Anda di halaman 1dari 44

“KONSEP DASAR ERGONOMI

DAN FAAL KERJA”

KELOMPOK 2 :

1. GHIFARI M. NUH TUHELELU (70200114094)

2. KHANSAA AFIFAH (70200114078)

3. HASMI SEPTIANI (70200114032)

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

MAKASSAR

2016
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Konsep Dasar Ergonomi dan Faal Kerja”. Semoga Tuhan yang Maha Esa
memberikan kekuatan dan melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya atas
segala yang telah kita lakukan.

Banyak pihak yang telah turut memberikan motivasi dan bantuan serta
bimbingan yang penulis terima selama proses penulisan makalah ini.

Kami dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam


penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami sangat menghargai akan saran dan
kritik untuk membangun makalah ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami
sampaikan, semoga melalui makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Gowa, 13 September 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................i

Daftar Isi .............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................3
C. Tujuan ....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Ergonomi ........................................................................................... 4
B. Antropometri .................................................................................... 12
C. Kelelahan .......................................................................................... 17
D. Moskuluskeletal Disorder ................................................................ 24
E. Penilaian Postur Kerja ...................................................................... 31
F. Hazard .............................................................................................. 35

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................. 40
B. Saran ....................................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 41

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau biasa disingkat K3 merupakan istilah
yang sangat popular bahkan didalam dunia industri. Menurut Milyandra (2009)
Istilah ‘Keselamatan dan Kesehatan kerja’, dapat dipandang mempunyai dua sisi
pengertian. Pengertian yang pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan
pendekatan ilmiah (scientific approach) dan disisi lain mempunyai pengertian
sebagai suatu terapan atau suatu program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena
itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan
(applied science).
K3 memiliki beberapa aturan yang harus diterapkan untuk mendapatkan
kualitas dan kuantitas kerja yang baik. Dengan demikian untuk mewujudkan K3
perlu dilaksanakan dengan perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah
satu kunci keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai
subyek maupun obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan banyaknya
risiko yang diperoleh. Pekerja memiliki hak untuk bersikap ergonomis dalam
menggunakan properti atau melakukan tanggung jawab mereka dan memenuhi
aturan antropometri untuk menghindari kelelahan ataupun muskoloskeletal
disorder, sehingga penilaian RULA (Rapid Upper Limb Assessment)-REBA
REBA (Rapid Entire Body Assessment) mereka tidak mengalami kesalahan serta
tidak menyebabkan hazard apapun di lingkungan kerja.
Berdasarkan pentingnya setiap aturan K3 baik untuk pekerja, sistem maupun
keuntungan setiap indsutri, maka kami memutuskan untuk membuat makalah yang
berjudul “Konsep Dasar Ergonomi dan Faal Kerja”.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana teori dasar ergonomi, antropometri, kelelahan, muskoloskeletal
disorder, penilaian postur kerja (RULA-REBA), dan hazard dalam Ilmu
Keselamatan dan Kesehatan Kerja?
2. Bagaimana upaya pencegahan dan pengendalian masalah Keselamatan dan
Kesehatan Kerja?

C. TUJUAN
1. Mampu mengetahui teori dasar Ergonomi, Antropometri, Kelelahan,
Muskoloskeletal Disorder, RULA-REBA, dan Hazard dalam Ilmu
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2. Pencegahan dan pengendalian Ergonomi, Antropometri, Kelelahan,
Muskoloskeletal Disorder, RULA-REBA, dan Hazard dalam Ilmu
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. ERGONOMI
1. PENGERTIAN
Ergonomi berasal dari kata-kata dalam bahasa Yunani yaitu Ergos yang
berarti kerja dan Nomos yang berarti ilmu, sehingga secara harfiah dapat
diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia
dengan pekerjaannya.
Definisi ergonomi dapat dilakukan dengan cara menjabarkannya dalam
fokus, tujuan dan pendekatan mengenai ergonomi (Mc Coinick 1993) dimana
dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut:
a) Secara fokus
Ergonomi menfokuskan diri pada manusia dan interaksinya dengan
produk, peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan dimana sehari-hari
manusia hidup dan bekerja.
b) Secara tujuan
Tujuan ergonomi ada dua hal, yaitu peningkatan efektifitas dan
efisiensi kerja serta peningkatan nilai-nilai kemanusiaan, seperti
peningkatan keselamatan kerja, pengurangan rasa lelah dan sebagainya
c) Secara pendekatan
Pendekatan ergonomi adalah aplikasi informasi mengenai
keterbatasan-keterbatasan manusia, kemampuan, karakteristik tingkah laku
dan motivasi untuk merancang prosedur dan lingkungan tempat aktivitas
manusia tersebut sehari-hari.

Definisi mengenai ergonomi juga datang dari Iftikar Z. Sutalaksana


(1979) yang mendefinisikan ergonomi sebagai suatu cabang ilmu yang
sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat,

3
kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja
sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu
mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman
dan nyaman (Sutalaksana dkk, 1979).

2. SEJARAH UMUM-INDONESIA
a) Sejarah Umum

1) Zaman Pra-Sejarah
Pada zaman batu dan goa (Paleolithic dan Neolithic) dimana manusia
yang hidup pada zaman ini telah mulai membuat kapak dan tombak yang
mudah untuk digunakan serta tidak membahayakan bagi mereka saat
digunakan. Disain tombak dan kapak yang mereka buat umumnya
mempunyai bentuk yang lebh besar proporsinya pada mata kapak atau
ujung ombak. Hal ini adalah untuk menggunakan kapak atau tombak
tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar karena dengan sedikit
ayunan momentum yang dihasilkan cukup besar. Disain yang mengecil
pada pegangan dimaksudkan untuk tidak membahayakan bagi pemakai
saat mengayunkan kapak tersebut.
2) Zaman Bangsa Babylonia (Dinasti Summeria) Di Irak
Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak agar
aman dan tidak membahayakan bagi orang yang membawanya. Pada
masa ini masyarakat sudah mengenal berbagai macam peralatan yang
digunakan untuk membantu pekerjaan mereka. Dan semakin berkembang
setelah ditemukannya tembaga dan suasa sekitar 3000-2500 BC. Pada
tahun 3400 BC masyarakat sudah mengenal konstruksi dengan
menggunakan batubata yang dibuat proses pengeringan oleh sinar
matahari. Pada era ini masyarakat sudah membangunan saluran air dari

4
batu sebagai fasilitas sanitasi. Pada tahun 2000 BC muncul suatu
peraturan “Hammurabi” yang menjadi dasar adanya kompensasi asuransi
bagi pekerja.
3) Zaman Mesir Kuno
Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya Fir’aun banyak sekali
dilakukan pekerjaan-pekerjaan raksasa yang melibatkan banyak orang
sebagai tenaga kerja. Pada tahun 1500 BC khususnya pada masa Raja
Ramses II dilakukan pekerjaan pembangunan terusan dari Mediterania ke
Laut Merah. Disamping itu Raja Ramses II juga meminta para pekerja
untuk membangun “temple” Rameuseum. Untuk menjaga agar
pekerjaannya lancar Raja Ramses II menyediakan tabib serta pelayan
untuk menjaga kesehatan para pekerjanya.
4) Zaman Yunani Kuno
Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah Hippocrates.
Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit tetanus pada awak
kapal yang ditumpanginya.
5) Zaman Romawi
Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai memperkenalkan
adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan karena adanya paparan
bahan-bahan toksik dari lingkungan kerja seperti timbal dan sulfur. Pada
masa pemerintahan Jendral Aleksander Yang Agung sudah dilakukan
pelayanan kesehatan bagi angkatan perang.
Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus Aureolus
Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang kemudian lebih
dikenal dengan sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit-
penyakit akibat kerja terutama yang dialama oleh pekerja tambang. Pada
era ini seorang ahli yang bernama Agricola dalam bukunya De Re
Metallica bahkan sudah mulai melakukan upaya pengendalian bahaya
timbal di pertambangan dengan menerapkan prinsip ventilasi.

5
6) Abad Ke-18
Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini (1664 –
1714) dari Universitas Modena di Italia, menulis dalam bukunya yang
terkenal : Discourse on the diseases of workers, (buku klasik ini masih
sering dijadikan referensi oleh para ahli K3 sampai sekarang). Ramazzini
melihat bahwa dokter-dokter pada masa itu jarang yang melihat hubungan
antara pekerjaan dan penyakit, sehingga ada kalimat yang selalu diingat
pada saat dia mendiagnosa seseorang yaitu “ What is Your occupation ?”.
Ramazzini melihat bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan
penyakit akibat kerja, yaitu bahaya yang ada dalam bahan-bahan yang
digunakan ketika bekerja dan adanya gerakan-gerakan janggal yang
dilakukan oleh para pekerja ketika bekerja (ergonomic factors).
Aplikasi ergonomi di industri juga mencatat langkah penting yang secara
sistematik dilakukan oleh Taylor dengan restrukturisasi kerja ”ingot
loading task” di Bethlehem Steel – USA (tahun1898). Taylor telah
berhasil mendemonstrasikan bagaimana dengan pendekatan manajemen
ilmiah (scientific management) melalui pengaturan tatacara kerja
(methods engineering) dan penjadwalan kegiatan (work-rest schedules)
telah mampu meningkatkan produktivitas kerja operator secara
significant. Taylor telah memberikan landasan dalam proses perancangan
kerja (work design) dan formulasi langkah-langkah yang harus dilakukan
untuk melaksanakan studi gerak dan waktu (time and motion studies)
guna mendapatkan standar-standar kerja.
Apa-apa yang telah dihasilkan oleh Taylor kemudian diteruskan oleh
Frand & Lilian Gilbreth dengan studi-studinya tentang skilled
performance, perancangan stasiun kerja (workstation design) dan
rancangan produk/fasilitas kerja khususnya untuk orang cacat
(handicapped people).

6
7) Abad Ke-19
Hutchingson (1981) dalam hal ini secara tegas menyatakan manusia-
manusia ”pra-sejarah” yang menggunakan alat/perkakas (tools) baik
untuk melindungi maupun membantu melaksanakan kerja tertentu
merupakan peletak dasar pemikiran dan penerapan ergonomi dalam
proses perancangan produk/peralatan kerja. Selanjutnya studi-studi
mengenai peralatan kerja yang harus dioperasikan dengan menggunakan
tenaga fisik manusia terutama di sektor pertanian (people-powered
farming tools) telah pula melahirkan banyak perubahan maupun
modifikasi rancangan dengan lebih memperhatikan faktor manusia.
Selain itu studi ergonomi lain yang patut dicatat adalah apa yang
dilakukan oleh Mayo (Hawthorne Plant, 1930-an) dan Munsterberg yang
penelitian-penelitannya berhubungan dengan kecelakaan kerja di industri
(industrial accidents). Untuk mencoba memberikan gambaran yang lebih
jelas dan bagaimana pendekatan ergonomi telah dilakukan oleh manusia
melalui berbagai penelitian dan tantangan situasional yang dihadapi
dalam suatu periode waktu tertentu Ergonomi dipopulerkan pertama kali
pada tahun 1949 sebagai judul buku yang dikarang oleh Prof. Murrel.
Sedangkan kata ergonomi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu
ergon (kerja) dan nomos (aturan/prinsip/kaidah). Istilah ergonomi
digunakan secara luas di Eropa. Di Amerika Serikat dikenal istilah human
factor atau human engineering. Kedua istilah tersebut (ergonomic dan
human factor) hanya berbeda pada penekanannya. Intinya kedua kata
tersebut sama-sama menekankan pada performansi dan perilaku manusia.
Menurut Hawkins (1987), untuk mencapai tujuan praktisnya, keduanya
dapat digunakan sebagai referensi untuk teknologi yang sama.
Perkembangan ergonomi modern dimulai kurang lebih seratus tahun yang
lalu pada saat Taylor (1880-an) dan Gilberth (1890-an) secara terpisah
melakukan studi tentang waktu dan gerakan. Penggunaan ergonomi

7
secara nyata dimulai pada Perang Dunia I untuk mengoptimasikan
interaksi antara produk dengan manusia.
Pada tahun 1924 sampai 1930 Hawthorne Works of Wertern Electric
(Amerika) melakukan suatu percobaan tentang ergonomi yang
selanjutnya dikenal dengan “Hawthorne Effects” (Efek Hawthorne). Hasil
percobaan ini memberikan konsep baru tentang motivasi ditempat kerja
dan menunjukan hubungan fisik dan langsung antara manusia dan mesin.
Kemajuan ergonomi semakin terasa setelah Perang Dunia II dengan
adanya bukti nyata bahwa penggunaan peralatan yang sesuai dapat
meningkatkan kemauan manusia untuk bekerja lebih efektif. Hal tersebut
banyak dilakukan pada perusahaan-perusahaan senjata perang.

b) Sejarah di Indonesia
Sejarah ergonomi di Indonesia erat kaitannya dengan Bali. Kata
Ergonomi di tingkat nasional mulai diperkenalkan sejak tahun 1969 melalui
suatu pertemuan ilmiah dengan tema ”Kesehatan dan Produktivitas” dalam
suatu judul makalah ”Approach Ergonomi dalam rangka Meningkatkan
Produktivitas Tenaga Kerja Perusahaan” (Manuaba, 1987). Pada tahun ini
juga untuk pertama kalinya di dalam dunia pendidikan ergonomi diberikan
sebagai suatu mata kuliah. Di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ergonomi disinggung dalam kaitan dengan mata kuliah ilmu faal, untuk
kemudian ditempatkan dalam mata kuliah kesehatan masyarakat, yang
diikuti oleh Fakultas Teknik Unud 1971, Peternakan 1972, Asmi 1981 dan
desain Interior 1983. Bersamaan dengan itu, lahir Lembaga daerah Hiperkes
Bali-Nusra bersama-sama Bagian Ilmu faal FK Unud berkembang menjadi
Pusat Ergonomi di kawasan Asia Tenggara, dengan makalah-makalahnya
yang disampaikan ke dunia Internasional. Dan juga kursus ergonomi tingkat
nasional dan tingkat daerah dimulai pada tahun ini juga.

8
Pada tahun 1970, kegiatan yang berkaitan dengan masalah ergonomi
semakin meningkat ditandai dengan adanya ceramah, kursus, seminar dan
penelitian-penelitian. Penelitian tentang Pacul di perdengarkan di forum
internasional di Jepang, penelitian yang berkaitan dengan manusia dan
lingkungan. Berikutnya penggarapan di sektor industri kecil mulai
digalakan, seperti industri pembuat genteng di pejaten Tabanan Bali. Pada
Tahun 1973 makalah penelitian disampaikan melalui forum ilmiah seperti
seminar gabungan IAIFI-Puskes ABRI, konperensi Nasional Anatomi ke-3,
dan 7th Asian Conference on Occupational Helth di Jakarta (Manubaba,
1987). Sampai dengan tahun 1978, hasil-hasil penelitian ergonomi terus
diinformasikan di tingkat nasional maupun internasional, seperti pertemuan-
pertemuan ilmiah Man and His Environment tahun 1974, Kongres Ikatan
Hiperkes Indonesia ke-2 di Surabaya tahun 1975, kongres ke-3 IAIFI di
semarang tahun 1976, Simposium Efisiensi Jam Kerja dan Waktu Kerja di
Bali tahun 1976, dan juga banyak pertemuan lainnya. Penyebaran konsep
dan prinsip ergonomi dimulai pada tahun ini juga, sehingga sampai dengan
tahun 1986 pada TVRI Sto. Denpasar tidak kuarang dari 100 topik
ergonomi telah disiarkan. Pada tahun 1978 terbit buku ”Pembangunan Bali
sampai tahun 2000” di mana di dalam buku tersebut dengan jelas
disebutkan ergonomi sebgai salah satu faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan demi berhasilnya pembangunan untuk daerah Bali. Pada tahun
ini juga telah dikukuhkan Guru Besar Ilmu Faal KF Unud yaitu I B A
Manuaba, yang pada pidato pengukuhan Guru Besar menekankan penting
prinsip ergonomi sebagai bagian integral dari pembangunan dan mutlak
diperlukan dalam perencanaan. Dengan pengukuhan IBA Manuaba ini,
menjadi tokoh dan akan penguatan perkembangan ergonomi di Bali,
Indonesia, Asia dan Dunia.
Saat ini ergonomi sudah dikenal di banyak bidang pendidikan di
Indonesia terutama di teknik industri, kesehatan masyarakat, psikologi, dan

9
kedokteran. Banyak sekali universitas atau sekolah yang menyelenggarakan
program studi tersebut melaksanakan kegiatan pendidikan di bidang
ergonomi. Bahkan saat ini ergonomi telah banyak terdengar (bahkan
mungkin lebih banyak terdengar) dari kalangan teknik atau engineering
terutama teknik industri dimana ergonomi atau human factors engineering
menjadi salah satu jalur keahlian di teknik industri dan di program studi ini
biasa dijumpai laboratorium ergonomi. Hal ini wajar mengingat Taylor
(1880-an) dan Gilberth (1890-an) yang sangat berjasa bagi sejarah
perkembangan ergonomi modern merupakan pionir teknik industri. Alhasil
ergonomi di Indonesia saat ini banyak sekali “bermunculan” dari universitas
atau institusi atau sekolah yang unggul di bidang teknik seperti ITB, ITS,
UGM, UI dan sebagainya. Walaupun universitas atau institusi atau sekolah
tersebut sudah unggul di bidang ergonomi namun sampai saat ini Bali masih
tetap “unik” dalam hal ergonomi salah satunya adalah di Bali terdapat satu-
satunya program studi yang menggunakan nama ergonomi yakni
pendidikan master ergonomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. Manfaat
Manfaat Ilmu Ergonomi (Wesley E Woodson):
a) Meningkatkan unjuk kerja, seperti menambah kecepatan kerja, ketepatan,
keselamatan kerja, mengurangi energi serta kelelahan yang berlebihan
b) Mengurangi waktu, biaya pelatihan dan pendidikan
c) Mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya manusia melalui
peningkatan ketrampilan yang diperlukan
d) Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan kerusakan
peralatan yang disebabkan kesalahan manusia
e) Meningkatkan kenyamanan karyawan dalam bekerja

10
4. Tujuan
Ergonomi mempunyai dua tujuan utama yaitu meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pekerjaan dan aktifitas-aktifitas lainnya serta meningkatkan nilai-
nilai tertentu yang diinginkan dari pekerjaan tersebut, termasuk memperbaiki
keamanan, mengurangi kelelahan dan stres, meningkatkan kenyamanan,
penerimaan pengguna yang besar dan memperbaiki kualitas hidup.

5. Pencegahan
Masalah ergonomi dapat dicegah dengan penyesuaian antara manusia
dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan dimana mereka
bekerja

B. ANTROPOMETRI
1. PENGERTIAN
Istilah antopometri berasal dari kata “Anthropos” yang berarti manusia
dan “Metrikos” yang berarti ukuran. Secara definisi anthropometri dapat
dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi
tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran, berat
dan lain yang berbeda satu dengan lainnya (Wignjosoebroto,2003).
Selain itu, menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (1991),
anthropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik fisik tubuh manusia, yaitu: ukuran, bentuk dan kekuatan serta
penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Anthropometri
dibagi atas dua bagian, yaitu :
a. Anthropometri Statis
Pengukuran manusia pada posisi diam dan linear pada permukaan
tubuh. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia
diantaranya adalah :

11
1) Umur
Ukuran tubuh manusia akan berkembang. Ada saat lahir sampai
sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Ada
kecenderung setelah 60 tahun.
2) Jenis kelamin
Pria umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali
dada dan pinggul.
3) Suku bangsa (etnis)
4) Sosio ekonomi
5) Konsumsi gizi yang diperoleh
6) Pekerjaan
7) Aktifitas sehari-hari juga berpengaruh.

b. Anthropometri Dinamis. (butuh gambar antropometri dinamis)


Antropometri dinamis adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik
manusia dalam keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan
yang mungkin terjadi saat pekerja tersebut melaksakan kegiatannya.
Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-
pertimbangan ergonomis dalam interaksi manusia dengan alat kerja yang
digunakan. Data anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan
secara luas antara lain dalam hal Perancangan areal kerja (work station,
interior, mobil, dll), perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment,
perkakas (tools) dan sebagainya, perancangan produk-produk konsumtif
seperti pakaian, kursi, meja komputer, dll. Perancangan lingkungan kerja
fisik.
Terdapat tiga kelas pengukuran antropometri dinamis, yaitu :
1) Pengukuran tingkat keterampilan sebagai pendekatan untuk mengerti
keadaan mekanis dari suatu aktifitas.

12
Contohnya : Dalam pengukuran performansi atlet.
2) Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat kerja.
Contohnya : jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif pada
saat bekerja, yang dilakukan dengan berdiri atu duduk.
3) Pengukuran variabilitas kerja.
Contohnya : analisis kinematika dan kemampuan jari-jari tangan
dari seseorang juru ketik atau operator komputer.

Antropometri dan Aplikasinya dalam Perancangan Fasilitas Kerja


Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-
pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data
anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara
lain dalam hal :

1) Perancangan areal kerja (work station, interior, mobil, dll).


Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment,
perkakas (tools) dan sebagainya.
2) Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja
komputer, dll.
3) Perancangan lingkungan kerja fisik.
4) Perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan.
Prinsip ini digunakan untuk merancang suatu fasilitas agar fasilitas
tersebut bisa menampung atau bisa dipakai dengan enak dan nyaman
oleh semua orang yang mungkin memerlukannya.
5) Perancangan fasilitas berdasarkan harga rata-rata para pemakianya.
Prinsip ini hanya digunakan apabila perancangan berdasarkan harga
ekstrim tidak mungkin dilaksanakan dan tidak layak jika kita
menggunakan prinsip perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data anthropometry akan
menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan

13
produk yang dirancang dan manusia yang akan
mengoperasikan/menggunakan produk tersebut. Dalam kaitan ini maka
perancang produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari
populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangannya
tersebut.

2. POSTUR/ SIKAP KERJA ERGONOMIS


a) Posisi Kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk
dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama
bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal
dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
b) Proses Kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi
waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus
dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
c) Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas
kerja.Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak
digunakan daripada kata-kata.
d) Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan
kdapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian
akibat gerakan yang berlebihan.
(1) Menjinjing beban
Beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan ILO
sebagai berikut:
i. Laki-laki dewasa 40 kg
ii. Wanita dewasa 15-20 kg
iii. Laki-laki (16-18 th) 15-20 kg

14
iv. Wanita (16-18 th) 12-15 kg
(2) Organisasi kerja
Pekerjaan harus di atur dengan berbagai cara :
i. Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun
ii. Frekuensi pergerakan diminimalisas
iii. Jarak mengangkat beban dikurangi
iv. Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan
mengangkat tidak terlalu tinggi.
v. Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.
(3) Metode mengangkat beban
Semua pekerja harus diajarkan mengangkat beban. Metode kinetik
dari pedoman penanganan harus dipakai yang didasarkan pada dua
prinsip :
i. Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung
ii. Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum
berat badan.

Metode ini termasuk 5 faktor dasar :

i. Posisi kaki yang benar


ii. Punggung kuat dan kekar
iii. Posisi lengan dekat dengan tubuh
iv. Mengangkat dengan benar
v. Menggunakan berat badan
vi. Supervisi medis

15
C. KELELAHAN
1. PENGERTIAN
Kelelahan kerja merupakan kriteria yang kompleks tidak hanya
menyangkut kelelahan yang bersifat fisik dan psikis tetapi dominan
hubungannya dengan penurunan performans fisik, adanya perasaan kelelahan,
penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja (Cameron, 1973).
Kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai adanya penurunan
kinerja otot, perasaan lelah dan penurunan kesiagaan ( Grandjean, 1985 ).

2. JENIS
Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan
proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.
a. Berdasarkan proses, meliputi:
1) Kelelahan otot (muscular fatigue)
Kelelahan otot di tunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa
seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Gejala kelelahan otot
dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar (external signs). Pada
percobaan dengan menggunakan seekor katak,apabila sebagian otot
katak tersebut dialiri listrik, ternyata terjadi kontraksi dan berkurangnya
kemampuan kerja otot dalam hal melakukan aktivitas pembebanan.
Kelelahan Umum
b. Berdasarkan proses, meliputi:
1) Kelelahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh
organ tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba.
2) Kelelahan kronis merupakan kumulatif respon non spesifik terhadap
perpanjangan stress. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu
sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh
tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa
yang panjang. Pada keadaan seperti ini, gejalanya tidak hanya stres

16
atau sesaat setelah masa stress, tetapi cepat atau lambat akan sangat
mengancam setiap saat.
c) Berdasarkan penyebab kelelahan, meliputi:
Berdasarkan penyebab kelelahan terbagi dua yaitu kelelahan fisiologis
dan kelelahan psikologis. Kelelahan fisiologis disebabkan oleh faktor fisik
atau kimia yaitu suhu, penerangan, mikroorganisme, zat kimia, kebisingan,
circadian rhythms, dll, sedangkan kelelahan psikologis disebabkan oleh
faktor psikososial baik di tempat kerja maupun di rumah atau masyarakat
sekeliling. Kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena
adanya perubahanperubahan fisiologis dalam tubuh, sementara kelelahan
psikologis dapat bersifat objektif dan subjektif, yang timbul karena
perasaan orang yang bersangkutan dan terlihat dalam tingkah lakunya,
dapat diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya: kurang minat dalam
pekerjaan, monotoni kerja, tanggung jawab, kekhawatiran, konflik-konflik,
yang terkumpul dalam tubuh (benak) dan menimbulkan rasa lelah.

3. MEKANISME KELELAHAN
a. Kelelahan Fisikologis
Keleahan fisikologis adalah kelelahan yang timbul karena adanya
perubahan-perubahan faali dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh
manusia dapat dianggap sebagai mesin yang mengkonsumsi bahan bakar
dan memberikan output berupa tenaga yang berguna untuk melaksanakan
aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya, ada lima macam mekanisme
yangdijalankan tubuh, yaitu sistem pernapasan, sistem peredaran darah,
sistem pencernaan, sistem otot, dan sistem saraf. Kerja fisik yang kontinu
berpengaruh terhadap mekanisme-mekanisme di atas, baik sendiri-sendiri
maupun sekaligus.
Sumber energi tubuh adalah makanan. Makanan yang mengandung
glikogen (setelah melewati tahap pencernaan) mengalir dalam tubuh

17
melalui peredaran darah. Setiap kontraksi otot akibat gerakan kerja akan
selalu diikuti oleh reaksi kimia (oksidasi glukosa) yang mengubah glikogen
tersebut menjadi tenaga, panas, dan asam laktat. Kelelahan terjadi karena
terkumpulnya asam laktat yang merupakan sebentuk produk sisa dalam
otot dan peredaran darah. Produkyang terakumulasi ini menghambat
gerakan otot dan pada tingkat lanjut membatasi kelangsungan aktivitas otot
yang bersangkutan. Gerakan-gerakan menjadi lambat bahkan bisa terhenti.
Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk
mengubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen
dari pernapasan. Pada tingkat aktivitas rendah hal inilah yang juga
memukinkan otot-otot bisa bergerak secara kontinu, yaitu bila kecepatan
pembentukan asam laktat lebih lambat dari, atau sama dengan kecepatan
oksigen mengubahnya kembali menjadi glikogen. Dengan kata lain, beban
kerja hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga suatu bentuk
keseimbangan metabolisme ini dapat dijaga.
Beberapa butir dibawah ini menambah gambaran tentang proses-
proses yang menimbulkan kelelahan fisik:
1) Oksidasi glukosa dalam otot menimbulkan karbondioksida(CO2) dan
zat-zat lain diikat dalam darah untuk kemudian dikeluarkan saat
bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat-zat tersebut tidak
seimbang dengan proses pengeluarannya sehingga timbul penimbunan
dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya.
2) Karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan
disimpan dihati dalam bentuk glikogen. Setiap 1 cm³ darah normal
akan membawa 1mm glukosa. Ini berarti setiap sirkulasi darah
membawa 0.1% dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Oleh
karena itu, dengan adanya aktifitas bekerja persediaan glikogen dalm
hati akan menipis. Kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen
dalm hati hanya tersisa 0.7 %.

18
3) Dalam keadaan normal jumlah udara yang harus masuk melalui
pernafasan kira-kira 4 liter/menit, sedangkan dalam keadaan bekerja
keras harus dibutuhkan udara kira-kira 15 liter/menit. Ini berarti bahwa
pada suatu tingkat kerja tertentu akan dijumpai suatu keadaan dimana
jumlah oksigen yang masuk dalam pernafasan lebih kecil dari tingkat
kebutuhan. Jika hal ini terjadi maka kelelahan akan timbul, karena
reaksi oksigen dalam tubuh yaitu untuk mengurangi asam laktat
menjadi air dan karbondioksida agar dapat keluar dari tubuh, menjadi
tidak seimbang dengan pembentukan asam laktat itu sendiri (asam
laktat terakumulasi dalam otot atau dalm darah).
b. Kelelahan Psikologis
Kelelahan ini bisa dikatakan sebagai kelelahan palsu yang timbul
dalam perasaan pekerja. Kelelahan ini terlihat dari tingkah laku atau
pendapat-pendapatnya yang sudah tidak konsisten lagi, serta labilnya jiwa
dengan adanya perubahan pada kondisi lingkungan atau kondisi
tubuhnya. Beberapa sebab kelelahan ini diantaranya adalah kurangnya
minat dalam pekerjaan, terkena penyakit, keadaan lingkungan, serta
sebab-sebab psikologis lain seperti tanggung jawab, kekhawatiran, dan
konflik-konflik. Pengaruh-pengaruh ini seakan-akan terkumpul dalam
tubuh atau benak dan menimbulkan rasa lelah.
Para ahli banyak melakukan percobaan-percobaan yang bertujuan
mengetahui proses terjadinya kelelahan psikologi ini. Suatu konsep
menyatakan bahwa keadaan dan perasaan kelelahan ini timbul karena
adanya reaksi fungsional dari pusat kesadaran (cortex cerebri) yang
bekerja atas pengaruh dua sistem antagonistik, yaitu sistem penghambat
(inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terdapat
dalam thalamus dan bersifat menurunkan kemampuan manusia untuk
bereaksi. Sementara sistem penggerak terdapat dalam formatio retikolaris
yang bersifat merangsang pusat-pusat untuk konveresi ergotropis dari

19
organ-organ tubuh kearah bereaksi. Dengan demikian keadaan seseorang
pada suatu saat sangat tergantung pada hasil kerja kedua sistem antagonis
kedua ini. Apabila sistem penggerak kedua lebih kuat dari sistem
penghambat, maka keadaan orang tersebut dalam keadaan segar untuk
bekerja.Sebaliknya apabila sistem penghambat lebih kuat dari sistem
penggerak, maka orang tersebut mengalami kelelahan. Itulah sebabnya
orang yang sedang lelah dapat melakukan aktivitas secara tiba-tiba
apabila mengalami suatu peristiwa yang tak terduga atau mengalami
ketegangan emosi. Demikian pula dengan halnya pekerjaan seperti
menonton yang dapat menimbulkan kelelahan walaupun mungkin beban
kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan sistem penghambat lebih kuat
dibandingkan sistem penggerak.

Pada tahun 1936, Ryan dan Warren meneliti pengaruh kelelahan


perubahan biologis manusia. Dari penelitian mereka diperoleh kesimpulan
bahwa kelelahan menyebabkan perubahan-perubahan, yaitu sebagai berikut.

1) Reflek vaskular (pembuluh darah) dari kulit diperlambat.


2) Meningkatnya gerakan mencari keseimbangan waktu berdiri.
3) Menurunkan koordinasi tangan dan mata.
4) Menurunkan kecepatan dan kecermatan dalam memecahkan soal
matematika.

4. TANDA-TANDA KELELAHAN
Suatu daftar yang dapat digunakan sebagai patokan untuk mengetahui
datangnya gejala-gejala atau perasaan kelelahan, yaitu sebagai berikut.
a. Kepala terasa berat, lelah seluruh badan, kaki terasa berat, menguap,
pikiran terasa kacau, mengantuk, mata terasa berat, kaku dan canggung
dalam bergerak, tidak seimbang dalam berdiri, serta merasa ingin
berbaring.

20
b. Merasa susah berfikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat
berkonsentrasi, tidak dapat memuatkan perhatian terhadap sesuatu,
cenderung lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat
mengontrol sikap, dan tidak dapat tekun dalam bekerja.
c. Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri dipunggung, pernafasan merasa
tertekan, haus, suara serak, mersa pening, spasme dari kelopak mata,
tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat badan.

5. FAKTOR RESIKO
Grandjean (1991) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya
kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara/
memepertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan
di luar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama
waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu berhenti kerja juga dapat
memberikan penyegaran.
Menurut ILO (1983), Astrand (1986), Green (1992), Suma’mur (1994),
Payne(1995), faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan yaitu : faktor internal
dan faktor eksternal.
Yang termasuk faktor internal yaitu :
a. Faktor somatis atau fisik, seperti : kesehatan/ gizi/ pola makan, jenis
kelamin,usia.
b. Faktor psikis, seperti : pengetahuan, sikap/ gaya hidup/ pengelolaan stress.

Sedangkan faktor-faktor eksternal yaitu :


a. Faktor fisik, seperti : kebisingan, suhu, pencahayaan.
b. Faktor kimia, seperti : zat beracun
c. Faktor biologis, seperti : bakteri jamur
d. Faktor ergonomi

21
e. Faktor lingkungan kerja, seperti : kategori pekerjaan, sifat pekerjaan,
disiplin perusahaan, gaji/ uang lembur (insentif), hubungan sosial, posisi
kerja.

6. PENCEGAHAN
a. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh.
b. Bekerja menggunakan metode kerja yang baik. Misalkan bekerja dengan
menggunakan prinsip ekonomi gerakan.
c. Memperhatikan kemampuan tubuh.Artinya mengeluarkan tenaga tidak
melebihi pemasukannya dan memperhatikan batasan-batasannya.
d. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Harus dilakukan pengaturan
terhadapjam kerja, waktu istirahat,sarana-sarananya, masa-masa liburan,
rekreasi, dan lain-lain.
e. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti suhu, kelembaban,
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran, bau atau wangi-wangian,
dan lain-lain.
f. Berusaha untuk mengurangi monotoni dan ketegangan-ketegangan akibat
kerja. Misalkan dengan menggunakan warna, dekorasi ruang kerja,
menyediakan musik, menyediakan waktu-waktu olahraga, dan lain-lain.

22
D. MUSKOLOSKELETAL DISORDER
1. PENGERTIAN
Menurut Kroemer dan Grandjean (2000), keluhan otot adalah rasa
tidak nyaman sampai nyeri pada otot yang secara garis besar dikelompokkan
menjadi dua yaitu:
a) Keluhan sementara (reversible)
b) Keluhan menetap (persistent

2. JENIS
Kelompok muskuloskeletal, berdasarkan lokasinya adalah sebagai
berikut (Tjandra, 1988).
a) Leher terdiri atas kelompok kelompok otot sternocleidomastoideus.
b) Punggung terdiri atas kelompok otot trapezius dan latissimus dorsi.
c) Dada terdiri atas kelompok otot pectoralis mayor dan serratus anterior.
d) Bahu terdiri atas kelompok otot deltoideus.
e) Lengan atas terdiri atas kelompok otot biceps brachii, triceps brachii,
dan brachialis.
f) Lengan bawah terdiri atas kelompok otot brachioradialis, dan pronator
teres.
g) Pantat terdiri atas kelompok otot gluteus maksimus, gluteus medius, dan
tensor faciae latae.
h) Paha terdiri atas kelompok otot quadriceps femoris, gracilis, biceps
femoris, semitendinosus dan semimembranosus.
i) Betis dan kaki terdiri atas kelompok otot tibialis anterior,
gastrocnemius, soleus dan peroneus longus.
j) Dasar panggul terdiri atas levator ani dan coccygeus.

23
Jenis Keluhan musculoskeletal (MSDs) yang sering terjadi, gejalanya,
dan jenis pekerjaan yang berisiko menimbulkan MSDs adalah sebagai
berikut: (Weeks, Levy, & Wagner, (1991).

a) Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah gangguan tekanan pada
saraf yang mempengaruhi saraf tengah, salah satu dari tiga saraf yang
menyuplai tangan dengan kemampuan sensorik dan motorik. CTS pada
pergelangan tangan merupakan terowongan yang terbentuk oleh carpal
tulang pada tiga sisi dan ligamen yang melintanginya. Gejala yang
sering muncul adalah gatal dan mati rasa pada jari khususnya di malam
hari, sakit seperti terbakar, mati rasa yang menyakitkan, sensasi bengkak
yang tidak terlihat, melemahnya sensasi genggaman karena hilangnya
fungsi saraf sensorik.
b) Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS)
Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS) adalah gangguan pada
pembulu darah dan saraf pada jari yang disebabkan oleh getaran alat
atau bagian permukaan benda yang bergetar dan menyebar langsung ke
tangan.
c) Low Back Paian syndrome (LBP)
Low Back Paian syndrome (LBP) adalah bentuk umum dari
sebagian besar kodisi patologis yang mepengaruhi tulang, tendon, saraf,
ligamen, dan tulang belakang.
d) Peripheral Nerve Entrapment Syndromes
Peripheral Nerve Entrapment Syndromes adalah
penempatan/penyempitan saraf pada tangan atau kaki (saear sensorik,
motorik dan otonomik.
e) Peripheral Neuropathy

24
Peripheral Neuropathy adalah gejala permulaan yang tersembunyi
dan membahayakan dari dysesthesias dan ketidakmampuan dalam
menerima sensasi.
f) Tendinitis dan Tendosynovitis
Tendinitis adalah peradangan pada tendon, adanya struktur ikatan
yang melekat pada masing-masing bagian ujung dari otot ke tulang.
Sedangkan Tendosynovitis adalah peradangan tendon yang juga
melibatkan synovium (perlindungan tendon dan pelumasnya).

3. FAKTOR RESIKO
Ada 4 Faktor Yang meningkatkan terjadinya keluhan muskuloskeletal:
1) Tekanan/gaya pada otot yang berlebihan.
Pengerahan tenaga kuat otot yang berlebihan seperti tendon, dan
ligamen. Pengerahan gaya pada otot yang berlebihan umumnya
digunakan saat mengangkat, mendorong, menarik, dan mencapai.
Sebuah packer pada jalur perakitan misalnya, mungkin sering
menggunakan pegangan yang sangat kuat untuk merakit barang ringan
atau mengangkat kotak atau karton, terutama jika itu jalur nya licin atau
sulit untuk dilalui.
2) Awkward Posture (postur kerja yang tidak benar)
Posisi tubuh yang canggung atau postur kerja yang tidak benar
merupakan masalah yang menjadi pertimbangan khusus dalam
mencegahan keluahan muskoleskeletal.
3) Terjadinya pengulangan-pengulangan pekerjaan pada satu otot
Gerakan yang dilakukan berulang – ulang tanpa adanya waktu
istirahat untuk otot yang bekerja dapat menyebabkan otot menjadi lelah
dan kram. Seberapa cepat kelelahan otot dan kram otot terjadi
tergantung pada seberapa sering sebuah gerakan berulang dilakukan,

25
seberapa cepat itu dilakukan, dan untuk berapa lama pekerjaan berulang
terus.
4) Lamanya paparan yang diterima oleh pekerja
Semakin lama pekerja terpapar dengan kondisi atau posisi kerja
yang tidak ergonomis semakin meningkatkan pula resiko keluhan
muskoleskletal.
4. Kuesioner Nordic Body Map
KUESIONER NORDIC BODY MAP (NBM)
DALAM MENGUKUR KELUHAN MUSKOLESKETAL DISORDER
(MSDs)
PADA PEKERJA BENGKEL HONDA AHASS GOWA

Nama Responden : _____________


Pada bagian tubuh manakah anda merasakan sakit/nyeri, kesemutan, mati
rasa, atau pegal-pegal? Silahkan beri tanda (X) pada bagian tubuh dimana
anda merasakannya!

Bagian tubuh yang diberi Tingkat keseringan Tingkat keparahan


tanda (X)

Leher
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Bahu Kanan
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Bahu Kiri 1 2 3 4 1 2 3 4

26
Ya Tidak

Lengan Atas Kanan


1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Lengan Atas Kiri


1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Punggung
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Siku Kanan
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Siku Kiri
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Lengan Bawah Kanan


1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Lengan Bawah Kiri


1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Pinggang
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Pantat
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Pergelangan Tangan Kanan 1 2 3 4 1 2 3 4

27
Ya Tidak

Pergelangan Tangan Kiri


1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Tangan Kanan
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Tangan Kiri
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Paha Kanan
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Paha Kiri
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Lutut Kanan
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Lutut Kiri
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Betis Kanan
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Betis Kiri
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Pergelangan Kaki Kanan 1 2 3 4 1 2 3 4

28
Ya Tidak

Pergelangan Kaki Kiri


1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Kaki Kanan
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

Kaki Kiri
1 2 3 4 1 2 3 4
Ya Tidak

KETERANGAN :

Tingkat Keseringan Tingkat Keparahan

a. 1-2 Kali/Tahun a. Ringan/hanya tidak nyaman


b. 1-2 Kali/Bulan b. Sedang dan masih bisa bekerja
c. 1-2 Kali/Minggu c. Parah dan tidak bekerja
d. Setiap Hari d. Sangat parah dan tidak bisa bekerja

5. PENCEGAHAN
Keluhan MSDs yang sering timbul pada pekerja industri adalah nyeri
punggung, nyeri leher, nyeri pada pergelangan tangan, siku dan kaki. Ada 4
faktor yang dapat meningkatkan timbulnya MSDs yaitu posture yang tidak
alamiah, tenaga yang berlebihan, pengulangan berkali-kali, dan lamanya
waktu kerja (OHSCOs, 2007). Level MSDs dari yang paling ringan hingga
yang berat akan menggangu konsentrasi dalam bekerja, menimbulkan
kelelahan dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas.
Untuk itu diperlukan suatu upaya pencegahan dan minimalisasi
timbulnya MSDs di lingkungan kerja. Pencegahan terhdap MSDs akan

29
memperoleh manfaat berupa, penghematan biaya, meningkatkan
produktivitas dan kualitas kerja serta meningkatkan kesehatan, kesejahteraan
dna kepuasan kerja karyawan (OHSCOs, 2007).
Adapun cara yang dapat dilakukan pekerja seorang diri dalam
menghindari atau mencegah terjadinya keluhan muskoleskletal adalah
dengan melakukan peregangan pada jam – jam istirahat, berikut macam –
macam peregangan yang dapat dilakukan, yaitu:
Peregangan berhubungan dengan proses pemanjangan otot
(elongation). Latihan-latihan peregangan dapat dilakukan dalam beberapa
cara tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, kemampuan kita, dan
keadaan atau kondisi kita. Menurut Alter (2003) terdapat lima teknik
peregangan dasar sebagai berikut.
Teknik peregangan statis
a) Teknik peregangan balistik
b) Teknik peregangan pasif
Teknik peregangan pasif merupakan suatu teknik peregangan dimana
seseorang dalam keadaan rileks dan tanpa mengadakan kontribusi pada
daerah gerakan.
c) Teknik proprioseptif

E. PENILAIAN POSTUR KERJA (RULA-REBA)


1. PENGERTIAN
Metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment) adalah suatu metode
survey yang dikembangkan untuk digunakan pada investigasi ergonomi
dimana pada tempat kerja yang akan diinvestigasi telah terdapat laporan
adanya gangguan/keluhan tubuh bagian atas. Pada metode ini tidak digunakan
peralatan khusus dalam melakukan penilaian terhadap postur leher, pundak,
tulang punggung bagian atas, fungsi otot dan beban eksternal yang
ditangguang oleh badan (Mc Atamney dan Corlett,1993 dalam Ariani ).

30
Metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) diperkenalkan oleh
Hignett dan Mc Atammney yang bertujuan untuk memberikan penilaian atas
risiko postur tubuh yang dapat menimbulkan gangguan terkait
muskuloskeletal. Metode ini juga dibuat untuk memberikan penilaian atas
pekerjaan yang bertipe tidak dapat diperkirakan seperti pada pelayanan
kesehatan dan industri jasa. Data yang dikumpulkan didalam metode ini
adalah data terkait dengan postur tubuh, tekanan/beban yang digunakan, jenis
pergerakan atau aksi, pengulangan dan posisi tangan saat bersentuhan dengan
objek (Stanton, 2005 dalam Kurniawati, 2009).
2. POSTUR KERJA
RULA

31
REBA

3. CARA
a. RULA
1. Pengembangan metode untuk pencatatan postur kerja,
2. Perkembangan sistem pengelompokan skor postur bagian tubuh,
3. Pengembangan Grand Score dan Daftar Tindakan .
b. REBA
1) Mengidentifikasikan kerja,
2) Sistem pemberian skor,
3) Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada
tingkat yang ada, dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang
lebih detail berkaitan dengan analisis yang didapat.

32
4. KRITERIA PENILAIAN
a. RULA

33
b. REBA

5. LEVEL TINDAKAN
a. RULA
Setelah diperoleh grand score, yang bemilai 1 sampai 7
menunjukkan level tindakan (action level) sebagai berikut:
1) Action level 1 : Suatu skor 1 atau 2 menunjukkan bahw a postur ini
biasa diterima jika tidak dipertahank an atau tidak berulang dalam
periode yang lama.

34
2) Action level 2 : Suatu skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa diperlukan
pemeriksaan lanjutan dan juga diperlukan perubahan-perubahan.
3) Action level 3 : Suatu skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa
pemeriksaaan dan perubahan perlu segera dilakukan.
4) Action level 4 : Skor 7 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya
maka pemeriksaan dan perubahan diperlukan dengan segera (saat itu
juga).
b. REBA
Setelah diperoleh skor REBA, yang berniilai 1 sampai 15
menunjukkan level tindakan (action level) sebagai berikut:
1) Action level 0 : Skor 1 menunjukkan bahwa postur ini sangat
diterima dan tidak perlu tindakan.
2) Action level 1 : Skor 2 atau 3 menunjukkan bahwa mungkin
diperlukan pemeriksaan lanjutan.
3) Action level 2 : Skor 4 sampai 7 menunjukkan bahwa perlu
tindakan pemeriksaaan dan perubahan perlu dilakukan.
4) Action level 3 Skor 8 sampai 10 menunjukkan bahwa perlu
pemeriksaan dan perubahan diperlukan secepatnya .
5) Action level 4 : Skor 11 sampai 15 menunjukkan bahwa kondisi
ini berbahaya maka pemerik s<lan dan perubahan diperlukan
dengan segera (saat itu juga) .

F. HAZARD
1. PENGERTIAN
Bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang menpunyai
kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan,
maupun manusia (Budiono, 2003).

35
Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan yang dapat mengakibatkan cidera
(injury) atau kerusakan (damage) baik manusia, properti dan Setiap kegiatan
yang dilakukan tidak ada satupun yang bebas dari resiko yang ditimbulkan dari
bahaya, demikian pula kegiatan yang dilakukan di industri yang dalam proses
produksinya menggunakan proses kimia. Proses kimia pada industri
memberikan potensi bahaya yang besar, potensi bahaya yang ditimbulkan
disebabkan antara lain: penggunaan bahan baku, tingkat reaktivitas dan toksitas
tinggi, reaksi kimia, temperatur tinggi, tekanan tinggi, dan jumlah dari bahan
yang digunakan.
Mengingat potensi bahaya yang besar pada industri yang menggunakan
proses kimia, maka diperlukan upaya pengendalian, sehingga resiko yang
ditimbulkan pada batas-batas yang dapat diterima melalui Risk Assessment.
lingkungan (Baktiyar, 2009)

2. KOMPONEN
g. Karakteristik material
h. Bentuk material
i. Hubungan pemajanan dan efek
j. Jalannnya pemajanan dari proses individu
k. Kondisi dan frekuensi penggunaan
l. Tingkah laku pekerja

3. JENIS HAZARD
Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jeni
bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya
kesehatan kerja dan bahaya keselamatan kerja. Bahaya Kesehatan kerja dapat
berupa bahaya fisisk, kimia, biologi dan bahaya berkaitan dengan ergonomi,
berdampak kepada kesehatan dan kenyamanan kerja, misalnya penyakit akibat
kerja, pemajanan terjadi pada waktu lama dan pada konsentrasi rendah, Bahaya

36
keselamatan (safety hazard) fokus pada keselamatan manusia yang terlibat
dalam proses, peralatan, dan teknologi. Dampak safety hazard bersifat akut,
konsekuensi tinggi, dan probabilitas untuk terjadi rendah. Bahaya keselamatan
(Safety hazard) dapat menimbulkan dampak cidera, kebakaran, dan segala
kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja.
Jenis-jenis safety hazard, antara lain :
a. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang
bergerak yang dapat menimbulkan dampak, seperti tertusuk, terpotong,
terjepit, tergores, terbentur, dan lain-lain.
b. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik.
c. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan
padat yang mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif.

Bahaya kesehatan (health hazard) fokus pada kesehatan manusia.Bahaya


Keselamatan kerja dapat berupa bahaya fisik, kimia, bahaya berkaitan dengan
ergonomi, psikososial, elektrik, berdampak pada keselamatan kerja, misalnya
cedera, kebakaran, ledekan, pemajanan terjadi pada waktu singkat.

a. Hazard fisik ialah potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh
penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma
ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja,
termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang
tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja
ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin. Misalnya yang
berkaitan dengan peralatan seperti bahaya listrik, temperatur ekstrim,
kelembaban, kebisingan, radiasi, pencahayaan, getaran, dan lain-lain.
a. Hazard kimia ialah kecederaan akibat sentuhan dan terhidu bahan
kimia.Contohnya bahan-bahan kimia seperti asid, alkali, gas, pelarut,
simen, getah sintetik, gentian kaca, pelekat antiseptik, aerosol, insektisida,

37
dan lain-lain.. Bahan-bahan kimia tersebut merbahaya dan perlu diambil
langkah - langkah keselamatan apabila mengendalinya.
b. Hazard biologi ialah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh
kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau
bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu.
Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro organisma
sebagai berikut :
i. Bakteri
ii. Virus
iii. Jamur
c. Hazard psikososial ialah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh
kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau
kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang
tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau
pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak
sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta
hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam
organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress
akibat kerja. Misalnya yang berkaitan aspek sosial psikologis maupun
organisasi pada pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat memberi
dampak pada aspek fisik dan mental pekrja. Seperti misalnya pola kerja
yang tak beraturan, waktu kerja yang diluar waktu normal, beban kerja
yang melebihi kapasitas mental, tugas yang tidak berfariasi, suasana
lingkungan kerja yang terpisah atau terlalu ramai dll sebagainya
d. Hazard ergonomi yang termasuk didalam kategori ini antara lain desain
tempat kerja yang tidak sesuai, postur tubuh yang salah saat melakukan
aktifitas, desain pekerjaan yang dilakukan, pergerakan yang berulang-
ulang.

38
e. Hazard mekanis, semua jenis bahaya yang berasal dari benda-benda
bergerak atau bersifat mekanis. Contoh : mesin-mesin pemotong, bahaya
getaran.

4. PENGENDALIAN
a. Eliminasi/penghilangan
b. Substansi/mengganti material yang lebih aman
c. Minimalisasi/pengurangan jumlah material yang digunakan
d. Enginering/disain/baik pada sumber, pemajanan, pemisahan jarak waktu,
pemisahan lokasi pekerja dengan pekerjaan
e. Administrasi : perubahan proses, rotasi kerja
f. Pelatihan
g. Pemberian alat pelindung diri/ APD

39
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dengan memenuhi aturan ergonomi, maka akan terwujud perlindungan
terhadap tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan
dilaksanakannya penyesuaian fasilitas, material, proses ataupun rotasi kerja
diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja
yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan
produktivitas perusahaan. K3 sangat besar peranannya dalam upaya
meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban
manusia dan postur tubuh mampu bekerja secara alamiah.
Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan
perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci keberhasilannya
terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai subyek maupun obyek
perlindungan dimaksud dengan memperhatikan banyaknya risiko yang diperoleh.
Pemenuhan aturan dalam setiap bidang K3 akan menghindarkan pekerja
dari kelelahan, muskoloskeletas disorder, serta hazard.

B. SARAN
1. Setiap industri maupun perusahaan diharapkan memenuhi aturan ergonomi
untuk pekerja.
2. Pekerja diharapkan mampu mentaati aturan keselamatan dan kesehatan kerja
di lingkungan kerja.
3. Setiap industri ataupun perusahaan diharapkan memberlakukan sistem yang
sesuai bagi pekerja untuk menghindari kemungkinan buruk.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Mallapiang, Fatmawati. 2012. Ergonomi dan Keluhan Muskuloskeletal.


Alauddin University Press. Makassar
2. Bintoro, Ayub.2012. Ergonomi Antropometri.http:// Gardu Ilmu Ergonomi
Antropometri.htm
3. https://www.academia.edu/5481347/ERGONOMI (Diakses pada tanggal 10
September 2016)
4. https://www.academia.edu/8779943/MAKALAH_Konsep_Dasar_K3_Hazard_d
an_Pengendaliannya (Diakses pada tanggal 11 September 2016)

41

Anda mungkin juga menyukai