Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah


sakit. Hal ini terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam kepada
pasien yang membutuhkannya, berbeda dengan pelayanan medis dan pelayanan
kesehatan lainnya yang hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada kliennya. Dengan demikian pelayanan
keperawatan perlu ditingkatkan kualitasnya secara terus-menerus dan
berkesinambungan sehingga pelayanan rumahsakit akan meningkat juga seiring
dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. (Ritizza, 2013)

Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan


fungsi dari manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan
adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh manajer/ pengelola
keperawatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta
mengawasi sumber-sumber yang ada, baik sumber daya maupun sumber dana
sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien baik
kepada klien, keluarga dan masyarakat. (Donny, 2014).

Quality Improvement adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data


kualitas, serta menentukan dan menginterpretasikan pengukuran-pengukuran yang
menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan
kualitas produk, guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Mengingat pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan, maka


dalam makalah ini penulis akan menguraikan tentang pengertian, keuntungan,

1
Langkah-langkah peningkatan Kualitas, penilaian, dimensi mutu keperawatan,alat
peningkatan kualitas.

B. TUJUAN

Tujuan Umum

Mahasiswa Mengetahui mengenai Quality Improvement dalam Pelayanan


Keperawatan

Tujuan Khusus

1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pengertian Quality Improvement


2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Keuntungan Quality Improvement
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Langkah-langkah peningkatan Kualitas
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Alat-alat peningkatan Kualitas
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan
7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFENISI
Quality Improvement adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data
kualitas, serta menentukan dan menginterpretasikan pengukuran-pengukuran yang
menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan
kualitas produk, guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Proses peningkatan mutu (Quality Improvement ) adalah mengidentifikasi


indikator mutu dalam pelayanan, memonitor indikator tersebut dan mengukur hasil
dari indikator mutu tersebut yang tentunya mengarah pada outcome, serta selalu
berfokus dalam rangka peningkatan proses, sehinga tingkat mutu dari hasil yang
dicapai akan meningkat. Tentunya upaya peningkatan mutu ( Quality
Improvement ) dilakukan dengan terlebih dahulu diawali dari jaminan mutu (quality
assurance), kemudian mengarah pada peningkatan mutu yang proaktif.

Hal penting yang menjadi sebuah catatan adalah mutu yang rendah masih
dapat kita tingkatkan bila kita berkehendak untuk melakukannya dengan
melakukan peningkatan mutu ( quality improvement ).

Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan
yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan
kepuasan.(American society for quality control). Mutu adalah “fitness for use” atau
kemampuan kecocokan penggunaan.(J.M. Juran, 1989).

3
Berdasarkan uraian di atas, maka mutu dapat dikatakan sebagai kondisi
dimana hasil dari produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan, standar yang berlaku
dan tercapainya tujuan. Mutu tidak hanya terbatas pada produk yang menghasilkan
barang tetapi juga untuk produk yang menghasilkan jasa atau pelayanan termasuk
pelayanan keperawatan.

B. KEUNTUNGAN

Untuk memahaminya, definisi “quality” sebagai “fit for purpose” dapat dibagi
menjadi dua kategori:

1. Keuntungan dari peningkatan kualitas: Menghadirkan fitur-fitur yang dapat


memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan:
a. Meningkatkan kepuasan pelanggan
b. Meningkatkan nilai jual produk
c. Bertahan dalam kompetisi
d. Memperbesar market share
e. Mendatangkan penjualan
f. Memungkinkan untuk mempertahankan harga premium
g. Mengurangi resiko
h. Efek utamanya terletak pada revenue.

Keuntungan dari peningkatan kualitas: Bebas kesalahan dalam prosesnya:

a. Mengurangi frekuensi terjadinya kesalahan


b. Mengurangi rework dan waste (Pemborosan Transportasi)
c. Mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan di lapangan dan biaya garansi
d. Mengurangi angka ketidak-puasan pelanggan
e. Mengurangi kebutuhan akan inspeksi dan tes
f. Memperpendek waktu rilis antar produk (lebih sering meluncurkan produk
baru di pasaran)

4
C. LANGKAH-LANGKAH PENINGKATAN KUALITAS

Langkah-langkah peningkatan kualitas menggunakan konsep PDCA. Konsep


PDCA merupakan langkah-langkah yang sering digunakan dalam analisis dan solusi
masalah kualitas, sebagai berikut :

P: Plan the solution(s) (merencanakan solusi masalah)

Rencana penyelesaian masalah berfokus pada tindakan-tindakan untuk


menghilangkan akar penyebab dari masalah yang ada. Elemen-elemen yang harus ada
dalam proses perencanaan sistem manajemen kualitas adalah tujuan (objectives),
pelanggan (customer), hasil-hasil (outputs), proses-proses (processes), masukan-
masukan (inputs), pemasok (suppliers), dan pengukuran untuk umpan balik dan
umpan maju (measurement for feedback and feedforward). Dalam akronim bahasa
inggris dapat disingkat menjadi : SIPOCOM-Suppliers, Inputs, Processes, Outputs,
Customer, Objectives, and Measurements. Untuk merumuskan tujuan kualitas dalam
program penyusunan program harus mengikuti prinsip SMART Objectives:

a. Specific : Tujuan program harus bersifat spesifik yang dinyatakan secara tegas.
Tim peningkatan kualitas harus menghindari pernyataan-pernyataan tujuan yang
bersifat umum dan tidak spesifik.
b. Measurable : Tujuan program harus dapat diukur menggunakan indicator
pengukuran yang tepat guna mengevaluasi keberhasilan, peninjuan-ulang, dan
tindakan perbaikan diwaktu mendatang. Pengukuran harus mampu memunculkan
fakta-fakta yang dinyatakan secara kuantitatif menggunakan angka-angka.
c. Achievable : Tujuan program harus dapat dicapai melalui usaha-usaha yang
menantang
d. Result oriented : Tujuan program harus berfokus pada hasil-hasil berupa
pencapaian target-target kualitas yang ditetapkan
e. Time related : Tujuan harus menetapkan batas waktu pencapaian tujuan dan
harus dicapai tepat waktu

5
D: Do or implement the solution(s) (melaksanakan atau menerapkan rencana solusi
terhadap masalah)

Implementasi rencana solusi terhadap masalah mengikuti daftar rencana tindakan


peningkatan kualitas. Dalam tahap pelaksanaan ini sangat dibutuhkan komitmen
manajemen dan karyawan serta partisipasi total untuk secara bersama-sama
menghilangkan akar penyebab dari masalah kualitas yang telah teridentifikasi.
Pencatatan data kualitas juga harus dilakukan selama tahap pelaksanaan serta
identifikasi penyebab apabila terjadi penyimpangan dalam tahap pelaksanaan.

C: Check the solution(s) results (mempelajari hasil-hasil solusi terhadap masalah)

Setelah melaksanakan peningkatan kualitas selama selang waktu tertentu, perlu


dilakukan studi dan evaluasi berdasarkan data yang dikumpulkan selama tahap
pelaksanaan itu guna mengetahui apakah jenis masalah yang ada telah hilang atau
berkurang. Analisis terhadap hasil-hasil temuan selama tahap pelaksanaan akan
memberikan tambahan informasi bagi pembuat keputusan dan perencanaan
peningkatan kualitas berikutnya. Dalam tahap study dan evaluasi ini, dapat
membandingkan hasil-hasil sebelum dan sesudah peningkatan kualitas.

A: Act to standardize the solution(s) (bertindak untuk menstandardisasikan solusi


terhadap masalah)

Hasil-hasil yang memuaskan dari tindakan peningkatan kualitas atau solusi masalah
harus distandardisasikan dan selanjutnya melakukan peningkatan terus-menerus pada
jenis masalah yang lain. Standardisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang
sama terulang kembali.

6
D. 7 ALAT PENINGKATAN KUALITAS
Manajemen Kualitas seringkali disebut sebagai the problem solving, sehingga
manajemen kualitas dapat menggunakan metodologi dalam problem solving tersebut
untuk meengadakan perbaikan (Ridman dan Zachary, 1993). Ada berbagai alat untuk
melakukan peningkatan kualitas yang dapat digunakan dalam organisasi, antara lain:
1. Flow Charts
Menggambarkan urutan kegiatan secara grafis dalam menyelesaikan tugas. Dan
harus mencerminkan proses sebenarnya bukan apa yang pemilik proses ingin hal
itu terjadi. Dengan menghasilkan flow chart, pemilik proses dapat memahami
proses dan hubungan kerja antara orang-orang dan organisasi akan diperjelas.
Selanjutnya, diagram alir akan menunjukkan upaya digandakan dan nilai tambah
lainnya. Jadi pemilik proses dapat mengidentifikasi langkah-langkah target
tertentu dalam rangka perbaikan terus menerus.
2. Cause and Effect Diagrams
Diagram ini menunjukkan pemahaman tentang tim pemecahan Masalah dan
menghasilkan penemuan secara aktif tentang penyebab masalah, serta memberi
petunjuk untuk pengumpulan datanya
3. Check Sheets
Tujuan pembuatan lembar pengecekan adalah menjamin bahwa data
dikumpulkan secara teliti dan akurat oleh karyawan operasional untuk diadakan
pengendalian proses dan penyelesaian masalah. Data dalam lembar pengecekan
tersebut nantinya akan digunakan dan dianalisis secara cepat dan mudah.
4. Histograms
Histogram menjelaskan variasi proses, namun belum mengurutkan rangking dari
variasi terbesar sampai dengan yang terkecil. Histogram juga menunjukkan
kemampuan proses, dan apabila memungkinkan, histogram dapat menunjukkan
hubungan dengan spesifikasi proses dan angka-angka nominal, misalnya rata-rata.
Dalam histogram, garis vertikal menunjukkan banyaknya observasi tiap-tiap
kelas

7
5. Pareto Diagrams
Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi data
dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat
membantu menemukan permasalahan yang terpenting untuk segera diselesaikan
(ranking tertinggi) sampai dengan yang tidak harus segera diselesaikan (ranking
terendah).Selain itu, Diagram Pareto juga dapat digunakan untuk mem-
bandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses, sebelum
dan setelahdiambil tindakan perbaikan terhadap proses
6. Scatter Diagrams
Scatter diagram merupakan cara yang paling sederhana untuk menentukan
hubungan antara sebab dan akibat dari dua variabel.
7. Control Charts
Grafik control diciptakan oleh Walter A.Shewhart di tahun 1920. Alat-alat ini
terdiri dari kualitas grafik garis di lengkapi dengan batas maksimum dan batas
minimum yang menyediakan area control.Batas maksimum sering disebut
control batas atas dan batas minimum sering disebut batas kendali bawah.
Sedangkan garis tengah menunjukkan perkiraan proses mean. Karena nilai
tersebut berada di area control . proses ini dapat dinyatakan sebagai proses
terkendali.Nilai diluar wilayah control menunjukkan bahwa proses ini tidak lagi
stabil karena variasi beberapa penyebab.dengan demikian proses ini
membutuhkan tindakan korektif yang tepat untuk menghilangkan sumber-sumber
variasi.grafik control juga menjukkan proses perubahan dari waktu ke waktu.
Jika perubahan itu baik, penyebabnya harus diidentifikasin dan mungkin menjadi
proses yang baru.sebaliknya jika perubahan itu buruk, penyebabnya harus
diidentifikasi dan kemudian di hilangkan.

8
E. Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan

Windy (2009) menyatakan bahwa dimensi mutu dalam pelayanan


keperawatan terbagi kedalam 5 macam, diantaranya:

1. Tangible (bukti langsung)

Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien yang
meliputi ‘fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf keperawatan’. Sehingga dalam
pelayanan keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui : kebersihan,
kerapian, dan kenyamanan ruang perawatan; penataaan ruang perawatan;
kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan perawatan yang digunakan; dan
kerapian serta kebersihan penampilan perawat.

2. Reliability (keandalan)

Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan kemampuan untuk


memberikan ‘pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat dipercaya’, dimana ‘dapat
dipercaya’ dalam hal ini didefinisikan sebagai pelayanan keperawatan yang
‘konsisten’. Oleh karena itu, penjabaran keandalan dalam pelayanan keperawatan
adalah : prosedur penerimaan pasien yang cepat dan tepat; pemberian perawatan yang
cepat dan tepat; jadwal pelayanan perawatan dijalankan dengan tepat dan konsisten
(pemberian makan, obat, istirahat, dan lain-lain); dan prosedur perawatan tidak
berbelat belit.

3. Responsiveness (ketanggapan) :

Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau membantu pelanggan’ dan
memberikan’pelayanan yang cepat/tanggap’. Ketanggapan juga didasarkan pada
persepsi pasien sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu ketanggapan dalam
pelayanan keperawatan dapat dijabarkan sebagai berikut : perawat memberikan

9
informasi yang jelas dan mudah dimengerti oleh pasien; kesediaan perawat
membantu pasien dalam hal beribadah; kemampuan perawat untuk cepat tanggap
menyelesaikan keluhan pasien; dan tindakan perawat cepat pada saat pasien
membutuhkan.

4. Assurance (jaminan kepastian)


Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjamin
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga
pasien menjadi yakin akan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Untuk
mencapai jaminan kepastian dalam pelayanan keperawatan ditentukan oleh
komponen : ‘kompetensi’, yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan; ‘keramahan’, yang juga
diartikan kesopanan perawat sebagai aspek dari sikap perawat; dan ‘keamanan’,
yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai tuntas sehingga tidak
menimbulkan dampak yang negatif pada pasien dan menjamin pelayanan yang
diberikan kepada pasien aman. Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen
Keperawatan.

5. Emphaty (empati)
Empati lebih merupakan ’perhatian dari perawat yang diberikan kepada pasien
secara individual’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi empati
dapat diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian khusus
kepada setiap pasien; perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya;
perawatan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang status sosial dan
lain-lain.

Uraian mengenai dimensi mutu di atas akan membantu kita untuk menentukan
mutu pelayanan keperawatan. Mutu pelayanan keperawatan jika dipandang sebagai
suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan outcome, maka mutu pelayanan
keperawatan merupakan interaksi dan ketergantungan antara berbagai aspek,

10
komponen atau unsur pelayanan keperawatan. Dan untuk menjaga mutu pelayanan
keperawatan perlu dilakukan penilaian sebagai evaluasi dari mutu pelayanan tersebut.

F. Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan

Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-


pendekatan yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :

1. Audit Struktur (Input)


Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur
merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan,
organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya
dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari
jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan kewajaran.
Penilaian juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang
tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian juga
mencakup pada karakteristik dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari profesi
kesehatan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu
bahwa struktur berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang
diberikan dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat
dilihat melalui :
a. Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan
b. Peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan
c. Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, ratarata turnover, dan rasio pasien-
perawat
d. Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih
difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan, diantaranya yaitu :

11
a. Fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman,
serta penataan ruang perawatan yang indah;
b. Peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan
baik;
c. Staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas
d. Keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi
dana.
Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik,
baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.

2. Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini
merupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil (outcome).
Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan
(perawat) dan interaksinya dengan pasien.
Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan,
prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan terhadap
perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan
tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai
dengan standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak
berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses
dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan
keperawatan.. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari dokumentasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini difokuskan pada
pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan oleh perawat terhadap pasien dengan
menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan. Dan dalam penilaiannya dapat
menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi keperawatan.
Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan

12
standar operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas
pelaksanaannya.

3. Hasil (Outcome)

Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat


terhadap pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan
baik positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat
kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah
diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000).

Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan


hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari
efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat
kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini
yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan
derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat
dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.

Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator dalam


melakukan penilaian terhadap mutu. Namun sebagai suatu sistem penilaian mutu
sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur,
proses dan hasil. Dan setelah didapatkan hasil penilaiannya, maka dapat dilakukan
strategi yang tepat untuk mengatasi kekurangan atau penilaian negatif dari mutu
pelayanan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, strategi peningkatan mutu
mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai strategi mana
yang tepat dalam melakukan upaya yang berkaitan dengan mutu pelayanan.

13
G. Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan

1. Quality Assurance (Jaminan Mutu)


Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an
implementasi pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program untuk
mendesain standar pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar
tersebut (Swansburg, 1999).
Sedangkan menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan
sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu karenaQuality Assurance berasal dari
kata to assure yang artinya meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-baiknya,
mengamankan atau menjaga. Dimana dalam pelaksanaannya menggunakan teknik-
teknik seperti inspeksi, internal audit dan surveilan untuk menjaga mutu yang
mencakup dua tujuan yaitu : organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan
efektifitas prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan.
Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah
kegiatan menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan
keperawatan yang diberikan sesuai dengan standar. Dimana metode yang digunakan
adalah :
a. Audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya
(pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai
dengan standar operating procedure (SOP)
b. Evaluasi proses
c. Mengelola mutu
d. Penyelesaian masalah. Sehingga sebagai suatu system (input, proses, outcome),
menjaga mutu pelayanan keperawatan difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada
proses pemberian pelayanan keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan
keperawatan

14
2. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan
perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an. Menurut
Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit
yaitu Total Quality Management dimaksudkan pada program industry
sedangkan Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijonon (2000)
mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya
peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan
keperawatan yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan
yang ditetapkan standar yang berlaku.
Pendapat lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994)
bahwa Quality Improvement merupakan manajemen filosofi untuk menghasilkan
pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality Improvement sebagai filosofi
peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu proses yang dihubungkan dengan
memberikan pelayanan yang baik yaitu yang dapat menimbulkan kepuasan pelanggan
(Shortell, Bennett dan Byck, 1998).
Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam
keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara
terus menerus yang memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan
kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai karakteristik-karakteristik
yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.

3. Total quality manajemen (TQM)


Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu
cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau
proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan
semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan
pasien dan perbaikan mutu menyeluruh. (Windy, 2009)

15
BAB III

PENUTUP

Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan


fungsi dari manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan
adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh manajer/ pengelola
keperawatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta
mengawasi sumber-sumber yang ada, baik sumber daya maupun sumber dana
sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien baik
kepada klien, keluarga dan masyarakat. (Donny, 2014).

Quality Improvement adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data


kualitas, serta menentukan dan menginterpretasikan pengukuran-pengukuran yang
menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan
kualitas produk, guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Hal penting yang menjadi sebuah catatan adalah mutu yang rendah masih
dapat kita tingkatkan bila kita berkehendak untuk melakukannya dengan
melakukan peningkatan mutu ( quality improvement ).

16
DAFTAR PUSTAKA

Wijono, Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol.1. Surabaya :


Airlangga University Press.

Anggri. (2011). Peran dan Pemimpin dalam Meningkatkan Mutu. http://anggri


healthsystemdisaster.blogspot.com/2011/02/peran-pemimpin-dalam-meningkatkan-
mutu.html

EtikaLavleeHongki.(2012). ManajemenKeperawatan.http://www.slideshare.net/etikar
s/31801 900-manajemenkeperawatan?related=1.

RatizzaRamli.(2010). ManajemenKeperawatan. http://www.academia.edu/4750548/


Manajemen_Keperawatan_By_Ratiza_S.Kep.

Windy Rakhmawati. (2009). Pengawasan dan Pengendalian dalam Pelayanan


Keperawatan http://pustaka.unpad.ac.idwpcontentuploads201003pengawasan_dan_p
engendalian_dlm_pelayanan_keperawatan.pdf.

17

Anda mungkin juga menyukai