Anda di halaman 1dari 77

BERONDOLAN

MENGUAK TABIR DI BALIK KEMEGAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

DAMPAK KAPITALISASI
PERKEBUNAN
Struktur Redaksi Daftar Isi

BERONDOLAN Catatan Pembuka ............................................... 1


JURNAL KAJIAN PERKEBUNAN
NO.1 JULI-DESEMBER 2009 Perkebunan Kelapa Sawit : Berkat atau Kutuk ?.. 5
Oleh : Hotler Parsaoran
Penanggungjawab
Gindo Nadapdap Isak Pilu Buruh Perkebunan
Dibalik Rimbunan Sawit...................................... 13
Dewan Redaksi
Gindo Nadapdap Oleh : Manginar Situmorang
Manginar Situmorang
Juan Lingga Buruh Harian Lepas (BHL) di Perkebunan :
Sahat Lumbanraja Suatu Catatan Riset Lapangan ............................. 25
Relis Yanti Panjaitan Oleh : Manginar Situmorang
Kiki Pranasari
Analisis Kasus Kecelakaan Kerja Di Perkebunan 31
Pemimpin Redaksi
Manginar Situmorang Oleh : Gindo Nadapdap
Redaktur Pelaksana Buruh Perempuan Di Perkebunan
Hotler Parsaoran Sumatera Utara : Penindasan Berlapis ............... 39
Sekretariat Redaksi Oleh : Relis Yanti Panjaitan
Relis Yanti Panjaitan
Kudatang, Kukejar, Kutangkap, dan Kuhisap
Distribusi
Dimana Gerangan, Kau Petani dan Buruh?.......... 49
Erwin
Fredy Oleh : A. Surambo
Keuangan Kapitalisasi Perkebunan dan Implikasinya
Rina Handayani Pada Kebijakan Perkebunan………………………….... 59
Syafitrina
Oleh : Martua T Sirait
Desain Cover/Lay Out
Hotler Parsaoran Sengketa Pertanahan : Petani Vs Perkebunan
Kartika dan Kriminalisasi Petani…………………………........... 63
Penerbit
Oleh : Hasim Purba
Kelompok Pelita Sejahtera Suplemen :
Alamat Redaksi Belajar Dari Perlawanan Kaum Tani :
Komplek Perumahan Pemda Jl. Cempaka I Sebuah Resensi ................................................... 71
No.20 Kelurahan Sempakata-Tj.Sari Medan
Oleh : Juan Lingga
Telp : (o61) 8364300,
Fax : (061) 8360363
Email : medan_pkps@yahoo.com Biodata Penulis .................................................. 75
Website : http//www.kpsmedan.org

Berondolan, Jurnal Kajian Perkebunan, terbit dua kali setahun, merupakan wadah
pengembangan wacana dalam menguak realitas dibalik kemegahan perkebunan kelapa
sawit. Melalui jurnal ini, teori, analisis dan pengalaman realitas ditampilkan dalam kerangka
melahirkan pemikiran alternatif-wacana tandingan terhadap kapitalisasi perkebunan.
Jurnal Kajian Perkebunan

Catatan Pembuka

“Mengungkap Tabir Kondisi Buruh dan


Komunitas Masyarakat Sekitar Perkebunan”.
Pembaca yang Budiman, menggumuli persoalan buruh dan komunitas
Bukan suatu yang latah, bila jurnal ini mayarakat sekitar perkebunan versus kekuasaan
mengangkat tema kajian “Mengungkap Tabir perkebunan. Melalui berbagai kegitan seperti
Kondisi Buruh dan Komunitas Masyarakat sekitar pengorganisasian buruh berbasis penelitian,
Perkebunan”. Namun suatu keharusan ketika diskusi, lokakarya, seminar dan dialog publik
pergumulan kami, menyaksikan bahwa ditengah mengangkat berbagai topik dalam konteks tema
“pergelaran” kemiskinan buruh, petani dan di atas antara lain : aspek perburuhan, konflik
komunitas masyarakat yang tinggal dan hidup agraria (sengketa lahan), dan degradasi
disekitar perkebunan, ada kehidupan gemerlap lingkungan sehubungan dengan konversi lahan
kemegahan; gedung, rumah pemukiman pertanian pangan ke monokultur perkebunan
singgahsana amtenar perkebunan, mobil mewah sawit yang potensial mengancam ketahanan
hilir mudik dihamparan perkebunan, tumpukan pangan dalam berbagai perspektif sebagai
dollar devisa negara hasil dari eksplorasi dampak negatif kehadiran perkebunan besar.
rimbunan kawasan perkebunan, rendeman hasil Pa ra d i g m a u ta m a ya n g m e wa r n a i
CPO terbaik memenuhi kebutuhan pasar pergumulan memandang persoalan, adalah
internasional. paradigma teori kritis berbasis analisis kelas.
Suatu ironi membangkitkan minat untuk Suatu paradigma yang bertolak/berpangkal dari
mendalami lebih lanjut. Realitas tersebut upaya merefleksikan kehidupan masyarakat
membuahkan sikap dan tindakan untuk (buruh dan petani yang tinggal disekitar
merefleksikan sekaligus mengangkat perkebunan) dalam konteks dialektika struktur-
1
pengalaman, pergumulan kami lebih kurang tiga struktur penindasan dan pembebasan. Dengan
tahun “hidup bersama” mereka yang terhempas, pradigma tersebut memungkinkan proses-proses
terpinggirkan selama 3 generasi ke dalam suatu interaksi yang erat, sifatnya assosiatif antar
jurnal. Tentu dengan dengan harapan agar berbagai pihak seperti peneliti, titeliti dan
menjadi diskursus umum terutama pembaca berbagai fihak stakeholders perkebunan sehingga
yang budiman. Bahkan suatu saat nanti menuai dihasilkan suatu kensensus untuk mendapatkan
hasil yakni adanya suatu perombakan kebijakan tawaran solusi atau agenda solusi pasca
perkebunan dan pola kebijakan managemen penelitian.
perkebunan menuju kebijakan yang berbasis Pergumulan lapangan tersebut dicapai
keberlanjutan, kesejahteraan buruh dan melalui metode kasus dalam konteks historis.
keseimbangan ekosistem. Predikat historis menunjukkan bahwa penekanan
Tema tersebut juga representasi dari terhadap pemahaman terhadap suatu gejala atau
pengalaman lapangan terutama satu tahun proses sosial dalam suatu rentang waktu tertentu,
belakangan ini. Secara intensif kami mencoba sedangkan “kasus” sendiri memberi pembatasan
bahwa proses sosial yang dikaji berada dalam
1. Kelompok Pelita Sejahtera (KPS) sebuah Organisasi
cakupan sejarah kontemporer yang sebagian
Non Pemerintah (ORNOP) yang konsern terhadap penguatan pelakunya masih hidup.
buruh dan serikat buruh melalui pengorganisasian, advokasi Mengingat luasnya cakupan, dimensi dan
dan pendidikan alternative bagi buruh industry dan
perkebunan di Sumatera Utara. perspektif berkaitan dengan “kehadiran”

-1-
Jurnal Kajian Perkebunan

perkebunan, maka jurnal kali ini membatasi kepemilikan dan penguasaan atas lahan.
konteks diskursus “mengungkap realitas” buruh Kapitalisasi perkebunan cenderung mendorong
dan komunitas masyarakat sekitar sebagai kebijakan agraria berpihak pada segelintir
dampak kehadiran perkebunan besar, komersil kelompok masyarakat yang mengakibatkan
yang berorientasi pada pasar internasional merebaknya sengketa agraria dan konflik lahan,
(industrialisasi perkebunan). baik secara vertikal maupun horizontal.
Dalam terminologi tertentu bahwa Perampasan lahan yang mengancam kehidupan
industrialisasi perkebunan telah mencapai komunitas masyarakat lokal, menurunnya
kematangan sehingga untuk melihat ekspansi ketahanan pangan akibat ketidakseimbangan
perkebunan digambarkan sebagai gejala ekosistem serta akibat konversi lahan pertanian
“kapitalisasi perkebunan”. Pertanyaanya adalah pangan ke lahan perkebunan kelapa sawit, dan
bagaimana diskripsi dan dinamika modal/ distribusi hasil secara tidak merata yang
investasi di perkebunan serta konsekwensi dalam mengakibatkan ketimpangan sosial antara pihak
menproduksi regulasi organisasi produksi, pengusaha dengan masyarakat local.
sirkulasi dan distribusi pro market. Tidak Akibatnya gejala yang muncul dipermukaan
ketinggalan pula mengungkap implikasinya adalah konflik vertikal kepemilikan lahan. Di
terhadap kebijakan negara serta respon para Sumatera Utara, hampir semua perusahaan
pelaku ekonomi perkebunan sawit yang bergerak perkebunan besar baik milik negara, swasta asing,
ditingkat nasional dan local menyikapi skenario dan swasta nasional pernah bersinggungan
global (pasar bebas). Ulasan mengenai hal konflik lahan dengan masyarakat lokal. Sering
tersebut akan dipaparkan secara deteil dalam muncul kasus-kasus di mana lahan yang
jurnal ini dengan mengangkat studi kasus diidentifikasi untuk produksi kelapa sawit
perkebunan sawit. ternyata adalah milik masyarakat, baik yang
Dalam perspektif kapitalisasi perkebunan dimiliki secara pribadi atau secara komunitas
tadi, perkebunan kelapa sawit adalah contoh (tanah ulayat). Atau lahan tersebut sebelumnya
kasus dimana semenjak sepuluh tahun terakhir pernah diolah oleh penduduk setempat untuk
mengalami booming. Beberapa waktu lalu menanami aneka tanaman muda dan sayur-
(desember 2008) kami mengangkat Studi Kasus sayuran, atau berupa lahan yang berhutan di
Perkebunan di Sumatera Utara dalam suatu mana masyarakat setempat lebih mengiginkan
“Seminar Nasional” dengan tema “Dampak tetap dalam kondisi berhutan sebagai sumber
kapitalisasi Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap mata pencaharian memenuhi kebutuhan
Terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat Sekitar subsistensi kehidupan mereka.
Perkebunan” bekerja sama dengan Departemen Anehnya, kebutuhan masyarakat setempat jarang
Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Universitas sekali mendapatkan perhatian ketika izin
Sumatera Utara. pemanfaatan lahan untuk kepentingan kelapa
Dari hasil seminar tersebut terungkap sawit dikeluarkan. Masalah ini diperumit oleh
realitas perkebunan sawit, diskripsi dan identifikasi karena kenyataannya kebanyakan masyarakat
persoalan utama baik di lihat dari segi sumbangan sekitar tidak memiliki sertifikat tanah untuk
te r h a d a p d ev i s a n e ga ra , p e n g u ra n ga n membuktikan kepemilikan tanah tersebut, yang
pengangguran serta pengembangan ekonomi berakibat kemudian masyarakat tidak menerima
regional, maupun dampak negatif yaitu kompensasi atas tanah yang diambil oleh
meningkatnya eskalasi konflik sosial (laten) dengan perkebunan.
buruh dan komunitas masyarakat yang tinggal di Sub topik lain adalah persoalan disekitar
sekitar perkebunan. Dinamika dan pergumulan perburuhan umumnya, khususnya perburuhan di
stakeholders perkebunan yang muncul dalam sektor perkebunan. Pengaturan (regulasi) relasi
seminar nasional tersebut akan dirangkum dalam kerja buruh-majikan merupakan subtansi
suatu ulasan dengan memperhatikan relevansinya persoalan dalam konteks perburuhan. Fenomena
dengan tema jurnal ini. yang muncul dipermukaan adalah kuatnya
Secara khusus kami ketengahkan dampak intervensi modal terhadap relasi kerja.
kapitalisasi perkebunan terhadap dinamika Tampaknya ada semacam “ketegangan” antara

-2-
Jurnal Kajian Perkebunan

logika modal dan logika relasi kerja. Logika modal pengupahan pada awal perkebunan sampai pada
yang impersonal, cenderung mengabaikan saat ini. Hal ini terkait dengan varian sistem
dimensi nilai-nilai kemanusiaan didalamnya demi pengupahan berbasis exploitatif versus sistem
efektivitas dan produktivitas kerja yang bermuara pengupahan berbasis kesejahteraan. Selain itu
pada maksimalisasi keuntungan. Sementara relasi akan dipaparkan juga realitas sistem pengupahan
kerja adalah relasi personal yang sarat dimensi dewasa ini terkait dengan isu fleksibilitas upah,
nilai kemanusiaan, bukan sekedar masalah dan bagaimana praktek pengupahan di
efektivitas dan produktivitas kerja. perkebunan.
Ketegangan tersebut tampaknya menjadi Ketiga, studi kasus perihal Keselamatan dan
sumber polemik yang sampai saat ini belum Kesehatan kerja di perkebunan. Isu ini diangkat
terakomodir dalam kebijakan perburuhan kita. terutama untuk mengimbangi wacana gerakan
Sayangnya penselesaian masalah ketegangan buruh dan perburuhan ditengah isu yang
tersebut diserahkan diatur oleh pasar, tanpa menonjol yaitu praktek outsorcing dan
intervensi dan proteksi negara melindungi buruh. pengupahan (kenaikan upah). Tanpaknya
Dalam relasinya dengan perburuhan memang isu K3 belum dianggap sebagai
misalnya hubungan kerja, pengupahan, dan persoalan yang krusial dalam perburuhan.
keamanan kerja (job security) diperkebunan Terlepas dari alasan tersebut, hasil
sangat diskriminatif tercermin dari kesenjangan penelusuran di perkebunan menunjukkan
pengupahan kepada pihak managemen dengan tingginya angka kecelakaan kerja. Dalam suatu
pihak buruh perkebunan. Pelonggaran jaminan investigasi selama 4 bulan di enam perkebunan
kerja, upah yang diskriminatif dan minimnya besar ditemui sekitar 47 kasus kecelakaan kerja.
jaminan keselamatan dan kesehatan kerja (K-3) Secara normatif memang sudah ada payung
adalah dampak dari perubahan organisasi hukum yaitu UU No 1 Tahun 1970 tentang
produksi perkebunan yang lebih mengutamakan kecelakaan kerja, UU No 3 tahun 1992 Jaminan
outsourcing (SDM sistem kontrak) dan buruh Sosial tenaga kerja dan UU No.13 tahun 2003
harian lepas dari pada buruh tetap (SKU). tentang ketenagakerjaan khususnya “Sistem
Beberapa studi kasus akan diketegahkan Managemen Keselamatan dan kesehatan kerja”
untuk menggambarkan hal di atas. Pertama, Studi mengatur hak dan kewajiban baik dalam
kasus mengenai pelonggaran relasi kerja buruh- pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi.
majikan. Hal ini akan tersaji lewat lewat topik Tentang bagaimana implementasinya pada
kajian “Buruh Harian Lepas”, studi kajian sektor perkebunan dan bagaimana realitas
hubungan kerja, upah dan kesejahteraan di bentuk, kerakteristik dan penyebab kecelakaan
Perkebunan Sumatera Utara. Suatu kajian yang kerja akan dipaparkan dalam topik ini.
mengangkat persoalan realitas kebijakan Jurnal ini juga mengetengahkan Buruh
perusahaan perkebunan terhadap kehidupan Perempuan diperkebunan. Kisah-kisah,
buruh diperkebunan dalam konteks sejarah pengalaman hidup buruh perempuan dengan
kontemporer. Perubahan-perubahan relasi kerja setia menemani, membantu suami-suami bekerja
sejak awal kolonialisme di kenal dengan koeli tanpa pamrih mengejar target-target kerja yang
kontrak, buruh SKU (Syarat Kerja Utama) pasca ditetapkan sepihak oleh perkebunan. Demikian
kemerdekaan sampai pada penggunaan istilah juga pengalaman berhadapan dengan petinggi
annemer dan menol sebagai sebutan bagi buruh perkebunan, kisah perempuan (BHL) yang bekerja
harian lepas diperkebunan akan diketengahkan pada pemupukan dan penyemprotan, serta obyek
dalam topik ini. pelecehan, perselingkuhan menggambarkan
Kedua, studi kasus sistem pengupahan derita perempuan buruh diperkebunan.
diperkebunan. Dalam sejarah bahwa pengalaman Selamat membaca.
pertama praktek hubungan industrial di indonesia
adalah pengalaman di sector perkebunan. Namun
demikian dinamika ekonomi politik
mempengaruhi kebijakan di perkebunan. Secara
periodik akan dianalisis bagaimana sistem

-3-
• BRONDOLAN | Jurnal Kajian Perkebunan | Vol. 1 No. 1 / Januari - Juni 2010

-4-
Jurnal Kajian Perkebunan

Perkebunan Kelapa Sawit :


BERKAT atau KUTUK !

Hotler Parsaoran Sitorus


Abstrak : Perkebunan kelapa sawit di Indonesia merupakan produk sistem ekonomi kapitalis yang tidak
dapat dilepaskan dari watak eksploitatif dan penindasan. Potensi dan kontribusi kelapa sawit untuk
perekonomian nasional memang sangat tinggi, namun membawa dampak sosial, lingkungan dan ekonomi
yang mengkhawatirkan. Keuntungan ekonomi dari produksi kelapa sawit tidak didistribusikan secara
merata, menciptakan kemiskinan bagi masyarakat lokal akibat tanah yang dirampas. Pengembangan
industri kelapa sawit telah mengubah dinamika perekonomian lokal, mengubah pemilik lahan menjadi
tenaga upahan. Keterbatasan pilihan pekerjaan dan tidak adanya perlindungan negara mengakibatkan
buruh perkebunan terpaksa bekerja dengan bayaran minimal, standar kesehatan dan keselamatan kerja
yang buruk dan hubungan kerja yang berbasis eksploitatif. Pengembangan industri kelapa sawit berdampak
pada lingkungan dan mengancam ketahanan pangan.

Kata kunci : ekspansi, eksploitasi, konversi, konflik sosial, ekologi

Sejarah perkebunan di Indonesia harus dilihat terisolasi dari masyarakat luar.


dari persfektif ekonomi politik. Perkebunan lahir dari Perkebunan dan negara merupakan dua
kebijakan politik yang ditentukan oleh corak produksi lembaga yang sejak jaman penjajahan hingga saat ini
suatu negara. Ini penting, dalam rangka melihat selalu berkolaborasi. Negara, menggunakan
bagaimana perkebunan mampu bertahan dan perkebunan sebagai alat penghasil devisa guna
bagaimana perkebunan menciptakan penindasan. menunjang pertumbuhan ekonomi. Sementara,
Perkebunan di Indonesia merupakan produk perkebunan menggunakan negara untuk menjamin
sistem ekonomi kapitalis yang masih bertahan dan memperlebar kekuasaan ekonominya. Ini dapat
sampai saat ini. Perkebunan merupakan dilihat dari jaman penjajahan hingga pergantian
pendukung pertumbuhan industri yang mulai rejim penguasa di Indonesia, perkebunan selalu
berkembang di negara-negara Eropa pada abad 18. mampu bertahan.
Perkebunan di Indonesia selalu tidak terlepas dari Di masa penjajahan, perkebunan dijadikan
watak eksploitatif dan penindasan. Sistem ekonomi sebagai alat untuk menghasilkan devisa bagi
perkebunan digerakkan oleh modal besar, Belanda. Sistem tanam paksa di perkebunan oleh
teknologi, tenaga kerja murah dan pasar pemerintahan kolonial Belanda ternyata mampu
internsional. Perkebunan memiliki ciri antara lain : menyelamatkan Belanda dari krisis utang.
Pertama, sistem ekonomi perkebunan dilandasi Liberalisasi ekonomi dengan dikeluarkannya UU
paradigma bahwa ekspor hasil perkebunan harus Agraria 1870 oleh pemerintah kolonial menjadi
diprioritaskan demi pertumbuhan ekonomi pendorong investasi besar-besaran asing di ranah
nasional. Kedua, perkebunan menguasai dan perkebunan di Indonesia, khususnya di Sumatera
memiliki peluang sangat besar untuk menguasai Timur menyebabkan eksistensi perkebunan semakin
1
tanah yang tidak terbatas. Ketiga, kebutuhan akan menguat .
tenaga kerja murah sangat besar. Keempat,
pengelolaan perkebunan sangat ketat. Kelima,
kehidupan perkebunan umumnya tidak terjangkau 1. Lihat MC Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-
1400, hal.260-270, penerbit : Serambi, Jakarta 2005.
oleh kontrol sosial, karena dikondisikan untuk

-5-
Jurnal Kajian Perkebunan

Paska pemberlakukan UU Agraria 1870, Ekspansi perkebunan kelapa sawit pada saat
investasi asing di perkebunan masuk secara ini telah meluas hampir ke semua kepulauan
massif. Di Pulau Jawa, investasi asing bergerak di besar di Indonesia yang tersedia lahan yang luas.
sektor perkebunan tebu, sementara di Sumatera Selama 19 tahun terakhir, ekspansi perkebunan
Timur, perusahaan-perusahaan asing ini bergerak kelapa sawit mencapai rata-rata 315.000
5
di sektor perkebunan tembakau. Pembukaan Ha/tahun . Sampai saat ini Indonesia memiliki
perkebunan tembakau milik swasta di Sumatera kurang lebih 7 juta hektar lahan yang telah
Timur pada akhir abad ke-18 menandai sebuah ditanami kelapa sawit. Diluar itu, sekitar 18 juta
era baru dalam usaha perkebunan tidak hanya hektar hutan telah dibuka atas nama ekspansi
tembakau, tetapi juga komoditas karet dan kelapa perkebunan kelapa sawit. Trend perluasan
2
sawit di wilayah Indonesia . perkebunan kelapa sawit sekarang bergerak ke
I n d u st r i s aw i t d i I n d o n e s i a te l a h wilayah Sulawesi, Kalimantan dan Papua.
b e r ke m b a n g p e s a t d e n g a n d u k u n g a n
pertumbuhan perkebunan yang sangat pesat pula Grafik 1 : Luas Perkebunan Kelapa Sawit
hingga mencapai lebih dari 6,3 juta hektar yang Milik Perusahaan dan Rakyat 2002-20076
terdiri dari sekitar 60% yang diusahakan oleh
perkebunan besar dan 40% oleh perkebunan
3
rakyat . Pertumbuhan perkebunan sawit ini tidak 4,000.0
terlepas dari kebijakan ekspor non migas awal 3,500.0
tahun 1980-an dimana pemerintah saat itu 3,000.0
mendorong ekspor komoditas non migas
2,500.0
termasuk kelapa sawit.
2,000.0
Tabel 1 : Perkembangan Perkebunan 1,500.0
Kelapa Sawit4 1,000.0

500.0
Tahun Luas (ha) Pertumbuhan (%)
-
1980 294.560 2002 2003 2004 2005 2006 2007
1990 1.126.677 Perusahaan Besar
1995 2.024.986 24 Perkebunan Rakyat

2000 4.158.079 44 Salah satu faktor yang sangat mendukung


2005 5.453.817 19 perluasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia
adalah ketersediaan lahan. Pemerintah propinsi
2006 6.074.926 1 dan kabupaten memegang peranan penting
2009 7.125.331 * 17 dalam konteks ini karena perluasan perkebunan
* estimasi kelapsa sawit akan memberikan dampak pada
peningkatan PAD. Sejumlah pemerintah daerah di
Indonesia telah mengusulkan sekitar 20 juta
2. Mubiarto, 1992, Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan hektar tanah di wilayahnya menjadi lahan bagi
Kajian Sosial Ekonomi, Yogyakarta : Aditya Media. Tentang perluasan perkebunan kelapa sawit.
sejarah masuknya investasi asing di perkebunan di Sumatera
dapat dilihat dalam Bab II, Ann Laura Stoler, Capitalsm and
Confrontation in Sumatra's Plantation Belt, 1870-1979, Yale
University Pers, London,1985.
3. Noer Sutrisno, Peranan Industri Sawit Dalam 5. Prof.Dr. Ir. Ambo Ala, Dampak Kapitalisasi Perkebunan
Pengembangan Ekonomi Regional : Menuju Pertumbuhan Kelapa Sawit Terhadap Dinamika Pemilikan dan Penguasaan
Partisipatif Berkelanjutan; makalah yang disampaikan pada Lahan, makalah yang disampaikan pada Seminar Dampak
Seminar Dampak Kehadiran Perkebunan Kelapa Sawit Kehadiran Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Kesejahteraan
Terhadap Kesejahteraan masyarakat Sekitar yang masyarakat Sekitar yang diselenggarakan oleh Kelompok
diselenggarakan oleh Kelompok Pelita Sejahtera dan Pelita Sejahtera dan Departemen SOSEP FP-USU
Departemen SOSEP FP-USU 6 Desember 2008. 6 Desember 2008.
4. Dikompilasi dari berbagai sumber 6. Badan Pusat Statistik

-6-
Jurnal Kajian Perkebunan

Grafik 2 : Rencana Pemerintah untuk Ekspansi meningkat mencapai diatas 5 % sejak 2003 dan
Perkebunan Kelapa sawit7
pada tahun 2007 mencapai diatas 10 %.
Di sisi lain, perkebunan kelapa sawit
Sulawesi Tenggara
menghadirkan ketimpangan kepemilikan, konflik
tanah, eksploitasi buruh dan kerusakan
Sulawesi Tengah
P ekosistem. Sebagaimana telah dipaparkan,
R Kalimantan Temgah perluasan perkebunan kelapa sawit mencapai
O
P Kalimantan Barat rata-rata 325.000. hektar/tahun. Namun,
I
Riau
pertambahan luas perkebunan kelapa sawit juga
N
S
membawa perubahan dalam hal kepemilikan.
Sumatera Utara
I Perkembangan menunjukkan bahwa pemerintah
Sumatera Selatan tidak lagi menjadi aktor utama dalam pemilikan
Sumatera Selatan perkebunan kelapa sawit. Fakta memperlihatkan
0 2,000,000 4,000,000 6,000,000
bahwa kepemilikan maupun perluasan
LUAS (Ha) perkebunan kelapa sawit justru dilakukan oleh
sektor swasta (asing/nasional). Perusahaan-
Perkembangan perkebunan sawit ini sudah perusahaan perkebunan kelapa sawit swasta
barang tentu membuka lapangan usaha baru, asing maupun nasional tidak hanya melakukan
karena pada umumnya perkebunan sawit perluasan tetapi juga melakukan privatisasi
diusahakan diatas tanah yang baru dibuka atau perkebunan-perkebunan kelapa sawit milik
8
belum diusahakan sebelumnya. Dampak langsung negara .
dari kehadiran perkebunan sawit adalah Grafik 3 : Kepemilikan Perkebunan
munculnya kesempatan kerja. Penyerapan tenaga Kelapa Sawit di Indonesia
9

kerja pada sektor perkebunan dan industri sawit


menghasilkan angka yang cukup besar
dibandingkan dengan industri lainnya. Diluar itu,
Rakyat 0%
terdapat kelompok masyarakat yang langsung 13 %
maupun tidak langsung tergantung pada Negara
perkebunan kelapa sawit. 30 % Swasta
Jumlah tenaga kerja yang terserap pada 57 %
perkebunan kelapa sawit, termasuk perkebunan
rakyat diperkirakan mencapai angka 10 juta jiwa.
Kehadiran perkebunan kelapa sawit memberikan
dampak besar bagi perekonomian Indonesia yang
masih memegang teguh paradigma pertumbuhan I. Eksploitasi Buruh
ekonomi. Industri sawit sangat menguntungkan Usaha perkebunan kelapa sawit saat ini
dilihat dari segi daya penyebaran berdampak menjadi primadona bagi pemilik modal dan
pada peningkatan pendapatan pada para pelaku pemerintah untuk meraup keuntungan sebanyak-
dan dampak terhadap ekonomi regional. Dari segi banyaknya. Ekspansi lahan perkebunan kelapa
sumbangan terhadap devisa negara terbukti sawit dari tahun ke tahun terus meningkat. Di
bahwa selama tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, saat ini tercatat luas perkebunan
nasional sebesar 6,7% ditopang oleh industri sekitar 1,09 juta hektar dengan komposisi sekitar
perkebunan kelapa sawit. Secara keseluruhan 60 % dikuasai oleh swasta (asing dan nasional) dan
kedudukan perolehan devisa dari minyak sawit sekitar 40 dikuasai oleh negara (PTP) dan
terhadap total nilai ekspor hasil industri juga perkebunan rakyat. Pesatnya perkembangan

8. Lihat kasus pengalihan pengelolaan PTPN II (Sumut)


7. Marcus Colchester dkk, Tanah Yang Dijanjikan, Minyak
Wilayah Tengah ke perusahaan PT LNK Malaysia di harian
Sawit dan Pembebasan Tanah Di Indonesia : Implikasi
Sumut Pos 28-30 Juli 2009
Terhadap Masyarakat Lokal dan Masyarakat Adat, hal.29,
penerbit : FPP, SW, HuMA dan WAC, Bogor, 2006. 9. Kompilasi data dari berbagai sumber

-7-
Jurnal Kajian Perkebunan

usaha perkebunan memang memberikan yang memungkinkan mereka membangun


keuntungan yang sangat besar bagi segelintir identitas kelompok tertindas atau menjauhkan
orang, tetapi di sisi lain 'keuntungan besar” itu mereka dari akses informasi. Pemukiman
tidak terlihat dalam realitas kehidupan buruh pondokan buruh dibangun sedemikian rupa
kebun itu sendiri. terkonsentrasi ditengah-tengah perkebunan serta
Eksploitasi buruh perkebunan terlihat dari berada dalam pengawasan dan kekuasaan
kehidupan sehari-hari. Siklus kehidupan buruh mandor. Kondisi ini mengakibatkan buruh
dimulai dari bangun pagi, berangkat ke ancak, terisolir dari segala macam perkembangan-
lembur, pulang, menerima gaji dan terakhir perkembangan di luar perkebunan baik
belanja. Buruh perkebunan selama ini perkembangan sosial, ekonomi maupun budaya.
diidentikkan dengan status SKU, BHL, anemeer, Buruh mendapat pengawasan serba ketat
borongan, tetapi realitas memperlihatkan anak dari perusahaan sebagai konsekuensi besarnya
dan isteri buruh juga telah menjadi buruh. kekuasaan yang dimiliki perusahaan. Penggunaan
Perkebunan sering memasang target basis pengawasan untuk mengontrol buruh yang
borongan yang tinggi terhadap buruhnya. Sebagai sebetulnya sudah dalam posisi yang lemah
contoh dapat dilihat di PT Bakrie Sumatera membatasi ruang gerak buruh. Pengawasan
Plantation di Asahan. Target basis tinggi di buruh ini dilakukan oleh asisten, mandor,
perusahaan perkebunan ini memaksa anak dan centeng, serikat buruh kuning, Papam, dan mata-
isteri buruh menjadi buruh tanpa ikatan formal mata yang direkrut dari kalangan buruh.
dengan perusahaan. Buruh juga harus menyesuaikan diri dengan
Situasi demikian sebenarnya merupakan penjara standar rutinitas pola kerja, mekanisme
hasil konstruksi perkebunan merasuki pemikiran kerja yang telah ditetapkan dan diawasi secara
buruh. Di tengah kondisi terbatasnya upah yang sepihak oleh perusahaan perkebunan. Kebiasaan-
diterima, maka kebanyakan cara yang ditempuh kebiasaan mengikutsertakan istri dan anak
melibatkan anak istri. Pelibatan isteri atau anak dibawah umur bekerja membantu suami demi
walaupun pekerjaannya sekedar memungut mengejar target kerja dan bonus terpaksa mereka
berondolan ataupun mengangkat tandan buah lakukan karena upah yang diterima tidak
segar (TBS) dari ancak (tempat kerja) sangat sebanding dengan kebutuhan hidup normal
berarti untuk mengejar basis borong demi sehari-hari. Kebiasan-kebiasaan hidup buruh
tercapainya target kerja atau untuk mengejar over tersebut terwariskan dari generasi-kegenerasi
basis yang banyak sebagai dasar perhitungan berikutnya sehingga membentuk budaya buruh
10
premi . perkebunan yaitu sekelompok masyarakat yang
Inilah realitas yang terjadi di kehidupan sangat tertutup (enclave), penuh curiga, Gejala
buruh perkebunan. Pola-pola seperti itu sering dilapangan bahwa keuntungan ekonomis
disebut “supir-kernet” dan ini terjadi secara produksi kelapa sawit tidak didistribusikan secara
alamiah. Terbatasnya upah yang diterima buruh, merata. Pengupahan diperkebunan misalnya
11
sementara beban kerja harus tercapai sesuai sangat diskriminatif tercermin dari kesenjangan
target kerja ditentukan sepihak oleh perkebunan, pengupahan kepada pihak managemen dengan
maka cara yang ditempuh buruh adalah pihak buruh perkebunan, pemberian upah
mengikutsertakan istri/suami dan anak-anak dibawah UMP propinsi, pelonggaran jaminan
bekerja “magang” digaji oleh Bapaknya dan kerja dan jaminan keselamatan dan kesehatan
setelah mencapai umur kerja akan menggantikan kerja buruh akibat perubahan organisasi produksi
bapaknya. perkebunan yang lebih mengutamakan
Besarnya kekuasaan perusahaan bisa dilihat outsourcing dan buruh harian lepas dari pada
dalam bentuk pengaturan ruang. Perusahaan buruh tetap (SKU) sehingga para buruh
sebisa mungkin menjauhkan buruh dari ruang perkebunan rentan terpelosok ke jurang

11. Uraian lebih lanjut mengenai diskriminasi pengupahan di


10. Manginar Situmorang, Buruh Harian Lepas Studi Kajian perkebunan lihat lebih lanjut dalam : Manginar Situmorang
Hubungan Kerja dan Kesejahteraan di Perkebunan Sumatera dan Hotler Parsaoran, Sistem Pengupahan Di Perkebunan,
Utara, hal. 82, penerbit KPS tahun 2008, Medan. hal.47-94, penerbit KPS tahun 2009, Medan

-8-
Jurnal Kajian Perkebunan

kemiskinan . mengakibatkan buruh tidak mampu menyediakan


Praktek outsourcing menjadi variable sendiri alat dan pelindung kerja.
pengaruh (indevendent variable) bagi rentetan
sistem kerja, sistem penggajian, sistem II. Ekspansi Lahan
p e n ga wa s a n d a n p e m e n u h a n h a k - h a k Selain itu, dampak kapitalisasi terhadap
kesejahteraan sosial. Suatu kongklusi bahwa dinamika pemilikan dan penguasaan tanah
ternyata "perbudakan modern" dalam praktek di (lahan) juga menjadi masalah berpotensi menjadi
sublimasikan dalam pola perikatan kerja tersebut, kutuk. Gejala yang muncul dipermukaan adalah
dibungkus rapi dalam istilah terkenal "Hubungan konflik vertikal kepemilikan lahan. Di Sumatera
Industrial Pancasila". Utara, hampir semua perusahaan perkebunan
Fakta-fakta di lapangan menunjukkan besar baik milik negara, swasta asing dan swasta
bahwa kehidupan buruh, terutama Buruh Harian nasional pernah dan masih terus ada
Lepas dan komunitas perkebunan juga bersinggungan konflik lahan dengan masyarakat
memburuk. Mereka tinggal di emplasmen lokal. Kehadiran perkebunan bisa jadi menjadi
perkebunan dengan pondokan dan lingkungan konflik horizontal (antar masyarakat) karena ada
nyaris kumuh, air minum yang tidak layak bagi yang pro-pengusaha dan anti pengusaha serta
kesehatan serta tidak dilengkapi sanitasi, irigasi konflik vertikal (kelembagaan/pemerintahan). Tak
yang baik serta rata-rata tidak mempunyai MCK. jarang pihak perkebunan membenturkan buruh
Akses mendapatkan pelayanan kesehatan dengan petani/ penggarap.
dilingkungan pekerjaan mereka dan pelayanan Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit
kesehatan dari pemerintah juga tidak memadai. sering berlangsung tanpa diketahui oleh
Akses pendidikan bagi mereka dan anak-anak masyarakat lokal pemilik tanah. Upaya
mereka juga cukup mahal jika dibandingkan masyarakat lokal untuk mendapatkan sertifikat
dengan besar upah mereka sebagai buruh. kepemilikan lahan sering terbentur pada akses
Di sisi lain, buruh perkebunan juga yang minim. Disisi lain, perjuangan masyarakat
menghadapi kondisi pengabaian terhadap lokal untuk merebut lahan milik sendiri dianggap
keselamatan dan kesehatan kerja (K-3). Hasil sebagai penghalang investasi dan tidak jarang
penelitian KPS tahun 2008 di 5 perkebunan sawit diperhadapkan dengan tindakan represif dari
dan karet di Sumatera Utara memperlihatkan negara dalam bentuk penahanan atau tindak
b a h w a p e r u s a h a a n p e r ke b u n a n t i d a k kriminalisasi lainnya.
memberikan perhatian besar terhadap K-3 Ekspansi perkebunan kelapa sawit, juga
buruh. Temuan di lapangan menunjukkan adanya mengubah dinamika perekonomian lokal. Banyak
47 kasus kecelakaan kerja yang terjadi. Dari 47 petani yang lahannya terbatas tergelincir dalam
kasus ini, 32 korban dikategorikan sebagai proses pemiskinan. Petani yang sebelumnya
kecelakaan ringan, 11 korban mengalami cacat petani subsistensi dengan bercocok tanam padi
total (kebutaan) dan 2 orang meninggal dunia terpaksa menkonversikan lahannya dengan
akibat tertimpa TBS dan sengatan listrik di areal menanami kelapa sawit akibat lahan pertanian
perkebunan. mereka sudah dikelilingi dengan perkebunan
Pemberian alat kerja dan alat pelindung kelapa sawit. Pilihan ini terpaksa diambil sebagai
kerja yang tidak cukup dan tidak memenuhi akibat dari berpindahnya hama dari kelapa sawit
standar keselamatan kerja menjadi penyebab menju lahan pertanian petani. Aspek modal,
tingginya kecelakaan kerja. Sebagai contoh, kualitas produksi dan pemasaran yang sangat
kacamata yang diberikan perusahaan tidak terbatas menyebabkan hasil produksi tidak
menutup keseluruhan permukaan mata dan kalau seimbang dengan pengeluaran. Akibatnya dalam
digunakan mudah terkena embun yang posisi yang demikian banyak petani menjual
menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Target lahannya ke pihak perkebunan dan untuk
kerja yang tinggi juga menjadi penyebab tingginya menyambung hidup mereka terpaksa menjadi
angka kecelakaan kerja. Target kerja yang tinggi tenaga upahan (perubahan status dari pemilik
menyebabkan buruh bekerja tanpa lahan menjadi buruh).
memperdulikan aspek keselamatan kerja. Masyarakat sekitar perkebunan tidak
Sementara itu, upah buruh yang rendah pernah menerima keuntungan ekonomi dari

-9-
Jurnal Kajian Perkebunan

kehadiran perkebunan kelapa sawit yang tidak Dapat dikatakan terdapat suatu korelasi yang jelas
pernah didistribusikan secara merata.. antara kehadiran perkebunan kelapa sawit
Pengelolaan lahan yang luas oleh suatu dengan persengketaan tanah dan masalah sosial
perusahaan perkebunan kelapa sawit mengubah dan lingkungan lainnya.
dinamika perekonomian lokal, mengubah pemilik Dalam konteks sengketa tanah, Rikardo
tanah menjadi tenaga upahan atau buruh dan Simarmata menyatakan sekalipun negara
hanya memiliki sedikit alternatif dalam mengakui bahwa masyarakat adat dan
kesempatan kerja kecuali dengan perusahaan penggarapan tersebut lah yang telah memelihara
perkebunan. Keterbatasan pilihan pekerjaan dan tanah, namun negara tidak menganggapnya
tidak adanya perlindungan dari negara seringkali sebagai bagian dari rejim property rights.
menjadikan para buruh dalam kondisi tidak Alasannya karena masyarakat adat dan penggarap
berdaya. Buruh perkebunan terpaksa bekerja tersebut tidak memelihara tanah menurut
dengan bayaran minimal, standar kesehatan dan ketentuan rejim property rights yang formal.
keselamatan kerja yang buruk, dan hubungan Sebaliknya, masyarakat adat dan penggarap
kerja berbasis eksploitatif. Petani perkebunan mendasarkan konsep property rights atas tanah
rakyat yang mengelola lahan mereka sendiri juga pada prinsip siapa yang secara faktual menggarap.
tidak berdaya menjadi dari monopoli harga oleh Perbedaan inilah yang turut memberi bara pada
perusahaan. konflik pertanahan pada usaha perkebunan
Disisi lain, konversi lahan akibat ekspansi kelapa sawit13.
perkebunan kelapa sawit setiap tahunnya Perusahaan perkebunan kelapa sawit telah
cenderung meningkat. Di Sumatera Utara sebagai menjadi pelanggar terbesar dibidang pertanahan
contoh, pada tahun 2005-2006 terjadi pengalihan dalam hal sebagaimana yang disebutkan diatas.
fungsi lahan pertanian seluas 39.669 hektare atau Dalam banyak kasus, lahan perkebunan kelapa
sekitar 7,55 persen dari luas baku lahan sawah sawit merupakan tanah adat atau ulayat, lahan
berpengairan di Sumut. Alih fungsi lahan hutan dan lahan pertanian yang digunakan oleh
pertanian tersebut terutama terjadi ke sektor masyarakat lokal sebagai sumber mata
kelapa sawit dan sub sektor lain di luar sektor pencaharian. Hilangnya lahan ini yang dimiliki dan
pertanian tanaman pangan. Alih fungsi lahan di digunakan secara kolektif-tradisional menjadi
Sumut sebanyak hampir 40 ribu hektare pada kerugian yang sangat besar terutama bagi mata
2005-2006 itu terjadi di 13 Kabupaten. Daerah pencaharian penduduk lokal. Problema tersebut
yang terbesar mengalami pengalihan fungsi lahan semakin parah dengan ditambah fakta
adalah Tapanuli Selatan, Asahan dan Labuhan sebagaimana telah disampaikan, bahwa sebagian
Batu masing-masing sebesar 10.455 hektare, besar masyarakat lokal tidak mempunyai sertifikat
7.373 hektare dan 6.809 hektare12. Keikutsertaan tanah sebagai alat pembuktian kepemilikan yang
puluhan perusahaan besar berskala internasional, sah. Akibatnya, ketika sengketa tanah ini dibawa
dengan modal tidak terbatas, telah membuat ke ranah hukum yang tidak berbasis keadilan dan
perkembangan teknologi kelapa sawit, baik dari kebijakan negara yang lebih mengedepankan
penyediaan bibit sampai pengolahan investasi, sudah dapat diduga bahwa pemerintah
pascapanen, melaju cepat di antara lambatnya lebih memilih kepentingan perusahaan
perkembangan tanaman pangan dan hortikultura perkebunan.
lainnya.
Perluasan dan pengembangan sektor III. Kerusakan Ekologi
perkebunan kelapa sawit mengakibatkan Ekspansi perkebunan kelapa sawit di
berbagai persoalan. Perkebunan kelapa sawit ternyata berbanding lurus dengan kerusakan
berskala besar menyebabkan timbulnya
persoalan terkait kesejahteraan buruh, ekonomi,
sosial dan lingkungan hidup masyarakat sekitar 13. Rikardo Simarmata, Rejim Preperty Rights dan
perkebunan dimana perkebunan itu berada. Perkebunan Kelapa Sawit, makalah yang disampaikan pada
Seminar Dampak Kehadiran Perkebunan Kelapa Sawit
Terhadap Kesejahteraan masyarakat Sekitar yang
diselenggarakan oleh Kelompok Pelita Sejahtera dan
12. Dinas Pertanian Sumut 2008 Departemen SOSEP FP-USU 6 Desember 2008

- 10 -
Jurnal Kajian Perkebunan

lingkungan yang ditimbulkannya. Terdapat sangat serentaknya pola tanam padi, yang menyebabkan
banyak praktek yang tidak lestari dalam industri populasi burung pemakan padi terkonsentasi
perkebunan kelapa sawit. Potensi besarnya pada suatu areal persawahan tertentu.
pendapatan dari perkebunan yang Perkebunan tanaman keras menjadi sarang
menguntungkan seringkali digunakan sebagai (habitat) pembiakan burung, hama tikus dan
pembenaran dalam pemberian izin untuk serangga parasit tanaman padi yang selalu
pembukaan lahan perkebunan berskala luas. mengancam gagal/berkurangnya panen padi.
Selain itu, pembukaan hutan untuk perkebunan Hama tikus sangat terasa populasinya bertambah
kelapa sawit yang dilakukan dengan cara saat perkebunan melakukan replanting dan pada
pembakaran menyebabkan polusi udara dan saat tanaman sawit masih dalam tahap
emisi gas rumah kaca. pemeliharaan. Hama tikus berpindah tempat
Dalam tahap pengolahan, limbah pabrik karena saat tersebut tidak lagi memperoleh
kelapa sawit yang tidak dikelola seringkali makanan di areal perkebunan. Demikian juga
menyebabkan pencemaran. Konsekuensi dari serangga terutama lalat buah menjadi serangga
praktek-praktek di atas berimplikasi terhadap baru bagi petani padi terutama padi yang
kesehatan dan mata pencaharian masyarakat berbatasan langsung dengan perkebunan yang
lokal. Kandungan racun dalam air, udara dan ada disekitarnya.
tanah berdampak terhadap flora dan fauna Sebelum kehadiran perkebunan kelapa
sekitar perkebunan. Kandungan pestisida, sawit, petani belum mengenal dan mengalami
herbisida dan pupuk kimia dan limbah yang tidak gangguan dari lalat buah. Tetapi saat ini lalat buah
diolah menyebabkan kandungan racun di dalam menjadi “musuh” petani, apalagi lalat buah
air. Pembersihan lahan menyebabkan air sungai menyerang bunga (bakal buah) padi jadi sangat
menjadi kekuningan. Sementara itu, pembakaran sulit dideteksi. Lalat buah bertelor di bakal buah
untuk pembersihan lahan di sekitar pemukiman dan bisa terlihat secara kasat mata setelah bakal
penduduk menyebabkan pencemaran udara. Di buah menguning dan tampak bintik kehitam-
sejumlah pondokan buruh di beberapa hitaman menandakan bahwa buah padi telah
perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara keropos karena telur lalat buah telah bersarang
,ditemukan sumur air yang berwarna kuning pada buah padi. Diluar ini, areal persawahan
14
dengan tingkat endapan yang tinggi . penduduk juga sering tergenang oleh aliran
Kehadiran perkebunan kelapa sawit tidak limbah perkebunan yang sangat menggangu
hanya mengakibatkan kerusakan ekologi, tetapi proses pengolahan lahan15 .
juga mempengaruhi kondisi sosio-ekonomi
masyarakat komunitas, terutama petani pangan. Penutup
Alih fungsi lahan pertanian sebagai akibat Diperkirakan minyak kelapa sawit akan
pembukaan lahan sawit telah menyebabkan menjadi komoditas yang paling banyak
perubahan pola tanam petani pangan, khususnya diproduksi, dikonsumsi dan paling banyak
padi. Kawasan yang dahulunya adalah merupakan diperdagangkan di dunia. Pengembangan kelapa
areal persawahan berubah menjadi areal sawit di Sumatera Utara ,sebagaimana wilayah
perkebunan kelapa sawit. Pola tanam padi yang lainnya di Indonesia memang, tergantung dari
tidak serentak akibat perubahan lingkungan yang perundang-undangan pemerintah pusat di
dulunya sama kepentingannya bergeser pada Jakarta. Tetapi, status otonomi daerah dan aspek
aneka tanaman keras, terutama sawit membawa ketahanan pangan (padi) setidaknya dapat
resiko bagi petani yang masih bertahan di dijadikan dasar argumentasi untuk menahan laju
tanaman padi. ekspansi perluasan lahan perkebunan kelapa
Petani sawah yang dikelilingi oleh sawit.
perkebunan tanaman keras sangat kewalahan Dorongan pemerintah untuk menyediakan
dalam pemberantasan hama. Selain akibat tidak lahan seluasnya untuk perkebunan kelapa sawit
bagi investor hanya akan menguntungkan
14. Manginar Situmorang dkk, Daya Lenting Petani Pangan
dan Petani Kelapa Sawit : Studi Kasus di kabupaten Serdang
Bedagai dan Langkat, tahun 2009 (akan diterbitkan) 15. Ibid

- 11 -
Jurnal Kajian Perkebunan

perkebunan besar. Ekspansi perkebunan kelapa


sawit dipastikan akan meningkatkan konflik sosial,
penyerobotan tanah, sengketa antara masyarakat
dengan perusahaan, persoalan yang menyangkut
hak-hak dan eksploitasi buruh yang bermuara
pada pelemahan posisi ekonomi masyarakat lokal
yang seharusnya perlu dikembangkan.

DAFTAR BACAAN :

1. Ala, Ambo “Dampak Kapitalisasi Perkebunan 6. Situmorang, Manginar & Hotler Parsaoran,
Kelapa Sawit Terhadap Dinamika Pemilikan Sistem Pengupahan Di Perkebunan, penerbit
dan Penguasaan Lahan”, makalah yang KPS ,Medan, 2009
disampaikan pada Seminar Dampak
Kehadiran Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap 7. Situmorang, Manginar, Buruh Harian Lepas
Kesejahteraan masyarakat sekitar yang Studi Kajian Hubungan Kerja Dan
diselenggarakan oleh Kelompok Pelita Kesejahteraan Di Perkebunan Sumatera
Sejahtera dan Departemen SOSEP FP-USU 6 Utara, penerbit KPS,Medan,2008
Desember 2008 (tidak diterbitkan).
8. Situmorang, Manginar dkk, Daya Lenting
2. Colchester, Marcus dkk, Tanah Yang Petani Pangan dan Petani Kelapa Sawit : Studi
Dijanjikan, Minyak Sawit dan Pembebasan Kasus di kabupaten Serdang Bedagai dan
Tanah Di Indonesia : Implikasi Terhadap Langkat, tahun 2009 (akan diterbitkan).
Masyarakat Lokal dan Masyarakat Adat,
penerbit , FPP, SW, HuMA dan WAC, Bogor, 9. Stoler,Ann Laura Capitalsm and Confrontation
2006. in Sumatra's Plantation Belt, 1870-1979, Yale
University Pers, London,1985.
3. Mubyarto, Tanah dan Tenaga Kerja
Perkebunan Kajian Sosial Ekonomi, penerbit 10. Sutrisno, Noer “Peranan Industri Sawit Dalam
Aditya Media, Yogyakarta 1992 Pengembangan Ekonomi Regional : Menuju
Pertumbuhan Partisipatif Berkelanjutan”,
4. Ricklefs, MC, Sejarah Indonesia Modern 1200- makalah yang disampaikan pada Seminar
1400, penerbit Serambi, Jakarta 2005 Dampak Kehadiran Perkebunan Kelapa Sawit
Terhadap Kesejahteraan masyarakat sekitar
5. Simarmata, Rikardo, “Rejim Property Rights yang diselenggarakan oleh Kelompok Pelita
dan Perkebunan Kelapa Sawit”, makalah yang Sejahtera dan Departemen SOSEP FP-USU 6
disampaikan pada Seminar Dampak Desember 2008 (tidak diterbitkan).
Kehadiran Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap
Kesejahteraan masyarakat sekitar yang
diselenggarakan oleh Kelompok Pelita
Sejahtera dan Departemen SOSEP FP-USU 6
Desember 2008 (tidak diterbitkan).

- 12 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Isak Pilu Buruh Perkebunan


di Balik Rimbunan Sawit

Manginar Situmorang

Abstrak : Kasus eksploitasi Buruh perkebunan belum banyak terekspose ke permukaan, meskipun
realitasnya mereka rentan akan perlakuan buruk para pemilik modal (kapital) dan apparatus organiknya.
Penindasan dan eksploitasi Buruh bukanlah kasus baru. Hal itu telah menyejarah, bahkan boleh dikatakan
telah menjadi langgam hidup keseharian mereka. Setelah lepas dari “buaian politik etik” kolonialisme, kini
terperangkap dalam cengkraman “kapitalis” dalam perspektif kebudayaan “melegalkan perbudakan”
dibalik retorika perlingdungan hukum dan hak asasi manusia. Lemahnya posisi buruh justru dimanfaatkan
oleh perusahaan perkebunan mengekploitasi buruh melalui mekanisme Dominasi Hegemonis dan
Dominasi Represif menyebabkan kemiskinan struktural dibawah titik nadir kemanusiaan.

Kata kunci : ekploitasi, dominasi hegemonis, dominasi repressif, apparatus organik

Pendahuluan ekonomi didasarkan pada mekanisme pasar dan


Landreform diperjuangkan “kesatria” hubungan-hubungan kekuasaan dimana Negara
pendiri Bangsa kita, tenggelam karena sebagai aktor utama didalamnya (sentralisme).
pertimbangan-pertimbangan politik praktis Di tingkat strategi kebijakan-kebijakan bertumpu
terutama setelah peristiwa Gerakan 30 pada prinsip “trilogi pembangunan” yakni :
September 1965, sehingga UUPA 1960 stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi dan
1
dibekukan . Penguasa Orde Baru selama 3 pemerataan pembangunan. Pada tingkat praktis,
dasawarsa telah memeluk developmentalisme stabilitas nasional diterjemahkan pada
sebagai “blue print” pembangunan meletakkan pembentukan iklim politik yang kondusif bagi
jargon pertumbuhan ekonomi, industrialisasi dan pembangunan ekonomi melalui otoritas
teknologisasi bercirikan depelopmentalistik- p e n go nt ro l a n m a sya ra kat o l e h n e ga ra
kapitalistik meskipun waktu itu telah banyak (depolitisasi), penyederhanaan partai politik dan
kritik bahkan gugatan karena ketidaksterilan dari penerapan kebijakan politik massa mengambang
bias ideologi didalamnya2. (floating mass).
Pilihan tersebut tidak menguntungkan bagi I m p l i ka s i nya ke b i j a ka n i n i l e b i h
Buruh karena kebijakan ini berkaitan dengan diprioritaskan melindungi investasi padat modal
mobilisasi eksploitasi produksi, distribusi demi terjaminya pertumbuhan ekonomi.
Sementara peran serta masyarakat terutama
petani dan buruh tani/perkebunan yang paling
1. Uraian lebih lanjut Analisis Landreform, lihat Sediono berkepentingan dalam hal ketersediaan dan
Tjondronegoro, “Sosiologi Agraria” ( Bandung : Akatiga
Tahun 1999) .
penggarapan tanah tidak dapat ditumbuhkan,
karena tidak memadainya kebijakan dan
2. Saiful, Arif, “Menolak Pembangunanisme” (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2000). Para ilmuwan Sosial maupun perhatian pemerintah menyangkut; status
kalangan aktivis di Negara-negara Afrika, Amerika Latin hukum pemilikan tanah, pencatatan, perubahan
Jepang dan cina berikhtiar keras menemukan konsep pemilikan tanah, konflik-konflik horizontal
alternatif. Untuk memperjelas lihat uraian lebih lanjut dalam,
Bjorn Hettne, “Teori Pembangunan dan Tiga Dunia”, Jakarta, menyangkut tanah, dan perlindungan hukum
Gramedi 2001. bagi buruh yang rentan terhadap eksploitasi

- 13 -
Jurnal Kajian Perkebunan

oleh pemilik modal serta penyaluran aspirasi dan kebiasaan, mentalitas, ideologi dan tujuan yang
keinginan petani dan buruh tani/perkebunan mereka kekalkan untuk suatu waktu, dengan
5
tersumbat, tidak dapat menemukan jalannya kelompok-kelompok lainya dalam suatu negara .
keperwakilan rakyat atau pemerintah. Kelompok buruh perkebunan di Indonesia
Di sisi lain masih bercokolnya tradisi umumnya adalah mereka yang tidak mempunyai
kepemimpinan feodalistik warisan kolonialisme. tanah ditempat kelahiranya dan banyak
Sejak penerapan cultuurstelsel sangat didatangkan dari Jawa. Di Sumatra Utara dikenal
merangsang tumbuhnya pamong desa. Pamong istilah “Jakon” (Jawa Kontrak) dengan sistem
desa di Indonesia sebagai organisasi pra-birokrasi kontrak. Awalnya dikontrak untuk 3-5 tahun kerja.
telah dikondisikan oleh pemerintah Hindia Namun telah banyak buruh memilih tinggal di
Belanda melaksanakan kebijaksanaanya. Sejak tempat perkebunan, karena tidak mempunyai
itu kepemimpinan desa yang tradisional dan apa-apa lagi di Jawa dan tidak punya modal usaha
demokratis mulai luntur. Orientasi kepala desa bila kembali ke kampung halamanya.
kepada atasannya menjadi lebih kuat dalam Dapat dibayangkan tantangan mereka pada
pengerahan tenaga kerja, pemungutan pajak hasil awa l nya a d a l a h b a ga i m a n a m e n gata s i
bumi dan mengawasi tanam paksa dari pada ke te ra s i n ga n e ko l o g i s , s e d i k i t b a nya k
mengayomi kepentingan rakyat. Sementara berpengaruh pada keterpecahan identitas dan
dalam benak pemerintah masih membayangkan solidaritas genealogisnya. Pola hidup, kebiasaan-
desa-desa masih masyarakat-masyarakat kebiasaan dan norma-norma genealogis telah
demokratis. Kekeliruan persepsi demikian tereduksi bahkan terdistorsi menyesuaikan diri
memperparah kondisi petani dan buruh tani di dengan ekologis baru. Mereka harus
dalam memperjuangkan aspirasi dan keinginan menyesuaikan diri dengan “sangkar besi”
ditengah penindasan dan ekploitasi oleh pihak standard rutinitas pola kerja, mekanisme kerja
perkebunan3. yang telah ditetapkan dan diawasi secara sepihak
Kehidupan, sejarah kehidupan kelompok oleh perusahaan perkebunan. Kebiasaan-
Buruh perkebunan hampir tidak tersentuh oleh kebiasaan mengikutsertakan istri dan anak
siapapun juga, meskipun mereka tidak bisa dibawah umur bekerja membantu suami demi
dilepaskan dari sejarah politik Negara dan mengejar target kerja dan bonus terpaksa
kelompok-kelompok dominan yang mereka lakukan karena upah yang diterima tidak
menaunginya. Kelompok-kelompok ini adalah sebanding dengan kebutuhan hidup normal
kelompok-kelompok yang kalah, terpinggirkan sehari-hari. Pola makanan “seadanya'' tidak
dari arena kekuasaan. Mereka adalah “kelompok sebanding dengan energi yang dikeluarkan pada
inferior”, yaitu kelompok masyarakat yang saat bekerja, telah melahirkan profil buruh
menjadi subyek hegemoni kelas-kelas elite yang perkebunan yang “kerdil' memprihatinkan.
berkuasa. Sejarah kehidupan kelompok ini Kebiasan-kebiasaan hidup buruh tersebut
“tenggelam” oleh sejarah kelas dominan yang terwariskan dari generasi-kegenerasi berikutnya
diakui sebagai “sejarah resmi”. Kelompok ini tak sehingga membentuk budaya buruh perkebunan
punya akses kepada sejarah, kepada representasi yaitu sekelompok masyarakat yang sangat
mereka sendiri, dan kepada institusi-institusi tertutup, penuh curiga, penakut, nrimo/pasrah
sosial dan kultural4. sangat mapan dengan kemiskinannya.
Ke l o m p o k - ke l o m p o k b u r u h d a l a m Dari uraian singkat di atas, barangkali sudah
perkembanganya mengalami transformasi dalam dirasakan pembaca bahwa masalah buruh
wilayah produksi ekonomi, difusi kuantitatif dan perkebunan merupakan masalah kompleks. Oleh
asal-usul mereka dari kelompok sosial pra-ada, karena itu diperlukan sekian banyak segi pandang
jelas mempunyai perbedaan cara hidup, baik dari tinjauan sosiologis, psikologi sosial,
politik, ekonomi, hukum. Masalah kesejahteraan
3. Sediono, Tjondronegoro, op.cit hal 60
rakyat umumnya, khususnya Buruh perkebunan
begitu erat kaitanya dengan penguasaan atas
4. Dikutip dari I Ngurah Suryawan, “Membicarakan Can
the Subaltern Speak?” Gayatri Chakravorti Spivak dan
Praksis Kajian Budaya, Dalam Jurnal Kajian Budaya No 6
Volume 3 Denpasar Juli 2006 hal 103 5. Ibid, hal. 102

- 14 -
Jurnal Kajian Perkebunan

tanah, modal, dan asset oleh lapisan masyarakat Di Perkebunan ini menerapkan sistem kerja
tertentu dan faktor kekuasaan biasanya terdiri berdasarkan jam kerja/hari dan pencapaian target
dari kombinasi faktor-faktor politik, hukum, tertentu secara bersamaan, ditentukan sepihak
pendidikan, ekonomi dan sosial. oleh perkebunan. Bila seorang Buruh telah bekerja
Salah satu fenomena yang menonjol di 7 jam/hari tetapi belum mencapai target kerja
perkebunan ini eksploitasi buruh telah mengakar borongan yang telah ditentukan, maka Buruh
berlangsung secara sistematik. Eksploitasi kebun tidak diperkenankan pulang sebelum target
dilakukan mulai dari proses rekruitmen, prosedur kerja tercapai. Sebaliknya bila target telah tercapai
dan mekanisme kerja, pengendalian dan namun belum mencapai 7 jam kerja, Buruh kebun
pengawasan kerja. belum dibenarkan pulang, dan “dipaksa” sampai 7
Dalam proses rekruitmen pekerja, pihak jam kerja terpenuhi. Kelebihan target kerja yang
perkebunan tidak mengalami kendala karena dicapai oleh Buruh akan dihitung sebagai Over Basis
6
kelimpahan tenaga kerja terampil dan murah . dengan dasar perhitungan premi. Harga premi dari
Sebagaimana strategi perusahaan, kelicinanya Over Basis ditentukan sepihak oleh perkebunan.
menyesuaikan diri dengan budaya setempat Dampak sistem kerja demikian mengakibatkan
seperti merekrut Mandor atau Asisten kebun dari Buruh kebun sangat sulit memenuhi atau mencapai
10
orang yang “berpengaruh” di lingkungan sekitar target kerja karena tidak mengenal situasi . Jika
sekaligus merekrut pekerja yang dekat denganya target kerja tidak terpenuhi Buruh mendapatkan
atau lewat “kesukuan” sehingga sangat efektif sanksi atau hukuman berpengaruh pada upah yang
sebagai alat kontrol7. mereka terima11. Pilihan melibatkan anggota
Ketentuan tentang pembagian kerja, keluarga suami,istri atau anak “terpaksa” mereka
peraturan kerja sangat tergantung Kepada Asisten lakukan untuk mencapai target yang ditentukan
kerja dan Mandor, tidak ada sistem kenaikan sepihak oleh perkebunan.
golongan, kenaikan gaji berkala dan spesialisasi Hampir keseluruhan pekerjaan buruh rentan
8
pekerjaan . Buruh dibedakan lagi menurut terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
statusnya. Ada yang dinamakan buruh tetap Anehnya Buruh bekerja tanpa dilengkapi
dikenal dengan buruh Sistem Kerja Upah (SKU), perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja
9
dan buruh Harian Lepas biasa disebut Annemer . secara memadai. Pekerjaan memanen rentan
resiko-resiko yang mungkin timbul adalah seperti
tertimpa buah, mata terkena kotoran berondolan
6. Proses rekruitmen dilakukan secara tertutup, hanya
menerima pekerja-pekerja dari lingkungan perkebunan dan atau tertimpa pelepah. Seperti halnya pemupukan
pekerja dari lingkungan sekitar. Biasanya dikondisikan melalui dan penyemprotan, setiap hari Buruh berinteraksi
rekruitman warisan dimana karena terbatasnya upah yang 12
diterima buruh, sementara beban kerja harus tercapai sesuai target dengan bahan-bahan kimia beracun .
kerja ditentukan sepihak oleh perkebuan, maka cara yang
ditempuh Buruh adalah mengikutsertakan istri/suami dan anak-
anak bekerja “magang” digaji oleh Bapaknya dan setelah
mencapai umur kerja akan menggantikan bapaknya. 10. Misalnya sewaktu hujan atau banjir. Buruh tidak
diperbolehkan pulang sebelum target kerja terpenuhi, atau boleh
7. Seperti terjadi di Afdeling I mayoritas buruh suku Batak pulang tetapi harus mengganti dengan hari lain biasanya hari libur
Mandailing (salah satu sub Suku Batak). Mandor Afdeling I suku dan hari Minggu.
Batak Mandailing. Suatu saat ada buruh yang ikut “aksi buruh”
kontan saja Sang Mandor mendatangi buruh yang direkrutnya, 11. Jika buruh kebun telah bekerja lebih dari 7 jam kerja/hari
dengan menyatakan tidak sopan, karena tidakan ikut aksi sama namun belum mencapai target, buruh dikenai sangsi di kenal
saja dengan mempermalukannya sebagai Tulang, Bapauda atau dengan istilah “dipertujuh”. Artinya buruh dianggap tidak bekerja
sebagai Hula-hula kemudian menasehatinya menggunakan nilai- penuh atau gagal mencapai satu hari kerja. Contoh : Target kerja
nilai adat. panen 50 jenjang Sawit, ternyata buruh sanggup 40 jenjang Sawit.
Maka buruh hanya dihitung 5 jam kerja saja. Konsekwensinya
8. Buruh telah lama bekerja menerima upah yang sama dengan upah dan tunjangan 2 jam kerja dipotong.
buruh yang baru masuk atau baru diterima bekerja. Penetapan 12. Pestisida ; Roundup yang berbahan aktif isopropilamina
spesialisasi pekerjaan terutama buruh Annemer ditentukan gliposat 480g/liter setara dengan 3569/liter. Ally mengandung
sepihak sesuai dengan selera Mandor atau asisten kebun. metsulfuron metal 20%. Gromoxone berbahan aktif parakuat
9. Kebijakan Buruh Murah dari masa orde Baru berlanjut diklorida 276/liter setara dengan ion prakuat 200/liter.
hingga masa Reformasi. Disah-kanya Undang-undang No.13 Rhodiamine berbahan aktif 2,4-D dimetil amina :886 g/liter setara
Tahun 2003 yang meng-Amin-kan sistem outsorsing. dengan asam 2,4 D : 720 g/liter. Pupuk yang sering digunakan
Diperkebunan ini bentuk sederhana sistem outsoursing sudah jenis Urea dan TSP mengandung P2 05 46%,NPK mengandung
lama berlangsung misalnya dengan adanya Buruh Harian Lepas. Natrium, Pospat, Kalsium dan Borate (Sodium Tetraborate
Sepertinya pemerintah melegalkan pemberlakuan Buruh Harian Pentahydrate) dengan komposisi Na2 B4 O7 SH2O dan kurater
lepas atau sejenisnya di Perkebunan. mengandung Karbofarun

- 15 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Sistem pengawasan di perkebunan ini tidak Fasilitas pendidikan untuk anak Buruh di
hanya pengawasan internal, tetapi dilengkapi dengan perkebunan ini sangat minim dimana hanya terdapat
pengawasan ekternal secara berlapis. Pengawasan dua unit Sekolah Dasar (SD). Satu unit terletak di
internal kental sekali “arogansi” perkebunan tampak afdeling II dan satu unit lagi terdapat di desa dekat
dalam wujud tekanan-tekanan Asisten Perkebunan dengan emplasmen. Jika ada anak Buruh yang
maupun Mandor. Kebijakan akan target-target kerja, berkeinginan melanjutkan sekolah ketingkat yang
sanksi-sanksi kerja sama sekali tidak pernah lebih tinggi misalnya Sekolah Menengah Pertama
disosialisasikan ataupun didialogkan13. Pengawasan (SMP) atau Sekolah menengah Umum (SMU)
eksternal melibatkan penggunaan perangkat- terpaksa buruh harus mengeluarkan biaya yang lebih
perangkat keamanan sebagai bagian sistem besar. Sementara itu Buruh tidak mendapat
pengawasan, diantaranya Satpam, Hansip, Centeng, tunjangan untuk anak sekolah dari perkebunan, baik
mata-mata (spionase) sampai pada “oknum” anggota biaya sekolah maupun transport15.
POLRI dari Polsek setempat. Untuk pelayanan kesehatan, pihak
Penataan pemukiman dan pembangunan perkebunan mendirikan satu buah Poliklinik
pemukiman Buruh merupakan bagian sistem melayani lebih kurang 600 orang buruh. Tidak
pengawasan. Pola pemukiman Buruh mudah bagi buruh untuk mendapatkan pelayanan
terkonsentrasi dan berada ditengah-tengah lokasi kesehatan yang layak karena harus berurusan
perkebunan relatif terisolasi jauh dari pemukiman dengan birokrasi perkebunan, dan “kebaikan hati”
16
penduduk. Pemukiman Para Tuan kebun berada Mantri, Perawat maupun Kerani kebun . Di kalangan
paling depan atau jalan masuk perkebunan. Buruh ada istilah yang menggambarkan buruknya
Kemudian pada bagian depan kompleks pelayanan kesehatan di Poliklinik tersebut yaitu
pemukiman Buruh dikenal dengan Emplasmen/ “Ruang Tunggu” atau “Ruang Tunggu Mati”. Artinya
Pondok ditempatkan dan disediakan rumah bagi setiap buruh kebun yang berobat ke poliklinik itu
para Mandor kebun berbaur dengan Buruh. tinggal hanya menghitung hari atau menunggu mati
17
Fasilitas perumahan disediakan bagi Buruh saja .
yang berstatus Buruh SKU walaupun fasilitas
lainya seperti air dan listrik sangat buruk dan
15. Buruh harus menanggung semua biaya sekolah mulai dari
terbatas14. Namun tidak semua Buruh SKU SD sampai SMU. Karena besarnya biaya sekolah yang harus
tertampung karena keterbatasan jumlah ditanggung Buruh, sementara upah buruh hanya cukup untuk
perumahan yang disediakan. Ada beberapa Buruh makan keluarga, banyak anak Buruh yang bersekolah hanya
setingkat Sekolah Dasar. “Asal tau baca tulis saja” demikian
yang tinggal di luar perkebunan dan pihak kata salah seorang Buruh. Rata-rata anak Buruh perkebunan ini
perkebunan memberikan pengganti sewa rumah hanya tamat SMP ada juga yang telah masuk SMP tetapi
sebelum tamat sudah tidak sekolah lagi karena orang tuanya
sebesar Rp.25.000,- per bulan. tidak sanggup lagi menanggung biaya sekolah sampai tamat
Penerangan di rumah-rumah Buruh SMP. Setelah tamat SMP anak Buruh yang laki-laki biasanya
diperoleh dari listrik yang disalurkan PLN disuruh membantu orangtuanya bekerja di perkebunan dan
setelah cukup umur nantinya akan bekerja di perkebunan.
(Perusahaan Listrik Negara). Pembayaran tegangan perempuan kerja di rumah atau pergi merantau ke daerah lain.
listrik setiap bulan di tanggungkan perusahaan 16. Dilayani oleh 1 orang Mantri dan 3 orang bidan. Fasilitas
kepada Buruh dengan memotong langsung gaji sederhana 1 tempat tidur tanpa tilam, ruang periksa, ruang
setiap bulan sebesar jumlah yang tertera dalam tunggu dan satu lemari obat (tidak ada obat). Medis dan
Paramedis 7 jam kerja setiap hari , dan tidak melayani
rekening listrik ditambah Rp. 500. pengobatan bila lewat jam kerja. Tidak melayani pengobatan
bila tidak ada surat izin dari Kepala Kerani kebun, sementara
untuk mengurus surat izin tersebut buruh harus menempuh
13. Sangsi-sangsi kerja bukan hanya “dipertujuh” , hukuman waktu perjalanan jauh karena jarak dari kebun ke kantor Kerani
kesalahan kerja berupa hukuman denda mengharuskan buruh cukup jauh. Jika sakit tapi tidak ada surat dari Poliklinik dikenai
membayar kesalahan dengan uang. Umumnya hukuman sangsi dikenal dengan istilah “ngablon” alias mangkir kerja.
denda lebih besar dari upah buruh per hari langsung dipotong
17. Istilah ini berawal dari suatu kisah. Parjo, salah seorang
dari upah buruh.
pensiunan buruh bekerja diperkebunan sejak Tahun 1975. Parjo
14. Perusahaan mengambil langsung air dari Sungai di mengisahkan kasus kematian rekan kerjanya Rimun tahun
perbatasan perkebunan, air warna kuning, keruh. Lalu di 1976. Pagi hari Rimun minta mangkir (minta izin tidak bekerja
proses di tempat Pabrik Kelapa Sawit, disalurkan ke karena sakit) mencret-mencret (diare). Surat dari Asisten dan
perumahan buruh. Air itu tampaknya tidak layak dikonsumsi Kerani sudah keluar, hanya saja setelah diperiksa dan diberi
kaarena keruh, endapan lumpur tebal dan ber-rasa. Menurut obat oleh Mantri, langsung disuruhnya bekerja. Sekitar jam 11
buruh lebih memilih menampung air hujan untuk dikonsumsi Siang, Rimun diketemukan sudah meninggal dalam posisi
dari pada air dari perkebunan. buang air besar diperkebunan.

- 16 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Bentuk dan Pola Exploitasi Buruh Dominasi Hegemonis


Umumnya bentuk dan pola ekploitasi Buruh Buruh perkebunan sangat hormat kepada
diproduksi oleh pola relasi kekuasaan yang Mandor, Asisten Kebun dan ADM baik dalam
timpang antar golongan atau lapisan masyarakat lingkungan pekerjaan, maupun keseharaian
yang menguasai tanah, dan asset atau modal- diberbagai dihajatan (pesta) Buruh diluar
modal lain yang kuat ada pula yang lemah atau perkebunan. Rasa hormat Buruh terhadap
sama sekali tidak mempunyai kuasa apapun atasanya tercermin dalam ungkapan sapaan
sehingga sangat tergantung. “Ndor” (singkatan Mandor). Sapaan tersebut
Dasar kekuasan biasanya suatu kombinasi bukan hanya sapaan yang merefleksikan tingkat
faktor-faktor politik, ekonomi, hukum dan sosial, kesopanan (politeness) antara Buruh dengan
dimana faktor-faktor itu sukar dipisahkan secara M a n d o r, teta p i d i s a n a te rs i m p a n d a n
sempurna. Keterjalinan faktor-faktor tersebut terlembagakan suatu pola relasi yang tidak
merupakan suatu kenyataan yang harus simetris.
diungkapkan secara berani dan obyektif, tanpa Secara historis sapaan itu memiliki fitur
menimbulkan praduga bahwa ungkapan seperti makna feodal, kolonial. Pemerintah Kolonial
ini akan mengadu domba atau memecah belah melembagakan pengaruhnya lewat Mandor
lapisan masyarakat. (biasanya direkrut dari kasta/golongan aristokrat)
Pola relasi kekuasan yang timpang yang memberikan wewenang penuh di dalam
cenderung memproduksi berbagai bentuk mengontrol dan mengawasi Buruh secara mutlak.
eksploitasi melalui apa yang dinamakan dominasi Sang Mandor memiliki “kuasa penuh” atas Buruh,
hegemonik dan dominasi represif. dominasi dan dengan pemilik perkebunan Mandor
hegemonik ditandai oleh bekerjanya operasi menerapkan pola bertindak “asal tuan senang”
kekuasaan yang timpang melestarikan diri dalam sehingga oleh Mandor, Buruh “dipaksa”
bentuk operasi struktur “pengetahuan”, mengabdikan diri pada pemilik perkebunan.
ditransmisikan melalui wacana tanda atau simbol Penggunaan simbol-simbol, pakaian kerja ;
dan praktek sosial menempatkan posisi yang celana pendek, kemeja, sepatu oleh raga dengan
didominasi pada posisi yang subordinat menyerap kaus kaki panjang hingga lutut selalu digunakan
begitu saja tanpa hambatan kesadaran kritis. lengkap dengan “Mobil Kuning” mirip seperti
Dominasi repressif ditandai oleh bekerjanya zaman penjajahan ketika Tuan Kebun berkeliling
operasi struktur kekuasaan yang timpang mengontrol Buruh bekerja18. Dalam benak Sang
menciptakan pola ketergantungan yang tidak anak “mobil kuning” identik dengan Sang kuasa
terelakkan. Suatu saling relasi, membentuk atas Bapak dan keluarganya. “Tragedi psikologik”
hubungan yang tidak mungkin terlepaskan. ini rupanya terwariskan dari generasi ke generasi.
Kondisi tersebut menjadi lahan subur bagi Pe n ga l a m a n - p e n ga l a m a n B u r u h ke t i ka
kelompok yang mendominasi memproduksi dan b e r h a d a p a n d e n ga n p e t i n g g i - p e t i n g g i
membiakkan berbagai bentuk “kekerasan” untuk perkebunan tersosialisasikan dan terinternalisasi
menata, mengontrol dan mengendalikan dalam kepribadian sang anak. Hal ini dapat
kelompok yang didominasi, melalui mekanisme dimaklumi ketika sistem rekruitmen buruh
sistem hubungan kerja, prosedur kerja dan perkebunan sebagian besar rekruitmen warisan,
pengendaian/pengawasan. sehingga buruh tersebut sulit untuk melakukan
Akumulasi pola dominasi hegemonik dan kritik atau perlawanan bila diperlakukan secara
dominasi represif memproduksi profil buruh yang
kerdil tapi penurut ibarat sebuah “bonsai”.
18 Kisah yang menggambarkan situasi mereka menghadapi
Sebentuk “bonsai” adalah tumbuhan yang petinggi-petinggi perkebunan seperti dalam cerita berikut ini
dijauhkan dari ruang habitusnya, diisolasi dalam : Seorang anak buruh berusia 5 tahun berlari kedalam rumah
“ruang terbatas” diberi makan-minum ketika melihat mobil warna kuning (Mobil dinas ADM
berwarna kuning) melintas di jalan di depan perumahan,
secukupnya sesuai selera dan keinginan si spontan sambil berlari berteriak “ketakutan”, Pak, pak motor
pembonsai, dinikmati sebagai “mainan” yang kuning, motor kuning teriak anak kepada Bapaknya.
menyenangkan bagi pemiliknya. Kemudian Buruh menanyakan ada apa kepada anaknya dan
dijawab oleh Sang anak, “Kan Bapak tidak bekerja”. Rupanya
Sang anak takut ADM akan memarahi Bapaknya. (kebetulan
hari itu hari libur)

- 17 -
Jurnal Kajian Perkebunan

tidak adil. Dalam alam ketaksadaran mereka, Kekerasan simbolik tersebut kemudian
tunduk kepada petinggi-petingi perkebunan didistribusikan. “Atan Tukang Potong Buah
adalah “takdir”. Mentah” adalah sebuah proses pengkodean
Namun demikian bukan berarti tiadanya menuju suatu konvensi alamiah bahwa siapa saja
resistensi Buruh terhadap petinggi-petinggi yang memotong buah mentah mereka dihukum
perkebunan. Sikap sebahagian kalangan Buruh seperti Alan, menghasilkan makna pelembagaan
sedapat mungkin berusaha menghindari “mobil dan pewarisan kekuasaan melalui wacana simbol.
kuning” karena perjumpaan dengannya dirasakan Pelembagaan kekuasaan juga bisa dalam
merupakan “sumber masalah” bagi ketentraman bentuk “pengaturan ruang”. Sebisa mungkin buruh
hidup mereka19. dijauhkan dari ruang sosial yang memungkinkan
Pola reproduksi dan distribusi pelembagaan mereka membangun identitas kelompok tertidas,
“kekuasaan” secara menonjol dalam wacana mengartikulasikan simbol-simbol budaya sebagai
praktek kerja Buruh. Akibat dominasi struktural, akumulasi konsep yang bersifat ideologis melindungi
pihak perkebunan kepada Buruh memungkinkan kepentingan mereka. Penataan pemukiman
penerapan sangsi-sangsi dilakukan semata-mata dibangun sedemikian rupa terkonsentrasi ditengah-
hanya didasarkan lewat penetapan Mandor tengah perkebunan serta berada dalam pengawasan
ataupun Asisten Kebun di lapangan seperti dan kekuasaan Mandor, menyebabkan buruh
hukuman kepada salah seorang buruh panen yang terisolir dari segala macam perkembangan-
“terlanjur” memotong buah sawit mentah, untuk perkembangan di luar perkebunan baik
mengejar target kerja ditetapkan sepihak oleh perkembangan sosial, ekonomi maupun budaya.
perkebunan. Si Buruh menanggung “malu” karena Itulah sebabnya di kalangan Buruh tidak
harus mengelilingi perumahan perkebunan sambil terjadi penguatan identitas21. Secara teoritis rasa
mengalungkan karton yang bertuliskan “Atan “tertekan” dan “penderitaan” yang mereka alami
Tukang Potong Buah Mentah” telah diberlakukan salah satu faktor penyebab terjadinya penguatan
20
ibarat seorang penjahat atau tindakan kriminal . identitas. Identitas-identitas para Buruh dalam
“Tukang Potong” bermakna suatu pekerjaan perkembanganya sangat terfragmentasi dalam
memotong dilakukan secara berulang-ulang atau struktur yang bersifat subyektif sehingga
phrase itu menunjuk pada suatu kebiasaan kerja menyulitkan bagi mereka untuk mengubah
yang merupakan suatu “profesi”. Hukuman menjadi struktur obyektif menyatukan
“berkeliling perumahan buruh” menggambarkan kepentingan mereka. Situasi yang demikian
“kesalahan” adalah “kejahatan” suatu tindakan terjadi akibat realitas sosial Buruh dipengaruhi
kriminal. Pada hal menurut Atan buah yang oleh pengalaman-pengalaman situasional
dipotongnya bukan lagi buah mentah, Atan mereka, seperti terbatasnya “ruang sosial”
memotong buah berondol 2 untuk memenuhi basis mewacanakan tatanan-tatanan sosial mereka,
borong yang ditentukan perusahaan karena buah keterbatasan “modal sosial” seperti ;
berondol 5 sulit ditemui sehubungan pada saat itu keterbatasan pendidikan, ekonomi serta faktor
sedang musim trek buah (jumlah buah sedikit). ekternal seperti hukum kurang melindungi
kepentingan mereka22.

19. Suatu ketika Pratomo (nama Buruh) dan kawan-kawan Dominasi Repressif
satu mandoran pulang setelah basis borongan mereka
terpenuhi. Di tengah jalan, mereka melihat mobil kuning dari
Pada masyarakat agraris, akses penguasaan,
kejauhan. Serta merta para Buruh kucar-kacir. Buruh pemilikan tanah merupakan salah satu sumber
berusaha menghindar dan bersembunyi agar tidak berpapasan
dengan mobil kuning
21. Dalam perspektif teori konflik, ada 3 kondisi internal
20. Tahun 2003 lalu, Atan (Buruh) dihukum oleh ADM menyebabkan terjadinya penguatan identitas, tingkat
karena memotong “buah mentah”. Hukumannya adalah penderitaan, perbedaan kultural dan intensitas konflik.
berjalan kaki keliling perumahan buruh mulai dari afdeling I Dalam kadar tertentu ketiga hal itu terjadi dalam praktek kerja
sampai afdeling II (kira-kira 4 kam), sambil memikul 1 jajang dan kehidupan Buruh. Thomas, Santoso (ed) “Teori-Teori
sawit dan menggalungkan karton bertuliskan “Atan Tukang Kekerasan” Jakarta:Ghalia Indonesia, 2002.
Potong Buah Mentah” dileher. Setelah berkeliling perumahan
Atan kembali ke PKS dan harus menjalankan hukuman 22. Pieere Bourdieu, “Outline of a Theory of Practice”
hingga semua buah yang dinyatakan ADM mentah dibawa Cambridge, England : Cambridge University Press, 1977. hal
keliling satu persatu. 83.

- 18 -
Jurnal Kajian Perkebunan

kekuasaan bagi petani dan buruh tani. Lapisan- dengan standart kerja, jam kerja serta target kerja
lapisan masyarakat maupun status sosial yang ditentukan sepihak oleh Perkebunan.
ditentukan oleh pemilikan dan penguasaan tanah. Berbagai macam cara “dihalalkan” seperti
Semakin luas akses kepemilikan dan penguasaan misalnya hukuman yang diberikan “mengelilingi
tanah maka semakin tinggi status sosialnya dan perumahan sambil memikul jenjang sawit”
semakin besar kepemilikan “kekuasaanya”. yang sebetulnya tidak ada dalam peraturan kerja.
Umumnya struktur Buruh perkebunan di Pendekatan kekerasan oleh perkebunan terhadap
Sumatera Utara adalah buruh yang tidak buruh sangat akrab dalam langgam hidup
mempunyai akses pemilikan dan penguasaan keseharian mereka.
tanah. Perkembangan perkebunan besar dahulu Bentuk kekerasan struktural yang menonjol
menarik banyak tenaga dari Jawa. adalah akibat pola hubungan kerja yang sangat
Sementara Buruh makin bertambah banyak, tergantung kepada Asisten kebun dan Mandor.
mereka juga membutuhkan tanah untuk Penentuan hukuman ditentukan sepihak oleh
pertanian pangan. Walaupun ada usaha mereka Mandor atau Asisten kebun, bahkan tidak jarang
membuka lahan baru agar mempunyai tanah Administrateur (ADM) turut melakukan
untuk ditanami padi dan sayur-sayuran p e n gawa s a n l a n g s u n g d i l a p a n ga n d a n
menambah penghasilan sebagai buruh, dengan memberlakukan hukuman secara semena-mena.
berbagai cara para pemilik perkebunan berusaha Besarnya wewenang dan kekuasaan Asisten
merampasnya. Cara-cara seperti membujuk kebun dan Mandor membuka peluang bagi
dengan janji akan dinaikkan statusnya menjadi “kesewenan-wenangan” perlakukan terhadap
Mandor, pemberian ganti rugi yang tidak sepadan Buruh dalam bentuk “ancaman” pemindahan
ataupun dengan cara memaksa, mengamcam buruh permanent menjadi buruh harian,
akan di PHK bila tak mau memerima ganti rugi, memelihara ketidakjelasan status Buruh karena
atau dengan tuduhan terlibat G.30S. Anehnya tidak ada surat (bukti) pengangkatan Buruh.
perampasan tanah selalu menggunakan/ Keluguan dan kepolosan Buruh dipelihara dan
melibatkan elite lokal, melakukan penangkapan d i m a n fa a t ka n s e d e m i k i a n r u p a u n t u k
dan penahanan bagi mereka yang tidak mau kepentingan perkebunan.
menyerahkan tanahnya23. Kekerasan “terselubung” oleh pihak
Pola penguasaan tanah dan pemilikan tanah perkebunan dengan cara “pembiaran” Buruh
oleh sekelompok elite yang sangat kuat dan bekerja tanpa meng gunakan peralatan
akibatnya adalah memeras tenaga buruh yang perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja
tidak mandiri, bahkan tergantung pada penguasa (K3). Kisah Buruh pemupukan dan penyemprotan
tanah sehingga nasibnya merana. Berbagai Sawit misalnya adalah kasus representasi
macam pola dan cara terus diproduksi dan bagaimana “pembonsaian buruh” secara
dibiakkan oleh pihak perkebunan memeras buruh sistematis terjadi 2 4 . Tidak ada antisipasi
baik berupa kekerasan fisik, kekerasan struktural pencegahan keracunan dan perlindungan
lewat mekanisme sistem hubungan kerja, sistem kesehatan Buruh. Untuk mencegah kecelakaan
kerja, pengupahan dan pengawasan. kerja seharusnya pihak perkebunan memberikan
Kekerasan fisik dapat berupa “bentakan”, pendidikan tentang bahaya, resiko dan dampak
“siksaan” bila mana pekerjaan Buruh tidak sesuai zat-zat kimia yang digunakan, melakukan
pemerikasaan kesehatan Buruh kepada dokter
ahli, dan merotasi Buruh yang bekerja di bagian
23. Akumulasi kekurang-perhatian pemerintah menyangkut yang berhubungan dengan bahan kimia yang
masalah pertanahan adalah merebaknya sejumlah konflik-
konflik sosial di sejumlah perkebunan terutama di pulau
Sumatra yang pada dasarnya adalah persoalan tanah tidak
terpantau dengan baik. Di Sumatra Barat daerah Setandus
24. Propil buruh penyemprotan rata-rata berbadan
Silungkang, di Sumatera Utara, meletusnya peristiwa Tanjung kurus, pucat, menderita sesak nafas, keluhan kepala
morawa (1964) dan di Banda Aceh, tepatnya Kuala Banda pening, muntah-muntah, batuk darah bahkan ada yang
Acah Barat antara penduduk setempat dengan Salah satu meninggal. kasus kematian Watini (buruh
Perkebunan Sawit BUMN patungan beberapa Negara sampai penyemprotan) tahun 2002 bekerja menyemprot hama
saat ini belum terselesaikan dengan baik. Uraian selanjutnya setiap hari. Kasus tersebut tidak pernah terangkat dan
lihat Sediono Tjondronegoro, Op.Cit hal 50 diusut dianggap sebagai kasus kematian biasa.

- 19 -
Jurnal Kajian Perkebunan

25
berbahaya . Sementara itu dari sisi ekonomi, Jejaring Kekuasaan Penindas
Buruh tidak mampu membeli makanan bergizi Secara sederhana dari sudut pandang
untuk mengganti sel-sel tubuh mereka yang sosiologis, perkebunan dapat didefenisikan
keracunan karena upah yang mereka terima sebagai keseluruhan fenomena dan hubungan-
sangat tidak mencukupi untuk memenuhi hubungan institusional yang timbul akibat proses
kebutuhan minimum setiap hari26. Dengan produksi dan distribusi hasil tanaman kebun. Ada
melihat perbandingan antara pengeluaran untuk paling tidak 3 pilar utama kelompok yang
kebutuhan sehari-hari ditambah dengan berbagai berkepentingan disana. Pilar pertama adalah para
potongan lainya dengan besar upah yang pemilik modal (pengusaha) berkepentingan
diberikan managemen perusahaan sangatlah bagaimana memaksimalkan keuntungan (kapital)
tidak mencukupi. Oleh karena itu, Buruh kebun yang diinvestasikan. Dalam realitasnya para
akan bekerja sebanyak mungkin dengan pemilik modal “lebih suka” menanamkan
melibatkan seluruh anggota keluarga hanya untuk modalnya bila ada jaminan iklim kondusif
dapat memenuhi kebutuhan makan dengan menjalankan usahanya berupa “proteksi”
kualitas yang memprihatinkan, sementara beban ataupun kemudahan-kemudahan tertentu seperti
kerja memerlukan energi yang tinggi tidak konsesi-konsesi pemilikan-penguasaan tanah,
sebanding dengan kualitas makanan yang jaminan tersedianya “tenaga kerja murah” serta
dikonsumsi setiap hari. jaminan politik dari rongrongan kekuatan-
Lemahnya posisi Buruh justru dimanfaatkan kekuatan kepentingan (interest group).
oleh perkebunan untuk “memeras” seperti Dalam menjamin ketersediaan fasilitas itu,
terdapat beberapa item potongan upah. Iuran maka pengusaha (pemilik modal) akan selalu
SPSI, potongan IMPS, potongan denda berusaha menggandeng kekuasaan Negara
(sangsi/hukuman), potongan PPH psl 21, sama (pemerintah) sebagai mitra strategisnya. Pilar
sekali Buruh tidak mengerti mengapa dan untuk kedua, adalah pemerintah sebagai pemegang
apa potongan itu. PPH psl 21 Undang-undang otoritas politik atas regulasi mengatur,
Pajak Penghasilan. Pada hal Menurut Peraturan mengontrol dan mengevaluasi para pihak pelibat.
Pemerintah (PP) No.27 Tahun 2001, dinyatakan Tentu saja pemerintah punya kepentingan
bahwa pajak untuk Buruh hingga sebesar UMP tersendiri seperti pajak perusahaan, pajak
yang berlaku ditanggung oleh Negara. Upah penghasilan dan penyerapan tenaga-kerja
Buruh perkebunan sebesar Rp 546.500,- sama mengatasi pengangguran dalam Negara. Secara
dengan UMP Sumatera Utara tahun 2004, namun normatif posisi pemerintah strategis samping
demikian managemen perkebunan tetap saja sebagai regulator, dapat memainkan peranan
melakukan pemotongan upah PPH psl 21. sebagai “wasit” menyelesaikan persoalan yang
timbul antara pengusaha dengan masyarakat.
Tapi dalam realitas pemerintah sering
25. Tahun 2004 lalu, sepulang kerja seluruh tubuhnya gatal- memerankan peran ganda baik sebagai “pemain”
gatal. “awalnya gatal-gatal hanya dibagian tangan. Lama- sekaligus “wasit” sehingga sering muncul “konflik
kelamaan menjalar ke seluruh tubuh. Rasa gatal, sakit, panas-
adem, badanku bendol-bendol seperti seperti “biduaran” kepentingan” ketika berhadapan dengan pemilik
demikian Parsi menggambarkan keadaan awal sakitnya. Atas modal. Pilar ketiga, adalah masyarakat sipil (Civil
saran tetangga dan keluarga Parsia berobat ke dukun Society) yang berkepentingan bahwa dengan
Kampung. Keadaan Parsia tidak membaik sehingga ia berobat
ke Bidan yang ada dikampungnya namun tidak mengalami aktivitas perkebunan berdampak pada
perubahan. Besoknya berobat ke poliklinik perkebunan dan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan
rawat inap selama beberapa hari. Menurut Nadapdap mantri mereka.
yang bekerja di poliklinik Parsia dinyatakan Alergi Racun.
Pola interaksi dan interrelasi ketiga pilar
26. Sukardi (Salah seorang Buruh Perkebunan) mempunyai tersebut tidak selalu berjalan secara harmonis.
tanggungan 3 Anak dan Istrinya ikut bekerja membantu
suaminya. Berdasarkan observasi penulis dilapangan selama Bagaimanapun pola interaksi dan interelasi
1 bulan penuh, diperoleh cacatan belanja buruh sebatas mereka berjalan secara dinamik, dimana
pengeluaran rutin belum termasuk pengeluaran seperti
pakaian dan peralatan rumah tangga dan bahwa menu
merupakan arena pertarungan kekuasaan
makanan buruh paling sering adalah telor dan Indomie (mie sepanjang masa. Konflik kepentingan dan
instant) total pengeluaran sebesar 1.296.700,- (Satu juta dua kontelasi ketiga pilar tersebut terjadi antara
ratus sembila puluh enam ribu tujuh ratus rupiah) perbulan.
kekuatan yang dominan dan yang didominasi.

- 20 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Dialektika dominasi dan resistensi seperti ini perspektif Guha (1982) struktur dikotomi
berlangsung terus menerus dalam konteks masyarakat post kolonial adalah “elite dan
sejarah, sosial dan politik yang berubah-ubah. subaltern”. Yang dimaksud elite adalah
Namun pertarungan tersebut tidak selalu “kelompok-kelompok dominan, baik pribumi
nampak kasat mata, tetapi senantiasa relasi maupun asing”. Yang asing bisa pemilik industri,
kekuasaan itu terbungkus secara apik dalam pemilik perkebunan Yang pribumi dibagi menjadi
struktur wacana dan kebudayaan. Kenyataanya dua yang beroperasi di tingkat nasional (pegawai
sehari-hari kita bisa melihat bagaimana kelompok pribumi dibirokrasi tinggi) dan mereka yang
tertentu menjadikan “kebudayaan” sebagai alat beroperasi di tingkat lokal (pegawai pribumi di
untuk menumpuk kekuasaan atau sebaliknya birokrasi lokal, birokrasi perkebunan). Meminjam
menggunakan “kekuasaan” untuk mengontrol terminologi Gramsci, kelompok ini adalah
kebudayaan27. kelompok intelektual organik ideologi kapitalis.
Buruh perkebunan adalah salah satu bagian Cara bekerjanya sangat mujarab mengiring
organik dari kelompok masyarakat sipil (Civil individu menjadi subyek yang dengan penuh
Society). Meskipun secara struktural mereka kerelaan dan atas kehendaknya menjadi mahkluk-
adalah bagian tak terpisahkan dari perusahaan, mahkluk bentukan melanggengkan proses
tetapi kesatuan fundamental historis, secara reproduksi produksi kapitalis. Sedang kelompok
kongkrit tidak tergabung dan tidak dapat bersatu. subaltern adalah mereka yang bukan elite adalah
Karenanya mereka adalah sekelompok golongan kelompok-kelompok pekerja, lapisan menegah
masyarakat sipil yang menjadi subordinat atau kota dan desa, yaitu rakyat di daerah setempat.
golongan subyek dominan bagi kelompok- Kelompok-kelompok menengah perkotaan dan
kelompok dominan. Kelompok-kelompok pedesaan yang terdidik dan berlatar belakang
dominan itu adalah suatu kekuatan yang aristokrat, kelompok kepentingan (interest group)
senantiasa eksis dalam sejarah masyarakat post- adalah mereka memainkan peranan sebagai
kolonial meskipun bukan dalam bentuk aslinya. apparatus organik bekerja di lapangan demi
Secara ideologis, menurut Said (1978) proyek kepentingan pemilik modal. Mereka yang
kolonisasi adalah sebuah proyek kekuasaan menamakan dirinya antikolonial bisa jadi lebih
tentang bagaiman kontruksi “Barat” terhadap bersifat kolonial dari pada yang menyatakan
28
“ Timur ”. Proyek kolonisasi inilah yang dirinya kolonial .
membentuk dan meninggalkan jejak-jejak Pola kekuasaan tersebut bukan lagi terpusat
warisan kolonial di negeri terjajah. Karena itulah (centering) dikotomi penguasa-yang dikuasai,
Negara-negara bekas kolonisasi menyimpan tetapi menyebar saling ketergantungan
struktur dan hirarkhi kekuasaan yang merupakan membentuk jejaring kekuasaan melalui
warisan dari regim kolonial, hingga kini masih mekanisme pembagian wewenang regulasi-
dipraktekkan oleh masyarakat pasca-kolonial. regulasi mengatur, mengendalikan kelompok
Namun demikian Perhatian kita pada Buruh dan masyarakat biasa yang didominasi.
penindasan selama ini hanya berpusat pada Pola relasi kekuasaan yang paling harmonis
“aktor-aktor luar”, kini meski ditambah dengan membentuk “relasi simbiolisme mutualisme”
perhatian kepada “aktor-aktor dalam”. Dalam bentuk relasi antara penguasa-pengusaha.
Penguasa memberikan jaminan “kenyamanan
berusaha” termasuk jaminan keamana sosial dari
27. Telah banyak tulisan yang menguraikan pola relasi
kekuasaan dalam wacana kebudayaan. Edward Said,
berbagai bentuk kekuatan lokal, sementara
Orientalisme (1978) mengurai secara mengesankan pengusaha memberika “upeti”, bahkan tidak
bagaimana sejarah orang tertindas dalam Negara-negara post- jarang menjadi suplayer dana-daya bagi
kolonial. Said, mengetegahkan kritik-kritik tajam terhadap
liberalisme dan sistem kapitalisme dengan menunjukkan
bagaimana kekuasaan dan pengetahuan menyatu tanpa bisa
dielakkan; Michael Foucault (1980) melalui strategi 28. Guha (1982) menyatakan bahwa pada masyarakat pasca-
genealoginya menyikapkan relasi yang melekat antara kolonial realitas struktur dan hirarkhi kekuasaan bukan lagi
praktek sosial, pengetahuan yang melandasinya (knowledge) seperti dikotomi-dikotomi penindasan konvensional seperti
dan relasi kekuasaan (power relation) yang beroperasi “kolonial-antikolonial”, “buruh-majikan”, “sipil-militer”,
didalamnya membentuk berbagai wacana atau discource, dan sebagainya, tetapi menjadi kelompok atau golongan
Lihat Piliang (2006) Op.Cit 33. “elite-subalterm” dalam bingkai suatu Negara.

- 21 -
Jurnal Kajian Perkebunan

kepentingan politik praktis penguasa dan tidak hanya menggunakan kekuasaan mereka.
kelompok-kelompok kepentingan (interest group) Perusahaan perkebunan juga menggunakan Alat
baik elite sipil maupun militer. Bukan rahasia lagi Negara seperti Polisi dan Koramil. Buruh yang
bilamana perusahaan perkebunan selalu menggugat kembali tanahnya dipanggilke kantor
memberikan “upeti” kepada Preman, Organisasi Polisi dan Koramil. Ada juga yang diangkut
Kepemudaan (OKP) kepada pemerintah termasuk langsung dari rumahnya dibawa paksa ke kantor
Polisi dan Pemerintah Daerah setempat dimana Polisi. Di kantor Polisi mereka dijemur dipanas
Perusahaan Perkebunan itu berada. terik matahari dan dipaksa kembali agar
S a l a h s at u ka s u s m e n g ga m b a r ka n menyerahkan tanahnya. Hingga saat ini Buruh
bagaimana pola jejaring kekuasaan tersebut masih tetap berjuang untuk memperoleh
bekerja yaitu kasus perambahan hutan bahkan tanahnya kembali. Berbagai upaya dilakukan
perampasan tanah milik Buruh perkebunan PT Buruh secara bersama-sama, mulai dari
Socfindo seluas 150 Ha. Kasus ini bermula pada mengadukan kasus kepada Camat Bilah Hilir,
sekitar Tahun 1963, beberapa Buruh perkebunan Bupati hingga ke Menteri Agraria namun hingga
membuka hutan/lahan untuk dijadikan lahan saat ini masih belum ada penyelesaian secara
pertanian. Menurut Partiem salah satu Buruh tuntas.
kontrak dari Jawa Tengah menuturkan dia dan Sisi lain bentuk jejaring kekuasaan adalah
suaminya bersama dengan kawan-kawan sesame penggunaan pengawasan ekternal berlapis untuk
Buruh membuka lahan yang saat itu masih berupa mengontrol Buruh yang sebetulnya sudah dalam
hutan lebat dan tanah rawa yang ditanami padi posisi yang lemah karena pengawasan internal
dan sayuran, untuk menambah penghasilan yang telah membatasi ruang gerak mereka melakukan
diterima, karena upah dari perkebunan tidak penyelewengan. Namun demikian penggunaan
mencukupi kebutuhan hidup mereka. pengawasan ekternal sebagai bagian strategi
Pada Tahun 1996, melalui Kerani dan Mandor perkebunan mendominasi kelompok-kelompok
perkebunan memerintahkan agar Buruh masyarakat, termasuk kelompok interest (interest
menyerahkan tanah yang ada disekitar group) sebagai apparatus organik perkebunan.
perkebunan. Kontan saja para buruh tidak mau Rekruitmen Mandor dari Serikat Pekerja seluruh
menyerahkan tanahnya, kemudian Mandor Indonesia (SPSI), rekruitmen apparatus seperti
perkebunan “bergerillia” mendatangi rumah Buruh Centeng, Papam dan Mata-mata (spionase) yang
satu per satu dan memaksa Buruh menanda- direkrut secara rahasia dari unsur-unsur kekuatan
tangani “sebuah surat” dengan ancaman apabila sosial kemasyarakatan daerah setempat adalah
tidak mau menandatangani surat itu akan suatu gambaran yang paling komprehensif
dikeluarkan dari perkebunan. Mayoritas Buruh bagaimana operasi jejaring kekuasaan itu bekerja
tidak mau menandatangani termasuk Partiem dan menindas buruh.
suaminya. Kemudian pihak perkebunan memanggil
Buruh satu per satu ke kantor Afdeling. Di Kantor Implikasi Bagi Buruh
Afdeling, perkebunan melakukan berbagai macam Pola jejaring kekuasaan yang demikian
cara untuk mendapatkan tanah, mulai dari menyebabkan posisi Buruh perkebunan semakin
membujuk akan diberikan ganti rugi sebesar Rp. terpinggirkan dari arena kekuasaan. Mereka
450.000,- hingga mengancam akan dimasukkan ke adalah kelompok masyarakat yang bungkam,
kantor Polisi. Sebahagian orang terpaksa tidak bersuara tenggelam hampir 4 generasi dan
menyerahkan tanah, tetapi sebahagian yang masih membekas hingga kini. Cerita-cerita
lainnya mempertahankan/tidak menyerahkan, dan mereka, keluh kesah, penderitaan mereka
sampai sekarang tetapmenguasai tanahnya. tenggelam dan terbungkus rapi oleh cerita
Mereka yang telah menyerahkan tanahnya, keberhasilan perkebunan, perluasan areal
menuntut kembali tanahnya karena penguasaan perkebunan serta kualitas rendeman prima sawit
lahan oleh perkebunan dilakukan secara paksa. yang diproduksi.
Perjuangan mereka menjadi lebih kuat karena Namun bukannya tidak menyisakan
mereka tidak lagi bekerja/telah pensiun dan saksi kepedihan. Keberhasilan perkebunan juga
hidup peristiwa perampasan tanah itu masih menghadirkan narasi-narasi buruh perkebunan
banyak yang hidup. Akan tetapi pihak perkebunan yang tersisih terhempas karena alasan

- 22 -
Jurnal Kajian Perkebunan

“produktivitas kerja”, disiplin kerja, target kerja. DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada Buruh Perkebunan yang berani
menolaknya. Berbagai aturan-aturan kerja, 1. Althusser, Louis 1984 Essay on Ideology,
hukuman dan sangsi-sangsi kerja diproduksi dan London : Verso
dibiakkan. Kalau ada Buruh yang mengkritik dan
melawan ia akan menerima hukuman dipertujuh , 2. Arif, Saiful 2000 Menolak Pembangunani-
pencabutan hak sebagai Buruh tetap (SKU), sme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
potongan upah dan tunjangan, dimusuhi,
dikucilkan dari lingkungan pergaulan warga. 3. Baker, Cris 2004 Cultural Studies : Teori dan
Persoalan akan lebih kompleks, ketika Praktik (terjemahan), Yogyakarta Kreasi
pemaknaan aturan-aturan kerja dan sangsi-sangsi Wacana.
kerja terdapat interpretasi yang beragam, prural,
fleksibel, dan sekaligus ambiguitas. Betapa tidak, 4. Gandhi Leela 2001 Teori Poskolonial, Upaya
interpretasi aturan kerja sangat ditentukan oleh eruntuhkan Hegemoni Barat Yogyakarta:
selera dan kemauan ADM, Asisten kebon maupun Qalam.
Mandor. Masing-masing “oknum” itu tidak ada
yang seragam penafsiran dan penerapan aturan 5. Fakih, Mansour 1996 Masyarakat Sipil Untuk
kerja bagi Buruh. Transformasi Sosial : Pergolakan Ideologi di
Berbagai fenomena “kekerasan fisik, Dunia LSM Indonesia, Yogyakarta: Pustaka
aturan kerja yang tak pernah jelas” terjadi Pelajar
sepanjang waktu diperkebunan. Sistem kerja,
mekanisme kerja menjadi semacam pendisplinan 6. Hettne, Bjorn 2001 Teori Pembangunan dan
“regim ketertiban dan keteraturan” bagi Tiga Dunia, Jakarta : Gramedia
penguasa kebun. Ketika regim ini berusaha untuk
digugat, dilanggar oleh pengikutnya akan 7. Kleden, Ignas 2002 “Konflik Etnis atau konflik
terdapat hukuman kepadanya. Namun tidak politik?”, Tempo, 6 Januari (Edisi Khusus).
pernah sekalipun dibuat aturan atau hukuman
untuk sang kuasa; Mandor yang sewenang- 8. Ratna, Nyoman Kutha 2005 Sastra dan
wenang, Asisten Kebun dan ADM yang ceroboh Cultural Studies, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
membiarkan Buruh bekerja tanpa peralatan
kesehatan dan keselamatan kerja, Mantri 9. Said, Edward 1996 Orientalisme (Terjemahan
perkebunan yang lalai menolong pasien Asep Hikmat) Bandung : Pustaka Salma.
kecelakaan kerja ataupun yang sakit hingga
menemui ajalnya. 10. Santosa, Thomas (ed) 2002 Teori-Teori
Masih kuatnya persepsi atas wacana bahwa Kekerasan, Jakarta : Ghalia Indonesia
perusahaan perkebunan adalah “dewa
penyelamat” bagi Buruh, pemerintah setempat 11. Storey, John 1993 An Introduction Guide to
dan masyarakat umumnya. Cerita-cerita Cultural Theory and Popular Culture London
“kebaikan perkebunan” menyerap tenaga kerja, : Harvester Wheatshesf.
memberikan fasilitas perumahan, pendidikan dan
kesehatan, membentuk agency-agency manusia 12. Tjondronegoro, Sediono M.P. 1999 Sosiologi
yang rela mengabdi menjaga dan melestarikan Agraria; Kumpulan Tulisan Terpilih, Bandung
kekuasaan perkebunan. Subyek-subyek manusia Penerbit Akatiga
elite sipil maupun militer terbukti beroperasi
sangat produktif untuk menebarkan perspektif
kekuasaan perkebunan.

- 23 -
• BRONDOLAN | Jurnal Kajian Perkebunan | Vol. 1 No. 1 / Januari - Juni 2010

- 24 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Buruh Harian Lepas (BHL) di Perkebunan


Suatu Catatan Riset Lapangan

Manginar Situmorang

Abstrak : Ada 4 (empat) gagasan pokok yang akan saya sampaikan pada kesempatan ini. Pertama, tentang
bagaimana pengaturan relasi kerja majikan-buruh yang merupakan substansi masalah dalam konteks
perburuhan. Uraian ini sekaligus menegaskan perspektif saya memandang Buruh Harian Lepas
(selanjutnya disingkat BHL); Kedua, kuatnya pengaruh modal mengintervensi relasi kerja. Tampaknya ada
semacam “ketegangan” antara logika modal dan logika relasi kerja. Logika modal yang impersonal,
cenderung mengabaikan dimensi nilai-nilai kemanusiaan didalamnya demi efektivitas dan produktivitas
kerja yang bermuara pada maksimalisasi keuntungan. Sementara relasi kerja adalah relasi personal yang
sarat dimensi nilai kemanusiaan, bukan sekedar masalah efektivitas dan produktivitas kerja. Ketegangan
tersebut tampaknya menjadi sumber masalah polemik yang sampai saat ini belum terakomodir dalam
kebijakan perburuhan kita. Sayangnya penselesaian masalah ketegangan tersebut diserahkan diatur oleh
pasar, tanpa intervensi dan proteksi negara melindungi yang lemah. Ketiga, uraian garis besar realitas
kekinian BHL hanya akan terpahami dalam konteks sejarah perkebunan dan perburuhan. Keempat, temuan
lapangan tentang realitas kekinian BHL.

Kata Kunci : Relasi Kerja, eksploitasi, perbudakan modern, perikatan kerja, monoterisasi upah,

Pengantar disekeliling kita.


Praktek kerja Buruh Harian Lepas (BHL) Namun penting diingatkan kembali bahwa
diperkebunan sudah berakar jauh sebelum UU No setelah Indonesia merdeka, para pejuang pendiri
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Bangsa ini sadar betul bahwa hubungan kerja
diberlakukan di Indonesia. Praktek hubungan eksploitatif bercorak liberalisme tadi harus
kerja majikan-buruh eksploitatif telah menjadi dihapuskan. Itulah yang mendasari dimuatnya
langgam perburuhan sejak jamam kolonialisme Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 mengenai "pekerjaan"
(Mubyarto, 1992; Kartodirjo, 1999). Kebijakan dan "penghidupan yang layak" dan terkait amat
kolonialisme waktu itu terutama di perkebunan erat dengan pasal 28 mengenai hak untuk
lebih berpihak pada modal seperti konsesi tanah berorganisasi dan berkumpul sebagai dasar
murah, pengakuan kepemilikan tanah bagi konstitusional perburuhan kita (Putusan
pengusaha asing (hak erfpacht) dan legitimasi Mahkamah Konstitusi, 2003).
hubungan kerja bebasis “kuli kontrak” melalui Beberapa tahun kemudian secara konsisten
kebijakan perburuhan ordonansi koeli dan ponale pemerintah kita waktu itu memperjuangkan
sanksi lebih ditujukan menjerat buruh menjadi hubungan kerja majikan-buruh bersifat kolektif
abdi tuan Kebun (Said, 1977). berbasis kesejahteraan. Setidaknya tiga buah
Hubungan kerja eksploitatif tadi, oleh undang-undang, yaitu Undang-undang Nomor 33
k u a t n y a w a c a n a ko l o n i a l i s ke m u d i a n Tahun 1947 tentang Kecelakaan, Undang-undang
terinternalisasi kedalam struktur hubungan Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja dan Undang-
industrial perkebunan. Masyarakat kita sadar atau undang Nomor 23 Tahun 1948 tentang
tidak sadar juga mengaminkan perbudakan Pengawasan Perburuhan, yang oleh banyak ahli
sebagai sebuah kewajaran sehingga mengurangi dikatakan sebagai salah satu undang-undang yang
kepekaan melihat penindasan yang ada paling progresif dan protektif terhadap buruh

- 25 -
Jurnal Kajian Perkebunan

pada masanya, jauh lebih bagus dari UU No 13 kontrak” rumah dan kontrol negara terhadap
kita saat ini. organisasi kemasyarakatan termasuk serikat
Kurun waktu tahun 1950-an merupakan buruh dengan dukungan militer.
zaman keemasan buruh perkebunan. Di tingkat Kini jaman yang kita sebut reformasi, kondisi
managemen perkebunan waktu itu benar-benar buruh makin sulit akibat kebijakan disahkannya
suatu tindakan yang protektif kepada buruh. U U Ke t e n a ga ke r j a a n , ya n g j e l a s - j e l a s
Proses rekruitmen buruh terseleksi dengan baik; menghapuskan nuansa protektif dalam hukum
kepastian hubungan kerja (buruh SKU), sistem perburuhan Indonesia, dan karenanya
penggajian berbasis kesejahteraan (upah pokok menjadikan undang-undang tersebut
plus catu 11) dan pemenuhan jaminan sosial bertentangan dengan amanat UUD 1945. Pasar
seperti fasilitas perumahan dan pelayanan tenaga kerja terbuka jelas mengurangi standar
kesehatan, hak berserikat dijamin serta tidak perlindungan buruh, dan peran negara sebagai
mempekerjakan anak. pelindung pun semakin dihilangkan. Buruh
dibiarkan sendirian menghadapi ganasnya
Intervensi Modal Asing Di perkebunan kekuatan pasar dan kekuatan modal.
Setelah nasionalisasi aset-aset perkebunan
ke tangan pemerintah hubungan kerja majikan- Realitas Kekinian BHL
buruh mengalami perubahan seiring dengan Temuan-temuan penting dalam studi ini :
dinamika pergolakan politik mempengaruhi pertama, sejak tahun 1970 praktek kerja BHL
kebijakan di tingkat pengelolaan perkebunan. diperkebunan mulai marak seperti jaman
Ditenggarai hubungan kerja buruh-majikan yang kolonial. Pola hubungan kerja yang longgar di
ideal tadi tidak diimbangi oleh pengelolaan perusahaan perkebunan bersumber dari
managemen yang profesional. Pengelolaan rekruitmen warisan yang telah berurat-berakar
perkebunan waktu itu lebih didasarkan pada sejak jaman kolonialisme. “Koeli Kontrak”
kepentingan politik praktis dari pada keinginan demikian pola perikatan kerja tempo dulu. Waktu
mengembangkan perkebunan. Penunjukkan itu, buruh perkebunan buruh perkebunan di
pejabat-pejabat perkebunan waktu itu bukan atas datangkan dari suku Jawa. Lambat laun waktu
dasar keahlian tetapi atas dasar kedekatan membaurkan mereka dengan buruh dari
dengan pusat-pusat kekuasaan sehingga lingungan sekitar perkebunan di ikat dalam
perusahaan terutama di perkebunan mengalami kontrak 3,5 tahun. Mereka dipaksa “betah”
kemunduran hasil produksi baik dari segi tinggal di emplasmen perkebunan, tidak lain
kuantitas dan kualitas (Tjondronegoro, 1999). merupakan enclave yang membatasi mobilitas
Banyak perusahaan perkebunan waktu itu s o s i a l m e re ka . S e h a b i s m a s a ko nt ra k
terancam tutup karena pengelolaan yang tidak kenyataannya mereka Cuma di beri “makan”,
benar, sehingga membuka peluang masuknya tidak ada akses untuk beralih ke pekerjaan lain,
modal asing dan intervensi kepentingan politik atau pulang ke kampong halaman karena tidak
militer (BUMIL) ke perkebunan terutama pada ada tabungan. Cara yang ditempuh untuk
pasca nasionalisasi (Lukman Sutrisno, 1992). mempertahankan kelangsungan hidup adalah
Puncaknya adalah pemerintah Orde baru menyetujui rekruitmen warisan melanjutkan
membuka luas investasi modal asing melalui sistim kontrak.
Undang-undang penanaman modal tahun 1967 Kini, pola rekruitmen buruh oleh
turut mereduksi pola hubungan majikan-buruh ke managemen perkebunan mengacu pada skema
arah liberalisasi pasar tenaga kerja. Kemudian buruh kontrak yang di upah murah. Perusahaan
kekuatan modal menggeser hubungan kerja perkebunan mengambil keuntungan dengan cara
buruh-majikan bersifat kolektif berbasis meminimalisasi buruh tetap hanya untuk level
kesejahteraan tadi kembali ke hubungan kerja managemen, sementara level buruh lapangan
eksploitatif. Muncullah pendekatan hubungan lebih mengoptimalkan buruh harian lepas (BHL).
kerja yang bersifat hegemonis (Hubungan Sejak tahun 1970, penggunaan BHL di
Industrial Pancasila), “monoterisasi” sistem perkebunan sudah marak dengan modus
pengupahan dalam bentuk konversi jaminan operandi “penangguhan pengangkatan menjadi
sosial seperti fasilitas perumahan menjadi “uang buruh SKU”. Ada banyak buruh mengakui bekerja

- 26 -
Jurnal Kajian Perkebunan

10 sampai 15 tahun, tanpa kepastian kerja alias Sembilan ribu rupiah), sementara upah riil
BHL. Pengunaan BHL marak tanpa pandang bulu maksimal yang diterima dari perusahaan adalah
termasuk pada pekerjaan yang berhubungan 20 hari kerja dalam satu bulan dikali upah sebesar
dengan produksi (pemanen). Rp 31.000,- (tiga puluh satu ribu rupiah). Upah
Dari hasil penelitian ini, ditemui bahwa tertinggi yang diperoleh Kairil adalah Rp 620.000,-
dalam 100 Ha kebun dipekerjakan 22 orang buruh, (enam ratus dua puluh ribu rupiah).
12 diantaranya SKU dan 10 BHL. Dengan fakta Rata-rata keluarga Kairil harus
seperti itu, diperkirakan jumlah BHL sekitar mengeluarkan uang sebesar Rp 23.417,- (dua
80.000 dari 236.000 buruh perkebunam di puluh tiga ribu empat ratus tujuh belas ribu
sumatera Utara. Faktor hubungan kerja menjadi rupiah) setiap hari. Komponen terbesar
faktor utama paling berpengaruh terhadap sistem belanjanya adalah untuk sembako: beras, telor,
kerja, penggajian, pengawasan, upah dan akses ikan asin, mie instan, gula minyak goring dan
terhadap kesejahteraan. Ada 3 jenis perikatan minyak tanah. Belanja tersebut masih sebatas
kerja BHL diperkebunan yaitu : 1 Perikatan pengeluaran rutin sehari-hari belum termasuk
permanen (kontrak tahunan, sistem dan beban pengeluaran seperti pakaian, peralatan rumah
kerja sama dengan SKU hanya saja hari kerja tangga serta peralatan elektronik, rekreasi dan
dibatasi dibawah 20 hari), sistem kerja biaya sosial (pesta dan adat istiadat).
berdasarkan 1 hk ( 7 jam kerja) dan target kerja Dari daftar menu sehari-hari, bahwa menu
secara bersamaan ditentukan sepihak oleh makanan yang paling sering adalah telor dan mie
perusahan, upah antara Rp 29.000,- s/d Rp 31.500 instan, ikan asin dan sayur-mayur. Selain itu
tanpa jaminan sosial; 2. Perikatan semi permanen pengakuan Surtini sangat jarang belanja dalam
(kontrak borongan, model kerja sopir-kernet yang partai besar, hanya cukup satu hari makan
kita sebut “paket hemat”, kepastian kerja keluarga. Paling kalau belanja agak banyak bila
tergantung pada fruktuasi panen, jam kerja ada saat gajian tiba, “ya, masakin yang lebih enaklah
yang ½ hk, ada yang 1 hk tergantung pada untuk suami dan anak”. Hal ini dipertegas oleh
fruktuasi panen tanpa jaminan social, dan 3. Warti (35) tahun, istri mandor yang juga menjadi
outsourcing baik resmi dan tidak resmi, kepastian “tukang warung” menyediakan sembako sehari-
kerja ukuranya ½ hk (4 jam kerja), kompensasi hari. “kalau ada istri buruh yang aneh-aneh
upah sekitar Rp 8.000 s/d 15.000,- tanpa jaminan (melebihi dari biasanya), pastilah karena
sosial. sedang ada yang bertamu di rumahnya”.
Seluruh aspek kerja BHL berbasis Hal yang lebih lumrah pada ibu-ibu istri
penghisapan mulai dari proses rekruitmen, proses buruh bahwa kalau belanja ke warung membawa
kerja, polanya hampir sama dengan jaman notes (catatan kecil). Notes ini berisi catatan
ordonasi kuli tempo dulu kerja hanya untuk belanja setiap hari terutama istri yang ngutang
sekedar makan. Suatu kongklusi bahwa ternyata belanja. Biasanya hal ini berlangsung saat minggu-
“perbudakan modern” dalam praktek di minggu terakhir sebelum gajian tiba, dan
sublimasikan dalam pola perikatan kerja “kuli kemudian akan dibayarkan setelah tiba gajian.
kontrak”, di bungkus rapi dalam istilah terkenal Realitasnya sepanjang sejarah perkebunan
“Hubungan Industrial Pancasila”. tiada perubahan struktural sistem pengupahan
Bagi buruh, upah merupakan unsur di perkebunan. Dasar pengupahan tetap berbasis
fundamental. Upah satu-satunya sumber penghisapan karena polanya hampir sama
penghasilan utama memenuhi kebutuhan hidup dengan jaman ordonasi koeli berdasarkan jam
keluarga. Besar kecilnya upah sangat menentukan kerja yang tinggi, beban kerja (basis borong) berat
kelangsungan hidup sekaligus ukuran kepuasan ditentukan sepihak oleh perkebunan. Untuk
dan kesejahteraan mereka. memenuhi target kerja yang tinggi tidak jarang
Kairil 42 tahun (nama samaran) adalah salah buruh harus mengerahkan istri dan anak ikut
satu profil BHL, mempunyai istri Sumiati dengan 3 bekeja membantu demi tercapainya target
orang anak, ketiganya duduk di bangku sekolah tersebut, serta untuk mencapai basis borong
dasar (SD) yang jarak sekolahnya sekitar 2 km dari mengejar premi over basis (bonus) demi
emplasmen pondokan. Total pengeluaran satu menyambung hidup, ditengah upah yang tidak
bulan Rp 729.000,- (tujuh ratus dua puluh sesuai dengan kebutuhan hidup sehari-hari.

- 27 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Besaran upah yang mereka terima hanya untuk banter nasi, ikan basah ditambah tahu/tempe
“tetap bertahan hidup”, bahkan untuk sekedar goreng serta sayuran. Pada saat bulan tua
makan setiap bulanya harus ngutang. “upah kami menjelang gajian biasanya sudah kehabisan
untuk “nyetor” ke dubur saja tak cukup”. persediaan makanan, paling menunya nasi
“Sementara binatang peliharaan saja seperti ditambah tahu/tempe goreng. Mengurangi
“anjing” dikasi makan yang cukup oleh tuannya” pemberian makanan tambahan (susu) bagi anak
berarti kami ini lebih rendah dari pada anjing, balita mereka.
demikian papar salah seorang buruh BHL secara Di kalangan buruh sangat akrab gobrol menu
lugas dan reflektif. dengan nanya “nyayur apa”. Jadi yang ditanya
bukanlah jenis lauk-pauk yang mereka bawa dari
Mensiasati Upah Murah rumah, karena memang sudah tahu satu sama
Variabel pokok yang mempengaruhi daya lain, tetapi jenis sayur yang dibawa. Bagi kalangan
beli buruh adalah pengaruh kenaikan BBM. Pada buruh nyayur kacang panjang, kangkung adalah
kenyataannya upah yang mereka peroleh relatif s ay u r ya n g “ b e rge n g s i ” ka re n a u nt u k
tetap, sementara itu harga kebutuhan hidup mendapatkannya harus dengan cara membeli.
cenderung membumbung tinggi terutama Sedangkan sayur-sayuran jenis genjer, pakis,
sembako, listrik , minyak tanah dan transportasi, jamur dan daun ubi adalah sayuran biasa karena
terutama sepeda motor karena itu satu-satunya tersedia atau ditanami di sekitar rumah.
alat transportasi yang ada diperkebunan untuk Dilingkungan perkebunan lazim juga
keperluan belanja sehari-hari atau untuk ditemui jenis lauk pauk yang sering disebut “ikan
mengantar anak ke sekolah. Monja”. Ikan ini adalah jenis ikan kakap dan
Pengaruh kenaikan harga BBM terutama gurame yang sudah diambil dagingnya oleh
sejak era reformasi benar-benar merupakan perusahaan pengalengan ikan “aqua farm” untuk
tekanan yang berdampak pada kesulitan dieksport. Kepala dan tulang-tulang yang tersisa
kehidupan sehari-hari. Idiom yang mereka di jual ke buruh perkebunan. Kemudian ikan itu
sebutkan untuk menggambarkan kesulitan dibuat sup dicampur aneka bumbu dan sayur
tersebut dengan istilah “sak iki opo-opo larang”. mayor yang merupakan “menu special” buruh
Kenaikan harga BBM menyebabkan rata-rata perkebunan yang dikategorikan mewah.
harga sembako terutama beras, minyak goring
dan lauk-pauk meningkat, karena hal itu tidak Aspek Kesejahteraan Sosial
tersedia di perkebunan. Dan untuk mendapatkan Dari aspek kesejahteaan social, dampak
hal itu buruh harus membayar biaya tambahan kehadiran perkebunan juga tidak mengalami
karena harus dibebani oleh “biaya transportasi” perbaikan. Pada hal dalam berbagai kesempatan
mengingat daerah perkebunan relative jauh dari pemerintah sering mengatasnamakan perbaikan
pusat-pusat pasar daerah perkotaan. kesejahteraan; mengentaskan kemiskinan dan
Dahulu para buruh perkebunan pengurangan pengangguran untuk
menggantungkan sumber energi untuk memasak pengembangan dan perluasan perkebunan
kebutuhan sehari-hari dari kayu bakar, tetapi dengan cara mengundang investasi.
karena kayu bakar semakin hari semakin susah Fakta-fakta dilapangan menunjukkan bahwa
mencarinya seiring dengan konversi hutan ke kehidupan buruh, terutama BHL dan komunitas
perkebunan maka mereka saat ini harus terbebani perkebunan. Mereka tinggal di emplasmen
oleh sumber alternatif seperti minyak tanah. perkebunan dengan pondokan dan lingkungan
Mensiasati tekanan upah rendah, maka nyaris kumuh, air minum yang tidak layak bagi
buruh melakukan strategi utama untuk “bertahan kesehatan serta tidak dilengkapi sanitasi, irigasi
hidup” dengan cara mengurangi konsumsi makan yang baik dan rata-rata tidak mempunyai MCK.
sehari-hari. Buruh biasanya membawa makanan Akses mendapatkan palayanan kesehatan di
(perbekalan) sehari-hari untuk kerja yang biasa lingkungan pekerjaan dan pelayanan kesehatan
disebut “bontot”. Menunya antara lain nasi, telor dari pemerintah juga tidak memadai. Aspek
(1 butir dibagi empat), atau ikan asin/teri pendidikan bagi mereka dan anak-anak mereka
termurah di tambah tahu/tempe goreng juga cukup mahal jika dibandingkan dengan besar
disambal sama sayuran. Kalau baru gajian paling upah mereka sebagai buruh.

- 28 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Di tengah himpitan hidup, terutama karena Kondisi sosial demikian memaksa mereka
tekanan upah rendah komunitas buruh menjadi “korban” budaya konsumerisme massa
umumnya, khususnya BHL “dipaksa” mengambil dalam bentuk kegandrungan mengkonsumsi
pilihan sulit karena tidak tersedianya norma- hiburan visual ditengah keringnya arena rekreasi,
norma sosial menjaga keseimbangan hidup dan kreasi budaya (ketoprak, wayang ludruk dan
mereka. Budaya kebun “hedonis” warisan sejarah kuda kepang).
masih kental seperti pusat-pusat hiburan kebun
nyaris vulgar (Keyboard Bongkar) sebagai satu- Penutup
satunya media mengekpresikan dan Tiadanya jaminan kerja yang tetap dan pasti,
mengapresiasi diri ditengah rutinitas kerja sehari- tingginya jam kerja dan beban kerja serta tekanan
hari. Pesta-pesta yang paling digandrungi oleh upah rendah yang dialami oleh buruh umumnya,
komunitas perkebunan adalah pesta yang khususnya BHL memaksa mereka bekerja
menyuguhkan acara hiburan keyboard, lengkap melebihi kemampuan rasional manusia.
dengan biduanita yang mempertontonkan tarian Mensiasati hal tersebut mereka mengikut-
erotik terkenal dengan “keyboard bongkar”. sertakan anak dan istri, mengurangi konsumsi
Tidak peduli jenis pesta apapun itu “pesta korang makanan tidak sebanding dengan keringat yang
afdol bila tidak ada suguhan yang demikian” ujar dikeluarkan hanya untuk mempertahankan
salah seorang buruh yang ditemui di tengah kehidupan “sekedar makan” adalah suatu
berlangsungnya pesta. pandangan ironi ditengah luasnya hamparan
Biasanya kalau mendengar adanya suguhan perkebunan, kualitas rendeman CPO dan
keyboard, maka pesta akan meriah tidak hanya tumpukan “dollar” yang dihasilkan keringat
yang diundang yang datang tetapi juga dari mereka. Itulah realitas perkebunan kita yang tidak
emplasmen lain di lingkungan perkebunan. berdampak bagi kesejahteraan buruh dan
Bahkan komunitas desa lain datang dengan jalan kesejahteraan komunitas masyarakat sekitar.
kaki di tengah hamparan gelap-gulitanya
belantara perkebunan. Tidak ketinggalan
pedagang-pedagang kecil menyajikan aneka
makanan, minuman termasuk minuman alkohol
bahkan “tukang dadu” menjalankan bisnisnya
sampai selesai.
Awalnya saat prosesi adat dilaksanakan,
sekitar jam 15.00 wib petang hari masih dalam
busana adat, sopan lengkap dengan tarian
“kasidah”. Lepas acara pokok, dilanjutkan dengan
acara bebas hiburan music dangdut, busana satu-
persatu mulai diganti dengan busana yang lebih
bebas ditonton oleh seluruh anggota keluarga
tidak mengenal pembatasan usia. Tiba saatnya
jam 22.00 wib, ada dramatik “sundal bolong”
suguhan drama adegan “anak tiri” yang malang
yang didatangi oleh arwah ibu kandung. Adengan
ini secara terselubung dimaksudkan untuk
“mengusir” anak-anak dan ibu-ibu untuk pulang
dan istirahat (tidur). Yang tersisa adalah pemuda
dan bapak-bapak. Semakin malam busana
pemain dan penonton mulai “dibongkar”. Hingga
pada puncaknya, busana seronok dan nyaris
bungil diiringi dengan tarian erotic antara
biduanita dengan khalayak dan si biduanita akan
mendapatkan sambutan meriah dan “saweran”
yang lebih banyak jika lebih galak dan berani.

- 29 -
Jurnal Kajian Perkebunan

DAFTAR PUSTAKA

1. Hutabarat, Tua Hasiholan, 2006 Realitas Upah 4. Nadapdap, Gindo, dkk, 2007, Panduan
Buruh Industri, Medan : KPS & n(o)vib oxpam Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama Pada
Netherlands. Tingkat Perusahaan, Medan : KPS & Union,
European.
2. Kartodirjo, Sartono, 1999 Sejarah
Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial 5. Said, Mohammad, H, 1977, Suatu Zaman
Ekonomi, Yogyakarta : Aditya Media. Gelap di Deli, Koeli Kontrak Tempo Doeloe,
Dengan Derita dan Kemarahannya. Medan:
3. Mubyarto, 1992, Tanah dan Tenaga Kerja Percetakan Waspada.
Perkebunan Kajian Sosial Ekonomi,
Yogyakarta : Aditya Media. 6. Tjondronegoro, Sediono M.P., 1999, Sosiologi
Agraria; Kumpulan Tulisan Terpilih, Bandung
Penerbit Akatiga.

- 30 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Analisis Kasus Kecelakaan Kerja


di Perkebunan

Gindo Nadapdap

Abstrak: Isu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (selanjutnya disingkat K-3) merupakan masalah penting
dalam dunia perburuhan. Selain sebagai hak dasar buruh, K-3 penting karena semua pihak yang berkaitan
dengan masalah tersebut harus berusaha untuk mengurangi kemungkinan resiko dan bahaya dalam
bekerja (aspek preventif), memungkinkan tercapainya pengobatan (aspek kuratif) dan pemulihan
kesehatan (aspek rehabilitatif) bagi buruh khususnya mereka yang mengalami kecelakaan kerja. Berikut ini
adalah analisis kasus kecelakaan kerja di perkebunan mencakup analisis umum, analisis kronologis dan
analisis pokok berangkat dari temuan kasus dilapangan

Kata Kunci : Keselamatan dan Kesehatan Kerja, preventif, kuratif, rehabilitasi, analisis kasus

Hak dan Kewajiban pekerja melalui wakil mereka mempunyai hak dan
Tingkat K-3 dapat tercapai apabila prinsip- tugas berperan serta dalam semua hal yang
prinsip berhubungan dengan hak dan kewajiban terkait dengan K-3. Hal ini mencakup hak untuk
pemerintah, pengusaha dan pihak buruh memperoleh informasi yang tepat dan
diterapkan secara baik. Secara normatif, hal itu menyeluruh dari pengusaha tentang resiko kerja;
menyangkut : pertama, dari aspek regulasi dan memperhatikan tindakan dan kelalaian mereka di
pengawasan mempunyai kerangka perundang- tempat kerja; memelihara alat kerja dan
undangan, kebijakan, peraturan-peraturan dan pelindung kerja; melaporkan bila buruh percaya
tugas-tugas operasional yang terdefenisikan bahwa pelindung K-3 yang disediakan perusahaan
secara jelas serta otoritas dan kompetensi tidak sesuai atau tidak cukup. Atau percaya bahwa
kelembagaan pengawas yang bertujuan pengusaha mereka gagal memenuhi ketentuan
mendukung upaya-upaya pengusaha dan pekerja hukum, aturan dan prosedur kode praktek K-3 dan
memperbaiki tingkat K-3. membawa masalah ke tingkat pengawas
Kedua, pengusaha yang bertanggung jawab. ketenagakerjaan atau badan lain yang
Managemen perusahaan yang berusaha keras berkompeten, serta pekerja mempunyai hak
mematuhi semua hukum, peraturan dan kode etik untuk pemeriksaan kesehatan tanpa dipungut
yang relevan dengan K-3, mensosialisasikan, biaya dan penanggulangan apabila oleh kondisi
m e n g i d e n t i f i k a s i p o t e n s i b a h ay a d a n tertentu dalam kerja menyebabkan gangguan
pengaruhnya terhadap K-3 memastikan bahwa kesehatan dan atau kecelakaan kerja.
mereka berusaha mengurangi bahaya (resiko
kerja), yang terimplementasikan dalam kebijakan Bentuk Kecelakaan Kerja
penanggulangan K-3 yang tersistematisir dalam Hasil studi ini menunjukkan bahwa
manajemen perusahaan (Manajemen Kesehatan kecelakaan kerja diperkebunan terkait dengan
dan Keselamatan kerja). bentuk operasi kerja di perkebunan mulai dari
Ketiga, Semua buruh harus bekerjasama proses replanting, penanaman, pemeliharaan
erat dengan pengusaha dan otoritas pengawas tanaman sampai proses produksi. Temuan
regulasi (Depnakertrans) untuk mempromosikan penting menunjukkan bidang kerja yang paling
kesehatan dan keselamatan kerja. Para buruh/ rentan terhadap resiko kecelakaan adalah buruh

- 31 -
Jurnal Kajian Perkebunan

bagian pemanen, bagian penyemprotan hama kotoran berondolan sawit dan tertimpa tandan
dan pemupukan. buah segar, tubuh terkena bahan (TBS) kimiawi
Bentuk kecelakaan kerja di perkebunan, beracun akibat tingginya interaksi pada saat
khususnya perkebunan sawit dan karet adalah penyemprotan dan 2 orang buruh (4,25) jiwanya
tertimpa pelepah dan buah, mata terkena kotoran melayang, 1 orang kena sengatan listrik dan 1
dan tatal (getah) bagi buruh bagian panen dan orang lagi tertimpa tandan buah segar waktu
pembersihan lahan.Terkena tetesan gromoxone, memanen.
roun-dup dan terhirup racun pestisida, fungisida
dan insektisida terutama pekerjaan yang Analisis Kronologis Kasus
berhubungan dengan penyemprotan. Yuswardi : Minimnya alat Pelindung Kerja
B ent u k kecela ka a n kerj a ters eb u t Yuswardi (45 tahun) salah seorang buruh
berdampak pada resiko cacad anggota tubuh tetap (SKU) sudah bekerja 12 di PTPN II tepatnya
seperti mata buta bagi pemanen buah sawit dan di estate Sawit Seberang tetapi bidang kerjanya
penderes karet, cacad kelahiran terutama bagi berpindah-pindah. Awalnya pembabat, kemudian
wanita penyemprot, bahkan menumui ajal ketika serabutan dan 3 bulan terakhir di bidang
tertimpa tandan buah sawit (TBS). pemanenan. Sekitar bulan pebruari 2008, seperti
Kerakteristik penyebab umum kecelakaan biasa Ia berangkat kerja dengan perlengkapan
antara lain tempat kerja (ancak) yang tidak rata kerja dodos, angklong. Perlengkapan pelidung
(berbukit), pohon sawit/karet yang bengkok, kerja hanya sepatu boot tanpa menggunakan
pohon karet/sawit yang relatif tinggi, bersemak pelindung tangan (kaos), pelindung mata
lebat, ancak berlobang dapat dikategorikan (kacamata) dan pelindung kepala (helm). Tinggi
lingkungan kerja yang tidak aman dalam arti pohon sawit yang akan di panen masih 2 meter,
resiko tinggi terhadap kecelakaan. tetapi ancaknya miring (tidak rata) dan pohon
Penyebab terperinci, berdasarkan analisis sawit bengkok (tidak lurus) sehingga menyulitkan
kronologis diakibatkan oleh kelalaian buruh, proses memanen. Pengakuanya ia belum biasa
kekurang terampilan, alat kerja serta pelindung memanen di ancak yang demikian. Tepatnya
kerja yang tidak cukup dan mandor pengawas sekitar tengah hari ia mengalami kecelakaan
tidak punya standart operasi pengawasan, serta kerja, ketika saat mendodos tandan buah segar
tidak ada pengawasan sewaktu buruh bekerja (TBS) berat komedil sekitar 15-20 kg jatuh ke
dapat dikategorikan perilaku yang tidak aman. batang pohon lalu ketanah kemudian berguling
Penyebab pokok adalah perusahaan dengan cepat sehingga tidak sempat menghindar
mengabaikan tanggung jawab K-3;tidak akhirnya menimpa mata kaki dan pengelangan
mensosialisasikan keselamatan kerja kepada kakinya. Ia menganggap kecelakaan biasa
buruh menyebabkan rendahnya kesadaran buruh sehingga tidak dilaporkan ke perusahaan. Selang
atas keselamatan kerja, tidak pernah melatih 1 hari kakinya mulai bengkak, tapi masih
pekerja terampil manjaga keselamatan kerja, memaksakan diri pergi kerja dan setelah pulang
upah yang rendah, pekerja memacu kerja demi kerja kemudian ia pergi ke tukang urut. Tapi esok
premi sehingga mengabaikan aspek keselamatan harinya tidak ada gejala untuk sembuh sehingga
kerja, serta target kerja (beban kerja) tinggi tidak ia bingung. Atas saran temanya sesama buruh
diimbangi oleh pola makan (gizi) yang cukup. agar ia cepat melapor ke mandor atau asisten
Fakta dilapangan dari 6 perkebunan besar kebun. Ia pun menuruti saran temanya dan
disumatera utara, ditemukan 47 kasus kecelakaan melapor ke mandor untuk diperiksa di klinik.
terindentifikasi selama 4 bulan terakhir (Jan Sampai di klinik setelah diperiksa perawat,
sampai April 2008). 47 kasus tersebut, 32 kemudian disarankan ke rumah sakit rujukan.
(68,08%) korban diantaranya dikategorikan Setelah diperiksa Dokter ternyata pergelangan
kecelakaan ringan seperti tertusuk duri sawit, kakinya retak dan harus diopname selama 2
ketimpa pelepah, gigitan serangga berbisa dan minggu. (Hasil investigasi CO KPS, 24 pebruari
keseleo akibat jalan licin. 11 (23,40%) cacat 2008)
kebanyakan cacat mata (mengecil, mengalami Kasus yang dialami Yuswardi salah satu
rabun bahkan buta) kena tatal (getah karet) yang kasus kecelakaan kerja yang penyebabnya antara
sudah terkontaminasi dengan zat kimiawi, lain tempat kerja (ancak) yang miring dan pohon

- 32 -
Jurnal Kajian Perkebunan

sawit yang bengkok. Kondisi lingkungan kerja Alat Pelindung Kerja (Kaca Mata) Tidak Standart
tersebut dapat dikategorikan lingkungan kerja Saman (38 tahun) salah seorang buruh tetap
yang tidak aman atau paling tidak, lingkungan (SKU), sudah 10 tahun kerja bagian panen karet
kerja yang mempunyai resiko tinggi terhadap (penderes) di PT Bakrey Sumatra Plantation (BSP)
kecelakaan, dimana semestinya pihak perusahaan di daerah Asahan tepatnya diestate Aek Slabat.
(mandor) turut juga mengawasi buruh bekerja Sebagaimana biasanya pergi bekerja tidak lupa
terutama buruh yang belum berpengalaman membawa peratalatan kerja pisau etrel,
menghadapi resiko yang demikian. mangkok, tangga dan keranjang lateks. Selain itu
Selain itu, yang menjadi penyebab pokok juga membawa peralatan pelindung sepatu, baju
adalah tidak memberikan pelatihan keselamatan penutup dan kacamata. Kecelakaan kerja yang
dan kesehatan kerja kepada buruh, sehingga menimpa Saman terjadi tanggal 2 maret 2008.
pengetahuan dan kesadaran buruh tentang Waktu kerja gerimis lalu menyiapkan peralatan
keselamatan kerja terutama kewaspadaan kerja dan pelindung kerja secara lengkap dan
menghadapi pekerjaan beresiko tinggi termasuk tangga untuk menaiki pohon karet yang sudah
juga kesadaran mengkategorikan kecelakaan tinggi. Tetapi entah kenapa waktu itu mata
kerja. Yuswardi baru tiga bulan terakhir bekerja sebelah kanan gatal dan ia pun menggaruknya.
sebagai pemanen belum cukup berpengalaman Hal ini menyebabkan matanya semakin perih dan
bekerja pada tempat kerja yang beresiko tinggi berair. Karena merasa kesakitan ia pun melapor ke
serta ia tidak langsung melapor dan mengobati mandor selanjutnya dibawa ke klinik. Saman
kakinya yang tertimpa buah sawit adalah suatu diperiksa oleh perawat dan dibersihkan dengan
bentuk perilaku kerja yang tidak aman bagi air dingin. Merasa tidak sanggup mengobati, lalu
keselamatan dan kesehatan kerja. perawat merujuk ke rumah sakit Kartini. Di rumah
Sedangkan penyebab terperinci sesuai sakit sekitar seminggu diopname, tetapi sayang
dengan kronologis kejadian adalah tertimpa buah mata kanannya sudah terlanjur rusak berdampak
sawit yang diakibatkan oleh kelalaian atau pada cacat permanen atau kebutaan pada mata
kekurang hati-hatian Yuswardi. Tetapi kasus sebelah kanan. (Hasil Investigasi CO KPS, 21 Maret
tersebut tidak semata-mata kesalahan buruh. 2008)
Seperti diungkapkan dalam kronologis kejadian Kasus Saman di atas merupakan kasus
Yuswardi baru 3 bulan terakhir bekerja di bidang menarik karena pengakuannya ia bekerja
pemanen, masih belum berpengalaman terutama mengikuti proses kerja dan melengkapi diri
menghadapi keadaan yang beresiko tinggi. dengan peralatan dan pelindung kerja secara
Yuswardi belajar proses memanen hanya lengkap (perilaku yang aman).
berdasarkan naluriah dan berlangsung secara Tetapi ia bekerja pada saat gerimis sehingga
alamiah. kemungkinan besar racun yang berasal dari getah
Dalam kasus ini dapat juga dilihat bahwa atau bahan kimia lain bisa jadi bercampur dengan
penyebab pokok adalah bahwa perusahaan hujan gerimis merembes ke daerah mata kanan
mengabaikan pentingnya pelatihan keselamatan sementara kaca mata yang dipakai tidak mampu
kerja dan tidak menyediakan informasi yang melindunginya (lingkungan yang tidak aman).
cukup berkaitan dengan kegiatan kerja yang Dengan demikian Saman akhirnya
beresiko tinggi seperti lahan yang tidak rata menyadari bahwa walaupun sudah pakai kaca
(miring) dan pohon sawit yang bengkok. mata bukan jaminan buruh penderes tidak kena
Pengetahuan serta kesadaran buruh yang rendah tatal, kecuali kaca mata seperti yang dipakai oleh
tentang aspek keselamatan kerja dan tidak perenang yang melekat ke wajah sehingga tidak
mempunyai standar operasi pengawasan pada ada ruang terbuka, maka tidak mungkin terkena
lingkungan kerja yang beresiko. Atau dengan kata tatal.
lain perusahaan tidak mempunyai perencanaan Dari pengalaman tersebut maka dapat
kerja yang terperinci di bagian pemanenan disimpulkan bahwa penyebab terperinci adalah
terutama dalam menghadapi keadaan yang getah, kotoran atau bahan kimia lainya kena di
beresiko tinggi. dalam mata Saman. Sedangkan penyebab pokok
adalah karena pihak managemen tidak
menyediakan peralatan pelindung kerja yang

- 33 -
Jurnal Kajian Perkebunan

aman (alat pelindung kerja yang tak cukup diberikan, sehabis bekerja supriati merasakan
memadai). mulutnya pahit, tetapi dia mengatasi dengan
Perusahaan lalai tentang pentingnya meminum teh manis. Masker dan kaca mata tidak
keselamatan kerja dengan tidak menyediakan dikasih. Sementara alat seperti sarung tangan
peralatan pelindung kerja (kaca mata) yang tidak diberikan. Masker dan kaca mata tidak
standar sehingga terhindar dari kena tatal. dikasih. Pernah mereka meminta masker dan kaca
Perusahan mengabaikan pentingnya pelatihan mata dengan cara berontak, tetapi yang diberikan
keselamatan kerja dan tidak menyediakan hanya masker yang tipis, sedangkan kacamata
informasi yang cukup berkaitan dengan kegiatan tidak diberikan. Masker yang diberikan hanya
kerja yang beresiko tinggi, dan mengabaikan masker yang tipis dan tembus. (Hasil Investigasi
pentingnya pengetahuan serta kesadaran buruh CO KPS, Maret 2008)
tentang aspek keselamatan kerja. Kasus yang menimpa Supriati,
menggambarkan betapa buruknya sistem
Supriati : Melahirkan Anak 7,5 ons perlindungan keselamatan kerja dengan
Adalah Supriati (45 tahun), mulai masuk membiarkan praktek kerja yang tidak aman. Pada
kerja sejak tahun 1999 di PT Socfindo Mata Pao hal Supriati dan buruh penyemrot lainya sangat
Serdang Bedagai. Kurang lebih 8 tahun ia telah sering berinteraksi dengan bahan-bahan kimiawi
melakoni pekerjaan sebagai penyemprot tanpa yang berbahaya, antara lain racun gromokson,
ada rotasi kerja. Awalnya Supriati mengatakan di roundrup yang semestinya dalam menyemprot
bagian pundak juga mengalami gatal dan luka harus memenuhi syarat ketentuan proses kerja
karena tetesan dari racun yang di angkat di yang aman antara lain alat pelindung kerja seperi
punggungnya. kemudian gugur rambut, mata sarung tangan, masker, kaca mata serta pakaian
kabur diakibatkan terkena racun pada saat pelindung yang cukup atau memenuhi standar
menyemprot. Supriati mengaku, kini matanya menutupi bagian tubuh sehingga meminimalkan
kabur dan hanya memiliki jarak pandang sampai 2 terjadinya resiko kecelakaan.
(dua) meter. Dan sekarang dia harus Selain itu, tidak adanya rotasi kerja dengan
menggunakan kacamata. Kalau dulu pandangan tujuan mengurangi frekwensi interaksi dengan
jelas, sekarang kalau pergi harus menggunakan bahan kimiawi. Supriati mengaku bekerja sebagai
kaca mata. Kadang kalau mata sakit, dipake juga penyemprot semala 8 tahun tanpa adanya rotasi,
bekerja. Supriati juga menjelaskan kalau mata di kemudian diperburuk oleh makanan tambahan
sebelah kiri sudah mencapai minus 3, sedangkan atau puding (gizi) yang tidak cukup menangkal
mata sebelah kanan mencapai minus 4. Supriati penyakit. Dampak yang muncul adalah gejala
juga mengaku akibat meracun, dia tidak keracunan bahkan mengancam bayi yang ada
teridentifikasi sudah hamil 6 bulan. Sehingga dalam kandugannya.
pada saat hamil dia menyemprot terus, pada saat Pada saat pertama bekerja mereka bekerja
melahirkan anaknya hanya seberat 7,5 ons (tidak menggunakan semprot micron, semprot yang
sampai 1 kilo). Pernah dia mencek kehamilan ke menggunakan baterai tanpa dipompa.mereka
dokter kebun, pihak rumah sakit mengatakan dia dalam satu hari menyemprot sebanyak 8
tidak hamil, hanya sakit biasa saja, sampai di cek (delapan) jirigen berisi 5 (lima ) liter dalam satu
ke rumah sakit medan (Elisabeth) tetap dikatakan hari. Tetapi sekarang sudah mencapai 30 jirigen
tidak hamil. Katanya tidak apa2, sampai ke rumah dalam satu hari, biasanya kami bekerja sampai
sakit Gleneagles, dikatakan hanya sakit, setelah jam 2 (dua) setiap hari. Kami menyemprot
itu pulang ke rumah periksa dukun kampung, baru memutas sekeliling sawit, kena penyakit mata
dikatakan hamil, sehingga saya berhenti bekerja secara perlahan, semakin sering menyemprot
semprot. Dahulu mereka masih diberikan susu mata semakin kabur, dan sering pening sesudah
sebanyak 1 kaleng dalam setengah bulan, kalau menyemprot.
sekarang sudah tidak dapat susu, sekarang yang Supriati mengatakan sekarang matanya
didapatkan adalah baju dan sepatu, baju kabur dan hanya memiliki jarak pandang sampai 2
diberikan 1 kali dalam 3 bulan sedangkan sepatu 1 ( d u a ) m ete r. D a n s e ka ra n g d i a h a r u s
kali dalam 6 bulan. Sementara alat seperti sarung menggunakan kacamata. Kalau dulu pandangan
tangan tidak diberikan. Masker juga tidak jelas, sekarang kalau pergi harus menggunakan

- 34 -
Jurnal Kajian Perkebunan

kaca mata. Kadang kalau mata sakit, dipake juga jangan melawan”
bekerja. Supriati juga menjelaskan kalau mata di Dia mengatakan sampai sekarang masih
sebelah kiri sudah mencapai minus 3, sedangkan sering matanya gatal dan berair, tetapi kalau
mata sebelah kanan mencapai minus 4. pada saat meminta obat mata ke klinik sering dimarahi
menyemprot sering merasakan dada sesak, bidan dan mandor nya. Sehingga kami lebih sering
dahulu mereka masih diberikan susu sebanyak 1 memilih membeli sendiri.
kaleng dalam setengah bulan, kalau sekarang Untuk mencegah kecelakaan kerja
sudah tidak dapat susu, sekarang yang didapatkan seharusnya pihak perkebunan memberikan
adalah baju dan sepatu, baju diberikan 1 kali pendidikan dan latihan kerja tentang bahaya,
dalam 3 bulan sedangkan sepatu 1 kali dalam 6 resiko dan dampak zat-zat kimia yang digunakan,
bulan. Sementara alat seperti sarung tangan tidak melakukan pemerikasaan kesehatan berkala
diberikan. Masker juga tidak diberikan, sehabis kepada dokter ahli, dan merotasi buruh yang
bekerja supriati merasakan mulutnya pahit, tetapi bekerja di bagian yang berhubungan dengan
dia mengatasi dengan meminum teh manis. bahan kimia yang berbahaya.
Masker dan kaca mata tidak dikasih. Hal ini mengakibatkan banyak buruh kebun
Pernah mereka meminta masker dan kaca belum mengerti K-3 termasuk hak dan kewajiban
mata dengan cara berontak, tetapi yang diberikan perusahaan perkebunan, pemerintah baik dalam
hanya masker yang tipis, sedangkan kacamata bentuk pengetahuan dan kaitannya dengan
tidak diberikan. Masker yang diberikan hanya operasi kerja mereka. Pada hal K-3 berfungsi
masker yang tipis dan tembus. untuk melindungi dan menjaga diri buruh
Supriati mengatakan di bagian pundak juga tersebut agar terhindar dari kecelakaan kerja yang
mengalami gatal dan luka karena tetesan dari merugikan mereka. Pemberiaan alat kerja dan
racun yang di angkat di punggungnya, kami pelindung kerja yang tidak cukup dan tidak
peracun menunjukkan langsung keadaanya. memenuhi standart keselamatan kerja. Sebagai
Supriati juga mengatakan akibat meracun, contoh, kaca mata yang diberikan perusahaan
dia tidak teridentifikasi sudah hamil 6 bulan. tidak menutup keseluruhan permukaan mata,
Sehingga pada saat hamil dia menyemprot terus, dan jika digunakan mudah terkena embun
pada saat melahirkan anaknya hanya seberat 7,5 menyebabkan penglihatan kabur sehingga
ons (tidak sampai 1 kilo). Pernah dia mencek menganggu proses kerja. Alasan itu sering kali
kehamilan ke dokter kebun, pihak rumah sakit digunakan buruh untuk tidak menggunakan kaca
mengatakan dia tidak hamil, hanya sakit biasa mata saat bekerja.
saja, sampai di cek ke rumah sakit Medan Akibatnya rata-rata buruh tidak
(Elisabeth) tetap dikatakan tidak hamil. Katanya menggunakan karena mengganggu proses kerja
tidak apa2, sampai ke rumah sakit Gleneagles, sementara target-target yang tinggi juga menjadi
dikatakan hanya sakit, setelah itu pulang ke rumah salah satu pertimbangan buruh untuk
periksa dukun kampung, baru dikatakan hamil, menggunakannya. Sementara upah rendah yang
sehingga saya berhenti bekerja semprot. diterima buruh seringkali menjadi kendala
Supriati mengatakan kalau menymprot menyebabkan mereka bekerja tidak
dengan cara micron sebanyak 4 orang satu memperdulikan aspek keselamatan kerja. Banyak
mandoran, dengan luas yang disemprot sebanyak buruh perkebunan bekerja tanpa memiliki alat
4 ha, kami mengerjakan sampai jam 2, kalau mau kerja dan pelindung kerja yang memadai.
cari premi harus menyemprot sebanyak 8 ha, Dari sisi ekonomi, buruh tidak mampu
dengan premi 4 ribu untuk setiap ha. menyediakan alat dan pelindung kerja karena
Pada saat menyemprot supriati mengatakan upah rendah, membeli makanan bergizi untuk
tidak ada instruksi dari mandor tentang mengganti sel-sel tubuh mereka yang keracunan
keselamatan mereka, tetapi lebih menekankan karena upah yang mereka terima sangat tidak
instruksi agar pada saat melakukan semprotan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
tidak merusak tanaman. Kalau kerja kami diminta minimum setiap hari. Oleh karena itu, buruh
hati-hati tetapi perlengkapan tidak disesuaikan. kebun akan bekerja sebanyak mungkin dengan
Pernah kami melakukan protes kepada mandor, melibatkan seluruh anggota keluarga hanya untuk
mendor menjawab, “kalau mau masih makan gaji dapat memenuhi kebutuhan makan dengan

- 35 -
Jurnal Kajian Perkebunan

kualitas yang memprihatinkan, sementara beban Mandor misalnya yang bertanggung jawab
kerja memerlukan energi yang tinggi tidak dilapangan tidak pernah peduli tentang keadaan
sebanding dengan kualitas makanan yang buruh, bagi mereka pengawasan hanya dalam
dikonsumsi setiap konteks bagaimana buruh bekerja dengan cepat
sesuai dengan target-target perusahaan.
Supardi, Pelepah Membawa Maut Sementara perusahaan gagal membuat
Tak sedikitpun terbesit di benak Kadijah, sistem pengaturan pengawasan dan pengaturan
senin pertengahan Mei 2007 kehilangan Supardi target-target kerja sesuai dengan produktivitas
suami tercinta. Seperti biasa pasangan suami istri rata-rata dengan mempertimbangkan usia.
ini berangkat menuju tempat kerja (ancak). Penetapan basis borong secara sepihak oleh
Supardi (52 tahun) adalah salah seorang buruh perusahaan berdasarkan standart potensi kerja
bekerja lebih dari 25 tahun di perkebunan PT rata-rata manusia, tanpa memperhitungkan
Lonsum Tbk wilayah Langkat tepatnya di divisi perbedaan kondisi kemampuan sehubungan
Turangi Estate. Pagi itu Supardi masih mengkayuh dengan penurunan kemampuan oleh karena
sepeda dan istrinya duduk dibelakang sembari faktor usia misalnya menjelang usia pensiun (45
memegang kereta sorong. Sampai di ancak suami tahun ke atas) turut juga mempengaruhi dampak
istri bekerja sebagaimana biasanya. Mentari dari kecelakaan kerja. Kasus pada buruh tertimpa
semakin naik, waktunya wolon (makan siang). pelepah hingga menemui ajal adalah salah satu
Pasangan ini pun siap menyantap makanan yang contoh bagaimana tingkat kerentanan usia buruh
telah disiapkan dari rumah. 30 menit mereka pada tingkat keparahan (Severity Rate)
istirahat kemudian Supardi melanjutkan kecelakaan kerja.
pekerjaanya mengegrek sawit dengan ketinggian
pohon sekitar 15-20 meter, agar dapat mengejar Misnan : buruknya pelayanan bagi buruh yang
target sesuai dengan ketentuan perusahaan serta mengalami kecelakaan kerja.
premi yang diharapkan apabila melampaui Misnan (57 tahun) buruh di bagian
target. Sementara istri membereskan sisa pemanen yang sudah bekerja selama 23 tahun di
makanan. Tiba-tiba Kadijah dikejutkan dengan perkebunan socfindo mata pao, sekarang dia
suara minta tolong. Ia pun terjaga dan mendekati tinggal di kampung Liberia. Umur misnan sudah
suaminya. Ternyata suaminya telah terkapar 57 tahun, dia mengatakan seandainya tidak “curi
tepat disebelahnya pelepah sawit. Kemudian Umur” dia sudah pensiun sekarang, tetapi karena
dengan bantuan buruh lainya korban dibawa ke dia mencuri umur ( mengurangi umurnya ) pada
klinik kebun. Supardi tak bergerak, tiada lumuran saat masuk kerja, dia seharusnya sudah pensiun.
darah. Namun setelah perawat membuka Dia mengatakan sudah sangat kepingin pensiun
bajunya ternyata di dada kirinya berbentuk dan sudah berencana tinggal di pantai ketika
diagonal luka dalam. Supardi tak tertolong pensiun nantinya, disampin bekerja sebagai
ternyata ia telah meninggal dunia. (Hasil buruh kebun dia juga bekerja sebagai nelayan,
investigasi CO KPS, 28 September 2007) setiap pulang kerja, dia sempatkan melaut untuk
Kasus ketimpa pelepah membawa maut ! menangkap ikan, hasil tangkapannya langsung di
suatu kasus ganjil karena selama ini diperkebunan jual ke orang yang membeli di pantai, jika berlebih
kasus yang sampai mencabut nyawa adalah dia akan menjual ke tetangga di sekitar
ketimpa buah sawit ke bagian kepala buruh, kasus rumahnya. Misnan pernah mengalami terkilir
tersengat arus listrik pembatas perkebunan. Tapi pada saat terjatuh, pada saat itu dia menyotong
itulah realitasnya, kasus yang dialami Supardi. hasil buah panen dengan beko. dia harus
Demi mengejar target dan premi Supardi bekerja melewati jembatan yang hanya satu batang kayu,
walaupun dalam keadaan kondisi kesehatan yang dia tergelincir dan jatuh ke dalam paret sawit,
tidak bagus dan alat pelindung kerja yang minim. pada saat itu badannya terkilir. Setelah kejadian
Keselamatan dirinya, diabaikan karena kebutuhan dia melapor ke klinik, dia hanya disuruh
mendesak yaitu premi untuk biaya sekolah beristirahat. Karena hanya disuruh beristirahat
anaknya setingkat SMA di Medan. dan tidak pernah diobati, dia pun pergi berobag ke
Dari kasus ini tampak betapa buruknya tukang kusuk dengan biaya sendiri.
pengawasan terhadap buruh yang bekerja. Kisah yang dialami Misnan menggambarkan

- 36 -
Jurnal Kajian Perkebunan

betapa buruknya pelayanan bagi buruh yang mereka akan menghiraukan kecelakaan yang
mengalami kecelakaan kerja. mereka alami.
Misnan mengatakan kalau bekerja sebagai Misnan tidak tau jenis-jenis tanggungan
pemanen, sering mengalami kecelakaan kerja, jamsosteknya, yang penting kalau pensiun dapat
seperti tertimpa buah, tertimpa pelepah. Kalau astek 6 juta dan kalau meninggal ada juga
tertimpa pelepah sudah sering, badan luka dan santunan, dia tidak tahu betapa besarnya. Dia
kepala berdarah, paling diobati sendiri. Pernah mengatakan tidak pernah ada sosialisasi dari
ada temannya yang meninggal karena tertimpa astek tentang jaminan, dia tahu dari temannya
buah, “pas memanen buah, dia mengelak, dia yang sudah pensiun, dia tidak pernah diberitahu
menghindar, rupanya buah memantul ke dahan oleh serikatnya (SPSI) tentang jamsostek, tentang
dan jatuh menimpa badannya, langsung tidak SPSI pun dia tidak tahu. Yang penting di potong
sadarkan diri, pada saati itu langsung di bawa ke setiap bulan, katanya.
rumah sakit Pamela di tebing tinggi, setelah Misnan mengatakan penanganan kalau
seminggu di rawat langsung meninggal. kecelakaan kerja pada saat bekerja, harus
Misnan mengatakan tidak ada perbedaan melapor ke mandor kemudian mandor membawa
kerja antara yang tua dan muda, kalau mengegrek mereka ke bidan, jika bisa ditangani, akan diobati
sama saja, target kerja sama, perhari dia harus di klinik, sedangkan kalau gak sanggup di kirim ke
memanen 150 janjang untuk yang berat 5 kg, rumah sakit, kalau dulu biasanya yang digunakan
Misnan mengatakan jika diandaikan perjalanan adalah rumah sakit Pamela, sekarang ke rumah
yang dia lalui mulai jam 08.oo- 14.00 ,itu sama saja sakit Melati atau ke Elisabeth Medan.
berjalan sejauh dari mata pao ke Lubuk pakam,
mencapai 50 km dalam setiap hari, ditambah lagi Penutup
beban mengangkat dan mengumpulkan hasil Dengan demikian di sektor perkebunan,
panen. Misnan mengatakan bidan dan perawat di potensi kecelakaan kerja cukup tinggi. Sayangnya
klinik itu jarang, mereka banyak “Proyek” nya. masih kerap terjadi di mana perkebunan yang
Sekarang buruh lebih sering berobat sendiri, kalau tidak mengidentifikasi potensi resiko, penyebaran
biayanya tidak berat. informasi yang cukup bagi buruh tentang resiko
Misnan, bekerja pada tahun 85, dia dan penanggulangan kecelakaan terutama
mengatakan dulu pada saat awal bekerja memang penyediaan P3K dan pondok berlindung ketika
diberikan kaca mata, untuk melindungi mata dari cuaca buruk serta “pembiaran” buruh bekerja
berondol, tetapi kaca mata itu tidak tepat, kalau tanpa menggunakan peralatan perlengkapan
kita menunduk sering jatuh, dan kalau sering di kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Tidak ada
pakai, kacamatanya jadi kabur, sehingga terasa a nt i s i p a s i p e n c e ga h a n ke ra c u n a n d a n
mengganggu. Tidak ada perintah dari mandor perlindungan kesehatan buruh.
tentang peralatan kerja, paling kalau ada datang
dari kantor “Medan” atau dari “Belgia” diingatkan
supaya menggunakan perlengkapan kerja dan
baju seragam.
Te nta n g ke c e l a ka a n ke r j a m i s n a n
mengatakan, setiap kerja, biasanaya badan dan
wajah pasti gatal, terkena sampah buah sawit
yang berjatuhan, sampah buah sawit ini yang
sering mengakibatkan “kebutaan”, karena pada
saat mengenai mata, biasanya buruh langsung
menggaruk mata, pada hal sampah yang ada di
mata itu sangat tajam, sehingga dapat menggores
lensa mata. Kecelakaan kerja seperti itu sangat
sering dialami oleh buruh, tetapi tidak langsung di
obati secara serius karena resikonya tidak
langsung terasa, buruh hanya kepikiran untuk
bekerja, selama belum mengganggu pekerjaan,

- 37 -
• BRONDOLAN | Jurnal Kajian Perkebunan | Vol. 1 No. 1 / Januari - Juni 2010

- 38 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Buruh Perempuan di Perkebunan


Sumatera Utara : Penindasan Berlapis

Relis Yanthy Panjaitan

Abstraksi : 'Menjadi pencari nafkah tambahan' menjadi status yang tetap dilanggengkan oleh pengusaha
manapun termasuk pengusaha perkebunan sawit untuk tetap membuat buruh perempuan tetap
termarginalkan,. Pendapat ini menjadi cara berfikir dan budaya rakyat Indonesia terlebih komunitas
argigulture (baca pedesaan) sehingga ketika buruh perempuan menjadi pekerja tanpa mendapat upah
layak, bersatatus harian lepas, alat kerja disediakan sendiri oleh buruh, ketika menstruasi dan haid tanpa
cuti, fasiltas perempuan yang tak didapatkan adalah kewajaran dan sudah menjadi nasib. Ketika
pengusaha wajar memperlakukan mereka tanpa memanusiakan mereka. Padahal, perkebunan
mendapatkan lauatan dolar atas hasil dan keuntungan dari peluh, derita dan kerja buruh perempuan di
hutan homogen kelapa sawit. Perkebunan 'meminjam lahan milik rakyat (baca buruh perempuan) untuk
menanam sawit yang saat ini mejadi produk unggulan dunia bahkan 7 dari 10 produk di supermarket negeri
pangeran Charles adalah produk bersumber dari sawit.
Negara juga terlibat atas kondisi keterpurukan buruh perempuan ini. Atas kebijkan UUK No 13 tahun
2003 sebagai bagaian dari paket perdangangan buruh yang longgar semakin mematenkan poisisi dan
status buruh perempuan sebagai mahluk yang menerima penindasan berlapis. Padahal negara meratifikasi
konvensi CEDAW yang menyatakan bahwa perempuan berhak atas pekerjaan yang layak. Namun,
ratifitikasi itu dikontradiksikan oleh paket kebijakan buruh murah juga UU No 01 tahun 1974 tentang
perkawainan (pasal 31 perempuan sebagai ibu rumah tangga dan suami sebagai kepala keluarga)

Pengantar agar tercipta kebencian terhadap aktor (bukan


“Jangan sebut aku perempuan sejati jika aku perempuan) tetapi, coba mencuri perhatian
hidup berkalang lelaki, tetapi bukan berarti aku terhadap kondisi buruh perempuan yang masuk
tidak mencintai lelaki sejati'. Sebuah ungkapan dalam kubangan penindasan yang tidak sendirian
Nyi Ontosoroh di buku bumi manusianya pram karena bangsa ini juga berada di dalamnya.
yang dikutip oleh novelis Abidah E Khaelaqy. Tetapi, setidaknya seorang nyai Ontosoroh
Sebuah kutipan yang cukup menggugah seorang yang hidup masa penjajahan punya kesempatan
Anisa ketika lelaki yang dicintanya mengirimkan besar untuk menjadi penindas baru punya pabrik
untaian kalimat. Perisitiwa ini dapat dibaca juga rumah besar dan perkebunan tebu. Tetapi, tak
dalam buku perempuan berkalung sorban. hanya punya kegelisahan dan niat untuk
Tidak bermaksud menghubungkan kalimat mengubah kondisi penindasannya melainkan
sederhana yang dilahir dari benak seorang nyi bertarung. Sayannya, dia belum memiliki
Ontosoro (seorang gundik) dengan kondisi buruh kesadaran akan perubahan terhadap sistem ada
perempuan saat ini, termasuk perempuan yang grand design yang mengkondisikannya. Namun,
masih hidup yang tetap saja bergelut dengan untuk mengubah kondisi yang lebih kompleks
penindasan. Juga tidak bermaksud (sistem) mesti dimulai dari hal yang simpel
menganalogikan perlawan dan perjuangan (masalah konkrit).
yangdilakukan seorang Anisa terhadap Kondisi yang terjadi saat ini (baca buruh
kungkungan keluarga yang teramat konservatif Buruh perempuan perkebunan) masih saja
dan fanatik. Juga tidak bermaksud menggiring dianggap sebuah kewajaran bahkan lebih tragis

- 39 -
Jurnal Kajian Perkebunan

lagi dimaksud sebagai sebuah nasib dan takdir yang terjadi pada masyarakat Eropa. Sehingga
yang tak mungkin diubah lagi. Sebuah pernyataan minyak sawit menjadi komoditi minyak makanan
menyerah tentunya. “menikmati' kondisi pun tersebesar yang diperdagangkan di dunia yang
tersiksa. mencapai 40% dari transaksi perdangangan
minyak makanan di dunia.
Perkembangan Pesat Perkebunan Di Indonesia produk minyak sawit tersebut
D i I n d o n e s i a , S e j a k p e r ke b u n a n - digunakan untuk berbagai produk, seperti minyak
perkebunan besar berdiri telah berlangsung goreng, lemak/gemuk, es krim, margarin, lipstik,
industrialisasi dengan memanfaatkan lahan luas deterjen, sabun, krim, lilin, semir, pelumas bahkan
dan jangka waktu yang lama, skema upah rendah 7 dari 10 produk supermarket di Inggris
(kuli kontrak) serta perlindungan sosial yang mengandung minyak kelapa sawit dan di Eropa
minim menempatkan buruh perkebunan hidup barat minyak kelapa sawit digunakan secara
untuk sekedar makan di wilayah yang terisolasi ekstensif dalam pembuatan makanan.
dari dunia luar. Khususnya di Sumatera Utara Pertumbuhan Perkebunan Kelapa Sawit
industrialisasi perkebunan telah ada sejak jaman Indonesia saat mampu mengeskport 11,95%
kolonial Belanda di abad ke 19. Di zaman itu keseluruhan CPO yang dibutuhkan dunia dengan
tembakau, tebu dan teh menjadi tanaman total nilai $ 5,8 juta. Pada tahun 2007 meningkat
1
perkebunan saat ini berubah menjadi sawit. menjadi 16,8 juta ton . Kontribusi eksport CPO
Perkebunan semakin pesat sejak tahun 1998 pada devisa negara tahun 2008 sebesar US $ 9,1
adalah perkebunan sawit. Meskipun masih ada milyar dari US US $ 30 Milyar.
perkebunan coklat dan karet, namun perkebunan Meskipun Malaysia sebagai produsen
ini akan di konversi ke Sawit. Tanaman ini cukup nomor satu di dunia, namun Indoneisa
'seksi' dan menjadi jenis tanaman pilihan utama menduduki peringkat teratas dalam kwantitas
para pemilik perkebunan di Indoneisa. Di tahun perluasan lahan dan laju penamanan kelapa sawit
2006 saja terdapat 6.059.441 Ha Luas Perkebunan yang terfokus di wilayah Sumatra dan Kalimantan.
sawit di Indonesia dan Sumatera utara seluas Bahkan ditahun 2002 sedikitnya 50 perusahaan
1.093.033 atau 18% dari seluruh luas lahan. perkebunan kelapa sawit Malaysia beroperasi di
Indonesia atau terdapat 50% dari seluruh luas
Luas Perkebunan Kelapa Sawit lahan perkebunan sawit adalah milik swasta
2
di beberapa provinsi di Indonesia (ha) (asing). Terdapat 965 perusahaan perkebunan di
Indonesia dan perusahaan perkebunan di
Nangroe Aceh Darusalam
Sumatera Utara. 5 Perusahaan modal tersebesar
Sumatera Utara
yakni PT. Asian Agrie, PT London Sumatera Tbk, PT
Sumatera Barat
Socfindo, PT AEP (Malaysia), PT Sifef (Belgia),
Riau Perusahaan-perusahaan ini di dukung oleh bank
Jambi besar dunia seperti HSBC, RBS.
Sumatera Selatan Tentu saja perusahaan perkebunan tersebut
Bangka Belitung meraup keuntungan yang cukup besar dimana
Bengkulu
80% distribusi keuntungan masuk ke kantong
Lampung
mereka, 15% untuk pemerintah pusat, 4,5% untuk
pemerintah lokal dan hanya 0,5% untuk buruh.
Jawa Barat
Perusahaan perkebunan ini mendapat perlakukan
Banten
khusus dari pemerintah Indonesia (bagian dari
Kalimantan Barat
Peraturan Internasional) misalnya izin HGU lahan
Kalimantan Tengah hingga 99 tahun, peraturan perburuhan yang
Kalimantan Selatan menganut labour flexibility market/ hubungan
kerja yagn longgar (UUK No 13 Tahun 2003, UU
Luas lahan sawit yang semakin pesat itu
dipicu oleh semakin tingginya konsumsi produk-
produk minyak sawit yang datang dari Eropa 1. Narasi Rencana program KPS tahun 2009
seiring dengan pengadopsian gaya hidup 'barat' 2. Data BPS Tahun 2006

- 40 -
Jurnal Kajian Perkebunan

PHI No 02 Tahun 2004) yang memeberlakukan Mereka adalah 64.000 (80%) buruh
sistem kerja kontrak & outsourcing. Dari perempuan yang tidak memiliki kepastian kerja
perlakukan khusus ini menyebabkan ketimpangan (buruh harian lepas/BHL) dengan upah antara Rp
dan diskriminasi yang diterima oleh buruh. 8.000 hingga Rp 15.000/ hari, jam kerja tinggi tidak
memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Kedua,
REALITAS BURUH PEREMPUAN DI PERKEBUNAN sistem manajemen perkebunan yang tertutup
SUMATERA UTARA yang mengakibatkan buruh terioslir dari dunia luar.
Saat ini mayoritas buruh yang bekerja di Ketiga, hampir semua perkebunan mengalami
perkebunan adalah generasi ketiga. Dimana buruh konflik tanah dengan masyarakat sekitar. Keempat,
bekerja di perkebunan secara turun temurun yang kehadiran perkebunan tidak memberi kontribusi
berasal dari Pulau Jawa. Kehadiran generasi pada peningkatan kesejahteraan buruh dan
pertama ini (1800an) sebagai dampak tingginya masyarakat sekitar.
kebutuhan tenaga kerja di perkebunan tembakau
sebaagai produk yang sangat dibutuhkan. Saat itu JENIS PEKERJAAN DAN BENTUK PENINDASAN
mereka bekerja dengan status kerja kontrak,
merekapun di kenal dengan kuli Kontrak termasuk Pemanen
perempuan. Mereka didatangkan dari pulau Jawa Semua pemanen adalah laki-laki (yang
oleh badan perekrutan dari wilayah yang padat diupah oleh perusahaan), namun 90% dari
penduduknya seperti wilayah sekitar Banyumas pemanen tersebut membawa Istri atau anaknya
3
dan Purworejo . untuk memenuhi target yang dibebankan
Buruh perempuan tersebut selain menjadi kuli perusahaan kepadanya. Dengan beban kerja75
kontrak dijadikan juga sebagai pemenuhan libido kuli tandan/1500 kg per hari dan mendapat upah
kontrak lainnya yakni sebagai pelacur dan penari rata-rata Rp 39.000,- Berarti upah yang
ronggeng dan menjadi istri kuli kontrak laki-laki, diterimanya itu dilakukan oleh 2 atau 3 orang. Ini
Karena upah yang mereka terima tidak mencukupi berarti Istri/ perempuan tidak memiliki status
kebutuhan hidup mereka. Mendatangkan para kerja namun terpaksa ikut bekerja di perkebunan
perempuan tersebut bertujuan menjinakkan sang demi mencapai target kerja yang tak mungkin
kuli untuk merasa 'nyaman' dilingkungan yang sangat dapat dilakukan oleh satu orang buruh.
terpencil. Selain dijadikan gundik (baca nyai) oleh Istri/perempuan bekerja tanpa mendapat balasan
asisten (zamasn tersebut masih dijabat oleh upah atas hasil kerja. Hal ini berlangsung
kompeni/ Belanda) . Tentu saja kesadaran yang ada diseluruh perkebunan. Dalam proses pemanen
bahwa sebuah keberuntungan ketiga sang kuli ini perempuan bekerja memindahkan minimal 5
kontrak perempuan dijadikan nyai karena tercukupi janjang buah sawit (rata-rata 25 Kg/janjangan) ke
kebutuhan hidupnya. Namun, tetap saja ia menjadi penampungan hasil (TPH), mengutip brondolan
budak karena diperlakukan untuk hal domestik dan dan memasukkannya ke dalam goni berukuran 50
melayani kebutuhan seks sang majikan. kg, merapikan pelepah daun yang telah dipotong
Sementara hasil penelitian yang dilakukan dan meletakkannya di celah-celah diantara
o l e h Ke l o m p o k Pe l i ta S e j a hte ra ( K P S ) tanaman sawit.
memperlihatkan empat karakteristik utama Menyedihkannya lagi, mereka bekerja tanpa
perkebunan di Sumatera Utara Pertama, kondisi alat keselamatan dan kesehatan kerja yang
buruh sangat memprihatinkan. Dari sekitar 2,2 Juta memadai seperti helm, sarung tangan dan sepatu
komunitas yang tinggal disekitar perkebunan di boot. Perempuan memakai sarung tangan dan
Sumatera Utara, 220.000 buruh dan 80.000 buruh sepatu boot namun disediakan sendiri. Padahal
4
yang tidak memperoleh jaminan kerja (job security) . pekerjaan ini cukup rentan hingga merenggut
nyawa.

3. Anna Stoler, Kapitalisme dan Konfrontasi Karsa, 1995. BAGUS NASIBNYA KURANG BAGUS
4. Angka hasil penelitian KPS (2007) 100 Ha areal Bagus anak berusia 8 tahun mesti dirawat
perkebunan dipekerjakan oleh 22 orang buruh, 14 orang buruh
SKU dan 8 orang buruh harian lepas (BHL). Lebih jelasnya
dan dibesarkan oleh neneknya sejak berusia 7
buku Buruh Harian Lepas : studi kajian hubungan Upah dan bulan karena nyawa ibunya berakhir oleh pisau
Kesejahteraan di Perkebunan Sumatera Utara. eggrek. Mirna, ibu bagus ketika masih hidup

- 41 -
Jurnal Kajian Perkebunan

menjadi kernet buah untuk membantu suaminya Dalam pekerjaan ini, pestisida tidak tercampur
yang berstatus BHL di perkebunan PT Lonsum dengan air. Bila pestisida yang menyebar, mereka
Turangie Estate, kabupaten Langkat. menghasilkan semacam kabut atau fajar di atas
Seperti biasa mereka pergi bekerja sebelum area yang luas. Buruh juga tidak difasiltasi alat
pukul 07.00 Wib menuju ancak dengan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja.
mengendarai sepeda motor. Mirna menjinjing Padahal pekerjaan ini sangat beresiko.
eggrek yang panjangnya sekitar 5 meter. Pisau Gramoxone, Ally, Rhodiamine dan Roundup
eggrek tak bertutup. Sepeda motor hampir jatuh, adalah produk yang digunakan dalam proses kerja.
eggrek pun tergelincir, hampir mengenai kepala Perusahaan tidak menyediakan informasi tentang
suaminya dan dapat dielakkan. Namun, naas potensi dampak dan bahaya dari pestisida yang
eggrek mundur kebelakang dan pisau eggrekpun digunakan, juga tidak memberikan pelatihan tentang
mengenai leher Mirna hampir putus kepala dari bagaimana menggunakan pestisida secara tepat dan
tubuh. Mirna hanya mendapat pertolongan cara untuk menghindari bahaya kesehatan. Selain
pertama saja, karena luka cukup parah dan itu, dalam upaya untuk mengurangi dan
menuju rumah sakit menempuh waktu 2 jam menghindari pengungkapan risiko kesehatan,
maka nyawa mirna tidak tertolong. perusahaan biasanya merekrut para pekerja di
Keluarga bagus hanya mendapat santunan antara penduduk yang hidup dekat dengan
s e a d a ny a y a n g t e n t u ny a t i d a k d a p a t perkebunan (BHL) agar ketika bermasalah atau
mengembalikan nyawa ibunya. Bagus kehilangan mengalami kecelakaan kerja dapat tidak di pakai lagi
kasih sayang, perawatan dan perhatian ibunya. tenaganya. Sehingga buruh tidak dapat menuntut
Juga kehilangan perawatan Ayahnya yang dan mendapatkan tanggungan atas kecelakaan kerja
menikah kedua kalinya. yang dialaminya oleh pekerjaan yang dilakukannya.
Bayangkan beban kerja yang begitu berat Akibat pekerjaan ini buruh selalu bermasalah
mesti dilakukan oleh buruh dengan upah yang dengan kesehatannya seperti gangguan pernafasan,
tidak memadai dan upah itupun diterimanya atas infeksi tenggorokan, tangan terbakar, pusing, mata
kerja yang mesti dilakukan oleh keluarganya. kabur bahkan berdampak pada keturunanya karena
perempuan hamil juga melakukan pekerjaan
Penyemprot (Applying pesticide) berbahaya ini) Risiko kesehatan tinggi namun tidak
Pekerjaan ini 90% dilakukan oleh buruh ada dikompensasi upah yang layak atas kerja yang
perempuan dan tentu saja mayoritas dari mereka dilakukanya.
berstatus BHL. Pekerjaan ini dilakukan dengan 2 Supriati perempuan setengah baya terpaksa
metoda: mengalami gatal-gatal dan luka di pundaknya,
Cara manual ; buruh menggendong 22 Kg liter mata kabur yang hanya memilik jarang pandang 2
racun ditambah dengan 5 Kg tabung semprotan. m. Hal ini dialami terpaksa dialaminya karena
Cara manual ini, mandor akan membawa pestisida resiko kerjanya sebagai penyemprot sejak 1999 di
yang diperlukan dan menyerahkannya ke pekerja. PT Socfindo Mata Pao, Serdang Bedagai.
Yang terakhir akan memasukkannya ke dalam Sekarang, dia harus menggunakan kacamata.
semprotan dan mencampurnya dengan air (yang Mata sebelah Kadang jika sakit ia mesti memakai
disediakan oleh perusahaan) dengan menggunakan kacamatanya jika bekerja. Ia juga mengaku akibat
dosis yang tepat. Pekerja bertanggung jawab untuk meracun, dia tidak teridentifikasi sudah hamil 6
mengangkat dan membawa kembali ke perkebunan bulan. Sehingga pada saat hamil dia menyemprot
semprotan gudang dan harus mencapai target satu terus . Pada saat melahirkan anankanya hanya
hektar per hari (mengisi semprotan tiga kali). berbobot 7,5 ons (kurang dari 1 Kg). Ia perna
Perusahaan tidak menyediakan masker, sarung mencek kehamilan ke dokte r namun pihak medis
tangan, topi, pakaian dan alas kaki khusus, perangkat mengatakan bahwa dia tidak hamil. Hanya sakti
melindungi mata, dll untuk digunakan sebagai biasa saja. Ia juga mencek ke Rumah sakit
perlindungan; Oleh karena itu pekerjaan Elisabeth (di kota Medan) tetap saja pihak rumah
penyemprotan ini cukup berbahaya bagi buruh sakit mengatakan ia tidak hamil. Begitu juga ker
perempuan. umah sakit Gleny, dikatakan hanya sakit biasa.
Dengan menggunakan baterai elektrik/ Ke m u d i a n s a m p a i ke ka m p u n g n y a i a
mikron, maka beban buruh pun bertambah 5 Kg. memeriksakan diri ke dukung kampung, si dukun

- 42 -
Jurnal Kajian Perkebunan

pun mengatakan bahwa ia sedang hamil. Setelah sawit. Lahan yang mesti dikerjakan oleh buruh
mengetahui ia hamil barulah ia berhenti bekerja tentu saja beresiko apalagi jika malamnya atau
sebagai penyemprot. pagi buta hujan turun. Tak tanggung-tanggung,
Dahulu mereka masih diberikan jata susu 1 tanpa segan pacet atau lintah lengket di kaki atau
kg setiap dua minggu, namun sekarang jatah paha para buruh perempuan yang mengakibatkan
tersebut tidak ada lagi. Sekarang baju dan sepatu gatal-gatal atau kudis. Tak jarang juga mereka
dinas diberikan; baju 1 kali dalam 3 bulan menemukan ular apalagi didaerah yang curam
sedangkan sepatu dalam 6 bulan. Sementara alat dan hampir tak pernah dibersihkan.
keselamatan kerja seperti sarung tangan tidak, Dengan upah yang masih jauh dari cukup
masker dan kacamata tidak diberikan. Masker sebagai buruh yang berstatus BHL, merekapun
pernah diberikan hanya saja masker tipis dan zat tetap dibebani harus menyediakan alat kerja
racun menempus masker. sendiri seperti parang babat, cangkul, sarung
Supriati mengaku sehabis bekerja meraskan tangan, sepatu, topi pelindung wajah dari terik
mulutnya pahit. Untuk mengatasi masalah matahari dan pakaian pelindung.
5
tersebut ia minum teh manis . Jika kerja yang bebankan tidak mencapai
target yang tidak mereka ketahui maka mereka
Pemupuk (Applying Fertilizer) ditegur oleh pihak managemen (mandor) dan jika
Dapat dikatakan untuk pekerjaan ini sebagai mereka terlalu banyak bertanya dan kerja pas-
pekerjaan utama buruh perempuan yang pasan maka kemungkinan besar mereka tidak
berstatus BHL. Pekerjaan ini menuntut target dipanggil bekerja kembali untuk bulan
pupuk yang ditaburkan ke sawit tergantung selanjutnya.
manajemen perusahaan. Misalnya Di PT Sifef
buruh dibebani target sedikitnya 6 ton pupuk per REKRUTMENT DAN STATUS KERJA
harinya untuk masing-masing kelompok dimana Tanpa tanda tangan kontrak, masa kerja dan
1 kelompok terdiri dari 6-7 orang yang ditentukan jenis pekerjaan, target kerja dan lama bekerja
oleh mandor. Jika target tidak tercapai maka adalah bagian dari pola rekrutment yang dialami
kemungkinan gaji mereka akan dipotong dengan seluruh BHL perempuan perkebunan. Dengan
jam kerja 7 jam. kesadaran yang dimilikinya bahwa pekerjaan
Mereka melakukan pemupukan dengan cara sebagai BHL dengan upah rendah serta tanpa
menggendong goni (atau menggunakan alat kerja jaminan kerja adalah takdir yang mesti
tambahan seperti ember namun disediakan sendiri diterimanya saat ini.
oleh buruh) langsung menaburkan pupuk di Jika dahulu mereka didatangkan dari Jawa
sekeliling pohon sawit dengan tangan telanjang mesti membubuhi stempel jempol sebagai kuli
tanpa menggunakan sarung tangan. Namun, Sama kontrak, kerja mendapat ikatan dinas, bekerja
seperti buruh harian lepas lainya mereka mesti sebagai pemanen (tukang deres sebelum 1960-
6
menyediakan sendiri sarung tangan, topi, pakaian an) , namun kini status dan tanggung jawab
pelindung untuk keamanan kerja mereka. Padahal perusahaan atas kerjanya tidak ada lagi karena
pekerjaan ini cukup beresiko seperti tangan luka, kebijakan perusahan dengan merekrut BHL.
lecet, pusing, kekaburan penglihatan karena pupuk Melalui kebijakan ini, perusahaan menjauhkan
kena ke mata. Pupuk yang digunakan adalah urea, diri dari tanggung jawab langsung untuk pekerja,
TSP, NPK, Kurater, borat dan ZA. risiko. Tidak berkewajiban lagi untuk memberikan
pelayanan sosial (perumahan, air minum,
Membabat (Clearing) perawatan kesehatan, dan lain-lain).
Tanggung jawab atas luas lahan yang mesti Untuk menjadi buruh harian lepas para
dibersihkan setiap harinya tidak diketahui oleh perempuan lewat dua cara dari tiga cara yang
buruh untuk jenis pekerjaan ini. Buruh hanya lazim dilakukan BHL di perkebunan. Pertama
mengetahui mereka mesti membersihkan rumput rekrutmen yang dilakukan oleh mandor. Mandor
yang berada di gawangan atau diantara pohon biasanya merekrut istri atau keluarga buruh yang

6. Anna Stoler, Kapitalisme dan Konfrontasi. Karsa 1995


5. Hasil investigasi CO KPS, Maret 2008 halaman

- 43 -
Jurnal Kajian Perkebunan

tinggal diperkebunan, para perempuan yang perkebunan. Saat ini ia bekerja sebagai buruh di
tinggal di kampung-kampung sekitar perkebunan. perusahaan tersebut dengan jenis pekerjaan yang
Calon BHL menemui mandor yang sedang tidak menetap. Terkadang ia bekerja di rumah
membina pekerjaan tertentu. Apabila calon BHL asisten sebagai tukang masak, membabat,
cocok dan layak menurut mandor maka ia memupuk, menyemprot atau sering disebut
menyuruh calon BHL datag bekerja pada waktu dengan bagian pemeliharaan. Jadi, tanggungan
yang ditentukan tanpa kontrak kerja, dan tanpa atas dirinya dan ke 3 anaknya adalah atas nama
persetujuan adminstratif. Jenis rekrutmen ini suaminya. Disamping itu, mereka yang berstatus
sistem, beban, pengawasan dan sanksi kerja SKU yang bukan karena mengganti status kerja
adalah tanggung jawab mandor BHL tanpa suami tidak mendapatkan hak sepenuhnya
melibatkan adminstrasi managemen perkebunan. sebagai seorang buruh. Seperti hak atas
Cara kedua, melalui perantaranan sub tanggungan anak, tanggungan suami.
kontraktor. Terdapat 2 jenis sub kontraktor; resmi
dan tidak resmi.Yakni perusahaan yang terdaftar KESEHATAN
dan memiliki izin dari pihak pemerintah Di areal komunitas yang ada di dalam
(Depnaker) untuk menyalurkan tenaga kerja perkebunan pada umumnya perusahaan
(outsourcing) dan diikat oleh “kontrak kerja membangun poliklinik, namun jaraknya tidak
bersama antara perusahaan dengan perusahaan dekat dengan ancak. Di poliklinik tersedia perawat
sub kontrak. Namun, umumnya ikatan kerjasama dan mantri atau dokter, namun dokter hanya
dengan BHL tidak ada. datang satukali dalam seminggu. Sayangnya
Sub kontrak yang tidak resmi adalah bersifat poliklinik ini kurang efektif dan masih minim
pribadi dan tidak memiliki badan hukum. fasilitas pengobatan karena obat yang tersedia
Biasanya perusahaan menyerahkan kepada pihak- masih berkwalitas rendah. Buruh jarang sekali
pihak yang berpengaruh di komunitas menggunakannya. Kadang-kadang datang untuk
perkebunan seperti ketua-ketua OKP (organisasi meminta obat sakit kepala, demam dan sakit
kepemudaan) atau preman berdinas, kepala desa, perut. Istri buruh dapat mengunjungi klinik ini jika
mantan mandor dan preman tanpa dinas. hendak memeriksa kesehatan dan kehamilan.
Namun, tidak sedikit buruh yang mengalami Namun, masih memerlukan tambahan bayaran.
pelecehan seksual dan mesti menerimanya serta Poliklinik ini hanya buka pada hari kerja dari pukul
melakukan perselingkuhan demi mempertahan- 09.00 - 14.00 Wib diluar jam tersebut tentu saja
kan status kerjanya yang dilakukan oleh pihak pelayan kesehatan tidak tersedia.
atasan; mandor, asisten. Kejadian tersebut sering Apalagi bagi BHL yang hendak
terjadi di ancak (areal perkebunan). Hal ini dialami menggunakan fasilitas ini pastilah harus
Pipit (bukan nama sebenarnya) seorang buruh membayar dan kurang mendapat perhatian.
harian lepas yang bekerja di Perusahan Lonsum Apabila mereka sakit maka upah kerjanya untuk
Rambung Sialang hingga melahirkan seorang anak hari itu tidak diberikan karena dianggap mangkir
perempuan dari hasil perselingkuhannya yang atau bolos kerja.
terpaksa dengan mandor. Dari penuturan teman-
temannya ia melakukan hal demikian agar PERUMAHAN (Housing)
mendapat fasilitas khusus; mencuri waktu kerja Perkebunan memang menyediakan
dan upah tetap jalan dan tidak terkena panas terik. perumahan bagi buruh sayangnya fasilitas ini hanya
Saat ini terdapat perempuan yang bersatus diberikan bagi buruh tetap/ SKU. Namun, fasilitas
buruh tetap (SKU) di perkebunan namun, perumahan ini masih jauh dari pemenuhan syarat
perbandingannya 1:20 orang. Itupun tak sedikit rumah sehat. Khususnya untuk kamar mandi. Dan
dari mereka yang berstatus SKU karena fasilitas air bersih. Air bersih yang disediakan tidak
menyambungkan status kerja suaminya. Hal ini sepanjang hari. Air dialirkan ke rumah-rumah di
dialami Mawar (buka nama sebenarnya) menjadi perkebunan memiliki jadwal tertentu yakni pagi
buruh SKU di perkebunan Turangie Estate, PT dan sore hari dan masing-masing 1 jam. Sehingga
London Sumatera Tbk kabupaten Langkat sejak buruh mesti menyediakan ember tambahan untuk
tahun 1998 menggantikan suaminya yang menampung air. Lebih parahnya lagi WC yang
mening gal karena kecelakaan kerja di disediakan tidak di dalam rumah dan dibuat sendiri

- 44 -
Jurnal Kajian Perkebunan

oleh buruh di belakang perumahan yang terbuat (menetap) sebagaimana diatur dalam pasal 60-63
dari goni plastik dan lubang yang kurang dalam. UU No 13 tahun 2003” demikian isi gugatan ke 20
7
Sehingga jika hujan turun lebat maka bau kotoran perempuan BHL ini terhadap PT Indah Pontjan
dari WC tercium dan menyebar serta banyak lalat. yang disusun oleh TPKB (tergabung di KPS).
Juga ketika menggunakannya siapa yang berada di Keputusan PN mengabulkan gugatan para buruh
dalam akan terlihat dari luar. demikian juga keputusan MA. Meskipun
Umumnya rumah tersebut telah berumur perjalanan tuntutan mereka cukup panjang hingga
sekitar 15 tahunan, berukuran 5 X 9 meter, berlantai 24 Maret 2009, namun mereka tidak pasrah dan
semen dan atap seng, sebagian langit-langit menyerah Perjuangan Mereka yang saat ini telah
langsung ke seng dan menggunakan asbestos. menjadi pekerja informal (penjual lontong,
Padahal asbestos cukup berbahaya bagi kesehatan mencari lidi) di komunitas perkebunan tidak sia-
seperti gangguan pernafasan. Fasilitas listrik yang sia. Kemengangan kecil diterima oleh buruh,
tentunya dibayarkan oleh buruh setiap bulannya. Perusahaan mesti membayarkan pesangon dengan
total 150.000.000 dengan masing-masing buruh
Jaminan Kesehatan dan Jaminan hari Tua menerima rata-rata 11.000.000,-
Meskipun telah bekerja lebih dari 10 tahun
para perempuan BHL tidak perna mendapatkan CUTI - CUTI
uang pensiun atau pesangon atas jasanya bekerja di Meskipun Indonesia telah meratifikasi
perkebunan. Hal ini terjadi hampir diseluruh Konvensi CEDAW (Convention of All Forms of
perkebunan di Sumatera Utara. Hal ini terjadi akibat Discrimination Against Women) melalui Undang-
buruh tidak melakukan kontrak kerja dengan undang No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan
perusahaan dan buruh tidak memahami apa yang Konvensi mengenai Segala Bentuk Diskriminasi
menjadi haknya sebagai buruh, buta akan aturan terhadap Perempuan. Konvensi CEDAW “Segala
perburuhan. Sehingga pengusaha dengan semena- pembedaan, pengesampingan, atau pembatasan
mena memperlakukan buruh. Pun mereka bekerja apapun yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang
terus menerus di perusahaan namun status mereka mempunyai mempunyai pengaruh atau
tetap saja menjadi BHL. Sehingga mereka tidak menghapuskan pengakuan, penikmatan, atau
menjadi peserta JAMSOSTEK dan tidak mendapat penggunaan Hak-hak Asasi Manusia dan
jaminan kesehatan. Jaminan hari tua dan Pesangon. kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi,
Sebut saja apa yang terjadi pada 20 orang sosial, budaya, sipil atau bidang apapun lainnya
perempuan BHL yang bekerja di PT Indah Pontjan, oleh kaum dan kebebasan pokok di bidang politik,
Kecamatan Sei Rampah kabupaten Serdang Bedagai. ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang apapun
Mereka rata-rata bekerja selama 10-20 tahun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari
dengan sistem kerja rotasi; pemeliharaan, apapun status perkawinan mereka, atas dasar
pemupukan dan penyemprotan. Namun, pada persamaan antara laki-laki dan perempuan”
November 2006 tanpa alasan yang jelas pihak (CEDAW pasal 1). Pasal 11 tentang Hak Kerja8 dan
manajemen perusahaan dengan sepihak tidak dalam UU No 7 tahun 1984 tentang Pengesahan
mempekerjakan mereka. Tentu saja para
perempuan setengah baya ini kebingunan dan heran 7. Putusan No. 04/G/2008/PHI.Mdn Putusan PHI antara
atas putusan pihak perusahaan terhadap mereka. buruh PT Indah Pontjan dengan PT Indah Pontan tentang
Padahal penonaktifan mereka bekerja dilakukan duduknya perkara point 5
bersamaan pada waktu jelang hari raya Idul Fitri. 8. Pasal 11 Konvensi Perempuan, Konvensi Perempuan
menurunkan hak kerja sebagaimana telah diatur di
Tentu saja mereka tidak terima. dalamKovenan Hak Ekososbud sebagaiberikut : (1) Hak
Atas keberanian dan kegigihan merekapun untuk bekerja sebagai hak asasi manusia. (2) Hak atas
menuntut pesangon atas PHK sepihak yang kesempatan kerja yangsama termasuk dalam hal seleksi.
(3) Hak memilih profesi dan pekerjaan,mendapat promosi,
dilakukan oleh pihak perusahaan. “ Berdasarkan jaminanpekerjaan, semua tunjangan, serta fasilitas kerja,
lama kerjanya yaitu 14-20 tahun berlangsung pelatihan kejuruandan pelatihan ulang. (4) Hak menerima
secara terus menerus dan tidak pernah terputus, upah yang sama termasuk tunjangan, termasukpersamaan
perlakuan dalampenilaian kualitas kerja. (5) Hak atas jaminan
maka seharusnya status kerja (hubungan kerja) sosial, khususnyadalam pensiun, pengangguran,sakit, cacat,
antara para penggugat dan tergutat adalah lanjut usia.(6) Hak atas masa cuti yang dibayar. (7) Hak atas
berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu perlindungan kesehatanan keselamatan kerja.

- 45 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Konvensi Mengenai PenghapusanSegala bentuk buruh perkebunan tentang serikat buruh. Buruh
Diskriminasi terhadap perempuan, UU No 39 tidak merasakan dan mendapatkan manfaat atas
tahun 1999 tentang Hak azasi Manusia dan UUK keberadaan serikat buruh. Serikat buruh tidak
No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dipahami sebagai alat dan media buruh untuk
perempuan mendapat hak-hak reproduksi memperjuangkan hak-haknya. Karena serikat
perempuan berupa : buruh cendurung berpihak dan menjadi kaki
· Hak untuk mendapatkan cuti haid dua hari tangan pengusaha. Pengurus yang terlibatpun
tetap dengan tetap menerima upah penuh seluruhnya dari pihak manajemen (manager
· Hak untuk mendapatkan cuti hamil selama hingga mandor). Serikat yang ada ibarat lampu
tiga bulan dengan tetap mendapat upah neon ada namun tidak dapat menerangi. Buruh
penuh selama cuti tidak perna mendapat pendidikan tentang hak-
· Hak untuk tidak dipecat karena kehamilan haknya dari SB. Tidak dilibatkan dalam pemilihan.
· Hak untuk mendapatkan waktu menyusui di Mereka hanya mengetahui bahwa setiap bulan
tengah-tengah jam kerja upah mereka dikutip rata-rata Rp 5.000 (setiap
· Hak untuk mendapat perlakuan dan perusahaan swasta bagi buruh SKU/ tetap). Untuk
perlindungan khusus saat hamil dari jenis- perusahaan swasta serikat yang ada hanya satu
jenis pekerjaan yang berbahaya, dan/atau yaitu SPSI. Jika buruh hendak mendirikan serikat
dampak dari pekerjaan yang merugikan janin buruh yang lebih mengakomodir kepentingan
· Hak yang sama untuk menentukan jumlah buruh maka dengan sewenang-wenang
anak secara bebas dan menentukan jarak perusahaan pun mengintimidasi buruh seperti
kelahiran PHK, mutasi kerja. Bahkan Tak satupun buruh
· Hak untuk memperoleh pengetahuan perempuan perkebunan yang ditemui oleh KPS
sehubungan dengan penggunaan hak-hak menjadi pengurus serikat buruh.
reproduksinya “Kami tidak menjadi anggota serikat buruh.
· Hak atas penyediaan tempat penitipan anak di Kami kan bukan orang dalam. Jadi kami perna
tempat kerja/dekat tempat kerja dikutip iuran. BHL tidak sama dengan mereka.
· Hak atas tunjangan kehamilan dan tunjangan Mereka takut dekat dengan kami dan
kelahiran menanyakan masalah kami” demikian ungkap
Susi bukan nama sebenanrya seorang buruh BHL
· Hak suami untuk mendapat cuti saat isteri
di PT Gergas utama, kecamata wampu Langkat.
melahirkan.
Pemahaman mayoritas perempuan BHL di
Namun, hingga saat ini buruh perempuan
perkebunan bahwa mereka tidak layak untuk
perkebunan masih saja mengalami diskriminasi.
masuk serikat dan tidak memiliki hubungan
Hak-hak yang mesti diberikan sebagaimana
dengan SKU. Sehingga wajar menurut mereka
tersebut sama sekali tidak diterima buruh. Bila
tidak tahu menahu tentang organisasi buruh.
buruh tidak bekerja karena mengalami
Perempuan di perkebunan dan di komunitas
mensturasi maka ia dianggap mangkir sehingga
perkebunan (termasuk BHL perempuan) hanya
upahnya tidak dibayarkan. Bahkan ketika
terlibat dalam organisasi keagamaan yang lazim
melahirkan tidak mendapatkan tunjangan
setiap Kamis sore melakukan wirid. Mereka tidak
melahirkan bahkan dianggap tidak bekerja lagi
pernah menerima pendidikan dan berdiskusi
ketika selama sebulan tidak bekerja dan tentu saja
mengatasi persoalan yang mereka hadapi. Seperti
upah tidak diterima. Begitu juga haknya untuk
upah yang rendah, kenapa mereka hanya boleh
menyusui anak di jam kerja perusahaan tidak
berstatus BHL.
memberikan waktu bagi buruh perempuan.
Apalagi pendidikan tentang resiko kerja
PENUTUP
pengusaha tidak pernah melakukannya.
Mereka hanya bisa bungkam atas
Penindasan berlapis yang diterima. Instrumen
SERIKAT BURUH
pembiakan sanksi berakibat pada berkurangnya
Mengutip iuran secara langsung Di kenal
pada upah yang diterima. Alat kerja dan
dengan check of system dan uang yang diambil
keselamatan kerja tidak memenuhi standard
untuk gaji pengurus. Itulah pemahaman mayoritas
(itupun disediakan sendiri oleh buruh) sehingga

- 46 -
Jurnal Kajian Perkebunan

mengakibatkan kecelakaaan kerja seperti buruh DAFTAR PUSTAKA


penyemprot (rentan terdap kecelakaan kerja). 1. Stoller Anna, Kapitalisme dan Konfrontasi,
Rekrutmen warisan dan hubungan kekeluargaan Karsa, Jakarta, 1995
sehingga pengusaha membayar upah murah,
padahal para perempuan yang bekerja adalah 2. Situmorang, Manginar, Buruh Harian Lepas
tenaga kerja terampil. Karena mereka telah S t u d i Ka j i a n H u b u n g a n Ke r j a D a n
melihat dan bahkan melakukannya sejak kecil. Kesejahteraan Di Perkebunan Sumatera
Tidak dipenuhinya jaminan kesehatan dan Utara, penerbit KPS, Medan, 2008
jaminan hari tua yang tak perna ada atas alasan
vmereka tidak terdaftar sebagai buruh padahal Peraturan Perundang-undangan
telah meneteskan keringat demi keuntungan 1. Undang-undang No.7 tahun 1984 tentang
perusahaan lebih dari 10 tahun. Pengesahan Konvensi Mengenai Segala
Hal ini menyimpulkan bahwa pengusaha Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
mengabaikan hak-hak yang mesti diterima oleh
para buruh perempuan. Padahal negara ini (di 2. UU No 39 tahun 1999 tentang Hak azasi
wilayah para perusahaan berdiri) telah meratifikasi
Manusia
konvensi CEDAW dalam UU NO 7 tahun 1984
tentang Konvensi Mengenai PenghapusanSegala
3. U U K N o 1 3 t a h u n 2 0 0 3 Te n t a n g
bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (pasal 6
Ketenagakerjaan
11 tentang hak kerja) dan negara mengaku segala
hak buruh perempuan yang termaktub dalam UUK
No 13 tahun 2003. Justru sebaliknya. Buruh
terasing dari produk yang dihasilkannya. Memakai
minyak makan curah yang berkwalitas rendah.
Padahal mereka bekerja di areal sawit yang
selanjutnya menjadi keju dan minyak makan
berkwalitas baik (harganya 50% lebih mahal dari
minyak yang mereka pakai), namun tak perna
ditemukan di dapur mereka. Memakai sabun yang
bikin kulit kering. Padahal dari hasil kerja mereka
diciptakan sabun yang berkwalitas baik, namun
tidak ditemukan di kamar mandi mereka. Bekerja
sebagai buruh yang mesti bangun pukul 04.00 pagi
karena mesti menyelesaikan pekerjaan domestik
(memasak, mencuci pakaian) dan bekerja di areal
perkebunan rata-rata 7 jam. Selanjutnya mengkais
rejeki diluar status sebagai buruh, yakni mencari lidi
(pelepah sawit yang dijual rata-rata Rp 1500 per
kgnya) Dilakukan sekitar pukul 14.00 - 17.00 wib.
Kemudian mesti mengkerjakan pekerjaan domestik
kembali.
Itulah realitas buruh perempuan ditengah
lautan dolar dari hasil hutan homegen sawit yang
diterima oleh pemilik perkebunan. Mereka justru
mesti bertarung dan tetap menerima penindasan
hingga saat ini sebagai generasi ketiga.

- 47 -
• BRONDOLAN | Jurnal Kajian Perkebunan | Vol. 1 No. 1 / Januari - Juni 2010

- 48 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Kudatang, Kukejar, Kutangkap, dan Kuhisap,


Dimana Gerangan, Kau Petani dan Buruh?

Oleh A. Surambo

Abstract : Kelapa sawit adalah komoditas unggulan, dimana luasan perkebunan ini di Indonesia 7,8 juta ha
dan ekspansi tiap tahunnya 600-700 ribu Ha pertahun. Komoditas ini bertumpukan kepada system
perkebunan besar dimana sistem ini sudah lama beroperasi di nusantara. System perkebunan besar tidak
bisa dilepaskan dari kolonialisme, kapitalisme, dan modernisasi. Sistem ini diawali oleh model priangan
stelsel, penanaman wajib tanaman kopi di tanah priangan sampai dengan model perusahaan inti rakyat
(PIR). Sistem ini bertumpukan kepada ketersediaan lahan yang luas dan murah, tenaga kerja yang banyak
dan murah, serta kemudahan-kemudahan dari pemerintah.

Key word : Agraria, Petani Sawit, Buruh Sawit, Kelapa Sawit, Kebijakan Perkebunan

Pendahuluan yang dulunya hutan, gemah ripah loh jinawi, tata


Dalam suatu aksi di kota kecil Sanggau, tentrem kerta raharjo menjadi kawasan perkebunan.
Kalimantan Barat, anak petani kelapa sawit
berpidato mengungkapkan keluh kesahnya Kebun Sawit dari Masa ke Masa
menjadi seorang anak dari petani kecil kelapa sawit Kartodirdjo & Suryo (1991) menyatakan
dari mulai ketidakadilan karena harga Tandan Buah bahwa “sejarah perkembangan perkebunan di
Segar, sulitnya mendapatkan Pupuk, sampai belum negara berkembang termasuk indonesia, tidak
baliknya tanah adat keluarganya. Kalimat dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan
menggelitik menutup orasi tersebut, “selamat kolonialisme, kapitalisme dan modernisasi. Di
datang para buruh kebun sawit, dan selamat tinggal negara-negara berkembang, pada umumnya
Petani”. Inilah kegalauan posisi-posisi bukan hanya perkebunan hadir sebagai perpanjangan dari
anak petani sawit juga masyarakat sekitar perkembangan kapitalisme agraris barat yang
perkebunan kala melihat dunianya dulu, sekarang, diperkenalkan melalui sistem perekonomian
dan ke depannya. kolonial. Perkebunan pada awal perkembangan-
Dulu kawasan tersebut dapat dipastikan hutan nya hadir sebagai sistem perkeonomian baru yang
dimana rakyat mengelola hutan tersebut dengan semula belum dikenal yaitu sistem perekonomian
segala kearifannya. Skenario berlanjut dimana pertanian komersial yang bercorak kolonial.
sekarang kawasan tersebut diubah menjadi kawasan Sistem yang dibawa oleh pemerintah kolonial atau
perkebunan dengan adanya kapital yang masuk ke yang didirikan oleh korporasi kapitalis asing itu
kawasan tersebut. Kemungkinan wilayah tersebut pada dasarnya adalah sistem perkebunan Eropa,
akan tetap menjadi perkebunan atau menjadi yang berbeda dengan sistem kebun (garden
kawasan pemukiman atau jasa? Menjadi penting, sistem) yang telah lama berlaku di negara-negara
bagaimana dengan posisi masyarakat sekitar dari berkembang pada masa pra-kolonial”.
masyarakat adat, petani atau buruhnya? Siapa yang Bila kita coba bandingkan dua model
tertinggal di wilayah tersebut? Apakah masyarakat pengembangan perkebunan tersebut jelas
adat, petani, atau buruh sekonyong-konyong lenyap terdapat perbedaan yang nyata. Istilah sistem
atau dilenyapkan dari wilayah tersebut. Tulisan ini kebun (garden sistem) agaknya bertumpang
mencoba memotret berkenaan dengan kawasan tindih dengan beberapa istilah diantaranya sistem

- 49 -
Jurnal Kajian Perkebunan

hutan kerakyatan (shk), agroforestry, wilayah kita temui dalam bentuk usaha kecil, tidak padat
kelola rakyat, dan lain sebagainya. Bahkan modal, penggunaan lahan tidak terlalu luas,
terdapat istilah lokal yang sebenarnya sumber tenaga kerja berpusat pada anggota
mencerminkan tata kelola ala masyarakat adat keluarga, kurang berorientasi kepada pasar, dan
atau masyarakat tradisional. Beberapa istilah yang lebih fokus untuk melayani kebutuhan subsisten.
tumpang tindih dengan garden sistem Hal ini berbeda dengan sistem perkebunan atau
diantaranya repong damar, simpunk, tembawang, saat ini lebih dikenal dengan perusahaan
dan lain sebagainya. Berbagai terminologi perkebunan besar yang merupakan bagian dari
ditemukan untuk menyebut pelaku garden sistem sistem perekonomian pertanian komersial dan
tersebut diantaranya pekebun mandiri, kapitalistik. Sistem ini diwujudkan dalam bentuk
masyarakat tradisional, masyarakat adat, dan usaha pertanian dalam skala besar, monokultur,
sebagainya. bersifat padat modal, penggunaan areal
Garden system menunjukkan bahwa usaha pertanahan luas, organisasi tenaga kerja besar,
perkebunan dalam usaha rumah tangga adalah pembagian kerja rinci, penggunaan tenaga kerja
usaha tambahan atau pelengkap dari kegiatan upahan, struktur hubungan kerja yang kompleks
kehidupan pertanian pokok terutama pertanian dan diajukan untuk memenuhi kebutuhan pasar
pangan secara keseluruhan. Usaha ini biasanya (komoditi ekspor).

TABEL 1. PERBEDAAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN SKALA BESAR


DENGAN PERKEBUNAN RAKYAT

ITEM PERUSAHAAN PERKEBUNAN PERKEBUNAN RAKYAT


Pelaku Investor hanya sebagai pemodal Ikut bekerja menanam
dan tidak ikut menanam langsung langsung tanaman tersebut
tanaman

Luasan lahan Skala besar dimana biasanya Tidak terlalu luas dimana
diatas 25 Ha kebanyakan kurang
dari 10 Ha

Orientasi Untuk kebutuhan pasar dan Untuk mencukupi


keuntungan kebutuhan keluarga

Capital Financial (padat modal) Tenaga kerja


(Padat tenaga kerja)

Tanaman yang Tanaman yang laku keras di pasar Tanaman yang sudah
dikembangkan dikenal dan dapat
memenuhi kebutuhan
rumah tangga

Sumber : Surambo, A. 2007. Sistem Kelola Rakyat Vs Sistem Kebun Besar. Bogor.
Perkumpulan Sawit Watch

Seperti yang diungkapkan di depan, bahwa ekstrim kiri adalah sistem perusahaan
terdapat dua model tata pengelolaan yakni sistem perkebunan besar. Jadi, selain dua model tata
perusahaan perkebunan besar dan kebun rakyat kelola yang ekstrim dapat kita temui, kita juga
(garden system). Dua model tata kelola tersebut dapat menemukan sistem tata kelola campuran
digambarkan secara hitam dan putih (saling karakter dari dua tata kelola, yakni tanaman yang
berdiameteral/berlawanan). Saat ini, dua model ditanam untuk subsisten dan tanaman yang
kelola tersebut adalah suatu kontinum dimana ditanam untuk perdagangan. Sistem tata kelola
satu titik ekstrim di ujung kanan adalah kebun campuran dua karakter tersebut dikenal dengan
rakyat (garden system) dan satu titik di ujung petty cultivation (perkebunan campuran). Sistem

- 50 -
Jurnal Kajian Perkebunan

tata kelola ini mengetengahkan bahwa hasil-hasil dan dua lagi berasal dari Mauritus sehingga
pertanian bukan hanya dikonsumsi sendiri tetapi diduga bahwa kelapa sawit yang ada di Indonesia
terdapat sebagian hasil pertanian yang dijual ke semuanya berasal dari Afrika tetapi melalui jalan
pasar. yang berbeda. Untuk tujuan memperluas turunan
Kelapa sawit termasuk perkebunan yang kelapa sawit tersebut ditanam di Banyumas
dikembangkan dengan sifat komersial dan (Jawa), dan Palembang, dan tahun 1875 dibangun
melayani pasar atau kebun besar. Identifikasi awal perkebunan kelapa sawit di wilayah Deli (Sumatra
terhadap model pengembangan kebun besar Utara). Pengembangan usaha perkebunan kelapa
dimulai ketika pemerintah kolonial Belanda sawit skala besar dilakukan oleh Adrian Hallet
mengenalkan kopi di bumi priangan (Jawa Barat) tahun 1911 di Sungai Liput (Pantai Timur Aceh)
(Fauzi, N, 2008). Hal ini terjadi sebelum masa dan Pulo Raja (Asahan). Pada tahun yang sama
liberal (sebelum 1870). Pada masa inilah juga K.L.T. Schadt menanam juga kelapa sawit di
sebenarnya sedang dilakukan semacam 'pilot Sungai Itam Ulu (Deli). Tahun 1914 luasan
project' bagaimana membuat sistem perkebunan perkebunan kelapa sawit mencapai 3.250 Ha.
besar untuk melayani pasar di eropa. Saat ini Indonesia muncul sebagai negara
Berkenaan dengan asal usul tanaman kelapa yang memiliki luas kebun kelapa sawit terluas,
sawit, beberapa kalangan mempercayai bahwa yakni 7,8 juta Ha (Sawit Watch, 2008). Indonesia
tanaman kelapa sawit berasal dari wilayah Afrika mempunyai kebun yang luas lewat mengkonversi
Barat, tetapi beberapa kalangan yang lain hutan-hutan dan kebun-kebun rakyat menjadi
mempercayainya bahwa kelapa sawit berasal dari perkebunan kelapa sawit. Hal ini dipicu oleh dua
wilayah Amerika Selatan. Sampai dengan saat ini hal yakni pertama, adanya kebijakan pemerintah
belum ada kesepakatan berkenaan pendapat Indonesia yang berkeinginan menjadi negara
mana yang kuat, tetapi beberapa ahli menyatakan terluas sehingga terdapat berbagai kemudahan
sebenarnya wilayah Afrika dan Amerika seperti perijinan, upah buruh murah, dan lain
dahulunya menjadi satu sehingga cikal bakal sebagainya. Kedua, adanya permintaan terhadap
kelapa sawit ditemukan di dua tempat tersebut. minyak nabati khususnya minyak sawit yang
Kelapa sawit masuk ke Indonesia pada tahun tinggi. Berkenaan dengan fase-fase dalam
1848, dimana awalnya berupa empat pohon yang perluasan kebun kelapa sawit dan kebijakannya
coba dibudidayakan di Kebun Raya Bogor, dua dapat dilihat dalam table 2.
pohon berasal dari Hortus Botanicus Amsterdam

TABEL 2. PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT


DI MASA PEMERINTAH INDONESIA

AKTOR-AKTOR
FASE KEADAAN
BERPENGARUH

Fase Fase ini ditandai dengan adanya kemerdekaan indonesia lepas dari penjajahan dari Perusahaan asing skala
Soekarno Belanda ataupun Jepang secara fisik. Revolusi sosial terjadi dimana-dimana setelah besar, Pemerintahan
Kemerdekaan Indonesia diumumkan. Di berbagai tempat rakyat Indonesia gegap gempita Soekarno diantaranya
menyambut kemerdekaan Indonesia ini. Salah satu praktek yang dilakukan dalam militer, tokoh-tokoh
menyambut Kemerdekaan Indonesia adalah mengusir penjajahan dalam berbagai bentuk. pergerakan nasional
Beberapa aset negara yang mencerminkan kepemilikan penjajah diambil alih. Salah satunya
adalah pendudukan perkebunan oleh pemuda-pemudi bersama rakyat lainnya. Di
perkebunan terjadi pendudukan lahan secara sporadis. Bahkan Bung Hatta sendiri
menyatakan bahwa tanah-tanah perkebunan yang ada saat ini adalah hasil 'merampok'
tanah-tanah rakyat. Berkaitan dengan pernyataan Bung Hatta tersebut sepatutnya lah
pendudukan tersebut dilakukan. Tetapi jaman memang cepat berubah salah satu hasil dari
Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah pengembalian kembali aset-aset perusahaan asing
kepada perusahaan tersebut diantaranya pengembalian kembali lahan-lahan perkebunan
yang sempat diduduki oleh rakyat kepada perusahaan asing lama. Tragis sekali, Bung Hatta
yang menyetujui, Bung Hatta pula yang mencabutnya.
Salah satu hasil KMB lain adalah pengembalian Papua Barat ke Indonesia setahun
kemudian. Akibat berlarut-larutnya pengembalian ini, Pemerintahan Soekarno melakukan
beberapa langkah monumental. Pertama, Pemerintahan Soekarno mengemplang semua

- 51 -
Jurnal Kajian Perkebunan

AKTOR-AKTOR
FASE KEADAAN
BERPENGARUH
hutang-hutang kepada Penjajah Belanda. Selain itu, langkah fonumental lainnya adalah
Pemerintahan Soekarno melakukan nasionalisasi pada semua perusahaan-perusahaan
Belanda. Salah satu perusahaan yang dinasionalisasi adalah lahan-lahan perkebunan yang
dimiliki oleh perusahaan-perusahaan Belanda. Hal yang menjadi kurang dalam nasionalisasi
tersebut adalah pengelolaan perkebunan tersebut dikarenakan kurangnya kaum profesional
sewaktu itu sehingga mengakibatkan militer dilibatkan untuk memegang beberapa
perusahaan perkebunan.
Puncak dari kebijakan Pemerintah Soekarno yang populis adalah rencana land
reform dengan diterbitkannya Undang-Undang Pokok Agraria No 5 tahun 1960, dimana
salah satu obyek dari land reform adalah lahan-lahan perkebunan skala besar. Akhir cerita ini
adalah agenda land reform tersebut belum sempat dilakukan Pemerintahan Soekarno
keburu jatuh. Perkembangan yang siginifikan di Perkebunan dalam penguasaan lahan tidak
terjadi lonjakan berarti bahkan beberapa perkebunan besar sepertinya terlantar.

Fase Fase inilah perkebunan massif dikembangkan. Dengan model pembangunan yang Departemen Pertanian
Soeharto menggunakan tiga prinsip yakni stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan. Salah satu dengan perangkat-
- Era kebijakan Pemerintahan Soeharto adalah mengeluarkan undang-undang tentang perangkatnya,
Reformasi penanaman modal asing. Salah satu konsep yang dikembangkan oleh Pemerintahan Perusahaan perkebunan
Soeharto adalah konsep kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) yang merupakan bagian skala besar, NGO, serikat-
revolusi hijau, dimana dalam suatu perkebunan skala besar kita akan mendapati inti dan serikat Petani, dan
plasma. Inti mempunyai kewajiban untuk menyediakan saprotan (sarana produksi tani), masyarakat adat, serta
jaminan pasar, penjamin di Bank; sedangkan plasma mempunyak kewajiban menyediakan serikat-serikat buruh
lahan, tenaga kerja, dan menyerahkan hasil-hasil perkebunan tersebut ke inti. PIR-
perkebunan dilakukan pertama menggunakan sumber keuangan dari Bank Dunia tahun
1977 di dua lokasi yakni Alue Merah, Aceh dan Tabenan, Sumatra Selatan. Proyek ini dikenal
dengan NES (nucleus estate smallholder), bahkan proyek ini dikembangkan sampai NES V.
Untuk wilayah Kalimantan, proyek PIR dikembangkan di dua wilayah yakni Sanggau,
Kalimantan Barat dan Paser, Kalimantan Timur pada akhir tahun 80-an. Konsep PIR ini
berkembang pesat bahkan diintegrasikan dengan proyek pemerintah lain yakni transmigrasi
dengan mengeluarkan Inpres No 1 tahun 1986 tentang PIR-Transmigrasi. Beberapa konsep
tentang PIR dapat dilihat dalam Tabel 4.Bila kita coba bandingkan antara PIR dan kerja tanam
paksa terlihat beberapa kesamaan dan beberapa perbedaan, tabel 5 menunjukkan hal ini.
Salah satu hal yang masif dikembangkan dalam era Soeharto adalah pembangunan
perkebunan kelapa sawit skala besar. Pembangunan ini dilakukan dengan cara melakukan
konversi hutan menjadi perkebunan. Indonesia saat ini menjadi negara dengan perkebunan
kelapa sawit terluas di dunia yakni 7,8 juta Ha (Perkumpulan Sawit Watch, 2009).
Pembangunan perkebunan kelapa sawit skala besar ini menimbulkan dampak yang luar
biasa baik dari sisi lingkungan maupun sosial. Berbagai kerusakan lingkungan berupa
kebakaran hutan, banjir, longsor, dan limbahnya mencemari sungai. Di wilayah sosial,
pembangunan perkebunan ini menimbulkan beragam konflik dari konflik masyarakat adat
dengan perusahaan perkebunan sampai dengan konflik horizontal antara buruh dengan
petani/masyarakat adat. Data monitoring Perkumpulan Sawit Watch terdapat 523 kasus
konflik di perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Krisis moneter tahun 1997 mengakibatkan krisis politik juga di Indonesia. Hal ini
mengakibatkan pemerintahan Soeharto yang berkuasa kurang lebih 30 tahunan jatuh dan
digantikan oleh orde reformasi. Salah satu perubahan yang signifikan adalah digunakannya
tata pemerintahan desentralisasi bukan sentralisasi seperti jaman orde baru. Beberapa
kebijakan yang sifatnya dapat diurus di daerah maka kewenangan tersebut diberikan kepada
daerah. Salah satu kewenangan itu adalah pemberian ijin pembangunan perkebunan skala
besar. Akibatnya pembangunan perkebunan skala besar semakin massif khususnya kelapa
sawit. Cerita dampak perkebunan skala besar dalam fase orde baru semakin menjadi-jadi.
Bahkan pemerintahan SBY-JK ini mengenalkan konsep revitalisasi pertanian. Jelas konsep
ini berkeinginan meneguhkan sistem perkebunan yang lama, yang jelas-jelas kurang
memberi manfaat banyak kepada rakyat.
Hal yang signifikan dalam penguasaan lahan dalam fase ini adalah munculnya
perusahaan dengan konglomerasi penguasaan lahan, lihat tabel 6. Bila kita lihat lebih teliti
kembali bahwa adanya kemerdekaan indonesai dengan cara revolusi tahun 1945 ternyata
tidak bisa merubah sistem perkebunan dimana sistem yang ada saat ini adalah turunan dan
pengembangan dari Fase Liberal semasa penjajah kolonial Belanda.

- 52 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Viva La Vida, Kebun Besar kolonialisme, kapitalisme dan modernisasi.


Seperti yang diungkapkan didepan, bahwa Perkebunan besar cepat beradaptif secara
perkebunan di Indonesia tidak lepas dari dinamis dengan kondisi situasi zaman,lihat Tabel 3

TABEL 3. PERBANDINGAN KEBUN BESAR MASA KOLONIAL DAN POST-KOLONIAL

ITEM KOLONIAL POST - KOLONIAL

Pelaku Perusahaan-perusahaan luar negri Perusahaan-perusahaan dalam negri yang


langsung (deli mascapay, Lonsum) dapat modal dari luar negri (Astra,
sinar mas, lonsum)

Jaman dikembangkan Era setelah politik liberal (1875) setelah Jaman Kemerdekaan dimana mulai massif
jaman tanam paksa di Jawa era Soeharto sampai sekarang

Tanaman yang dikembangkan Tanaman yang laku keras di pasar Tanaman yang laku keras di pasar
(lada dan rempah-rempah, tebu, kopi, (sawit, kopi, dll)
tembakau)

Ijin operasionalnya Hak erpacht, selama 75 tahun HGU (hak guna usaha) selama 30 tahun
dan dapat diperpanjang lagi

Tanah yang digunakan 'selalu' mengakui menggunakan tanah 'selalu' mengakui menggunakan tanah
negara dengan prinsip domein varklaring negara dengan menggunakan prinsip
Hak Menguasai Negara (HMN)

Yang dipekerjakan Orang-orang bawahan (buruh kasar) Orang-orang indonesia sendiri tetapi sudah
adalah inlander, sedangkan pimpinannya larut untuk kepentingan mencari untung
banyak orang asing sendiri-sendiri

Konflik yang sering terjadi Konflik tanah, kompeni dibantui Konflik tanah, perusahaan dibantu
oleh pemerintah oleh pemerintah,

Berbagai dinamika sosial politik menyertai pemerintahan berbagai daerah di Nusantara.


bagaimana tumbuh kembangnya kebun-kebun Ibaratkan sekarang VOC adalah tengkulak besar.
besar. Model operasi ini diawali oleh datangnya Di beberapa wilayah, Pemerintah Belanda mulai
berbagai perjalanan para penjelajah dari eropa ke mengenalkan komoditas kopi sebagai tanaman
nusantara, dari penjelajahan inilah diketahui wajib di priangan dan Maluku sehingga dikenallah
sumber-sumber pala, lada, dan lain sebagainya preanger stelsel sebagai cikal bakal model kebun
dimana waktu itu sebagai komoditas yang laku besar (lihat Noer Fauzi, 2002).
keras di pasar eropa. Belanda sebagai salah satu Kemenangan kelompok liberal dalam
negara yang memelopori penjelajahan tersebut menguasai parlemen Pemerintahan Kerajaan
memberikan mandat kepada VOC (suatu Belanda, membawa perubahan dengan lahirnya
perusahaan transnasional pertama di dunia) Agrarian Wet 1870 sehingga berbagai investor
berkenaan dengan perdagangan komoditas- asing dapat menanamkan modalnya secara
komoditas tersebut. langsung di Nusantara bahkan para investor ini
VOC dalam operasinya awalnya sebagai seperti layaknya penguasa local sehingga
pedagang, yakni membeli di Nusantara, dan dikenalah plantocrazy, tata pemerintahan yang
menjual di eropa, yang berbeda adalah dengan berdasarkan birokrasi kebun (Wiradi, 2006).
sedikit-demi-sedikit VOC dapat menguasai Berbagai kebijakan yang lahir di masa ini, dalam
distribusi dan harga beberapa komoditas yang kerangka penjajahan dimana intinya memecah
laku keras di pasar tersebut. Bahkan kekuasaan sekaligus juga mengontrol (Margarito Kamis,
VOC sampai berpengaruh terhadap tata 2007).

- 53 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Akhir Perang Dunia ke-2, berbagai kelompok penjual berbagai sarana produksi dan mesin-
berhasil memerdekan dirinya dari colonial. Untuk mesin”
Indonesia berakibat banyak terlantar beberapa Susan George (1977) dalam Wiradi (2006)
tanah-tanah perkebunan besar. Bahkan beberapa menyatakan bahwa gerakan agribisnis lahir
tanah-tanah perkebunan tersebut menjadi objek karena para pemilik modal raksasa (TNC) tidak lagi
dari land reform. Kebijakan yang fenomenal dapat menanam modalnya di masing-masing
waktu ini adalah UUPA Nomor 5 tahun 1960 negara maju (sebab sudah jenuh) dan
(Wiradi, 2006). Lewat undang-undang inilah memalingkan perhatiannya kepada negara
gerakan kaum tani dan buruh menjadi sangat berkembang. Namun karena bidang pertanian
massif pengaruhnya di perkebunan. memerlukan tanah, sedangkan negara-negara
Jatuhnya Pemerintahan Soekarno dan berkembang sesudah perang dunia kedua telah
berdirinya Pemerintahan Soeharto memberikan menjadi negara nasional yang merdeka, maka
perubahan yang signifikan, dimana kebijakan- masalah jangkauan terhadap tanah ini dirasakan
kebijakan yang ada sangat mendukung terhadap sebagai hambatan. Akibatnya, meraka terpaksa
penanaman modal asing diantaranya UU Nomor 1 ”nebeng” pemerintah negara maju melalui
tahun 1967 tentang penanaman modal asing program bantuan. Negara maju sebagai donor
dimana bentuk turunan undang-undang ini dapat membujuk negara berkembang agar, dalam
adalah Inpres no 1 tentang pendoman rangka program bantuan di bidang pertanian,
pengembangan perusahaan inti rakyat. Memang pemerintah setempat menyediakan kemudahan
para investor asing tidak dapat secara lansung dalam hal jangkauan terhadap penguasaan tanah.
menanamkan modalnya tetapi dapat melakukan Akan tetapi mengingat faktor di dalam negeri
kerjasama dengan para pengusaha local. Model pemerintah nasional negara berkembang tidak
operasi penanaman modal ini, saat ini dikenal dapat begitu saja
dengan model agribisnis. Glover (1984) menyediakan tanah bagi modal asing,
menyatakan Istilah ini ini ”pada umunya mengacu seperti jaman kolonial. Bentuk ”inti-satelit”
kepada kegiatan Trans-national corporation (TNC) tampaknya merupakan jalan keluar. Berkenaan
di bidang pertanian sebagai produsen pengolah, dengan berbagai model PIR di perkebunan dapat
atau pedagang komoditas pertanian dan sebagai dilihat dalam Tabel 4.

TABEL 4. BERBAGAI MACAM POLA KEMITRAAN

KRITERIA NES PIR - KHUSUS PIR - BANTUAN PIR - TRANS


Tanaman Pokok 2 ha 2 ha 2 ha 2 ha

Tanaman Pangan 0 ha 0,75 ha 0,75 ha 0,50 ha

Lahan Pekarangan 0 ha 0,25 ha 0,25 ha 0,50 ha

Peserta Penduduk setempat Transmigran Penduduk lokal Transmigran


Penduduk lokal

Rumah (m2) Tidak ada 36 36 36

Lokasi Sekitar perkebunan Bukaan baru Bukaan baru Bukaan baru


yang sudah ada Kredit khusus

Sumber Dana Bank dunia Swadana Bantuan luar negeri

Sumber: berbagai sumber

- 54 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Orde reformasi adalah kelanjutan dari mempermudah para investor diantaranya


pemerintahan Soeharto di Indonesia. Beberapa Permentan No 26 tahun 2007 menyatakan cukup 20
kebijakan yang lahir di masa orde reformasi ini % saja dari HGU pelibatan masyarakat dan luasan
adalah UU no 18 tahun 2004 tentang perkebunan, untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit boleh
UU Nomor 13. tahun 2003 tentang sampai 100.000 Ha, dan permentan Nomor 14 tahun
ketenagakerjaan, UU Nomor 25 tahun 2007. 2009 menyatakan bolehnya menggunakan lahan
tentang Penanaman Modal Asing. Berbagai gambut untuk perkebunan kelapa sawit dimana
kebijakan ini lahir untuk memudahkan para jelas-jelas tidak layak secara lingkungan dan sosial.
investor menanamkan modalnya di Indonesia, Kebijakan-kebijakan yang dilakukan dalam
salah satunya di perkebunan. Undang-undang orde reformasi ini berakibat signifikan dimana
perkebunan lahir dengan adanya kesadaran bahwa terdapat ketidakseimbangan dalam struktur
Pengamanan perkebunan dipandang mendesak penguasaan agrarian, khususnya wilayah-wilayah
pengamanannya akibat maraknya aksi penjarahan, dimana kebun-kebun besar menumpuk modalnya.
pencurian, dan penggarapan lahan perkebunan. Kalimantan Tengah adalah salah satu wilayah dimana
Hal inilah yang menjadi hasil rapat koordinasi yang pertambangan, perkebunan besar, dan wilayah-
membahas penanganan pengamanan terpadu wilayah konservasi dapat ditemukan. Ternyata dari
perusahaan perkebunan. Rapat koordinasi itu 12-an juta Ha hanya 2,5-an juta Ha adalah wilayah
dipimpin Menko Polkam Susilo Bambang sisa dimana wilayah ini di sepanjang sungai-sungai
Yudhoyono dan dihadiri Mentan, Kapolri, dan yang ada. Wilayah ini dapat diintrepertasikan wilayah
direksi perusahaan perkebunan negara dan swasta inilah dimana rakyat berada, lihat Gambar 1. Lewat
se-Sumatera (Susilo Bambang Yudhoyono belum kebijakan yang ada ini, ekspansi perkebunan kelapa
tentukan pilihan politik, Gatra, 2002). sawit diperkirakan tiap tahunnya 600 – 700 ribu Ha
Beberapa turunan dari undang-undang ini (Sawit Watch, 2008). Bila berbagai kebijakan yang
diantaranya Permentan Nomor 26 tahun 2007 dan ada saat ini tidak dirubah maka semakin
Permentan Nomor 14 tahun 2009 semakin memunculkan adanya ketimpangan dalam
mempermudah para investor untuk menanamkan penguasaan agrarian.
modalnya di Perkebunan. Beberapa hal yang

Gambar 1. Overlapping antara perkebunan kelapa sawit, pertambangan,


wilayah konservasi, dan lain sebagainya di Kalimantan Tengah 2009

- 55 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Secara sederhana, model operasi yang 8. FMO/Belanda (Sinar Mas)


dilakukan para investor di perkebunan kelapa 9. Fortis/Belanda-Belgia (Sinar Mas, Salim,
sawit dapat dilihat dalam Gambar 2 dan 3. Model RGM)
sederhana inilah dari dulu hingga sekarang belum 10. HSBC Group/Inggris (Anglo-Eastern, Bakrie,
berubah. Tanah dan tenaga kerja adalah modal Napan and Risjadson-Salim, Sinar Mas)
utama yang menggerakkan model ini. Dengan 11. HypoVereinsbank/Prudential/Ing gris
tanah yang luas dan tenaga kerja yang murah, (SMART, Lonsum)
model perkebunan besar kelapa sawit kokoh 12. ING Bank/Belanda (Lonsum, Lyman, RGM,
berdiri. Kondisi inilah yang cocok dengan kondisi Salim)
Indonesia selama ini. Indonesia mempunyai 13. JPMorgan Chase/AS (Bakrie, Salim, SMART)
potensi lahan 18 juta Ha dengan 13,7 juta Ha 14. KBC/Belgia (Guthrie/Sime Darby, Lonsum)
adalah 'hutan' konversi (Deptan, 2009). Praktek- 15. KfW IPEX-Bank/Jerman (Lyman, SMART,
praktek mungkin bisa berbeda dalam tiap jaman RGM)
tetapi 'pengontrol' tetaplah yang mempunyai 16. Mizuho Corporate Bank/Jepang (SMART,
modal. Beberapa bank yang mendanai bisnis Bakrie)
perkebunan kelapa sawit adalah : 17. Rabobank Group/Belanda (Astra, Bakrie,
1. Bank of America/AS (Cargil, Salim) Guthrie/Sime Darby)
2. Bank of Tokyo-Mitsubishi/Jepang (SMART) 18. Standard Chartered Bank/Inggris (Lonsum,
3. Barclays Plc/Inggris (CDC/Cargil) Salim)
4. BNP Paribas/Perancis (SMART) 19. The Royal Bank of Scotland/Inggris (RGM,
5. CIBC/Canada (Bakrie) SMART)
6. Citigroup Inc./AS (Astra) 20. WestLB AG/Jerman (Bakrie dan Hasko/
7. Credit Suisse Group/Switzerland (Salim) Sumalindo Lestari

GENERAL MODEL
CAPITAL AND PRODUCT FLOWS IN THE TRADE CYCLE

Gambar 2. Model General dalam aliran modal dan produk dalam


system perdagangan di dunia (Wakker, 2002)

- 56 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Retailers
Investor Companies

Plantation Refining Manufacturing


Companies Companies Companies

EUROPE Figure 3 :
Supply and ownership links
Investors
eg. £
Barclays £
HSBC
Royal Bank of£ Scotland
£
Indonesia Europe Europe Europe
Business groups Refining companies Manufacturing Retailers
Plantation groups and
Plantation companies eg. eg. eg.
eg. Cargill Cadbury Schweppes Tesco
Cargill ADM Sainsburys
Sinar Mas Pura Foods
Raja Garuda Mas

Gambar 3. Penyederhanaan rantai bisnis perkebunan kelapa sawit

Kondisi Buruh dan Petani Sawit Sedangkan posisi ringkas untuk buruh
Secara ringkas posisi petani sawit dalam perkebunan kelapa sawit adalah :
industri perkebunan kelapa sawit adalah : Ø Kebijakan Buruh murah oleh pemerintah. Hal
· Luas kebun petani sawit hanya sekitar 35 % ini dilakukan dalam bentuk Upah rendah,
dari jumlah 7, 8 jt Ha seluruh perkebunan di minimnya serikat buruh yang berpihak kepada
Indonesia (Data Sawit Watch 2009) dan buruh, dan legitimasi Outsourcing yang telah
menyumbangkan TBS (tandan buah segar) lama diberlakukan di perkebunan melalui UU
hanya sekitar 33 % dari 20,1 jt ton (MAKSI, tenaga kerja.
2008) Ø Buruh yang sifatnya tetap mendapatkan
· Rendahnya produktivitas petani kelapa sawit, pendapatan kira-kira Rp 600.000 – 900.000
hanya 16 - 18 ton tbs/ha/th. per bulan, asuransi kesehatan, mendapatkan
· Mininnya akses atas dana dalam terutama rumah karyawan biasanya tidak terlalu besar,
untuk replanting. Beberapa petani sawit saat rekrutmen dilakukan lewat koneksi personal
ini yang seharusnya sudah replanting, tidak dengan manajemen perusahaan, dan jam
dapat melakukan replanting akibat minimnya kerjanya 7 jam per hari dalam 26 hari per
akses tersebut bulan.
· Terbatasnya akses dalam pemasaran hasil Ø Buruh yang sifatnya harian mendapatkan
perkebunan petani terutama menyangkut pendapatan kira-kira Rp 24.500 – 27.00 per
harga, akhirnya yang terjadi adalah monopoli hari, maksimum bekerja dalam sebulan 15
dan monopsoni yang dilakukan oleh hari, tidak ada asuransi kesehatan, buruh yang
perusahaan perkebunan. menyediakan alat-alatnya sendiri, rentan
· Minimnya keterampilan dan pengetahuan terhadap pelecehan seksual dan terekposure
petani menyangkut perkebunan kelapa sawit. barang-barang kimia, serta kecelakaan kerja.
Saat ini kemampuan petani sawit masih hanya Dua entitas inilah penopang sebenarnya
sebatas menghasilkan TBS belum memiliki bisnis perkebunan kelapa sawit, selain
pabrik yang dikelola sendiri ataupun usaha hilir ketersedian tanah dan teknologi yang ada. Bisnis
lainnya. kebun sawit dicurigai hanya menguntungkan
· Berkenaan dengan pendapatan petani kelapa segelintir pihak khususnya para pemodal.
sawit berfluktuasi dan beragam. Kecurigaan ini didasarkan kepada tingginya

- 57 -
Jurnal Kajian Perkebunan

ekspansi yang dilakukan oleh perusahaan DAFTAR PUSTAKA


perkebunan kelapa sawit skala besar, sedangkan
kondisi buruh dan petani sawit tidak terlalu 1. Kartodirdjo & Suryo. 1991. Sejarah
menggembirakan. Jan Breman (1983) Perkebunan Indonesia. Jogjakarta. PT
mengambarkan perilaku para tuan kebon Indomedia.
terhadap Kuli pada awal abad ke 20, “Yang
menjadi ciri tuan kebun ialah sikap mereka yang 2. Surambo, A. 2007. Sistem Kelola Rakyat Vs
sama sekali tak memedulikan nasib para kuli. Yang Sistem Kebun Besar. Bogor. Perkumpulan
paling langka ialah pengakuan bahwa kuli itu Sawit Watch
adalah manusia. Di mata mereka kuli hanyalah
massa, bukan kumpulan pribadi. Di mata mereka, 3. Surambo, A. 2008. Sejarah Singkat
kuli adalah satu kolektif dengan sifat-sifat negatif.” Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Bogor.
Perkumpulan Sawit Watch
Penutup
Perkebunan besar adalah warisan dari masa 4. GLOVER, R.J. 1984. Contract Farming and
colonial yang selalu adaptif dinamis Smallholder Outgrower Schemes in Lees
menyesuaikan jaman. Kebun besar sampai saat ini Developed Countries. World Depelopment
masih kokoh berdiri. Komoditas-komoditas usaha
perkebunan besar boleh berubah menyesuaikan 5. SUSAN GEORGE. 1977. How The Other Half
kebutuhan pasar dunia tetapi system perkebunan Dies Harmondsworth Penguin Books. I
besar masih lah kokoh berdiri. Dahulu berbagai
rempah-rempah lalu gula, kopi, cengkeh dan lain 6. Wiradi, G. 2006. Tinjauan Ringkas Masalah
sebagainya. Saat ini, komoditas kelapa sawit Perkebunan Model-PIR. Bahan diskusi
adalah komoditas yang ekspansi kebun besarnya bulanan SW. Bogor. Perkumpulan Sawit
sangat massif dilakukan dimana kira-kira 600-700 Watch.
ribu per tahun.
Sistem perkebunan kelapa sawit yang ada saat 7. BREMAN, Jan. 1983.Control of land and
ini tidak adil terhadap masyarakat adat, petani sawit, Labour in Colanial Java. Holland. Foris
dan buruh sawit. Hal yang perlu dilakukan adalah Publication.
bagaimana menggelorakan masyarakat adat, petani
sawit, buruh sawit dan pihak-pihak lain agar 8. Kamis, M. 2007. Jalan Panjang Konstitusio-
bersinergi untuk mengubah system perkebunan nalisme di Indonesia. Di download di
yang ada. Bagaimana system perkebunan kelapa http://203.130.230.4/index2.php?option=
sawit yang ada saat ini diubah menjadi lebih baik, com_content&do_pdf=1&id=82 pada tanggal
lebih adil, dan mensejahterakan bagi masyarakat 18 Januari 2010.
adat, petani sawit, buruh sawit dan masyarakat
sekitar, inilah pekerjaan bersama kita? 9. Noer, F. 2002. Land Reform: Agenda
Pembaruan Struktur Agraria dalam Dinamika
Panggung Politik, dalam Endang Suhendar et.
Al. Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun
Gunawan Wiradi.Bandung. Akatiga.

- 58 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Kapitalisasi Perkebunan dan Implikasinya


pada Kebijakan Perkebunan

Martua T. Sirait

Tulisan ini merupakan refleksi penulis atas kesaksiannya melihat perubahan sosial yang terjadi pada
masyarakat adat petani di pedesaan sekitar hutan di Kalimantan Barat selama kurun waktu kurang lebih 10
tahun (1999-2009) dalam kaitannya dengan perkembangan perkebunan kelapa sawit. Terjadi transformasi
sosial yang besar pada masyarakat petani pedesaan yang berubah dari kesatuan rumah tangga-rumah
tangga masyarakat adat yang masih mengikatkan diri pada nilai nilai ada secara komunal, berubah
menjadi rumah tangga serta buruh perkebunan yang melepaskan diri dari ikatan nilai nilai adat dan
melepaskan diri dari keluarga rumah tangga tani bahkan juga melepaskan diri dari ikatan ikatan rumah
tangga tani, mejadi individu individu pekerja guna mempertahankan kehidupannya. Perubahan yang
terjadi sejalan dengan perubahan landscape di wilayah pedesaan, perubahan bentang hutan dan kebun
campur yang miliki dan dikelola petani dalam unit rumah tangga maupun dalam unit bersama sebagai satu
kesatuan masyarakat adat.

Nampaknya perubahan ini terjadi dengan Pusaran Kapitalisasi Perkebunan ditengah


kesengajaan dan dengan perencaaan yang Masyarakat Petani; Dahulu dan Sekarang
matang dengan dukungan kebijakan yang Pada awal proses kapitalisasi perkebunan,
membuka peluang usaha seluas luasnya dengan yang dilakukan dimasa lalu maupun saat ini,
membuka kesempatan investasi modal bidang keluarga keluarga petani terlibat dengan
perkebunan di wilayah pedesaan secara besar mengkontribusikan modal dasarnya dalam
besaran. Akan tetapi, akibat dari kapitalisasi melakukan produksi (means of production),
perkebunan bagi keluarga petani tidak menjadi seperti tanah yang dikuasainya, tenaga kerjanya,
prioritas pembuat kebijakan untuk memahaminya bahkan lebih jauh modal uangnya. Modal
lebih lanjut. Bagaimana dapat dilakukan produksi ini dikontribusikan pada proses produksi
perlindungan bagi keluarga petani dalam perkebuanan, dilakukan secara sadar, tergiur oleh
menghadapi ekspansi kapitalisasi perkebunan? bujuk rayu mimpi keberhasilan, penipuan dan
Siapa yang akan melindungi keluarga tani dari manipulasi atau bahkan pemaksaan. Proses
dampak kapitalisasi perkebunan? Apakah proses ini dilakukan secara sistematis dengan
keluarga keluarga tani secara sendiri sendiri dukungan kebijakan dan permodalan bagi usaha
mampu mempertahankan diri dengan kemampuan swasta skala besar, baik oleh pemerintah, swasta
daya lenting usaha tani keluarga? nasional, swasta asing maupun perorangan.
Dalam kesempatan ini perlu dikembangkan Dalam praktek dimasa kolonial, masyarakat
p em a h a m a n p em a h a m a n b a ru d en ga n Dayak, Melayu di Kalimantan dan Sumatera
memutarkan kembali kesaksian-kesaksian lama menghadapi transformasi hebat saat bibit karet
atas pengalaman kapitalisasi pertanian yang (Hevea brasiliensis) diperkenalkan oleh
terjadi dimasa lalu, seperti apa yang terjadi pada pemerintah Belanda ke Pulau Borneo dan
masa dikembangkannya kebijkan Tanam Paksa di Sumatera pada awal abad ke 20. Melalui
Jawa serta Kebun Karet Rakyat di pedalaman propaganda, insentif kebijakan pajak serta
Sumatera dan Kalimantan di jaman Kolonial, insentif pasar lainnya,masyarakat di pedalaman
Perkebunan Tembakau di Sumatera Timur, serta Borneo dan Sumatera diyakinkan untuk
kebijakan revolusi Hijau di awal Orde Baru. membudidayakan karet, yang dibutuhkan dalam

- 59 -
Jurnal Kajian Perkebunan

perdagangan global saat itu. Masyarakat dan khususnya Kelapa Sawit, proses transformasi
keluarga keluarga petani mengalami transformasi terjadi kembali dalam skala dan dampak yang
yang besar dalam hubungan antar mereka, dan lebih besar. Di masa Orde baru kebun kelapa sawit
dengan pihak lain dalam kaitannya dengan diperkenalkan dengan paksaan, penolakan
budidaya karet dan pemasarannya. Proses ini penolakan di jerat dengan kriminalisasi dan
tidak berjalan mulus dan berjalan tidak tanpa stigma anti pembangunan. Pada proses ini lebih
1
tantangan , budidaya kebun karet pada saat itu banyak memberikan peran kepada perkebunan
dianggap ancaman bagi proses pertanian gilir skala besar mengakusisi tanah tanah yang
balik yang dijalankan oleh sebagain besar petani dikuasai masyarakat, dengan menempatkan
pedalaman di Kalimantan dan Sumatera pada saat petani sebagai buruh perkebunan. Penolakan atas
itu. Akan tetapi kebun karet campur (wanatani/ perkebunan kelapa sawit pola murni direspons
agroforestry) yang diaptasikan oleh petani dengan bentuk bentuk kemitraan (Inti-plasma,
pedalaman dapat diinternaslisasikan dalam nilai PIR Trans, Saham, Akuan, KKPA, dll ). Sampai saat
nilai budaya, ekonomi, pertanian masyarakat ini pola kemitraan dengan pendekatan yang
pedalaman dan bahkan menjadi simbol status paternalistik dan pola hubungan yang tidak
sosial masyarakatnya2. Saat ini Wanatani karet seimbang masih diterapkan, diilustrasikan
bersama dengan wanatani lainnya telah menjadi sebagai pola bapak dan anak angkat.
salah satu aset masyarakat dalam membangun Pada pola pola kemitraan ini kembali
strategi mata pencaharian yang meningkatkan keluarga petani mengkontribusikan tanahnya
kesejahteraan mereka. dengan rumus menyerahkan 7 hektar tanah dan
Dalam proses kapitalisasi perkebunan ini mendapatkan kebun 2 hektar kembali beserta
masyarakat petani pedalaman mengkotribusikan kewajiban kreditnya. Tenaganya digunakan untuk
sebagian tanah pertanian pangan mereka untuk pemeliharaan kebun termasuk jaringan jalan dan
perkebunan karet, akan tetapi mereka berhasil jembatan, serta mengkontribusikan tabungannya
menginternalisasikan dalam system perladangan dalam bentuk kewajiban kredit kedalam proses
gilir balik dan menghasilkan bukan saja komoditas produksi. Lebih jauh perusahaan Bapak angkat
perkebunan, tetapi komoditas pertanian dan membeli hasil produksi dengan harga yang
kehutanan. Masyarakat juga mengkontribusikan ditentukan. Kembali Tanah, Tenaga kerja dan
tenaga kerjanya pada kebun campur miliknya Modal Uang di kontribusikan oleh keluarga
sendiri, serta secara sadar menggunakan keluarga petani bagi usaha produksi perkebunan
tabungannya utuk membeli bibit bibit karet yang yang berorientasi eksport dengan surplus hasil
baik. Tentunya tidak semuanya berhasil dengan produksinya yang lebih banyak diserap oleh
baik, pastilah terjadi differensiasi sosial pada saat perusahan Bapak angkat. Sementara segala resiko
itu, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa produksi, seperti gagal panen, kebakaran dan
keluarga petani pedesaan dapat terintegrasi sebagainya menjadi tanggung jawab keluarga
dengan pasar secara lebih perlahan dengan tani.
memberikan ruang bagi internalisasi pola kebun Kondisi kapitalisasi perkebunan masa kini
karet dalam pola perladangan gilir balik, dengan sangatlah berbeda dengan kapitalisasi
konsekwensi konsekwensinya sendiri sendiri. perkebunan dimasa lalu, dimana konstruksi
Disaat ini dengan Kapitalisasi Perkebunan kebijakan dan konstruksi perdagangan yang
sangat berbeda dalam menempatkan keluaga
1 Lihat Dove 1998 hal 19-54, perlawanan tokoh tokoh adat keluarga petani sebagai aktor penting dalam
Dayak Kantu ditunjukkan dengan mengatakan tanah yand proses produksi. Dimasa lalu keluarga keluarga
ditanami karet menjadi “tanah mati” dan tidak dapat tani masih memiliki dan menguasai tanah dengan
digunakan lading gilir balik lagi. Bahkan lebih jauh
diilustrasikan bahwa, manusia makan nasi, karet makan nasi, derajat kepastian yang lebih jelas, dalam
maka suatu saat nanti karet akan makan manusia…. berhadapan dengan pihak pihak luar (Negara
2. Ini terjadi juga bukan habya pada komunitas karet di maupun pasar). Demikian juga berbeda
pedalaman Kalimantan dan sumatera, tetapi juga di Lampung kemampuan respons dan adaptasi keluarga
dengan Repong Damar, Tembawang di Kalimantan Barat,
Simpung di Kalimantan Timur, Mamar di NusaTenggara, keluarga petani secara kolektif dan secara sendiri
Kebun Cengkeh di Slawesi dan Pala di Maluku serta Hutan sendiri atas peluang dan ancaman kapitalisasi
Sagu di Papua. perkebunan. Dimasa lalu kohesi dan daya lenting

- 60 -
Jurnal Kajian Perkebunan

keluarga petani secara kolektif ataupun sendiri serta minyak-minyakan tengkawang, kelapa dll
sendiri lebih tinggi dari pada kondisi saat ini. kemudian diikuti dengan jenis jenis yang
Sehingga dimasa lalu keluarga keluarga tani dapat didatangkan dari luar (exotic), seperti kopi, coklat,
m e n g g u n a ka n ke s e m p ata n ka p i ta l i s a s i karet, kelapa sawit dll dan terus mengalir dengan
perkebunan secara lebih baik dari pada saat ini. perkembangan teknologi dengan jenis jenis
proses persilangan (hybrid) dan jenis jenis hasil
Kebijakan Perkebunan rekayasa genetika (GMO), kesemunaya
Jelas sekali dalam konstruksi kebijakan kita berorientasi eksport yang memisahkan petani
saat ini di asusmsikan bahwa perkebunan (usaha) sebagai kelompok produsen dan menjauhkannya
skala besar lebih berhasil dari pada skala rumah dari konsumen, dengan harapan hasil yang baik
tangga, baik itu dalam skala besar yang dikuasai akan dinikmati oleh konsumen ditempat lain
Negara maupun yang dikuasai oleh swasta. Hal ini dengan harga yang lebih baik pula. Atau
berbeda dengan konstruksi kebijakan dan sebaliknya hasil yang buruk saja yang dapat
asumsinya masa lalu yang lebih percaya bahwa dinikmati oleh konsumen di sekitar wilayah
usaha usaha skala rumah tangga lebih effektif dan produksi.
effisien3. Dimasa lampau kebijakan kebun karet Untuk menjalankan usaha perkebunan
yang dikelola oleh keluarga petani dan juga orientasi ekspor itu semua tentunya tidak dapat
kebijakan Tanam Paksa merupakan bukti bahwa dijalankan oleh suatu perusahaan besar saja
kebijakan berasumsi bahwa pengelolaan oleh ataupun oleh suatu unit usaha skala rumah
rumah tangga lebih effektif dan effisien, sehinga tangga, maka dibentuklah pola pola kemitraan
Negara dan Swasta menggambil peran lain untuk yang sangat jelas dalam kebijakan kita saat ini.
turut menikmati surplus proses produksi Pola pola kebijakan kemitraan disiapkan untuk
4
tersebut . Hal ini tidak hanya terjadi Hal ini tidak mengantisipasi kompleksnya permasalahan dan
hanya terjadi pada kebijakan sector perkebunan, besarnya resiko dalam bidan pertanian,
tetapi juga pada kebijakan sektor kehutanan kehutanan dan perkebunan yang mengandalkan
dengan memberikan peran besar kepada alam. Ini dilakukan dengan tidak mengedepankan
pengusahaan hutan skala besar dan mengabaikan masalah masalah sosial yang timbul dari proses
sistem hutan kerakyatan. Baru baru ini dengan proses transformasi dan integrasi keluarga
disahkannya Undang Undang Lahan Pertanian keluarga petani kedalam usaha usaha perkebunan
Pangan Abadi (UULPPA) no justru akan membuka skala besar. Bentuk kemitraan haruslah dibangun
diri pada usaha usaha skala besar yang berpotensi atas dasar kebutuhan bersama, bukan paksaan
nyata menyingkirkan proses produksi pertanian atau keterpaksaan. Kemitraan haruslah dibentuk
skala rumah tangga. Hal hal yang saat ini terjadi di atas dasar hubungan kemitraan yang seimbang,
sektor kehutanan dan Perkebunan akan segera bukan hubungan bapak dan anak angkat.
terjadi di sektor pertanian tanaman pangan. Kemitraan harus dibangun atas dasar saling
Orientasi kebijakan perkebunannya tidak percaya dan adanya transparansi, bukan suatu
berubah jauh sejak jaman kolonial hingga kini, prasyarat administratif untuk mendapatkan kredit
yaitu berorientasi pada komoditas eksport, dan sebagainya.
dimulai dengan komoditas asli Indonesia seperti
beragam jenis lokal (endemic) rempah rempah, Penutup
rotan, madu,getah getahan asli seperti jelutuing Jika memang kapitalisasi perkebunan sudah
ada sejak lama dan ternyata, manusia
berkembang terus dengan segala pertumbuhan
3. Meyakini bahwa kegiatan skala rumah tangga lebih kebutuhannya, termasuk hal hal yang bersifat
effisien dan effektif merupakan salah satu buah pemikira
Alexander Chayanov diawal adad ke 19, yang berhadapan
capital, maka perlulah dibangun kebijakan save
dengan pemikiran lain yang percaya pada effektifitas skala guarding, atau pelindung yang dapat menjamin
besar baik dari paham capitalist (dikelola swasta) maupun tingkat kesejahteraan manusia sebagaian kebasar
sosialis (dikelola Negara).
keluarga keluarga tani dan buruh di pedasaan
4. Walaupun kita ketahui kebijakan tanam paksa dihentikan semakin baik. Kebijakan nasional dan local secara
dan diganti dengan kebijakan yang memberikan peran lebih
besar kepada usaha usaha skala besar, pada saat itu pada sendiri sendiri nampaknya belum mampu
perkebunan swasta asing.

- 61 -
Jurnal Kajian Perkebunan

berhadapan dengan kepentingan kepentingan


usaha skala besar yang tetap ingin mendapatkan
surplus yang lebih besar lagi. Ini terlihat dengan
dipangkaskanya implementasi Undang Undang
Bagi Hasil (UUPBH) no 2/1960 dalam
pelaksanaanya saat ini serta tidak mampunya
diadopsi semangatnya dalam UU kehutanan no
41/1999 serta UU Perkebunan no 18/2004.
Demikian pula dengan kebijakan daerah (perda
Propinsi dan Kabupaten) yang nampaknya hanya
berorientasi mencari investor, sangat ragu untuk
membangun kebijakan yang memberikan
perlindungan pada keluarga keluarga tani dari
dampak buruk kapitalisasi perkebunan.
Diperlukan save guarding aspek social dan
lingkungan global yang kuat yang berbasis pada
hubungan sensivitas atau tanggung jawab
konsumen (pengguna langsung produk) terhadap
produsen (keluarga keluarga petani) untuk
menjaga terjadinya proses produksi yang tidak
adil. Kriteria dan Indikator RSPO sudah mencoba
untuk menjadi save guard tersebut tetapi belum
mampu secara effektif memberikan perlindungan
kepada keluarga keluarga petani, khususnya jika
proses proses pembangunan kebun dilakukan
tanpa kekerasaan dan paksaan seperti dimasa
lalu. Krieria Indikator RSPO ini belum belum dapat
melindungi keluarga petani jika proses
pembangunan dan marginaliasi masyarakat
dilakukan secara legal maupuan dengan tipuan
janji janji manis.
Selain itu diperlukan pengorganisasian
keluarga keluarga petani yang kuat untuk
penyadaran dan menyeimbangkan proses
pembangunan kemitraan yang sehat serta
mampu mempertahankan pola produksinya yang
mandiri. Diakhir kata diperlukan juga kerjasama
antar lembaga lembaga yang mewakili konsumen
langsung (keluarga keluarga yang menikmati
kegunaan komoditas) dengan lembaga lembaga
produsen langsung (keluarga keluarga tani yang
memproduksi komoditas). Niscaya dengan ini
proses perubahan dapat dilakukan dengan lebih
lisasi pertanian dan dampak kapitalisasi
perkebunan yang buruk bagi keluarga keluarga
tani dan buruh dapat sejak dini di cegah.

- 62 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Sengketa Pertanahan : Petani VS Perkebunan


dan Kriminalisasi Petani

Oleh : Hasim Purba, SH., M.Hum.

Abstrak: Pembangunan yang menomor satukan pembangunan ekonomi dengan titik tekan pertumbuhan
dan meransang investasi sering mengabaikan aspek hukum dan keadilan masyarakat. Kebijakan
pertanahan tidak memberikan tempat yang layak bagi rakyat (masyarakat petani), yang termaginalkan
secara sistematis, hanya berpihak kepada penguasa dan pemilik modal. Keserakahan perkebunan dibantu
oleh Lawyer bayaran, aparat keamanan berfungsi menjadi centeng dan bodyguard pihak lPTPN-
Perkebunan Swasta, Legislatif yang hanya bisa menampung, menampung dan menampung lagi aspirasi
rakyat ibarat ”moster ganas” yang dengan semena-mena merampas tanah-tanah masyarakat petani dan
masyarakat hukum adat. Tuduhan kriminalisasi, stigma PKI, ganti rugi yang tidak sebanding adalah praktek
nyata kekuasaan modal dan negara merampas tanah rakyat. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya
penguasaan tanah (monopoli lahan) secara besar-besaran oleh kelompok tertentu (perusahaan
perkebunan, pemilik modal besar), pembebasan tanah yang tidak sesuai prosedur hukum bahkan
perampasan tanah-tanah petani, masyarakat hukum adat adalah praktek kotor mafia pertanahan yang
harus diakhiri guna mengembalikan visi, misi dan tujuan pembangunan keagrariaan (pertanahan) di
Indonesia untuk kesejahteraan seluruh rakyat, bukan untuk kemakmuran dan kepentingan segelintir orang .

Kata Kunci : Reformasi Agraria, Landreform, Doein Verklaring, mafia pertanahan

Pendahuluan kemiskinan ekonomi, ketiadaan kemampuan hukum


Sejumlah persoalan mendasar dalam bidang dalam memperjuangkan hak, ketiadaan akses untuk
agraria (pertanahan) masih terus berkembang dan mendapat bantuan dukungan dan segudang
seolah tak akan berkesudahan dalam perjalanan kelemahan lainnya menjadikan mereka pada posisi
kehidupan bangsa Indonesia. Salah satu fenomena yang sangat sulit dan bahkan tak jarang menjadi
yang muncul adalah sengketa hak atas tanah antara korban kezaliman dan keserakahan management
petani dengan pihak perusahaan perkebunan baik perusahaan perkebunan (PTPN & Perkebunan Swasta)
PTPN maupun perkebunan swasta besar. Sengketa yang dengan kemampuan yang mereka miliki dengan
hak yang terus berkepanjangan senantiasa mudah memperalat tangan-tangan penguasa
melahirkan konflik sosial, bentrok massa yang kian (Birokrat Pemerintah, Penguasa Keamanan/Polri, TNI,
marak seolah tak ada kepastian bagaimana Lembaga Peradilan, bahkan Preman) untuk memukul
penyelesaian dan kapan semua itu akan berakhir. dan memberangus masyarakat petani miskin papah
Dalam wacana sosiologis-empiris prilaku rakyat yang memperjuangkan haknya.
petani menuntut hak ini dicermati sebagai Pratek kebijakan pembangunan perkebunan
manfestasi dari sikap protes atas ketidakadilan yang dengan skala besar yang sejatinya salah satu
1
melampaui batas kesadaran mereka . bertujuan mulia untuk mensejahterakan kehidupan
2
Disatu sisi masyarakat petani dengan segala masyarakat luas termasuk masyarakat petani di
keterbatasan kemampuan yang selalu dililit
Lihat Pasal 3 UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan yang
1. Gunawan Wiradi, dalam Boedi Djatmiko, Pembaharuan antara lain menyebutkan : ”kegiatan usaha perkebunan mempunyai
Politik Hukum Agraria dan Penyelesaian Sengketa Pertanahan peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional
di Indonesia, (Laporan Hasil Penelitian, 2009) hal. 1 dengan tujuan “meningkatkan pendapatan masyarakat…”

- 63 -
Jurnal Kajian Perkebunan

sekitar areal perkebunan ternyata bertolak belakang kewenangan negara dalam bidang agraria
dengan yang diharapkan. Malah kehadiran (pertanahan), MPR RI telah mengeluarkan
perusahaan perkebunan besar (PTPN & Perkebunan ketetapan yaitu TAP MPR Nomor : IX/MPR/2001
Swasta) tidak jarang menjadi ”monster ganas” yang tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan
dengan semena-mena merampas tanah-tanah Sumber Daya Alam, dimana dalam pasal 5 ayat (1)
masyarakat petani, masyarakat hukum adat dengan disebutkan :
diback up kekuasaan ”oknum pejabat” sehingga a. Melakukan pengkajian ulang terhadap
kehadiran mereka tak jarang menjadi malapetaka berbagai perundang-undangan yang
besar bagi masyarakat petani maupun masyarakat berkaitan dengan agraria dalam rangka
adat yang telah sejak awal mendiami wilayah sinkronisasi kebijakan antara sektor, demi
tersebut secara turun temurun. terwujudnya peraturan perundang-undangan
yang didasarkan pada prinsip-prinsip
Reformasi Agraria dan Tanah Untuk Rakyat sebagaimana dimaksud pasal 4 ketetapan ini9
Dewasa ini masalah pertanahan cukup b. M e l a k s a n a k a n p e n a t a a n k e m b a l i
mendapat perhatian, dan boleh dikatakan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
menjadi salah satu issu nasional yang menjadi pemanfaatan tanah (landreform) yang
bahan pembicaraan diberbagai kalangan berkeadilan dengan memperhatikan
masyarakai, baik masyarakat awam maupun kepemilikan tanah untuk rakyat
3
intelektual . Sebagai suatu negara agraris, di c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan
Indinesia tanah menjadi sentral kegiatan
mayoritas rakyat. Oleh karena itu pengaturan dan
penataan penguasaan, pemilikan, pemanfaatan 9. Pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam
4 harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-psinsip :
tanah mutlak diperlukan melalui suatu kebijakan 1. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara
reformasi agraria (pertanahan). Disamping itu, Kesatuan Republik Indonesia
penanganan masalah pertanahan memerlukan 2. Menghormati dan menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia;
kebijaksanaan dan langkah yang terkoordinasi 3. M e n g h o r m a t i s u p r e m a s i h u k u m d e n g a n
dan terpadu mengingat bahwa masalah mengakomodasi keanekaragaman dalam unifikasi
hukum;
pertanahan mencakup bidang tugas yang sifatnya 4. Mensejahterakan rakyat, terutama melalui
lintas sektoral dan menyangkut lebih dari satu peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia;
instansi yang terkait5. 5. Mengembangkan demikrasi, kepatuhan hukum,
transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat;
Negara yang mempunyai kewenangan 6. Mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan jender
dalam bidang pertanahan meliputi kewenangan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan,
legislatif 6 , kewenangan eksekutif 7 dan pamanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya agraria
8 dan sumber daya alam;
kewenangan yudikatif mempunyai peran 7. Memelihara keberlanjutan yang dapat memberi
strategis dalam melaksanakan kebijakan manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang
reformasi agraria dimaksud. Sejalan dengan maupun mendatang, dengan tetap memperhatikan
daya tampung dan daya dukung lingkungan;
8. Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi
3. Hasim Purba, dkk : Sengketa Pertanahan dan Alternatif ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya
Pemecahan, penerbit CV. Cahaya Ilmu, Medan, 2006. hal. 2 setempat;
9. Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar
4. Ibid
sektor pembangunan dan antar daerah dalam
5. Eddy Ruchiyat, Politik Pertanahan Nasional sampai orde pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan
reformasi. Penerbit Alumni, Bandung, 2006. hal 113 sumber daya alam;
6. Kewenangan legislatif ; mencakup pengaturan dan 10. Mengakui, menghormati, dan melindungi hak
menentukan ; misalnya membuat peraturan perundang- masyarakat hukum adat dan keragaman bangsa atas
undangan bidang pertanahan (yaitu kerjasama antara presiden sumber daya agraria/sumber daya alam;
dengan DPR RI). 11. Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban
negara, pemerintah (pusat, daerah provinsi,
7. Kewenangan eksekutif ; yang mencakup pengertian kabupaten/kota, dan desa yang setingkat), masyarakat
menyelenggarakan dan menentukan (dilakukan oleh presiden dan individu;
dan dibantu oleh menteri dan pejabat tinggi lain yang bertugas 12. Melaksanankan desentralisasi berupa pembagian
di bidang pertanahan). kewenangan ditingakat nasional, daerah provinsi,
8. Kewenangan yudikatif ; yaitu menyelesaikan sengketa- kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat,
sengketa pertanahan secara adil, baik antara sesama rakyat ; berkaitan dengan alokasi dan pengelolaan sumber
antara rakyat dengan penguasa, maupun pemerintah. daya agraria/sumbar daya alam.

- 64 -
Jurnal Kajian Perkebunan

melalui inventarisasi dan registrasi penguasa merangkap pengusaha), yang pada sisi lain
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan belum memberikan perhatian kepada kelompok
pemanfaatan tanah secara komprehensif dan masyarakat yang lebih besar (masyarakat petani)
sistematis dalam rangka pelaksanaan bahkan tak jarang peraturan dan kebijakan yang ada
landreform cenderung memberangus hak atas tanah
d. M e nye l e s a i ka n ko nf l i k - ko nf l i k ya n g masyarakat petani.
berkenaan dengan sumber daya agraria yang Kesalahan kebijakan pertanahan dan
t i m b u l s e l a m a i n i s e ka l i g u s d a p a t ketidak konsistenan terhadap prinsip-prinsip
mengantisipasi potensi konflik dimasa dasar UUPA tersebut akhirnya telah menjungkir
mendatang guna menjamin terlaksananya balikkan falsafah pertanahan Indonesia yang
penegakan hukum dengan didasarkan atas dilandaskan pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang
prinsip sebagaimana dimaksud pasal 4 mempunyai tujuan pokok13 untuk tercapainya
ketetapan ini. keadilan sosial bagi seluruh masyarakat kaitannya
e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangan dengan perolehan dan pemanfaatan sumber daya
dalam rangka mengemban pelaksanaan alam, khususnya tanah, sehingga kemakmuran
pembaruan agraria dan menyelesaikan masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran
konflik-konflik yang berkenaan dengan orang-orang atau kelompok. Fakta rill yang
sumber daya agraria yang terjadi. mewarnai permasalahan pertanahan di Indonesia
f. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh ternyata kebijakan pertanahan tidak memberikan
pembiayaan dengan pelaksanaan program tempat yang layak bagi rakyat (masyarakat
pembaruan agraria dan menyelesaikan petani), rakyat (masyarakat petani) termaginalkan
konflik-konflik sumber daya agraria yang secara sistematis, kebijakan hanya berpihak
terjadi. kepada penguasa dan pemilik modal. Kondisi ini
Dengan adanya kebijakan pembaruan agraria telah menyuburkan dan merebaknya praktek
yang diamanatkan oleh TAP MPR RI tersebut monopoli dan spekulasi penguasaan tanah; tanah
seharusnya menjadi acuan dasar bagi pemerintah dijadikan sebagai komoditi dagang, para petani
dan stake holders yang ada untuk melakukan banyak digusur, lahan pertanian beralih fungsi;
reformasi dibidang peraturan, penguasaan, hak-hak masyarakat adat tersingkir, penggusuran
pemilikan dan pemanfaatan atas tanah, sehingga terhadap rakyat petani yang tidak punya bukti
perwujudan keadilan sosial di bidang pertanahan formal (sertifikat) hak atas tanah, manipulasi data
sebagaimana yang menjadi missi UU No.5 Tahun tanah (sertifikat aspal:asli tapi palsu),
1960 (Undang-Undang Pokok Agraria/UUPA) dapat penggunaan putusan pengadilan sebagai
menjadi suatu kenyataan bukan hanya angan-angan. justifikasi hak melalui mafia peradilan dan
Berbagai prinsip dasar yang dianut seperti11 prinsip sejumlah penyimpangan lainnya.
hak menguasai negara; prinsip perseroan terhadap
hak atas tanah masyarakat hukum adat; asas fungsi Sengketa Hak Atas Tanah
sosial senua hak atas tanah, prinsip landreform. Secara umum, tipologi sengketa pertanahan
Prinsip perencanaan dalam penggunaan tanah dan dapat diklasifikasi menjadi beberapa bentuk
14
dan upaya pelestariannya, dan prinsip nasionalis yaitu :
dapat direalisasikan dengan tepat dan baik melalui 1) Sengketa horizontal, yaitu antara masyarakat
penyebaran dalam berbagai produk peraturan dengan masyarakat lainnya.
perundang-undangan dan kebijakan lainnya. 2) Sengketa vertikal, yaitu antara masyarakat
Namun yang terjadi, dalam prakteknya sering dengan pemerintah
dijumpai berbagai peraturan yang bias, hanya
mendukung kepentingan sekelompok kecil
masyarakat12 (pihak pemilik modal, kelompok 13. Lihat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi : “Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”
11. Maria S.W. Sumarjono, Kebijakan Pertanahan, antara Regulasi
dan Implementasi, penerbit buku kompas, Jakarta, hal 42. 14. Bandingkan juga dengan, Mohd. July Fuady ; Mencari
formula Penyelesaian Konflik dan Sengketa Pertanahan di
12. Ibid. hal. 43 Aceh, LBH Banda Aceh, 31 Maret 2006

- 65 -
Jurnal Kajian Perkebunan

3) Sengekta horizontal-vertikal, yaitu antara bahkan ratusan ribu tenaga kerja yang terserap
masyarakat dengan pengusaha (investor) sebagai buruh (kuli) diberbagai bidang perkerjaan
yang diback up pemerintah (oknum pejabat) yang ada di perkebunan. Selain itu perusahaan-
dan preman. perusahaan perkebunan tersebut juga telah
Dari berbagai tipologi sengketa pertanahan memberikan pendapatan devisa bagi negara,
ini, yang paling menonjol dan membawa eskalasi walaupun terkadang jumlah devisa yang
luas adalah sengketa horizontal-vertikal antara dihasilkan tidak sebanding dengan modal
masyarakat dan penguasa (investor) yang diback keuangan negara yang mereka gunakan
up penguasa termasuk preman. Jenis sengketa ini mengelola perkebunan tersebut.
banyak kita temukan dalam kegiatan-kegiatan Dalam kenyataannya, kehadiran
pembangunan yang membutuhkan bidang tanah perusahaan-perusahaan perkebunan tersebut
relatif luas seperti usaha Perkebunan (PTPN & ternyata juga membawa dampak yang kurang
Swasta); Pembangunan Perumahan/Riil Estate positif bagi masyarakat petani sekitar
Mewah; Pembangunan Proyek Industrialisasi. perkebunan. Konflik sosial yang terjadi antara
Dalam berbagai sengketa pertanahan horizontal- masyarakat petani sekitar perkebunan dengan
vertikal ini umumnya rakyat (masyarakat petani; pihak perkebunan (Hansip, Buruh, SPBUN) yang
rakyat miskin) menjadi korban yang hanya bisa sering di back up pihak keamanan (POLRI dan TNI)
meratapi nasib mereka. serta Preman akibat sengketa hak atas lahan
Khusus di wilayah Sumatera Utara sengketa sudah menjadi perjalanan kehidupan yang
pertanahan horizontal-vertikal tersebut sangat berkepanjangan. Berbagai sengketa hak atas
menonjol. Hal ini tidak terlepas dari kondisi tanah yang sering berujung pada konflik, bentrok
wilayah Sumatera Utara yang sebagian besar sosial seakan tak pernah selesai dan terkesan
menjadi areal perkebunan yang dikelola oleh tidak ada keinginan pihak perkebunan dan
beberapa PTPN aeperti PTPN II, PTPN III dan PTPN pemerintah untuk menyelesaikannya. Apakah
IV serta-serta perusahan perkebunan swasta kehadiran perusahaan perkebunan (PTPN-
lainnya seperti PT. Socfindo, PT. Londsum, PT. Swasta) yang ada sekarang sama karakter dan
SIFEF, Bridgestone (Goodyear) dan sejumlah perannya seperti perkebunan pada masa
perusahaan perkebunan swasta lainnya. penjajahan Belanda.
Kehadiran perusahaan perkebunan besar Konflik pertanahan dihampir setiap
baik BUMN maupun Swasta ini memang telah kabupaten yang terdapat areal perkebunan PTPN
lama berkifrah, bahkan perusahaan perkebunan atau Swasta telah banyak menimbulkan kerugian
BUMN tersebut adalah bekas warisan penjajahan material bahkan korban jiwa tak pernah
Belanda, demikian juga beberapa perkebunan terselesaikan secara tuntas. Secara nasional,
swasta asing yang beroperasi melalui program menurut catatan BPN data sengketa agraria dapat
Penanaman Modal Asing (PMA). Missi utama dilihat pada tabel berikut:
perusahaan perkebuan Belanda saat itu adalah
menjalankan politik agraria kolonial yaitu Tabel 1 : Jenis dan Jumlah Permasalahan
menguasai lahan, mendapatkan hasil bumi/ Pertanahan di Indonesia Tahun 2006 dan 2007
bahan mentah dengan harga yang serendah
mungkin untuk kemudian dijual dengan harga Jenis Permasalahan Tahun Tahun
No. Sengketa
yang setinggi mungkin15. Tujuannya tidak lain 2006 2007
mencari keuntungan sebesar mungkin bagi diri 1.423 4.581
pribadi penguasa kolonial yang merangkap 1. Sengketa kasus kasus
16
menjadi pengusaha . Keberadaan perusahaan-
perusahaan perkebunan tersebut memang disatu 32 858
2. Konflik kasus kasus
sisi dirasakan telah membawa dampak positif
berupa penyerapan tenaga kerja dengan puluhan 1.065 2.052
3. Perkara kasus kasus
15. Iman Sukitno, Politik Agraria Nasional, Penerbit Gajah
Mada Universitas Press, Yokjakarta, 1990. hal 1 Sumber : Bahan Rapat Koordinasi Kepala BPN-RI
16. Ibid. hal. 2 dengan komisi II DPR RI Tahun 2009

- 66 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Dari data tersebut jelas bahwa permasalahan Agrarische Wet 1870 yang telah memanipulasi hak
pertanahan kian hari kian membesar baik segi menguasai negara atas tanah dalam UUPA.
kwantitas maupun dari segi kerumitan masalah. Kebijakan pertanahan yang dilakukan
Permasalahan pertanahan yang dimulai jaman pemerintah dengan pemberian kemudahan dan
penjajahan Belanda, dan Jepang yang banyak akses yang luas kepada PTPN dan interior lainnya
merampas tanah-tanah rakyat untuk dijadikan dalam mengekspansi lahan-lahan luas untuk
areal perkebunan oleh perusahaan perkebunan perkebunan melalui pemberian atas hak HGU
ternyata praktek tersebut tetap diikuti oleh pada satu sisi telah turut memarginalkan dan
perusahaan perkebunan pasca kemerdekaan memiskinkan rakyat petani yang mau tidak mau
bahkan sampai saat ini. Perusahaan-perusahaan akan tergusur dari lahan pertanian yang mereka
perkebunan Belanda yang telah dinasionalisasi usahai secara turun temurun.
menjadi perusahaan perkebunan negara yang saat
ini dikenal PTPN-PTPN dengan diback up razim Konflik Petani vs Perkebunan; Konteks Sumatera
kekuasaan secara mudah melakukan ekspansi Utara
lahan perkebunan yang tidak jarang mencaplok Dengan berbagai permasalahan pertanahan
lahan-lahan petani tradisional maupun masyarakat yang terjadi di Sumatera Utara tidak sedikit
hukum adat yang telah hidup dan menguasai lahan- menimbulkan konflik sosial antara masyarakat
lahan tersebut secara turun temurun. petani vs perusahaan perkebunan (PTPN-Swasta).
Kondisi politik dan rezim pemerintah yang Sengketa hak kepemilikan dan penguasaan lahan
otoriter terutama sejak Orde Baru, pencaplokan seringkali menjadi pertarungan yang tidak
lahan-lahan pertanian rakyat oleh perusahaan- seimbang. Masyarakat petani yang berjuang
perusahaan perkebunan terus berlangsung dengan d e n ga n s e ga l a ke te r b ata s a n nya h a r u s
dalih untuk meningkatkan devisa negara melalui berhadapan dengan perusahaan perkebunan
ekspor hasil-hasil perkebunan, telah menjadi (PTPN-Swasta) yang berbentuk korporasi dan
justifikasi perampasan tanah-tanah pertanian managemen kuat dan tak jarang mereka juga di
rakyat. back up oleh oknum kekuasan (birokrat, legeslatif,
Di Sumatera Utara praktek perampasan TNI/POLRI dan preman).
tanah-tanah rakyat melalui tindakan kekerasan, Penyelesaian sengketa hak yang seharusnya
bahkan tuduhan sebagai antek-antek Partai dalam lapangan perdata, tidak jarang dilakukan jalur
Komunis Indonesia (PKI), ini telah menjadi warisan pidana melalui kriminalisasi petani yang
sumber masalah pertanahan yang potensial meperjuangkan hak-haknya. Seringkali konflik yang
menjadi bom waktu yang siap meledak menjadi terjadi berujung pada bentrok pisik atau perusahaan
gejolak sosial dengan eskalasi tinggi. Satu persatu tanaman, dimana hal ini dijadikan dasar oleh aparat
tuntutan masyarakat bermunculan khususnya keamanan polisi untuk menangkap dan menahan
melalui gerakan reformasi 1998. berbagai serta memproses pidana para petani dengan
kelompok petani yang selama ini terzolimi tertekan tuduhan mengganggu usaha perkebunan,
akibat tindakan refresif penguasa yang di back up perusakan tanaman dan berbagai delik yang siap
TNI/POLRI mulai bangkit kembali memperjuangkan untuk dipersangkakan guna menyeret para petani
hak-hak tanah mereka yang pernah dirampas atau tokoh kelompok tani yang memperjuangkan
paksa. Walaupun terkadang pihak perusahaan haknya tersebut. Tidak sedikit para petani dan tokoh
perkebunan PTPN dan swasta selalu bersikukuh kelompok tani saat ini mendekam dan menjalani
bahwa merekalah yang paling berhak atas lahan- proses hukum di Polres-Polres, Kejaksaan dan
lahan yang maha luas tersebut dengan dalih sudah Pengadilan yang ada di Sumatera Utara.
mengantongi sertifikat Hak Guna Usaha (HGU). Mereka yang murni berjuang
Kemudahan akses dan fasilitas yang diberikan memperjuangkan hak-hak atas tanah17 pertanian
pemerintah kepada PTPN dan perusahaan
perkebunan swasta lainnya dalam mendapatkan
HGU maupun perpanjangan HGU di atas tanah 17. Apa yang dilakukan para petani memperjuangkan hak-
hak atas tanah mereka sebenarnya di jamin dalam UUD 1945
yang diklaim sebagai tanah negara, sebenarnya tak dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, dalam Pasal 36 ayat
lain adalah pengulangan praktek politik pertanahan (2) disebutkan “Tidak seorangpun boleh dirampas miliknya
penjajah Belanda Doein Verklaring dalam dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum”

- 67 -
Jurnal Kajian Perkebunan

mereka harus menahankan pahit getirnya perlakuan masyarakat diajukan melalui lembaga pengadilan,
aparat keamanan yang nyata-nyata hanya memihak akan semakin jauh dari harapan, sikap pengadilan
kepada PTPN – Perkebunan Swasta; bahkan boleh yang hanya mendasarkan hak atas bukti formal
dikatakan aparat keamanan sudah berfungsi berupa sertifikat HGU atau surat lainnya, tentunya
menjadi centeng dan bodyguard pihak PTPN- semakin memperlemah posisi masyarakat. Sangat
Perkebunan Swasta. Mereka lupa bahwa mereka jarang sekali masyarakat petani memiliki bukti formal
diberi amanah sebagai anggota POLRI seyogyanya dimaksud, mereka hanya dapat mengajukan bukti
bertugas susuai dengan tugas mereka pelindung, sejarah/kronologis mereka mendapatkan dan
pengayom dan pelayan masyarakat. Sementara itu menguasai lahan mereka serta fakta lapangan
apabila pihak petani yang mendapat perlakuan berupa tanam-tanaman yang mereka tanam dan
kekerasan, perampasan tanah oleh pihak kelola, namun semua bukti-bukti ini akan kandas di
PTPN–Perkebunan Swasta dan melaporkannya persidangan. Pihak PTPN-Perkebunan Swasta yang
kepada instansi Kepolisian setempat, pengaduan dengan mudah mendapatkan berbagai bukti formal
mereka akan memperbanyak isi tong sampah yang serta dibantu para lawyer (pengacara) bayaran akan
ada di Kepolisian; dengan berbagai dalih, dengan mudah memenangkan perkara sengketa
argumentasi, apologi dan tak jarang tekanan tanah tersebut di persidangan pengadilan, bahkan
masyarakat petani dibungkam untuk tidak jalur penyelesaian sengketa melalui pengadilan
melaporkan penderitaannya. inilah yang mereka harapkan, karena mereka (PTPN-
Perlakuan refresif yang diterima masyarakat Perkebunan Swasta) dengan mudah mempengaruhi
petani merupakan hambatan besar bagi mereka dan mengatur putusan pengadilan.
dalam memperjuangkan hak dan kebenarannya.
Sikap aparat kemanan POLRI yang acapkali Penutup
mengkriminalisasi para petani dan tokoh kelompok Sejumlah persoalan mendasar dalam bidang
tani, menjadikan persoalan sengketa pertanahan agraria (pertanahan) berupa konflik pertanahan
semakin kusut, akar masalah sebenarnya tidak yang berkepanjangan, struktur penguasaan tanah
dapat terpecahkan. Sikap aparat keamanan POLRI yang timpang, aturan dan kebijakan pertanahan
yang tidak netral dalam setiap menangani konflik yang kacau dan sering disalahgunakan telah
tanah antara petani dengan PTPN-Perkebunan memberi andil yang besar dalam kegagalan
Swasta sudah tidak menjadi rahasia umum lagi, perwujudan dan cita-cita program pembangunan
padahal praktek ini jelas sangat bertentangan agraria nasional sebagaimana diamanahkan dalam
dengan tugas dan fungsi POLRI itu sendiri, namun Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Corak pembangunan
faktanya demikian yang terjadi. yang menomor satukan pembangunan ekonomi
Lain lagi sikap pejabat Pemerintah Daerah dengan titik tekan pertumbuhan dan meransang
dan Legislatif daerah yang terkesan setengah hati investasi sering mengabaikan aspek hukum dan
dalam menyelesaiakan sengketa-sengketa tanah keadilan masyarakat. Hal ini telah mengakibatkan
antara petani dan PTPN-Perkebunan Swasta. terjadinya penguasaan tanah (monopoli lahan)
Mereka selalu berlindung dengan keterbatasan secara besar-besaran oleh kelompok tertentu
kewenangan yang mereka miliki, hanya bisa (perusahaan perkebunan, pemilik modal besar),
menampung, menampung dan menampung lagi pembebasan tanah yang tidak sesuai prosedur
aspirasi dan permasalahan yang menghimpit hukum bahkan yang terjadi adalah perampasan
masyarakat petani. Kasus-kasus sengketa tanah tanah-tanah petani, masyarakat hukum adat
yang dialami masyarakat petani hanya dijadikan adalah praktek kotor mafia pertanahan yang harus
issu janji politik pada masa-masa kampanye diakhiri guna mengembalikan visi, misi dan tujuan
pemilu legeslatif dan kapanye Pilkada. Semua janji pembangunan keagrariaan (pertanahan) di
politik itu tidak pernah terealisir setelah mereka Indonesia untuk kesejahteraan seluruh rakyat,
duduk disinggasana kekuasaan, bahkan tak jarang bukan untuk kemakmuran dan kepentingan
mereka malah berbalik gagang memback-up segelintir orang .
kepentingn PTPN-Perkebunan Swasta dengan
dalih melindungi investor, jadilah si masyarakat
petani semakin termarginalkan.
Demikian juga halnya apabila tuntutan

- 68 -
Jurnal Kajian Perkebunan

DAFTAR BACAANA. 2. Ruchiyat, Eddy, Politik Pertanahan


Nasional Sampai Orde Reformasi.
A. Peraturan perundang-undangan Penerbit Alumni, Bandung, 2006.
· Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 3. Sumarjono, Maria S.W, Kebijakan
· Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pertanahan, Antara Regulasi dan
Ketentuan-Ketentuan Pokok Agraria Implementasi, penerbit Buku Kompas,
(UUPA) Jakarta, 2006
· Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 4. July, Mohd. Fuady; Mencari Formula
tentang Hak Asasi Manusia Penyelesaian Konflik dan Sengketa
· Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 Pertanahan di Aceh; LBH Banda Aceh,
tentang Perkebunan 2006
· TAP MPR RI No, IX/MPR/2001 tentang 5. Soetiknyo, Iman; Politik Agraria Nasional,
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Penerbit Gajah Mada Universitas Press,
Sumber Daya Alam. Yokjakarta, 1990.
· KEPRES No. 34 Tahun 2003 tentang 6. Parlindungan.A.P. Komentar Atas Undang-
Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. undang Pokok Agraria, Penerbit Mandar
Maju, Bandung, 1998
B. Buku dan Karya Ilmiah lainnya 7. Purba, Hasim dkk: Sengketa Pertanahan
1. Djatmiko, Boedi: Pembaharuan Politik dan Alternatif Pemecahan, Penerbit CV.
Agraria dan Penyelesaian Sengketa Cahaya Ilmu, Medan, 2006.
Pertanahan di Indonesia, (Hasil Penelitian, 8. H a rs o n o, B o e d i , H u ku m A g r a r i a
tahun 2009) tanpa penerbit. I n d o n e s i a , Pe n e r b i t D j a m b a t a n ,
Jakarta,1994

- 69 -
• BRONDOLAN | Jurnal Kajian Perkebunan | Vol. 1 No. 1 / Januari - Juni 2010

- 70 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Resensi Buku

Belajar dari Perlawanan Kaum Tani

Judul Buku : Kaum Tani Mengganjang wilayah dan petugas-petugas riset harus cermat.
Setan-Setan Desa Pembaca diajarkan metode “3 sama” yang
Penerbit : Jajasan “Pembaruan” Djakarta mewajibkan petugas riset tinggal langsung di
Tahun : 1964 rumah petani. Bekerja meringankan beban petani
Penulis : DN. Aidit dan memakan apa yang dimakan petani. Tidak
Isi : 9 Bab, 104 halaman meminta lebih. Bersikap rendah hati dan
menganggap kaum tani adalah guru besar. Datang
bukan sebagai tamu tetapi sanggup melakukan
Memadukan kegiatan politik-organisasi pekerjaan rumah tangga bahkan bila perlu
dengan riset. Merupakan semangat besar dibalik menceboki anak petani.
penulisan buku ini. Kemajuan PKI dan ormas-nya
dulu tidak terlepas dari riset yang semakin sering Ditemukannya Klas-klas Desa
dilakukan. Tanpa melakukan riset berarti tidak Buku ini menghasilkan laporan sangat
mengenal keadaan, dan tidak berhak berbicara penting tentang pembagian klas dan bentuk-
kenyataan. bentuk penghisapan di pedesaan. Dengan
Sebuah kesalahan membayangkan riset menggunakan teknik sampling di wilayah Jawa
yang dimaksud ala tanya jawab dan quisioner. Barat secara mencengangkan telah ditemukan
Cara ini terang-terangan ditolak dan dikritik. bercokolnya tujuh setan desa. Secara berurutan
Dinilai tidak memberikan gambaran riil tentang mulai dari (1) Tuan Tanah jahat (2) Lintah darat (3)
permasalahan. Diterapkan metode “3 sama” Tukang Ijon, (4) Kapitalis Birokrat (5) Tengkulak
dengan mengirim kader-kader penting ke desa- jahat (6) Bandit Desa (7) Pengusa Jahat.
desa. Sangat menarik, riset ini dipimpin langsung Penghisapan setan desa menyebabkan
Ketua CC PKI, DN. Aidit. kehidupan petani kian merosot. Terlihat dari
Pengamatan PKI tentang pentingnya posisi perabot rumah tangga dan pakaian serba kurang
kaum tani atau desa dalam revolusi menjadi dan buruk. Muncul istilah “pakayan wayang”
pijakan awal penelitian. Hal ini mengharuskan artinya siang dan malam itu, dirumah dan
setiap pemimpin dan anggota PKI memperdalam bepergian itu, pendeknya tidak pernah berganti.
pengetahuan tentang tani dan gerakan tani. Maka Makanan sangat kurang, kecuali musim panen.
riset tani harus lebih diperhebat. Bukan berarti Makan nasi hanya satu kali sehari.
partai terjebak sebagai lembaga riset. Namun Sisa feodalisme di desa menampakkan diri
tetap melakukan kerja-kerja politik, ideologi dan pada bidang politik dan ekonomi. Susunan
organisasi. Penelitian harus selalu dihubungkan pemerintahan desa menempatkan kepala desa
dengan kebutuhan perjuangan. sebagai penguasa tunggal. Pembiayaannya
Pada Bab I, Buku ini memberi pelajaran sepenuhnya dibebankan kepada penduduk desa.
sangat berharga tentang metodologi penelitian. Susunan demikian mengakibatkan corak
Riset yang tepat harus didasarkan pada pemerintahan desa banyak tergantung pada
pengalaman, kegiatan dan pengetahuan petani. aliran politik kepala desa dan penguasa diatasnya.
Kuncinya pada persiapan awal. Sangat penting Penghasilan pegawai desa bersumber dari
dijelaskan tujuan, sasaran dan cara-cara riset tanah bengkok ditambah dengan uang surat
dengan tepat. Demikian pula penetapan waktu, keterangan, jual beli, surat nikah, uang saksi, talak

- 71 -
Jurnal Kajian Perkebunan

dan rujuk dan daging hewan yang dipotong melakukan propaganda politik revolusioner,
penduduk. Kemudian juga dari padi yang disetor kesadaran politik petani segera berkembang.
penduduk. Ke j a h ata n ka u m p e n g h i s a p d i b o n g ka r,
Sumber-sumber penghasilan ini sebenarnya kemunafikan dan ketahyulan ditelanjangi.
diperoleh melalui penghisapan yang bersifat Sebelum gerakan revolusioner masuk ke
feodal yang menyebabkan pejabat pemerintahan desa kaum tani memandang kekuasaan feodal di
di desa mempunyai kepentingan ekonomi yang desa sebagai sesuatu yang keramat, langgeng dan
sama dengan tuan tanah. tak tergoyahkan. Kemelaratan dan
keterbelakangan seolah sudah takdir dan nasib
Strategi Perlawanan Tani mereka tidak bisa berubah.
Buku ini menyampaikan pelajaran berharga Pembodohan bahwa kemelaratan petani
tentang cara petani menghadapi setan-setan desa sudah merupakan takdir kerap dilancarkan.
dengan cara : (a) menelanjangi tuan tanah jahat Kemelaratan tani dikatakan akibat kemalasan dan
sebagai penyabot pelaksanaan UUPA dan UUPBH kebodohan. Juga dikatakan sebagaimana ada
(b) menelanjangi perbuatan lain yang korup dan siang dan malam, harus ada juga yang miskin dan
menipu rakyat (c) menelanjangi perbuatan- kaya, ada yang punya tanah ada juga yang lain
perbuatannya yang melanggar moral (d) mengerjakan.
menelanjangi kegiatan tuan tanah jahat yang Moral bejat disusupkan ke pedesaan lewat
masih meneruskan politik Masyumi-PSI yang majalah hiburan, musik ngak-ngik-ngok, irama-
menjalankan gerakan rasialis kontra-revolusioner. irama India dan Malaya lewat transistor, pick up
Dimunculkan aksi berporos pada 6 baik (1) dan orkes. Dilawan dengan menampilkan
Turunkan sewa tanah, (2) Turunkan bunga kesenian rakyat. Diantaranya reog, pencak silat,
pinjaman (3) Naikkan upah buruh tani (4) Naikkan wayang golek, wayang kulit dengan isi
produksi pertanian (5) Naikkan tingkat revolusioner seperti lakon “Astrajingga Juta”,
kebudayaan kaum tani (6) naik tingkat kesadaran Kecapi Suling, Tari Klasik dan modern seperti
politik kaum tani. topeng dan tari tani, sandiwara, bebodoran.
Perlawanan ini disokong terus dengan Dituduh pula BTI tukang bikin huru-hara, BTI
pengorganisasian yang hebat di pedesaan Jawa Rewel. Konon katanya sesudah ada BTI, kaum tani
Barat. Kaderisasi berjalan rapi dengan membuat kita tidak tenang, kaum tani taunya
memperhatikan pemilihan kader, penempatan, hanya menuntut, kaum tani garong tanah, kaum
pendidikan, promosi, dan mutasi serta tani musuh negara dan harus ditangkap, BTI anti
penghidupan mereka sehari-hari. Kader agama dan anti Pancasila, PKI dan BTI tukang palsu
diharuskan memiliki “semangat 5 lebih” : lebih fakta.
berani, lebih pandai, lebih waspada, lebih gigih, Tapi tuduhan ini dijawab bahwa posisi kaum
lebih tekun. tani adalah soko-guru atau tenaga pokok revolusi.
Kader-kader muda diberi tanggungjawab Sedangkan imperialisme dan feodalisme adalah
berat agar cepat belajar. Dilakukan menang politik musuh. Jadi tepat petani rewel dan menuntut
agar kaum tani semakin setia kepada partai. penghapusan tuan tanah yang merupakan unsur
Anggota juga diminta agar semakin memperluas feodalisme dan imperialisme. Bahkan tuntutan
keberadaan partai dan ormas di kalangan kaum tani seharusnya semakin diperkuat. Petani
masyarakat. Aksi sosial ekonomi harus selalu seharunya tidak ditangkapi, sebab musuh revolusi
diikuti dengan aksi politik demokratisasi desa. Ini yang sebenarnya adalah tuan-tuan tanah.
semua dapat jelas dibaca pada bab IV sampai V. Untuk memperkuat kesadaran rakyat, PKI
gencar melakukan kursus PBH (Pembagian Hasil),
Meningkatnya Kesadaran dan Moral Petani sekolah politik, kursus rakyat. Propaganda diperluas
Bab VI sampai VIII buku ini memberikan dengan melakukan anjangsono kerumah-rumah
laporan lengkap relasi antara kebangkitan penduduk. Ceramah-ceramah dan rapat-rapat
kesadaran politik kaum tani dan nelayan dengan massa dapat mempercepat kesadaran petani di
pengembangan PKI dan gerakan-gerakan desa. Bahkan tulisan-tulisan di dinding, batu-batu
revolusioner di pedesaan. Dimana PKI ada dan besar, dan pohon besar dilaksanakan. PKI
membantu kaum tani mengorganisasi diri serta mengistilahkannya dengan Turba.

- 72 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Dengan masuknya PKI dan BTI ke desa-desa


kesadaran petani sangat meningkat. Keyakinan
yang sudah lama tertanan bahwa “orang bodoh
tidak mungkin pintar” dan “Orang kecil tidak bisa
jadi besar” berangsur-angsur mulai terkikis dari
pikiran kaum tani. Makin banyak kaum tani yang
berani berurusan dengan pengadilan dan mereka
sangat dikagumi. Petani semakin mengerti siapa
sebenarnya yang memperjuangkan nasib mereka
dan siapa yang tidak.
Kaum tani juga kian menyadari bahwa moral
bejat seperti beristeri banyak, sering tukar-tukar
istri, pelacuran tertutup, perjudian, mabuk-
mabukan, merupakan perangkap tuan tanah. Ini
dipupuk untuk tetap mengikat tenaga kerja dan
produksi petani. Semuanya ini dilawan degan
s e m a k i n m e m p e r t i n g g i ke s a d a ra n d a n
pemahaman petani.
Pada akhir bagian buku ini ditemukan juga
perkembangan Koperasi rakyat di Jawa Barat yang
masih mandek. Koperasi rakyat masih banyak
dikuasai oleh kaum penghisap. Koperasi ditangan
kelas penghisap merupakan alat monopoli yang
jahat. Koperasi palsu harus dilawan dan
menjadikan koperasi senjata ditangan kaum tani
dan nelayan.
Bagi siapapun yang bergelut di tengah-
tengah komunitas pedesaan, buku ini sangat
penting. Pembagian klas-klas desa menjadi kunci
pemahaman kondisi umum pedesaan. Buku ini
juga memberi saran bijak perlunya memperhebat
semangat penelitian untuk memahami realitas
masyarakat dan menjawabnya bersama dengan
rakyat.
Sulit menjumpai kelemahan buku ini.
Bahkan sangat salut dengan tutur kata dan bahasa
penulis buku yang tidak mau gagah-gagahan
menggunakan kata-kata ilmiah yang sulit
dimengerti masyakat pedesaan.

- 73 -
Jurnal Kajian Perkebunan

Biodata Penulis

·Achmat Surambo adalah Sarjana (S1) Kimia, ·Drs. Manginar Torang Situmorang M.Si
menjadi peneliti Di Sawit Watch (SW) Bogor. a d a l a h Ko o rd i n a t o r Pe n e l i t i a n d a n
Sangat berminat pada penelitian sosial dan Pengembangan Kelompok Pelita Sejahtera
Humaniora. (KPS) Medan-Sumatra Utara. Setelah
menyelesaikan Studi (S1) di Sekolah Tinggi
·Gindo Nadapdap SH. Setelah menyelesaikan Ilmu Sosial (STISIPOL) “Kartika Bangsa”
menyelesaikan studi (S1) Fakultas Hukum Yogyakarta (1994) bergelut di dunia “Pekerja
Universitas Nomensen Medan Tahun 1996, Sosial”. Tahun 2004 melanjutkan studi
aktif dalam dunia pergerakan buruh. Saat ini Program Magister Kajian Budaya (Cultural
menjadi Direktur Eksekutif Kelompok Pelita Studies) Fakultas Sastra Universitas Udayana
Sejahtera (KPS) Medan. Selain itu, juga tamat Tahun 2006.
menjadi salah satu anggota Tim Pembela
Keadilan Untuk Buruh (TPKB) di Sumatera ·Martua Sirait adalah Peneliti pada ICRAF-SEA
Utara. Bogor. Berpengalaman dalam pemberdayaan
komunitas masyarakat lokal dalam rangka
·Hasim Purba SH, M. Hum adalah Dosen mempromosikan tata pemerintahan yang baik
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selaras dengan manajemen sumber daya
Medan. b e r b a s i s ko m u n i t a s d a n p e r t a n i a n
berkelanjutan. Menulis beberapa buku dan
·Hotler Parsaoran Sitorus adalah staf divisi artikel di berbagai media. Kandidat Doktor di
Penelitian dan Pengembangan Kelompok Institute Of Social Studies, Den Haag, Belanda
Pelita Sejahtera (KPS) Medan-Sumatra Utara.
Pernah kuliah di jurusan Administrasi Negara ·Relis Yanthy Panjaitan adalah Staff Sekretariat
Fisip-USU dan menyelesaikan studi pada dan pengembangan Sumber Daya Manusia di
tahun 2005 KPS, Medan- Sumatra Utara, Pernah mengikuti
Pelatihan Kepemimpinan Buruh Perempuan
·Juan Lingga adalah alumni Fisipol Universitas yang diselenggarakan oleh Committee Asian
Sumatera Utara jurusan Ilmu Komunikasi. Saat Women (CAW) di Kuala Lumpur, aktif di
i n i m e r u p a ka n Ko o rd i n a t o r Pe s ke b Jaringan Aktifis dan Pendukung Perempuan
(Pengembangan Masyarakat Perkebunan) KPS (Jarak-Sumut) dan pernah menjadi pengurus
Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional
Indonesia (GMNI) cabang Kota Medan.

- 75 -

Anda mungkin juga menyukai