:
CNRD
Jerman
&
Fakultas
Geografi
UGM
Format
:
Digital
Full
HD
PH
:
The
Rockies
Film
Duration
:
13
minutes
Prod.
year
:
2011
_____________________________________________________________________________________________
Judul:
Gunung
merapi;
Potensi
Bahaya
dan
Kemakmuran
Masyarakat
Premise:
Kearifan
manusia
dalam
melihat
fenomena
alam
diperlukan
untuk
membangun
optimisme
dalam
menghadapi
dampak
kehancuran
akibat
bencana
alam.
Sinopsis:
Film
dokumenter
ini
menceritakan
tentang
dampak
letusan
Merapi
di
tahun
2010.
Satu
sisi,
kehancuran
dan
kehilangan
merupakan
dampak
langsung
yang
diakibatkan
dari
letusan
tersebut,
namun
di
sisi
lain,
dengan
pengelolaan
yang
baik
masyarakat
akan
memperoleh
sumber
daya
alam
yang
mampu
memberikan
kemakmuran
dalam
hidup
Fakta-‐fakta
itulah
yang
akan
dihadirkan
dalam
dokumenter
ilmiah
popular
ini.
Didukung
dengan
pendapat
para
ahli,
diharapkan
pesan
moral
yang
dihadirkan
dalam
film
ini
bisa
ditangkap
atau
diterima
dengan
baik
oleh
para
penonton.
Narasi:
Gunung
Merapi,
merupakan
salah
satu
gunungapi
paling
aktif
di
dunia.
Terletak
di
perbatasan
Yogyakarta
dan
Jawa
Tengah,
dan
merupakan
hasil
dari
penunjaman
lempeng
tektonik.
Sebagai
salah
satu
gunungapi
yang
paling
aktif
di
Indonesia,
Merapi
tercatat
mengalami
erupsi
setiap
dua
hingga
lima
tahun
sekali.
Sejak
tahun
{
HYPERLINK
"http://id.wikipedia.org/wiki/1548"
\o
"1548"
}
hingga
kini,
gunung
ini
sudah
meletus
sebanyak
68
kali.
Meski
termasuk
dalam
kategori
gunung
yang
berbahaya,
masyarakat
setempat
tetap
percaya
bahwa
keindahan
alam,
kesuburan,
dan
kandungan
material
yang
dimiliki
Merapi
mampu
memberikan
penghidupan
bagi
masyarakat
yang
tinggal
disekitarnya.
Dipertengahan
September
2010,
ketenangan
hidup
masyarakat
di
sekitar
Merapi
mulai
terusik.
Merapi
kembali
terbangun
dari
tidurnya
setelah
aktifitas
terakhirnya
di
tahun
2006,
dan
seperti
yang
diperkirakan
oleh
para
ahli,
aktifitas
Merapi
semakin
tidak
terkendali
dan
akhirnya
erupsi
terjadi
pada
26
Oktober
2010
dan
mencapai
puncaknya
pada
5
November
2010.
Letusan
Merapi
di
tahun
2010
ini
merupakan
letusan
yang
berbeda
dari
letusan-‐letusan
sebelumnya.
(Statement)
“Tanggal
26
Oktober
sore
hari
terjadi
letusan
pertama
kali
berupa
directed
blast,
semacam
awan
panas
yang
disemburkan
langsung
dari
kawah
di
puncak
Merapi,
karena
waktu
itu
kubah
lavanya
masih
besar,
belum
terangkat,
sehingga
ia
menembus
samping
menghasilkan
apa
yang
saya
sebut
sebagai
directed
blast
kemudian
langsung
menerjang
daerah
Kinahrejo
dan
sekitarnya,
sampai
jarak
kira-‐kira
hampir
8
km
dari
puncak
merapi,
yang
pada
saat
itu
menyebabkan
kematian
atau
memakan
korban
yang
awalnya
sekitar
30
jiwa
terkena
langsung
dari
direct
blast
tadi”.
Masa
letusan
ini
disebut
sebagai
krisis
Merapi
yang
paling
mencekam
dalam
kehidupan
masyarakat
di
sekitar
gunungapi
Merapi.
Gunungapi
ini
seakan
murka
dan
memuntahkan
segala
material
vulkanik
dari
perutnya.
Salah
satunya
adalah
lava.
Aliran
lava
pijar
menyebabkan
hancurnya
desa-‐desa
di
sekitar
Merapi.
Selain
aliran
lava
pijar,
bahaya
primer
yang
muncul
adalah
aliran
material
piroklastik
atau
awan
panas,
yang
sering
disebut
dengan
istilah
wedhus
gembel
dalam
terminologi
masyarakat
Yogyakarta.
(Statement)
“Dampak
negatif
dari
awan
panas
tersebut
memang
pertama
menimbulkan
korban
jiwa
manusia
yang
mencapai
(menurut
data
BNPB)
sekitar
398
atau
hampir
400
jiwa.
Kemudian
korban-‐korban
kerusakan
infrastruktur
dan
harta
benda
milik
masyarakat
sangat
besar
karena
hampir
semua
kawasan
rawan
bencana
tiga
di
lereng
selatan
itu
terkena
dampak
awan
panas,
bahkan
melampaui
kawasan
rawan
bencana
gunung
merapi
yang
kita
petakan
tahun
2002.
Yang
pada
waktu
itu
kali
Gendol
hanya
kira-‐kira
7
km
kini
mencapai
15
km.
Oleh
sebab
itu
banyak
sekali
rumah-‐rumah
penduduk
yang
terlanda
oleh
awan
panas,
banyak
yang
mengalami
kerusakan
berat
maupun
kerusakan
ringan
Selain
menghasilkan
bahaya
primer,
erupsi
Merapi
juga
menimbulkan
bahaya
sekunder
berupa
banjir
lahar.
Aliran
lahar
terjadi
ketika
hujan
membawa
material
hasil
erupsi
berupa
butir
lempung
dan
batuan
dalam
berbagi
ukuran
melalui
lembah-‐lembah
sungai.
Akibat
dari
banjir
lahar
adalah
rusaknya
infrastruktur,
permukiman,
serta
lahan
pertanian.
(Statement)
“Jadi
tidak
hanya
infrstruktur
jembatan
dan
jalan,
tetapi
juga
banyak
melanda
pemukiman
penduduk
yang
tinggal
di
bantaran
sungai,
karena
morfologi
sungai
sudah
berubah
total
sejak
dulu.
Sehingga
banyak
sungai
yang
menyempit,
sehingga
ketika
terjadi
aliran
lahar
kembali
banyak
rumah-‐rumah
yang
terlanda
oleh
banjir
lahar.
Disamping
itu
juga
banjir
lahar
masuk
ke
dalam
tanah
persawahan
dan
perkebunan
penduduk
khususnya
di
lereng
selatan
maupun
di
lereng
barat
gunung
lawu”.
Letusan
Gunung
Merapi
di
akhir
tahun
2010
menyisakan
kesedihan
mendalam.
Bencana
ini
telah
merenggut
harta
dan
nyawa
yang
tidak
sedikit,
belum
pula
dampak
psikologis
para
korban
bencana
ini.
Namun
kini
ketika
letusan
telah
usai,
geliat
wisata
Merapi
makin
menampakkan
potensinya.
Letusan
yang
awalnya
dianggap
hanya
sebagai
bencana,
kini
dapat
menjadi
ladang
usaha
bagi
masyarakat
setempat.
Merapi
mendatangkan
bencana
namun
juga
mendatangkan
anugerah
bagi
masyarakat
di
sekitarnya.
Material
hasil
erupsi
Merapi
merupakan
bahan
tambang
yang
bernilai
ekonomi.
Penambangan
pasir
dan
batu
merupakan
mata
pencaharian
pokok
sebagian
besar
masyarakat
di
lereng
Merapi.
Erupsi
Merapi
tahun
2010
meninggalkan
jejak
yang
menjadi
pusat
perhatian
masyarakat.
Jejak
erupsi
2010
Merapi
menjadi
objek
yang
menarik
bagi
masyarakat
baik
dari
dalam
maupun
luar
negeri.
Hal
ini
menjadikan
banyak
orang
yang
berkunjung
pada
objek-‐objek
sisa
erupsi.
Objek
wisata
ini
sering
disebut
dengan
lava
tour.
Terdapat
beberapa
objek
wisata
lava
tour
di
Kecamatan
Cangkringan,
Propinsi
DIY.
Sebagai
contoh
misalnya
objek
wisata
di
Kepuharjo
yang
menyuguhkan
pemandangan
pasca
erupsi
dan
napak
tilas
mbah
Maridjan.
Lain
lagi
dengan
objek
wisata
di
Argomulyo
yang
menyuguhkan
aliran
lahar
Kali
Gendol
dengan
pasir
yang
menggunung
di
sekitarnya.
Keberadaan
objek
wisata
ini
membawa
keuntungan
bagi
masyarakat
sekitar
karena
dapat
menambah
penghasilan.
(Statement)
“Erupsi
tahun
2010
yang
lalu
memberikan
dampak
positif
pada
kenaikan
resilience
atau
awareness
dari
masyarakat
yang
lebih
mampu
mengenal
bagaimana
mekanisme
erupsi
tersebut
sehingga
masyarakat
kapasitasnya
lebih
bagus,
perhatiannya
masyarakatnya
lebih
bagus,
dan
juga
persepsi
masyarakat
terhadap
erupsi
gunung
api
juga
lebih
baik,
dalam
hal
ini
masyarakat
diharapkan
untuk
erupsi
mendatang
lebih
siap
dibandingkan
erupsi
yang
lalu”.
Selain
berdampak
positif
bagi
perekonomian
masyarakat
Merapi,
peristiwa
erupsi
juga
menarik
perhatian
para
peneliti
untuk
meneliti
mempelajari
merapi.
(Statement)
“Dari
sisi
akademik,
dari
sisi
scientist,
bahwa
erupsi
2010
membawa
berkah
juga
bagi
perguruan
tinggi
terutama
dalam
hal
jumlah
riset
yang
memfokuskan
pada
tema
Merapi
dan
tema
vulkanik
pada
umumnya”.
“
Selain
itu
juga,
bahwa
banyak
peneliti
asing
yang
tertarik
dengan
Merapi
sehingga
mereka
banyak
sekali
yang
ingin
berkolaborasi
dengan
UGM,
baik
itu
peneliti
asing
dari
asia,
dari
Jepang
ataupun
dari
eropa:
dari
Perancis,
dari
Jerman,
dari
Inggris,
dan
lain
sebagainya”.
Meski
ingatan
dan
traumatik
akan
kejadian
bencana
merapi
2010
masih
sangat
membekas,
namun
sebagian
masyarakat
Merapi
tidak
pernah
berniat
untuk
meninggalkan
gunung
ini.
Mereka
perlahan
telah
kembali
dari
pengungsian
dan
memulai
hidup
yang
baru
dengan
membangun
desa-‐desa
mereka
kembali.
Bagi
masyarakat
Merapi
khususnya,
gunungapi
Merapi
telah
menjadi
bagian
hidup
mereka,
begitupun
dengan
masyarakat
Yogyakarta
pada
umumnya.
Merapi
akan
selalu
menjadi
fenomena
yang
dimiliki
Yogyakarta
dalam
menjalani
perkembangannya
ketika
tumbuh
menjadi
sebuah
provinsi
yang
modern,
yang
selalu
menjaga
kearifan
diri
dengan
memberi
ruang
kepada
alam
agar
alam
lebih
leluasa
mencari
keseimbangan
baru.
Keseimbangan
yang
nantinya
juga
untuk
kesejahteraan
manusia,
karena
Merapi
selalu
memberi
dan
tidak
pernah
meminta
kembali.
The
End