Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM KI2241

ENERGETIKA KIMIA
PERCOBAAN C-2
KESETIMBANGAN KIMIA

Nama : Aldyan Faturohman

NIM : 10516061

Kelompok :5

Tanggal percobaan : 4 April 2018

Tanggal pengumpulan : 11 April 2018

Asisten : M Rangga Bratasena (10513040)

LABORATORIUM KIMIA FISIK

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2018
KESETIMBANGAN KIMIA

I. Tujuan Percobaan
1. Menentukan tetapan kesetimbangan reaksi I2 + I- ↔ I3-
2. Menentukan tetapan disosiasi reaksi

II. Dasar Teori

Iodin sangat sukar larut dalam air namun mudah larut dalam pelarut organik.
Namun, di dalam air kelarutannya dapat meningkat jika terdapat ion I- karena dapat
membentuk ion kompeks I3- dengan persamaan reaksi:
𝐼2 + 𝐼 − ↔ 𝐼3−
Sehingga nilai tetapan reaksinya diungkapkan dengan :
[𝐼3− ]
𝐾𝑐 =
[𝐼2 ][𝐼 − ]
Nilai Kc dapat langsung ditentukan bila diketahui konsentrasi masing masing spesi
dalam kesetimbangan. Namun, akibat kelarutan I2 yang sangat kecil dalam air, maka
konsentrasi I2 bebas dalam kesetimbangan sulit ditentukan. Sehingga perlu ditentukan
terlebih dahulu koefisien distribusi (KD) dari I2 dalam lapisan air dan lapisan organik.
Pelarut organic yang digunakan dalam percobaan ini adalah kloroform. Nilai KD
dirumuskan sebagai berikut :
[𝐼2 ]𝐶𝐻𝐶𝑙3
𝐾𝐷 =
[𝐼2 ]𝑎𝑖𝑟

III. Data Pengamatan


[KI] = 0.1001 M
[Na2S2O3] = 0.0201 M
m KI = 2 g
suhu termostat = 30.0°C
Erlenmeyer A Erlenmeyer B
Fasa air Fasa kloroform Fasa air Fasa kloroform
Volume 1 Na2S2O3 7.80 79.90 33.20 14.90
(mL)
Volume 2 Na2S2O3 7.70 80.30 33.10 14.90
(mL)
Volume rata rata 7.75 80.10 33.15 14.90
Warna awal tak Ungu Sedikit Ungu sedikit
berwarna kuning coklat
Warna akhir Coklat Ungu Coklat pekat Ungu

IV. Perhitungan dan Pengolahan Data


1. Penentuan nilai KD pada Erlenmeyer A
Reaksi yang terjadi:
𝐼2 + 𝐼 − ↔ 𝐼3−
𝐼3− + 2 𝑆2 𝑂32− ↔ 3 𝐼 − + 𝑆4 𝑂62−
𝐼2 + 2 𝑆2 𝑂32− ↔ 2 𝐼 − + 𝑆4 𝑂62−
𝑚𝑜𝑙 𝑆2 𝑂32− = 2 𝑚𝑜𝑙 𝐼2
[ 𝑆2 𝑂32− ] × 𝑉𝑆 𝑂 = 2 × [ 𝐼2 ] × 𝑉𝐼
2
2−
3 2

a. Pada lapisan CHCl3


[ 𝑆2 𝑂32− ] × 𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 0.0257 𝑀 × 55.0 𝑚𝐿
[𝐼2 ]𝐶𝐻𝐶𝑙 = =
3
2 × 𝑉𝐼 2
2 × 5 𝑚𝐿
= 0.14135 𝑀
b. Pada lapisan air
[ 𝑆2 𝑂32− ] × 𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 0.0257 𝑀 × 5.2 𝑚𝐿
[𝐼2 ]𝐴𝑖𝑟 = =
2 × 𝑉𝐼 2
2 × 50 𝑚𝐿
= 1.3364 × 10 𝑀 −3

c. Koefisien distribusi (KD)


[𝐼2 ]𝐶𝐻𝐶𝑙3 0.14135
𝐾𝐷 = = = 105.7692
[𝐼2 ]𝑎𝑖𝑟 1.3364 × 10−3

2. Penentuan [I2], [I-], [I3-] pada Erlenmeyer B


Pada lapisan CHCl3
[ 𝑆2 𝑂32− ] × 𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 0.0257 𝑀 × 11.5 𝑚𝐿
[𝐼2 ]𝐶𝐻𝐶𝑙 = =
3
2 × 𝑉𝐼 2
2 × 5 𝑚𝐿
= 0.02955 𝑀
Pada lapisan air
[ 𝑆2 𝑂32− ] × 𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 0.0257 𝑀 × 23.8 𝑚𝐿
[𝐼2 ]𝐴𝑖𝑟 = =
2 × 𝑉𝐼 2
2 × 25 𝑚𝐿
= 0.01223 𝑀
a. Penentuan [I2] bebas dalam air
[𝐼2 ]𝐶𝐻𝐶𝑙3
𝐾𝐷 =
[𝐼2 ]𝑎𝑖𝑟
[𝐼2 ]𝐶𝐻𝐶𝑙3 0.02955
[𝐼2 ]𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 = = = 2.7938 × 10−4 𝑀
𝐾𝐷 105.7692
b. Penentuan [I3-]
[𝐼3− ] = [𝐼2 ]𝐴𝑖𝑟 − [𝐼2 ]𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠 = 0.01223 − 2.7938 × 10−4
= 0.01195 𝑀
c. Penentuan [I-]
[𝐼 − ] = [𝐾𝐼] − [𝐼3− ] = 0.0924 − 0.01195 = 0.08045 𝑀

3. Penentuan tetapan kesetimbangan (Kc)


[𝐼3− ] 0.01195
𝐾𝑐 = =
[𝐼2 ][𝐼 ] 2.7938 × 10−4 × 0.08045

= 𝟓𝟑𝟏. 𝟕𝟕𝟒𝟔 𝑴−𝟏

V. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan tetapan kesetimbangan (KC) dari reaksi
kesetimbangan kompleks I2 + I- ↔ I3-. Tetapan kesetimbangan merupakan besaran yang
menyatakan perbandingan konsentrasi spesi produk dan reaktan dalam kondisi setimbang.
Umumnya reaksi berjalan spontan jika nilai Kc lebih besar dari 1 yang menandakan pada
kondisi setimbang, konsentrasi produk dalam sistem lebih banyak dari konsentrasi
reaktan. Untuk menentukan tetapan kesetimbangan diperlukan data konsentrasi tiap spesi
dalam kesetimbangan.
Iodin (I2) merupakan molekul diatomik homonuklir. Iodin bersifat nonpolar karena
tidak memiliki momen dipol. Oleh karena itu, kelarutan iodin sangat rendah di dalam
pelarut yang sangat polar seperti air. Sehingga konsentrasi iodin bebas di dalam fasa air
pada reaksi kesetimbangan sulit ditentukan secara langsung. Walaupun begitu, iodin
memiliki kelarutan lebih besar di dalam kloroform. Kloroform memiliki tingkat kepolaran
lebih rendah daripada air. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa senyawa polar larut dalam
pelarut polar sedangkan senyawa nonpolar larut dalam pelarut nonpolar.
Adanya perbedaan besar distribusi iodin di dalam air dan dalam kloroform dapat
dikuantifikasi dengan menentukan koefisien distribusi (KD). Koefisien ditribusi
merupakan perbandingan konsentrasi iodin di dalam fasa kloroform dan di dalam fasa air.
Nilai koefisien distribusi ditentukan dari data konsentrasi iodin dari Erlenmeyer A karena
pada Erlenmeyer A hanya terdapat I2, kloroform dan air. Dengan melakukan titrasi
terhadap fasa air dan fasa kloroform dari Erlenmeyer A, diperoleh konsentrasi iodin pada
kedua fasa sehingga dapat ditentukan nilai KD. Berbeda dengan Erlenmeyer A, pada
Erlenmeyer B ditambahkan larutan KI sehingga terjadi kesetimbangan I2 + I- ↔ I3- pada
Erlenmeyer B. Dengan menggunakan nilai koefisien distribusi hasil perhitungan dan data
konsentrasi iodin dalam fasa kloroform pada Erlenmeyer B, dapat diperoleh konsentrasi
iodin bebas di dalam fasa air pada kesetimbangan. Oleh karena itu, perhitungan nilai K D
lebih dulu dilakukan sebelum menghitung Kc. Nilai KD yang diperoleh dari hasil
perhitungan pada Erlenmeyer A masih berlaku dan dapat digunakan pada perhitungan
iodin bebas dalam fasa air di Erlenmeyer B karena senyawa terdistribusinya sama (I2) dan
fasa terjadinya distribusi sama (air dan kloroform). Selain itu, suhu pada Erlenmeyer A
dan B juga sama sehingga nilai KD nya sama.
Pada kedua Erlenmeyer, setelah ditambahkan air, iodin dalam kloroform dan larutan
KI (Erlenmeyer B), dilakukan pengocokan yang cukup kuat. Pengocokan bertujuan untuk
meningkatkan energi kinetik dalam sistem sehingga reaksi pembentukan kompleks terjadi
(Erlenmeyer B) dan iodin terekstraksi ke fasa air (Erlenmeyer A). Ketika proses mencapai
kesetimbangan, kedua Erlenmeyer dimasukkan ke dalam termostat. Hal ini dilakukan
bertujuan untuk menyamakan suhu sistem di Erlenmeyer A dengan Erlenmeyer B. Suhu
kedua sistem harus dibuat sama supaya nilai KD yang diperoleh dari sistem A dapat
digunakan pada sistem B. Setelah tercapai kesetimbangan, warna fasa air pada kedua
Erlenmeyer berubah menjadi warna coklat (Erlenmeyer A) dan coklat pekat pada
Erlenmeyer B sedangkan warna fasa kloroform tidak berubah tetap ungu. Ungu
merupakan warna dari iodin. Menandakan pada fasa kloroform tetap hanya terdapat iodin.
Sedangkan pada fasa air terbentuk I3- yang berwarna coklat. Pada Erlenmeyer B fasa air
berwarna coklat pekat karena I3- nya labih banyak daripada di Erlenmeyer A karena pada
Erlenmeyer B ditambahkan larutan KI. Pada kedua Erlenmeyer terbentuk dua fasa karena
air dan kloroform memiliki tingkat kepolaran berbeda sehingga tidak bisa saling bersatu.
Fasa kloroform berada di bagian bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar
daripada air.
Data konsentrasi iodin di dalam fasa air dan fasa kloroform pada Erlenmeyer A dan
B diperoleh dengan cara titrasi. Titrasi yang dilakukan pada percobaan ini merupakan
titrasi redoks. Titran yang digunakan adalah Na2S2O4 0.0257 M. S2O42- merupakan suatu
reduktor kuat yang dapat mereduksi I3- menjadi I- sesuai dengan reaksi:

𝐼2 + 𝐼 − ↔ 𝐼3−
𝐼3− + 2 𝑆2 𝑂32− ↔ 3 𝐼 − + 𝑆4 𝑂62−
𝐼2 + 2 𝑆2 𝑂32− ↔ 2 𝐼 − + 𝑆4 𝑂62−

Indikator yang digunakan pada titrasi ini adalah amilum. Tidak seperti penggunaan
indikator pada titrasi umumnya, amilum ditambahkan pada saat mendekati titik akhir
titrasi. Karena amilum dapat berikatan dengan I2 membentuk kompleks yang sulit
dilepaskan ikatannya jika konsentrasi I2 terlalu banyak. Senyawa yang dititrasi
merupakan spesi I3- yang berwarna coklat. Larutan dititrasi hingga warna coklat memudar
mencapai warna kuning pucat. Pada saat ini ditambahkan indikator amilum sehingga
terbentuk kompleks yang berwarna biru kehitaman. Penambahan titran menyebabkan
warna biru pudar sehingga titik akhir titrasi terjadi ketika warna biru tepat hilang. Pada
kondisi ini, seluruh I3- sudah terreduksi menjadi I- yang tidak berwarna. Konsentrasi I3-
dalam sistem ditentukan dengan mengurangi konsentrasi iodin hasil titrasi fasa air
Erlenmeyer B dengan konsentrasi iodin bebas yang diperoleh dari nilai K D. karena pada
fasa air di Erlenmeyer B terdapat spesi I3- dan iodin yang dapat dititrasi. Sedangkan nilai
konsentrasi I- diperoleh dengan mengurangi konsentrasi KI dengan konsentrasi I3- .
konsentrasi spesi dalam keadaan setimbang merupakan konsentrasi mula-mula dikurangi
konsentrasi yang bereaksi.
Sesaat sebelum titrasi, pada fasa yang akan dititrasi ditambahkan 2 g padatan KI dan
20 mL air. Hal ini bertujuan untuk menambahkan I- sehingga iodin bereaksi dengan I-
membentuk ion kompleks I3- yang dapat dititrasi dengan S2O42-. KI yang ditambahkan
dalam bentuk padatan karena spesi I- mudah teroksidasi menjadi I2 oleh oksigen jika
terkena udara sedangkan dalam bentuk padatan tidak mudah teroksidasi. Air ditambahkan
untuk melarutkan KI dan membilas dinding bagian dalam Erlenmeyer.
Setelah diperoleh konsentrasi ketiga spesi dalam kesetimbangan, barulah dapat
ditentukan nilai Kc. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai Kc sebesar 531.7746 M-1.
Menurut literatur, nilai Kc reaksi I2 + I- ↔ I3- pada suhu 25°C sebesar 740. Sedangkan,
percobaan ini dilakukan pada suhu 30°C. Tetapan kesetimbangan merupakan fungsi dari
suhu. Pada suhu yang berbeda, tetapan kesetimbangan juga berbeda. Sehingga nilai Kc
dari literature tersebut tidak dapat dibandingkan dengan nilai Kc yang diperoleh namun
dapat digunakan sebagai acuan. Diketahui bahwa reaksi pembentukan kompleks ini
merupakan reaksi eksoterm dengan ΔH° = -17.0±0.6 kJ/mol yang berarti melepaskan
energi. Pada suhu yang lebih tinggi, maka nilai tetapan kesetimbangan semakin kecil.
Nilai Kc yang diperoleh pada percobaan ini lebih kecil dari Kc literatur pada 25°C.
Berarti sejauh ini hasil percobaan masih sesuai.

VIII. Kesimpulan
Dari hasil percobaan, diperoleh nilai tetapan kesetimbangan reaksi I2 + I- ↔ I3- sebesar
531.7746 M-1.

IX. Daftar Pustaka


D.A. Skoog, D. M. West, and F. J. Holler, Fundamental of Analytical Chemistry, 7th ed.,
Harcourt College, Fort Worth, TX (1996).
https://link.springer.com/article/10.1007/BF00650374 diakses 28 Maret 2017
https://www.coursehero.com/file/p2r1d89/Iodide-is-oxidized-by-oxygen-in-the-air-4-I-
aq-O-2-g-H-aq-2I-2-aq-H-2-O-l-The/ diakses 28 Maret 2017
X. Lampiran
(sumber: http://hopf.chem.brandeis.edu/pubs/pub234%20rep.pdf diakses 28 Maret 2017)

Anda mungkin juga menyukai