LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM PETROFISIKA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... 4
I. TUJUAN ......................................................................................................... 5
II. PRINSIP DASAR ........................................................................................... 5
III. ALAT DAN BAHAN ..................................................................................... 6
IV. DATA PERCOBAAN..................................................................................... 6
V. PENGOLAHAN DAT .................................................................................... 7
VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................................ 8
VII. KESIMPULAN ............................................................................................. 10
VIII. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 10
IX. KESAN DAN PESAN ................................................................................. 11
X. JAWAB PERTANYAAN ............................................................................. 11
2
DAFTAR GAMBAR
3
DAFTAR TABEL
4
I. TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja Gas Porosimeter.
2. Menentukan porositas suatu sampel core dengan menggunakan Gas
Porosimeter.
3. Memahami konsep porositas dan penerapannya di dalam lingkungan teknik
perminyakan.
𝑃1 . 𝑉1 = 𝑃2 . ( 𝑉1 + (𝑉𝑐𝑢𝑝 − 𝑉𝑔𝑟𝑎𝑖𝑛 ))
5
(𝑃1 − 𝑃2 )
𝑉𝑔𝑟𝑎𝑖𝑛 = 𝑉𝑐𝑢𝑝 − 𝑉1 .
𝑃2
𝑃1
𝑉𝑔𝑟𝑎𝑖𝑛 = (𝑉𝑐𝑢𝑝 + 𝑉1 ) − 𝑉1 .
𝑃2
Analog dengan persamaan
𝑦 = 𝑏 − 𝑎. 𝑥
Karena 𝑉𝑐𝑢𝑝 dan 𝑉1 konstan, akan didapat konstanta a dan b dari dua kali kalibrasi
karena nilai P1, P2 dan 𝑉𝑔𝑟𝑎𝑖𝑛 diketahui. Setelah didapat persamaan 𝑉𝑔𝑟𝑎𝑖𝑛 sebagai
fungsi (P1/P2), 𝑉𝑔𝑟𝑎𝑖𝑛 dari sampel core dapat ditentukan dengan pengukuran selanjutnya
CALIBRATION TABEL
Reference Expaded
Volume (cc) Pressure (P1) Pressure (P2) P1/P2
Psig Psig
4,821 100 10 10
6,246 100 10,4 9,615384615
9,658 100 13,1 7,633587786
25,741 100 18 5,555555556
Tabel 4.1 Calibration Table
6
Core Sample 𝑃1 𝑃2
Core I 100 11,5
Core II 100 11,6
Tabel 4.2 Tabel Tekanan Core
V. PENGOLAHAN DATA
1. Menghitung volume dari sampel core
1
𝑉𝑐𝑜𝑟𝑒 = 𝜋𝑑2 𝑡
4
𝑉𝑐𝑜𝑟𝑒𝐼 = 14,5987 cm2
𝑉𝑐𝑜𝑟𝑒𝐼𝐼 = 13,2215 cm2
25
Volume Grain
20
15
10
0
0 2 4 6 8 10 12
P1/P2 y = -4.4656x + 48.239
Gambar 5.1 Grafik Plot Grain Volume R² = 0.8996
𝑃1
𝑉𝑔𝑟𝑎𝑖𝑛 = 𝑎 ( ) + 𝑏
𝑃2
7
Di mana y merupakan Volume grain dan x merupakan perbandingan antara
Tekanan awal dengan tekanan akhir (P1/P2).
8
Berdasarkan Hukum Boyle
𝑃1 𝑉1 = 𝑃2 (𝑉1 + 𝑉2 − 𝑉𝑔 )
𝑃
Sehingga 𝑉𝑔 = (𝑉1 + 𝑉2 ) − 𝑃1 𝑉1
2
𝑃
Atau 𝑉𝑔 = 𝑎 − 𝑃1 𝑏
2
Percobaan kali ini dilakukan terhadap dua core sample berbeda yaitu
sampel core II dan 5. Pertama-tama percobaan dilakukan dengan
menggunakan calibration disk. Tujuan penggunaan caliration disk ini adalah
untuk mendapatkan plot antara volume grain dengan tekanan. Dari hasil
regresi kita peroleh bahwa persamaan garis dari regresi ini adalah:
𝑦 = −4.7813𝑥 + 52.558
Dengan volume grain sebagai sumbu x dan perbandingan tekanan
sebagai sumbu Y. Hasil perhitungan didapat volume grain masing-masing
core. Dari nilai volume grain dan volume bulk core(didapat dari pengukuran
diameter dan tinggi), dihitung porositas dari masing-masing core.
Dari regresi data calibration disk diperoleh persamaan regresi di
mana dapat dihitung nilai dari volume grain core sample. Dengan
menggunakan rumus porositas :
𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘 −𝑉𝑔𝑟𝑎𝑖𝑛
∅= 𝑥100%, porositas dari sampel core dapat dihitung.
𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘
Pada percobaan ini diperoleh bahwa nilai dari porositas sampel adalah :
∅𝑐𝑜𝑟𝑒 𝐼𝐼 = 35,558%
∅𝑐𝑜𝑟𝑒 𝐼𝐼 = 26.313%
Porositas yang terukur pada percobaan ini adalah porositas efektif,
Hal ini dikarenakan udara yang mendesak core sample di dalam core
chamber hanya mampu mengisi pori-pori core yang saling berhubungan,
selebihnya udara tidak dapat menginvasi pori-pori yang tidak terhubungkan.
Akan tetapi di dalam dunia teknik perminyakan justru nilai porositas
efektiflah yang dicari, karena fluida yang mengisi pori-pori yang saling
berhubungan yang secara ekonomi lebih bagus untuk dieksploitasikan.
Dalam perhitungan didapat pula adanya perbedaan porositas antara
core I dengan core II. Dari hasil porositas ini dapat dilihat bahwa core II
memiliki volume pori yang lebih kecil dari volume pori core I. Hal ini dapat
9
disebabkan oleh kedalaman core tersebut, core II lebih dalam dibandingkan
dengan core I sehingga core II lebih kompak dan memiliki pori yang kecil.
Semakin besar porositas batuan, semakin besar pressure drop yang akan
terjadi. Hal ini sesuai dengan persamaan kalibrasi maupun kondisi
percobaan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah sementasi, kemungkinan
pada core II sementasinya lebih tinggi dibanding dengan sementasi pada
core I.
Nilai porositas yang didapat mendekati nilai porositas rhombohedral.
Dan dari nilai porositas kedua core tersebut, secara kualitiatif, skala untuk
core I dan II adalah (excellent) karena nilainya lebih dari 25%. Berarti kedua
core sampel tersebut memiliki ruang yang besar untuk menampung fluida.
Namun karena porositas core I lebih besar nilai porositasnya, maka core
tersebut lebih efektif dan lebih bernilai ekonomis jika diproduksi.
VII. KESIMPULAN
Amyx, James W., Bass,Jr., Daniel M., dan Whiting, Robert L.. 1960. Petroleum
Reservoir Engineering : Phisical Properties. New York: McGraw-Hill.
10
Craft, Hawkins. 1959. Applied Petroleum Reservoir Engineering. New York:
Prentice Hall Inc.
Monicard, R. P..1980. Properties of Reservoir Rock : Core Analysis.
GulfPublishing Co., Edition Technic.
Mantap buat bang Agam !! Sumpah ini modul asik banget, santiiii, cuman tetep
serius dan bermanfaat. Semoga sukses buat komprenya
X. JAWAB PERTANYAAN
Sehinnga nantinya dapat diplot antara laju alir produksi terhadap aliran bottomhole
pressure(BHP).
TPR : Metode istem sumur matematis mengetahui hubungan antara pwf dengan q pada
suatu sistem sumur. Didapat dengan memasukan nilai pwf sehingga didapat niai q pada
harga – harga pwf tersebut.
11
2. Apa yang dimaksud water coning dan gas coning? Apa penyebabnya?
Water coning : berubahnya tekanan produksi pada suatu sumur vertikal, dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan contact profile pada sistem oil – water.
Gas coning : berubahnya tekanan produksi pada suatu sumur vertikal, dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan contact profile pada sistem gas-oil.
12
Well control system digunakan untuk memastikan bahwa operasi pemboran berjalan dengan
aman dan untuk menghindari kecelakaan yang tidak diinginkan.
2. Circulating system
Circulating system digunakan agar sistem pemboran berjalan tanpa masalah besar dengan
mengangkat drilling mud kembali ke atas setelah selesai digunakan.
3. Rotary system
Sumur di-bor oleh gerakan rotasi dari pipe dan bit, sehingga rotary system juga diperlukan
di sini.
2. Hoisting system
Hoisting system adalah bagian utama yang melakukan pemboran yang sebenarnya. Drill
pipe atau casing akan diangkat dan diturunkan untuk mem-bor dan menyelesaikan sumur.
4. Hoisting system
Hoisting system adalah bagian utama yang melakukan pemboran yang sebenarnya. Drill
pipe atau casing akan diangkat dan diturunkan untuk mem-bor dan menyelesaikan sumur.
5. Power system
Power system berfungsi untuk menyediakan daya yang dibutuhkan untuk melakukan
pemboran. Biasanya daya ini didapatkan dari generator pembakaran lokal.
13