Anda di halaman 1dari 4

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT CENGKEH (PHP)

Sejak tahun 1996 produksi cengkeh Indonesia mengalami penurunan drastis akibat ketidak
pastian harga. Dampak dari harga jual yang tidak menentu menyebabkan keengganan petani
untuk memelihara tanamannya sehingga pertanaman menjadi rentan terhadap serangan hama dan
penyakit seperti Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC), Cacar Daun Cengkeh (CDC), Gugur
Daun Cengkeh (GDC) dan penggerek batang cengkeh. Pada tahun 1995 produksi cengkeh
nasional mencapai 90.007 ton turun menjadi 52.903 ton pada saat panen kecil tahun 1999 dan
hanya mencapai 79.009 pada saat panen besar tahun 2002. Di lain pihak kebutuhan cengkeh
untuk rokok kretek naik menjadi rata-rata 92.133 ton/tahun. Terjadinya kekurangan pasokan
tersebut merupakan tantangan bagi petani dan pengusaha untuk dapat memenuhinya.
Keseimbangan pasokan terhadap permintaan dapat dilakukan melalui intensifikasi, rehabilitasi,
dan peremajaan tanaman, didukung dengan harga beli yang layak oleh pabrik rokok (Soemarno,
2010).

1. Penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC)

Penyakit BPKC merupakan salah satu penyakit yang paling merusak tanaman cengkeh karena
dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 10-15%. Penyebabnya adalah bakteri
Pseudomonas syzigii. Penularan penyakit BPKC dari pohon sakit ke pohon sehat melalui vektor
berupa serangga Hindola fulfa (di Sumatera) dan H. striata (di Jawa). Pola penyebaran penyakit
ini umumnya mengikuti arah angin. Penularan penyakit ini dapat pula melalui alat-alat pertanian
seperti golok, gergaji, sabit yang digunakan untuk memotong pohon sakit (Muttaqin, 2010).

Gejala Serangan :

1. Mati cepat

Daun-daun gugur mendadak

Ranting-ranting pada cabang dekat pucuk atau pada pucuk mati

Daun gugur dari atas ke bawah, terjadi selama beberapa minggu atau bulan, kadang- kadang
cabang atau seluruh tanaman muda layu secara mendadak, sehingga daun yang kering dan
berwarna coklat tetap melekat pada pohon untuk beberapa waktu.

Daun tua pada umumnya berwarna kekuningan dan cepat gugur.

Cabang dapat mati kalau daun makin banyak yang gugur.

Beberapa cabang bagian bawah dapat bertahan lama setelah bagian atas pohon mati.

Seluruh tanaman dalam waktu 2 tahun sejak permulaan timbulnya gejala.

Akar-akar pun mati sejalan dengan matinya bagian atas pohon.


Jika kayu dipotong memanjang, sering terlihat garis-garis kelabu kecoklatan, terutama pada akar
dan batang.

Lendir bakteri seperti susu keluar dari potongan akar atau cabang bila bagian tanaman ini
disimpan beberapa jam di tempat lembab. Lendir ini dapat keluar juga jika bagian tanaman sakit
tadi ditekan dengan kuat.

2. Mati Lambat

Gejala terjadi secara bertahap, seluruh daun menguning lalu gugur bagian demi bagian.

Daun-daun dewasa menjadi tua sebelum waktunya, masa gugur daun dapat berganti dengan
pulihnya sebagian pohon dan berkembangnya daun muda serta kuncup bunga namun jumlahnya
sangat sedikit.

Mati ranting dan mati cabang terjadi di seluruh pohon, tanaman mati 3-6 tahun sesudah tampak
gejala.

Batang dan akar pohon yang mati secara lambat ini tidak mengeluarkan lendir bakteri jika
dilembabkan.

Tanaman muda di kebun yang umurnya kurang dari 3 tahun jarang menunjukkan gejala
penyakit., meskipun mungkin sudah mengalami infeksi.

Di kebun yang umur tanamannya berbeda-beda, biasanya tanaman yang paling tua (dan yang
paling tinggi) terjangkit lebih dulu (Semangun, 2008).

Menurut Syamsu, 1989, gejala penyakit BPKC adalah :

Gejala penyakit BPKC baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah sama yaitu kecepatan
pertumbuhan berkurang, daun menguning dan suram.

Gugur daun sering diikuti dengan gejala layu mendadak, dan kematian yang diawali dengan
mengeringnya cabang atau ranting.

Pada dataran tinggi dan dataran sedang, kematian berlangsung lebih cepat (6 bulan). Sedangkan
di dataran rendah kematian berlangsung lambat (10 bulan).

Daur Penyakit

Penularan penyakit BPKC oleh Hindola sp dari golongan Cercopoidea atau serangga bertabung
kecil yang mengisap makanannya dari xylem, bahkan dari tubuhnya berhasil diisolasi P. syzygii.

Di musim kemarau populasi H. fulva lebih rendah. Kerapatan populasi serangga ini pada
cengkeh berumur 4 - 10 tahun selalu meningkat (Semangun, 2008).
Masa akuisisi bakteri oleh serangga berlangsung selama 4 jam, selanjutnya menyebar pada
tanaman sehat dalam waktu 48 jam.

Di dalam tanaman, bakteri memperbanyak diri di dalam pembuluh kayu (xilem) yang
selanjutnya akan menutup aliran pembuluh tersebut. Penutupan aliran pernapasan ini diduga
menjadi penyebab utama terjadinya gejala penyakit (Anonim, 2005).

Karakteristik Pseudomonas syzigii

Klasifikasi ilmiah dari Pseudomonas syzygii adalah :

Superregnum :Bacteria
Regnum :Bacteria
Phylum :Proteobacteria
Classis :GammaProteobacteria
Ordo :Pseudomonadales
Famili :Pseudomonadaceae
Genus :Pseudomonas
Species : Pseudomonas syzygiiÂ

(Roberts, 1990).

Pseudomonas syzigii merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan ujung membulat,
berukuran 1,0-2,5 x 0,5-0,6 µm; merupakan bakteri aerob dan tidak dapat bergerak. Bakteri
tidak tumbuh atau tumbuh sangat jelek di atas banyak media bakteri yang
umum.        Dinding sel yang tebalnya 25-50 nm mempunyai struktur yang khas
seperti pada bakteri gram negatif, tetapi membran luarnya sangat berlipat-lipat. Bakteri tidak
memiliki kapsula. Di dalam sel terdapat ribosoma dan benang-benang yang mirip dengan yang
dihasilkan oleh asam nukleat pada bakteri lain. Melalui pengujian serologi reaksi silang
diketahui bahwa P. syzygii mempunyai hubungan taksonomi yang dekat dengan P.
solanacearum. syzygi mempunyai kisaran inang yang sempit, hanya dapat menyerang cengkeh
dan sedikit tumbuhan yang mempunyai kekerabatan dekat dalam suku Myrtaceae. Cara
penularannya pun sangat khusus yaitu oleh Cercopoid marga Hindola.

Menurut Nasrun, 1989, bakteri Pseudomonas syzygii tumbuh baik pada media PW. Bibit
cengkeh yang diinokulasi dengan inokulum dari medium PW dengan
konsentrasi 10 pangkat 8 sel/ml, paling cepat terserang 116 hari setelah inokulasi dan paling
cepat mati (157 hari). Dengan perlakuan inokulum tersebut pembuluh kayu tersumbat sekitar
15 persen.
Pengendalian Pseudomonas syzigii

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara :

- Pemberian antibiotik oksitetrasiklin (OTC) sebanyak 6 gr/100 ml air. Jarum infus yang
digunakan berdiameter 1 mm. Penginfusan dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Pemberian
antibiotik oksitetrasiklin ini dapat menekan persentase pembuluh kayu terinfeksi dan juga dapat
menekan penyebaran BPKC di dalam pembuluh kayu. Pengendalian dapat dipadukan dengan
melakukan penyemprotan insektisida dengan sasaran serangga vektor penular penyakit BPKC
menggunakan insektisida Matador 25 EC, Akodan 35 EC, Curacron 500 EC dan Dads 2,5 EC
dengan interval 6 minggu sekali sampai serangga vektor tidak ada lagi. Pohon-pohon yang
terserang berat sebaiknya ditebang dan dibakar (Muttaqin, 2010).

- Menurut Zamarel 1995, pemupukan N yang dikombinasikan dengan K dapat


meningkatkan ketahanan pohon dari serangan penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh.

- Mencegah masuknya penyakit ke daerah baru. Pemerintah melarang pengiriman bibit


 dari daerah yang sudah terjangkit penyakit ke daerah yang belum terjangkit penyakit.

- Sanitasi dan eradikasi, pohon yang terjangkit sebaiknya ditebang dan dibakar.

- Menghindari penanaman dekat hutan, terdapat banyak bukti bahwa sumber awal penyakit
Sumatera berasal dari hutan. Membuat pertanaman cengkeh baru minimal dalam jarak 5 – 10
km dari batas pinggir hutan.

- Pengendalian penyakit-penyakit sekunder yang timbul, antara lain dengan memakai


fungisida tembaga atau karbamat.

- Pengendalian vektor Hindola spp dengan insektisida, sihalotrin, monokrotofos, aldikarb,


karbofuran dan asefat. (Semangun, 2008).

2. Cacar Daun Cengkeh (CDC)

Anda mungkin juga menyukai