Anda di halaman 1dari 12

PENCOKLATAN ENZIMATIS

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


KIMIA HASIL PERTANIAN

Disusun Oleh :
YUDHI ARIANTO
15/17901/THP-STIPP B

SARJANA TEKNOLOGI INDUSTRI PERKEBUNAN DAN


PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seringkali terjadi buah apel, pir, kentang atau salak, yang baru saja
dikupas, daging buah atau umbinya menjadi berwarna coklat. Dalam ilmu
pangan, gejala itu dinamai browning atau pencoklatan. Yaitu, terbentuknya
warna coklat pada bahan pangan secara alami atau karena proses tertentu dan
yang pasti bukan akibat zat warna. Pada kelompok buah-buahan seperti apel,
pir, salak dan juga kentang, proses pencoklatan itu nampaknya tak
dikehendaki. Pencoklatan pada buah apel dan buah lain setelah dikupas
disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO). Untuk
mencegah terbentuknya warna coklat pada buah-buah itu, kita dapat
melakukannya dengan cara blanching atau pemanasan. Bahan pangan sayur
dan buah dapat mudah mengalami pencoklatan jika bahan pangan tersebut
terkelupas atau dipotong. Pencoklatan (browning) merupakan proses
pembentukan warna kuning yang akan segera berubah menjadi coklat gelap.
Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh
enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Bahan pangan tertentu, seperti
pada sayur dan buah, senyawa fenol dan kelompok enzim oksidase tersebut
tersedia secara alami. Oleh karena itu pencoklatan yang terjadi disebut juga
reaksi pencoklatan enzimatis.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui zat – zat yang mempengaruhi pencoklatan enzimatis
dan proses enzimatis terjadi.
1.3 Manfaat
1. Praktikan dapat menentukan penanganan pada buah atau bahan lainya
untuk proses pengolahan.
2. Mempelajari factor terjadinya pencoklatan enzimatis pada bahan makanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencoklatan (Browning)
Reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada
sayuran dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan
pigmen warna. Reaksi pencoklatan (browning) dapat dibedakan menjadi
reaksi pencoklatan enzimatis dan reaksi pencoklatan non-enzimatis.
Pencoklatan enzimatik yang melibatkan enzim polifenol oksidase ini
membentuk melanin sehingga menyebabkan warna coklat. Reaksi yang
menyebabkan warna coklat ini merupakan suatu reaksi kimia yang dikenal
sebagai oksidatif enzimatik dengan oksigen sebagai katalisator dalam reaksi
tersebut. Jadi reaksi pencoklatan enzimatik ini membutuhkan tiga agen utama
yaitu oksigen (dibantu katalis Cu+), enzim (polifenolase/ PPO) serta
komponen fenolik (Margono, 1993).
Enzim poliphenoloksidase dan peroksidase berpengaruh besar terhadap
buah dan sayur dan memiliki peranan penting terhadap reaksi katalis oksidatif
dalam pembentukan pigmen coklat. Biokimia strukturnya secara internasional
digambarkan bahwa poliphenolase sebagai oksigen oksidorediktase. Karena
tingginya kandungan phenolic pada buah seperti apel, pear, pisang, dll.
Polyphenoloksidase merupakan stimulasi (penyebab) utama terjadinya
pencoklatan setelah pengupasan atau pengirisan dan selama proses
pengolahan. Walaupun pencoklatan pada irisan buah dianggap tidak
menyenangkan atau menguntungkan dan berbagai perlakuan yang telah
ditemukanuntuk menghambat aktivitas enzim. Produk seperti teh, coklat, dan
kopi tetap mengandalkan aktivitas poliphenoloksidase untuk memperbaiki
warna dan aromanya. Enzim peroksidase (donor H2O2, oksidoreduktase)
mampu mentransfer oksigen dari berbagai sumber peroksidase yang
terkandung dalam buah dan sayuran yang dihasilkan oleh pigmen pencoklatan
dan mungkin juga bereaksi dengan poliphenoloksidase dalam buah (Ishak,
2009)
2.2 Penghambatan Pencoklatan
Pencegahan pencoklatan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pengurangan oksigen (O2) atau penggunaan antioksidan, misalnya vitamin
C ataupun senyawa sulfit. Antioksidan dapat mencegah oksidasi
komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna gelap. Sulfit dapat
menghambat enzim fenolase pada konsentrasi satu ppm secara langsung
atau mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat sebelumnya,
sedangkan penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon
berwarna hasil oksidasi (o-quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol)
tak berwarna. Asam askorbat selanjutnya dioksidasi menjadi asam
dehidroaskorbat. Ketika vitamin C habis, komponen berwarna akan
terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi dan menjadi produk antara yang
irreversibel. Jadi produk berwama hanya akan terjadi jika vitamin C yang
ada habis dioksidasi dan quinon terpolimerisasi.
b. Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzim
mometiltransferase sebagai penginduksi.
c. Mengurangi komponen-komponen yang bereaksi browning melalui
deaktivasi enzim fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu
kofaktor esensial yang terikat pada enzim PPO). Chelating agent EDTA
atau garamnya dapat digunakan untuk melepaskan komponen Cu dari
enzim sehingga enzim menjadi inaktif.
d. Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi
optimum pada suhu 30-40ºC. Pada suhu 45ºC enzim mulai terdenaturasi
dan pada suhu 60ºC mengalami dekomposisi.
e. Penambahan sulfit. Larutan sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya
browning secara enzimatis maupun non enzimatis, selain itu juga sulfit
berperan sebagai pengawet. Pada browning non enzimatis, sulfit dapat
berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada pada bahan. Hasil
reaksi tersebut akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya
warna coklat. Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan mereduksi
ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis
oksidasi senyawa fenolik penyebab browning. Sulfit merupakan racun
bagi enzim, dengan menghambat kerja enzim esensial. Sulfit akan
mereduksi ikatan disulfida enzim mikroorganisme, sehingga aktivitas
enzim tersebut akan terhambat. Dengan terhambatnya aktivitas enzim,
maka mikroorganisme tidak dapat melakukan metabolisme dan akhirnya
akan mati. Sulfit akan lebih efektif dalam bentuk yang bebas atau tidak
terdisosiasi, sehingga sebelum digunakan sulfit dipanaskan terlebih
dahulu. Selain itu, sulfit yang tidak terdisosiasi akan lebih terbentuk pada
pH rendah (2,5 – 4), dan pada pembuatan manisan bengkoang ini, pH
rendah atau suasana asam diperoleh dari penambahan asam sitrat.
f. Pemberian asam sitrat. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap
molekulnya mengandung tiga gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus
hidroksil yang terikat pada atom karbon di tengah. Asam sitrat termasuk
asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat asam dan ditambahkan pada
proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Asidulan dapat
bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste
yang tidak disukai. Sifat senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan
mikroba dan bertindak sebagai pengawet. Asam sitrat (yang banyak
terdapat dalam lemon) sangat mudah teroksidasi dan dapat digunakan
sebagai pengikat oksigen untuk mencegah buah berubah menjadi berwarna
coklat. Ini sebabnya mengapa bila potongan apel direndam sebentar dalam
jus lemon, warna putih khas apel akan lebih tahan lama. Asam ini
ditambahkan pada manisan buah dengan tujuan menurunkan pH manisan
yang cenderung sedang sampai di bawah 4,5. dengan turunnya pH maka
kemungkinan mikroba berbahaya yang tumbuh semakin kecil. Selain itu
pH yang rendah akan mendisosiasi sulfit dan benzoat menjadi molekul-
molekul yang aktif dan efektif menghambat mikroorganisme (Winarno,
1997).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Tanggal dan Tempat Praktikum
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2016 di laboratorium
fakultas teknologi pertanian.
3.2 Alat dan Bahan
Pada praktikum ini ada beberapa alat yang dipakai yaitu pisau, petridish,
gelas beaker 600 ml, kompor pemanas dan label. Bahan yang dipakai yaitu
apel, pisang, larutan vitamin C 0,5%, laritan gula 25 %, dan air panas
mendidih.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Teoritis
1. Memotong masing-masing buah apel dan pisang dengan bentuk yang
ditentukan dan diberi perlakuan sebagai berikut :
a. Membiarkan pada suhu kamar selama 75 menit.
b. Merendam dalam larutan vitamin C 0,5 % selama 30 detik
kemudian membiarkan terbuka pada suhu kamar selama 75
menit.
c. Merendam dalam larutan gula 25 % selama 30 detik kemudian
membiarkan terbuka pada suhu kamar selama 75 menit.
d. Memblanding dengan pencelupan air mendidih, 1 potong selama
30 detik dan 1 potong lagi selama 30 menit kemudian
membiarkan terbuka pada suhu kamar selama 75 menit.
2. Melakukan pengamatan setelah waktu 75 menit, lalu mencatat setiap
ada perubahan warna.
3.3.2 Diagram Alir

Disapkan bahan yang akan digunakan.

Dipotong apel dan pisang secara tipis.

Dilakukan beberapa perlakuan pada pisang dan apel


yang dipotong, yaitu dibiarkan pada suhu terbuka,
direndam pada larutan vitamin C, larutan gula dan air
panas, mendidih.

Dibiarkan pada suhu terbuka selama 75 menit.

Dilakukan pengamatan perubahan warna

Diagram alir 1. Pencoklatan Enzimatis


BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
A. Tabel Pengamatan Pencoklatan Secara Enzimatis
Perubahan
No. Bahan Larutan
Awal Akhir
1. Apel Kontrol - +
Pisang + +
2. Apel Larutan Vitamin C - +
Pisang 0,5 % + ++
3. Apel Larutan Gula 25 % - +
Pisang + ++
4. Apel Air mendidih - +
Pisang + ++

Keterangan browning : - : Tidak coklat

+ : Sedikit coklat

++ : Coklat
4.2 Pembahasan
Proses browning adalah proses kecoklatan pada buah yang terjadi
akibat proses enzimatik oleh polifenol oksidasi. Pada umumnya proses
browning sering terjadi pada buah–buahan seperti alpukat, pisang, pear,
salak, pala, dan apel. Browning secara enzimatik terjadi pada buah-buahan
yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Senyawa fenolik banyak
sekali yang dapat bertindak sebagai substrat dalam proses browning
enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Contohnya substrat yang baik
adalah senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang
saling berdekatan. Proses pencoklatan enzimatik akan terjadi apabila adanya
reaksi antara enzim fenol oksidase dan oksigen dengan substrat tersebut. Pada
pencoklatan enzimatis seperti pada buah alpukat dan buah lain setelah
dikupas disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO).
Pada percobaan ini dilakukan dengan 3 pada buah apel dan buah pisang.
Setelah dilakukan percobaan terjadi reaksi pencoklatan enzimatis diantaranya
pada perlakuan perendaman dengan larutan vitamin c 0,5 %, larutan gula 25
% dan air mendidih. Hasil pengamatan intensitas warna kecoklatan pada
irisan buah apel untuk 3 perlakuan mendapatkan hasil yang sama yaitu hanya
sedikit coklat. Hasil pengamatan warna kecoklatan untuk buah pisang pada 3
perlakuan semuanya berubah menjadi coklat, hanya pada kontrol saja yg
sedikit kecoklatan.
Dalam pelaksanaan praktikum, prcobaan ynag efektif untuk pencegahan
pencoklatan adalah pada perendaman air mendidih dan perendaman Asam
sitrat. Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau
menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat senyawa ini dapat
mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai pengawet. Asam
sitrat (yang banyak terdapat dalam lemon) sangat mudah teroksidasi dan
dapat digunakan sebagai pengikat oksigen untuk mencegah buah berubah
menjadi berwarna coklat. Ini sebabnya salah satu contoh penggunaan asam
sitrat digunakan untuk pencegahan pencoklatan potongan apel direndam
sebentar dalam jus lemon, warna putih khas apel akan lebih tahan lama.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum pencoklatan enzimatis dapat diambil
kesimpulan bahwa Pengaruh pencoklatan yang terjadi pada buah terhadap
kandungan gizi dan mutu pada buah meliputi total vitamin C, total asam, total
padatan terlarut serta perubahan warna, tekstur dan aroma pada buah
yang mengakibatkan kandungan gizi dan mutu buah tersebut menurun.
Proses browning dapat dicegah dengan menggunakan beberapa larutan dan
menggunakan air mendidih atau dengan uap panas. Hasil praktikum
seharusnya pada control buah pisang dan apel terjadi perubahan warna coklat
lebih jelas, tetapi terjadi kesalahan pada saat praktikum, perubahan warna
pada 3 perlakuan lebih coklat. Kesalahan dalam praktikum adalah, dari bahan
yang kurang bagus dan pengamatan terhadap waktunya tidak teliti.

5.2 Saran
Untuk Peralatan agar disediakan sesuai kebutuhan setiap kelompok agar
dalam pelaksanaan praktikum sesuai waktunya.
DAFTAR PUSTAKA

Ishak, 2009. Penuntun Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan. Makassar:


Tim Asisten.
Margono, T dkk. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Jakarta : Pusat
Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

Yogyakarta, 15 Oktober 2016


Mengetahui,
Co.Ass Praktikan

(Brain Aldo Sinaga) (Yudhi Arianto)


LAMPIRAN

Dipotong pisang dan diletakkan di Dipotong apel dan diletakkan di


petridish petridish

Dilakukan Pengamatan Direndam pisang pada air mendididh

Anda mungkin juga menyukai