PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
Langkah-langkah peningkatan Kualitas, penilaian, dimensi mutu keperawatan,alat
peningkatan kualitas.
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Quality Improvement adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data
kualitas, serta menentukan dan menginterpretasikan pengukuran-pengukuran yang
menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan
kualitas produk, guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
Hal penting yang menjadi sebuah catatan adalah mutu yang rendah masih
dapat kita tingkatkan bila kita berkehendak untuk melakukannya dengan
melakukan peningkatan mutu ( quality improvement ).
Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan
yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan
kepuasan.(American society for quality control). Mutu adalah “fitness for use” atau
kemampuan kecocokan penggunaan.(J.M. Juran, 1989).
3
Berdasarkan uraian di atas, maka mutu dapat dikatakan sebagai kondisi
dimana hasil dari produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan, standar yang berlaku
dan tercapainya tujuan. Mutu tidak hanya terbatas pada produk yang menghasilkan
barang tetapi juga untuk produk yang menghasilkan jasa atau pelayanan termasuk
pelayanan keperawatan.
B. KEUNTUNGAN
Untuk memahaminya, definisi “quality” sebagai “fit for purpose” dapat dibagi
menjadi dua kategori:
4
C. LANGKAH-LANGKAH PENINGKATAN KUALITAS
a. Specific : Tujuan program harus bersifat spesifik yang dinyatakan secara tegas.
Tim peningkatan kualitas harus menghindari pernyataan-pernyataan tujuan yang
bersifat umum dan tidak spesifik.
b. Measurable : Tujuan program harus dapat diukur menggunakan indicator
pengukuran yang tepat guna mengevaluasi keberhasilan, peninjuan-ulang, dan
tindakan perbaikan diwaktu mendatang. Pengukuran harus mampu memunculkan
fakta-fakta yang dinyatakan secara kuantitatif menggunakan angka-angka.
c. Achievable : Tujuan program harus dapat dicapai melalui usaha-usaha yang
menantang
d. Result oriented : Tujuan program harus berfokus pada hasil-hasil berupa
pencapaian target-target kualitas yang ditetapkan
e. Time related : Tujuan harus menetapkan batas waktu pencapaian tujuan dan
harus dicapai tepat waktu
5
D: Do or implement the solution(s) (melaksanakan atau menerapkan rencana solusi
terhadap masalah)
Hasil-hasil yang memuaskan dari tindakan peningkatan kualitas atau solusi masalah
harus distandardisasikan dan selanjutnya melakukan peningkatan terus-menerus pada
jenis masalah yang lain. Standardisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang
sama terulang kembali.
6
D. 7 ALAT PENINGKATAN KUALITAS
Manajemen Kualitas seringkali disebut sebagai the problem solving, sehingga
manajemen kualitas dapat menggunakan metodologi dalam problem solving tersebut
untuk meengadakan perbaikan (Ridman dan Zachary, 1993). Ada berbagai alat untuk
melakukan peningkatan kualitas yang dapat digunakan dalam organisasi, antara lain:
1. Flow Charts
Menggambarkan urutan kegiatan secara grafis dalam menyelesaikan tugas. Dan
harus mencerminkan proses sebenarnya bukan apa yang pemilik proses ingin hal
itu terjadi. Dengan menghasilkan flow chart, pemilik proses dapat memahami
proses dan hubungan kerja antara orang-orang dan organisasi akan diperjelas.
Selanjutnya, diagram alir akan menunjukkan upaya digandakan dan nilai tambah
lainnya. Jadi pemilik proses dapat mengidentifikasi langkah-langkah target
tertentu dalam rangka perbaikan terus menerus.
2. Cause and Effect Diagrams
Diagram ini menunjukkan pemahaman tentang tim pemecahan Masalah dan
menghasilkan penemuan secara aktif tentang penyebab masalah, serta memberi
petunjuk untuk pengumpulan datanya
3. Check Sheets
Tujuan pembuatan lembar pengecekan adalah menjamin bahwa data
dikumpulkan secara teliti dan akurat oleh karyawan operasional untuk diadakan
pengendalian proses dan penyelesaian masalah. Data dalam lembar pengecekan
tersebut nantinya akan digunakan dan dianalisis secara cepat dan mudah.
4. Histograms
Histogram menjelaskan variasi proses, namun belum mengurutkan rangking dari
variasi terbesar sampai dengan yang terkecil. Histogram juga menunjukkan
kemampuan proses, dan apabila memungkinkan, histogram dapat menunjukkan
hubungan dengan spesifikasi proses dan angka-angka nominal, misalnya rata-rata.
Dalam histogram, garis vertikal menunjukkan banyaknya observasi tiap-tiap
kelas
7
5. Pareto Diagrams
Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi data
dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat
membantu menemukan permasalahan yang terpenting untuk segera diselesaikan
(ranking tertinggi) sampai dengan yang tidak harus segera diselesaikan (ranking
terendah).Selain itu, Diagram Pareto juga dapat digunakan untuk mem-
bandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses, sebelum
dan setelahdiambil tindakan perbaikan terhadap proses
6. Scatter Diagrams
Scatter diagram merupakan cara yang paling sederhana untuk menentukan
hubungan antara sebab dan akibat dari dua variabel.
7. Control Charts
Grafik control diciptakan oleh Walter A.Shewhart di tahun 1920. Alat-alat ini
terdiri dari kualitas grafik garis di lengkapi dengan batas maksimum dan batas
minimum yang menyediakan area control.Batas maksimum sering disebut
control batas atas dan batas minimum sering disebut batas kendali bawah.
Sedangkan garis tengah menunjukkan perkiraan proses mean. Karena nilai
tersebut berada di area control . proses ini dapat dinyatakan sebagai proses
terkendali.Nilai diluar wilayah control menunjukkan bahwa proses ini tidak lagi
stabil karena variasi beberapa penyebab.dengan demikian proses ini
membutuhkan tindakan korektif yang tepat untuk menghilangkan sumber-sumber
variasi.grafik control juga menjukkan proses perubahan dari waktu ke waktu.
Jika perubahan itu baik, penyebabnya harus diidentifikasin dan mungkin menjadi
proses yang baru.sebaliknya jika perubahan itu buruk, penyebabnya harus
diidentifikasi dan kemudian di hilangkan.
8
E. Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan
Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien yang
meliputi ‘fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf keperawatan’. Sehingga dalam
pelayanan keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui : kebersihan,
kerapian, dan kenyamanan ruang perawatan; penataaan ruang perawatan;
kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan perawatan yang digunakan; dan
kerapian serta kebersihan penampilan perawat.
2. Reliability (keandalan)
3. Responsiveness (ketanggapan) :
Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau membantu pelanggan’ dan
memberikan’pelayanan yang cepat/tanggap’. Ketanggapan juga didasarkan pada
persepsi pasien sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu ketanggapan dalam
pelayanan keperawatan dapat dijabarkan sebagai berikut : perawat memberikan
9
informasi yang jelas dan mudah dimengerti oleh pasien; kesediaan perawat
membantu pasien dalam hal beribadah; kemampuan perawat untuk cepat tanggap
menyelesaikan keluhan pasien; dan tindakan perawat cepat pada saat pasien
membutuhkan.
5. Emphaty (empati)
Empati lebih merupakan ’perhatian dari perawat yang diberikan kepada pasien
secara individual’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi empati
dapat diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian khusus
kepada setiap pasien; perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya;
perawatan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang status sosial dan
lain-lain.
Uraian mengenai dimensi mutu di atas akan membantu kita untuk menentukan
mutu pelayanan keperawatan. Mutu pelayanan keperawatan jika dipandang sebagai
suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan outcome, maka mutu pelayanan
keperawatan merupakan interaksi dan ketergantungan antara berbagai aspek,
10
komponen atau unsur pelayanan keperawatan. Dan untuk menjaga mutu pelayanan
keperawatan perlu dilakukan penilaian sebagai evaluasi dari mutu pelayanan tersebut.
11
a. Fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman,
serta penataan ruang perawatan yang indah;
b. Peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan
baik;
c. Staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas
d. Keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi
dana.
Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik,
baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.
2. Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini
merupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil (outcome).
Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan
(perawat) dan interaksinya dengan pasien.
Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan,
prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan terhadap
perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan
tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai
dengan standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak
berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses
dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan
keperawatan.. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari dokumentasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini difokuskan pada
pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan oleh perawat terhadap pasien dengan
menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan. Dan dalam penilaiannya dapat
menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi keperawatan.
Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan
12
standar operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas
pelaksanaannya.
3. Hasil (Outcome)
13
G. Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan
14
2. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan
perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an. Menurut
Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit
yaitu Total Quality Management dimaksudkan pada program industry
sedangkan Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijonon (2000)
mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya
peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan
keperawatan yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan
yang ditetapkan standar yang berlaku.
Pendapat lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994)
bahwa Quality Improvement merupakan manajemen filosofi untuk menghasilkan
pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality Improvement sebagai filosofi
peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu proses yang dihubungkan dengan
memberikan pelayanan yang baik yaitu yang dapat menimbulkan kepuasan pelanggan
(Shortell, Bennett dan Byck, 1998).
Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam
keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara
terus menerus yang memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan
kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai karakteristik-karakteristik
yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.
15
BAB III
PENUTUP
Hal penting yang menjadi sebuah catatan adalah mutu yang rendah masih
dapat kita tingkatkan bila kita berkehendak untuk melakukannya dengan
melakukan peningkatan mutu ( quality improvement ).
16
DAFTAR PUSTAKA
EtikaLavleeHongki.(2012). ManajemenKeperawatan.http://www.slideshare.net/etikar
s/31801 900-manajemenkeperawatan?related=1.
17