu kabupaten sendiri, namun, kebudayan, tradisi, dan kehidupan
sosial masyarakat setempat masih memiliki kesamaan dengan wilayah kabupaten Belu.

Untuk wilayah kabupaten belu, terdapat empat suku, yang mendiami wilayah ini, yakni,
masyarakat suku Kemak, suku Bunak, suku Dawan, dan suku Tenun. Sedangkan untuk wilayah
kabupaten Malaka, terdapat juga empat suku yang sama, namun dari keempat suku tersebut
lebih dominan adalah suku Tetun.
Dari keempat suku ini, masing – masing memiliki tradisi dan kebiasaannya termasuk
kebiasaan dalam berpakaian, dan proses penenun kain, serta kreasi corak motifnya masing –
masing. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan masyarakat lain yang berbeda di Propinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT). Kreasi para penenun sungguh menakjubkan dari tiap – tiap kampung,
yang terdapat banyak sekali perbedaan – perbedaan atau variasi motif, bahan, dan warna yang
menjadi ciri khas suatu kelompok masyarakat Nusa Tenggara Timur.

Dengan beranekaragam suku yang ada di Nusa Tenggara Timur, ini menyebabkan
terdapat beragamnya motif yang dihasilkan pada tenunan dan pada setiap wilayah yang
memiliki keunikannya masing – masing. Tenun ikat merupakan salah satu dari sekian banyak
produk tradisional bangsa indonesia yang dibuat secara tradisional. Namun bernilai sangat
tinggi dan indah.

Kain tenun ini, merupakan harta yang sangat berharga dan bernilai tinggi bagi
masyarakat Nusa Tenggara Timur, terkhusus bagi kabupaten Malaka. Namun dalam
perkembangannya saat ini, tenun ikat, berangsur -angsur mulai mengalami pemudaran, adat
istiadat yang telah terpelihara berabad – abad akan mundur, berubah, surut dan akan dilupakan
hanya dalam periode yang singkat.

Perkembangan arus globalisasi yang sangat pesat saat ini, mulai menggeser posisi nilai
tenunan tradisional masyarakat Nusa Tenggara Timur, terkhusus masyarakat Kabupaten
Malaka yang berada dalam masa peralihan, masa keadaan dimana terdapat persaingan antara
nilai – nilai spritiual dan aturan seni budaya turun temurun melawan kecenderungan budaya
tekstil baru yang berkembang sangat pesat saat ini.

Corak motif yang dikembangkan oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur berbeda –
beda, khususnya di wilayah Kabupaten Malaka, corak khas yang dikembangkan turun menurun
pada umumnya adalah corak motif, emar (manusia), manu (ayam), lafaek (buaya), aifunan
(bunga) dan lain sebagainya.

Menurut kepercayaan masyarakat Zaman yang semakin modern dalam hal teknologi
maupun ilmu pengetahuan, memaksa masyarakat untuk meninggalkan kebudayan dan tradisi
– tradisi luhur yang sudah diwariskan kepada mereka. Dalam hal itu, pentingnya peranan
tenunan ikat dalam kehiupan setempat, maka perlu adanya usaha yang dapat diperlukan oleh
pemerintah maupun masyarakat setempat dalam hal mempertahankan dan melestarikan nilai
budaya luhur yang terkandung dalam tenunan ikat masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT)
sebagai warisan nenek moyang, yang perlu tetap dipertahankan dalam era globalisasi yang
semakin maju seperti sekarang ini.

Karena kalau kita melihat, perkembangan zaman yang semakin maju saat ini, sangat
mempengaruhi para generasi muda untuk bagaimana mereka dapat berpikir kearah yang lebih
praktis atau modern tanpa mereka dapat melihat, fungsi dan nilai – nilai yang terkandung
didalam tenun ikat, dan bahkan para generasi muda tidak peduli terhadap kebudayaan lokal
yang menjadi ciri khas dari masing – masing daerah. Salah satu upaya untuk mencegah agar
tetap terjaga kelestarian dan keberlangsungan kain tenun sebagai salah satu kearifan lokal
masyarakat yakni melalui cara kerjasama atau gotong Royong (Karian hakawak).

Adapun cara lain untuk mencegah agar tetap terjaga kelesetarian dan keberlangsungan
kain tenun sebagai salah satu kearifan lokal masyarakat yakni melalui penedidikan. Pendidikan
sebagai salah satu lembaga yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk turut
berpartisipasi dalam usaha pelestarian nilai – nilai kebudayaan lokal, dengan cara
menginterpretasikan melalui pembelajaran.
PEMBAHASAN

Akuntansi Dalam Bingkai Budaya

Perkembangan akuntansi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor ekonomi, sosial, dan
politik. Perubahan lingkungan ekonomi seperti perubahan model kepemilikan perusahaan,
tingkat industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, hingga aspek politik dan hukum dalam suatu
masyarakat akan sangat mempengaruhi perkembangan akuntansi di masyarakat tersebut.
Selain pengaruh lingkungan ekonomi, perkembangan akuntansi juga dipengaruhi oleh
lingkungan sosial dan aspek perilaku dari penggunanya. Karena pengguna akuntansi dapat
membentuk dan dibentuk oleh lingkungan, akuntansi dapat dilihat sebagai realitas yang
dibentuk secara sosial dan subyek dari tekanan politik, ekonomi, dan sosial (Chariri, 2009)

Perkembangan akuntansi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor ekonomi, sosial, dan
politik. Perubahan lingkungan ekonomi seperti perubahan model kepemilikan perusahaan,
tingkat industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, hingga aspek politik dan hukum dalam suatu
masyarakat akan sangat mempengaruhi perkembangan akuntansi di masyarakat tersebut.
Selain pengaruh lingkungan ekonomi, perkembangan akuntansi juga dipengaruhi oleh
lingkungan sosial dan aspek perilaku dari penggunanya. Karena pengguna akuntansi dapat
membentuk dan dibentuk oleh lingkungan, akuntansi dapat dilihat sebagai realitas yang
dibentuk secara sosial dan subyek dari tekanan politik, ekonomi, dan sosial (Chariri, 2009)

Akuntansi sebagaimana ilmu-ilmu sosial yang lain dibentuk oleh manusia dalam suatu
kelompok budaya tertentu, sehingga nilai-nilai dalam budaya tersebut turut serta
mempengaruhi pembentukan karakter ilmu akuntansi. Dengan kata lain, akuntansi dibentuk
oleh lingkungannya melalui interaksi social yang sangat kompleks (Sylvia. 2014).

Akuntansi bukanlah pemberian otomatis dan kemudian menjadi sesuatu yang sangat
penting seperti yang muncul hari ini (Hopwood, 1994). Pentingnya akuntansi dibuat,
ditetapkan, dipelihara dan dilestarikan, dan ini semua melibatkan aturan budaya dan praktik
sosial. Hopwood berpendapat bahwa penelitian akuntansi harus memberikan lebih banyak
pertimbangan untuk pentingnya konteks budaya dan interpretatif yang lebih luas baik akuntansi
dan akuntan, karena ini membentuk praktik akuntansi dan proses kehidupan sehari-hari.
Akuntansi sebagaimana ilmu – ilmu yang dibentuk oleh manusia dalam suatu kelompok
budaya tertentu, sehingga nilai – nilai dalam budaya tersebut, turut serta dapat mempengaruhi
pembentukan karakter ilmu akuntansi. Dengan kata lain, akuntansi dibentuk oleh lingkungan
melalui interaksi social yang sangat kompleks (Sylvia. 2014).

Adanya akuntansi, selain dipengaruhi oleh norma, keyakinan, nilai dan


kelembagaannya, juga dipengaruhi oleh budaya. Budaya adalah faktor yang sangat
mempengaruhi konstruksi praktik akuntansi. Hofstede & Schein (2004), Taylor (2004), dan
Velayuthan & Perera (1996) menganggap bahwa akuntansi adalah realitas yang dibangun
secara sosial, sehingga praktik akuntansi tidak dapat dipisahkan dari konteks budayanya. Salah
satu pendekatan yang sering digunakan dalam studi dimensi budaya adalah konsep budaya.

Selain itu, budaya juga didefinisikan sebagai “way of life of society” (Siegel dan
Marconi, 1989). Akuntansi sebagai ilmu dan perangkat yang bertujuan untuk memudahkan
manusia tentu saja harus tunduk terhadap “bagaimana masyarakat menjalani hidupnya dan
bagaimana masyarakat dapat membudayakan budayanya, karena kalau tidak, maka akuntansi
tidak akan berguna bagi masyarakat penggunanya.

Masalahnya adalah, setiap masyarakat di dunia mempunyai cara pandang yang berbeda
terhadap bagaimana mereka harus menjalani hidupnya. Karena itulah budaya sebagai aspek
sosial sangat mempengaruhi perkembangan akuntansi, dimana akuntansi itu sendiri adalah
bagian dari ilmu sosial yang berguna bagi masyarakat.

Budaya berasal dari kata sangsekert “ Budayah”, yang merupakan merupakan bentuk
jamak dari kata Budhi, yang berarti budi atau akal. Oleh karena itu, budaya merupakan
seperangkat nilai – nilai yang mendasari segenap tindakan, tujuan dan visi setiap individu yang
hidup dalam suatu kelompok ( Triantoro. 2008).

Budaya dapat diklasifkasikan kedalam kerangka pemikiran dan kerangka fsik. Dalam
kerangka pemikiran budaya memberikan suatu mindset atau sudut pandang tertentu tentang
bagaimana seharusnya manusia berprilaku dalam kehidupan sehari-harinya.
Budaya adalah suatu sistem, karena budaya adalah suatu paket perilaku yang terjadi terus
menerus dan tidak memerlukan sistem lain untuk terus berfungsi. Budaya mencerminkan
norma, nilai, dan perilaku masyarakat yang menganut budaya tersebut.
Kelompok budaya yang membentuk akuntansi dalam hal ini adalah budaya kapitalisme.
Kapitalisme sendiri merupakan, suatu system ekonomi yang dibangun diatas tiga nilai utama
yaitu, Materealism, individualisme dan utilitarianisme. Ketiga paradigma yang menjadi nilai
dalam kapitalisme tersebut berujung pada lahirnya persoalan etika yang serius dikalangan
akuntansi.

Selain itu, budaya juga didefinisikan sebagai “way of life of society” (Siegel dan
Marconi, 1989). Akuntansi sebagai ilmu dan perangkat yang bertujuan untuk memudahkan
manusia tentu saja harus tunduk terhadap “bagaimana masyarakat menjalani hidupnya dan
bagaimana masyarakat dapat membudayakan budayanya, karena kalau tidak, maka akuntansi
tidak akan berguna bagi masyarakat penggunanya. Masalahnya adalah, tiap masyarakat di
dunia mempunyai cara pandang yang berbeda terhadap bagaimana mereka harus menjalani
hidupnya. Karena itulah budaya sebagai aspek sosial sangat mempengaruhi perkembangan
akuntansi, dimana akuntansi itu sendiri adalah bagian dari ilmu sosial yang berguna bagi
masyarakat.

Asumsi – asumsi yang dibangun oleh kapitalisme berujung pada lahirnya persoalan
etika, yang ada dikalangan akuntansi. Akuntansi tidak dapat dilepaskan dari etika, budaya,
moralitas dan keagamaan. Defenisis akuntansi mengatakan bahwa, akuntansi adalah kegiatan
mencatat, meringkas, dan megklarifikasi dan menghasilkan laporan kuangan, yang telah
menjadikan akuntan dan akuntansi hanya berurusan denga maasalah teknis. Etikapun menjadi
terlupakan oleh akuntan ketika menjalankan profesinya. (Ludigdo 2008) dan Sylvia (2014).
Persoalan Etika Dalam Praktek Akuntansi

Etika merupakan persoalan yang sangat serius dalam praktek akuntansi. Dalam
prespektif yang lebih luas, praktik etika yang baik daam sebuah entitas, haruslah dijiwai oleh
nilai – nilai (values) budaya yang tinggi. Nilai – nilai budaya yang tinggi, secara otomatis akan
mencerminkan praktik etika yang mengedepankan pada prinsip – prinsip kebenaran, kejujuran,
keadilan dan pertanggungjawaban dalam sebuah entitas.

Jika hal ini diabaikan, maka tidak menutup kemungkinan pihak-pihak yang terlibat
dalam penyusunan laporan keuangan menyalahgunakan praktik akuntansi dengan
memanfaatkan celah yang ada dalam standar akuntansi itu sendiri. Celah tersebut adalah area
di antara kebijakan dan kecurangan. Pada praktiknya tindak kecurangan dan penyalahgunaan
laporan keuangan yang terjadi dalam praktik akuntansi.

Selain didorong oleh kecendrungan mementingkan diri sendiri, juga didorong oleh
ikatan emosional atau bias psikologi yang lain. Praktik kecurangan dan penyalahgunaan praktik
akuntansi disebabkan oleh adanya konfgurasi diantara kesempatan, tekanan dan rasionalisasi
atau yang biasa disebut dengan segi tiga kecurangan (fraud trianggle). (Suliastawan, dkk.
(2011).

Konsep etika tidak bisa sekedar standar kode etik profesi. Etika harus diinternalisasikan
oleh setiap individu yang menjadi subyek dalam dunia akuntansi. Etika tersebut dapat kita cari
dan temukan dalam kebudayaan kita sendiri. Nilai budaya “Tenun Ikat atau Tais Soru” yang
telah dijelaskan sebelumnya, dapat diintegrasikan kedalam bangunan standar kode etik profesi
akuntan.
Kesimpulan

Akuntansi tidak dapat dipungkiri dalam produk kapitalisme. Hal ini dapat dilihat dari
nilai – nilai yang ada dalam nilai – nilai yang ada dalam diskursus dan praktek akuntansi itu
sendiri, seperti Materealism, individualisme dan utilitarianisme. Ketiga hal tersebut adalah
ketiga hal atau nilai tersebut adalah adalah akar dari krisis etika yang terjadi dalam praktek
akuntansi sekarang.

Persoalan kecurangan dalam praktek akuntansi tidak dapat diatasi hanya dengan
menerbitkan kode etik profesi. Akan tetapi, perlu ada perubahan dalam tatanan paradigm.
Yaitu, mengganti nilai budaya kapitalisme yang tertanam dalam diskursus dan praktek
akuntansi dengan nilai-nilai yang bersifat manusiawi, mengandung nilai moralitas dan
spiritual.

Perkembangn akuntansi juga dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yang sangat
berpengaruh adalah budaya. Pengaruh budaya terhadap sistem akuntansi merupakan isu yang
banyak dibicarakan oleh akademisi dan bahkan isunya menyangkut tentang apakah budaya
mempengaruhi akuntansi atau sebaliknya. Banyak para ahli menawarkan kerangka teori
hubungan budaya dan akuntansi seperti Gray dan Hofstede.
Daftar Pustaka

Burrel, G., dan G. Morgan. 1979. Sociologi Paradigms and Organisational Analysis. Elemets
Of the Sosiologi of Corporate Life.

Ludigdo, U. 2012. MEMAKNAI ETIKA PROFESI AKUNTAN INDONESIA DENGAN


PANCASILA. In Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Bidang Etika Bisnis dan Profesi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawiaya.

Ludigdo, U., dan A. Kamayanti. 2012. ” Pancasila as Account Ethics Imperialisim


Liberator”. Word journal of Social Scinces, Vol. 2, No. 6, hlm. 159-1968.

Sylvia. 2014. Membawakan cinta untuk akuntansi. Jurnal akuntansi multi paradigma (Jamal).
Vol 5 no 1. 139-148.

Triantoro, A. 2008. Praktek akuntansi dalam budaya kapitalisme. Jurnal fokus ekonomi. Vol
3. No 1. 60-76.

Ramadhan, A.W dan M. Syafrudin. Pengaruh Dimensi Nilai Budaya Terhadap Dimensi Nilai
Akuntansi. http://google.com... Diakses pada tanggal 06 juli 2017.

Triantoro, A. 2008. Praktek Akuntansi dalam Budaya Kapitalisme. Jurnal Fokus Ekonomi. Vol
3 no 1. 60-76.

Choi, Frederick D.S., and Gerhard D. Mueller. 1992. International Accounting. 4th ed. Prentice
Hall: Englewood Cliffs, New Jersey.

Radebaugh, Lee H., dan Sidney J. Gray, 2002. International Accounting and Multinational
Enterprises. John Wiley & Sons, Inc: New York.

Hamid, A., dkk. 2005. Siri’ & Pesse’ Harga Diri Manusia Bugis, Makassar, Mandar, Toraja.
Makassar. Penerbit Refleksi.

Kawedar, W. 2005. Sikap Etis Akuntan dan Pengguna Jasa Akuntan Terhadap Praktek
Managemen Laba. Jurnal Akuntansi & Auditing. Vol 01 No 02. 198-214.

Anda mungkin juga menyukai