Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN BLIGHTED OVUM

Di susun untuk memenuhi tugas praktik keperawatan maternitas

Di susun oleh :

Nama : ARIFA DEWI FITRIANI

NIM : P1337420116038

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG
2018
A. KONSEP DASAR

1. Definisi

Blighted ovum disebut juga kehamilan anembrionik merupakan suatu keadaan


kehamilan patologi dimana janin tidak terbentuk. Dalam kasus ini kantong kehamilan
tetap terbentuk. Selain janin tidak terbentuk kantong kuning telur juga tidak terbentuk.
Kehamilan ini akan terus dapat berkembang meskipun tanpa ada janin di dalamnya
(Hanifa, 2011).
Blighted ovum ini biasanya pada usia kehamilan 14-16 minggu akan terjadi abortus
spontan (Sarwono, 2009). Blighted ovum merupakan kehamilan dimana kantung gestasi
memiliki diameter katung lebih dari 20 mm akan tetapi tanpa embrio. Tidak dijumpai
pula adanya denyut jantung janin. Blighted ovum cenderung mengarah pada keguguran
yang tidak terdeteksi (Manuaba, 2010).
Blighted ovum adalah kehamilan di mana sel berkembang membentuk kantung
kehamilan, tetapi tidak ada embrio di dalamnya. Telur dibuahi dan menempel ke
dinding uterin, tetapi embrio tidak berkembang. Dalam pemeriksaan urin diperoleh
hasil positif hamil. Hasil pembuahan akan terjadi keguguran saat trimester pertama
kehamilan (Hummel, 2014).
Dapat disimpulkan Blighted Ovum (BO) merupakan kehamilan tanpa embrio. Dalam
kehamilan ini kantung ketuban dan plasenta tetap terbentuk dan berkembang, akan
tetapi tidak ada perkembangan janin di dalamnya (kosong). Kehamilan ini akan
berkembang seperti kehamilan biasa seperti uterus akan membesar meskipun tanpa ada
janin di dalamnya.

2. Etiologi

Blighted ovum terjadi saat awal kehamilan. Penyebab dari blighted ovum saat ini belum
diketahui secara pasti, namun diduga karena beberapa faktor. Faktor-faktor blighted
ovum (Dwi, 2013) :
1. Adanya kelainan kromosom dalam pertumbuhan sel sperma dan sel telur.
2. Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi TORCH,
kelainan imunologi, dan diabetes melitus yang tidak terkontrol.
3. Faktor usia dan paritas. Semakin tua usia istri atau suami dan semakin banyak
jumlah anak yang dimiliki juga dapat memperbesar peluang terjadinya
kehamilan kosong.
4. Kelainan genetik.
5. Kebiasaan merokok dan alkohol.

3. Patofisiologi
Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu sperma. Namun
dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas telur/sperma yang buruk atau terdapat
infeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan
tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang berisi hasil konsepsi tersebut akan
mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan bahawa sudah
terdapat hasil konsepsi didalam rahim. Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi
tersebut akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya
yang lazim dialami ibu hamil pada umumnya. Hal ini disebabkan Plasenta
menghasilkan hormone HCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini
akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan
bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon HCG
yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam
dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena tes kehamilan baik test pack
maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar hormon HCG (human chorionic
gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai hormon kehamilan (Bobak, 2011).
4. Pathways

Sel Telur Sel Sperma

Konsepsi

Kelainan Infeksi TORCH, Usia dan Genetik


kelainan
Kromosom paritas
imunologi, DM.

Hasil Konsepsi Tetap Tertanam

Rahim mengirim sinyal pada


indung telur dan otak

Plasenta menghasilkan hormon Kehamilan tanpa embrio


HCG

Mual & Mudah Abortus


muntah lelah Spontan

MK:
MK: Curratage
Gangguan
Intoleransi perfusi
aktivitas jaringan

MK: MK:
Ansietas Risiko
infeksi

(Sumber : Kurjak, 2006; Prawihardjo, 2011 dan Arora, 2014


5. Komplikasi

1. Anemia
Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah membutuhkan zat besi dalam jumlah
besar untuk pembuatan butir-butir darah pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat zat
besi. Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh. Terjadinya anemia
dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi dalam hati, limpa dan
sumsum tulang.
Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb tidak akan turun dan
bila persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan kelima sampai bulan
keenam kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi
anemia, pengaruhnya terhadap hasil konsepsi salah satunya adalah kematian janin
dalam kandungan (Mochtar, 2004).
Menurut Manuaba (2003), pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat sahli, dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Normal : 11 gr%
b. Anemia ringan : 9-10 gr%
c. Anemia sedang : 7-8 gr%
d. Anemia berat : <7 gr%
2. Robekan serviks yang disebabkan oleh tenakulum.
Penanganan : Jika terjadi perdarahan, serviks yang robek dijahit kembali untuk
menghentikan perdarahan.
3. Perforasi yang disebabkan oleh sonde uterus, abortus tank, dan alat kuretnya.
Penanganan : Hentikan tindakan dan konsultasi dengan bagian bedah bila ada
indikasi untuk dilakukan laparatomi.
4. Perdarahan post kuretase yang disebabkan oleh atonia uteri
Penanganan : Profilaksis dengan pemberian uterotonika, konsultasi dengan bagian
bedah dan kuretase ulang. Profilaksis menggunakan metergin dengan dosis Oral 0,2-
0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2–4 jam
bila perdarahan hebat.
Jika terjadi atonia uteri dilakukan penanganan atonia uteri yaitu memposisikan
pasien trendelenburg, memberikan oksigen dan merangsang kontraksi uterus dengan
cara masase fundus uteri dan merangsang puting susu, memberikan oksitosin,
kompresi bimanual ekternal, kompresi bimanual internal dan kompresi aorta
abdominalis. Jika semua tindakan gagal lakukan tindakan operatif laparatomi
dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau dengan
histerektomi (Sarwono, 2009).
5. Infeksi post tindakan ditandai dengan demam dan tanda infeksi lainnya Penanganan:
Berikan profilaksis dengan pemberian uterotonika. Profilaksis menggunakan metergin
dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM
boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat. (Manuaba, 2010).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis (tanda - tanda kehamilan)
b. Pemeriksaan fisik
c. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan penunjang (USG). Diagnosis kehamilanan
embrionik bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6-7minggu. Sebab saat itu
diameter kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 milimeter sehingga bisa terlihat
lebih jelas. Dari situ juga akan tampak, adanya kantung kehamilan yang kosong dan
tidak berisi janin. Diagnosis kehamilan anembriogenik dapat ditegakkan bila pada
kantong gestasi yang berdiameter sedikitnya 30 mm, tidak dijumpai adanya struktur
mudigah dan kantong kuning telur.
Hingga saat ini belum ada cara untuk mendeteksi dini kehamilan blighted ovum.
Seorang wanita baru dapat diindikasikan mengalami blighted ovum bila telah
melakukan pemeriksaan USG transvaginal. Karena gejalanya yang tidak spesifik,
makabiasanya blighted ovum baru ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan
dimanamuncul keluhan perdarahan. Selain blighted ovum, perut yang membesar seperti
hamil,dapat disebabkan hamil anggur (mola hidatidosa), tumor rahim atau penyakit
usus.

7. Penatalaksanaan Medis
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah mengeluarkan
hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalis untuk memastikan
apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka
maka dapat diobati agar tidak terjadi kejadian berulang. Jika penyebabnya antibodi
maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan.
Penyebab blighted ovum yang dapat diobati jarang ditemukan, namun masih dapat
diupayakan jika kemungkina penyebabnya diketahui. Sebagai contoh, tingkat hormon
yang rendah mungkin jarang menyebabkan kematian dini ovum.
Dalam kasus ini, pil hormon seperti progesteron dapat bekerja. Namun efek samping
dari pemakaian hormon adalah sakit kepala dan perubahan suasana hati, dll. Jika terjadi
kematian telur di awal kehamilan secara langsung, maka pembuahan buatan mungkin
efektif dalam memproduksi kehamilan. Dalam hal ini perlu donor sperma atau ovum
untuk memiliki anak. Akan tetapi, pembuahan itu mahal dan tidak selalu bekerja dan
risiko kelahiran kembar seiringkali lebih tinggi. Pada pasien diterapi dengan pemberian
preparat misoprostol, setelah terjadi dilatasi serviks kemudian dilakukan kuretase.

Penatalaksanaan post kuretase :


a) Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri pasca tindakan jika diperlukan.
b) Anjurkan untuk mobilisasi bertujuan untuk mengurangi nyeri.
c) Memberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pasca tindakan, dapat
dilakukan menggunakan dua kombinasi antibiotik. Pemberian metronidazole
berfungsi untuk mencegah infeksi bakteri gram negatif dan anaerob. Pemberian
metronidazole dapat diberikan bersama amoksisilin yang merupakan antibiotik
spektrum luas untuk mencegah infeksi pasca tindakan.
d) Melakukan observasi meliputi jumlah perdarahan pervaginam untuk mengetahui
terjadinya perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA BLIGHTED OVUM
1. Pengkajian Fokus
a. Pengkajian
 Identitas klien meliputi : nama, umur, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, status
perkawinan
 Data umum kesehatan meliputi: tinggi badab, berat badan, masalah kesehatan khusus,
obat-obatan.
 Perdarahan, haid terakhir dan pola siklus haid
b. Pemeriksaan fisik umum
Keadaan umum, TTV, jika keadaan umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera.
c. Pemeriksaan genikologi
Ada tidaknya tanda akut abdomen jika memungkinkan, cari sumber perdarahan, apakan dari
dinding vagina atau dari jaringan servik.
d. Jika diperlukan ambil darah untuk pemeriksaan penunjang
e. Pemeriksaan vaginal touche: bimanual tentukan besat dan letak uterus, tantukan juga
apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan kedalam ostium dengan mudah atau tidak.

2. Diagnose Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
4. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase

3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Rencana Tindakan
No TTD
Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda vital
perfusi keperawatan selama 3x24 jam, 2. Catat perubahan warna
jaringan b.d masalah keperawatan gangguan kuku, mukosa bibir, gusi
penurunan perfusi jaringan teratasi dengan dan lidah, suhu kulit
konsentrasi kriteria hasil: 3. Pantau parestesia (kebas,
hemoglobin kesemutan, hiperestesia,
1. CRT < 3 detik dan hipoestesia)
2. TTV dalam batas normal 4. Monitor saturasi oksigen
3. Saturasi oksigen 95-100% dan CRT
4. Hemoglobin dalam batas 5. Monitor hasil pemeriksaan
normal hemoglobin
6. Kolaborasi pemberian
terapi
Diagnosa Rencana Tindakan
No TTD
Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
2. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign sebelum
aktifitas b.d. keperawatan selama 3x24 jam, dan sesudah latihan dan
kelemahan masalah keperawatan lihat respon pasien saat
umum latihan
intoleransi aktifitas teratasi
2. Monitor lokasi
dengan indikator: ketidaknyamanan / nyeri
1. Klien mampu menunjukkan selama gerakan atau
kemampuan berpindah aktifitas
2. Klien menunjukkan 3. Kaji kemampuan pasien
kemampuan ambulasi : dalam aktifitas
berjalan/kursi roda 4. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADL
3. Tidak terdapat adanya tanda
secara mandiri sesuai
dan gejala gangguan kebutuhan
sirkulasi akibat aktifitas 5. Dampingi dan bantu pasien
yang terbatas saat mobilisasi dan bantu
pemenuhan kebutuhan ADL
6. Berikan alat bantu bila
pasien membutuhkan
7. Ajarkan bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan bila diperlukan

Diagnosa Rencana Tindakan


No TTD
Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
3. Ansietas b.d. Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang
perubahan menyenangkan
keperawatan selama 2x24 jam,
status 2. Pahami perspektif pasien
kesehatan masalah keperawatan cemas terhadap stress
3. Temani pasien untuk
teratasi dengan indikator:
memberikan kemanan
1. Klien menunjukkan 4. Berikan informasi adekuat
mengenai diagnosis,
kecemasan berkurang
tindakan dan prognosis
Secara verbal 5. Dorong keluarga untuk
menemani pasien
2. Klien mengatakan cemas
6. Bantu pasien mengenali
dapat teratasi pada level situasi yang menimbulkan
kecemasan
yang dapat ditangani oleh
7. Instruksikan pasien
pasien sendiri menggunakan teknik
relaksasi
Diagnosa Rencana Tindakan
No TTD
Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
4. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Bersihkan lingkungan atau
b.d prosedur alat-alat setelah dipakai
keperawatan selama 3x24 jam,
pembedahan oleh pasien
(kuretase) masalah keperawatan risiko 4. Instruksikan pengunjung
untuk mencuci tangan
infeksi teratasi dengan
sebelum dan sesudah
indikator: menengok pasien
2. Cuci tangan sebelum dan
1. Tidak didapatkan tanda
sesudah tindakan
terjadinya infeksi keperawatan
5. Gunakan universal
2. Tidak didapatkan fatigue
precaution / APD selama
kronis kontak dengan kulit yang
luka
3. Temperatur badan sesuai
6. Tingkatkan intake nutrisi
yang diharapkan dengan dan cairan
7. Observasi dan laporkan
interval 36,5⁰C – 37,5⁰C
tanda dan gejala infeksi
seperti kemerahan, panas,
dan nyeri
8. Kaji temperatur tiap 4 jam
9. Pastikan teknik perawatan
luka yang tepat
10. Anjurkan pasien istirahat
adekuat
11. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Bobak (2011). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC

Doenges M. E. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC.

Dwi W, Dessie. 2013. Blighted Oum, Tanda Dan Gejalanya. Internet. Tersedia dalam
<www.kumpulanmakalahkesehatan.com> diakses pada 23 April 2018

Hanifa W. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga
Berencana Dan Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Mochtar R. (1998). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Ed 2. Jakarta: EGC

Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihadjo

Anda mungkin juga menyukai