Makalah Askep Gips 2
Makalah Askep Gips 2
PENDAHULUAN
1
1.3.4 Mengetahui indikasi dari pemasangan gips.
1.3.5 Mengetahui hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips.
1.3.6 Mengetahui bahan – bahan gips.
1.3.7 Mengetahui persiapan alat untuk pemasangan gips.
1.3.8 Mengetahui prosedur kerja dalam pemasangan gips.
1.3.9 Mengetahui prosedur kerja dalam pelepasan gips.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gips dalam bahasaa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut plaster of
paris, dan dalam belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat di
alam berupa batu putih tang mengandung unsur kalsium sulfat dan air. Gips adalah alat
2
imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat gips di
pasang (Brunner & Suddarth, 2000).
Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan
mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass (Barbara Engram, 1999). Jadi gips
adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam
dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass. Indikasi pemasangaan gips
adalah pasien dislokasi sendi , fraktur, penyakit tulang spondilitis TBC, pasca operasi,
skliosis, spondilitis TBC, dll.
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips memiliki sifat
menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi keras.
Sebelum menjadi keras, gips yang lembek dapat dibalutkan melingkari sepanjang
ekstremitasdan dibentuk sesuai dengan bentuk ekstremitas. Gips yang dipasang melingkari
ekstremitas disebut gipas sirkuler sedangkan jika gips dipasang pada salah satu sisi
ekstremitas disebut gips bidai.
2.2 Tujuan
Tujuan dari pemasangan gips adalah sebagai berikut :
1. Imobilisasi kasus dislokasi sendi
2. Fiksasi fraktur yang telah di reduksi
3. Koreksi cacat tulang
4. Imobilisasi pada kasus penyakit tulang setelah dilakukan operasi
5. Mengoreksi
3
4. Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha
sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.
5. Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai
telapak untuk berjalan.
6. Gips tubuh. Gips ini melingkar di batang tubuh.
7. Gips spika.gipsini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips
spika tunggal atau ganda).
8. Gips spika bahu. Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan siku.
9. Gips spika pinggul. Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips
spika tunggal atau ganda).
2.4 Indikasi
1. Untuk pertolongan pertama pada fraktur
2. Immobilisasi dan penyangga fraktur
3. Stabilisasi dan istirahatkan
4. Koreksi deformitas
5. Mengurangi aktivitas pada pada daerah yang terinfeksi
6. Membuat cetakan tubuh orthotic
Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh secara halus . gulungan krinolin
diimregasi dengan serbuk kalsium sulfat anhidrus ( Kristal gypsum ). Jika basah terjadi
reaksi kristalisasi dan mengeluarkan panas. Kristalisasi menghasilkan pembalut yang
4
kaku. Kekuatan penuh baru tercapai setelah kering , memerlukan waktu 24-72 jam untuk
mongering. Gips yang kering bewarna mengkilap , berdenting, tidak berbau,dan kaku,
sedangkan gips yang basah berwarna abu-abu dan kusam, perkusinya pekak, terba
lembab, dan berbau lembab.
2. Nonplester.
Secara umum berarti gips fiberglass, bahan poliuretan yang di aktifasi air ini
mempunyai sifat yang sama dengan gips dan mempunyai kelebihan karna lebih ringan
dan lebih kuat, tahan air dan tidak mudah pecah.di buat dari bahan rajuutan terbuka, tidak
menyerap, diimpregnasi dengan bahan pengeras yang dapat mencapai kekuatan kaku
penuhnya hanya dalam beberapa menit. Gips nonplester berpori-pori, sehingga masalah
kulit dapat di hindari . gips ini tidak menjadi lunak jika terkena air,sehingga
memungkinkan hidro terapi. Jika basah dapat dikeringkan dengan pengering rambut.
5
3. Daerah yang akan di pasang gips dicukur, dibersihkan,dan di cuci dengan sabun,
kemudian dikeringkan dengan handuk dan di beri krim kulit.
4. Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.
5. Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang di tentukan dokter
selama prosedur.
6. Pasang spongs rubs (bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang akan di
pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat. Tambahkan bantalan di
daerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf.
7. Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai gelembung-
gelembung udara dari gips habis keluar. Selanjutnya, diperas untuk mengurangi air dalam
gips.
8. Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara melingkar mulai
dari distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau ketat. Pada waktu membalut, lakukan
dengan gerakan bersinambungan agar terjaga ketumpangtidihan lapisan gips. Dianjurkan
dalam jarak yang tetap(kira-kira 50% dari lebar gips) lakukan dengan gerakan yang
bersinambungan agar terjaga kontak yang konstan dengan bagian tubuh.
9. Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotong gips.
10. Bersihkan partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
11. Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan
diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan pada
gips.
6
4) Gunakan pelindung mata pada pasien dan petugas pemotong gips
5) Potong bantalan gips dengan gunting
6) Sokong bagian tubuh ketika gips di lepas
7) Cuci dan keringkan bagian yang habis di gips dengan lembut oleskan krim atau
minyak
8) Ajarkan pasien secara bertahap melakukan aktifitas tubuh sesuai program terapi
9) Ajarkan pasien agar meninggikan ekstremitas atau mengunakan elastic perban jika
perlu untuk mengontrol pembengkakan.
7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian secara umum perlu di lakukan sebelum pemasangan gips terhadap gejala dan
tanda, status emosional,pemahaman tujuan pemasangan gips, dan kondisi bagian tubuh yang
akan di pasang gips. Pengkajian fisik bagian tubuh yang akan di gips meliputi status
neurovaskuler, lokasi pembengkakan, memar , dan adanya abrasi. Data yang perlu di kaji
pasien setelah gips di pasang meliputi :
1. Data subyektif : adanya rasa gatal atau nyeri ,keterbatasan gerak, dan rasa panas pada
daerah yang di pasang gips.
2. Data obyektif : apakah ada luka di bagian yang akan digips. Misalnya luka operasi, luka
akibat patah tulang; apakah ada sianosis;apakah ada pendarahan ;apakah ada iritasi kulit;
apakah atau bau atau cairan yang keluar dari bagian dari bagian tubuh yang di gips.
8
Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyeri berhubungan Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri.
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit
dengan terpasangnya gips, gangguan
dengan tirah baring.
muskuloskeletal, iskemia jaringan.
Berikan lingkungan yang tenang dan berikan
dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan.
Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi.
Dorong menggunakan teknik manajemen
stress, contoh : relaksasi, latihan nafas dalam,
imajinasi visualisasi, sentuhan.
Tindak lanjuti nyeri yang tidak dapat
dikontrol dengan peninggian, kompres dan
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya
dalam pemberian analgetik sesuai indikasi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan Kaji derajat imobilitas dan perhatikan
dengan pemasangan gips. persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Tinggikan ekstrimitas yang sakit.
Instruksikan klien/bantu dalam latian
rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit
dan tak sakit.
Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit
diatas dandibawah fraktur ketika bergerak
Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam
aktivitas
Berikan dorongan dan bantuan sesuai
kebutuhan.
Ubah psisi secara periodik
Kolaborasi : konsultasi dengan ahli terapi
fisik atau spesialis rehabilitasi.
3. Kerusakan integritas kulit Kaji ulang integritas luka dan observasi
berhubungan dengan adanya terhadap tanda infeksi atau drainage.
Monitor suhu tubuh.
penekanan akibat pemasangan gips.
Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada
patah tulang yang menonjol.
Bersihkan kulit dengan seksama dan lakukan
perawatan sesuai anjuran dokter, gunakan
balutan steril.
9
Lakukan alih posisi dengan sering,
pertahankan kesejajaran tubuh.
Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering
dan bebas kerutan.
Observasi adanya tanda infeksi sistemik, dari
bau gips, cairan purulent yang mengotori
gips.
Kolaborasi : dalam pemberian antibiotik.
4. Ansietas berhubungan dengan Berikan dorongan terhadap tiap-tiap proses
kurangnya pengetahuan prosedur kehilangan status kesehatan yang timbul.
Berikan privacy dan lingkungan yang
pemasangan gips.
nyaman.
Batasi staf perawat/petugas kesehatan yang
menangani pasien.
Observasi bahasa non verbal dan bahasa
verbal dari gejala-gejala kecemasan.
Temani klien bila gejala-gejala kecemasan
timbul.
Berikan kesempatan bagi klien untuk
mengekspresikan perasaannya.
Hindari konfrontasi dengan klien.
Berikan informasi tentang program
pengobatan dan hal-hal lain yang
mencemaskan klien.
Lakukan intervensi keperawatan dengan hati-
hati dan lakukan komunikasi terapeutik.
Anjurkan klien istirahat sesuai dengan yang
diprogramkan.
Berikan dorongan pada klien bila sudah
dapat merawat diri sendiri untuk
meningkatkan harga dirinya sesuai dengan
kondisi penyakit.
Hargai setiap pendapat dan keputusan klien.
5. Kurangnya pengetahuan tentang Kaji tingkat pengetahuan Klien dan keluarga
pembatasan aktifitas, pemeriksaan tentang pembatasan aktifitas, pemeriksaan
diagnostik dan tujuan tindakan yang diagnostik dan tujuan tindakan yang
10
diprogramkan berhubungan dengan diprogramkan.
Berikan penjelasan terhadap klien setiap
kurangnya informasi yang akurat pada
prosedur yang akan dilakukan misalnya
klien.
tentang pembatasan aktifitas, pemeriksaan
diagnostik dan tujuan tindakan yang
diprogramkan.
Berikan kesempatan pasien dan keluarga
untuk mengekspresikan perasaannya dan
mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal
yang belum dipahami.
6. Resiko tinggi perubahan perfusi Observasi ada tidaknya kualitas nadi periver
jaringan ferifer berhubungan dengan dan bandingkan dengan pulses normal.
Observasi pengisian kapiler, warna kulit dan
respons fisiologis terhadap cederta
kehangatannya pada bagian distal daerah
atau gips restriksi.
yang fraktur.
Kaji adanya gangguan perubahan
motorik/sensorik anjurkan klien untuk
mengatakan lokasi adanya rasa sakit/tidak
nyaman.
Pertahankan daerah yang fraktur lebih tinggi
kecuali bila ada kontra indikasi.
Kaji bila ada edema dan pembengkakan
ekstrimitas yang fraktur.
Observasi adanya tanda-tanda ischemik
daerah tungkai seperti : penurunan suhu,
dingin dan peningkatan rasa sakit.
Observasi tanda-tanda vital, catat dan
laporkan bila ada gejala sianosis, dingin pada
kulit dan gejala perubahan status mental.
Berikan kompres es sekitar fraktur.
Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium,
foto rontgen, pemberian cairan parenteral
atau transfusi darah bila perlu dan persiapan
operasi jika perlu.
11
3.4 Evaluasi
1. Melaporkan berkurangnya nyeri
Meninggikan ekstremitas yang digips
Meroposisi sendiri
Menggunakan analgetik oral k/p
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips memiliki sifat
menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi keras.
Sebelum menjadi keras, gips yang lembek dapat dibalutkan melingkari sepanjang
ekstremitasdan dibentuk sesuai dengan bentuk ekstremitas. Gips yang dipasang melingkari
ekstremitas disebut gipas sirkuler sedangkan jika gips dipasang pada salah satu sisi
ekstremitas disebut gips bidai. Gips yang ideal adalah dapat membungkus tubuh sesuai
dengan bentuk tubuh. Penggunaan gips sesudah operasi lebih memungkinkan klien untuk
mobilisasi dari pada pasien ditraksi. Gips diindikasikan untuk klien dengan immobilisasi dan
penyangga fraktur, stabilisasi dan istirahatkan, koreksi deformitas, mengurangi aktivitas pada
pada daerah yang terinfeksi serta untuk membuat cetakan tubuh orthotik.
4.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca khususnya, mahasiswa
keperawatan dapat mengerti dan memahami tentang konsep penatalaksaan pada klien
dengan pemasangan gips dan asuhan keperawatan klien dengan pemasangan gips.
13
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta :
EGC.
Suratun, dkk (2008). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal SAK. Jakarta : EGC.
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1959026-imobilisasi-gips/ diakses pada tanggal 29
Mei 2015, pukul 12.45 WIB.
14