Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I

ANALGESIK DAN PELEMAS OTOT

Disusun oleh:

Kelompok 6

1. Istiqomah Madlelah (0661 11 062)


2. Ayu Faujiah Lestari (0661 11 075)
3. M. Ikhwan Adi Permana (0661 11 089)
4. Ita Chaerunnisa (0661 11 099)
5. Doni Ardiansyah (0661 12 703)

Dosen Pembimbing :
1. Drh. Mien R., M.Sc., Ph.D
2. E. Mulyati Effendi., MS
3. Yulianita., M.Farm

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2013
LEMBAR PENGESAHAN

1. TTD 2. TTD

(Istiqomah Madlelah) (AyuFauziah Lestari)


NPM 0661 11 062 NPM 0661 11 075

3. TTD 4. TTD

(M. Ikhwan Adi Permana) (ItaChaerunnisa)


NPM 0661 11 089 NPM 0661 11 099

5. TTD

(Doni Ardiansyah)
NPM 0661 12 703
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Sebagian besar obat analgetik merupakan obat yang bersifat


simptomatis (bekerjau ntuk menghilangkan gejala, tetapi tidak
menghilangkan penyakit). Analgesik merupakan obat penghalang/
penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran penderita.Obat analgetik-
antipiretik serta obat anti-inflamasi non-steroid merupakankelompok obat
yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara
kimia.Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak
persamaan dalam efek terapi maupun efek samping karena kerjanya
berdasarkan penghambatan biosintesa prostaglandin. Prototipe obat AINS
adalah aspirin, karena itu obat golongan ini seringdisebut juga sebagai obat mirip
aspirin (aspirin-like drugs).Kebanyakan obat AINS yang tersedia menghambat enzim
cyclooxygenase 1 (COX-1 yang bersifat konstitutif) dan cyclooxygenase 2
(COX-2 yg dirangsang olehinflamasi). Obat yang hanya menghambat COX-
2 dinamakan obat AINS yang bersifatselektif.

1.2 Tujuan

 Mahasiswa mengetahui efek analgetik dengan menggunakan metoda


Woolfe-Mac Donald
 Mahasiswa dapat mengetahui efek obat pelemas
 Mahasiswa dapat mengetahui obat-obat yang bekerja pada syaraf
otonom
 Mahasiswa mengetahui cara kerja obat-obat syaraf otonom
1.3 Hipotesis

a) Evaluasi Efek Analgesik


b) Pelemas Otot
Hipotesisnya untuk mencit pertama yang diperlakukan dengan
penyuntikan diazepam dan strignin memberikan efek antagonis
dimana ketika strignin disuntikan setelah penambahan diazepam,
efek stimulan dari strignin akan lebih lama atau melemah karena
kerja obat strignin dihambat oleh obat diazepam.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Analgesik

Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa


bagipenderitanya, namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda
adanyakerusakan jaringan. Inflamasi merupakan manifestasi dari terjadinya
kerusakan jaringan, dimana nyeri merupakan salah satu gejalanya karena
dipandang merugikanmaka inflamasi memerlukan obat untuk
mengendalikannya.Obat analgetik atau biasa disebut obat penghilang atau
setidaknya mengurangirasa nyeri yang hebat pada tubuh seperti patah tulang
dan penyakit kanker kronis.Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek
menghilangkan ataumengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau
fungsi sensorik lainnya.Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan
ambang nyeri, mempengaruhi emosi(sehingga mempengaruhi persepsi
nyeri), menimbulkan sedasi atau sopor (sehingganilai ambang nyeri naik)
atau mengubah persepsi modalitas nyeri.Analgetika merupakan suatu
senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau
nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuhmisalnya
rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan
kerusakanpada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti
brodikinin danprostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di
saraf perifer danditeruskan ke otak) yang secara umum dapat dibagi dalam
dua golongan, yaituanalgetika non narkotik (seperti: asetosat, parasetamol)
dan analgetika narkotik (seperti : morfin).Terkadang, nyeri dapat berarti
perasaan emosional yang tidak nyaman danberkaitan dengan ancaman seperti
kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasanyeri merupakan suatu gejala,
serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan padatubuh umumnya dan
jaringan khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat iniumumnya
dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai untuk mengurangi
stres.Analgetik atau penghalang rasa nyeri adalah zat-zat yang mengurangi
atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetik anti
inflamasi di duga bekerja berdasarkan penghambatan sintesis prostaglandin
(mediator nyeri).

Rasa nyeri sendiri dapat di bedakan dalam tiga kategori diantaranya yaitu:

1) Analgetik Perifer

Analgetik perfer yaitu mengenai rasa nyeri dan demam. Rasa nyeri
merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Demam juga
adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri. Kini para
ahli berpendapat bahwa demam adalah suatu reaksi tangkis yang berguna
dari tubuh terhadap infeksi. Pada suhu di atas 37˚C limfosit dan mikrofag
menjadi lebih aktif. Bila suhu melampaui 40-41˚C, barulah terjadi situasi
krisis yang bisa menjadi fatal, karena tidak terkendalikan lagi oleh tubuh.

2)Analgetik Antiradang dan Obat-Obat Rema

Analgetik anti radang disebut juga arthritis, adalah nama gabungan


untuk dari seratus penyakit yang semuanya bercirikan rasa nyeri dan
bengkak, serta kekakuan otot dengan terganggunya fungsi alat-alat
penggerak (sendi dan otot). Yang paling banyak ditemukan adalah
artrose (arthiritis deformansi) (Yun.arthon = sendi,Lat.deformare =
cacat bentuk), disebut juga osteoartrose atau osteoarthritis.Bercirikan
degenerasi tulang rawan yang menipis sepanjang progress penyakit,
dengan pembentukan tulang baru, hingga ruang diantara sendi
menyempit.

3) Analgetik Narkotik

Analgetik narkotik, kini disebut juga Opioida (mirip opiat), adalah


zat yang bekerja terhadap reseptor opioid khas di SSP, hingga persepsi
nyeri dan respons emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi).
Gejala dan Penyebab

1. Gejala

Gejala yang khas berupa bengkak dan nyeri simetris di sendi-


sendi tersebut. Nyeri ini paling hebat waktu bangun pagi dan
umumnya berkurang setelah melakukan aktivitas. Nyeri waktu
malam dapat menyulitkan tidur. Sendi-sendi ini menjadi kaku waktu
pagi (morning stiffness), sukar digerakkan dan kurang bertenaga,
khususnya juga setelah bangun selama 1-2 jam lebih. Gejala lainnya
adalah perasaan lelah dan malas. Pada lebih kurang 20% dari pasien
terdapat benjolan-benjolan kecil (noduli), terutama di jari-jari serta
pergelangan tangan dan kaki.

2. Penyebab

Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang


dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung
saraf bebas di kulit, mukosa dan dan jaringan lain. Nociceptor ini
terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari
sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-
tajuk neuron dengan amat banyak sinaps via sumsum belakang,
sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus (opticus) impuls
kemudian di teruskan ke pusat nyeri di otak besar, di mana impuls
dirasakan sebagai nyeri.

Ada juga beberapa macam yang menyebabkan nyeri di


antaranya sendi yang dibebani terlalu berat dengan kerusakan mikro
yang berulang kali, seperti pada orang yang terlampau gemuk, juga
akibat arthritis septis atau arthritis laid an tumbuhnya pangkal paha
secara abnormal (dysplasia). Hanya sebagian kecil kasus yang
disebabkan keausan akibat penggunaan terlalu lama dan berat.
Golongan Obat

Atas dasar kerja farmakologinya,analgetik di bagi menjadi dua golongan


obat kelompok besar,yakni:

1) Analgetik Non-narkotik

Golongan Analgetik ini dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Analgetik perifer

Analgetik perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu


menurunkan suhu badan pada saat demam. Khasiatnya berdasarkan
rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus,
mengakibatkan vasodilatasi perifer di kulit dengan bertambahnya
pengeluaran kalor disertai keluarnya keringat.

Berdasarkan rumus kimianya analgesik perifer di golongkan terdri


dari golongan salisilat, golongan para-aminofenol, golongan
pirazolon, dan golongan antranilat. Contohnya Parasetamol,
Asetosal, Antalgin.

b. Analgetik NSAIDs (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs)

Anti radang sama kuat dengan analgesik di gunakan sebagai anti


nyeri atau rematik contohnya asam mefenamat, ibuprofen.

2) Analgetik narkotik (analgetik central)

Analgetik narkotik bekerja di SSP, memiliki daya penghalang nyeri


yang hebat sekali yang bersifat depresan umum (mengurangi
kesadaran) dan efek sampingnya dapat menimbulkan rasa nyaman
(euforia). Obat ini khusus di gunakan untuk penghalau rasa nyeri hebat,
seperti pada fractura dan kanker. Contoh obatnya : Morfin, Codein,
Heroin, Metadon, Nalorfin.
Yang termasuk analgetik narkotik antara lain :

a. Agonis Opiat, yang dapat dibagi dalam :

 Alkaloida candu

 Zat-zat sintetis

Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin, hanya berlainan mengenai
potensi dan lama kerjanya, efek samping, dan risiko akan kebiasaan dengan
ketergantungan.

b.Antagonis Opiat, bila digunakan sebagai analgetika, obat ini dapat


menduduki salah satu reseptor.

c. Kombinasi, zat-zat ini juga mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak
mengaktivasi kerjanya dengan sempurna.

II.2 Pelemas Otot

Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot
rangka atau untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi
untuk mempermudah suatu operasi atau memasukan suatu alat ke dalam
tubuh.
Obat relaksan otot yang beredar di Indonesia terbagi dalam dua kelompok
obat yaitu obat pelumpuh otot dan obat pelemas otot yang bekerja sentral.
Berikut pembagiannya:
1. Obat pelumpuh otot
Jenis obat pelumpuh otot ini yang beredar di pasaran hanya
golongan penghambat transmisi neuromuskular.
Golongan ini terbagi dalam dua;
a. Obat penghambat kompetitif
Pancurunium (Pankuronium), Vecoronium (Vekorunium),
Atracurium (Atrakurium), dan Rocuronium (Rokuronium). Obat
penghambat kompetitif merupakan aminosteroid non-
depolarisasi. Sehingga obat golongan ini tidak menimbulkan
stimulasi awal pada otot sebelum otot normal kembali.
Obat pelumpuh otot golongan ini biasa digunakan untuk
mempermudah pemasangan intubasi endotracheal dan membuat
relaksasi pada otot rangka sebelum operasi atau pemasangan alat
bantu nafas. Berawal dari penelitian terhadap racun panah suku
indian, kurare oleh Claude Bernard yang menyimpulkan tempat
kerja kurare bukan di syaraf pusat tetapi di sambungan saraf -
otot. Dari sintesa kurare didapatkan zat aktifnya yaitu d-
Tubokurarin. Dari hasil penelitian lebih lanjut didapat
Pancuronium yang 5 kali lebih kuat daripada d-Tubokurari,
dengan efek kardiovaskuler dan pelepasan histamin yang lebih
rendah.
Vecoronium sama atau sedikit lebih kuat dari
Pancuronium, dengan efek kardiovaskuler yang lebih rendah
lagi. Sedangkan Atracurium merupakan pelumpuh otot sintetik
dengan masa kerja sedang. Potensinya 3-4 kali lebih rendah
daripada Pancuronium.

b. Obat penghambat secara depolarisasi persisten;


succinylcholine (suksinilkolin).
Berbeda dengan dengan penghambat kompetitif,
Succinylcholine menghambat dengan cara menimbulkan
depolarisasi persisten pada lempeng akhir saraf, karena
Succinylcholine bekerja sebagai agonis ACh (Asetilkolin) tetapi
tidak segera dipecah seperti halnya dengan ACh.
Succinylcholine mempunyai perbedaan penting dengan
obat pelumpuh otot yang lain dalam kecepatan dan lama
kerjanya. Dengan sifatnya ini, derajat relaksasi otot rangka dapat
diubah dalam ½ - 1 menit setelah pengubahan kecepatan infus.
Setelah penghentian infus, efek relaksasi hilang dalam 5 menit.
Semua pelumpuh otot adalah senyawa amoniumkuarterner maka
tidak menimbulkan efek sentral karena tidak dapat menembus
sawar darah otak.

2. Obat pelemas otot yang bekerja sentral


Baclofen (Baklofen) dan Chlorzoxazone (Klorzoksazon)
a. Baclofen
Baclofen merupakan agonis reseptor GABA -ergik, tidak
berefek langsung pada sambungan saraf-otot, tetapi mengurangi
transmisi monosinaptik maupun polisinaptik di Medula Spinalis.
Tempat kerjanya diduga presinaptik pada reseptor GABA-B.
Baclofen mengatasi sebagian komponen spasitisitas spinal;
spasme fleksor dan ektensor yang involuntier terutama akibat
lesi spinal.
Efektivitas pada kejang/spasme sehubungan dengan
Multipel Sklerosis kira-kira 65 %. Perbaikan tidak tuntas tetapi
bermakna yaitu berkurangnya penderitaan, lebih mandiri dalam
mengurus diri, kurang terganggu tidur dan meningkatnya
kemampuan latihan fisik.
b. Chlorzoxazone
Chlorzoxazone efektif untuk mengurangi gejala nyeri akut
otot rangka bila diberikan bersamaan dengan istirahat, terapi
fisik dan tindakan lainnya. Chlorzoxazone diduga dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati berupa ikterus. Gejala efek
samping lainnya adalah sakit kepala, gangguan sistem cerna dan
reaksi alergi.
 Diazepam : Valium, Stesolid, Mentalium
Di samping khasiat anksiolitis, relaksasi otot dan hipnotiknya,
senyawa benzodiazepin ini (1961) juga berdaya antikonvulsi. Berdasarkan
khasiat ini, diazepam digunakan pada epilepsi dan dalam bentuk injeksi i.v.
terhadap status epilepticus. Pada penggunaan oral dan dalam klisma
(retiole), resorpsinya baik dan cepat tetapi dalam bentuk suppositoria lambat
dan tidak sempurna. K.l. 97-99% diikat pada protein plasma. (Tan Hoan
Tjay dan Kirana Rahardja, 2007)
Di dalam hati diazepam dibiotransformasi menjadi antara lain N-
desmetilidiazepam yang juga aktif dengan plasma-t1/2 panjang, antara 40-
120 jam. Plasma-t1/2 diazepam sendiri berkisar antara 20-54 jam. Toleransi
dapat terjadi terhadap efek antikonvulsinya, sama seperti efek hipnotiknya.
(Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2007)
Efek sampingnya adalah lazim untuk kelompok benzodiazepim, yakni
mengantuk, termenung-menung, pusing dan kelemahan otot.Dosis : 2-4 dd
2-10 mg dan i.v. 5-10 mg dengan perlan-lahan (1-2 menir), bila perlu
diulang estela 30 menit; pada anak-anak 2-5 mg. Pada status epilepticus
dewasa dan anak di atas usia 5 tahun 10 mg (retiole); pada anak-anak di
bawah 5 tahun 5 mg sekali. Pada konvulsi demam; anak-anak 0,25 – 0,5
mg/kg berat badan (rectiole), bayi dan anak-anak di bawah 5 tahun 5 mg,
setelah 5 tahun 10 mg, juga secara prevent pada demam (tinggi). (Tan Hoan
Tjay dan Kirana Rahardja, 2007)
Benzodiazepines yang memiliki efek yang lebih menenangkan, seperti
estazolam (ProSom), dapat diresepkan untuk pengobatan jangka pendek dari
gangguan tidur.
Mereka mempengaruhi neurotransmitter aminobutyric gamma-asam
(GABA). Neurotransmitor kimia otak yang memfasilitasi komunikasi antara
sel-sel otak. GABA bekerja dengan menurunkan aktivitas otak. Walaupun
kelas berbeda CNS depressants bekerja dengan cara yang unik, pada
akhirnya itu adalah kemampuan mereka untuk meningkatkan aktivitas
GABA yang menghasilkan mengantuk atau efek menenangkan. Walaupun
efek yang menguntungkan ini untuk orang yang menderita dari kecemasan
atau gangguan tidur, barbiturat dan benzodiazepin dapat kecanduan dan
harus digunakan hanya sebagai diresepkan. (Tan Hoan Tjay dan Kirana
Rahardja, 2007)
CNS depressants tidak boleh digabungkan dengan obat atau zat yang
menyebabkan kantuk, termasuk rasa sakit resep obat-obatan, beberapa over-
the-counter dingin dan alergi obat, atau alkohol. Jika digabungkan, mereka
dapat memperlambat pernapasan, atau lambat baik hati dan pernapasan,
yang dapat berakibat fatal. (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2007)
Berkepanjangan menghentikan penggunaan dosis tinggi dapat
menyebabkan depresi SSP untuk penarikan. Karena mereka bekerja dengan
memperlambat brain. Aktivitas, potensi konsekuensi dari penyalahgunaan
adalah bahwa ketika seseorang berhenti mengambil depresan SSP. Aktivitas
dapat rebound ke titik yang kejang dapat terjadi. Seseorang berpikir tentang
mereka mengakhiri penggunaan depresan SSP, atau yang telah berhenti dan
penderitaan penarikan, harus berbicara dengan seorang dokter dan mencari
perawatan medis. (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2007)

 Striknin
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi,tetapi untuk menjelaskan
fisiologi dan farmakologi susunan saraf,obat ini menduduki tempat utama
diantara obat yang bekerja secara sentral. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif
terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan
pascasinaps,dimana glisin juga bertindak sebagai transmiter penghambat
pascasinaps yang terletak pada pusat yanng lebih tinggi di SSP. (Louisa dan
Dewoto, 2007)
Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat ini
merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan
coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota
gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh
obat yang merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang
striknin ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh
rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan perabaan. Konvulsi
seperti ini juga terjadi pada hewan yang hanya mempunyai medula spinalis.
Striknin ternyata juga merangsang medula spinalis secara langsung. Atas
dasar ini efek striknin dianggap berdasarkan kerjanya pada medula spinalis
dan konvulsinya disebut konvulsi spinal. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Medula oblongota hanya dipengaruhi striknin pada dosis yang
menimbulkan hipereksitabilitas seluruh SSP. Striknin tidak langsung
mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tetapi bila terjadi konvulsi akan
terjadi perubahan tekanan darah berdasarkan efek sentral striknin pada pusat
vasomotor. Bertambahnya tonus otot rangka juga berdasarkan efek sentral
striknin.pada hewan coba dan manusia tidak terbukti adanya stimulasi
saluran cerna. Striknin digunakan sebagai perangsanmg nafsu makan secara
irasional berdasarkan rasanya yang pahit. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Striknin mudah diserap dari saluran cerna dan tempat suntikan, segera
meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Kadar striknin di SSP tidak lebih
daripada di jaringan lain. Striknin segera di metabolisme oleh enzim
mikrosom sel hati dan4 diekskresi melalui urin. Ekskresi lengkap dalam
waktu 10 jam, sebagian dalam bentuk asal. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot
muka dan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan
motorik hebat. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih
terkoordinasi, akhirnya terjadi konvulsi tetanik. Pada stadium ini badan
berada dalam sikap hiperekstensi (opistotonus),sehingga hanya occiput dan
tumit saja yang menyentuh alas tidur. Semua otot lurik dalam keadaan
kontraksi penuh. Napas terhenti karena kontraksi otot diafragma, dada dan
perut. Episode kejang ini terjadi berulang; frekuensi dan hebatnya kejang
bertambah dengan adanya perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini
menimbulkan nyeri hebat, dan pesien takut mati dalam serangan berikutnya.
Kematian biasanya disebabkan oleh paralisis batang otak karena hipoksia
akibat gangguan napas. Kombinasi dari adanya gangguan napas dan
kontraksi otot yang hebat dapat menimbulkan asidosis respirasi maupun
asidosis metabolik hebat; yang terakhir ini mungkin akibat adanya
peningkatan kadar laktat dalam plasma. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Obat yang penting untuk mengatasi hal ini ialah diazepam 10 mg
IV,sebab diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan potensial
terhadap depresi post ictal,seperti yang umum terjadi pada penggunaan
barbiturat atau obat penekan ssp non-selektif lain. Kadang-kadang
diperlukan tindakan anastesia atau pemberian obat penghambat
neuromuskular pada keracunan yang hebat. Pengobatan keracunan striknin
ialah mencegah terjadinya kejang dan membantu pernapasan. Intubasi
pernapasan endotrakeal berguna untuk memperbaiki pernapasan. Dapat pula
diberikan obat golongan kurariform untuk mengurangi derajat kontraksi
otot. Bilas lambung dikerjakan bila diduga masih ada striknin dalam
lambung yang belum diserap. Untuk bilas lambung digunakan larutan
KMnO4 0,5 ‰ atau campuran yodium tingtur dan air (1:250) atau larutan
asam tanat. Pada perawatan ini harus dihindarkan adanya rangsangan
sensorik. (Louisa dan Dewoto, 2007)
BAB III

METODE KERJA

3.1 AlatdanBahan
1. Alat
 Spuit 1ml
 Pelat panas 55ºC
 Timbangan hewan coba

2. Bahan
 Asetosal
 Cardiasol
 Diazepam
 Etanol absolut
 Larutan NaCl
 2 ekor mencit

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Analgesik
a. Setiap kelompok mahasiswa mendapatkan 2 ekor mencit
b. Amati keadaan biologi dari hewan coba meliputi: bobot badan,
frekwensi jantung, laju nafas, reflex, tonus otot, kesadaran, rasa
nyeri dan gejala lainnya bila ada.
c. Hitung dosis yang akan diberikan kepada hewan coba:
 Asetosal 0,52mg/kb bb
 NaCl
d. Suntikkan masing-masing zat pada hewan coba secara ip
e. Waktu reaksi diamati pada 10,20,30,45,60, dan 90 menit setelah
perlakuan. Waktu reaksi adalah waktu saat tikus diletakkan
diatas plat panas dengan suhu 55ºC sampai tepat memberikan

respon pada kaki.


3.2.2 Pelemas Otot
a. Sediakan dua ekor mencit
b. Amati keadaan biologi dari hewan coba meliputi: bobot badan,
frekwensi jantung, laju nafas, reflex, tonus otot, kesadaran, rasa
nyeri dan gejala lainnya bila ada.
c. Pada salah satu mencit suntikkan secara ip larutan diazepam
campuran 0,05% dalam etanolabsolut dan NaCl fisiologis,
perbandingan 1:20 dengan dosis 5mg/kg bb.
d. 30 menit kemudian suntikkan cardiasol 75mg/kg bb
e. Pada waktu yang sama, pada mencit normal suntikkan cardiasol
secara ip dengan dosis 75mg/kg bb
f. Amati gejala yang terjadi selang 10 menit
g. Tentukan onset dan durasinya
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1 Hewan Coba : Data


Pengamatan
Biologi Mencit 1 Mencit 2 Hewan coba
( Bobot Badan 11,4 gr 15,5 gr Mencit )
Frekwensi Jantung 178x/menit 134x/menit kelompok 6

Laju Nafas 124x/menit 120x/menit


Refleks +++ +++
Tonus Otot +++ +++
Kesadaran +++ +++
Rasa Nyeri +++ +++
Gejala Lain:
Saliva
Urine

Tabel 2 : Perhitungan Dosis Diazepam

Nomor Berat Mencit ( gr ) Obat Dosis ( Volume


Pemberian)
1 15,5 gr Diazepam 0, 155 ml
2 15,5 gr Strignin 0,11625 ml

Perhitungan Dosis Pelemas Otot

a. Diazepam
Diketahui :
Berat Badan Mencit 2 = 15,5 gr
Dosis Za = 5 mg / kg BB
= 0,005 gr
Konsentrasi = 0,05%

𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐻𝑒𝑤𝑎𝑛
Dosis Zat
𝐵𝐵 𝐻𝑒𝑤𝑎𝑛
𝑢 0,005 𝑔𝑟
15,5 𝑔𝑟 1000 𝑔𝑟
0,0775 𝑔𝑟
u=
1000 𝑔𝑟

= 0,0000775 mg

Zat yang disuntikkan


0,05 0,0000775 𝑔𝑟
0,05% =
100 𝑦 𝑔𝑟
0,00775 𝑔𝑟
y= 0,05

= 0, 155 ml

b. Strignin
Diketahui :
Berat Badan Mencit 2 = 15,5 gr
Dosis Za = 0,75 mg / kg BB
= 0,000755 gr
Konsentrasi = 0,01%
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐻𝑒𝑤𝑎𝑛
Dosis Zat
𝐵𝐵 𝐻𝑒𝑤𝑎𝑛
𝑢 0,00075 𝑔𝑟
15,5 𝑔𝑟 1000 𝑔𝑟
0,0011625 𝑔𝑟
u= 1000 𝑔𝑟

= 0,000011625 mg
Zat yang disuntikkan
0,01 0,000011625 𝑔𝑟
0,01% =
100 𝑦 𝑔𝑟
0,0011625 𝑔𝑟
y=
0,01

= 0, 11625 ml

Tabel 3 : Pengamatan gejala yang terjadi

Perlakuan
Pengamatan Diazepam Strignin
10 20 30 40 50 60
Frekwensi
128 128 136 144 124
Jantung 148
Laju Nafas 92 92 112 84 120 104
Refleks +++ +++ +++ +++ +++ ++
Tonus Otot +++ +++ +++ +++ +++ +++
Kesadaran +++ +++ +++ +++ +++ +++
Rasa Nyeri +++ +++ +++ +++ +++ ++
Gejala
Lain:
Tipe + +
Konvulsi
Devekasi +

Perhitungan Dosis Analgesik pada Mencit

a. Asetosal
Diketahui :
Berat Badan Mencit 1 = 11,4 gr
Berat Badan Mencit 2 = 15,5 gr
Dosis Za = 0,52 mg / kg BB = 0,00052 gr
Konsentrasi = 0, 02%

𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐻𝑒𝑤𝑎𝑛
Dosis Za
𝐵𝐵 𝐻𝑒𝑤𝑎𝑛

𝑢 0,00052 𝑔𝑟
11,4 𝑔𝑟 1000 𝑔𝑟

0,005928 𝑔𝑟
u= 1000 𝑔𝑟

= 0,000005928 mg

Zat yang disuntikkan

0,02 𝑚𝑔 0,000005928 𝑚𝑔
0,02% =
100 𝑦 𝑔𝑟

0,000005928 𝑚𝑔
y= 0,02 𝑔𝑟

= 0, 029 ml

Tabel 4: Pengamatan gejala analgesik yang terjadi

Perlakuan Waktu reaksi


Normal 10 20 30 40 50 60
Frekwensi 120 112 120 120 168 136 136
Jantung
Laju Nafas 108 140 100 112 160 112 92
Hot Plate 00.57 00.57 00.28 00.36 00.59 01.15 01.26

4.2 Pembahasan
4.2.1 Analgesik
Analgetik atau penghalang rasa nyeri adalah zat-zat yang
megurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Aspirin/asam asetil salisilat/asetosal merupakan obat
hepatotosik (obat yang dapat menyebabkan kelaianan pada hepar
dan tergantung pada besarnya dosis (predictable). Gejala
hepatotoksik timbul bila kadar salisilat serum lebih dari 25mgd
(dosis:3-5g/hari). Aspirin/asetosal bersifat iritatif terhadap lambung
sehingga meningkatkan risiko ulkus (luka) lambung, perdarahan,
hingga perforasi (kebocoran akibat terbentuknya lubang di dinding
lambung), serta menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam
pembekuan darah) sehingga dapat memicu resiko perdarahan).
Aspirin paling efektif untuk mengurangi nyeri dengan intensitas
ringan sampai sedang. Ia bekerja secara perifer melalui efeknya
terhadap inflamasi, tetapi mungkin juga menghambat rangsangan
nyeri pada daerah subkortikal.

Pada percobaan ini, dilakukan evaluasi terhadap efek analgesik yg


di injeksikan pada mencit. Mula-mula mencit di suntikan asetosal
sebagai analgesik, kemudian mencit di masukan ke dalam hotplate
analgesic untuk di uji seberapa besar efek asetosal terhadap mencit
yg diletakkan di atas tempat yang panas. Dari data pengamatan
diperoleh hasil yang kurang akurat, dikarenakan kurang telitinya
praktikan saat melihat pergerakan mencit yang sudah merasakan
rasa sakit/panas ketika di atas hotplate analgesic. Seharusnya
seiring waktu berjalan, maka efek analgesik akan semakin
bertambah (durasi semakin lama) dan lama kelamaan efeknya akan
berkurang kembali hingga mencapai keadaan normal.

4.2.2 Pelemas Otot

Padapercobaanini yang digunakansebagaipelemasototadalah


diazepam. Diazepam merupakanturunandari benzodiazepine yang
memilikirumusmolekul 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on. Diazepam
berbentukkristaltidakberwarnaatauagakkekuningan yang
tidaklarutdalam air. Obatinidigunakansecaraluassebagaihipnotik,
obat anti ansietasatausebagaipelemasotot
(spasmeototrangka).Obatinijugaseringdigunakanuntukmengendalik
anaktivitaskejangsecaracepatdenganpenyuntikanintravenadalamsitu
asidarurat.

Hal inidapatterjadikarenamekanismekerjanyabekerjapada system


GABA, yaitudenganmemperkuatfungsihambatan neuron
GABA.Reseptorbenzodiazepindalamseluruhsistemsarafpusat,
terdapatdengankerapatan yang tinggiterutamadalamkorteksotak
frontal danoksipital, di
hipokampusdandalamotakkecil.Padareseptorini,
benzodiazepinakanbekerjasebagaiagonis.
Terdapatkorelasitinggiantaraaktivitasfarmakologiberbagaibenzodia
zepindenganafinitasnyapadatempatikatan.

Denganadanyainteraksibenzodiazepin, afinitas GABA


terhadapreseptornyaakanmeningkatkemudiankerja GABA
akanmeningkat. Denganaktifnyareseptor GABA, saluran ion
kloridaakanterbukasehingga ion kloridaakanlebihbanyak yang
mengalirmasukkedalam sel. Meningkatnyajumlah ion
kloridamenyebabkanhiperpolarisasiselbersangkutandankemampuan
seluntukdirangsangberkurangsehinggamengakibatkandepresi CNS.

Padasaatpraktikum, dapatdilihatpadakeadaan normal


lajudenyutjantungmencit 160 x/menit.Dalam waktu10
menitsetelahdisuntikkan diazepam sesuaidosis yang ditunjukkan,
lajudenyutjantungnyaberkuranghingga 152
x/menitdanberkuranglagipadamenit 20 hingga 140 x/menit.Hal
inibenarkarena diazepam
dapatmenurunkanlajudenyutjantung.Namunpadamenitke 30,
lajudenyutjantungmencitkembalimeningkat.Peningkatanlajudenyutj
antung yang cepatinidapatdisebabkankarenasedikitnyadosis yang
diberikanpadamencit.

Selainlajudenyutjantung, efek yang ditimbulkan diazepam


yaitupenurunanlajunapas.Lajunapasmencitmenurundari 144
x/menitmenjadi 92 x/menitpadamenitke
10.Namunkembalimeningkatpadamenit 20
danturunlagipadamenitke 30.Selainkeduaefekitu, kesadaran, reflex,
tonus ototdan rasa
nyeripadamencitjugamenurun.Efekiniwajarterjadipadamencitataup
unmanusiajikadisuntikkan diazepam padadosistertentu.

Setelahmenitke 30, mencitkemudiandisuntikkanstrignin yang


merupakan alkaloid utamadalamnux vomica, tanaman yang
banyaktumbuh di
India.Senyawainimerupakanpenyebabkeracunantidaksengaja
(accidental poisoning)
padaanak.Strignininitidakbermanfaatuntukterapi, karenakematian
yang disebabkanolehzatinisangatmenyakitkan.Olehkarenaitu,
strigninlebihseringdigunakansebagaipestisida.

Namununtukmenjelaskanfisiologidanfarmakologisusunansyaraf,
strigninmendudukitempatutama di antaraobat yang
bekerjasecarasentral.Strigninbekerjadengancaramengadakan
antagonism kompetitifterhadap transmitter penghambatyaituglisin
di daerahpenghambatpascasinaps.
Strigninmenyebabkanperangsanganpadasemuabagian SSP.
Obatinimerupakankonvulsandengansifatkejang yang
khas.Gambarankonvulsiolehstrignininiberbedadengankonvulsioleh
obat yang merangsanglangsung neuron pusat.Medulla oblongata
hanyadipengaruhistrigninpadadosis yang
menimbulkanhipereksitabilitasseluruh SSP.
Strignintidaklangsungmempengaruhi system kardiovaskular,
tetapibilaterjadikonvulsiakanterjadiperubahantekanandarahberdasar
kanefeksentralsrikninpadapusat vasomotor. Namunberdasarkan
data pengamatanmenitke 10
setelahdisuntikkanstrigninfrekuensijantungmencitmengalamipening
katan yang drastis.Hal
inibisadisebabkanolehkesalahansaatpengecekanfrekuensijantungkar
enapengecekanfrekuensijantungdilakukanoleh orang yang
berbeda.Jikadilihatpadamenitke 20 dan 30
setelahpemberianstrignin,
frekuensijantungmengalamipenurunankembalisesuaiberdasarkanlite
ratur.

Bertambahnya tonus ototrangka yang


terjadipadamencitjugaberdasarkanefeksentralsrignin.Padahewancob
adanmanusiatidakterbuktiadanyastimulasisalurancerna.Strignindigu
nakansebagaiperangsangnafsumakansecarairasionalberdasarkanrasa
nya yang pahit.
BAB V

KESIMPULAN

 Diazepam merupakanturunan benzodiazepine yang


dapatberperansebagaipelemasototdenganefekmenurunnyafrekuensijantung,
penurunanlajunapas, reflex, tonus otot, kesadarandan rasa
nyeripadahewancoba. Sedangkanstrigninmerupakansenyawa alkaloid yang
dapatmeningkatkankerja system syarafpusatatau stimulant
denganefekmeningkatnyaaktivitaspadamencitsebagaihewancoba.
DAFTAR PUSTAKA

Drh. Mien R.,M.Sc.,Ph.D. 2012. Penuntun Praktikum Farmakologi 1. FMIPA :


UNPAK Bogor
Drh. Mien R.,M.Sc.,Ph.D. 2012. Modul Kuliah Farmakologi 1. FMIPA : UNPAK
Bogor
Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi : Ulasan Bergambar Ed-2. Widya Medika :
Jakarta.
Louisa, Melva dan Hedi R. D . (2007). Perangsang Susunan Saraf Pusat.
Farmakologi dan Terapi. Editor: Gunawan, S.G. Edisi ke-5. Jakarta : Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 247-248.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting : Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam, Cetakan Pertama.
Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Hal.424.
Katzung,B.G.,1998.Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal 351.

Reksohadiprodjo,MS.,1994.Pusat Penelitian Obat Masa Kini.Yogyakarta:Gadjah


Mada University Press. Hal 3.

Setiawati,A. Dan FD Suyatna, 1995.Pengantar Farmakologi Dalam


“Farmakologi Terapi”. Edisi IV. Editor:Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru. Hal 3-
5.

Sulaksono, M.E., 1987. Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan


Percobaan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai