Anda di halaman 1dari 66

1.

Konsep Dasar Persalinan


Pengertian Persalinan
Persalinan adalah pengeluaran buah kehamilan dari uterus dan vagina. Terjadi
karena kontraksi uterus, pendataran dan pembukaan servik selanjutnya fetus, placenta,
selaput terdorong keluar melewati jalan lahir.
Pengertian persalianan menurut beberapa para ahli:
a. Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)
yang telah cukup bulan dan dapat hidup di luar uterus melalui vagina secara
spontan (Manuaba, 1998; Wiknjosastro dkk, 2005).
b. Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara
spontan,beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikianselama
proses persalinan,bayi lahir secara spontan dalam presentasi belakang kepala
pada usia kehamilan 37-42 minggu lengkap dan setelah persalinan ibumaupun
bayi berada dalam kondisi sehat.
c. Pada akhir kehamilan, uterus secara progresif lebih peka sampai akhirnya
timbul kontraksi kuat secara ritmis sehingga bayi dilahirkan (Guyton & Hall,
2002).
d. Persalinan normal adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu pada usia kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) tanpa
diserai adanya penyulit. (APN, 2008)
e. Persalinan adalah suatu proses dimana seorang wanita melahirkan bayi yang
diawali dengan kontraksi uterus yang teratur dan memuncak pada saat
pengeluaran bayi sampai dengan pengeluaran plasenta dan selaputnya dimana
proses persalinan ini akan berlangsung selama 12 sampai 14 jam (Mayles,
1996).
f. Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus ke dunia luar. (Prawirohardjo, 2002)
g. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada
ibu maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2002)
2. Teori Persalinan
a. Teori estrogen-progesteron
Pada 1-2 minggu sebelum persalinan dimulai, terjadi penurunan kadar hormon
estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim
dan penurunan progesteron akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah sehingga
timbul his bila kadar progesteron turun. Teori ini mengajukan bahwa rasio estrogen –
progesteron penting dalam mempertahankan kehamilan dan memulai proses
persalinan. Kadar kedua hormon tersebut mengatur perubahan konsentrasi reseptor
oksitosin dalam uterus. Dalam penelitian pada hewan, penurunan sirkulasi progesteron
terbukti memfasilitasi konstraksi uterus dengan meningkatkan pembentukan celah
pertautan dan meningkatkan pembentukan prostaglandin E2 (PGE2); estrogen
meningkatkan pembentukan celah pertautan dan meningkatkan sistesis lokal PGE2.
Selama beberapa tahun, diyakini bahwa awitan persalinan dihasilkan dari penurunan
progesteron pada saat estrogen relatif mendominasi namun, bukti penting tidak
menunjukkan bahwa penurunan progesteron terjadi saat persalinan dimulai (Reeder,
Martin and Griffin, 2011).
b. Teori oksitosin
Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron menyebabkan oksitosin
yang dikeluarkan oleh hipofise part posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam
bentuk Braxton Hicks. Teori oksitosin menyatakan bahwa oksitosin menstimulasi
kontraksi uterus dengan bekerja secara langsung pada miometrium dan secara tidak
langsung meningkatkan produksi prostaglandin di dalam desidua. Uterus menjadi
semakin sensitif terhadap oksitosin seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Hasil
penelitian tidak memberikan dukungan yang konsisten terhadap teori ini. Meskipun
beberapa studi menghubungkan peningkatan kadar oksitosin dengan awitan
persalinan, studi lain tidak mengindikasikan bahwa kadar hormon ini meningkat
sebelum atau selama kala satu persalinan. Konsentrasi tertinggi dalam aktivitas
oksitosin di dalam darah telah ditemukan pada kala dua persalinan. Oleh karena
manusia dan mamalia lain mengalami proses persalinan secara normal meskipun
hipofisis, yang menyekresi oksitosin telah diangkat atau mengalami kerusakan,
tampaknya tidak mungkin bahwa hormon oksitosin ini secara tunggal memulai proses
persalinan (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
c. Teori control endokrin fetus
Teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anenchepalus, sering terjadi
kelambatan pesalinan karena tidak terbentuk hipotalamus glandula supra renal
merupakan pemicu terjadinya persalinan. Teori kontrol endokrin fetus mengajukan
bahwa pada waktu maturitas janin yang tepat, kelenjar adrenal janin menyekresi
kortikosteroid yang memicu mekanisme persalinan. Steroid janin menstimulasi
pelepasan prekursor ke prostaglandin, yang pada akhirnya menghasilkan kontraksi
persalinan pada uterus. Sesaat sebelum persalinan, sensitivitas kelenjar adrenal janin
terhadap hormon adrenokortikotropik, yang dihasilkan oleh hipofisis, mengalami
peningkatan, menyebabkan peningkatan produksi kortisol. Pelepasan kortikosteroid
selama periode stres telah diajukan sebagai sebuah penyebab persalinan prematur. Ini
dapat terjadi jika janin dalam kondisi membahayakan, seperti preeklamasia atau
overdistensi uterus akibat kehamilan mutipel atau hidramnion (Reeder, Martin and
Griffin, 2011).
d. Teori prostaglandin
Prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan desidua dari minggu
ke-15 hingga aterm, dan kadarnya meningkat hingga ke waktu partus (Wiknjosastro
dkk, 2005). Diperkirakan terjadinya penurunan progesteron dapat memicu interleukin-
1 untuk dapat melakukan “hidrolisis gliserofosfolipid”, sehingga terjadi pelepasan dari
asam arakidonat menjadi prostaglandin, PGE2 dan PGF2 alfa. Terbukti pula bahwa
saat mulainya persalinan, terdapat penimbunan dalam jumlah besar asam arakidonat
dan prostaglandin dalam cairan amnion. Di samping itu, terjadi pembentukan
prostasiklin dalam miometrium, desidua, dan korion leave. Prostagladin dapat
melunakan serviks dan merangsang kontraksi, bila di berikan dalam bentuk infus, per
os, atau secara intravaginal (Manuaba, 1998).
Hipotesis teori prostaglandin menyatakan bahwa persalinan manusia dimulai
oleh serangkaian kejadian, termasuk pelepasan prekursor lipid, yang kemungkinan
dipicu oleh kerja steroid, pelepasan asam arakidonat dari prekursor ini, mungkin pada
sisi membran janin peningkatan sintesis prostaglandin dari asam arakidonat dan
peningkatan kontraksi uterus sebagai akibat dari kerja prostaglandin pada otot uterus.
Studi tentang mekanisme sintesis prostaglandin telah menunjukkan bahwa asam
arakidonat, prekursor wajib pada prostaglandin, meningkat secara nyata dalam
perbandingan dengan asam lemak lain di cairan amnion wanita dalam proses
persalinan. Prostaglandin efektif dalam menginduksi kontraksi uteri pada setiap tahap
kehamilan. Prostaglandin dihasilkan oleh desidua uteri, tali pusat dan amnion.
Penemuan penelitian bervariasi mengenai apakah konsentrasi prostaglandin meningkat
dalam cairan amnion dan darah maternal sesaat sebelum awitan persalinan.
Bagaimanapun juga, kadar prostaglandin diketahui tinggi selama dan sesudah
persalinan (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
e. Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser
Tekanan pada ganglion servikalis dari Plexus Frankenhauser yang terletak di
belakang serviks uteri. Bila ganglion ini ditekan maka kontraksi uterus dapat
dibangkitkan. Teori ini berhubungan dengan teori berkurangnya nutrisi pada janin. Hal
ini dikemukakan oleh Hippocrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin
berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan. Faktor lain yang
dikemukakan adalah tekanan pada ganglion servikale dari Flexus Frankenhauser yang
terletak di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus dapat
dibangkitkan sehingga berbagai tindakan persalinan dapat dimulai (induction of labor)
misalnya:
 Merangsang pleksus Frankenhauser dengan memasukkan beberapa
gagang laminaria dalam kanalis servikalis
 Pemecahan ketuban
 Penyuntikan oksitosin (sebaiknya dengan jalan infus intravena),
pemakaian prostaglandin dan sebagainya.
f. Teori Janin
Terdapat hubungan hipofisis dan kelenjar suprarenal yang menghasilkan sinyal
kemudian diarahkan kepada maternal sebagai tanda bahwa janin telah siap lahir.
Namun mekanisme ini belum diketahui secara pasti. (Manuaba, 1998).
g. Teori Berkurangnya Nutrisi
Teori berkurangnya nutrisi pada janin diungkapkan oleh Hippocrates untuk
pertama kalinya (Wiknjosastro dkk, 2005). Hasil konsepsi akan segera dikeluarkan
bila nutrisi telah berkurang (Asrinah dkk, 2010).
h. Teori Plasenta Menjadi Tua
Plasenta yang semakin tua seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akan
menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron sehingga timbul kontraksi
rahim (Asrinah dkk, 2010).
3. Pendataran Servix
Pendataran serviks adalah pemendekan dari canalis cervicalis, yang semula
berupa sebuah saluran yang panjangnya 1-2 cm, menjadi suatu lubang saja dengan
pinggir yang tipis. Bagi pemeriksa, pendataran terutama terlihat pada portio yang
makin pendek dan akhirnya rata dengan majunya persalinan.
Pendataran dari serviks ini terjadi dari atas ke bawah, mula-mula bagian
serviks di daerah ostium internum ditarik ke atas dan menjadi lanjutan dari segmen
bawah rahim, sedangkan ostium externum sementara tidak berubah.
Sebetulnya pendataran serviks sudah mulai dalam kehamilan dan serviks
yang pendek (lebih dari setengahnya telah merata) merupakan tanda dari serviks yang
matang.
4. Pembukaan Servix
Pembukaan serviks ialah pembesaran dari ostium externum yang tadinya
berupa suatu lubang dengan diameter beberapa milliliter menjadi lubang yang dapat
dilalui bayi, kira-kia 10 cm diameternya.
Kalau pembukaan telah mencapai ukuran 10 cm, maka dikatakan
“pembukaan lengkap”
Pada pembukaan lengkap tidak teraba lagi bibir portio, segmen bawah rahim,
cervix dan vagina telah merupakan satu saluran. Faktor-faktor yang menyebabkan
pembukaan serviks ialah :
a. Otot-otot serviks menarik pada pinggir ostium dan membesarkanya.
b. Waktu berkontraksi segmen bawah rahim dan serviks diregang oleh isi rahim
terutama oleh air ketuban dan ini menyebabkan tarikan pada serviks.
c. Waktu kontraksi, bagian dari selaput yang terdapat di atas canalis cervicalis
ialah yang disebut ketuban, menonjol ke dalam canalis cervicalis, dan
membukanya.Kontraksi menyebabkan gelembung ketuban, sehingga
mendilatasi cervix (bila tidak ada ketuban diganti oleh kepala)
5. Tahap Persalinan
a. Kala I Persalinan
Tahap dilatasi, dimulai dengan awitan kontraksi persalinan yang teratur dan
diakhiri dengan dilatasi serviks secara lengkap. Tahap ini dapat dibagi kedalam tiga
fase yaitu fase laten, fase aktif dan fase transisi (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
Dalam studi klasik tentang durasi persalinan, Friedman (1978) dalam Reeder, Martin
and Griffin (2011), mengulas waktu yang dihabiskan dalam kala satu dan dua
persalinan pada sebuah kelompok yang terdidi atas 500 wanita yang berada dalam
kondisi normal dengan hasil yang baik. Rata – rata durasi persalinan pertama
primigravida adalah sekitar 14 jamSelama kala I persalinan, dilatasi lengkap pada
serviks (10 cm) secara perlahan diperoleh. Kemudian dilatasi serviks lebih cepat pada
multipara dibandingkan primipara. Kala I persalinan dibagi ke dalam fase laten
(persalinan prodromal), fase aktif, dan fase transisi. Fase laten, diawali dengan
kontraksi uterus, berlangsung selama beberapa jam dan mencapai pelunakan,
penipisan, dan sedikit dilatasi (3 – 4 cm) serviks. Dengan dimulainya fase aktif,
intensitas dan lama kontraksi uterus meningkat dan kontraksi terjadi lebih sering
(setiap 3 – 5 menit). Fase ini berakhir ketika dilatasi serviks mencapai sekitar 7 cm.
Fase transisi dimulai ketika serviks mengalami dilatasi lengkap (8 – 10 cm) dan
dicirika dengan kontraksi uterus yang intens yang terjadi setiap 2 – 3 menit (Reeder,
Martin and Griffin, 2011).
Ketika dilatasi serviks 5 cm, ibu telah memasuki setengah waktu persalinan,
meskipun 10 cm mewakili dilatasi penuh. Pada saat itu, rata – rata lebih dari 2/3 proses
persalinan telah dilalui (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
Periode aktif dimulai dengan fase akselerasi, berlanjut ke fase lengkung maksimal
(fase of maximum slope), dan berakhir dengan fase deselerasi. Pada fase aktif
persalinan, serviks wanita nullipara seharusnya berdilatasi sekurang – kurangnya 1,2
cm/jam dan serviks wanita multipara seharusnya berdilatasi sekurang – kurangnya
1,5cm/jam (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
Dua hal penting terjadi dalam serviks selama kala I persalinan adalah penipisan dan
dilatasi.
 Penipisan Serviks
Penipisan serviks adalah penipisan dan pemendekan saluran serviks dari
strukturnya sepanjang 2 – 3 cm dan tebal sekitar 1 cm sampai menjadi struktur yang
sama sekali tidak memiliki saluran, kecuali sebuah lubang melingkar dengan tepi
hampir setipis kertas. Tepi lubang serviks internal tertarik beberapa sentimeter ke atas,
sehingga bentuk saluran endoserviks menjadi bagian dari segmen bawah uterus. Pada
primigravida, penipisan sering kali lengkap sebelum dilatasi dimulai, tetapi pada
multipara penipisan jarang lengkap, dilatasi berlangsung dengan tepi serviks yang
agak tebal (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
Istilah obliterasi dan taking up pada serviks memiliki persamaan dengan
penipisan. Penipisan serviks diukur selama pemeriksaan panggul dengan
memperkirakan persentase pemendekan saluran serviks. Misalnya, pada serviks yang
memiliki panjang 2 cm sebelum persalinan, menunjukkan telah terjadi 50% penipisan
saat panjang serviks menjadi 1 cm (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
 Dilatasi Serviks
Dilatasi serviks adalah pelebaran lubang servikal dari sebuah lubang berukuran
beberapa milimeter sampai cukup besar untuk dilewati janin (yaitu diameter sekitar 10
cm). Saat serviks tidak dapat lagi teraba, dilatasi dikatakan lengkap (Reeder, Martin
and Griffin, 2011).
Serat otot disekitar serviks sangat teratur sehingga tepi – tepinya tertarik dan
membuat serviks terbuka. Penarikan serviks secara mekanis meningkatkan aktivitas
uterus (refleks Ferguson). Pelepasan oksitosin endogenus dapat menjadi perantara
pada proses ini. Kontraksi uterus menyebabkan tekanan pada kantong amnion, dan
menyusup ke dalam serviks dalam bentuk seperti kantong, menghasilkan tindakan
dilatasi. Dalam ketiadaan selaput ketuban, tekanan bagian presentasi janin pada
serviks dan segmen bawah uterus memiliki efek yang serupa, yaitu dilatasi (Reeder,
Martin and Griffin, 2011).
Pengukuran dilatasi serviks dalam sentimeter dilakukan selama pemeriksaan
panggul dengan memperkirakan diameter lubang serviks melalui pemeriksaan digital
(menggunakan jari). Karena dilatasi serviks pada kala I persalinan semata – mata
merupakan hasil konttraksi uterus secara involunter, proses tidak dapat dipercepat oleh
maternal dengan mengejan. Ibu harus dicegah agar tidak mengejan karena dapat
membuatnya lelah dan menyebabkan serviks menjadi edema (Reeder, Martin and
Griffin, 2011).
 Pengaruh Katekolamin
Selama persalinan, hormon stres yang dikenal dengan katekolamin (epinefrin
(adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin)) di produksi di otak, ujung saraf, medula
adrenal dan organ tubuh lainnya. Dalam beberapa studi klasik, peneliti
mendemostrasikan bahwa ibu di awal persalinan menghasilkan ketokolamin pada
kadar yang sama seperti saat sebelum persalinan jika mereka relatif bebas dari cemas.
Seiring dengan kemajuan persalinan, kadar ketokolamin cenderung meningkat
sebagai respon terhadap peningkatan stres, nyeri atau komplikasi intrapartum.
Produksi katekolamin normal pada wanita bersalin menguntungkan karena
mempersiapkan tubuh untuk menggerakkan dan mengeluarkan energi, namun jumlah
yang berlebihan dapat menyebabkan efek berbahaya pada persalinan dan janin. Efek
berbahaya ini mencakup penurunan efisiensi kontraksi uterus, persalinan lebih lama,
dan aliran darah menjauhi uterus dan plasenta (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
Janin juga menghasilkan peningkatan jumlah katekolamin (yang didominasi
oleh norepinefrin) sebagai respon terhadap stres pada persalinan normal dan hipoksia
sesaat yang disebabkan oleh kontraksi normal. Produksi katekolamin janin
menyebabkan lebih banyak darah menuju organ vital, meningkatkan pengambilan
oksigen, dan membantu mencegah terjadinya hipoglikemia janin. Penurunan denyut
jantung janin (DJJ) membantu penyimpanan oksigen. Hasil dari proses ini adalah janin
mampu mengumpulkan sebanyak mungkin oksigen seperti sebelum persalinan
walaupun lebih sedikit darah yang teroksigenasi selama kontraksi (Reeder, Martin and
Griffin, 2011).
Penyakit maternal pada periode pranatal atau intrapartum dapat menyebabkan
produksi katekolamin oleh janin melebihi batas fisiologis. Kondisi ini dapat
menyebabkan masalah pada bayi baru lahir, seperti distres pernapasan, stres dingin,
asidosis metabolik, dan hiperbilirubinemia (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
b. Kala II Persalinan
Tahap panggul, dimulai dengan dilatasi serviks secara lengkap dan diakhiri
dengan pelahiran atau kelahiran bayi (Reeder, Martin and Griffin, 2011). Durasi
persalinan pada kala II sekitar 13 jam kala I, 5 menit sampai 1 jam. Selama kala II
persalinan, intensitas kontraksi meningkat, berlangsung selama 50 sampai 70 detik,
dan terjadi pada interval 2 atau 3 menit. Jika ketuban belum pecah, maka pecah
ketuban sering kali terjadi pada awal kala ini, dengan semburan cairan ketuban dari
vagina. Pada kasus yang jarang, bayi baru lahir dilahirkan dalam “caul”, yaitu bagian
selaput ketuban yang membungkus kepala bayi baru lahir (Reeder, Martin and Griffin,
2011).
Saat kepala janin atau bagian presentasi janin menurun dan mencapai dasar
perineum, bagian presentasi janin menekan saraf sakralis dan saraf obturatorius
sehingga menyebabkan ibu merasakan desakan untuk mengejan, dan otot abdomen
dibuat menegang. Saat kontraksi berlangsung wanita menegang atau mengejan dengan
seluruh kekuatannya sehingga wajahnya memerah dan pembuluh besar di lehernya
mengalami distensi. Akibat pengerahan tenaga ini, ia akan berkeringat dengan sangat
banyak. Selama kala ini, wanita mengerahkan seluruh tenaganya untuk melahirkan
bayi. Terdapat tekanan yang jelas pada area perineum dan rektum, dan desakan untuk
mengejan biasanya diluar kontrol wanita. Ketika bagian presentasi fetal
mendistensikan dasar panggul, reseptor regangan memicu pelepasan oksitosin
endogen. Dengan demikian, desakan untuk mengejan lebih dipengaruhi oleh letak
janin dibandingkan dengan dilatasi serviks (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
Menjelang akhir kala II, tekanan kepala janin ke bawah pada vagina
menyebabkan anus menjadi meregang dan menonjol keluar, dan sering kali partikel
kecil dari materi feses dikeluarkan dari rektum pada setiap kontraksi. Setelah kepala
lebih jauh turun, daerah perineum mulai mengembung, dan kulit perineum menjadi
tegang dan berkilau. Pada saat ini, kulit kepala janin dapat di deteksi melalui lubang
vulva yang menyerupai celah. Pada setiap kontraksi berikutnya, perineum menjadi
lebih mengembung, dan vulva menjadi lebih terdilatasi dan terdistensi oleh kepala,
lubang vulva secara bertahap berubah bentuk menjadi oval kemudia terakhir menjadi
berbentuk lingkaran. Setiap kontraksi berhenti, lubang vulva menjadi lebih kecil, dan
kepala janin masuk kembali sampai kemudian kembali keluar saat terjadi kontraksi
berikutnya (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
Sekarang kontraksi terjadi lebih cepat, hampir tidak ada interval diantaranya.
Saat kepala semakin jelas terlihat, vulva menjadi semakin tertarik dan akhirnya
melingkari diameter terbesar kepala janin. Kondisi ini dikenal dengan crowning.
Episiotomi dapat dilakukan pada saat ini, sementara jaringan di sekitar perineum
ditopang dan kepala dilahirkan. Satu atau dua kontraksi lagi normalnya cukup untuk
mencapai kelahiran (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
Pada kala I persalinan, kekuatan terbatas pada kerja uterus, sedangkan pada kala
II terdapat dua kekuatan penting yaitu kontraksi uterus secara involunter dan tekanan
intraabdomen secara volunter. Tekanan intraabdomen secara volunter diperoleh dari
upaya mengejan dari ibu. Kedua kekuatan tersebut sangat penting untuk keberhasilan
pelahiran spontan di kala II. Kontraksi uterus tanpa upaya mengejan dari ibu hanya
sedikit berguna dalam mengeluarkan janin, sementara upaya mengejan saat tidak ada
kontraksi uterus adalah tindakan yang sia – sia (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
c. Kala III Persalinan
Tahap plasenta, dimulai dengan kelahiran bayi dan diakhiri dengan pelahiran
plasenta (Reeder, Martin and Griffin, 2011). Kala III persalinan terdiri atas dua fase
yaitu pelepasan plasenta dan ekspulsi (pengeluaran) plasenta. Durasi persalinan 10
menit pada kala III.
Segera setelah lahir, sisa cairan amnion keluar, kemudian biasanya diikuti
dengan sedikit aliran darah. Uterus dapat dirasakan sebagai massa berbentuk globular
yang keras tepat di bawah umbilikus. Sesaat kemudian, uterus relaks dan berbentuk
seperti kepingan (discoid). Dengan setiap kontraksi atau relaksasi berikutnya, bentuk
uterus berubah dari globular ke bentuk kepingan sampai plasenta terpisah, setelah itu
berbentuk uterus tetap globular (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
 Pelepasan Plasenta
Saat uterus yang isinya telah berkurang berkontraksi pada interval teratur, area
tempat menempelnya plasenta menjadi sangat berkurang. Perbedaan proporsi yang
besar antara menurunnya ukuran tempat penempelan plasenta dan ukuran plasenta
menyebabkan lipatan atau penggantungan plasenta di permukaan maternal, dan
pelepasan terjadi. Sementara, perdarahan terjadi di dalam lipatan plasenta ini, yang
mempercepat pelepasan organ. Plasenta masuk ke segmen bawah uterus atau vagina
atas sebagai badan yang terpisah. Tanda pelepasan plasenta biasanya terjadi dalam 5
menit setelah kelahiran bayi (Reeder, Martin and Griffin, 2011). Tanda pelepasan
plasenta:
 Uterus berbentuk globular dan lebih keras
 Uterus naik di dalam abdomen
 Tali pusat memanjang keluar dari vagina
 Darah tersembur secara mendadak
 Pengeluaran Plasenta
Pengeluaran plasenta mungkin terjadi dengan upaya mengejan ibu jika ia tidak
dianestesi. Jika tidak dapat dilakukan, pelepasan plasenta biasanya dicapai dengan
tangan yang menekan fundus uterus secara lembut. Jangan memberikan tekanan
berlebihan pada fundus untuk mencegah kemungkinan terjadinya inversi uterus
(Reeder, Martin and Griffin, 2011).
Plasenta dapat dikeluarkan dengan salah satu dari 2 mekanisme. Mekanisme
Schultze, pada kurang lebih 80% pelahiran, menandakan bahwa plasenta terlepas
pertama kali pada bagian pusatnya, dan biasanya pengumpulan darah dan bekuan
ditemukan pada kantong selaput amnion. Mekanisme Duncan terjadi pada sekitar 20%
pelahiran dan memberi kesan bahwa plasenta terpisah pertama kali pada bagian
tepinya. Perdarahan biasanya pada saat pelepasan pada mekanisme duncan. Tidak ada
makna klinis yang dikaitkan dengan kedua mekanisme ini (Reeder, Martin and Griffin,
2011).
Kontraksi uterus sesudah kelahiran tidak hanya menghasilkan pemisahaan
plasenta, tetapi juga mengontrol perdarahan uterus. Kontraksi serat otot uterus ini
menghasilkan penutupan banyak pembuluh darah yang berada di dalam celah otot
uterus. Meski demikian, kehilangan darah di kala III tidak dapat dihindari, biasanya
mencapai jumlah 500 ml atau kurang. Salah satu tujuan penatalaksanaan persalinan
adalah menjaga agar perdarahan minimal (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
d. Kala IV Persalinan
Tahap pemulihan, dimulai dengan pelahiran plasenta dan berlanjut sampai 1
sampai 4 jam pertama pascapartum (Reeder, Martin and Griffin, 2011). Empat jam
pertama pascapartum, yang terkadang disebut kala IV persalinan, merupakan waktu
ppengembalian stabilitas fisiologis. Selama periode ini, kontraksi dan retraksi
miometrium, disertai dengan trombosis pembuluh darah, bekerja secara efektif untuk
mengontrol perdarahan dari tempat plasenta. Bagaimanapun, terdapat kemungkinan
risiko terjadinya perdarahan, retensi urine, hipotensi, dan efek samping anestesia
(Reeder, Martin and Griffin, 2011).
Periode ini juga penting untuk pembentukan awal hubungan ibu – bayi dan
konsolidasi unit keluarga. Interaksi awal orang tua dengan bayi baru lahir dan bayi
baru lahir dengan orang tua dipercaya memengaruhi kualitas hubungan mereka
selanjutnya (Reeder, Martin and Griffin, 2011).
 Ringkasan Kala Persalinan:
Aktivitas Perilaku Maternal dan
Kala Definisi Durasi
Uterus Manifestasi
Periode dari Bervariasi - -
kontraksi sesuai
pertama dengan
Kala I
persalinan fase dan
(Tahap
sejati sampai paritas.
Dilatasi)
dilatasi
serviks yang
lengkap.
Dimulai dari Sekitar 8,6 Ringan, sering Ibu bersalin secara umum
awal jam untuk kali kontraksi merasa gembira,
persalinan nullipara tidak teratur waspada, banyak bicara
sejati dan dan 5,3 setiap 5 – 30 atau diam, tenang atau
berakhir jam untuk menit, lamanya cemas, dapat mengalami
Fase Laten
dengan awal multipara. 10 – 30 detik, kram abdomen, nyeri
persalinan serviks menjadi punggung, pecah
aktif 0 → 3 – lebih lunak dan ketuban, nyeri dapat
4 cm. tipis, dilatasi 0 dikontrol dengan baik,
sampai 3 – 4 cm. dapat berjalan.
Dimulai dari Sekitar 4,6 Kontraksi uterus Ibu bersalin secara umum
awal jam untuk sedang sampai merasakan peningkatan
persalinan nullipara kuat setiap 2 – 5 ketidaknyamanan,
Fase Aktif aktif dan dan 2,4 menit, lamanya berkeringat, mual dan
maju ke fase jam untuk 30 – 90 detik, muntah, kemerahan,
transisi 4 – 7 multipara. dilatasi serviks mengalami gemetar pada
cm. untuk nullipara paha dan kaki, tekanan
1,2 cm/jam dan pada kandung kemih dan
untuk multipara rektum, nyeri punggung,
1,5 cm/jam, pucat di sekitar mulut,
begitu juga pada amnesia antar kontraksi,
fase transisi. fase transisi mungkin
lebih mencemaskan, takut
kehilangan kontrol,
berfokus pada diri sendiri,
mungkin lebih sensitif,
terdapat desakan untuk
mengejan, tekanan
rektum.
Fase Dilatasi 8 – - - -
Transisi 10 cm.
Periode dari Sekitar 1 Kontraksi uterus Dapat mengalami
dilatasi jam untuk kuat setiap 2 – 3 penurunan rasa nyeri,
serviks nullipara menit, lamanya tekanan pada rektum,
Fase II lengkap dan 1⁄4 − 45 – 90 detik, perineum menggembung,
(Tahap sampai 1⁄ tekanan intra desakan untuk mengejan,
2 jam
Panggul) pelahiran abdomen sering kali bersemangat
untuk
bayi. dilakukan. dan tidak sabar, suara
multipara.
merintih atau terdengar
suara hembusan napas.
Periode dari 5 – 30 Kontraksi uterus Fokus pada bayi baru
pelahiran menit. kuat, uterus lahir, bahagia terhadap
Fase III bayi sampai berubah ke kelahiran, dan merasa
(Tahap pelahiran bentuk globular, lega.
Plasenta) plasenta dan tekanan intra
membran. abdomen
dilakukan.
Periode dari 4 jam Uterus keras Eksplorasi bayi baru
pelahiran pada 2 jari diatas lahir, integrasi keluarga
Fase IV plasenta dan umbilikus. dimulai, bayi baru lahir
membran terjaga dan responsif.
sampai 4 jam
pertama
pascapartum.

6. Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan merupakan serangkaian perubahan posisi dari bagian
presentasi janin yang merupakan suatu bentuk adaptasi atau akomodasi bagian kepala
janin terhadapjalan lahir. Presentasi janin paling umum dipastikan dengan palpasi
abdomen dan kadangkala diperkuat sebelum atau pada saat awal persalinan dengan
pemeriksaan vagina (toucher).
a. Engagement
Pada minggu-minggu akhir kehamilan atau pada saat persalian dimulai kepala
masuk lewat PAP, umumnya dengan presentasi biparietal (diameter lebar yang paling
panjang berkisar 8,5-9,5 cm) atau 70% pada panggul ginekoid.
Masuknya kepala pada primigravida terjadi pada bulan terakhir kehamilan sedangkan
pada multigravida terjadi pada permulaan persalinan. Kepala masuk pintu atas panggul
dengan sumbu kepala janin dapat tegak lurus dengan pintu atas panggul (sinklitismus)
atau miring/membentuk sudut dengan pintu atas panggul (asinklitismus
anterior/posterior).
Masuknya kepala ke dalam PAP dengan fleksi ringan,Sutura Sagitalis/SS melintang.
Yang terjadi pada proses engagement adalah:
 Diameter biparietal melewati pap
 Nullipara terjadi 2 minggu sebelum persalinan
 Multipara biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan
 Kebanyakan kepala masuk panggul dengan sutura sagitalis melintang pada pap-
flexi ringan.
b. Desent (turunya kepala)
Penurunan kepala janin sangat tergantung pada arsitektur pelvis dengan
hubungan ukuran kepala dan ukuran pelvis sehingga penurunan kepala berlangsung
lambat.
Kepala turun ke dalam rongga panggul,akibat tekanan langsung dari his dari daerah
fundus ke arah daerah bokong,tekanan dari cairan amnion,kontraksi otot dinding perut
dan diafragma (mengejan) dan badan janin terjadi ekstensi dan menegang.
Pada nulipara, engagemen terjadi sebelum inpartu dan tidak berlanjut sampai awal kala
II; pada multipara desensus berlangsung bersamaan dengan dilatasi servik.
 Turunya presentasi pada inlet
 Turunya kepala disebabkan oleh 4 hal:
 Tekanan cairan ketuban
 Tekanan langsung oleh fundus pada bokong
 Kontraksi diafragma dan otot perut (kala II)
 Melurusnya badan janin akibat kontraksi uterus
 Synclitismus : sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir, tepat antara
symphisis dan promontrium. Os parietal depan dan belakang sama tinggi.
 Asynclitismus : jika sutura sagitalis mendekati symphisis / agak kebelakang
mendekati promontorium
 Asynclitisum posterior : sutura sagitalis mendekati symphisis, os parietal
belakang lebih rendah dari os parietal depan
 Asynclitimus anterior : sutura sagitalis mendekati promontorium.
c. Flexion
Pada umumnya terjadi flexi penuh atau sempurna sehingga sumbu panjang
kepala sejajar sumbu panggul untuk membantu penurunan kepala selanjutnya. Dengan
majunya kepala sehingga fleksi bertambah yang menyebabkan ukuran kepala yang
melalui jalan lahir lebih kecil. Keuntungan : ukuran kepala yang lebih kecil melalui
jalan lahir : diameter suboccipito bregmatica (9.5) menggantikan diameter suboccipito
frontalis (11 cm).
Ukuran-ukuran diameter kepala bayi yang menentukan diantaranya:
 Suboksipito-bregmatikus (+ 9.50 cm) : pada persalinan presentasi belakang
kepala.
 Oksipito-frontalis (+ 11.75 cm) : pada persalinan presentasi puncak kepala
 Oksipito-mentalis (+ 13.50 cm) : pada persalinan presentasi dahi
 Submento-bregmatikus (+ 9.50 cm) : pada persalinan presentase muka
 Bi-parietalis (-+ 9.50 cm) : ukuran terbesar melintang dari kepala
 Bi-temporalis (+ 8.00 cm) : ukuran antara os temporalis kiri dan kanan
Fleksi terjadi karena anak didorong maju,sebaliknya juga mendapatkan tahapan
dri PAP,serviks,dinding panggul/dasar panggul.
d. Internal Rotation
Rotasi interna (putaran paksi dalam) selalu disertai turunnya kepala,putaran
ubun-ubun kecil kearah depan (kebawah simfisis pubis),membawa kepala melewati
distansia interspinarum dengan diameter biparietalis. Perputaran kepala (penunjuk) dari
samping depan atau kearah posterior (jarang) disebabkan:
- Ada his selaku tenaga atau gaya pemutar
- Ada dasar panggul beserta otot-otot dasar panggul selaku tahanan

Bila tidak terjadi putaran paksi dalam umumnya kepala tidak turun lagi dan persalinan
diakhiri dengan tindakan vakum ekstraksi. Pemutaran bagian depan anak sehingga
bagian terendah memutar ke depan ke bawah simfisis.

Sebab-sebab putaran paksi dalam


 Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari
kepala
 Bagian terendah dari kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit terdapat
sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genetalis antara musculus levator ani
kiri dan kanan
 Ukuran terbesar bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior.
e. Extension
Dengan kontraksi perut yang benar dan adekuat kepala makin turun dan
menyebabkan perineum distensi. Pada saat ini puncak kepala berada di simfisis dan
dalam keadaan begini kontraksi perut ibu yang kuat mendorong kepala eksplusi dan
melewati introitus vaginae.
 Defleksi kepala
 Karena sumbu PBP mengarah ke depan atas
 Kekuatan pada kepala : mendesak kebawah dan tahan dasar panggul sehingga
terjadi kekuatan kearah depan atas.
 Setelah sub occiput tertahan pada pinggir bawah symphisis sebagai
hypomoclion maka lahir lewat perineum : occiput, muka, dagu,bregma.
 Pusat pemutaran: hipomoklion
f. External Rotation (Putaran Paksi Luar)
Setelah seluruh kepala sudah lahir terjadi putaran kepala ke posisi pada saat
engagement. Dengan demikian bahu depan dan belakang dilahirkan lebih dahulu dan
diikuti dada,perut,bokong dan seluruh tungkai.
 Setelah kepala lahir, kepala memutar kembali kearah punggung anak, untuk
menghilangkan torsi pada leher akibat putaran paksi dalam (putaran restitusi)
 Selanjutnya putaran dilanjutkan sampai belakang kepala berhadapan dengan
tuber ischiadikum sefihak,disebut putaran paksi luar sebenarnya.
 Ukuran bahu menempatkan pada ukuran muka belakang PBP.
g. Ekspulsi
 Bahu depan sampai di bawah symphisis dan menjadi hypomoclion untuk
kelahiran bahu belakang
 Bahu depan menyusui dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan
paksi jalan lahir
Untuk melakukan asuhan persalinan normal (APN, 2008) dirumuskan 58 langkah
asuhan persalinan normal sebagai berikut:
1. Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul
oksitosin & memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
3. Memakai celemek plastik.
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air
mengalir.
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk
pemeriksaan dalam.
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin
dan letakan kembali kedalam wadah partus set.
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah yang telah dibasahi oleh
air matang (DTT), dengan gerakan vulva ke perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam – pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput
ketuban sudah pecah.
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,
membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5%.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai – pastikan DJJ
dalam batas normal (120 – 160 x/menit).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu
untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat
ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika
ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasang handuk
bersih pada perut ibu untuk mengeringkan bayi jika telah lahir dan kain kering dan
bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu. Setelah itu kita melakukan
perasat stenan (perasat untuk melindungi perineum dngan satu tangan, dibawah
kain bersih dan kering, ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada
sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang
kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati
introitus dan perineum).
20. Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan kasa steril kemudian
memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental.
Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan
kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis
dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan
tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan
kiri diantara kedua lutut janin)
25. Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan
handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM
(intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat
pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan
lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada
sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan,
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika
plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
37. melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta
ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-
kranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati.
Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan
putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya
selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan
kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk
memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan
masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan
bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1
jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik
profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di
paha kanan anterolateral.
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan
ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu
ingin minum.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung
tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograf.
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persalinan antara lain :
a. Passenger
Malpresentasi atau malformasi janin dapat mempengaruhi persalinan normal
(Taber, 1994). Pada faktor passenger, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Karena plasenta
juga harus melalui jalan lahir, maka ia dianggap sebagai penumpang yang menyertai
janin (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
b. Passageaway
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar
panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak
khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi
panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil
menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku (Bobak, Lowdermilk &
Jensen, 2004).
c. Power
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks
membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah
cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul
(Wiknjosastro dkk, 2005). Ibu melakukan kontraksi involunter dan volunteer secara
bersamaan (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
d. Position
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Posisi
tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa letih hilang,
memberi rasa nyaman, dan memperbaki sirkulasi. Posisi tegak meliputi posisi berdiri,
berjalan, duduk dan jongkok (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
e. Placenta
Plasenta merupakan salah satu organ yang merupakan ciri khas mamalia sejati
pada saat kehamilan, berfungsi sebagai jalur penghubung antara ibu dan anaknya,
mengadakan sekresi endokrin, serta pertukarab selektif substasi yang dapat larut dan
terbawa darah melalui lapisan rahim dan bagia tropoblast yang mengandung
pembuluh-pembuluh darah, termasuk makanan untuk janin. Dengan demikian,
plasenta dapat disebut sebagai organ penting bagi janin karena kelangsungan hidup
dari janin bergantung pada plasenta.
f. Psychologic Respons
Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan mencemaskan bagi wanita dan
keluarganya. Rasa takut, tegang dan cemas mungkin mengakibatkan proses kelahiran
berlangsung lambat (Depkes RI, 1999). Pada kebanyakan wanita, persalinan dimulai
saat terjadi kontraksi uterus pertama dan dilanjutkan dengan kerja keras selama jam-
jam dilatasi dan melahirkan kemudian berakhir ketika wanita dan keluarganya
memulai proses ikatan dengan bayi. Perawatan ditujukan untuk mendukung wanita
dan keluarganya dalam melalui proses persalinan supaya dicapai hasil yang optimal
bagi semua yang terlibat. Wanita yang bersalin biasanya akan mengutarakan berbagai
kekhawatiran jika ditanya, tetapi mereka jarang dengan spontan menceritakannya (
Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
8. Perubahan Pada Uterus Dan Jalan Lahir
a. SAR kontraksi sehingga menjadi tebal dan mampu mendorong anak keluar
b. SBR dan cervix relaksasi dan dilatasi
c. Perubahan bentuk rahim
d. Pendaftaran dan pembukaan servix
e. Perubahan vagina dan dasar panggul
9. Perubahan Fisiologis Pada Persalinan
a. Fisiologi Kala I
Kontraksi uterus pada persalinan merupakan kontraksi otot fisiologi yang
menimbulkan nyeri pada tubuh. kontraksi ini merupakan kontraksi yang involunter
karena berada dibawah pengaruh saraf intristik, wanita tidak memiliki kendali
fisiologis terhadap frekuensi dan durasi.
 Perubahan-perubahan fisiologi kala I adalah :
a. Perubahan hormon
b. Perubahan pada vagina dan dasar panggul :
- Kala I Ketuban Meregang Vagina Bagian Atas
- Setelah ketuban pecah perubahan vagina dan dasar panggul
karena bagian depan anak .
c. Perubahan servik
- Pendataran
- Pembukaan
d. Perubahan uterus
Segmen atas dan bawah rahim
 Segmen atas rahim aktif , berkontraksi, dinding bertambah tebal
 Segmen bawah rahim /SBR: pasif, makin tipis
 Sifat khas kontraksi rahim :
*setelah kontraksi tidak relaksasi kembali ( retraksi )
*kekuatan kontraksi tidak sama kuat paling kuat di fundus
- Karena segmen atas makin tebal dan bawah makin tipis lingkaran
retraksi fisiologis
- Jika SBR sangat diregang lingkaran retraksi patologis (
lingkungan bandl )
- Lingkaran bandl merupakan ancaman robekan rahim
e. Bentuk rahim
- Kontraksi sumbu panjang bertambah ukuran melintang dan
muka belakang berkurang
- Lengkung punggung anak berkurang kutub atas anak ditekan
oleh fundus, kutub bawah ditekan masuk PAP
- Bentuk rahim bertambah panjang otot-otot memanjang diregang,
menarik SBR dan serviks pembukaan
f. Penurunan janin
 Keadaan Psikologis Ibu Bersalin Kala I
Pada kala I tidak jarang ibu akan mengalami perubahan psikologi :
- Rasa takut
- Stres
- Ketidaknyamanan
- Cemas
- Marah –marah dll
b. Fisiologi Kala II
Perubahan fisiologi/respon fisiologi persalinan kala II. Persasuhan alinan kala
II ( kala pengeluaran ) di mulai dari pembukaan (10 cm) sampai bayi lahir. Perubahan
fisiologis secara umum yang terjadi pada persalinan kala II :
- HIS menjadi lebih kuat dan lebih sering faetus axis pressure
- Timbul tenaga untung menerab
- Perubahan dalam dasar panggul
- Lahirnya fetus
 Respon fisiologis persalinan kala II :
a. Sistem cardivaskuler
- Kontraksi menurun aliran darah menuju uterus sehingga jumlah darah
dalam sirkulasi ibu meningkat.
- Resistensi perifer meningkat sehingga tekanan darah meningkat.
- Saat mengejan cardiac output meningkat 40-50 %
- TD sistolik meningkat rata-rata 15mm Hg saat kontraksi
- Janin normalnya dapat beradaptasi tanpa masalah
- Oksigen yang menurun selama kontraksi menyebabkan hipoksia tetapi
dengan kadar yang masih adekuat tidak menimbulkan masalah serius.
b. Respirasi
 Respon terhadap perubahan sistem kardiovaskuler
 Konsumsi oksigen meningkat
 Percepatan pematangan surfaktan ( fetus – labor speeds maturation of
surfactant )
 Penekanan pada dada selama proses persalinan membersihkan paru-paru
janin dari cairan yang berlebihan.
c. Pengaturan suhu
- Aktivitas otot yang meningkat menyebabkan sedikit kenaikan suhu
- Keseimbangan cairan kehilangan cairan meningkat oleh karena
meningkatnya kecepatan dan kedalaman respirasi restriksi cairan
d. Urinaria
 Perubahan
 Ginjal memekatkan urine
 Berat jenis meningkat
 Ekskresi protein trace
 Penekanan kepala janin menyebabkan tonus vesica kandung kencing
menurun
e. Muskuloskeletal
 Hormon relaksin menyebabkan pelunakan kartilago diantara tulang
 Fleksibilitas pubis meningkat
 Janin tekanan kontraksi mendorong janin terjadi fleksi maksimal
f. Saluran cerna
 Praktis inaktif selama persalinan
 Proses pencernaan dan pengosongan lambung memanjang
g. Sistem syaraf
 Janin kontraksi menyebabkan penekanan pada kepala janin DJJ
menurun
 Respon Psikologi Persalinan Kala II
a. Emosional distress
b. Nyeri menurunkan kemampuan mengendalikan emosi cepat marah
c. Lemah
d. Takut
e. Kultur ( Respons terhadap nyeri, posisi, pilihan kerabat yang mendampingi,
perbedaan kultur harus diperhatikan.
c. Fisiologi Kala III
a. Perubahan bentuk dan tinngi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum myometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh, dan tinngi fundus biasanya terletak di bawah pusat.
Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk
segitiga atau berbentuk menyerupai buah pir atau alpukat, dan fundus berada di
atas pusat ( seringkali mengarah ke sisi kanan )
b. Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva ( tanda ahfeld )
c. Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong
plaFEDsenta keluar dan di bantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
( retroplacenta pooling ) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan
dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya, maka darah akan tersembur
keluar dari tepi placenta yang terlepas.
 Perubahan Psikologi Kala III
a. Bahagia
b. Cemas dan takut
d. Fisiologi Kala IV
Perubahan fisiologi
a. Uterus
Uterus terletak ditengah abdomen kurang lebih 2/3 sampe ¾ antara simfisis
pubis sampai umbilicus, maka hal tersebut menandakan adanya darah dan
bekuan di dalam uterus yang perlu ditekankan dan dikeluarkan. Uterus yang
berada di atas umbilicus dan bergeser paling umum ke kanan, cenderung
menandakan kandung kemih penuh.
b. Serviks vagina dan perinium
Keadaan serviks, vagina dan perinium diispeksi untuk melihat adanya laserasi,
memar dan pembentukan hematoma awal. Oleh karena inspeksi serviks dapat
menyakitkan bagi ibu, maka hanya dilakukan jika ada indikasi. Segera setelah
kelahiran, serviks akan berubah menjadi bersifat patulous, terlukai, dan tebal.
Tonus vagina dan tampilan jaringan vagina dipengaruhi oleh peregangan yang
telah terjadi selama kala II persalinan. Adanya edema atau memar pada introitus
atau area perineum sebaiknya dicatat.
c. Plasenta, membran, dan tali pusat
Inspeksi unit plasenta membutuhkan kemampuan bidan untuk mengidentifikasi
tipe-tipe plasenta dan inersi tali pusat. Bidan harus waspada apakah plasenta
dan membrane lengka, serta apakah terdapat abnormalitas, seperti ada simpul
sejati pada tali pusat.
d. Penjahitan episiotomidan laserasi
Penjahitan episiotomi dan laserasi memerlukan pengetahuan anatomi perineum,
tipe jahitan, hemostasis dan penyembuhan luka.

Perubahan Psikologi

Pada kala IV, setelah kelahiran bayi dan plasenta dengan segera ibu akan
meluapkan perasaan untuk melepaskan tekanan dan ketegangan yang dirasakannya,
dimana ibu mendapat tanggung jawab baru untuk mengasuh dan merawat bayi yang
telah dilahirkannya (Cunningham, 2005).

10. Faktor-faktor Psikologi Persalinan


Faktor-faktor psikologi pada ibu bersalin menurut Varney (2006) :
a. Pengalaman sebelumnya
Fokus wanita adalah pada dirinya sendiri dan fokus pada dirinya sendiri ini
timbul ambivalensi mengenai kehamilan seiring usahanya menghadapi pengalaman
yang buruk yang pernah ia alami sebelumnya, efek kehamilan terhadap kehidupannya
kelak, tanggung jawab ,yang baru atau tambahan yang akan di tanggungnya,
kecemasan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk nenjadi seorang ibu.
b. Kesiapan emosi
Tingkat emosi pada ibu bersalin cenderung kurang bias terkendali yang di
akibatkan oleh perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri serta pengaruh
dari orang – orang terdekatnya, ibu bersalin biasanya lebih sensitive terhadap semua
hal. Untuk dapat lebih tenang dan terkendali biasanya lebih sering bersosialisasi
dengan sesama ibu – ibu hamil lainnya untuk saling tukar pengalaman dan pendapat.
c. Persiapan menghadapi persalinan ( fisik, mental,materi dsb)
Biasanya ibu bersalin cenderung mengalami kekhawatiran menghadapi
persalinan, antara lain dari segi materi apakah sudah siap untuk menghadapi kebutuhan
dan penambahan tanggung jawab yang baru dengan adnya calon bayi yang akan lahir.
Dari segi fisik dan mental yang berhubungan dengan risiko keselamtan ibu itu sendiri
maupun bayi yang di kandungnya.
d. Support system
Peran serta orang – orang terdekat dan di cintai sangat besar pengaruhnya
terhadap psikologi ibu bersalin biasanya sangat akan membutuhkan dorongan dan
kasih saying yang le bih dari seseorang yang di cintai untuk membantu kelancaran dan
jiwa ibu itu sendiri.
11. Manajemen Nyeri Persalinan
1. Rasa Tidak Nyaman Neurologis
Rasa tidak nyaman Selama persalinan disebabkan oleh dua hal (Hughs, 1992).
Pada tahap pertama persalinan, kontraksi rahim menyebabkan (1) dilatasi dan
peflipisan serviks serta (2) iskemia rahim (penurunan aliran darah sehingga oksigen
lokal mengalami defisit) akibat kontraksi arteri miometrium. Impuls rasa nyeri pada
tahap pertama persalinan ditransmisi melalui segmen saraf spinalis T1112 dan saraf-
saraf asesori torakal bawah serta saraf simpatik lumbar atas. Saraf-saraf ini berasal dan
korpus uterus dan serviks.
Rasa tidak nyaman akibat perubahan serviks dan iskemia rahim ialah nyeri
viseral. Nyeri ini berasal dan bagian bawah abdomen dan menyebar ke daerah lumbar
punggung dan menurun ke paha. Biasanya ibu mengalami rasa nyeri ini hanya selama
kontraksi dan bebas dan rasa nyeri pada interval antar kontraksi.
Selama tahap kedua persalinan, yakni tahap pengeluaran bayi, ibu mengalami
nyeri somatik atau nyeri pada perineum. Rasa tidak nyaman pada perineum ini timbul
akibat peregangan jaringan perineum supaya janin dapat melewati bagian ini, juga
akibat tarikan peritoneum dan topangan uteroservikal saat kontraksi. Rasa nyeri juga
dapat diakibatkan pengeluaran janin menggunakan forsep atau tekanan pada bagian
terendah janin, yakni kandung kemih, usus, atau struktur sensitif panggul yang lain.
Impuls nyeri selama tahap kedua persalinan dihantar melalui Si-4 dan sistem
parasimpatis jaringan Nyeri yang dialami pada persalinan tahap ketiga ialah nyeri
rahim, nyeri yang mirip dengan nyeri yang dialami pada awal tahap pertama
persalinan.
Nyeri dapat berupa nyeri lokal disertai kram dan sensasi robekan akibat distensi
dan laserasi serviks,vagina, atau jaringan perineum. Rasa tidak nyaman sering
digambarkan sebagai sensasi terbakar yang dirasakan saat jaringan merëgang. Nyeri
juga dapat beralih sehingga dapat dirasakan di punggung, di pinggang, dan di paha.
2. Ekspresi Nyeri
Rasa nyeri muncul akibat respons psikis dan refleks fisik. Kuahtas rasa nyeri
fisik dinyatakan sebagai nyeri tusukan, nyeri terbakar, rasa sakit, denyutan sensasi
tajam, rasa muai, dan kram. Rasa nyeri pada persalinan menimbulkan gejala yang
dapat dikenali. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik timbul sebagai respons
terhadap nyeri dan dapat mengakibatkan perubahan tekanan darah, denyut
nadi,pernapasan, dan warna kulit. Palor dan diaphoresis dapat timbul (Potter dan Perry,
1995). Serangan mual,muntah, dan keringat berlebihan juga sangat sering terjadi.
Ekspresi afektif tertentu akibat suatu penderitaanjuga sering terlihat. Perubahan afektif
meliputi peningkatan rasa cernas disertai lapang perseptual yang menyempit,
mengerang, menangis, gerakan tangan (yang menandakan rasa nyeri) dan ketegangan
otot yang sangat di seluruh tubuh. Ekspresi nyeri dapat bervariasi sesuai kultur budaya.
Misalnya, wanita Amerika asli menahan nyeri dengan menunjukkan sikap diam,
sedangkan wanita Hispanik menahan nyeri dengan bersikap sabar, tetapi menganggap
hal yang wajar jika perlu berteriak-teriak (Mattson, Smith, 1993).
3. Persepsi Nyeri
Walau ambang nyeri hampir sama pada semua individu tanpa memandang jenis
kelamin, sosial, etnik, atau perbedaan kultural, tetapi perbedaa - perbedaan ini
memainkan peran penting dalam persepsi nyeri tiap individu. Pengaruh factor - faktor,
seperti budaya, counterstimuli, dan distraksi untuk mengatasi rasa nyeri tidak
dimengerti sepenuhnya. Arti nyeri dan ekspresi verbal maupun nonverbal tentang
nyeri tampaknya dipelajari dan interaksi dalam kelompok social primer. Pengaruh
budaya dapat menimbulkan harapan yang tidak realistis.Misalnya, wanita Asia
percaya bahwa berteriak dan memperlihatkan rasa nyeri ialah hal yang memalukan
dan mereka tidak mengeluarkan kata-kata saat merasa nyeri (Mattson, Smith, 1993).
Rasa nyeri berbeda pada setiap individu. Melalui pengalaman nyeri, manusia
mengembangkan beraneka rnekanisme untuk mengatasi nyeri tersebut. Ketegangan
emosi akibat rasa cernas sampai rasa takut dapat memperberat persepsi nyeri selama
persalinan (ithat metode Dick-Read di bagian bawah). Nyeri atau kemungkinan nyeri
dapat rnenginduksi ketakutan, sehingga timbul kecemasan yang berakhir dengan
kepanikan. Keletihan dan kurang tidur dapat memperberat nyeri. Persalinan
sebelumnya dapat mempengaruhi persepsi wanita tentang nyeri bersalin. Karena
wanita primipara mengalami persalinan yang lebih panjang, mereka merasa lebih letih.
Hal ini membuat peningkatan nyeri seperti suatu lingkaran setan (Gatson-
Johansson,dkk., 1988). Wanita yang menggunakan obat-obatan terlarang mengalami
nyeri yang sama dengan wanita lain saat bersalin. Biasanya penggunaan obat penahan
nyeri tidak perlu dicegah. Akan tetapi, pemantauan ketat komplikasi yang berkaitan
dengan setiap obat merupakan bagian dari pengkajian perawat.
Kadang-kadang stimulus nyeri yang sangat kuat dapat diacuhkan. Kelompok
sel saraf tertentu di dalam medula spinalis batang otak, dan korteks serebri memiliki
kemampuan untuk mengatur implus nyeri melalui suatu mekanisme penghambat.
Teori gate-control ini bermanfaat bagi perawat untuk memahami cara pendekatan
yang dipakai dalam memberi penyuluhan kepada orang tua tentang program persalinan
atau pemakaian hipnosis pada persalinan. Menurut teori ini, sensasi nyeri dihantar
sepanjang saraf sensoris menuju ke otak dan hanya sejumlah sensasi atau pesan
tertentu dapat dihantar melalui jalur saraf ini pada saat bersamaan. Dengan memakai
teknik distraksi, seperti pijatan dan musik, jalur saraf untuk persepsi nyeri dihambat
atau dikurangi. Distraktor ini dianggap bekerja menutup pintu hipotetis di medula
spinalis, sehingga menghambat sinyal nyeri mencapai otak. Rangsang nyeri kemudian
menghilang.
Apabila wanita hamil melakukan kegiatan motorik dan kegiatan
neuromuskular, aktivitas di dalam medula spinalis akan memodifikasi transmisi nyeri
lebih jauh lagi. Aktivitas kognitif, seperti konsentrasi pada .pernapasan dan relaksasi
membutuhkan aktivitas kortikal yang selektif dan langsung, yang mengaktifkan
sekaligus menutup mekanisme ini. Teori gate-control menekankan pentingnya
lingkungan yang mendukung pada saat melahirkan. Di dalam lingkungan tersebut, ibu
yang sedang bersalin dapat rileks dan dapat melakukan berbagai aktivitas mental yang
lebih tinggi.
Pada kesempatan lain, kelelahan ibu, ukuran atau posisi janin, dan kondisi-
kondisi lain membutuhkan penggunaan obat di samping implementasi tindak untuk
mengatasi rasa tidak nyaman. Nyeri bersalin dapat menimbulkan respons fisiologis
yang mengurangi kemampuan rahim berkontraksi sehingga memperpanjg waktu
persalinan Perawat harus memahami bahwa Setiap Wanita mengalami dan merasakan
nyeri dengan cara yang unik dan bahwa ia harus memahami rasa nyeri wanita tersebut
sebagai mana diungkapkannya Rasa khawatjr dan rasa cemas dapat timbul pada fase
akhir persalinan, sehingga keterampilan yang telah dipelajari di kelas penyuluhan bagi
orang tua menjadi tidak berguna (Wuitchik, dkk., 1990).
4. Penatalaksanaan Non-Farmakologi Rasa Nyeri
Menghilangkan nyeri ialah hal yang penting. Bukan jumlah nyeri yang wanita
alami, yang perlu dipertimbangkan, tetapi apakah ia memenuhi harapan dirinya
sendiri dalam mengatasi rasa nyeri. Hal ini mempengaruhi persepsinya tentang
pengalaman melahirkan sebagai “buruk” atau “baik” perawat yang mengobservasi
mencari isyarat untuk mengidentifikasi tingkat keinginan wanita untuk mengontrol
rasa nyeri.
Metode non-farmakologi untuk meredakan rasa nyeri diajarkan dalam kelas
persiapan melahirkan dalam berbagai bentuk. Tanpa mempertimbangkan apakah ibu
dan pasangannya telah mengikuti kelas persiapan, pernah membaca buku atau
majalah, tentang masalah ini, perawat dapat mengajarkan teknik untuk meringankan
rasa nyeri bersalin.
5. Metode Persiapan Melahirkan
Dewasa ini hampir semua tenaga kesehatan merekomendasikan atau
menawarkan kelas persiapan melahrikan untuk para calon orang tua. Metode utama
yang diajarkan di amerika serikat (1) metode Dick-Read atau metode melahirkan
alami, (2) metode Lamaze atau metode psikoprofilaktik, dan (3) Metode Bradley atau
metode melahirkan dengan bantuan suami.

a. Metode Dick-Read
Grantly Dick-Read ialah seorang dokter inggris yang menulis buku, Natural
Childbirth (1933) dan Childbirth Without Fear (1944). Ia menulis bahwa rasa nyeri
melahrikan merupakan akibat pengaruh social dan sindrom takut-tegang-nyeri.
Menurut Dick-Read (1959)
Rasa takut, tegang, dan nyeri ialah tiga selubung yang bertentangan dengan
rancangan alam. Apabila rasa takut, tegang, dan nyeri berjalan beriringan, untuk
menghilangkan nyeri perlu dilakukan tindakan untuk meringankan ketegangan dan
mengatasi rasa takut. Implementasi teori saya menunjukan metode yang dapat
mengalahkan ketakutan, menghilangkan ketegangan, dan menggantinya dengan
relaksasi mental dan fisik.
Karya Dick-Read menjadi dasar program persiapan melahirkan dan pelatihan
pengajar di seluruh amerika serikat, kanada, inggris, dan afrika selatan, perawat yang
telah mempelajari metode ini mendirikan International Childbirth Education
Association ( ICEA ) pada tahun 1960.
Untuk mengganti rasa takut tentang hal yang tidak diketahui melalui
pemahaman dan keyakinan, program Dick-Read meliputi pemberian informasi tentang
persalinan dan melahirkan, disamping nutrisi, higine, dan latihan fisik. Kelas-kelas ini
mengajarkan tiga teknik : latihan fisik untuk membuat tubuh siap saat melahirkan,
latihan relaksasi secara sadar; dan latihan pola napas.
Relaksasi secara sadar meliputi relaksasi progresif kelompok seluruh otot
seluruh tubuh. Dengan berlatih, banyak wanita mampu berelaksasi sesuai perintah,
baik selama kontraksi maupun di antara kontraksi.
Pola napas meliputi napas dalam pada abdomen hampir sepanjang masa
bersalin, napas pendek menjelang tahap pertaman, dan sampai pada waktu terakhir ini,
menahan napas pada tahap kedua persalinan. Para pengajar materi Dick-Read
berpendapat bahwa berat otot-otot abdomen terangkat dari uterus yang berkontraksi.
Metode Dick-Read telah diadaptasi karena dukungan persalinan yang dahulu
hanya dilakukan oleh perawat, saat ini dapat dilakukan oleh suami atau orang lain yang
dipilih ibu.
b.Metode Lamaze
Pada sekitar tahun 1960, metode Lamaze menjadi populer di Amerika Serikat,
setelah Marjorie Karmel memperkena metode psikoprofllaksis (PPM) dalam bukunya,
Thank You, Dr,Lamaze. The American Society for Psychoprophylaxis in Obstetrics
(ASPO) didirikan pada tahun 1960 dan the National Association
of Childbirth Education, Inc. (NACE) dibentuk pada tahun 1970 untuk
mempromosikan metode Lamaze dan mempersiapkan pengajar metode ini. Pada tahun
1971, the National Council of Chilbirth Education Specialists, Inc. (CCES) didirikan
untuk menawarkan seminar untuk melatih pengajar.
Metode Lamaze berasal dan karya Pavlov tentang classical conditioning.
Menurut Lamaze, rasa nyeri merupakan respons bersyarat. Wanita juga dapat
dikondisikan supaya tidak mengalami rasa nyeri pada saat melahirkan. Metode
Lamaze membuat wanita berespons terhadap kontraksi rahim buatan dengan
mengendalikan relaksasi otot dan pernapasan sebagai ganti berteriak dan kehilangan
kendali (Lamaze, 1972). Strategi untuk mengatasi rasa nyeri ini antara lain
memusatkan perhatian pada titik perhatian tertentu, misalnya, pada gambar yang
sangat disukai supaya jalur saraf terisi oleh stimulus lain, sehingga jalur saraf itu tidak
dapat memberi respons terhadap stimulus nyeri.
Wanita ini diajar untuk merelaksasi otot-otot yang tidak terlibat saat ia
mengontraksi kelompok otot tertentu. la akan menerapkan latihan ini pada saat
melahirkan, .yakni dengan merelaksasi semua otot lain saat rahim berkontraksi.
Wanita yang mengikuti kelas persiapan dengan memakai metode Lamaze selama
tahap pertama persalinan mempertahankan control neuromuskular pada tingkat yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan wanita yang mempersiapkan diri dengan
caranya sendiri (Bernardini, Maloni, Stegman, 1983). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Cronenwett dan Brickman (1983) dan Mackey (1990),
mempertahankan kendali erat kaitannya dengan rasa puas.
Pengajar-pengajar metode Lamaze percaya bahwa pernapasan dada
mengangkat diafragma dan Rahim yang berkontraksi sehingga menciptakan lebih
banyak ruang bagi rahim untuk berkembang. Pola pernapasan dada bervariasi, sesuai
intensitas kontraksi dan kemajuan persalinan. Para pengajar ini juga berusaha
menghilangkan rasa takut dengan meningkatkan pemahaman tentang fungsi tubuh dan
nyeri neurofisiologis. Dukungan pada saat bersalin diberi kan oleh suami, orang lain,
atau oleh tenaga ahli terlatih yang disebut monitrice.
c.Metode Bradley
Robert Bradley, seorang ahli kandungan dan Denver, menulis Husband-
Coached Childbirth pada tahun 1965, suatu metode yang menjelaskan apa yang
disebutnya persalinan alami yang sebenarnya, yakni tanpa tindakan anestesi atau
analgesi dan dengan bantuan suami serta memakai teknik pernapasan khusus saat
melahirkan. The American Academy of Husband Coached Chilbirth (AAHCC)
didirikan untuk mempersiapkan para pengajar dan menyiapkan metode ini supaya
dapat digunakan.
Metode Bradley didasarkan pada observasi perilaku binatang saat melahirkan
dan menekankan keharmonisan tubuh, yakni dengan melakukan kontrol pernapasan,
pernapasan perut, dan relaksasi seluruh tubuh (Bradley, 1974). Teknik ini menekankan
faktor lingkungan, seperti suasana gelap, menyendiri, dan suasana tenang sehingga
peristiwa melahirkan menjadi lebih alami. Ibu yang memakai metode Bradley sering
tertidur saat bersalin, tetapi sebenarnya mereka berada dalam tingkat relaksasi mental
yang dalam. Walaupun kehadiran ayah pada saat melahirkan tampaknya merupakan
faktor yang sangat penting bagi kebanyakan wanita, konsep ayah atau suami sebagai
penolong persalinan mendapat kritikan dari beberapa pihak (Klein, dkk., 1981).
Beberapa pria tidak nyaman dalam memainkan peran ini, tetapi tetap dapat
mendukung istrinya selama hamil dan bersalin
d.Perbandingan Metode Melahirkan ‘
Banyak ahli dalam bidang perSiapafl persalinan sepakat bahwa penyebab utama
nyeri melahirkan adalah rasa takut dan tegang. Semua metode berupaya mengurangi
kedua faktor tersebut dan meredakan nyeri dengan cara: meningkatkan pengetahuan
ibu tentang hal-hal yang akan terjadi pada suatu persalinan, meningkatkan
kepercayaan diri dan rasa dapat mengendalikan keadaan, rnempersiapkan individu
yang akan mendampingi wanita pada saat melahirkan (biasanya suaminya), dan
melatihnya melakukan persiapan fisik dan relaksasi pernapasan. Ada beberapa
perbedaan kecil dalam cara pendekatan. Misalnya, pengajar-pengajar Bradley tidak
menganjurkan wanita menggunakan obat, tetapi memusatkan perhatian ke dalam
dirinya dan memperhatikan tubuhnya sendiri. Para pengajar metode Lamaze percaya
bahwa penggunaan obat-obatan anti nyeri secara bijaksana merupakan tindakan
tambahan yang tepat untuk melakukan teknik relaksasi,memusatkan perhatian pada
hal-hal eksternal, dan untuk upaya distraksi. Pada kenyataannya, hanya sedikit
instruktur yang benar-benar mengajarkan hanya satu metode saja. Mereka biasanya
menggabungkan berbagai strategi dengan tujuan meningkatkan kemampuan wanita
dalam mengatasi persalinan dan menekan penggunaan obat-obatan.
6. Teknik Relaksasi dan Teknik Pernapasan Memfokuskan dan Relaksasi
Umpan Balik
Beberapa Wanita membawa barang- barang yang disukai untuk digunakan
sebagai focus perhatiannya. Sebagian wanita memilih objek yang ada diruang
bersalin. Saat kontraksi mulai timbul, mereka memusatkan perhatian pada obyek ini
untuk mengurangi persepsi mereka terhadap nyeri. Teknik ini,ditambah relaksasi
Umpan balik, membantu wanita bekerja sama dengan kontraksinya. Penolong
persalinan memantau proses ini, memberi tahu calon ibu waktu yang tepat untuk mulai
melakukan teknik pernapasan. Mekanisme umpan balik yang umum dilakukan ialah
mengucapkan kata “rileks” pada awal suatu kontraksi dan terus mengucapkan kata
tersebut sepanjang kontraksi, jika diperlukan. Setelah tingkat relaksasi diperiksa,
teknik relaksasi pada periode prenatal dapat ditinjau kembali. Penolong persalinan
juga berupaya supaya wanita tidak terganggu oleh pemeriksaan rutin, seperti
pemeriksaan denyut jantung janin dan pemeriksaan untuk mengetahui kemajuan
persalinan. Prosedur ini ditunda sampai kontraksi selesai.
7. Teknik Pernapasan.
Pendekatan persiapan persalinan yang lain menekankan teknik yang berbeda
dalam menggunakan pernapasan sebagai media yang membantu ibu memper tahankan
kontrol sepanjang kontraksi. Pada tahap pertama, teknik pernapasan dapat
memperbaiki relaksasi otot-otot abdomen dan dengan demikian meningkatkan ukuran
rongga abdomen. Keadaan ini mengurangi friksi (gesekan) dan rasa tidak nyaman
antara rahim dan dinding abdomen. Karena Otot-otot di daerah genitalia juga menjadi
lebih rileks, Otot-Otot tersebut tidak mengganggu penurunan janin. Pada tahap kedua,
pernapasan dipakai untuk meningkatkan tekanan abdomen dan, dengan demikian,
membantu mengeluarkan janin. Keadaan ini juga dipakai untuk merelaksasi otot-otot
pudendal untuk mencegah pengeluara dini kepala janin.
Pasangan yang telah melakukan persiapan dengan berlatih dengan melakukan
teknik semacam ini hanya akan memerlukan instruksi sesekali saja. Mereka yang tidak
melakukan persiapan sebelumnya dapat diberi instruksi untuk melakukan pernapasan
sederhana dan relaksasi di awal persalinan. Cara ini seringkali, secara mengejutkan,
berhasil. Dengan realitas persalinan seperti ini, motivasi menjadi tinggi dan kesiapan
untuk belajar meningkat.Ada berbagai pendekatan teknik pernapasan selama kontraksi
berlangsung. Perawat perlu memastikan informasi apa saja yang pernah diterima
pasangan tersebut sebelum memberi instruksi tambahan. Umumnya, pernapasan perut
yang perlahan, kira-kira separuh kecepatan normal pernapasan seorang wanita,
dimulai ketika ibu tidak dapat lagi berjalan atau berbicara selama kontraksi
berlangsung (Kotak 10-l). Karena frekuensi dan intensitas kontraksi meningkat, wanita
perlu mengganti pernapasannya dengan pernapasan dada, pernapasan yang lebih
dangkal dengan kecepatan kira – kira dua kali kecepatan pernapasan normal.
Saat yang paling sulit untuk tetap mempertahankan kan kontrol selama
kontraksi ialah saat dilatasi serviks mencapai 8 sampai 10 cm. periode ini juga disebut
periode transisi. Bahkan bagi wanita yang telah melakukan persiapan utuk
persalinannya konsentrasi pada teknik pernapasan sukar dipertahankan. Jenis yang
dapat digunakan ialah pola perbandingan 4:1, yaitu: napas napas, napas napas, hembus
(seperti ketika meniup lilin). perbandingan ini dapat meningkat menjadi 6:1 atau 8:1.
Pola ini dimulai dengan menarik napas rutin untuk membersihkan dan diakhiri dengan
membuang napas dalam untuk meniup “ kontraksi”.efek samping yang tidak
diinginkan pada jenis pernapasan ini adalah hiperventilasi. Wanita harus
diinformasikan tentang gejala gejala alkalosis respiratorius: melayang (
lightheadedness ), pusing, kesemutan pada jari, dan baal di daerah sirkumoral.
Alkalosis dapat diatasi dengan meminta wanita menghembuskan napas ke dalam
kantung plastik yang ditempatkan di mulut dan hidungnya. Cara ini membuat wanita
tersebut akan menghirup kembali karbon dioksida dan mengganti ion bikarbonat. la
dapat juga bernapas di dalam kedua tangan yang diletakkan melingkar di mulut dan
hidungnya, bila kantung plastik tidak tersedia. Saat kepala janin mencapai dasar
panggul, wanita akan merasakan keinginan untuk mendorong dan secara otomatis
wanita itu akan mulai memberi tekanan ke bawah dengan mengontraksi otot-otot
abdomennya. Penurunan janin tidak dapat berlangsung sampai serviks terbuka lengkap
dan bagian terbawah janin bebas bergerak ke bawah jalan lahir. Upaya mendorong
sebelum pembukaan lengkap tercapai akan menekan serviks di antara kepala janin dan
tulang panggul. Kompresi ini dapat menyebab kan denyut jantung janin tidak
terdengar, edema serviks, atau robekan serviks. Bahkan juga dapat memperlambat
proses dilatasi. Wanita ini dapat mengontrol keinginan untuk mendorong dengan
menarik napas dalam atau dengan mengeluarkan bunyi seperti ketika mengekspresikan
rasa terkejut bercampur takut. Ini merupakan cara bernapas yang baik digunakan saat
kepala janin muncul perlahan.
8. Effleurage Dan Tekanan Sakrum
Effleurage dan tekanan pada sakrum atau pijatan adalah dua metode yang
memberi rasa lega pada banyak wanita selama tahap pertama persalinan. Teori gate-
control dapat memebri alasan mengapa tindakan ini berhasil. Effleurage yakni
tindakan memukul-mukul abdomen secara perlahan seirama dengan pernapasan saat
kontraksi, digunakan untuk mengganggu ibu supaya ia tidak memusatkan
perhatinannya pada kontraksi. Ibu atau pasangannya dapat melakukan effleurage ini
pada semua bagian tubuh. apablia sabuk monitor diperut mengganggu ibu melakukan
effleurage di daerah abdomen, effleurage dapat dilakukan dipaha atau dada.
9. Hidroterapi Jet
Hidroterapi jet (mandi whirlpool) ialah metode non farmakologi lain yang
dipakai untuk memberikan rasa nyaman dan rasa rileks selama persalinan walaupun
metode ini tidak diterima atau diterapkan secara universal. Banyak unit maternitas
baru memasang tempat mandi seperti ini. Kenikmatan berada di dalam air hangat, baik
menggunakan pompa jet atau tidak, membuat otot-otot yang tegang menjadi rileks.

Beberapa manfaat dapat diperoleh dari teknik ini. Bebas dari rasa tidak nyaman
dan relaksasi tubuh, secara umum membuat kecemasan ibu berkurang. Berkurangnya
rasa cemas akan menurunkan produksi adrenalin, sehingga kadar oksitosin (untuk
merangsang persalinan) dan endorfin meningkat (untuk mengurangi persepsi nyeri).
Selain itu gelombang dan pukulan ringan air merangsang puting susu (karena
hiperstimulasi kontraksi rahim belum terjadi [Aderhold,perriy,1991]). Dilatasi serviks
2 sampai 3 cm dalam jangka waktu 30 menit sering kali terlihat. Tekanan darah
menurun dan diuresis timbul. Apabila wanita menjalani persalinan punggung (back
labor) akibat presentasi oksiput posterior atau transversal, ia dianjurkan melakukan
posisi merangkak atau berbaring miring di dalam bak mandi karena posisi ini
mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan relaksasi serta produksi oksitosin, janin
dapat berotasi menjadi posisi oksiput anterior secara spontan.

Hidroterapi jet harus diprogramkan oleh tenaga kesehatan primer. Tanda-tanda


vital ibu harus berada pada batas normal, serviks harus berdilatasi sebesar 4-5 cm, dan
ia harus berada pada fase aktif tahap pertama persalinan. Apabila dia sedang berada
apada fase laten, kontraksinya dapat menjadi lama. Kondisi janin harus diperhatikan.
Ketuban dapat dalam keadaan pecah atau belum pecah. Apabila sudah pecah, air
ketuban harus jernih atau hanya mengandung sedikit mekonium
(Aderhold,perry,1991). Apabila banyak mengandung mekonium, dibutuhkan
elektroda, dalam kondisi ini hidroterapi jet dikontraindikasikan.

Selama berada di dalam bak mandi, jika suhu tubuh ibu dan DJJ meningkat, air
harus dibuat lebih dingin atau minta ibu keluar dari bak untuk mendinginkan tubuhnya.
Air di dalam dipertahankan berada pada suhu 35,6oc dan 36,7oc. Suhu tubuh ibu
mungkin sedikit lebih tinggi beberapa saat setelah keluar dari bak. Beri ibu minum dan
es batu serta handuk muka yang dingin saat berada di dalam bak. TTV ibu, kondisi
persalinan, dan DJJ diperiksa ulang setelah ibu keluar di bak.

Bak mandi harus dijaga supaya tetap bersih. Larutan pembersih bervariasi
sesuai kebijakan institusi, tetapi yang umum digunakan ialah pemutih rumah tangga
(klorox).

10. Stimulasi saraf elektronik per transkutan


Stimulasi saraf elektronik per transkutan (transcutaneous electrical nerve
stimulation [TENS]) efektif akibat adanya efek plasebo. implementasi TENS dapat
menstimulasi pelepasan opiat endogen (NKEP HALIN) pada tubuh wanita sehingga
rasa tidak nyaman yang dirasakan pada wanita itu mereda (scott,dkk,1990).

Dua pasang elektroda ditempel dikedua sisi spina torakal dan spina sakrum.
Aliran listrik ringan secara kontinu keluar dari alat yang dioperasikan oleh baterai.
Selama kontraksi, wanita meningkatkan stimulasi dengan menekan tombol pengontrol
alat tersebut. wanita tersebut kemudian menjelaskan sensai yang dirasakan, yakni rasa
kesemutan atau suatu dengungan dan menjelaskan penurunan nyeri sebagai baik atau
sangat baik. Penggunaan TENS tidak berisiko, baik bagi ibu maupun bagi janin. TENS
digunakan untuk menurunkan atau menghilangkan penggunaan analgesia dan
meningkatkan persepsi wanita tentang kemampuan mengontrol rasa nyeri.

Perawat membantu ibu yang menggunakan TENS dengan memberi penjelasan


tentang alat tersebut dan penggunaanya, dengan menganjurkan ibu untuk berhati-hati
menempatkan dan melindungi elektroda dan dengan seksama mengevaluasi
keefektifan alat tersebut.
12. Asuhan Keperawatan Ibu Bersalin Normal
1. Asuhan Keperawatan Persalinan Kala I

A. Pengkajian

1. Pengumpulan data subyektif

1. Identitas pasien ibu sebagai pasien dan suami sebagi penanggungjawab (nama,
umur, alamat, pekerjaan, agama, pendidikan, satatus perkawinan, suku, dan
tanggal MRS)
2. Keluhan utama
3. Riwayat menstruasi (menarche, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, HPHT,
keluhan saat menstruasi)
4. Riwayat pernikahan (menikah berapa kali dan usia pernikahan)
5. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
6. Riwayat kesehatan (lalu, keluarga dan kehamilan sekarang)
7. Riwayat alergi obat-obatan tertentu
8. Pola kebutuhan sehari- hari (virginia henderson) yang meliputi 14 pola
kebutuhan sehari-hari yaitu : bernafas, nutrisi (makan/ minum), eliminasi, gerak
badan, istirahat tidur, berpakaian, rasa nyaman, kebersihan diri, rasa aman, pola
komunikasi/ hubungan dengan orang lain, ibadah , produktivitas, relaksasi dan
kebutuhan belajar.
2. Pengumpulan data Obyektif
1. Pemeriksaan fisik umum (K/U, kesadasaran, TTV, BB, Lila, SPR)
2. Pemeriksaan fisik khusus (head to toe, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi ).
1. Kepala
a. Wajah : pucat atu tidak, adanya topeng kehamilan (closma
gravidarum
b. Sklera : kuning, hiperemis atau normal.
c. Konjungtiva : pucat atau tidak
d. Pembengakan limphe node
e. Pembesaran kelenjar tiroid
2. Dada
a. Payudara ( areola mengalami hiperpigmentasi, puting susu menonjol atau
tidak, trjadinya dimpling / retraksi, pengeluaran ASI (colostrum) )
b. Jantung : frekuensi nadi
c. Paru : frekuensi nafas
3. Abdomen
a. Linea alba/ nigra : adanya garis vertikal di atas dan dibawah pusar
b. Strie Gravidarum : adanya strechmath pada perut
c. Pembesaran perut sesuai usia kehamilan
d. Gerakan janin
e. Luka bekas operasi
f. Melaksanakan pemeriksaan leopold (1,2,3,4)
g. Mengukur DJJ (frekuensi normal 120-160 x/menit)
4. Genetalia
a. Kebersihan genetalia
b. Keputihan
c. Hemoroid
d. Terdapat pembukaan pada serviks
5. Ekstremitas
a. Atas : adanya odema, varises, CRT.
b. Bawah : adanya oedema, varises, CRT, dan refleks.
3. Data Penunjang
Pemeriksaan penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan selama kala I persalinan
yaitu dengan melakukan pemeriksaan VT.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA, 2017 :
a. Nyeri berhubungan dengan dilatasi serviks
3. Intervensi Keperawatan
a. NOC :
Status maternal: Intrapartum
Definisi: sejauh mana kesejahteraan maternal dalam batas normal dari awal
persalinan sampai melahirkan.
a) Koping ketidaknyamanan kehamilan
b) Penggunaan teknik memfasilitasi kehamilan
c) Frekuensi kontraksi uterus
d) Durasi kontraksi uterus
e) Itensitas kontraksi uterus
f) Perkembangan dilatasi serviks
g) Tekanan darah
h) Tingkat denyut nadi radial
i) Apical denyut jantung
b. NIC
1) Perawatan Intrapartum
Definisi: monitor dan manajemen kala satu dan dua pada proses persalinan
Aktivitas-aktivitas:
1) Tentukan apakah pasien dalam proses persalinan.
2) Tentukan apakah ketubah telah pecah.
3) Pindahkan (ibu) ke ruang persalinan.
4) Tentukan persiapan persalinan dan tujuan.
5) Dukung keluarga untuk berpartisipasi dalam proses persalinan, konsisten
dengan tujuan.
6) Siapkan pasien untuk protocol persalinan, permintaan praktisi, dan apa
yang disukai pasien.
7) Tutupi pasien dengan menjamin privasi pasien selama pemeriksaan.
8) Lakukan maneuver leopoled untuk menentukan posisi janin.
9) Lakukan pemeriksaan vagina dengan cara yang tepat.
10) Monitor tanda-tanda vital maternal diantara kontraksi (yang terjadi),
sesuai protocol atau sesuai dengan kebutuhan.
11) Auskultasi denyut janin setiap 30-60 menit di awal persalinan, setiap 15-
30 menit selama persalinan aktif.
12) Auskultasi frekuensi denyut janin diantara kontraksi (yang terjadi) untuk
mendapatkan data dasar.
13) Monitor denyut janin selama dan setelah kontraksi untuk mendeteksi
penurunan atau peningkatan.
14) Lakukan monitor janin secara elektronik sesuai protocol atau dengan
tepat, untuk mendapatkan informasi tambahan.
15) Laporkan perubahan frekuensi denyut jantung janin yang tidak normal
pada praktisi.
16) Palpasi kontraksi untuk menentukan frekuensi, durasi, intensitas dan
kapan istirahat.
17) Dukung ambulansi selama awal persalinan.
18) Monitor tingkat nyeri selama persalinan.
19) Eksplorasi posisi yang meningkatkan kenyamanan maternal dan perfusi
plasenta.
20) Ajarkan nafas, relaksasi dan teknik visualisasi.
21) Sediakan alternative metode pengurangan nyeri yang konsisten dengan
tujuan pasien (misalnya pemijatan sederhana, effluragel, aroma terapi,
hypnosis, dan transcutaneous electrical nerve stimulation (TENSI)
22) Berikan kepingan es, lap basah atau permen keras.
23) Dukung pasien untuk mengosongkan kandung kemih setiap 2 jam.
24) Bantu mengarahkan persalinan atau keluarga untuk menyediakan
kenyamanan dan dukungan selama persalinan.
25) Berikan analgesic untuk mendukung kenyamanan dan relaksasi selama
persalinan.
26) Amati efek dari pengobatan pada ibu dan janin.
27) Nasehati pasien terkait dengan pilihan anastesi yang mungkin
memerlukan rujukan pada praktisi lain.
28) Bantu dengan analgesic atau anastesi regional, dengan tepat.
29) Lakukan atau bantu dengan amniotomy, dengan tepat.
30) Auskultasi denyut jantung janin sebelum dan setelah amniotomy.
31) Evaluasi kembali posisi janin dan tali pusat setelah dilakukan
amniotomy.
32) Dokumentasikan karakteristik cairan, frekuensi denyut jantung janin, dan
pola kontraksi setelah ketuban pecah baik sepontan atau dipecahkan.
33) Bersihkan perineum dang anti pembalut secara teratur.
34) Monitor kemajuan persalinan, meliputi pengeluaran vagina, dilatasi
serviks, effacement, posisi dan penurunan janin.
35) Jaga pasien dan yang mengarahkan tetap mendapatkan informasi terkait
kemajuan (persalinan).
36) Jelaskan tujuan intervensi persalinan yang diperlukan.
37) Dapatkan informed consen sebelum dilakukan prosedur invasi.
38) Monitor koping keluarga selama persalinan.
39) Lakukan pemeriksaan vagina untuk menentukan dilatasi servikal
lengkap, posisi dan kondisi janin
4. Implementasi keperawatan
Sesuai dengan intervensi yang dibuat. Format implementasi keperawatan memuat
(hari, tanggal, dan jam, nomer diagnosa, implemnetasi, evaluasi, dan tandatangan
nama terang perawat yang bertugas).
5. Evaluasi Keperawatan
Disesuaikan dengan respon klien terhadap intervensi keperawatan yang diberikan
dihubungkan dengan tujuan intervensi dan kriteria evaluasi yang diharapkan.

2. ASUHAN KEPERAWATAN PERSALINAN KALA II


a. Pengkajian

a) Data Subjektif (Anamnesis)

Data subjektif yang dikaji antara ibu hamil dan ibu bersalin tidak jauh berbeda,
yaitu menanyakan :

1) Biodata Pasien

· Nama pasien dan suami

· Umur

· Suku dan Bangsa

· Agama

· Pendidikan

· Pekerjaan

· Nomor telepon dan alamat

· Keluarga dekat yang mudah dihubungi

2) Alasan Masuk dan Keluhan Utama

3) Riwayat Menstruasi

a. Menarche, yaitu menstruasi pasien pertama kali, pada umur berapa,

b. Siklus,

c. Banyaknya darah menstruasi,


d. Lamanya menstruasi, berapa hari, dan

e. Ada atau tidaknya dismenorrhoe (nyeri saat menstruasi).

4) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu

5) Kontrasepsi

a) Jenis kontrasepsi,

b) Lama pemakaiannya, dan

c) Keluhan-keluhan yang ada setelah menggunakan kontrasepsi.

6) Riwayat Kehamilan Sekarang

a) Hari pertama haid terakhir (HPHT) dan taksiran persalinan (TP)

b) Keluhan pada trimester I, trimester II, dan trimester III

c) Pergerakan janin pertama kali

d) Pergerakan janin 24 jam terakhir

e) Keluhan yang dirasakan ibu

7) Obat yang Dikonsumsi

8) Imunisasi

9) Riwayat Kesehatan Ibu

10) Riwayat Kesehatan Keluarga

11) Riwayat Psikososial

12) Riwayat Perkawinan

13) Keadaan Ekonomi

14) Kebiasaan Sehari-hari

15) Persiapan Kegawatdaruratan.

b) Data Objektif (Pemeriksaan Fisik)


Pemeriksaan yang dilakukan bidan terhadp ibu hamil dan ibu bersalin adalah
sama. Hanya saja pada ibu bersalin bidan harus melakukan pemeriksaan
tambahan yang harus dilakukan yaitu pemeriksaan dalam. Adapun hal-hal yang
harus diperiksa oleh bidan adalah sebagai berikut :

1) Pemeriksaan Umum, meliputi :

a) Kesadaran ibu,

b) Berat bada sebelum hamil,

c) Berat badan sekarang

d) Tinggi badan, dan

e) Lingkar Lengan Atas (LILA)

2) Tanda-tanda Vital (TTV), meliputi :

a) Tekanan darah,

b) Nadi,

c) Pernapasan, dan

d) Suhu.

3) Pemeriksaan Fisik, meliputi :

a) Kepala

1) Inspeksi

· Rambut, lihat kebersihan kulit kepala dan rambut.

· Telinga, lihat kesimetrisan, kelengkapan, dan kebersihan telinga,

· Mata, lihat kesimetrisan, kelengkapan, conjungtiva pucat/tidak, dan


kebersihan mata,

· Bibir, nilai keadaan bibir (stomatitis), kering/tidak,

· Mulut, nilai kebersihan mulut, pucat/tidak.

· Lidah, nilai kebersihan lidah,


· Gigi, nilai kebersihan gigi, ada/tidak karies dentis.

· Muka, nilai ada/tidaknya udem.

2) Palpasi

· Muka, nilai muka ada udem/tidak, tepatnya pada palpebra.

b) Leher

1) Inspeksi, ada/tidak pembesaran kelenjar limfe dan tiroid.

2) Palpasi, ada/tidaknya pembesaran kelenjar limfe dan tiroid.

c) Dada

1) Inspeksi

· Mamae, nilai kesimetrisannya, hiperpigmentasi pada papilla dan


areolla, nilai papilla menonjol/tidak,

· Areolla, nilai hiperpigmentasinya.

· Kelenjar Montgomery, ada/tidak.

2) Palpasi

· Benjolan, ada/tidaknya benjolan pada mamae, apakah ada noul-


nodul pada mamae dan areolla,

· Apakah ada rasa nyeri saat dipalpasi, dan

· Nilai pengeluaran colostrum, dengan memencet areolla.

d) Abdomen

1) Inspeksi

· Ada/tidaknya bekas jahitan/operasi,

· Nilai kesesuaian antara pembesaran perut dengan usia kehamilan, dan

· Lihat ada/tidaknya striae dan linea.

2) Palpasi

· Leopold :
- Leopold I, untuk mengetahui bagian apa yang ada pada fundus
dan menilai tinggi fundus uteri.

- Leopold II, untuk mengetahui bagian janin terhadap dinding perut


ibu.

- Leopold III, untuk mengetahui apakah bagian terbawah jannin


(kepala/bokong) masih bisa digerakkan/tidak.

- Leopod IV, untuk mengetahui sejauh mana kepala janin telah


turun/masuk ke panggul.

· Tinggi Fundus Uteri (TFU), untuk mengetahui apakah perbesaran


rahim sesuai/tidak dengan usia kehamilan atau ada kemungkinan
kehmilan kembar.

· Taksiran Berat Badan Janin (TBBJ), untuk mengetahui perkiraan berat


badan janin.

3) Auskultasi

· Detak Jantung Janin (DJJ), untuk memantau kesejahteraan janin.

· Frekuensi

· Irama

· Intensitas

· Punctum Maximum, untuk mengetahui posisi terjelas terdengarnya


DJJ.

e) Ekstremitas

1) Ekstremitas Atas

· Inspeksi, lihat apakah ada tanda-tanda udem, varises, dan


sebagainya.

· Palpasi, raba apakah ada udem, varises, dan sebagainya.

2) Ekstremitas Bawah
· Inspeksi, lihat apakah ada tanda-tanda udem, varises, dan
sebagainya.

· Palpasi, raba apakah ada udem, varises, dan sebagainya.

· Perkusi, untuk menilai refleks patella kiri dan kanan.

f) Anogenitalia, tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui keadaan jalan


lahir ibu, apakah normal atau abnormal.

1) Inspeksi

(a) Pemeriksaan Dalam

· Pembukaan Serviks

· Portio

· Ketuban

· Presentasi

· Posisi

· Penurunan

· Bagian Terkemuka

(b) Ukuran Panggul Dalam (UPD)

· Promotorium

· Linea Innominata

· Os Sakrum

· Dinding samping panggul

· Spina Ischiadica

· Arcus Pubis

(c) Ukuran Panggul Luar (UPL) : Distantia Inter Tuberosum (DIT).

b. Diagnosa Keperawatan Kala II Persalinan


Menurut NANDA, 2017 :
Nyeri persalinan berhubungan dengan ekspulsi fetal, pengeluaran janin.
c. Intervensi Keperawatan
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
a) Paint control
b) Paint level
c) Comfort level
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama… diharapkan nyeri
terkontrol dengan kriteria hasil :
1) Mengenali timbulnya nyeri
2) Menggunakan langkah-langkah bantuan non farmakologi
3) TTV dalam batas normal
4) Pasien dapat mendemonstrasikan kontrol nyeri
5) Melaporkan nyeri terkontrol setelah menggunakan langkah-langkah
non farmokologi
b. Intervensi
NIC :
a) Paint manajemen
1) Kaji derajat ketidaknyamanan verbal dan non verbal
2) Pantau dilatasi serviks
3) Pantau tanda vital dan DJJ
4) Bantu penggunakan teknik pernafasan dan relaksasi
5) Kontrol lingkungan yang dapat meningkatkan kenyamanan
b) Intrapartal Care
1) Pantau tanda vital ibu antar kontraksi per protokol, atau sesuai kebutuhan
2) Pantau tingkat nyeri selama persalinan
3) Pilih posisi yang meningkatkan kenyamanan ibu dan mempertahankan
perpusi plasenta
4) Ajarkan teknik pernafasan, relaksasi dan visualisasi
5) Sediakan metode alternative agar nyeri konsisten dengan tujuan pasien
(contoh : pijat sederhana)
2. Implementasi keperawatan
Sesuai dengan intervensi yang dibuat. Format implementasi keperawatan memuat
(hari, tanggal, dan jam, nomer diagnosa, implemnetasi, evaluasi, dan tandatangan
nama terang perawat yang bertugas).
3. Evaluasi Keperawatan
Disesuaikan dengan respon klien terhadap intervensi keperawatan yang diberikan
dihubungkan dengan tujuan intervensi dan kriteria evaluasi yang diharapkan.

3. ASUHAN KEPERAWATAN PERSALINAN KALA III


1. Tahap Pengkajian Keperawatan
a. Pemeriksaan Plasenta
Pemeriksaan plasenta setelah persalinan merupakan keterampilan yang
sangat penting yang dilakukan oleh bidan untuk menurunkan kemungkinan
terjadinya perdarahan pascapartum dan infeksi. Plasenta yang pucat dapat terjdi
akibat pengkleman tali pusat yang terlambat sehingga darah yang tertinggal
diplasenta hanya sedikit, dapat pula mengindikasikan terjadinya anemia
intrauterine. Mekonium juga dapat terlihat pada plasenta bagian permukaan
janin, yang merupakan tanda-tanda infeksi dan hiperbilirubinemia. Plasenta
yang berbau busuk sering mengindikasikan adanya infeksi intrauterine.
b. Pemeriksaan Selaput Ketuban
Amnion dan korion terdiri dari selaput janin, yang tampak menyatu
sebenarnya tidak . menarik salah satunya dapat merusaknya, amnion dapat
ditarik kearah tali pusat. Amnion terasa halus, tembus cahaya dan liat,
sedangkan karion lebih tebal, keruh dan rapuh. Korion mulai terdapat di tepi
plasenta dan melebar ke sekitar desidua. Setelah kelahiran, selaput ketuban akan
berlubang karena dilewati bayi. Bila selaput ketuban tampak tidak rata,
kemungkinana ada bagian yang tertinggal di uterus. Hal ini dapat
mempengaruhi kontraktillitas uterus dan mencetuskan perdarahan pascapartum.
Hal ini juga menjadi media tumbuhnya mikroorganisme, yang menjadi pencetus
infeksi. Bekuan pascapartum yang keluar harus diperiksa untuk adanya selaput
ketuban.
c. Pemeriksaan Tali Pusat
Tali pusat terdiri dari dua arteri umbilikalis dan satu vena umbilikalis,
dikelilingi oleh jeli warthon dan ditutupi oleh amnion. Tali pusat dengan dengan
jumlah pembuluh darah kurang dari tiga mengindikasikan adanya abnormalitas
congenital, bayi harus di rujuk ke dokter anak dan sampel tali pusat diperlukan
dianalisis. Panjang tali pusat adalah 50 cm (berkisar 30 – 90 cm), diameter 1-2
cm dan berbentuk spiral untuk melindungi pembuluh darah dari tekanan. Tali
pusat yang pendek adalah tali pusat yang panjangnya kurang dari 40 cm, dan
hal ini biasanya tidak signifikan, kecuali jika terlalu pendek, karena pada saat
anin turun kerongga panggul tali pusat akan tertarik dan terjadi juga tarikan pada
plasenta. Tali pusat yang terlalu panjang dapat melilit janin atau tersimpul,
sehingga terjadi penyumbatan pembuluh darah, risiko presentasi atau prolaps
tali pusat mengalami peningkatan jika tali pusat terlalu panjang, terutama bila
bagian terendah janin tidak sesuai dengan serviks. Lilitan palsu dapat terjadi
jika pembuluh darah lebih panjang dari tali pusat dan memebentuk lingkaran di
jeli wharton, hal ini tidak begitu bermakna. Tali pusat yang terlalu besar atau
terlalu kecil akan sulit untuk diklem setelah kelahiran.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perdarahan berhubungan dengan faktor resiko trauma
Definisi :

Berisiko mengalami penurunan volume darah yang dapat mengganggu


kesehatan

3. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


NO
KEPERAWATAN NOC NIC
1. Resiko Perdarahan - Blood lose severity Bleeding precautions
- Blood koagulation
Berhubungan dengan - Observasi tanda-tanda
Setelah dilakukan
faktor resiko trauma perdarahan
tindakan asuhan
- Observasi TTV
keperawatan selama…
- Pertahankan bedrest
diharapkan tidak terjadi
selama perdarahan aktif
perdarahan dengan
- Mobilisasi dini post
kriteria hasil :
partum untuk
- Tidak ada hematuria dan
meningkatkan kontraksi
hematemesis
uterus
- Tidak ada kehilangan
- Anjurkan pasien untuk
darah yang terlihat
meningkatkan asupan
- Tekanan darah dalam
makanan yang kaya
batas normal
vitamin K
- Tidak ada perdarahan - Monitor tanda dan gejala
pervagina perdarahan per sisten
- HB dan HT dalam batas
normal Bleeding reduction

- Identifikasi penyebab
perdarahan
- Pertahankan intake
cairan yang adekuat
- Terapkan kompres
dingin untuk fundus
- Tingkatkan frekuensi
pijat fundus
- Observasi TTV setiap 15
menit

3. Implementasi keperawatan
Sesuai dengan intervensi yang dibuat. Format implementasi keperawatan memuat
(hari, tanggal, dan jam, nomer diagnosa, implemnetasi, evaluasi, dan tandatangan
nama terang perawat yang bertugas).

4. Evaluasi Keperawatan
Disesuaikan dengan respon klien terhadap intervensi keperawatan yang diberikan
dihubungkan dengan tujuan intervensi dan kriteria evaluasi yang diharapkan.
4. Asuhan Keperawatan Pada Kala IV Persalinan
1. Pengkajian Kala IV Persalinan
Pemeriksaan tanda vital
a. Suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu
akan kembali normal (360 C- 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
b. Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hypovolemia
yang semakin
c.Tekanan Darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.
d. Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak nirmal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
2. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan
mengevaluasi system dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
a. Nyeri / ketidak nyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tetap). Ketidak nyamanan vagina
/ pelvis, sakit punggung
b. Uterus diopservasi setiap 30 menit selama 4 hari post partum, kemudian tiap 8
jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya.
c. Perineum diopservasi setiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan
dan apakah ada jahitan yang lepas.
d. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
e. Traktus gastro intestinal diopservasi terhadap nafsu makan dan obstivasi.
f. Integritas ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
g. His pengiring (kala IV) Kontraksi lemah, sedikit nyeri, pengecilan rahim

3. Diagnosa Keperawatan Kala IV

Karena perdarahan merupakan komplikasi potensial yang signifikan, maka hal


ini perlu dibahas secara mendalam, jadi masalah pada Kala IV persalinan, yaitu :

a. Risiko perdarahan berhubungan dengan trauma, komplikasi pascapartum : atonia


uterus, retensi plasenta, komplikasi kehamilan: pecah ketuban dini, plasenta
previa/abrupsio, kehamilan kembar.

4. INTERVENSI KALA IV PERSALINAN

a. Tujuan dan Kriteria hasil


NOC :
1) Keparahan kehilangan darah
dengan kriteria hasil :
a) Kehilangan darah yang terlihat
b) Perdarahan vagina
c) Cemas
d) Kulit dan membrane mukosa pucat
2) Status sirkulasi
Dengan criteria hasil :
a) Tekanan nadi
b) Saturasi oksigen
c) Distensi vena leher
d) Kelelahan
3) Status maternal : postpartum
Dengan criteria hasil :
a) Perdarahan vagina
b) Kelelahan
c) Tinggi fundus uteri
d) Kehilangan darah yang terlihat
4) Koagulasi darah
Dengan criteria hasil :
a) Pembentukan bekuan
b) Fibrinogen plasma
c) Hematemesis
d) Gusi berdarah
b. Intervensi
NIC :
1) Pencegahan perdarahan
a) Monitor dengan ketat risiko terjadinya perdarahan pada pasien
b) Intruksikan pasien untuk meningkatkan makanan yang kaya vitamin K
c) Intruksikan pasien untuk menghindari konsumsi aspirin atau obat – obat
antikoagulan
d) Intruksikan pasien dan keluarga untuk memonitor tanda – tanda
perdarahan dan mengambil tindakan yang tepat jika terjadi perdarahan
(misalnya, lapor kepada perawat)
2) Pengurangan perdarahan
a) Identifikasi penyebab perdarahan
b) Monitor jumlah dan sifat kehilangan darah
c) Monitor status cairan, termasuk asupan (intake) dan haluaran (output)
d) Intruksikan pasien dan keluarga mengenai tingkat keparahan kehilangan
darah dan tindakan – tindakan yang tepat untuk dilakukan
3) Perawatan postpartum
a) Pantau tanda – tanda vital
b) Fasilitasi pasien kembali ke fungsi berkemih normal ( yaitu, membantu
dengan mandi uap/mandi dibak, meningkatkan hidrasi, membasuh
perineum dengan air hangat, dan mendorong ambulansi)
c) Pantau lokasi fundus, tinggi dan tonus pastikan untuk menopang segmen
bawah rahim selama dilakukan palpasi
d) Minta pasien untuk mengosongkan kantung kemih secara rutin sebelum
pemeriksaan postpartum dan sesudahnya
4) Pengurangan perdarahan : uterus post partum
a) Kaji riwayat obsertrik dan catat persalinan terkait dengan factor risiko
perdarahan postpartum ( misalnya, riwayat perdarahan post partum
sebelumnya, persalinan yang lama, induksi, preeklamsi, kala dua lama,
persalinan dengan bantuan, kelahiran kembar atau SC atau persalinan
dengan dipacu)
b) Monitor tanda – tanda vital maternal setiap 15 menit atau lebih sering,
jika diperlukan
c) Tingkatkan frekuensi pijatan fundus
d) Berikan produk darah jika diperlukan

5. Implementasi Keperawatan
Sesuai dengan intervensi yang dibuat. Format implementasi keperawatan
memuat (hari, tanggal, dan jam, nomer diagnosa, implemnetasi, evaluasi, dan
tandatangan nama terang perawat yang bertugas).

6. Evaluasi Keperawatan Ibu Bersalin Kala IV Persalinan

Evaluasi kemajuan dan hasil akhir perawatan terus dilakukan sepanjang


kala IV persalinan. Perawat maternitas mengkaji pemulihan factor biologis
kehamilan dan persalinan, demikian pula perkembangan hubungan orang tua
dan bayinya serta hubungan satu sama lain dalam keluarga yang baru. Untuk
mengetahui sejauh mana pencapaian hasil akhir keperawatan yang diharapkan,
perlu dilakukan penilaian secara kritis factor – factor berikut :

a. Ibu bersalin tidak perlu mengganti pembalutnya lebih dari satu kali setiap
jam karena terlalu basah oleh darah
b. Ibu bersalin akan berkemih jika kandung kemihnya penuh selama kala IV
persalinan
c. Ibu bersalin menyatakan menerima proses persalinannya setelah
mengungkapkan kekhawatirannya
d. Ibu bersalin dan anggota keluarganya menunjukan prilaku adanya ikatan
batin
e. Ibu bersalin menyatakan merasa lebih nyaman setelah dilakukan tindakan
untuk menambah kenyamanan.
Apabila dalam proses pengkajian ditemukan hasil kurang atau tidak
mencapai yang diharapkan, harus dilakukan pengkajian, perencanaan, dan
perawatan lebih lanjut untuk memberi perawatan yang benar kepada ibu
bersalin dan keluarganya.
2.1 SOP Persalinan
SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)

PERTOLONGAN PERSALINAN

Tahap Preinteraksi

1. Cek catatan klien


2. Cuci tangan
3. Mempersiapkan alat
a. Partus set (dalam wadah steril yang berpenutup) : 2 klem Kelly atau 2 klem
kocher, gunting tali pusat atau klem plastic, kateter nelator, gunting episiotomy,
klem ½ kocher, 2 pasang sarung tangan DTT atau steril, kasa atau kain kecil,
gulungan kapas bersih, tabung suntik 21/2 atau 3ml dengan dengan jarum IM,
kateter penghisap Dee Lee atau bola karet penghisap yang baru dan bersih.
b. 4 kain bersih
c. 3 handuk atau kain untuk mengeringkan dan menyelimuti bayi
d. Celemek plastic
e. Wadah untuk larutan klorin 0,5%
f. Wadah untuk air DTT
g. Fetoskop

Tahap Orientasi

1. Memberi salam, panggil klien dengan namanya


2. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien dan keluarga

Tahap Kerja

I. MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA


1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua
a. Ibu merasa adanya dorongan kuat dan meneran
b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan
vaginanya
c. Perineum tampak menonjol
d. Vulva-vagina dan sfingter anal membuka
II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksanakan komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
Untuk resusitasi menyiapkan tempat datar, rata bersih, kering dan hangat. 3
handuk / kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60watt
dengan jarak 60cm diatas tubuh bayi.
a. Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi
b. Menyiapkan oksitosin 10unit dan alat suntik steril sekali pakai yang
diletakkan di dalam partus set.
3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastic yang bersih
4. Melepaskan semua perhiasan yang di[pakai dibawah siku, mencuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan
dengan handuk
5. Memakai satu sarung tangan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam
6. Menghisap oksitosin 10unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung
tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali di partus
set/wadah desinfeksi
III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DENGAN KEADAAN JANIN BAIK
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati – hati dari depan
kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah dibasahi air
desinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum atau anus terkontaminasi
oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari
depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam
wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakkan
kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam larutan dekontaminasi,
langkah #9)
8. Dengan menggunakan teknik aseptic, melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban
belum pecah sedangkan pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi
9. Mendekontaminasi sarung tangandengan cara mencelupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian
melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan (seperti di atas)
10. Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 kali per menit)
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil – hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil
– hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
IV. MENYIAPKAN IBU & KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES PIMPINAN
MENERAN
11. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Membantu
ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
a. Menunggu hingga ibu mempunyai keinginanuntuk meneran. Melanjutkan
pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan
pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan yang ada
b. Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana peran mereka untuk
mendukung dan member semangat kepada ibu untuk meneran secara benar
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran. (Pada
saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa
nyaman)
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat
untuk meneran.
a. Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk
meneran
b. Mendukung dan member semangat atas usaha ibu untuk meneran
c. Membantu ibui mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak
meminta ibu berbaring terlentang)
d. Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
e. Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan member semangat pada ibu
f. Menganjurkan asupan cairan per oral
g. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h. Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam
waktu 120 menit (2jam) meneran untuk ibu primipara atau 60 menit (1jam)
untuk ibu multipara, merujuk segera.
14. Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran anjurkan ibu untuk
berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin
meneran dalam 60menit menganjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak
kontraksi – kontraksi tersebutdan beristirahat di antara kontraksi.
V. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala
bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16. Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu
17. Membuka partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan
VI. MENOLONG KELAHIRAN BAYI

Lahirnya Kepala

19. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kepala
bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi,
membiarkan kepala keluar perlahan lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran
perlahan lahan atau bernafas cepat saat kepala lahir
20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi :
- Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar lepaskan lewat bagian tas
kepala bayi
- Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat
dan memotongnya
21. Menunggu hingga kepala bayi melakukanj putaran paksi luar secara spontan

Lahirnya Bahu

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.
Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut
menariknya kea rah bawah dan kearah keluar hingga bahu anterior muncul di
bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik kea rah atas dan
kearah luar untuk melahirkan bahu posterior

Lahir badan dan tungkai

23. Setelah kedua bahu dilahirkan, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah
atas
24. Setelah tubuh dari lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung,
bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara
kaki dan pegang masing – masing mata kaki dengan ibu jari dan jari – jari
lainnya)
VII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
25. Lakukan penilaian selintas :
- Apakah bayi cukup bulan?
- Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
- Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
- Apakah bayi bergerak dengan aktif?

Bila salah satu jawaban adalah tidak lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia
bayi baru lahir (melihat penuntun berikutnya). Bila semua jawaban adalah ya
lanjutr ke langkah 26

26. Keringkan tubuh bayi


Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk
/kain yang kering. Biarkan bayi di atas perut ibu
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus
(hamil tunggal)
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi dengan
baik
29. Dalam waktu 1menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin
10unit IM di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin)
30. Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat dengan klem kira – kira
3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kea rah distal (ibu) dan jepit
kembali tali pusat pada 2cm distal dari klem pertama
31. Pemotongan dan Pengikatan Tali Pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut
bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul
kunci pada sisi lainnya
c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan
32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi
Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. luruskan bahu bayi sehingga bayi
menempel di dada/perut ibu. usahakan kepala bayi berada di antara payudara
ibu dengan posisi lebih rendah dari putting payudara ibu
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi
VIII. PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA TIGA
34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10cm dari vulva
35. Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang
pubis dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan
menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain
36. Setelah uterus berkontraksi tegangkan tali pusat kea rah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus kea rah belakang-atas (dorso cranial) secara berhati
hati (untuk mencegah inversion uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40
detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi
berikut mulai.
- Jika uterus tidak berkontraksi meminta ibu atau seorang anggota keluarga
untuk melakukan rangsangan putting susu.

Mengeluarkan plasenta

37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas,


minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai
dan kemudian kea rah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan
dorso-kranial)
- Jika tali pusat bertambah panjang pindahkan klem hingga berjarak sekitar
5-10cm dari vulva dan lahirkan plasenta
- Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama
15menit :
1. Mengulangi pemberian oksitosin 10unit IM
2. Lakukan kateterisasi (aseptic) jika kandung kemih penuh
3. Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4. Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5. Jika plasenta tidak lahir dalam 30menit setelah bayi lahir atau bila terjadi
perdarahan segera lakukan plasenta manual
38. Jika plasenta terlihat introitus vagina melanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan
dengan hati hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan
lembut perlahan melahirkan ketuban tersebut.
- Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi
atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama.
Menggunakan jari – jari tangan atau klem atau forceps disinfeksi tingkat
tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal

Rangsangan taktil (masase) uterus

39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase uterus,
meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).
Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15
detik masase
IX. MENILAI PERDARAHAN
40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan
selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh.
Meletakkan plasenta di dalam kantung plastic atau tempat khusus
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan
bila laserasi menyebabkan perdarahan

Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan

X. MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN


42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina
43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1
jam.
- Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusui dini dalam
waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15
menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
- Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil
menyusui
44. Setelah satu jam lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir, beri antibiotic salep
mata penecegahan dan vitamin K1 1mg IM di paha kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi hepatitis B
dip aha kanan anterolateral. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu
waktu bisa disusukan. Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum
berhasil menyusui di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil
menyusu.
XI. EVALUASI
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervagina :
- 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
- Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
- Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
- Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan yang
sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.
Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan
dengan anestesa local dan menggunakan teknik yang sesuai
47. Mengajarkan pada ibu /keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan
memeriksa kontraksi uterus
48. Evaluasi dan estimasi kehilangan darah
49. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama satu
jam pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan
- Memeriksa temperature tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama
pasca persalinan
- Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
50. Periksa kembali bayi dan pantau setiap 15 menit untuk pastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik (40-60kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,50C)
- Jika bayi sulit bernafas, merintih atau retraksi, diresusitasi dan segera
merujuk ke rumah sakit
- Jika bayi bernapas terlalu cepat segara dirujuk
- Jika kaki teraba dingin, pastingan ruangan hangan dan kembalikan bayi ke
kulit ibu dan selimuti ibu dan bayinya dengan satu selimut.

Kebersihan dan keamanan

51. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk


dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi
52. Membuang bahan – bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang
sesuai
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air desinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan sisa cairan ketuban , lendir dan darah.
54. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang
diinginkan.
55. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan
klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih
56. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% membalikkan
bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama
10menit
57. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
58. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang

Tahap Terminasi

Evaluasi hasil yang didapat sebagai berikut :

1. Evaluasi hasil kegiatan subjektif dan objektif


2. Berikan reinforcement positif pada klien
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
5. Cuci tangan

Dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA

Asrinah, Shinta Siswoyo Putri, dkk. 2010. Konsep kebidanan. yogyakarta: Graha
Ilmu.

Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas / Maternity


Nursing. Alih Bahasa Maria A. Wijayanti. Peter I. Anugerah, edisi 4. Jakarta
: EGC.

Bulecheck, Gloria M., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) sixth
Edition. Mosby an Imprint of Elsevier Inc.

Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC.

Moorhead, Sue., et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.
Mosby an Imprint of Elsevier Inc.

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015 –


2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.

NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA Nic Noc. Yogyakarta;


Mediaaction

POGI. 2008 . Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR

Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Rukiyah, Ai Yeyeh dkk. 2009. Asuhan Kebidanan 2 ( Persalinan ). Jakarta: Trans Info
Media.

Wiknjosastro, H. 2005. dalam Ilmu Kebidanan Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo
Varney, Hellen; Kriebs J.M; Gegor C.L, 2008, Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Volume 2 Edisi 4,Jakarta. EGC

Varney, Hellen; Kriebs J.M; Gegor C.L. “Buku Ajar Asuhan Kebidanan” Volume
1. Jakarta. EGC; 2006.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
“ INTRANATAL “

OLEH :

NI KADEK NOVITA LISDIANTARI

P07120016104

2.3

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI DIII JURUSAN KEPERAWATAN
SEMESTER IV
2018

Anda mungkin juga menyukai