Anda di halaman 1dari 6

SANITASI PEKERJA

1. Pengertian Sanitasi Pekerja dan Tujuannya

Menurut FAO (2001) tenaga penjamah makanan (pekerja) adalah setiap orang
yang secara langsung menangani makanan baik yang dikemas maupun tidak,
menangani peralatan makanan atau yang melakukan kontak langsung dengan
permukaan makanan. Sedangkan pengertian sanitasi menurut UU No. 7 tahun 1996
merupakanupaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan
berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan,minuman,
peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
Sanitasi juga dapat di jabarkan sebagai cara untuk pencegahan pencemaran terhadap
makanan selama kegiatan penanganan, pengolahan, penyimpanan dan distribusi.
Sanitasi dilakukan dengan tujuan melindungi kesehatan masyarakat melalui
pengurangan atau penghilangan cemaran dalam bahan makanan (Hariadi dan
Dewanti, 2009).

Sanitasi dan higiene pekerja perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan karena
pekerja merupakan sumber potensial dalam perpindahan cemaran. Jadi program
sanitasi dan higiene pekerja adalah hal yang mutlak.Sanitasi pekerja meliputi
kesehatan pekerja, kebersihan tubuh pekerja sampai kebersihan semua perlengkapan
yang digunakan oleh pekerja (Hariadi danDewanti, 2009). Sanitasi pekerja juga
ditetapkan oleh UU no 7, Tahun 1996 yang menyatakan bahwa orang perseorangan
yang menangani secara langsung dan atau secara langsung berada dilingkungan
kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran
pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.

2. Syarat Pekerja Dalam Menjaga


Syarat utama pekerja dalam pengolahan makanan adalah memiliki kesehatan yang
baik. Untuk itu disarankan pekerja melakukan tes kesehatan, terutama tes darah dan
pemotretan rontgen pada dada untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran
pernapasannya. Tes kesehatan tersebut sebaiknya diulang setiap 6 bulan sekali,
terutama bagi pengolah makanan di dapur.

Tenaga kerja yang dipekerjakan pada pengolahan pangan harus berbadan sehat,
tidak mengidap penyakit menular seperti tifus, kolera dan tuberkulosa. Setiap
karyawan harus memiliki buku pemeriksaan kesehatan.Terdapat kelompok penderita
penyakit yang tidak boleh dilibatkan dalam penanganan makanan, yaitu penderita
penyakit infeksi saluran pernapasan, pencernaan dan penyakit kulit. Ketiga jenis
penyakit ini dapat dipindahkan kepada orang lain melalui makanan yang diolah atau
disajikan penderita.
Rongga hidung manusia khususnya yang menderita sinusitis mengandung banyak
Staphylococcus. Demikian halnya dengan bisul dan luka bernanah merupakan sumber
yang potensial (Winarno, 1997). Untuk itu pekerja yang memiliki luka pada tubuhnya
harus menutup luka tersebut dengan pelindung yang kedap air, misalnya plester,
sarung tangan plastik atau karet, untuk menjamin tidak berpindahnya mikrobia yang
terdapat pada luka ke dalam makanan.

Pekerja harus mengikuti prosedur sanitasi yang memadai untuk mencegah


kontaminasi pada makanan yang ditanganinya. Prosedur yang penting bagi pekerja
pengolah makanan adalah pencucian tangan, kebersihan dan kesehatan diri.
Pencucian tangan meskipun tampaknya merupakan kegiatan ringan yang sering
disepelekan, terbukti cukup efektif dalam upaya mencegah kontaminasi pada
makanan.

Pekerja yang bekerja di bagian pengolahan dan pemasakan makanan harus


mengenakan pakaian kerja dan tutup kepala yang bersih. Berikut hal yang
mengharuskan pekerja memakai pakaian bersih:

1. Pakaian kerja yang bersih akan menjamin sanitasi dan higiene pengolahan
makanan karena tidak terdapat debu atau kotoran yang melekat pada pakaian
yang secara tidak langsung dapat menyebabkan pencemaran makanan.

2. Pakaian yang bersih akan lebih menyadarkan para pekerja akan pentingnya
menjaga higiene dan sanitasi dalam pengolahan makanan.

3. Jika pekerja mengenakan pakaian yang bersih, maka pelanggan akan yakin
bahwa makanan yang mereka pesan adalah aman.

Pekerja harus mandi tiap hari. Penggunaan make-up dan deodoran yang
berlebihan harus dihindari. Kuku pekerja harus bersih, dipotong pendek dan
sebaiknya tidak dicat. Perhiasan dan aksesoris lainnya sebaiknya dilepas. Celemek
yang digunakan pekerja harus bersih dan tidak boleh dijadikan lap tangan. Pekerja
harus memakai sepatu yang memadai dan dalam keadaan bersih. Rambut pekerja
harus dicuci secara periodik. Pekerja yang berambut panjang harus mengikat
rambutnya dan disarankan menggunakan topi atau jala rambut (hairnet). Pekerja yang
memiliki kumis dan jenggot selalu menjaga kebersihan dan kerapiannya. Akan lebih
baik jika kumis atau jenggot tersebut dicukur bersih (Purnawijayanti, 2001).
Sanitasi dan higiene pekerja juga perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan
karena pekerja merupakan sumber potensial dalam perpindahan cemaran. Jadi
program sanitasi dan higiene pekerja adalah hal yang mutlak. Sanitasi pekerja
meliputi kesehatan pekerja, kebersihan tubuh pekerja sampai ke kebersihan semua
perlengkapan yang digunakan oleh pekerja (Hariadi dan Dewanti, 2009).
Higiene pekerja yang menangani makanan sangat penting peranannya dalam
mencegah perpindahan penyakit ke dalam bahan makanan. Persyaratan bagi pekerja
yang penting adalah : (1) Kesehatan yang baik; untuk mengurangi kemungkinan
pekerja menjadi tempat penyimpanan bakteri patogen, (2) Kebersihan; untuk
mengurangi kemungkinan penyebaran bakteri oleh pekerja, (3) Kemauan untuk
mengerti tentang sanitasi; merupakan persyaratan agar program sanitasi berjalan
dengan efektif (Jenie, 1989).
Uji sanitasi pekerja dapat dilakukan dengan uji kebersihan tangan dan uji
kontaminasi rambut. Uji kebersihan tangan akan dilakukan terhadap tangan sebelum
dicuci, tangan setelah dicuci dengan air, tangan setelah dicuci dengan air sabun dan
dibilas serta tangan dicuci dengan sabun antiseptik dan dibilas. Sedangkan uji
kontaminasi rambut akan dilakukan terhadap rambut yang baru dicuci dan rambut
yang dicuci sehari sebelumnnya (Anonim, 2008).
Mikroorganisme yang sering terdapat pada kulit misalnya bakteri pembentuk
spora dan stapilokoki, sedangkan pada rambut sering terdapat kapang. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa manusia dapat mengeluarkan 10 sampai 100
mikroorganisme hidup setiap menit, dimana jumlah dan jenisnya tergantung
lingkungan disekitarnya. Suatu survei menunjukkan bahwa 43 sampai 97 persen
pegawai yang bekerja pada berbagai industri pengolahan pangan merupakan
pembawa stapilokoki, koliform fekal dan enterokoki pada tangannya (Faridaz, 1989).
Sabun biasanya tidak banyak khasiatnya sebagai obat untuk membunuh
bakteri tetapi kalau dicampur dengan heksa kloroform daya bunuhnya menjadi besar
sekali. Obat pencuci yang mengandung deterjen banyak digunakan sebagai pengganti
sabun. Deterjen bukan saja merupakan suatu bakteriostatik melainkan juga
merupakan suatu bakterisida, dimana pertumbuhan bakteri gram positif sangat peka
sekali terhadap zat tersebut (Dwidjoseputro, 1988).
Anonim, 2008. Petunjuk Praktikum Sanitasi Industri Pangan dan Keamanan
Pangan. Jurusan THP FTP UNEJ. Jember
Dwidjoseputro, 1989. Dsar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. UNBRA. Malang.
Fardiaz, S. dan Jenie B. S. L., 1989. Uji Sanitasi Dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan
Gizi IPB. Bogor.
Jenie, B. S.L., 1989. Sanitasi Dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Hariadi, P dan Dewayanti R.H, 2009. Memproduksi Pangan Yang Aman. PT. Dian Rakyat.
Jakarta
2. Komposisi media dan tujuan penggunaan

Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi, memperbanyak


jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba, dimana dalam
proses pembuatannya harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk
menghindari kontaminasi pada media. Berikut ini media-media yang diguanakan
dalam praktikum uji sanitasi pekerja yaitu:

EMBA (Eosin Methylene Blue Agar)


Media Eosin Methylene Blue mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan
berfungsi untuk memilah mikroba yang memfermentasikan laktosa seperti S. aureus,
P. aerugenosa, danSalmonella. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan
koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam. Sedangkan mikroba lain yang
dapat tumbuh koloninya tidak berwarna. Adanya eosin dan metilen blue membantu
mempertajam perbedaan tersebut. Namun demikian, jika media ini digunakan pada
tahap awal karena kuman lain juga tumbuh terutama P. Aerugenosa dan Salmonella
sp dapat menimbulkan keraguan. Bagaiamanapun media ini sangat baik untuk
mengkonfirmasi bahwa kontaminan tersebut adalah E.coli.
Nutrient Agar
Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NA juga
digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif,
dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang
dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. Na merupakan salah satu media yang
umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, sewage,
produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji
bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni.
Untuk komposisi nutrien adar adalah eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air
desitilat 1.000 ml dan 15 g agar/L. Agar dilarutkan dengan komposisi lain dan
disterilisasi dengan autoklaf pada 121°C selama 15 menit. Kemudian siapkan wadah
sesuai yang dibutuhkan.

Potato Dextrose Agar (PDA)


PDA digunakan untuk menumbuhkan atau mengidentifikasi yeast dan kapang. Dapat
juga digunakan untuk enumerasi yeast dan kapang dalam suatu sampel atau produk
makanan. PDA mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah cukup yaitu terdiri
dari 20% ekstrak kentang dan 2% glukosa sehingga baik untuk pertumbuhan kapang
dan khamir tetapi kurang baik untuk pertumbuhan bakteri. Cara membuat PDA
adalah mensuspensikan 39 g media dalam 1 liter air yang telah didestilasi. campur
dan panaskan serta aduk. Didihkan selama 1 menit untuk melarutkan media secara
sempurna. Sterilisasi pada suhu 121°C selama 15 menit. Dinginkan hingga suhu 40-
45°C dan tuang dalam cawan petri dengan pH akhir 5,6+0,2.

PCA, SA

Dwidjoseputro, 1989. Dsar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. UNBRA. Malang.


Fardiaz, S. dan Jenie B. S. L., 1989. Uji Sanitasi Dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan
Gizi IPB. Bogor.
Jenie, B. S.L., 1989. Sanitasi Dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Hariadi, P dan Dewayanti R.H, 2009. Memproduksi Pangan Yang Aman. PT. Dian Rakyat.
Jakarta

FAO. 2001. Human Energi Requirement: Report of a Joint FAO/WHO/UNU

Expert Consultation. Food and Nutrition Technical Report Series No. 1. Roma.

Pelczar. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI-Press

Purnawijayanti HA. 2001. Higiene, Sanitasi, dan Keselamatan Kerja Dalam

Pengolahan Pangan. Yogyakarta : Kanisius.

Sutedjo, M. 1996.

Mikrobiologi Tanah
. Rineka Cipta : Jakarta

Volk, W.A. dan Wheeler, M.F. 1993.


Mikrobiologi Dasar

. Erlangga : Jakarta

Suriaman, E., Juwita. 2008. Uji Kualitas Air.

bremer PJ, et.al. 2004. Staphylococcus aureus. New Zealand: New Zealand
Institute for Crop & Food Research Limited.
RUANG

Pelzcar, dan Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia ( UI-


Press), Jakarta.

Volk, W.A. dan Wheeler, M.F. 1993.


Mikrobiologi Dasar

. Erlangga : Jakarta

Weslie .2008. Laporan Praktikum Sanitasi. www.Weslie.wordpress.com. Diakses pada


tanggal 14 JAnuari 2012. Campalagian

Adisasmito. 2008. Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan


Pelayanan kesehatan Swasta. UI

Pelczar, Michael J. ECS. Chan. 2008. Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta. UI Press.

Wasetiawan. 2008. Mikroorganisme di udara. Available : http//blog.unila.com.

Rusdimin.2003. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: Pt Gramedia

Betty. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Jantaran

Anda mungkin juga menyukai