PENDAHULUAN
A. KEADAAN GEOGRAFIS
Puskesmas Antang Perumnas berdiri pada Tahun 1992 dan merupakan salah
satu dari 4 puskesmas yang ada di Kecamatan Manggala dengan wilayah meliputi
Kelurahan Manggala. Luas wilayah Puskesmas Antang Perumnas sekitar 521 Ha yang
pembagian wilayahnya terdiri dari 12 RW, 66 ORT dan memilki satu Puskesmas
Pembantu (Pustu) dan satu Poskesdes.
Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Antang Perumnas adalah :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Biringkanaya
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Persiapan Bangkala dan Kelurahan
Tamangapa
c. Sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Gowa dan Kabupaten Maros
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Antang.
1
B. Keadaan Demografis
Pada tahun 2015 jumlah penduduk Kelurahan Manggala sebanyak + 20.421 jiwa,
dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 1
Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja
Puskesmas Antang Perumnas Tahun 2015
Jenis Kelamin
Kelurahan Jumlah KK Jumlah
Laki-Laki Perempuan
Manggala 4.638 10.134 10.287 20.421
Sumber : Data Kantor Kelurahan Manggala
2
Tamat S1 / sederajat 1259 1045 2304
Tamat S2 / sederajat 401 212 613
Tamat S3 / sederajat 10 10 20
Tamat SLTB A 102 151 253
Tamat SLTB B 119 157 276
Tamat SLTBC 84 145 229
TOTAL 10.134 10.287 20.421
Sumber : Data Kantor Kelurahan Manggala
3
Jasa pengobatan alternative 5 5 10
Dosen swasta 499 550 1049
Pengusaha besar 57 55 112
Arsitektur 65 45 110
Seniman/artis 105 95 200
Karyawan perusahaan swasta 904 906 1810
Karyawan perusahaan pemerintah 805 880 1685
TOTAL 16.467
Sumber : Data Kantor Kelurahan Manggala
D. Kesehatan Lingkungan
- Sarana Air Bersih : Terdapat 116 Keluarga yang menggunakan Sumur Bor
- Jamban : Dari keseluruahan jumlah Rumah yang ada di lingkungan puskesmas,
rata- rata memiliki jamban keluarga.
- Pengolahan Limbah Rumah Tangga : Tidak semua jumlah Rumah dilakukan
pemeriksaan, dari 4740 rumah yang ada, hanya 58 rumah yang dilakukan
pemeriksaan dan keseluruhan yang diperiksa memenuhi syarat.
- Pengawasan Tempat-Tempat Umum dan TPM : Dari semua tempat-tempat umum
dan tempat pengolahan makanan yang diperiksa, didapatkan keseluruhannya
memenuhi syarat. Namun, dari jumlah keseluruhan tidak semuanya dilakukan
pemeriksaan, seperti : pada tempat umum TK – SMP hanya di lakukan
pemeriksaan pada setengah dari jumlah yang ada, begitupun pada TPM, hanya
setengah dari jumlah pedagang kaki lima dan pedagang keliling yang dilakukan
pemeriksaan.
4
E. Perilaku Masyarakat
- Sebagian masyarakat masih ada sekitar 37,24 % yang tidak menerapkan
perilaku hidup bersih dan sehat
- Dari jumlah tersebut, yang paling besar adalah Merokok, dimana terdapat
66, 13% yang masih merokok
- Untuk konsumsi sayur dan buah keseluruahan masyarakat sudah
melakukan, begitupun dengan kebiasaan cuci tangan.
5
Pelayanan Homecare Pojok Ramah Anak Gedung Rawat Inap
Toilet
Konsultasi Sanitasi
Ambulance/Puskel
6
darurat,pelayanan persalilnan, Pelayanan laboratorium,Pelayanan kefarmasian,
Konseling Gizi, Konseling sanitasi, Konseling HIV/AIDS
IV. Jaringan Pelayanan Puskesmas dan Jejaring Pelayanan Kesehatan meliputu :
Pusekesmas pembantu, Puskesmas Keliling, Badan Kelurahan Siaga, Poss
Kesehatan Kelurahan.
I. Jenis-Jenis Pelayanan yang tersedia di Puskesmas :
a. Upaya Kesehatan Masyarakat
1. Pelayanan Promosi Kesehatan
2. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
4. Pelayanan Gizi Masyarakat
5. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
6. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
7. Pelayanan Lansia
8. Pelayanan Upaya Kesehatan Sekolah
9. Pelayanan Kesehatan Jiwa
10. Pelayanan Kesehatan Olahraga
11. Pelayanan Kesehatan Kerja
12. Pelayanan Kesehatan Indera
7
c. Upaya Kesehatan di Jaringan Pelayanan Puskesmas
1. Pelayanan Puskesmas Pembantu
2. Pelayanan Puskesmas Keliling
3. Pelayanan Poskeskel (Pos Kesehatan Kelurahan)
d. Pelayanan Administratif
1. Surat Keterangan Sakit
2. Surat Keterangan Berbadan Sehat
3. Surat Keterangan Lahir
4. Surat Rujukan
5. Surat Visum
6. Legalisir berkas
8
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Nn. J
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 20 tahun
Alamat : Jl. Arsitektur Blok D No.86
Masuk RS : 13 juni 2016
Pulang : 17 juni 2016
Anamnesis dilakukan tanggal 13 juni 2016, pukul 11.00, secara auto dan
alloanamnesis
9
Keadaan Lingkungan Rumah dan Sekitar Rumah Serta Gaya Hidup
Sekeluarga selalu makan bersama dirumah, pasien jarang makan diluar, sekeluarga
selalu minum air galon isi ulang, sanitasi air yang kurang baik. Depan rumah pasien
terdapat kandang ayam yang kurang terawat dan selokan yang airnya tidak mengalir.
B. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Tampak Lemas
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 90/80 mmHg
Nadi : 112 x/menit, regular, isi cukup
RR : 22 x / menit
Suhu : 36,5 °C
Pemeriksaan status generalis :
Kepala : tidak tampak kelainan
Mata : mata cekung (+), konjungtiva anemis (-),sclera ikterik (-)
THT : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, lidah tampak kotor,
tremor (+)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : bentuk normal.
Paru :
Inspeksi : dalam keadaan statis simetris, dalam keadaan dinamis tidak
ada ketinggalan gerak.
Palpasi : stem fremitus paru kanan sama dengan paru kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru, batas paru normal
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-)
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1,S2 tunggal, regular, gallop(-), murmur (-)
Abdomen : bentuk datar, nyeri tekan epigastrium (+), turgor baik (<3
detik), bising usus normal tidak meningkat
Inspeksi : datar
10
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba, turgor
baik
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal (3x/menit)
Ekstremitas : akral hangat, petekie (-), CR <2 detik
C. Daftar masalah
- Demam 1 minggu, terutama sore hari kadang disertai menggigil
- Mual, muntah, pusing
- Nafsu makan berkurang
- Lidah tampak kotor
- Nyeri tekan epigastrium
D. Diagnosis
Diagnosis : Susp. Demam Tifoid
Diagnosis banding : Malaria
G. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
11
Follow Up
Tanggal 14 Juni 2016
S : demam (+), mual(+), muntah (-), pusing (+), Nyeri Kepala(+), Menggigil (+), Nafsu
makan turun
O : ku : Tampak sakit sedang
TD: 100/60 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 16 x/menit, Suhu : 35,5°C, konjungtiva
anemis (-), lidah kotor (+), nyeri tekan epigastrium (+), akral hangat
A : Demam tifoid
P:
- Diet lunak
- Infus RL 20 tetes / menit
- Thiamfenikol 4 x 500 mg
- PCT 3 x 1
- Ranitidin 2 x 1
- Domperidon 2 x 1
13
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang kami
mendiagnosis pasien sebagai demam tifoid. Masalah yang terjadi pada kasus ini adalah
terdapat beberapa orang di dalam rumah yang mengalami keluhan serupa. Awalnya
adik sepupu pasien yang mengalami keluhan serupa, lalu kelima sepupunya juga terkena,
dan pasien yang terakhir mengalami keluhan. Semua pasien berada dalam satu rumah
yang sama. Di depan rumah pasien yang memiliki kandang ayam juga mengalami
keluhan yang sama.
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor
utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat
yang diperkenalkan oleh Hendrik. L. Blum mencakup 4 faktor, yaitu faktor
genetic/biologis (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, factor
lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis,
cakupan, dan kualitasnya).
Berdasarkan penelusuran kasus diatas, jika dilihat dari segi konsep kesehatan
masyarakat, maka ada beberapa faktor yang menjadi faktor resiko penyakit tifoid, yaitu :
1. Perilaku (gaya hidup)
a. Penyebaran Melalui Makanan dan Minuman
Penyebaran salmonella typhi yang paling berperan yaitu sesudah proses
pengolahan makanan ataupun minuman. Makanan bisa menjadi tempat sumber
terdapatnya salmonella typhi, namun kebanyakan sallmonela typhi akan mati
setelah proses pemasakan makanan akibat suhu tinggi, sehingga perilaku atau
pola cara makan, tempat penyimpanan makanan dan cara makan, sangat
bereperan penting dalam penyebaran salmonella typhi.
b. Kebiasaan Mencuci Tangan
Pasien beserta keluarganya kurang tau cara cuci tangan yang baik dan benar serta
kurang menekankan kebiasaan makan yang mesti harus cuci tangan.
c. Tempat Penampungan Air
Penampungan air yang kurang baik karena air yang disimpan dibiarkan terbuka
serta jarang dibersihkan dan dekat dengan tempat sampah dapur, air minum
yang kurang higienis karena tempat galon yang jarang dibersihkan.
14
d. Penyebaran melalui Peralatan Makan
Tempat penyimpanan piring dan gelas yang terbuka bisa juga menjadi media
salmonella thypi.
e. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan pasien dan keluarga pasien cukup baik serta ekonomi
sekeluarga cukup memadai sehingga untuk masalah ekonomi dan tidak
pendidikan tidak bereperan dalam penularan salmonella typhi.
2. Faktor Lingkungan
a. Keadaan Rumah
Rumah pasien terdiri dari 2 lantai di mana dilantai bawah terdapat 2 kamar dan 2
kamar mandi, terdapat dapur serta ruang tamu. Di lantai atas terdiri atas 2 kamar
dan satu kamar mandi. Di dalam rumah terdapat 11 orang yang tinggal bersama.
b. Keadaan Lingkungan Sekitar
Dalam kasus ini, faktor lingkungan yang mendukung terjadinya demam tifoid
adalah terdapat kandang ayam yang tidak bersih di depan rumah pasien, selokan
yang tergenang yang menjadi media yang baik untuk perkembangan salmonella
typhi yang merupakan penyebab terjadinya demam tifoid.
17
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit sistemik akut yang ditandai demam akut akibat infeksi Salmonella sp
(lebih dari 500 sp). Spesies yang sering dikenal di klinik adalah Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A, B, C
B. Epidemiologi
Demam tifoid masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat
dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan
sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah.
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat
luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat
sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus
kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai
penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang
sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di
Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000
penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita
yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
C. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif,
berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O
(somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam
serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen
tersebut.
18
D. Manifestasi klinis
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 7-14 hari, namun ini juga
bergantung dosis infeksi (3-30 hari). Gejala-gejala klinis yang timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran
penyakit yang khas disertai komplikasi.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala
serupa infeksi akut pada umumnya yaitu
Demam sekitar interminten/remiten
Lidah kotor, mulut kering, mual muntah
Gambaran gejala saluran nafas atas
Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah
Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan splenomegali/
hepatomegali
Raseola mungkin ditemukan
19
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa
Demam kontinyu
Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8
kali permenit)
Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung
Hepatomegali dan splenomegali,
Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) dan
kehilangan nafsu makan
Nyeri, distensi perut, meteorismus
E. Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Namun diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil kultur
darah. Hasil kultur darah menunjukkan 40-60% positif pada pasien di awal penyakit
dan kultur feses dan urin akan positif setelah minggu pertama infeksi. Hasil kultur
feses kadang-kadang juga positif pada masa inkubasi. Pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid tidak terlalu spesifik.
Pada pemeriksan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, namun dapat
pula terjadi leukositosis atau kadar leukosit normal. Pemeriksaan widal juga
dilakukan dalam membantu penegakan diagnosis demam tifoid. Uji widal dilakukan
dengan mengukur antibodi terhadap antigen O dan H dari Salmonella Typhi, namun
tes ini kurang spesifik dan sensitive. Karena bnyak hasil tes false-negative dan false-
positif terjadi.
F. Penatalaksanaan
Penegakan diagnosis awal demam tifoid dan penatalaksanaan yang tepat
merupakan hal yang penting. Sebagian besar anak-anak dengan tifoid dapat dirawat
20
dirumah dengan antibiotic oral dan dilakukan follow-up utnuk mengikuti
perkembangan penyakit dan melihat apakah ada komplikasi atu kegagalan terapi.
Pasien dengan muntah yang persisten, diare berta dan distensi abdomen memerlukan
perawatan di rumah sakit dan terapi antibiotic parenteral.
Secara umum terdapat tiga prinsip penatalaksanaan demam tifoid. Istirahat
yang adekuat, hydrasi dan pengobatan penting untuk mengoreksi ketidakseimbangan
cairan-elektrolit. Terapi antipiretik (aceminophen 120-750 mg stiap 4-6 jam PO)
harus diberikan jika diperlukan. Makanan yang lunak, harus dilanjutkan pada pasien
distensi abdomen atau ileus. Terapi antibiotic penting untuk meminimalisir
komplikasi. Pengggunaan chloramphenicol atau amoxicillin diketahhui mempunyai
angka kekambuhan masing-masing 5-15% dan 4-14%. Penggunaan antibiotik untuk
demam tifoid pada anak juga dipengaruhi oleh prevalensi dari resistensi antimikroba.
Berikut adalah antibiotik yang biasa digunakan pada demam tifoid. Sebagai
tambahan untuk antibiotik, terapi suportif juga penting dan pemeliharaan
keseimbangan cairan dan elektrolit juga harus diperhatikan.
Pemberian terapi tambahan dengan dexametason(3mg/kgBB dosis awal,
diikuti 1 mg/kg setiap 6 jam selama 48 jam) telah diekomendasikan pada pasien
dengan syok, penurunan kesadaran, stupor atau koma, hal ini harus dilakukan dengan
pengawasan .
G. Komplikasi
Komplikasi pada demam tifoid dibagi menjadi komplikasi intestinal dan
ekstraintestinal.
- Intestinal : peritonitis, perdarahan intestinal dan perforasi
- Ekstraintestinal : ensefalitis, pneumonia, meningitis, osteomielitis, hepatitis.
H. Pencegahan
- Higiene peorangan dan lingkungan
Demam tifoid ditularkan melalui rute fekal-oral, maka pencagahan utama
memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higiene perorangan dan
lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih, dan
penanganan pembuangan limbah feses.
21
- Imunisasi
Imunisasi aktif terutama diberikan bila terjadi kontak dengan pasien demam tifoid,
terjadi kejadian luar biasa dan untuk turis yang bepergian ke daerah endemik.
o Vaksin polisakarida (capsular Vi polysacharide), pada usia 2 tahun atau lebih
diberikan secara intramuscular dan diulang setiap 3 tahun.
o Vaksin tifoid oral , diberikan pada usia >6 tahun dengan interval selang sehari
(hari 1,3 dan 5), ulangan setiap 3-5 tahun. Vaksin ini belum beredar di
Indonesia, terutama direkomendasikan untuk turis yang bepergian ke daerah
endemik.
I. Prognosis
Prognosis terhadap pasien demam tifoid bergantung kepada kecepatan
penegakan diagnosis dan ketepatan terapi antibiotik. Faktor lain yang mempengaruhi
meliputi umur pasien, status kesehatan dan nutrisi, serotype Salmonella dan
munculnya komplikasi. Meskipun terapi yang didapat tepat, 2-4% anak yang
terinfeksi dapat kambuuh setelah respon awal terapi. Individu yang mengekskresikan
S.typhi ≥3bulan setelah infeksi dianggap sebagai karier kronik. Bagaimanapun resiko
untuk menjadi karier rendah pada anak-anak dan meningkat dengan bertambahnya
umur, namun secara umum < 2% dari semua anak yang terinfeksi.
22
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Penyebab terjadinya demam tifoid pada pasien ini berkaitan dengan dua determinan
kesehatan yaitu faktor lingkungan dan perilaku.
Faktor perilaku yang menyebabkan terjadinya demam tifoid pada pasien ini
kemungkinan di karenakan kebiasaan makan tanpa cuci tangan, penampungan air yang
kurang baik, serta air isi ulang yang kurang higienis.
Dalam kasus ini, faktor lingkungan yang mendukung terjadinya demam tifoid adalah
terdapat kandang ayam yang tidak bersih di depan rumah pasien, selokan yang tergenang
yang menjadi media yang baik untuk perkembangan salmonella typhi yang merupakan
penyebab terjadinya demam tifoid.
B. SARAN
1. Upaya preventif, promotif dan kuratif perlu dilakukan untuk menurunkan kejadian
demam tifoid.
2. Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan tentang bagaimana cara diagnosis dan
tatalaksana demam tifoid.
3. Menjalin kerjasama antara keluarga, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan dalam
tatalaksana dan pencegahan demam tifoid, terutama terkait dengan faktor lingkungan
4. Kordinasi antara bagian konseling dengan bagian pelayanan kesehatan agar lebih
ditingkatkan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan yang berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
23
DAFTAR PUSTAKA
24