Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

EFEK OBAT ANTI DIARE

Tanggal Praktikum:

Dosen Pengampu: apt. Siti Mariam,M.Farm

Disusun oleh:

Annisa Damayanti (19011001)


Mega Utami (19011002)
Adinda Farizka Huayda (19011023)
Rusli (19011024)

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI S1 REGULER FARMASI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI
BOGOR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk
ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang
menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. World Health Organization (WHO,
2009). Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di
seluruh daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik laki –
laki maupun perempuan, tetapi penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan
angka kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita, menurut data badan
Kesehatan Dunia (WHO—World Health Organitation) Penyakit mencret atau diare
adalah penyebab nomor satu kematian balita diseluruh dunia. Yang membunuh lebih dari
1,5 juta orang pertahun (Depkes RI, 2010).
Di negara maju diperkirakan jumlah insiden 0,5-2 episode/orang/tahun, sedangkan di
negara berkembang lebih dari itu. Sebagai contoh, USA dengan penduduk sekitar 200 juta
diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya (Manatsathit
Dupont, Farthing dkk., 2002). WHO memperkirakan ada sekitar empat miliar kasus diare
akut setiap tahun dengan mortilitas 3-4 juta per tahun (Soewondo, 2002). Berdasarkan
data diatas, kasus diare bukanlah kasus yang ringan, melainkan memerlukan perhatian
yang serius. Apabila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta
episode diare pada orang dewasa per tahun (Rani, 2002)
Berdasarkan laporan surveilan terpadu 1989, jumlah kasus diare didapatkan 13,3% di
puskesmas, di rumah sakit terdapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05% pasien
rawat jalan. Berdasarkan informasi dari Tribunnews pada 20 September 2011, diperoleh
informasi bahwa berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI, jumlah pasien yang berobat ke
rumah sakit karena diare hingga September 2011 sudah mencapai 8.743 orang, sedangkan
yang berobat ke puskesmas karena diare sudah mencapai 101.327 orang.

1.2 Tujuan Praktikum


Setelah percobaan ini mahasiswa diharapkan mengetahui sejauh mana aktivitas obat
antidiare dapat menghambat diare yang disebebkan oleum ricini pada hewan percobaan.

1.3 Prinsip Percobaan


Hewan percobaan yang diinduksi dengan oleum ricini dapat menyebab kan
diare,kemudian dihambat oleh antidiare
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


Diare adalah pengeluaran kotoran (tinja) dengan frekuensi yang meningkat (tiga kali
dalam 24 jam) disertai dengan peribahan konsistensi tinja menjadi lembek atau cair,
dengan atau tanpa/lendir dalam tinja (Banister dkk., 2006). Resiko terbesar diare adalah
dehidrasi. Jika terjadi dehidrasi, seseorang dapat kehilangan lima liter air setiap hari
beserta elektrolit utama, yaitu natrium dan kalium yang berada di dalamnya. Keduanya
sangat penting untuk proses fisiologis normal. Kehilangan dua elektrolit utama ini dapat
menyebabkan bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan irama jantung maupun
pendarahan otak. Kondisi dehidrasi lebih berat pada balita dan anak daripada orang
dewasa. Umumnya diare menyerang balita dan anak-anak. Namun tidak jarang orang
dewasa juga bisa terjangkit diare. Jenis penyakit diare bergantung pada jenis klinik
penyakitnya (Anne, 2011). Klinis tersebut dapat diketahui saat pertama kali mengalami
sakit perut. Ada lima jenis klinis penyakit diare, antara lain:
1. Diare akut, bercampur dengan air. Diare memiliki gejala yang datang tiba-tiba dan
berlangsung kurang dari 14 hari. Bila mengalami diare akut, penderita akan
mengalami dehidrasi dan penurunan berat badan jika tidak diberikan makan dam
minum.
2. Diare kronik. Diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari yang disebabkan
oleh virus, Bakteri dan parasit, maupun non infeksi.
3. Diare persisten. Gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari.
Dengan bahaya utama adalah kekurangan gizi. Infeksi serius tidak hanya dalam usus
tetapi menyebar hingga keluar usus
4. Diare dengan kurang gizi berat. Diare ini lebih parah dari diare yang lainnya, karena
mengakibatkan infeksi yang sifatnya sistemik atau menyeluruh yang berat, dehidrasi,
kekurangan vitamin dan mineral. Bahkan bisa mengakibatkan gagal jantung.
Loperamida diindikasikan untuk mengobati diare akut maupun kronis. Mekanisme
kerjanya, yakni dengan menghambat motilitas saluran pencernaan dan mempengaruhi
penyerapan air dan elektrolit pada usus sehingga akhirnya mampu meningkatkan
viskositas dan konsistensi feses (Tatro, 2003). Stimulasi reseptor saluran pencernaan µ-
opioid juga menurunkan sekrsi cairan di saluran pencernaan yang mengakibatkan
pengurangan diare, memiliki khasiat obsitipasi 2-3 kali lebih kuat, tetapi tanpa efek
terhadap sistem saraf pusat sehingga tidak menimbulkan sedasi seperti difenoksilat.
loperamida juga mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel
mukosa, yakni memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan
normal kembali. Dengan mekanisme kerja diatas, loperamida cocok digunakan untuk
mengontrol dan mengurangi gejala diare akut atau kronis.
BAB III
METODE KERJA

1.
2.
3.
3.1. Hewan percobaan
 Mencit putih jantan
 Jenis Swiss Webster
 Sehat
 BB 20-25 g
 Memiliki feses normal

3.2. Alat
 Bejana pengamatan mencit
 Alat suntik 1 ml dan sende oral untuk mencit
 Timbangan mencit

3.3. Bahan
 Loperamide HCl (0,06 mg/ml) dan (0,12 mg/ml)
 Oleum ricini
 Kertas saring

3.4. Cara kerja


A. Pembuatan Suspensi Obat
1) 0,1 g Na CMC dilarutkan dalam air hangat sebanyak 10 ml.
2) 1 tablet loperamide digerus sampai halus, kemudian ditambahkan Na
CMC sampai 10 ml.
3) Dilakukan pengenceran 10 kali untuk mendapatkan kadar dosis I dan
II.

B. Uji Loperamide
1) Menimbang masing-masing mencit, kemudian dikelompokkan
menjadi 2 kelompok untuk uji loperamide dosis I dan dosis II.
2) Obat yang sudah dibuat sebelumnya disuntikkan pada mencit secara
peroral.
3) Tunggu selama 30 menit.
4) Setelah itu, disuntikkan penginduksi (oleum ricini) pada mencit
sebanyak 1 ml, disuntikkan secara peroral.
5) Tunggu selama 1,5 jam.
6) Amati reaksi yang terjadi pada mencit, terjadi diare atau tidak.
3.5. Skema kerja
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Data pengamatan

Tabel 1. Pehitungan dosis loperamide HCl


Dosis Perhitungan Hasil
Dosis I (0,06 mg/ml) 0,2 mg 0,06 mg 0,3 mL
=
1 ml x ml

Dosis II (0,12 mg/ml) 0,2 mg 0,12 mg 0,6 mL


=
1 ml x ml

Tabel 2. Pengamatan pada mencit


Dosis Mencit Keterangan
I Feses normal

0,06 mg/mL II Tidak ada feses


III Tidak ada feses
IV Feses normal
V Tidak ada feses

0,12 mg/mL VI Feses normal


VII Tidak ada feses

3.2. Pembahasan

Antidiare adalah obat yang diminum pada saat terserang diare akan
menunjukkan efek menghentikan diare. Zat-zat yang menekan peristaltik sebetulnya
tidak begitu layak untuk digunakan karena pada waktu diare pergerakan usus sudah
banyak berkurang, lagi pula virus dan toksin perlu dikeluarkan secepat mungkin dari
dalam tubuh. Antidiare diberikan untuk mengurangi peristaltik, spasme usus,
menahan iritasi dan absorbsi racun dan sering terpadu dengan anti-mikroba. Pada
kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar perlu diberi subtitusi secara
parenteral (Mutschler, 1986).
Prinsip yang digunakan pada metode ini adalh kandungan utama dari oleum
ricini, yakni trigliserida dari asam risinoleat akan mengalami hidrolisis didalam usus
halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam risinoleat. Sebagai surfaktan
anionik, zat ini bekerja mengurangi absorbsi cairan bersih (neto) dan elektrolit serta
menstimulasi peristaltik usus sehingga berkasiat sebagai laksansia berdasarkan kerja
ini. Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi hewan percobaan mencit
terhadap diare yang diinduksi dengan oleum ricini tersebut (Anonim, 1991).

Anda mungkin juga menyukai