Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

“ Seorang Pasien 59 Tahun Datang dengan Penebalan Kuku pada Jari-jari


Tangan”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Tugurejo

Pembimbing:
dr. Agnes Sri Widayati, Sp.KK
dr. Sri Windayati, Sp.KK
dr. Irma Yasmin, Sp.KK

Disusun oleh :
Himmatul Ulya
H2A013013P

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Dari hasil penelitian pada pusat-pusat pendidikan di Bandung, Surabaya,


Jakarta dan Medan pada tahun 2006 di Indonesia onikomikosis terbanyak
disebabkan oleh kelompok yeast terutama Candida albicans. Dari segi umur
onikomikosis ini lebih sering terjadi pada orang dewasa hal ini dapat disebabkan
adanya penurunan imunitas dan kurangnya kesadaran untuk menjaga kebersihan
terutama kebersihan kuku.1,10
Onikomikosis merupakan kasus infeksi jamur yang sering terjadi, dimana
prevalensi atau angka kejadiannya menurut survei di Inggris diperkirakan berkisar
antara 2-8% pada laki-laki dan 2-6% pada perempuan. Menurut Roberts pada
tahun 2002 dalam studi epidemiologinya di Inggris yang melibatkan hingga 9332
populasi onikomikosis pada orang dewasa menyatakan bahwa banyaknya angka
kejadian onikomikosis pada pria sebanyak 2,8% dan pada wanita sebanyak 2,6%.
Menurut survei di Kanada pada tahun 2004 melaporkan bahwa prevalensi
onikomikosis terjadi berkisar 6,5%. Sedangkan pada tahun 2009 berkisar 0,9 %
dari total 3450 pasien penyakit kulit yang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin
rumah sakit Haji Adam Malik Medan. Untuk prevalensi kejadian di Semarang
pada tahun 2014, penyakit pada kulit dan kuku terutama kasus onikomikosis yaitu
sebanyak 5% (0,05) dari kasus penyakit kulit kelamin di kota semarang.1,10
Onikomikosis atau jamur kuku adalah suatu kelompok penyakit yang
disebabkan oleh infeksi jamur yang mengenai kuku, baik berupa infeksi primer
maupun infeksi sekunder yang mengenai kuku. Onikomikosis berasal dari Bahasa
Yunani onyx yang berarti kuku dan mykes yang berarti jamur. Semua manusia
dengan berbagai ras dapat terserang onikomikosis. Onikomikosis ini lebih sering
menyerang manusia yang bertempat tinggal di daerah yang memiliki iklim tropis.
Onikomikosis ini menyerang individu yang tinggal di lingkungan yang lembap dan
sering kontak dengan air kotor merupakan faktor terbesar terjadinya onikomikosis.

2
Onikomikosis ini biasanya menyerang orang dewasa, dibuktikan pada penelitian
tahun 2010 di Jakarta orang dewasa memiliki cukup besar hingga 30 kali
dibandingkan anak-anak. Onikomikosis dapat disebabkan oleh jamur dermatofita,
yeast maupun mould. Onikomikosis awalnya invasi melalui kuku yang sehat. Ada
dua cara jamur tersebut masuk yaitu dari manusia ke manusia (antrofopilik) dan
dari tanah ke manusia (geofilik). Jamur ini biasanya masuk melalui bagian lipatan
kuku lateral dan dapat masuk melalui bagian distal maupun proksimal yang lama
kelamaan akan menginfeksi jaringan disekitar kuku.2,3
Penyakit jamur bersifat menular dan dapat menular ke anggota keluarga
lain jika tidak ditangani dengan tepat. Onikomikosis dapat menyebabkan kuku
menjadi rusak, rapuh, warna kuku tampak suram, membuat pemukaan kuku
menebal dan tampak detritus yang mengandung elemen- elemen jamur yang
terliat dibawah kuku. Dengan adanya kerusakan kuku ini dapat menjadi celah
masuknya bakteri dan menyebabkan adanya ulkus, selulitis, gangrene terutama
terjadi pada penderita diabetes. Adapun Faktor- faktor predisposisi onikomikosis
adalah riwayat kebersihan, kelainan anatomi kuku, adanya riwayat onikomikosis
dalam keluarga, trauma kuku, diabetes militus dan adanya penyakit sistemik yang
mendasari.1,5

3
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 59 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Margoyoso, Semarang

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 29 Juni 2017 pukul 10.00 WIB
Keluhan Utama : Penebalan pada beberapa jari tangan
a. Riwayat Pasien Sekarang
Seorang pasien datang ke poli kulit RS Tugurejo dengan keluhan
penebalan pada beberapa jari tangan sejak 2 bulan yang lalu yaitu pada ibu
jari, jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan, serta pada ibu jari dan jari
telunjuk tangan kiri. Pasien menceritakan keluhan ini muncul pertama kali 2
bulan yang lalu, awalnya kuku berwarna kuning dan berubah menjadi warna
coklat, kemudian semakin lama kuku menebal seperti sekarang. Penebalan
kuku dirasa tidak mengganggu aktivitas sehari-hari dan belum pernah diobati.
Dalam keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
Pasien menyangkal adanya keluhan lain selain terjadi penebalan kuku.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Sakit seperti ini : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes : disangkal

4
Riwayat Alergi : diakui (alergi makanan laut)
Riwayat Asma : disangkal
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
d. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
Pasien dalam kesehariaanya adalah melakukan pekerjaan rumah
tangga, untuk kegiatan mencuci baju maupun piring dilakukan oleh anak-
anaknya. Pasien tinggal bersama suami dan kedua anaknya. Pasien adalah
seorang ibu rumah tangga, sekitar satu tahun yang lalu pasien bekerja sebagai
penjual makanan di warung milik sendiri. Pembayaran menggunakan BPJS.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada Kamis, 29 Juni 2017 pukul 10.00 WIB di
Poli Kulit RSUD Tugurejo Semarang.
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital sign
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 86 kali/menit
c. Respiratory rate : 22 kali/menit
d. Suhu :-
4. Status gizi
a. Berat badan : 66 kg
b. Tinggi badan :-
c. IMT :-
d. Kesan : Gizi baik
5. Status interna
a. Kepala : Kesan mesosefal

5
b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
c. Hidung : Deformitas (-), secret (-), warna sama dengan
sekitarnya
d. Telinga : Secret (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri ketok mastoid
(-)
e. Mulut : Lesi pada mukosa (-), faring hiperemis(-), tonsil
hiperemis (-)
f. Leher : Lesi (-),pembesaran limfe(-), pembesaran tiroid (-)
g. Thoraks : Dalam batas normal
h. Abdomen : Dalam batas normal
i. Ekstremitas Atas : lesi (+), kesemutan (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-),
bengkak (-/-)
j. Ekstremitas Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), ujung jari terasa
dingin (-/-), bengkak (-/-)
6. Status Dermatologis
a. Inspeksi
1) Lokasi : Digitus manus
2) Morfologi :
a) UKK primer : Hiperkeratosis, diskolorifikasi kuning
kecoklatan
b) UKK skunder :-
3) Batas : Difus
4) Distribusi :Regional, bilateral (digitus manus dexrta
sinistra)
b. Palpasi : nyeri (-), suhu (-), permukaan tidak rata.

6
Gambar 1. Jari-jari tangan kanan dan kiri

Gambar 2. Jari-jari tangan kanan


7. Status Venerologis : tidak diperiksa
a. Inspeksi : tidak diperiksa
b. Inspekulo : tidak diperiksa
c. Palpasi : tidak diperiksa
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
Usulan:
a. Kerokan kuku + KOH 40% : ditemukan hifa panjang bersepta atau spora, dan
misellium.
b. Biakan kerokan skuama diatas dan dibawah kuku : ditemukan adanya koloni
jamur

7
E. Resume
Seorang pasien datang ke poli kulit RS Tugurejo dengan keluhan
penebalan pada beberapa jari tangan sejak 2 bulan yang lalu yaitu pada ibu jari,
jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan, serta pada ibu jari dan jari telunjuk
tangan kiri. Pasien menceritakan keluhan ini muncul pertama kali 2 bulan yang
lalu, awalnya kuku berwarna kuning dan berubah menjadi warna coklat, kemudian
semakin lama kuku menebal seperti sekarang. Penebalan kuku dirasa tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari dan belum pernah diobati. Dalam keluarga tidak
ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. Pasien menyangkal adanya
keluhan lain selain terjadi penebalan kuku.
Pada pemeriksaan fisik pada kuku tangan ditemukan adanya hiperkeratosis
dan dekolorisasi kuning kecoklatan Tidak didapatkan adanya nyeri tekan.

F. Daftar Masalah
Masalah Aktif Masalah Pasif
1. Hiperkeratosis 3. Aktivitas mencuci dikerjakan oleh
2. Diskolorisasi anak-anaknya
kuning
kecoklatan

8
G. Inisial Plan
1. Diagnosis : Tinea Unguium
2. Differensial Diagnosis :
a. Psoriasis kuku
b. Kandidosis kuku
3. Terapi
Terapi topical : Ciclopirox Amorolfine (Oleskan 2x seminggu selama 6
bulan)
Terapi sistemik : Itraconazole 200mg (2x1hari selama 3 bulan)
4. Monitoring : keluhan dan UKK
5. Edukasi :
a. Penggunaan obat ciclopirox amorolfine yaitu dibersihkan terlebih dahulu
kuku, kemudian kikir kuku bagian atas. Oleskan obat ciclopirox amorolfine
seperti mengecat kuku, lalu diamkan 3-5 menit. Gunakan 2 kali seminggu
selama 6 bulan pada semua kuku yang terkena jamur.
b. Penggunaan obat itraconazole dengan cara diminum 2 kali sehari satiap
minum 2 kapsul selama 3 bulan.
c. Cuci tangan dan kaki secara rutin tiap harinya dengan sabun.
d. Keringkan seluruh kaki setelah dicuci. Jangan mengenakan kaos kaki dalam
keadaan kaki yang basah karena akan menyebabkan jamur mudah tumbuh.
e. Jangan gunakan handuk yang sama dengan orang lain tanpa terlebih dahulu
dicuci.
f. Ganti kaos kaki setiap hari. Kaos kaki berbahan cotton dan kulit lebih baik
dari pada yang berbahan nilon dan plastik karena keduanya menyebabkan
kaki lebih banyak berkeringat.
g. Gantilah sepatu setiap 2-3 hari dengan sepatu lain agar masing-masing
sepatu benar-benar kering setelah dipakai.

9
h. Gunakan sandal apabila berkunjung ke tempat pemandian umum atau
tempat ganti umum untuk menghindari kontak kaki dengan lantai yang
mungkin telah terkontaminasi jamur.
H. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kuku

1.Definisi
Kuku adalah bagian tubuh yang tumbuh atau terdapat diujung jari baik
ujung jari tangan maupun kaki, kuku tumbuh dari sel yang berbentuk seperti gel
lembut kemudian mengeras dan terbentuk saat mulai tumbuh dari ujung jari. Kulit
ari yang terletak pada pangkal kuku dapat melindungi masuknya kotoran baik
yang terdapat virus, bakteri dan jamur sekalipun. Fungsi utama kuku adalah
melindungi ujung jari yang penuh dengan urat saraf. Kuku sama halnya dengan
rambut yaitu terbentuk dari keratin protein yang kaya akan sulfur.4,5
Pada kulit dibawah kuku mengandung banyak pembuluh kapiler sehingga
akan menimbulkan warna kemerahan pada kuku. Pertumbuhan kuku pada orang
normal yaitu rata-rata 0,5-1,5mm. Pada kuku jari tangan biasanya tumbuh 2-3 mm
perbulannya, empat kali lebih cepat dari pada pertumbuhan kuku jari kaki.
Pertumbuhan kuku dipengaruhi oleh panas tubuh, dan nutrisi yang baik sangat
diperlukan dalam pertumbuhan kuku. Sebaliknya jika asupan nutrisi kurang
contohnya pada penderita anoreksia nervosa pertumbuhan kuku sangat lamban
dan kuku mudah rapuh.4,5

2. Anatomi
Kuku apabila dilihat secara membujur dan melintang akan terlihat sedikit
cembung dan kuku sendiri merupakan suatu lapisan keratin yang keras. Kuku
sendiri sebenernya terbentuk dari keratin yang memiliki kandungan asam amino.
Kuku memiliki bagian-bagian penting, yang terdiri dari nail plate atau lempeng
kuku dan jaringan-jaringan sekitar dibawahnya. Jaringan yang ada di bawah kuku
ini merupakan jaringan lunak yang merupakan tempat melekat atau menancapnya
kuku yang biasanya dipisahkan oleh periungual grooves (lateral,distal dan bagian

11
proksimal). Pada kuku terdapat bagian yaitu lempeng kuku yang memiliki struktur
yang keras, rektangular, berbentuk sedikit konvex,tidak berwarna dan memiliki
ketebalan 0,5-0,75mm. Dengan adanya pembuluh darah yang terdapat dibawah
dasar kuku membuat kuku yang tidak berwarna tampak berwarna merah muda.4
Bagian-bagian dari kuku sendiri meliputi:5,6
1. Matriks Kuku
Merupakan bagian yang berfungsi sebagai pembentuk jaringan kuku yang baru.
Seperti halnya epidermis pada kulit, matriks memiliki lapisan basal yang
dihasilkan oleh keratinosit yaitu keras, mati, dan terbentuk pada lempeng kuku.
2. Dinding Kuku (Nail Wall)
Terdiri dari lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian pinggir dan atas dari
kuku.
3. Dasar Kuku (Nail bed)
Merupakan bagian kulit yang ditutupi oleh kuku.
4. Alur Kuku (Nail groove)
Merupakan celah antara dasar kuku dan dinding kuku.
5. Akar kuku (Nail root)
Bagian kuku yang terletak pada bagian proksimal.
6. Lempeng kuku (Nail plate)
Bagian tengah kuku yang dikelilingi oleh dinding kuku. Lempeng kuku
memiliki struktur keras berbentuk konvex, translusen dan tidak berwarna yang
memiliki ketebalan 0,5-0,75mm. Lempeng kuku terbuat dari bahan tanduk yang
pertumbuhannya ke arah distal dengan waktu yang tidak terbatas. Pada embrio
biasanya lempeng kuku tumbuh sempurna ke arah distal pada usia janin 36
minggu. Lempeng kuku terdiri dari 3 lapisan horizontal yaitu:
a. Lapisan dorsal tipis yang di bentuk oleh matriks bagian proksimal (1/3
bagian),
b. Lapisan intermediate yang di bentuk oleh matriks bagian distal. Lapisan ini
biasanya lebih tebal dari pada bagian dorsal.

12
c. Lapisan ventral yang dibentuk oleh lapisan tanduk dasar kuku dan
hiponikium yang mengandung keratin lunak.
7. Lunula
Merupakan bagian lempeng kuku yang berbentuk bulan sabit dan berwarna
putih di dekat akar kuku yang sering tertutupi oleh kulit.
8. Eponiklum
Merupakan bagian dinding kuku sebelah proksimal, eponiklum ini memiliki
kulit ari yang berfungsi untuk menutupi bagian permukaan lempeng kuku.
9. Hiponiklum
Merupakan bagian dasar kuku, kulit ari di bawah yang bebas (free edge)
menebal. Bagian ini merupakan bagian paling sering terserang penyakit. Daerah
ini juga merupakan daerah kuku yang paling awal mengalami keratinisasi pada
masa embrio.

Gambar 3. Anatomi Kuku5

13
2. Fisiologi
Bagian kuku yaitu Matriks merupakan pusat pertumbuhan kuku. Kuku
tangan tumbuh lebih cepat tumbuh dibandingkan pada kuku kaki, yakni sepanjang
2-3 mm perbulan, sedangkan kuku kaki 0,5-1 mm perbulan. Di perlukan waktu
100 sampai 180 hari (6 bulan) untuk mengganti satu kuku tangan dan sekitar 12-18
bulan untuk satu kuku kaki. Kecepatan pertumbuhan kuku menurun pada penderita
penyakit pembuluh darah perifer dan pada usia lanjut.7

3. Fungsi
Kuku mempunyai fungsi yang bermanfaat bagi tubuh manusia yaitu
melindungi ujung jari dan bagian sensitif yang ada di bawah kuku. Selain itu kuku
juga membuat ujung kuku menjadi lebih kuat. Kuku juga memberikan daya
sensitif terhadap sentuhan. Pada ujung kuku terdapat adanya banyak reseptor yang
berfungsi untuk menghantarkan rangsang sentuh saat kita menyentuh suatu obyek
sehingga kita bersentuhan dengan benda kita dapat merasakan bersentuhan dengan
objek yang akan kita sentuh. 7

B. Tinea Unguium

1. Definisi
Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita. Tinea unguium adalah dermatofitosis yang paling sukar dan lama
disembuhkan; kelainan pada kuku kaki lebih sukar disembuhkan dari pada kuku
tangan.1
2. Epidemiologi
Usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi yang penting,
dimana prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih banyak dari
wanita.1 Alas kaki yang tertutup, berjalan, adanya tempat temperatur, kebiasaan
penggunaan pelembab, dan kaos kaki yang berkeringat meningkatkan kejadian
tinea pedis dan onikomikosis. Kejadian tinea unguium meningkat seiring

14
bertambahnya usia, dikaitkan dengan menurunnya sirkulasi perifer, diabetes,
trauma berulang pada kuku, pajanan lebih lama terhadap jamur, imunitas yang
menurun, serta menurunnya kemampuan merawat kuku.2
3. Etiologi
Penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes dan Epidermophyton floccosum. Trichophyton rubrum tersering
ditemukan pada kuku tangan, sedangkan Trichophyton mentagrophytes terutama
pada kuku kaki.1
4. Gejala
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan.
Keluhan utama berupa kerusakan kuku. Kuku menjadi suram, lapuk dan rapuh,
da[pat dimulai dari arah distal (perimarginal) dan proksimal. Bagian yang bebas
tampak menebal.3
5. Manifestasi klinis
ZAIAS membaginya dalam 3 bentuk klinis (1927)1 :
1. Bentuk subungual distalis1
Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses ini menjalar
ke proximal dan dibawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh. Kalau proses
berjalan terus, maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang
terlihat hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur.
2. Leukonikia trikofita1
Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau keputihan pada
permukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur.
Oleh Ravant dan Rabeau (1921) kelainan ini dihubungkan dengan
Trichophyton mentagrophytes sebagai penyebabnya.
3. Bentuk subungual proksimalis1
Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proximal terutama menyerang
kuku dan membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku dibagian
distal masih utuh, sedangkan bagian proximal rusak. Biasanya penderita tinea

15
unguium mempunyai dermatofitosis ditempat lain yang sudah sembuh atau
belum. Kuku kaki lebih sering diserang daripada kuku tangan.
6. Pengobatan
1. Antijamur Topikal2
Struktur keras keratin dan kompak kuku menghalangi difusi obat topikal
ke dalam dan melalui lempeng kuku. Konsentrasi obat topikal dapat
berkurang 1000 kali dari luar ke dalam. Penggunaan agen topikal harus
dibatasi pada kasus-kasus yang melibatkan kurang dari setengah lempeng
kuku distal atau jika tidak dapat mentoleransi pengobatan sistemik. Agen
yang tersedia termasuk amorolfine, ciclopirox, tioconazole, dan
efinaconazole.2
a. Amorolfine
Amorolfine termasuk obat antijamur golongan morpholine sintetis
dengan spektrum fungisida yang luas. Obat ini menghambat enzim delta
14 reduktase dan delta 8 dan delta 7 isomerase dalam jalur biosintesis
ergosterol dan bersifat fungisida terhadap C. albicans dan T.
mentagrophytes. Obat ini dioleskan pada kuku yang terkena sekali atau
dua kali seminggu selama 6-12 bulan. Amorolfine telah terbukti efektif
pada sekitar 50% kasus infeksi jamur kuku distal. Efek samping lacquer
amorolfine jarang dan terbatas, berupa rasa terbakar, pruritus, dan
eritema.2
b. Ciclopirox
Ciclopirox merupakan turunan hydroxypyridone dengan aktivitas
antijamur spektrum luas terhadap T. rubrum, S. brevicaulis, dan Candida
spesies. Obat dioleskan pada kuku sekali sehari selama 48 minggu.
Ciclopirox sekali sehari terbukti lebih efektif daripada plasebo (34%
ciclopirox vs 10% plasebo). Durasi pengobatan yang dianjurkan adalah
hingga 24 minggu untuk kuku tangan dan sampai 48 minggu untuk kuku
kaki. Tidak ada uji klinik yang membandingkan amorolfine dengan

16
ciclopirox untuk onikomikosis. Efek samping yang sering adalah eritema
periungual dan lipat kuku.2
c. Tioconazole
Tioconazole adalah antijamur imidazole, tersedia sebagai larutan
28%. Dalam sebuah studi terbuka atas 27 pasien onikomikosis,
kesembuhan klinik dan mikologi dicapai pada 22% pasien. Efek samping
yang sering adalah dermatitis kontak alergi.2
d. Eficonazole
Eficonazole 10% adalah obat antijamur golongan triazole. Obat ini
diaplikasikan sekali sehari pada kuku. Sebuah uji klinik barubaru ini
menunjukkan bahwa eficonazole menghasilkan tingkat kesembuhan
mikologi mendekati 50% dan kesembuhan klinik mencapai 15% setelah
48 minggu aplikasi.2
2. Pengobatan Sistemik2
Obat sistemik utama yang diindikasikan dan secara luas digunakan
untuk pengobatan onikomikosis adalah terbinafine dan itraconazole.
Griseofulvin juga diindikasikan, tetapi lebih jarang digunakan.2
a. Griseofulvin
Griseofulvin adalah obat fungistatik lemah, bertindak menghambat
sintesis asam nukleat dan menghambat sintesis dinding sel jamur. Pada
orang dewasa, dosis yang dianjurkan adalah 500-1000 mg per hari selama
6-9 bulan untuk infeksi kuku tangan dan 12-18 bulan untuk infeksi kuku
kaki.15 Sebaiknya dikonsumsi dengan makanan berlemak untuk
meningkatkan penyerapan dan bioavailabilitas. Tingkat kesembuhan
mikologi untuk infeksi kuku hanya 30-40%. Efek samping antara lain
mual dan ruam kulit pada 8-15% pasien. Uji klinik yang membandingkan
terapi griseofulvin dengan terbinafine dan itraconazole menunjukkan
bahwa tingkat kesembuhan griseofulvin lebih rendah dari terbinafine dan
itraconazole.2

17
Griseofulvin memiliki beberapa keterbatasan termasuk kesembuhan
lebih rendah, durasi pengobatan panjang, risiko interaksi obat yang lebih
besar dibandingkan obat antijamur yang lebih baru. Oleh karena itu,
griseofulvin tidak lagi menjadi pilihan kecuali obat lain tidak tersedia atau
kontraindikasi.2
b. Terbinafine
Terbinafine bekerja menghambat enzim squalene epoxidase yang
penting untuk biosintesis ergosterol, komponen integral dinding sel
jamur. Lebih dari 70% terbinafine diserap setelah pemberian oral, dan
tidak terpengaruh asupan makanan. Terbinafine dimetabolisme sebagian
besar melalui ginjal dan diekskresikan dalam urin. Terbinafine sangat
lipofilik, sehingga terdistribusi dengan baik di kulit dan kuku. Pengobatan
biasanya dengan dosis 250 mg per hari selama 6 bulan untuk infeksi
jamur kuku tangan dan 12 bulan untuk infeksi jamur kuku kaki.2
Terbinafine memiliki efek fungisida yang luas dan kuat terhadap
dermatofita, terutama T. rubrum dan T. mentagrophytes, tetapi memiliki
aktivitas fungistatik rendah terhadap Candida dibandingkan golongan
azole. Sebuah penelitian surveilans postmarketing mengungkapkan
bahwa efek samping yang paling umum adalah gastrointestinal (4 - 9%)
seperti mual, diare, atau gangguan rasa, dan dermatologis (2 - 3%) seperti
ruam, pruritus, urtikaria, atau eksim.2
c. Itraconazole
Itrakonazol bersifat lipofilik, berspektrum luas, fungistatik dan
efektif terhadap jamur dermatofita, yeast dan kapang. Obat antijamur ini
adalah golongan triasol yang telah teruji efektif dan aman. Mekanisme
kerja obat ini dengan cara difusi pasif melalui epidermis ke dalam sel
basal keratinosit.8 Mekanisme kerja itraconazole sama dengan antijamur
azole lainnya, yaitu menghambat mediasi sitokrom P450 oksidase untuk
sintesis ergosterol, yang diperlukan untuk dinding sel jamur.2

18
Penghantaran menuju kuku melalui matriks dan dasar kuku. Obat ini
mampu bertahan di kuku selama 6 sampai 9 bulan sehingga digunakan
sebagai terapi denyut.8
Pemberian itrakonazol sebagai terapi denyut dengan dosis 200 mg 2
kali per hari selama satu minggu tiap bulan, dan diulang selama tiga bulan.
Sediaan obat itraconazole yaitu 100 mg. Alasan diberikan sebagai terapi
denyut adalah melalui beberapa penelitian disebutkan konsumsi obat
secara terus menerus dan terapi denyut angka kesembuhan adalah 66%
dan 69%. Itrakonazol berafinitas tinggi pada kulit, bertahan pada stratum
korneum selama 3-4 minggu setelah pengobatan.8 Efek samping
itrakonazol diantaranya, sakit kepala, mual muntah, dan hepatitis.
Regimen lain yang dapat menjadi pilihan jika pengobatan dengan
itrakonazol gagal adalah terbinafin yang bersifat fungisidal dan
keratofilik.9
7. Diagnosis Banding
1. Psoriasis Kuku
Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan air.
Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi
tebal, mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang berwarna kecoklatan,
tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku
seperti pada tinea unguium. Infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitarnya
ini menyebabkan rasa nyeri dan peradangan sekitar kuku. Kadang-kadang
kuku rusak dan menebal. Bila terjadi infeksi ikutan oleh pseudomonas
aeruginosa, lesi akan berwarna kehijauan.1
2. Kandidosis Kuku
Gejala berupa adanya pits, terowongan, dan cekungan yang transversal
(Beau’s line) leukonikia dengan permukaan yang kasar atau licin. Pada dasar
kuku terdapat perdarahan dan berwarna merah. Hiponikia berwarna hijau
kekuningan pada daerah onikolisis. Karena adanya keratosis subungual zat

19
tanduk di bawah lempeng kuku dapat menjadi medium untuk pertumbuhan
bakteri atau jamur.2

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Jakarta
: Universitas Indonesia; 1999.

2. Anugrah Radityo. Diagnostik dan Tatalaksana Onikomikosis. Jakarta : Bamed


Skin Care. 2016; 43(9)

3. Siregar RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. 2nd ed. Jakarta : EGC; 2004.

4. Hartanto H. Onikomikosis. Dalam: Siregar S, Editor. Saripati penyakit kulit.


Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004: 28-9.

5. Soepardiman L. Tinea unguium . Dalam: Djuanda, editor. Ilmu penyakit kulit


dan kelamin. Jakarta: BP-FKUI. 2011: 312-4.

6. Piraccini MB, Alessandrini A. Onychomycosis: A Review. University Of


Bologna. 2015: 30-43.

7. Arini L. Hubungan pengunaan sarung tangan dengan terjadinya onikomikosis


pada petugas pengangkut sampah. Skripsi: Universitas Diponegoro Semarang.
2009.

8. Korting HC, Schollmann C. The Significance of Itrconazole for treatment of


fungal infections of skin, nails, and mucous membranes. JDDG 2009;7(1):11-9.

9. Arrese JE. Treatment Failures and Relapses in onychomycosis : A Stubborn


Clinical Problem. Dermatology ISSN. 2003; 207(3).

10. Adiguna MS. Epidemiologi dermatomikosis dalam dermatomikosis superfisial


kelompok studi dermatologis indonesia. Jakarta: BP-FKUI. 2001: 52-4.

21
22

Anda mungkin juga menyukai