Laporan Praktikum Farmakologi Analgesik Dan Pelemas Otot
Laporan Praktikum Farmakologi Analgesik Dan Pelemas Otot
Disusun oleh:
Kelompok 6
Dosen Pembimbing :
1. Drh. Mien R., M.Sc., Ph.D
2. E. Mulyati Effendi., MS
3. Yulianita., M.Farm
LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2013
LEMBAR PENGESAHAN
1. TTD 2. TTD
3. TTD 4. TTD
5. TTD
(Doni Ardiansyah)
NPM 0661 12 703
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
1.2 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Analgesik
Rasa nyeri sendiri dapat di bedakan dalam tiga kategori diantaranya yaitu:
1) Analgetik Perifer
Analgetik perfer yaitu mengenai rasa nyeri dan demam. Rasa nyeri
merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Demam juga
adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri. Kini para
ahli berpendapat bahwa demam adalah suatu reaksi tangkis yang berguna
dari tubuh terhadap infeksi. Pada suhu di atas 37˚C limfosit dan mikrofag
menjadi lebih aktif. Bila suhu melampaui 40-41˚C, barulah terjadi situasi
krisis yang bisa menjadi fatal, karena tidak terkendalikan lagi oleh tubuh.
3) Analgetik Narkotik
1. Gejala
2. Penyebab
1) Analgetik Non-narkotik
a. Analgetik perifer
Alkaloida candu
Zat-zat sintetis
Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin, hanya berlainan mengenai
potensi dan lama kerjanya, efek samping, dan risiko akan kebiasaan dengan
ketergantungan.
c. Kombinasi, zat-zat ini juga mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak
mengaktivasi kerjanya dengan sempurna.
Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot
rangka atau untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi
untuk mempermudah suatu operasi atau memasukan suatu alat ke dalam
tubuh.
Obat relaksan otot yang beredar di Indonesia terbagi dalam dua kelompok
obat yaitu obat pelumpuh otot dan obat pelemas otot yang bekerja sentral.
Berikut pembagiannya:
1. Obat pelumpuh otot
Jenis obat pelumpuh otot ini yang beredar di pasaran hanya
golongan penghambat transmisi neuromuskular.
Golongan ini terbagi dalam dua;
a. Obat penghambat kompetitif
Pancurunium (Pankuronium), Vecoronium (Vekorunium),
Atracurium (Atrakurium), dan Rocuronium (Rokuronium). Obat
penghambat kompetitif merupakan aminosteroid non-
depolarisasi. Sehingga obat golongan ini tidak menimbulkan
stimulasi awal pada otot sebelum otot normal kembali.
Obat pelumpuh otot golongan ini biasa digunakan untuk
mempermudah pemasangan intubasi endotracheal dan membuat
relaksasi pada otot rangka sebelum operasi atau pemasangan alat
bantu nafas. Berawal dari penelitian terhadap racun panah suku
indian, kurare oleh Claude Bernard yang menyimpulkan tempat
kerja kurare bukan di syaraf pusat tetapi di sambungan saraf -
otot. Dari sintesa kurare didapatkan zat aktifnya yaitu d-
Tubokurarin. Dari hasil penelitian lebih lanjut didapat
Pancuronium yang 5 kali lebih kuat daripada d-Tubokurari,
dengan efek kardiovaskuler dan pelepasan histamin yang lebih
rendah.
Vecoronium sama atau sedikit lebih kuat dari
Pancuronium, dengan efek kardiovaskuler yang lebih rendah
lagi. Sedangkan Atracurium merupakan pelumpuh otot sintetik
dengan masa kerja sedang. Potensinya 3-4 kali lebih rendah
daripada Pancuronium.
Striknin
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi,tetapi untuk menjelaskan
fisiologi dan farmakologi susunan saraf,obat ini menduduki tempat utama
diantara obat yang bekerja secara sentral. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif
terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan
pascasinaps,dimana glisin juga bertindak sebagai transmiter penghambat
pascasinaps yang terletak pada pusat yanng lebih tinggi di SSP. (Louisa dan
Dewoto, 2007)
Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat ini
merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan
coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota
gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh
obat yang merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang
striknin ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh
rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan perabaan. Konvulsi
seperti ini juga terjadi pada hewan yang hanya mempunyai medula spinalis.
Striknin ternyata juga merangsang medula spinalis secara langsung. Atas
dasar ini efek striknin dianggap berdasarkan kerjanya pada medula spinalis
dan konvulsinya disebut konvulsi spinal. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Medula oblongota hanya dipengaruhi striknin pada dosis yang
menimbulkan hipereksitabilitas seluruh SSP. Striknin tidak langsung
mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tetapi bila terjadi konvulsi akan
terjadi perubahan tekanan darah berdasarkan efek sentral striknin pada pusat
vasomotor. Bertambahnya tonus otot rangka juga berdasarkan efek sentral
striknin.pada hewan coba dan manusia tidak terbukti adanya stimulasi
saluran cerna. Striknin digunakan sebagai perangsanmg nafsu makan secara
irasional berdasarkan rasanya yang pahit. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Striknin mudah diserap dari saluran cerna dan tempat suntikan, segera
meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Kadar striknin di SSP tidak lebih
daripada di jaringan lain. Striknin segera di metabolisme oleh enzim
mikrosom sel hati dan4 diekskresi melalui urin. Ekskresi lengkap dalam
waktu 10 jam, sebagian dalam bentuk asal. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot
muka dan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan
motorik hebat. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih
terkoordinasi, akhirnya terjadi konvulsi tetanik. Pada stadium ini badan
berada dalam sikap hiperekstensi (opistotonus),sehingga hanya occiput dan
tumit saja yang menyentuh alas tidur. Semua otot lurik dalam keadaan
kontraksi penuh. Napas terhenti karena kontraksi otot diafragma, dada dan
perut. Episode kejang ini terjadi berulang; frekuensi dan hebatnya kejang
bertambah dengan adanya perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini
menimbulkan nyeri hebat, dan pesien takut mati dalam serangan berikutnya.
Kematian biasanya disebabkan oleh paralisis batang otak karena hipoksia
akibat gangguan napas. Kombinasi dari adanya gangguan napas dan
kontraksi otot yang hebat dapat menimbulkan asidosis respirasi maupun
asidosis metabolik hebat; yang terakhir ini mungkin akibat adanya
peningkatan kadar laktat dalam plasma. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Obat yang penting untuk mengatasi hal ini ialah diazepam 10 mg
IV,sebab diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan potensial
terhadap depresi post ictal,seperti yang umum terjadi pada penggunaan
barbiturat atau obat penekan ssp non-selektif lain. Kadang-kadang
diperlukan tindakan anastesia atau pemberian obat penghambat
neuromuskular pada keracunan yang hebat. Pengobatan keracunan striknin
ialah mencegah terjadinya kejang dan membantu pernapasan. Intubasi
pernapasan endotrakeal berguna untuk memperbaiki pernapasan. Dapat pula
diberikan obat golongan kurariform untuk mengurangi derajat kontraksi
otot. Bilas lambung dikerjakan bila diduga masih ada striknin dalam
lambung yang belum diserap. Untuk bilas lambung digunakan larutan
KMnO4 0,5 ‰ atau campuran yodium tingtur dan air (1:250) atau larutan
asam tanat. Pada perawatan ini harus dihindarkan adanya rangsangan
sensorik. (Louisa dan Dewoto, 2007)
BAB III
METODE KERJA
3.1 AlatdanBahan
1. Alat
Spuit 1ml
Pelat panas 55ºC
Timbangan hewan coba
2. Bahan
Asetosal
Cardiasol
Diazepam
Etanol absolut
Larutan NaCl
2 ekor mencit
a. Diazepam
Diketahui :
Berat Badan Mencit 2 = 15,5 gr
Dosis Za = 5 mg / kg BB
= 0,005 gr
Konsentrasi = 0,05%
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐻𝑒𝑤𝑎𝑛
Dosis Zat
𝐵𝐵 𝐻𝑒𝑤𝑎𝑛
𝑢 0,005 𝑔𝑟
15,5 𝑔𝑟 1000 𝑔𝑟
0,0775 𝑔𝑟
u=
1000 𝑔𝑟
= 0,0000775 mg
= 0, 155 ml
b. Strignin
Diketahui :
Berat Badan Mencit 2 = 15,5 gr
Dosis Za = 0,75 mg / kg BB
= 0,000755 gr
Konsentrasi = 0,01%
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐻𝑒𝑤𝑎𝑛
Dosis Zat
𝐵𝐵 𝐻𝑒𝑤𝑎𝑛
𝑢 0,00075 𝑔𝑟
15,5 𝑔𝑟 1000 𝑔𝑟
0,0011625 𝑔𝑟
u= 1000 𝑔𝑟
= 0,000011625 mg
Zat yang disuntikkan
0,01 0,000011625 𝑔𝑟
0,01% =
100 𝑦 𝑔𝑟
0,0011625 𝑔𝑟
y=
0,01
= 0, 11625 ml
Perlakuan
Pengamatan Diazepam Strignin
10 20 30 40 50 60
Frekwensi
128 128 136 144 124
Jantung 148
Laju Nafas 92 92 112 84 120 104
Refleks +++ +++ +++ +++ +++ ++
Tonus Otot +++ +++ +++ +++ +++ +++
Kesadaran +++ +++ +++ +++ +++ +++
Rasa Nyeri +++ +++ +++ +++ +++ ++
Gejala
Lain:
Tipe + +
Konvulsi
Devekasi +
a. Asetosal
Diketahui :
Berat Badan Mencit 1 = 11,4 gr
Berat Badan Mencit 2 = 15,5 gr
Dosis Za = 0,52 mg / kg BB = 0,00052 gr
Konsentrasi = 0, 02%
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐻𝑒𝑤𝑎𝑛
Dosis Za
𝐵𝐵 𝐻𝑒𝑤𝑎𝑛
𝑢 0,00052 𝑔𝑟
11,4 𝑔𝑟 1000 𝑔𝑟
0,005928 𝑔𝑟
u= 1000 𝑔𝑟
= 0,000005928 mg
0,02 𝑚𝑔 0,000005928 𝑚𝑔
0,02% =
100 𝑦 𝑔𝑟
0,000005928 𝑚𝑔
y= 0,02 𝑔𝑟
= 0, 029 ml
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analgesik
Analgetik atau penghalang rasa nyeri adalah zat-zat yang
megurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Aspirin/asam asetil salisilat/asetosal merupakan obat
hepatotosik (obat yang dapat menyebabkan kelaianan pada hepar
dan tergantung pada besarnya dosis (predictable). Gejala
hepatotoksik timbul bila kadar salisilat serum lebih dari 25mgd
(dosis:3-5g/hari). Aspirin/asetosal bersifat iritatif terhadap lambung
sehingga meningkatkan risiko ulkus (luka) lambung, perdarahan,
hingga perforasi (kebocoran akibat terbentuknya lubang di dinding
lambung), serta menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam
pembekuan darah) sehingga dapat memicu resiko perdarahan).
Aspirin paling efektif untuk mengurangi nyeri dengan intensitas
ringan sampai sedang. Ia bekerja secara perifer melalui efeknya
terhadap inflamasi, tetapi mungkin juga menghambat rangsangan
nyeri pada daerah subkortikal.
Namununtukmenjelaskanfisiologidanfarmakologisusunansyaraf,
strigninmendudukitempatutama di antaraobat yang
bekerjasecarasentral.Strigninbekerjadengancaramengadakan
antagonism kompetitifterhadap transmitter penghambatyaituglisin
di daerahpenghambatpascasinaps.
Strigninmenyebabkanperangsanganpadasemuabagian SSP.
Obatinimerupakankonvulsandengansifatkejang yang
khas.Gambarankonvulsiolehstrignininiberbedadengankonvulsioleh
obat yang merangsanglangsung neuron pusat.Medulla oblongata
hanyadipengaruhistrigninpadadosis yang
menimbulkanhipereksitabilitasseluruh SSP.
Strignintidaklangsungmempengaruhi system kardiovaskular,
tetapibilaterjadikonvulsiakanterjadiperubahantekanandarahberdasar
kanefeksentralsrikninpadapusat vasomotor. Namunberdasarkan
data pengamatanmenitke 10
setelahdisuntikkanstrigninfrekuensijantungmencitmengalamipening
katan yang drastis.Hal
inibisadisebabkanolehkesalahansaatpengecekanfrekuensijantungkar
enapengecekanfrekuensijantungdilakukanoleh orang yang
berbeda.Jikadilihatpadamenitke 20 dan 30
setelahpemberianstrignin,
frekuensijantungmengalamipenurunankembalisesuaiberdasarkanlite
ratur.
KESIMPULAN