Di susun oleh :
NIM : P1337420116038
1. Definisi
2. Etiologi
Blighted ovum terjadi saat awal kehamilan. Penyebab dari blighted ovum saat ini belum
diketahui secara pasti, namun diduga karena beberapa faktor. Faktor-faktor blighted
ovum (Dwi, 2013) :
1. Adanya kelainan kromosom dalam pertumbuhan sel sperma dan sel telur.
2. Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi TORCH,
kelainan imunologi, dan diabetes melitus yang tidak terkontrol.
3. Faktor usia dan paritas. Semakin tua usia istri atau suami dan semakin banyak
jumlah anak yang dimiliki juga dapat memperbesar peluang terjadinya
kehamilan kosong.
4. Kelainan genetik.
5. Kebiasaan merokok dan alkohol.
3. Patofisiologi
Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu sperma. Namun
dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas telur/sperma yang buruk atau terdapat
infeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan
tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang berisi hasil konsepsi tersebut akan
mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan bahawa sudah
terdapat hasil konsepsi didalam rahim. Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi
tersebut akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya
yang lazim dialami ibu hamil pada umumnya. Hal ini disebabkan Plasenta
menghasilkan hormone HCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini
akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan
bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon HCG
yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam
dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena tes kehamilan baik test pack
maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar hormon HCG (human chorionic
gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai hormon kehamilan (Bobak, 2011).
4. Pathways
Konsepsi
MK:
MK: Curratage
Gangguan
Intoleransi perfusi
aktivitas jaringan
MK: MK:
Ansietas Risiko
infeksi
1. Anemia
Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah membutuhkan zat besi dalam jumlah
besar untuk pembuatan butir-butir darah pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat zat
besi. Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh. Terjadinya anemia
dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi dalam hati, limpa dan
sumsum tulang.
Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb tidak akan turun dan
bila persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan kelima sampai bulan
keenam kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi
anemia, pengaruhnya terhadap hasil konsepsi salah satunya adalah kematian janin
dalam kandungan (Mochtar, 2004).
Menurut Manuaba (2003), pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat sahli, dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Normal : 11 gr%
b. Anemia ringan : 9-10 gr%
c. Anemia sedang : 7-8 gr%
d. Anemia berat : <7 gr%
2. Robekan serviks yang disebabkan oleh tenakulum.
Penanganan : Jika terjadi perdarahan, serviks yang robek dijahit kembali untuk
menghentikan perdarahan.
3. Perforasi yang disebabkan oleh sonde uterus, abortus tank, dan alat kuretnya.
Penanganan : Hentikan tindakan dan konsultasi dengan bagian bedah bila ada
indikasi untuk dilakukan laparatomi.
4. Perdarahan post kuretase yang disebabkan oleh atonia uteri
Penanganan : Profilaksis dengan pemberian uterotonika, konsultasi dengan bagian
bedah dan kuretase ulang. Profilaksis menggunakan metergin dengan dosis Oral 0,2-
0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2–4 jam
bila perdarahan hebat.
Jika terjadi atonia uteri dilakukan penanganan atonia uteri yaitu memposisikan
pasien trendelenburg, memberikan oksigen dan merangsang kontraksi uterus dengan
cara masase fundus uteri dan merangsang puting susu, memberikan oksitosin,
kompresi bimanual ekternal, kompresi bimanual internal dan kompresi aorta
abdominalis. Jika semua tindakan gagal lakukan tindakan operatif laparatomi
dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau dengan
histerektomi (Sarwono, 2009).
5. Infeksi post tindakan ditandai dengan demam dan tanda infeksi lainnya Penanganan:
Berikan profilaksis dengan pemberian uterotonika. Profilaksis menggunakan metergin
dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM
boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat. (Manuaba, 2010).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis (tanda - tanda kehamilan)
b. Pemeriksaan fisik
c. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan penunjang (USG). Diagnosis kehamilanan
embrionik bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6-7minggu. Sebab saat itu
diameter kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 milimeter sehingga bisa terlihat
lebih jelas. Dari situ juga akan tampak, adanya kantung kehamilan yang kosong dan
tidak berisi janin. Diagnosis kehamilan anembriogenik dapat ditegakkan bila pada
kantong gestasi yang berdiameter sedikitnya 30 mm, tidak dijumpai adanya struktur
mudigah dan kantong kuning telur.
Hingga saat ini belum ada cara untuk mendeteksi dini kehamilan blighted ovum.
Seorang wanita baru dapat diindikasikan mengalami blighted ovum bila telah
melakukan pemeriksaan USG transvaginal. Karena gejalanya yang tidak spesifik,
makabiasanya blighted ovum baru ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan
dimanamuncul keluhan perdarahan. Selain blighted ovum, perut yang membesar seperti
hamil,dapat disebabkan hamil anggur (mola hidatidosa), tumor rahim atau penyakit
usus.
7. Penatalaksanaan Medis
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah mengeluarkan
hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalis untuk memastikan
apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka
maka dapat diobati agar tidak terjadi kejadian berulang. Jika penyebabnya antibodi
maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan.
Penyebab blighted ovum yang dapat diobati jarang ditemukan, namun masih dapat
diupayakan jika kemungkina penyebabnya diketahui. Sebagai contoh, tingkat hormon
yang rendah mungkin jarang menyebabkan kematian dini ovum.
Dalam kasus ini, pil hormon seperti progesteron dapat bekerja. Namun efek samping
dari pemakaian hormon adalah sakit kepala dan perubahan suasana hati, dll. Jika terjadi
kematian telur di awal kehamilan secara langsung, maka pembuahan buatan mungkin
efektif dalam memproduksi kehamilan. Dalam hal ini perlu donor sperma atau ovum
untuk memiliki anak. Akan tetapi, pembuahan itu mahal dan tidak selalu bekerja dan
risiko kelahiran kembar seiringkali lebih tinggi. Pada pasien diterapi dengan pemberian
preparat misoprostol, setelah terjadi dilatasi serviks kemudian dilakukan kuretase.
2. Diagnose Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
4. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Rencana Tindakan
No TTD
Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda vital
perfusi keperawatan selama 3x24 jam, 2. Catat perubahan warna
jaringan b.d masalah keperawatan gangguan kuku, mukosa bibir, gusi
penurunan perfusi jaringan teratasi dengan dan lidah, suhu kulit
konsentrasi kriteria hasil: 3. Pantau parestesia (kebas,
hemoglobin kesemutan, hiperestesia,
1. CRT < 3 detik dan hipoestesia)
2. TTV dalam batas normal 4. Monitor saturasi oksigen
3. Saturasi oksigen 95-100% dan CRT
4. Hemoglobin dalam batas 5. Monitor hasil pemeriksaan
normal hemoglobin
6. Kolaborasi pemberian
terapi
Diagnosa Rencana Tindakan
No TTD
Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
2. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign sebelum
aktifitas b.d. keperawatan selama 3x24 jam, dan sesudah latihan dan
kelemahan masalah keperawatan lihat respon pasien saat
umum latihan
intoleransi aktifitas teratasi
2. Monitor lokasi
dengan indikator: ketidaknyamanan / nyeri
1. Klien mampu menunjukkan selama gerakan atau
kemampuan berpindah aktifitas
2. Klien menunjukkan 3. Kaji kemampuan pasien
kemampuan ambulasi : dalam aktifitas
berjalan/kursi roda 4. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADL
3. Tidak terdapat adanya tanda
secara mandiri sesuai
dan gejala gangguan kebutuhan
sirkulasi akibat aktifitas 5. Dampingi dan bantu pasien
yang terbatas saat mobilisasi dan bantu
pemenuhan kebutuhan ADL
6. Berikan alat bantu bila
pasien membutuhkan
7. Ajarkan bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan bila diperlukan
Dwi W, Dessie. 2013. Blighted Oum, Tanda Dan Gejalanya. Internet. Tersedia dalam
<www.kumpulanmakalahkesehatan.com> diakses pada 23 April 2018
Hanifa W. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga
Berencana Dan Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Mochtar R. (1998). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Ed 2. Jakarta: EGC
Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihadjo